laporan PKL
Transcript of laporan PKL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Praktek kerja lapangan merupakan salah satu dari syarat
pekuliahan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran, menjadikan upaya untuk pendalaman materi yang telah
di dapatkan di bangku perkuliahan. Sesuai dengan syarat perkuliahan
tersebut, penulis tertarik dengan salah satu sumber daya alam berupa
Ekosistem Terumbu Karang yang ada di Taman Nasional Kepulauan
Seribu. Melatih mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam suatu
lembaga.
Gugusan terumbu karang adalah yang bagian yang paling
majemuk dan produktif dalam ekosistem laut secara keseluruhan.
Mereka adalah bank keanekaragaman genetik dan merupakan tempat
hidup sekitar 25% species ikan laut meskipun terumbu karang hanya
menempati area yang luasnya hanya 1% dari seluruh habitat laut.
Terumbu karang juga menjadi benteng pelindung terhadap terpaan
badai serta menrupakan kekayaan sumberdaya hayati bagi negara-
negara maritim. Menjaga keragaman dan keutuhan fisik terumbu
karang sangatlah penting untuk menunjang kesejahteraan ekonomi
dan sosial berjuta-juta orang di dunia. Diperkirakan, sekitar 70%
kebutuhan protein sejumlah negara di Asia Tenggara berasal dari
perikanan terumbu karang.
Itu mengapa saya mengambil PKL tentang komoditas terumbu
karang. Selain untuk mempelajari dari segi ilmu biologi dan perikanan,
juga mempelajari dari segi social dan ekonomi.terumbu karang
merupakan bagian penting dari laut yang harus kita perhatikan, kita
jaga kelestariannya.
1
1.2Tujuan
1. Menambah pengetahuan yang berkaitan dengan wilayah
konservasi di Kepulauan Seribu.
2. Mengamati secara langsung dan berpartisipasi dalam program
pelestarian sumber daya alam di Kepulauan Seribu, serta
3. Untuk mendapatkan pengalaman dan permasalahan secara
langsung di lapangan yang berhubungan dengan perkuliahan
pada konservasi atau bidang sumber daya tersebut.
4. Dengan adanya Praktik kerja Lapang ini dapat membantu
memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memilih salah satu
bidang untuk materi tugas akhir nanti.
1.3Tempat dan Waktu
Kegiatan Praktik Kerja Lapang ini dilaksanakan di Pulau Pramuka, .
Pulau Pramuka adalah salah satu gugusan Kepulauan Seribu yang
merupakan pusat pemerintahan kabupaten administrasi Kepulauan
Seribu. Dengan menempuh jalur laut selama 2 sampai 3 jam dari
Muara Angke, Jakarta dengan menggunakan kapal transportasi kita
akan sampai di dermaga Pulau Pramuka. Kapal transportasi ini
berangkat setiap harinya pukul 07:00 dan 13:00 baik dari Muara Angke
atau Pulau Pramuka. Kegiatan Praktik Kerja Lapang ini dimulai tanggal
22 Januari 2011 sampai dengan tanggal 22 Februari 2011.
2
BAB II
KEADAAN UMUM TEMPAT PKL
2.1 Lokasi dan Gambaran Lokasi
Gambar 1. Peta Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu merupakan gugusan kepulauan yang terletak di
sebelah utara Jakarta, tepat berhadapan dengan teluk Jakarta.
Kabupaten administratif Kepulauan Seribu mengisi lautan dangkal
utara Jakarta membentuk gugusan pulau dimana tidak ada pulau
besar yang memiliki luas kurang dari 10 Ha dan jarak antara pulau
berdekatan yang masih dapat di tempuh dengan kapal kayu
bertenaga motor, kecuali pulai SeribaGugusan Kepulauan Seribu
memiliki potensi yang tidak kecil untuk pengembangan berbagai
macam industri, antara lain pertambangan, perikanan serta yang
paling utama ialah pariwisata.
Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau dalam gugusan pulau
Kepulauan Seribu. Pulau ini merupakan pusat administrasi dan
pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pulau
Pramuka termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Panggang. Pulau ini
3
berdekatan dengan Pulau Panggang dan Pulau Karya. Kita dapat
menempuh kedua pulau tetangga tersebut dengan ojek kapal dan
waktu tempuhnya sekita 5-10 menit.
Pulau Pramuka sendiri merupakan pulau berpenduduk yang mulai
berkembang menjadi daerah pariwisata beberapa tahun belakangan
ini karena keindahan alam di sekitar pulau ini dan penduduk yang
ramah. Jernihnya air laut yang biru, terumbu-terumbu karang yang
indah dan pulau pasir putih di sekitar membuat setiap orang yang
pernah pergi ke pulau ini ingin kembali lagi ke Pulau Pramuka.
Sebagai pusat pemerintahan Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka
memiliki fasilitas-fasilitas yang diperlukan warga atau wisatawan mulai
dari tempat penginapan (homestay), rumah makan, , RSUD (Rumah
sakit Unit Daerah), Lembaga KUA, TPI (Tempat Pelelangan Ikan),
lapangan olahraga, dll. Fasilitas yang ada terawat dengan baik
sehingga akan memberikan kenyamanan pada wisatawan yang
berkunjung ke pulau ini. Tempat tinggal dan sanitasi Pulau Pramuka
sudah cukup baik dan dalam bidang pendidikan, Pulau ini sudah
memiliki SD, SMP maupun SMA.
Gambar 2. Peta Pulau Pramuka
4
2.2 Organisasi Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah bagian dari
Departemen Kehutanan dan berada dalam naungan Direktorat
Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA),
berkantor pusat di Jakarta, tepatnya di jalan Salemba no.9, namun di
masing-masing wilayah konservasi seperti Pulau Pramuka terdapat
pula kantor operasional yang dilengkapi dengan sarana pendukung
seperti asrama karyawan dan asrama bagi para tamu, selain kantor
operasional di Pulau Pramuka, Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu (BTNKpS) juga memiliki beberapa pos operasional jaga pada
pulau-pulau lainnya.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu di pimpin oleh Kepala
Balai yang berhubungan dan bertanggung jawab langsung dengan
Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Kepala
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dibantu langsung oleh
kepala sub bagian tata usaha dan juga kepala seksi konservasi
wilayah serta beberapa pegawai dan kelompok jabatan fungsional
seperti pegawai honorer atau polisi hutan serta staff pembantu bagian
administrasi. Struktur organisasi Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu dapat dilihat pada gambar 3.
5
DEPARTEMEN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDRAL PERLINDUNGAN HUTAN
DAN KONSERVASI ALAM
KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
KEPALA SUB
BAGIAN TATA USAHA
KEPALA SEKSI
WILAYAH I
KEPALA SEKSI
WILAYAH II
KEPALA SEKSI
WILAYAH III
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
- POLISI KEHUTANAN
- PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN
- PENYULUH KEHUTANAN, DLL
Gambar 3. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu
6
2.3 Bidang Usaha
Bidang usaha yang terdapat dalam Pulau Pramuka ini adalah
perdagangan ikan, seperti diketahui bahwa lokasi sangat dekat
dengan laut makan banyak dari warga Pulau Pramuka bekerja
sebagai nelayan dengan di fasilitasi TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Sebagai tempat mereka menjual ikan.
Yang menjadi poin utama dari wisata Pulau Pramuka ini adalah
gugusan terumbu karang yang tersebar di sekitar Pulau Pramuka.
Dengan menggunakan baju pelampung, sepatu katak, masker dan
snorkle kita akan bisa melihat keindahan terumbu karang berwarna-
warni secara langsung dan ikan-ikan hias yang berenang di terumbu
karang juga sangat indah.
Selain menjadi nelayan warga pun memanfaatkan Pulau Pramuka
yang merupakan salah satu pulau wisata untuk memiliki bisnis dalam
penginapan, penyewaan fasilitas-fasilitas lainnya seperti perahu, alat
selam, paket wisata keliling pulau dan lain-lain. Untuk menunjang para
wisatawan di pulau ini pun terdapat warga-warga yang membuka
tempat makan dan tempat oleh-oleh seperti cinderamata dari kerang-
kerangan ataupun kaos, serta usaha dalam bidang
7
BAB III
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
3.1 Kegiatan Umum
Secara umum kegiatan yang dilakukan saat melaksanakan
Praktek Kerja lapang adalah kegiatan pembelajaran dan penerapan
secara langsung dari teori yang didapat di bangku kuliah serta
menimba informasi secara informal dari setiap praktisi baik secara
langsung maupun tidak langsung ikut terlibat dalam kegiatan di
Taman Nasional Kepulauan Seribu, serta dari para penduduk
setempat yang juga turut andil dalam usaha pelestarian wilayah
konservasi dengan program dan layanan pariwisata, khususnya
pelestarian bahari dan pelestarian sumberdaya alam lainnya di Pulau
Pramuka.
Berhubung dengan studi Praktek Kerja Lapang yang saya pilih
adalah Terumbu Karang Pulau Pramuka, sehingga segala kegiatan
yang menyangkut terumbu karang menjadi kegiatan yang
diprioritaskan. Kegiatan Praktek Kerja Lapang sendiri meliputi dua
macam kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan pembelajaran metode penyebaran karang
2. Kegiatan praktikum transplantasi karang
3. Keiatan pendukung Praktek Keja Lapang
3.1.1 Kegiatan pembelajaran metode penyebaran karang
Sebelum melakukan metode pengambilan data terumbu
karang, mahasiswa PKL diharuskan dapat menguasai
keterampilan selam. Sehingga sekitar beberapa minggu
melakukan pelatihan penyelaman dan juga pembelajaran teknik
pengambilan data di darat, karena pada dasarnya untuk dapat
mengetahui tentang ekosistem karang yang ada di Pulau Pramuka
8
mengharuskan kita untuk berada di kedalaman tertentu di laut dan
itu memerlukan keterampilan selam.
Pembelajaran pertama adalah skin diving, atau penyelaman
dipermukaan laut yang kemudian dilanjutkan dengan perkenalan
alat-alat selam, lalu teknik-teknik dalam penyelaman serta
pembelajaran lainnya yang berhubungan dengan penyelaman
yang mendukung dalam praktik pengambilan data terumbu
karang. Setelah pembelajaran teknik tersebut mahasiswa
diperkenankan berlatih SCUBA atau penyelaman dengan alat
selam lengkap dan berlatih untuk menulis di sabak, bersikap netral
didalam laut dan banyak lagi. Hingga di akui bahwa mahasiswa
mampu barulah praktek pengambilan data terumbu karang.
Ada beberapa metode dalam pengukuran dan analisis
kondisi ekosistem terumbu karang, seperti metode RAA (Rapid
Reef Resource Assessment) atau manta tow, ,metode LIT (Line
Intercept Transect) ata transek garis dan metode quadran (Plot).
Di Pulau Pramuka metode pemeriksaan kondisi terumbu karang
dilakukan dengan metode transek garis atau LIT (Line Intercept
Transect).
Metode Transek Garis (Line Intercept Transect/LIT)
merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi
penutupan karang maupun komunitas bentos yang hidup
bersamanya. Metode ini cukup praktis, cepat dan sesuai untuk
wilayah terumbu karang daerah tropis. Biasanya pengambilan
data dilakukan di kedalaman sekitar 3 meter dan 10 meter.
9
a. Tim Kerja
Pengamatan dengan menggunakan metode ini
membutuhkan paling sedikit 3 orang dengan masing-masing
orang mengetahui tugas dan fungsinya, sebagai berikut:
1 orang bertugas memasang patok, membentangkan
meteran dan menggulungnya kembali,
1 orang bertugas sebagai pengamat (observer)
1 orang bertugas mengemudikan perahu motor yang
digunakan menuju lokasi pengambilan data. Selain itu
bertugas untuk merekam posisi pengambilan sample
dengan GPS.
Sebenarnya untuk tim kerja idealnya memiliki anggota
tim minimal 5 orang yang berada di dalam laut dengan fungsi
sebagai berikut:
1 orang menjadi DL (Dive Leader) untuk memonitoring
seluruh rekan tim yang bekerja di bawah air.
1 orang menjadi observer untuk karang,
1 orang observer untuk ikan karang yang sekaligus
bekerja untuk memasang patok dan membentangkan
meteran, karena untuk metode ini pengamatan ikan
karang akan sangat bersangkutan sama halnya dengan
bentos,
1 orang menjadi observer untuk bentos, dan
1 orang untuk dokumentasi.
Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini
dengan benar serta melaksanakannya dengan penuh
tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, agar
terhindar dari hal-hal yang buruk dan membahayakan.
10
b. Peralatan yang Dibutuhkan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan
menggunakan metode LIT, diperlukan peralatan sebagai
berikut:
1. Kacamata selam (masker)
2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (Snorkle)
3. Alat bantu renang pada kaki (fins/kaki katak)
4. Perahu motor (mininal 5 PK)
5. SCUBA (Self Contained Underwater Breathing
Apparatus).
6. Meteran gulung sepanjang 50 meter
7. Patok besi
8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan
dengan kertas pasir (sabak)
9. Pensil
10.Tas peralatan
11.Tali nilon sepanjang paling seikit 60 meter.
12.GPS (Global Positioning System)
c. Prosedur kerja
Garis transek dibuat dengan cara membentangkan tali
atau rol meter sepanjang 50 meter sejajar garis pantai.
Transek ini diberi tanda dengan menancapkan besi beton
sebagai patok seperti pada gambar 4.
11
Gambar 4. Cara pemasangan Transek Garis (LIT)
Spesies dari komunitas bentos seperti karang dan alga
makro serta kategori bentuk pertumbuhan karang (lifeform)
kemudian di catat pada data sheet oleh penyelam pengamat
(observer) yang bergerak sepanjang garis yang dibentangkan
secara paralel dengan reef crest pada kedalaman 3 meter dan
10 meter di setiap lokasi pengamatan. Semua bentuk
pertumbuan karang dan biota yang terletak di bawah transek
(garis meteran) dicatat.
Gambar 5. Contoh pengukuran dengan metode LIT
12
Dari contoh pengukuran transek garis pada gambar
diatas, dapat ditulis ke dalam table pengamatan sebagai
berukut:
Tabel 1. Tabel Pengamatan LIT
Bentuk
PertumbuhanTransisi (cm) Panjang (cm)
HC 10 10
S 12 2
SP 17,5 5,5
SC 19 1,5
S 21 3
HC 29 8
R 33 4
SC 38,5 5,5
SP 44 5,5
d. Analisis Data
Besar presentase tutupan karang mati, hidup dan jenis
lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English et al., 1997):
A
Dimana:
C = persentase tutupan Lifeform i
a = panjang transek lifeform i
A = panjang total transek
Sehingga dari contoh diatas, bila diketahui panjang total
transek adalah 44 cm, maka persentase penutupan untuk
setiap lifeform yang terukur adalah sebagai berikut:
13
Persentase tutupan HC =
Persentase tutupan S =
Persentase tutupan SP =
Persentase tutupan SC =
Persentase tutupan R =
Tabel 2. Tabel presentase tutupan karang
No. Lifeform Presentase tutupan (%)
1 HC 40
2 S 11
3 SP 25
4 SC 15
5 R 9
14
15
16
17
18
3.1.1.1 Pembahasan
Salah satu keanekaragaman hayati yang tinggi di perairan
(laut) adalah terumbu karang. Jumlah jenis karang batu (Hard
Coral) di Indonesia tercatat sebanyak 590 jenis yang didominasi
oleh karang jenis Acropora (91 jenis), Montipora (29 Jenis) dan
Porites (14 jenis). Kondisi ekosistem karang saat ini telah
mengalami kerusakan ang disebabkan oleh perbuatan manusia
seperti pengeboman ikan, pengambilan ikan dengan
menggunakan bahan beracun (potassium sianida) serta
pengambilan ikan dan karang hias secara ilegal. Berdasarlan hasil
penelitian Pusan Penelitian Oseanografi (P2O) – LIPI tahun 2002,
dari 556 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia menunjukkan
bahwa 6.83% dalam kondisi yang sangat baik, 25,72% dalam
kondisi baik, 36,87% dalam kondisi sedang dan 30,58% dalam
kondisi rusak. (Suharso & Gianto, 2003).
Terumbu karang merupakan komunitas yang unik di antara
komunitas laut lainnya dan mereka terbentuk seluruhnya melalui
aktifitas biologi. Pada dasarnya karang merupakan endapan
massif kalsium karbonat atau kapur yang diproduksi oleh binatang
karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organism
lainnya yang menghasilkan kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah
menunjukkan bahwa karang ini termasuk kelompok binatang dan
bukan kelompok tumbuhan yang termasuk ke dalam phylum
Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia. (Sukamara, A. 2001).
Terumbu karang meerupakan ekosistem kompleks dengan
keanekaragamanhayati tinggi yang ditemukan di perairan dangkal
diseluruh wilayah tropis. Terumbu karang sebagai pendukung
perikanan produktif dalam pemasok sumber protein utama. Dibalik
kompleksitas dan tingginya keanekaragaman hayati ekosistem ini,
terumbu karang kurang stabil, bahkan sensitive terhadap setiap
gangguan. (Fitriani. D, 2007).
19
Terumbu karang merupakan salah satu sub system
ekosistem perairan laut yang produktif, mencapai sekitar 10.000
gram Carbon/m2/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan
produktifitas perairan lepas pantai dengan tingkat produksinya
sekitar 50 – 100 gram Carbon/m2/tahun. (Anonim, 2008)
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan
hanya dari sisi biologi, kimia serta fungsi fisik, namun dari sisi
social dan ekonomi pun memiliki nilai yang penting. Fungsi biologi
dari terumbu karang berupa sebagai tempat mencari makan,
bersarang, memijahkan dan pembesaran bagi berbagai biota laut.
Untuk fungsi kimia dari terumbu karang sendiri adalah sebagai
pendaur ulang unsur hara yang paling efektif dan efisien serta
berfungsi sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan. Fungsi
fisiknya adalah sebagai pelindung daerah pantai, terutama dari
proses abrasi dikarenakan gelombang laut. Sedangkan
berdasarkan fungsi sosialnya terumbu karang merupakan
salahsatu sumber mata pencaharian untuk nelayan dan juga
member kesenangan dalam bentuk objek ekowisata. (Mawardi,
2003).
Secara umum kerusakan terumbu karang dapat disebabkan
oleh dua hal seperti yang dikemukakan oleh Dahuri (2004), yaitu
aktifitas manusia dan faktor alami.
a. Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh
manusia yaitu:
1. Siltasi dan sedimen yang diakibatkan pengerukan,
reklamasi, erosi dari sungai dan kegiatan pembangunan
konstruksi.
2. Penurunan kualitas air yang diakibatkan perubahan
salinitas dan suhu, pencemaran seperti tumpahan
minyak, limbah industry dan limbah domestik.
20
3. Pemasukan air tawar yang sangat besar sebagai akibat
pemindahan aliran sungai dan pembuangan limbah cair,
pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik
yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu
karang
4. Penangkapan ikan yang bersifat merusak, seperti
penggunaan bahan peledak, racun dan alat tangkap
yang non selektif seperti trawl.
5. Eksploitasi terumbu karang yang digunakan untuk hiasan
cinderamata atau bahkan sebagai material bangunan.
6. Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar
perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan
dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya
yang sangat merusak koloni karang terinjak oleh
wisatawan yang berkunjung ke daerah terumbu karang
serta kegiatan selam yang tidak bertanggungjawab.
Selain itu ada beberapa sebab lain, seperti;
1. Pengendapan kapur, Pengendapan kapur dapat berasal
dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan
pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan
menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh
karena sinar matahari tertutup oleh sedimen
2. Uji coba senjata militer, Pengujian bahan peledak dan
nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir
menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut
dapat bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi
meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis
(mutasi) biota laut
b. Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh
faktor alami misalnya kenaikan suhu, badai dan pemangsaan
21
predator. Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan
karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2
diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang
dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang
menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya
zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus
menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan
akan mati. Kenaikan suhu 4o C – 6o C dapat diakibatkan
karena pengaruh el nino pada tahun 1982 – 1983 disenyalir
telah merusak terumbu karang di habitatnya. Di Indonesia air
laut mencapai 30o C. pemangsaan oleh predator misalnya
dikarenakan bintang laut pemakan karang di beberapa
tempat di wilayah tropic sehingga mengakibatkan kerusakan
terumbu karang dan diperkirakan kerusakan akibat organism
ini dapat menghilangkan fungsi pelindung dari terumbu
karang yang akhirnya mengancam stabillitas wilayah pantai..
c. Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar
pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia
memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya
ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan
membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni
tersebut.
Beberapa jenis umum terumbu karang yang ada di Pulau
Pramuka diantaranya adalah Famili Acroporidae, hidup berkoloni,
hermatipik dan keberadaanya masih berlimpah. Koralit yang
berukuran kecil dengan dua siklus septa atau kurang. Contoh dari
Famili Acroporidae ini adalah: Montipora, Acropora, Anacropora
dan Astreopora.
Juga dari Famili Pocilloporidae yang hidupnya berkoloni
dengan tipe pertumbuhan submassive dan bercabang, contoh dari
Famili Pocilloporidae adalah: pocillopora dan seriatopora.
22
Diketahui berdasarkan statistic Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu (BTNKpS) potensi tutupan terumbu karang
kawasan TNKpS di Pulau Pramuka adalah sebagai berikut:
Karang hidup : 9,2 %
Karang mati : 2,4%
Biota lain : 11,1%
Alga : 44,6%
Abiotik : 32%
Persentase diatas dari keseluruhan potensi tutupan karang
di Taman Nasional Kepulauan Seribu, sehingga indeks mortalitas
dari karang di Pulau Pramuka mencapai 0,2% dari keseluruhan
kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dan tutupan karang
hidup di Pulau Pramuka terjadi penurunan melihat dari data tahun
1995 yaitu 9,95% sedangkan pada tahun 2009 tutupan karang
hidup menjadi 9,20%.
3.1.2 Kegiatan praktikum transplantasi karang
Kegiatan transplantasi karang diawali dengan pembuatan
subtract untuk karang serta penempatan karang di air yang
kemudian dilanjutkan dengan penanaman bibit karang yang
sebelumnya sudah dipotong sesuai ukuran agar cocok
denganwadah atau subtract yang sudah disediakan. Penurunan
karang dilaut dilakukan selama dua hari (direndam), setelah itu
karang tersebut dipasang di rak perawatan. Setelah tidak lupa
untuk selalu monitoring agar karang yang sudah berada dilaut
tetap dapat berkembang dan tumbuh dengan baik sehingga
menghasilkan karang transplantasi yang baik dan dapat diperjual
belikan ataupun ditanam kembali sebagai upaya dari pelestarian
terumbu karang di Kepulauan Seribu.
23
Adapula metode lain dalam transplantasi karang yaitu
metode rockpell atau penempelan bibit karang baru pada batu
karang yang telah mati. Kegitan tersebut dilakukan secara periodic
agar karang dapat terjaga kondisinya dalam kondisi yang baik dan
dapat tumbuh dengan cepat. Setelah seluruh proses selesai,
maka proses selanjutnya adalah panen karang dan pengepakan
karang untuk pengiriman karang yang akan dijual.
3.1.2.1 Persiapan dan Pelaksanaan Transplantasi Karang
3.1.2.1.1 Persiapan Transplantasi
Teknis persiapan transplantasi karang yang perlu
dilakukan sebelum kegiatan pembibitan, yaitu:
1. Pembuatan Subtrat
Subtrat yang dipakai dibuat dari campuran antara semen,
pasir dan juga air yang kemudian digunakan sebagai
tempat atau wadah seperti pot tempat penanaman bibit
terumbu karang yang telah diambil dari indukan atau
disebut juga F0. Subtract dibuat dengan bentuk yang
menyerupai donat dengan diameter lubang tengah 1,5 cm
yang berfungsi sebagai tempat penancapan karang.
2. Pembuatan Adonan sebagai Media Tempel Bibit
Adonan dibuat dari campuran semen, air dan garam yang
dibuat sedemikian mungkin agar lebih lembek dan
memudahkan sebagai media perekat bibit terumbu karang
pada subtratnya, sedangkan adanya penambahan garam
ini berfungsi untuk sedikit menyerupai subtract asli karang
di alam.
24
3. Pembuatan Rak
Rak dibuat dengan bentuk menyerupai meja persegi
dengan menggunakan pipa paralon yang berukuran 1m X
1m dan di tutup dengan jaring.
3.1.2.1.2 Pelaksanaan Transplantasi
1. Penentuan Lokaso Transplantasi
Lokasi transplantasi ditentukan dari riset yang dilakukan
pada tahap awal dan akan dilakukan pemeriksaan berkala
oleh LIPI. Biasayanya setelah menentukan lokasi maka
nelayan akan member tanda pada tempat tersebut berupa
pelampung atau buoy yang bertujuan agar daerah tersebut
tidak dilewati oleh kapal.
2. Persiapan Alat dan Bahan Transplantasi
Selain mempersiapkan subtrat, adonan dan rak, juga
mempersiapkan alat penunjang lainnya seperti tang,
keranjang, masker, snorkel dan kaki katak yang berfungsi
membantu kita berenang saat melakukan penurunan bibit
karang, serta jarum dan benang wool khusus untuk
transplantasi soft coral yang berfungsi untuk menjahit.
3. Pengambilan Karang dari alam sebagai indukan (F0)
Pengambilan karang dari alam hanya dilakukan satu kali
pada awal melakukan transplantasi karang, karang yang
diambil hanya jenis tertentu da dibatasi berdasarkan
keputusan LIPI. Selanjutnya F0 disebar dilaut dangkal di
sekitar lokasi transplantasi agar mudah dijangkau saat akan
melakukan pembibitan.
4. Pemotongan Indukan (F0) sebagai bibit (F1)
F0 yang sudah siap untuk dibibit akan dipotong
percabangnya untuk selanjutnya ditanam pada subtrat yang
25
telah disiapkan, untuk jenis hard coral, F0 dipotong
menyerupai cabang pohon yang akan distek dengan
panjang sekitar 10cm, sedangkan untuk soft coral, F0
digunting kemudian dipasangkan pada subtrat dengan cara
dijahit.
5. Penyusunan Bibit kedalam Keranjang
Bibit-bibit yang sudah ditanam pada subtrat kemudian
disimpan di dalam keranjang dan selanjutnya diturunkan
kedalam air laut (direndam) selama dua hari. Hal tersebut
dilakukan selama proses pengeringan adonan penempel
karang dan subtrat agar bibit yang sudah ditanam tidak
terlepas karena pengaruh arus air ataupun sentuhan ikan.
6. Pemindahan F1 dari Keranjang ke Rak
F1 yang sudah direndam selama dua hari dan menempel
dengan sempurna serta cukup kokoh dengan subtrat
kemudian dipindahkan ke rak pembesaran F1. Proses ini
dilakukan dengan cara menyelam menggunakan alat bantu
kompresor udara. F1 dipasang sedemikian rupa pada rak
agar tidak terjatuh dan tidak berubah posisi karena
pengaruh arus air laut.
7. Monitoring dan Perawatan Karang F1
Proses monitoring terdiri dari kegiatan pengecekan kondisi
letak karang di rak, pertumbuhan karang, kondisi kesehatan
karang dan pembersihan rak. Jika ada karang yang terjatuh
maka akan dikondisikan ke posisi semula sedangkan
karang yang mati akan dibuang ataupun dipisahkan dari
karang yang masih hidup agar meminimalisir proses
penularan bleeching terhadap karang yang lain.
Pembersihan rak dilakukan dengan cara menggosok rak
dengan sikat agar bersih dari kotoran dan pasir.
8. Panen
26
Panen biasanya dilakukan sehari sebelum pengepakan
(packing) dan pengiriman. Panen dilakukan sesuai pesanan
dan karang yang siap panen terdiri dari tiga kategori, S
(ukuran <10cm), M (ukuran 10cm-12cm) dan L (ukuran
>12cm)
9. Pengepakan (Packing) dan Pengiriman
Proses pengepakan dilakukan sehari setalah panen.
Masing-masing karang dibungkus dengan plastik dan
diletakkan pada kotak Styrofoam yang diisi air laut dengan
tambahan obat pengawet dan es agar suhu tetap dingin,
sementara pengiriman dilakukan melalui kapal menuju
muara angke yang kemudian dilanjutkan dengan
mengirimnya ke perusahaan pengekspor sebelum akhirnya
diekspor.
3.1.2.2 Pembahasan tentang Transplantasi Karang
3.1.2.2.1 Transplantasi Terumbu Karang
Transplantasi terumbu karang adalah pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau
di tempat yang telah mengalami kerusakan karang. Tujuan
transplantasi ini untuk pemulihan dan pembentukan terumbu
karang alami dan mempercepat regenerasi terumbu karang
yang telah rusak serta tujuan yang cukup penting adalah
menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga dapat
meningkatkan produksi larva di ekosistem terumbu karang yang
rusak. (Anonim, 2007).
Transplantasi karang adalah menanam dan menumbuhkan
karang dari bagian potongan karang yang diambil dari suatu
terumbu emudian ditempatkan pada terumbu karang lain yang
mengalami kerusakan atau ditempelkan pada subtrat buatan.
27
Dalam pelaksanaannya transplantasi harus memenuhi
persyaratan bahwa kondisi tempat karang yang akan
ditransplantasikan harus memiliki kondisi lingkungan yang sama
dengan habitat aslanya, seperti aliran air, kecerahan,
temperature dan sebagainya. (Fitriani. D, 2007). Sumber untuk
transplantasi harus dipilih secara hati-hati guna menghindari
kerusakan bagi terumbu karang lain.
Di Pulau Maldive telah dilakukan transplantasi dan sudah
dievaluasi dan telah dievaluasi tingkat keberhasilannya,
sedangkan di Philipina telah diterapkan untuk penyembuhan
ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan
yang diakibatkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan peledak. Di Taman Laut Great Barrier Reef, transplantasi
telah digunakan untuk mempercepat regenerasi ekosistem
terumbu karang yang rusak akibat serangan dari sejenis bintang
laut pemangsa karang (Acantaster Plancii). (Anonim, 2007).
3.1.2.2.2 Perlindungan Fungsi Kawasan Konservasi TNKpS
Kegiatan ini merupakan implementasi dari komitmen
Masyarakat bahwa SDA Laut harus dapat menyangga hidup
dan kehidupan secara maksimal dan lestari, dan merupakan
perpanjangan tangan dan kemitraan BTNKpS di lapangan
dalam mengelola TNKpS. Rencana, Pelaksanaan dan
Pengendalian dilaksanakan oleh Masyarakat bersama-sama
dengan BTNKpS. Kegiatan Masyarakat terkait dengan
komitmen tersebut antara lain adalah :
a. Penyebarluasan informasi ekosistem penyusun Kepulauan
Seribu kepada Masyarakat tetangga/sekitarnya dan luar
Kepulauan Seribu, antara lain berkaitan dengan potensi,
28
kerentanan, dampak negatif apabila rusak, dan pemanfaatan
yang ramah lingkungan.
b. Menjaga, Monitoring kegiatan Nelayan dan melaporkan
apabila terdapat kegiatan Nelayan yang merusak atau
berindikasi dapat merusaka SDA Laut.
c. Membangun Areal Perlindungan Laut (APL) yang dikelola
oleh Masyarakat.
d. Melakukan berbagai kegiatan fisik yang bertujuan untuk
pelestarian SDA Laut seperti membersihkan sampah, dan
mengembalikan ikan tangkapan yang berukuran kecil.
Penangkaran/Budidaya Karang Hias
Program ini terdiri dari Program Penangkaran/Budidaya
Karang Hias, dan Program Rehabilitasi Karang di Kepulauan
Seribu. Program Rehabilitasi Karang di Kepulauan Seribu
merupakan program lanjutan dari Program
Penangkaran/Budidaya Karang Hias di Kepulauan Seribu.
Perdagangan Karang Hias akan dilakukan pada F1 Karang
Hias tersebut. Selanjutnya berdasarkan pendekatan ilmiah dan
dengan pemahaman konservatif yang tinggi, ditetapkan bahwa
Rehabilitasi Karang dilakukan pada Karang F0 yang sudah 6
(enam) kali di propagasi atau sesuai jenisnya, dengan
perhitungan masa recovery (pemulihan) 4 (empat) bulan.
Lokasi pelaksanaan Program Penangkaran/Budidaya Karang
Hias adalah di Zona Pemukiman dan Daerah Penyangga
TNKpS, yang operasionalnya sesuai dengan perijinan lokasi
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atas rekomendasi
instansi terkait (BTNKpS), atau langsung oleh BTNKpS khusus
dalam Kawasan TNKpS.
29
Perubahan lokasi dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Daerah atau BTNKpS khusus
dalam kawasan TNKpS.
Lokasi pelaksanaan Program Rehabilitasi Karang adalah di
Zona Pemukiman, Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona
Penyangga TNLKpS, yang operasionalnya akan ditetapkan
oleh BTNKpS.
Bibit dan Substrat
1. Perdataan dilakukan terhadap asal, jenis dan jumlah bibit
karang yang dibudidayakan, dengan kelengkapan
administrasi berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada
tahapan Pelaksanaan Kegiatan F0, yang dibuat oleh Pelaku
Usaha (Masyarakat), dan diketahui oleh BTNKpS.
2. Penggunaan bibit dilakukan secara selektif, dimana jenis
karang yang dipilih adalah jenis yang sesuai dengan
permintaan pasar (berkualitas, dan bernilai tinggi).
3. Substrat F0 berspesifikasi teknis bentuk lingkaran/kotak
dengan diameter 10 cm dan tebal 3 cm, bahan semen, dan
dengan/atau tanpa tiang.
4. Substrat F0 diletakkan dalam RAK berukuran 1 x 1 meter,
dengan kapasitas 16 Fragmen untuk setiap RAK.
5. Substrat F1 berspesifikasi ukuran, bentuk dan bahan bebas
sesuai improvisasi masing-masing Pelaku Usaha, tetapi
dengan bahan/material yang ramah lingkungan. Ukuran
RAK 1 x 1 m2, dengan jumlah 49 Fragmen per RAK.
6. Frekuensi propagasi ditetapkan untuk F0 maksimal 6 kali
atau 2 tahun, dengan recovery propagasi selama 4 bulan
atau sesuai dengan jenisnya.
7. Fragmen F0 minimal berukuran tinggi atau diameter 10 cm.
30
8. Propagasi untuk F1 minimal dapat mempertahankan F0
berukuran tinggi atau diameter 10 cm.
9. Identifikasi Jenis/Species dilakukan pada tahapan F0 oleh
P20-LIPI selaku Scientific Authority (SA).
Perdataan
1) Sistem Data
a) Monitoring lapangan dalam rangka PERDATAAN
dilakukan setiap bulan untuk F0 dan F1, yang dilakukan
oleh Pelaku Usaha (Masyarakat).
b) Laporan Bulanan Pelaku Usaha (Masyarakat) ditujukan
kepada BTNKpS, dan ditembuskan kepada Pemkab Kep.
Seribu dan AKKII.
c) Laporan Triwulan Pelaku Usaha (Masyarakat) ditujukan
BTNKpS, dan ditembuskan kepada Ditjen PHKA c.q.
Direktur KKH, Pemkab Kep. Seribu dan AKKII.
d) Laporan Tahunan Pelaku Usaha (Masyarakat) ditujukan
BTNKpS, dan ditembuskan kepada Ditjen PHKA c.q.
Direktur KKH, Pemkab Kep. Seribu dan AKKII.
e) Pengawasan dan Penetapan Akurasi Perdataan dalam
rangka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) akan
dilakukan oleh BTNKpS, dengan sampling 10%.
f) BTNKpS akan melaporkan stok bulanan kepada Ditjen
PHKA, dengan tembusan kepada Pemkab Administrasi
Kepulauan Seribu.
31
2) Format Data
Pelaku Usaha :
Lokasi :
Nama Pencatat :
Tanggal Pencatatan :
Tahapan Transplantasi : F0/F1.
Tabel 3. Tabel format data tagging
Tagging (Penandaan)
1. Tagging (Penandaan) F0 dilakukan komulatif pada masing-
masing RAK, sedangkan tagging F1 untuk setiap fragmen,
dan dilakukan oleh Masing-masing Pelaku Usaha
(Masyarakat).
2. Kode tagging F0 dilakukan sebagai berikut :
Gambar 7. Rak dan tagging rak
32
Kode taggingWaktu
Penanaman
Bulan ke-i
KETTinggi (Cm)
Jumlah Cabang/
Diameter
: Tanda Rak (Plastik/Melamen bernomor).
01 = Kode Pelaku Usaha (Pelaku Usaha 01 sesuai daftar).
1005 = Bulan dan Tahun Propagasi (Propagasi Oktober
2005).
Acfo = Nama Species (contoh Acropora Formosa).
11 = Nomor RAK (RAK ke 11)
3. Kode tagging F1, dilakukan berdasarkan Juknis yang
dikeluarkan Direktorat KKH Ditjen PHKA Nomor
SE.282/IV/KKH-2/2006 tanggal 25 April 2006, yaitu :
I0 = Kode BKSDA
01 = Kode Pelaku Usaha (Pelaku Usaha 01 sesuai daftar).
06 = Tahun Propagasi (Propagasi 2005).
Ac fo = Nama Species (contoh Acropora formosa).
1 = Level Propagasi.
00001 = Nomor Kode Individu Koral (Koral ke 01).
1.., 12 = Bulan Propagasi
33
10.01.06.Ac fo.1.00001
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
01.1005.Acfo.0.11
D E L M
C F K N
B G J O
A H I P
4. Kode Perusahaan dan Kode Jenis pada Penandaan
(Tagging) sebagaimana butir 3) diatas, diatur seperti pada
Lampiran 1.
5. Tagging (Penandaan) dilakukan pada setiap fragmen pada
F1 dengan menggunakan bahan yang tahan minimal selama
4 bulan dan ramah lingkungan.
6. Nomor Kode Individu Koral (Nomor Tagging
Fragmen/Substrat) sesuai dengan yang diberikan BTNKpS
pada BAP F0 ke F1.
Mekanisme Penetapan Produksi F1 (”KUOTA”).
1. Pelaku Usaha (Masyarakat) mengajukan usulan produksi F1
penangkaran/budidaya karang hias melalui penyusunan
Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada BTNKpS.
Selanjutnya BTNKpS akan mengajukan usulan produksi F1
penangkaran/budidaya (sebagai bagian dari INSENTIF
Rehabilitasi Karang dan Perlindungan Kawasan Konservasi
TNLKpS Mandiri bagi Masyarakat), kepada Ditjen PHKA c.q.
Direktur KKH selaku Management Authiority (MA), dan LIPI
selaku Scientific Authority (SA), dengan tembusan kepada
Pemkab Kepulauan Seribu.
34
2. Berdasarkan pertimbangan dari SA dan Perdataan Stok
Lapangan (BTNKpS), MA menetapkan Produksi F1 (KUOTA)
karang hias hasil penangkaran/budidaya. Ketetapan
Produksi F1 (KUOTA) tersebut ditembuskan kepada SA, dan
Pemkab Kepulauan Seribu. Selanjutnya, BTNKpS
menetapkan jumlah stok F0 dan jumlah F1 yang dapat
diperdagangkan, untuk setiap Pelaku Usaha (Masyarakat),
dan ditembuskan kepada SA, MA, dan Pemkab Kep. Seribu.
RKT RKT
Gambar 8. Struktur mekanisme penetapan produksi F1
Mekanisme Peredaran/ Perdagangan
a. Pelaku Usaha (Masyarakat) mengajukan permohonan
pelaksanaan BAP Stock kepada BTNKpS dan Balai KSDA.
b. Berdasarkan BAP Stock, pelaku usaha mengajukan
Rekomendasi Ekspor kepada Balai KSDA.
c. BKSDA DKI Jakarta mengeluarkan Rekomendasi Ekspor
(Form C) kepada Pelaku Usaha (Masyarakat) berdasarkan
BAP Stock yang dikeluarkan oleh BTNKpS dan Balai KSDA.
d. Berdasarkan From-C dari BKSDA DKI, Pelaku Usaha
(Masyarakat) mengajukan permohonan ekspor karang hias
hasil penangkaran/budidaya kepada MA (CITES).
35
BTNKpS
PEMKAB Kep. Seribu
MA dan SAPelaku Usaha
Penetapan stok F0 dan F1
e. Setelah izin ekspor keluar, setiap akan membawa barang
(koral hasil transplantasi), pelaku usaha/ masyarakat
mengajukan Surat Jalan kepada BTNKpS yang meliputi
jenis dan jumlah karang hias (sesuai tagging) yang akan
diangkut dari lokasi (wilayah) budidaya (Zona Pemukiman
dan Zona Penyangga TNKpS) ke Jakarta.
f. BTNKpS mengeluarkan Surat Jalan kepada Pelaku Usaha
(Masyarakat), yang ditembuskan kepada Instansi Terkait
(Pemkab Kep. Seribu, BKSDA DKI Jakarta, dan Ditjen PHKA
cq Dit. KKH).
Gambar 9. Struktur mekanisme peredaran/perdagangan
Kemitraan Mutualistik
Dalam upaya lebih mensinergikan dan lebih mendapatkan
dukungan kebijakan, program dan teknis dalam Pengelolaan
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dilakukan
“KEMITRAAN MUTUALISTIK PENGELOLAAN TAMAN
NASIONAL KEPULAUAN SERIBU”.
Kemitraan mutualistik adalah kerjasama program dan teknis
dilakukan 2 atau lebih unit kerja/instansi/lembaga, dengan
mengandalkan sumber daya dari masing-masing
instansi/lembaga dan menjadikan sinergisitas kegiatan yang
36
BTNKpS BKSDA
MA
Pelaku Usaha
CITES
BAP Stock
Form-C
Permohonan BAP Stock
Permohonan SATS DN kpd BTNKpS
utamanya berdampak positif bagi masyarakat dan sumberdaya
alam.
Pada program ini, Kemitraan Mutualistik dilakukan antara
Masyarakat dengan BTNKpS, antara BTNKpS dengan
Assosiasi dan atau Perusahaan, dan antara Masyarakat
dengan Assosiasi dan atau Perusahaan, yang keseluruhan
dalam kerangka Manajemen Pengelolaan TNKpS.
Kemitraan Mutualistik antara Masyarakat dengan BTNKpS,
merupakan kemitraan yang didahului adanya pendekatan
pembinaan dan upaya penyadaran dimana terdapat kegiatan
masyarakat yang berkecenderungan merusak sumberdaya
alam laut, yang secara menyeluruh, masyarakat akan
menghentikan kegiatan yang tidak ramah lingkungan tersebut
pada kegiatan yang bersubstansi sama yaitu kebaharian.
Selain perubahan kegiatan bermatapencaharian tersebut,
Masyarakat berkomitmen akan melakukan rehabilitas terumbu
karang dan perlindungan fungsi kawasan konservasi TNKpS
secara mandiri. Dalam upaya ini, BTNKpS bertanggung jawab
dapat mengembangkan alternatif mata pencaharian bagi
masyarakat dan memfasilitasi serta mendukung penuh, yang
dalam hal ini berupa pemberian intensif, yaitu usaha ekonomi
penangkaran/budidaya karang hias di sekitar pulau pemukiman
seperti Pulau Pramuka.
Kemitraan Mutualistik antara BTNKpS dengan Asosiasi dan
atau Perusahaan, merupakan kemitraan dalam upaya
melakukan riset terapan yang utamanya dapat mendukung
pengelolaan TNKpS, pengelolaan dan konservasi karang
Indonesia dan pengembangan usaha ekonomi
Penangkaran/Budidaya Karang Hias Masyarakat Kepulauan
Seribu secara lebih efisien dan efektif, serta mengembangkan
kelembagaan utamanya pengembangan Asosiasi
37
Kemasyarakatan, data base dan sistem monitor usaha ekonomi
Masyarakat.
Kemitraan Mutualistik antara Masyarakat dengan Asosiasi
dan atau Perusahaan, merupakan kemitraan yang akan
didorong dan mendapat dampingan monitoring dan
pengawasan dari BTNKpS. Pada kemitraan ini, BTNKpS akan
berupaya mendampingi dan meningkatkan keberpihakan
terhadap Masyarakat, dan disisi lain akan mendorong dan
memberikan pelayanan profesional kepada Assosiasi dan atau
Perusahaan.
Kegiatan kemitraan ini berkaitan dengan upaya
memecahkan permasalahan kebutuhan nyata Masyarakat
terhadap permodalan, teknologi, pasar dan manajemen, dipihak
lain Assosiasi/Perusahaan berpotensi dapat mendukung
dengan juga dapat menerima manfaat ekonomi dengan
menerima dan memasarkan produksi usaha ekonomi
Masyarakat. Selain itu, BTNKpS juga akan merekomendasikan
bahwa Kemitraan Mutualistik antara Masyarakat dengan
Assosiasi/Perusahaan ini, dapat disetarakan dengan
pemenuhan kewajiban membangun penangkaran bagi
Perusahaan atau kinerja perusahaan terumbu karang
diperhitungkan sebagai bagian dari kewajiban melakukan
penangkaran/budidaya terumbu karang sesuai
kapasitas`masing-masing.
Kemitraan Mutualistik tersebut diatas, akan
diimplementasikan dalam bentuk MOU Kemitraan Mutualistik
antara BTNKpS dengan Assosiasi/Perusahaan, dan MOU
Kemitraan Mutualistik antara Masyarakat dengan Assosiasi/
Perusahaan yang diketahui oleh BTNKpS, sedangkan antara
Masyarakat dan BTNKpS tidak memerlukan MOU, karena
38
Masyarakat melakukan kegiatan dalam kerangka Manajemen
Pengelolaan TNKpS
3.1.3 Kegiatan Pendukung Praktik Kerja Lapang
Selain kegiatan yang berhubungan dengan terumbu karang
di Pulau Pramuka, diisi pula dengan kegiatan pendukung Praktek
Kerja Lapang yang bertujuan untuk mengisi waktu senggang
dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat serta sebagai
penambah pendalaman ilmu pengetahuan tentang lingkungan
sekitar.
Kegiatan pendukung Praktik Kerja Lapang tersebut
diantaranya adalah:
1. Pengambilan data lamun di pantai Pulau Pramuka
2. Mengunjugi penangkaran penyu sisik (Eretmochelys
imbrikat)
3. Membantu dalam pengambilan data ikan pelagis di dalam
ekosistem lamun.
4. Pengambilan data tripang.
5. Membantu dalam proses konservasi mangrove berupa
mengisi tempat dengan subtract untuk tempat mangrove
tumbuh dan menanam mangrove itu sendiri sebagai upaya
pelestarian dan pagar pantai.
Kegiatan diatas dilakukan untuk menambah wawasan selain
wawasan utama tentang terumbu karang di Pulau Pramuka,
kegiatan tersebut berlangsung dengan maksud membantu teman-
teman PKL dari universitas lain (Universitas Dipenogoro, Institut
Pertanian Bogor) maupun Universitas Padjadjaran sendiri.
39
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terumbu karang merupakan organisme yang sangat penting
untuk mendukung keberlangsungan hidup biota yang ada di laut dan
juga merupakan pelindung daerah pantai serta sebagai mata
pencaharian bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga keberadaan dari
ekosistem ini harus di lestarikan, karena merupakan kunci
keseimbangan perairan laut.
Keberhasilan dari transplantasi terumbu karang sudah cukup
signifikan juga dapat kita lihat dari berkurangnya nelayan yang
menggunakan bahan peledak sebagai alat untuk penangkapan ikan.
Tingkat kesadaran dari masyarakat di Pulau Pramuka juga sudah
cukup tinggi dalam menjaga ekosistem tersebut dengan adanya
nelayan yang berprofesi sebagaipembudidaya dan pengusaha
transplantasi terumbu karang.
5.2 Saran
Dengan adanya kenyataan diatas, maka terumbu karang harus
selalu kita jaga dengan meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat
dimanapun tentang pentingnya menjaga kelestarian ekosistem
tersebut.
Dengan adanya transplantasi terumbu karang, terutama dengan
keberhasilan transplantasi yang cukup tinggi di Pulau Pramuka harus
dapat menjadi contoh untuk pengembangan transplantasi karang di
wilayah-wilayah lain yang memiliki potensi.
Keberhasilan penerapan transplantasi terumbu buatan tentunya
memerlukan pengetahuan dan kajian yang lebih baik, terutama bila
kita telah ketahui bahwa cukup banyak faktor pembatas alami bagi
pertumbuhan terumbu karang. Sehingga kita harus benar-benar
40
memperhatikan faktor-faktor dalam menetapkan dimana transplantasi
ini akan dipasang. Selain itu harus diperhatikan juga konstruksi dan
media transplantasi serta jenis karang yang akan ditransplantasikan.
Serta dikarenakan perdagangan terumbu karang merupakan
perdagangan yang penting dan harus diawasi, maka sebaiknya
pengeluaran dan peredarannya pun harus lebih diperketat dan teratur
agar memaksimalkan usaha dari pengembangan tersebut.
41
DAFTAR ACUAN
Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk
Kesejahteraan Masyarakat. LISPI. Jakarta
Saleh, A. Teknik Pengukuran dan Analisis Kondisi Ekosistem Terumbu
Karang
Liley, G. 1998. Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
BNTKpS. 2010. Statistik BNTKpS 2009. BNTKpS. Jakarta
42
Lampiran 1. Table Kegiatan Harian
No
.
Hari/Tanggal Kegiatan
1. Sabtu/22 Januari 2011 - Berangkat menuju Pulau Pramuka
dari Muara Angke.
- Sampai di Pulau Pramuka dan
registrasi, penyerahan surat
SIMAKSI kepada staff Balai.
- Pekenalan dengan para Staff di
Balai
- Diskusi bersama
2. Minggu/23 Januari 2011 - Orientasi wilayah Pulau Pramuka
- Perkenalan dengan pak Sairan
- Pembagian wilayah pulau untuk PKL
- Pembagian pembimbing lapangan
selama PKL
3. Senin/24 januari 2011 - Penataan ulang ruang informasi
BTNKpS Pulau Pramuka
- Berangkat menuju Pulau Panggang
untuk penyerahan surat SIMAKSI
kepada Pos Polisi dan Kelurahan
- Pemasangan paving block untuk
kantor dan ruang informasi BTNKpS
4. Selasa/25 Januari 2011 - Melanjutkan pemasangan paving
block
- Perkenalan materi terumbu karang
- Membantu pengisian subtrat ke
dalam polybag
5. Rabu/26 Januari 2011 - Perkenalan dengan Pak Salim dari
43
bagian penangkaran penyu
- Perkenalan dengan Pak Mamo,
Pengusaha budidaya dan
Transplantasi karang di Pulau
Pramuka
6. Kamis/27 Januari 2011 - Diskusi bersama pembimbing
lapangan (Pak Iran dan Pak Apen)
- Pembersihan ruang informasi
dikarenakan pecahnya akuarium
tempat pengawetan ikan mola-mola
sehingga formalin membanjiri
ruangan
- Orientasi tentang transplantasi
terumbu karang
7. Jum’at/ 28 Januari 2011 - Jumsih atau Jum’at bersih – kerja
bakti membereskan dan
membersihkan kantor TNKpS dan
sekitarnya
- Membersihkan Dead Coral (DC) dari
debu-debu untuk dipajang di ruang
informasi agar memudahkan orang
yang dating berkunjung untuk
pengetahuan
- Pengambilan telur penyu di pantai
menuju penangkaran
- Perkenalan alat snorkeling
- Pelatihan snorkeling
8. Sabtu/ 29 Januari 2011 - Bertemu dengan Pak Iran untuk
perencanaan pelatihan diving
- Perkenalan alat SCUBA
44
- Pelatihan selam
9. Minggu/30 Januari 2011 - Persiapan pulang
10. Senin/31 Januari 2011 - Pengurusan KRS di kampus
Jatinangor
11. Selasa/ 01 Februari 2011 - Kembali Menuju Pulau Pramuka
12. Rabu/02 Februari 2011 - Praktek transplantasi karang
- Pengambilan bibit dan penanaman
karang (Hard Coral)
- Pelatihan selam
13. Kamis/03 Februari 2011 - Praktek transplantasi karang
- Pengambilan bibit dan penanaman
karang (Hard Coral)
- Monitoring karang yang sudah
ditanam
- Pelatihan selam
14. Jum’at/04 Februari 2011 - Jumsih atau Jum’at bersih – kerja
bakti
- Pelatihan selam
15. Sabtu/05 Februari 2011 - Praktek Transplantasi karang
- Monitoring karang yang sudah
ditanam
- Pelatihan selam
16. Minggu/06 Februari 2011 - Mengecat ulang kapal baliho
- Diskusi bersama pembimbing
lapangan tentang terumbu karang
- Pembelajaran metode LIT darat
- Pelatihan selam
17. Senin/07 Februari 2011 - Pembelajaran tentang metode LIT
darat
- Diskusi tentang penghitungan
45
tutupan karang
- Pelatihan selam
18. Selasa/08 Februari 2011 - Pembelajaran identifikasi karang di
darat
- Praktik pembuatan subtrat
- Pembuatan rak
- Pelatihan selam
19. Rabu/09 Februari 2011 - Diskusi dengan Kepala Wilayah
Seksi III
20. Kamis/10 Februari 2011 - Penyambutan kedatangan Kepala
Balai
- Pelatihan selam
21. Jum’at/11 Februari 2011 - Jumsih atau Jum’at bersih – kerja
bakti
- Membantu acara kunjungan
transplantasi karang bersama
rombongan Kepala Balai TNKpS
- Pelatihan selam
22. Sabtu/12 Februari 2011 - Membantu pengambilan data lamun
di Pulau Pramuka
- Pelatihan selam
23. Minggu/13 Februari 2011 - Membantu pengambilan data ikan
pelagis mahasiswa Universitas
Dipenogoro
- Pelatihan selam
24. Senin/14 Februari 2011 - Dikarenakan hujan lebat dari pagi
sampai sore tidak ada kegiatan.
25. Selasa/15 Februari 2011 - Praktik pengambilan data terumbu
karang dengan teknik LIT di titik satu
26. Rabu/16 Februari 2011 - Praktik pengambilan data terumbu
46
karang dengan teknik LIT di titik dua
27. Kamis/17 Februari 2011 - Praktik pengambilan data terumbu
karang dengan teknik LITdi titik tiga
28. Jum’at/18 Februari 2011 - Jumsih atau Jum’at bersih – kerja
bakti
- Diskusi bersama pembingbing
- Praktik penghitungan tutupan
terumbu karang dari hasil praktik
teknik LIT di hari-hari sebelumnya.
29. Sabtu/19 Februari 2011 - Packing dan berpamitan kepada
seluruh staff serta warga sekitar.
30. Minggu/20 Februari 2011 - Pulang menuju Muara Angke dan
rumah masing-masing
47
Lampiran 2. Tabel Kategori dan Kode Bentuk Pertumbuhan
KATEGORI KODE KETERANGAN
Hard Coral:
Dead Coral DCBaru saja mati, berwarna
putih/putih kotor
Dead Coral with Algae DCATerdapat alga pada DC,
tidak terlalu putih
Acropora: Branching ACB
Bercabang paling seidikit
2o, misalnya: Acropora
Formosa
Encrusting ACE
Biasanya berupa
lempengan di dasar pada
bentuk Acropora dewasa,
contoh: Acropora alifera
dan A. cuneata
Submassive ACS
Tegak dengan kepala atau
baji, contoh: Acropora
palifera
Digitate ACD
Bercabang kurang dari 2o,
khusus: Acropora humilis,
A. digitifera dan A.
gemmifera
tabulate ACT
Lempengan datar
horizontal, contol: Acropora
hyacinthus
Non-Acropora Brancing CBBercabang minimal 2o,
contoh Seriatopora hystrix
Encrusting CE Bagian utama menempel
pada sub lapisan sebagai
48
lempengan yang berlapis,
contoh: Porites vaughani,
Montipora undata
foliose CF
Karang yang menempel
pada satu atau beberapa
titik, Nampak seperti daun
(lembaran), contoh:
Merulina ampliata,
Montipora aequituberculata
Massive CM
Batu besar atau gundukan
yang padat, contoh:
Platygyra daedalea
Submassive CS
Cenderung untuk
membentuk tiang kecil,
kepala atau baji, contoh:
porites lichen, psammocora
digitata
Mushroom CMRMenyendiri, terumbu yang
hidup bebas dari fungia
Millepora CME Karang api
Heliopora CHL Karang biru
Other Fauna
Soft Coral SC Karang yang lunak
Sponges SP
Zoanthids ZOContoh: platythoa,
protopalythoa
Others OTAkar bahar, kima raksaksa.
Anemones, dll
Algae Asemblage AATerdiri lebih dair satu
spesies
49
Corraline CA
Halimeda HABerumput/berwarna coklat
daging, merah
Macroalgae MA
Alga berbentuk benang
yang lebat, sering
ditemukan di daerah ikan
dara (damselfish)
Turf Algae TA
Abiotic
Sand S Pasir
Rubble RPecahan karang yang tidak
kompak
Silt SI
Water WACelah air dengan
kedalaman lebih dari 50 m
Rock RCK Batu
Other DDD Tidak tercatat
50
Lampiran 3. Data Restocking Karang Hasil Transplantasi di Gosong
Pramuka (Baliho TNKpS) Blok I
BLOK I
No. Jenis Jumlah (pcs) Keterangan
1. Acropora sp 194
2. Montipora sp 15
3. Merulina ampliata 12
4. Seriatopora hystrix 16
5. Tubinaria peltata 11
6. Euphilia glanrescens 17
7. Tubinaria mesenterina 14
8. Stylopora pistillata 16
9. Pocilopora demicormis 16
10. Echinopora lamelosa 16
11. Montipora digitata 9
12. Porites nigrescens 16
13. Euphylia ancora 0 Mati semua
14. Caulastrea furcata 12
15. Galaxea astreata 9
Jumlah 373
51
Lampiran 4. Data Restocking Karang Hasil Transplantasi di Gosong
Pramuka (Baliho TNKpS) Blok II
BLOK II
No. Jenis Jumlah (pcs) Keterangan
1. Acropora sp 16
2. Acropora sp 16
3. Acropora sp 16
4. Acropora sp 16
5. Acropora sp 16
6. Acropora sp 16
7. Acropora sp/Pocilopora sp 0
8. Acropora sp 16
9. Acropora sp 16
10. Acropora sp 16
11. Acropora sp 16
12. Acropora sp 16
13. Acropora sp 16
14. Acropora sp 16
Jumlah 212
52
Lampiran 5. Data Restocking Karang Hasil Transplantasi di Gosong
Pramuka (Baliho TNKpS) Blok III
BLOK III
No. Jenis Jumlah (pcs) Keterangan
1. Stylopora 16
2. Hypnopora 16
3. Turbinaria mesentarina 16
4. Pocilopora damicormis 0 mati
5. Euphilia glabrescens 16
6. Turbinaria mesentarina 16
7. Acropora sp 16
8. Acropora sp 16
9. Pocilopora damicormis 16
10. Porites nigrescens 16
11. Caulestria 16
12. Euphilia ancora 16
13. Acropora sp 0 Mati terbalik
14. Acropora sp 16
15. Acropora sp 16
16. Acropora sp 16
17. Acropora sp 16
18. Acropora sp 16
19. Acropora sp 16
20. Acropora sp 16
21. Anacpora sp 16
22. Stylopora 16
Jumlah 320
53
Lampiran 6. Foto Kegiatan PKL
Gambar 10. Pembelajaran teknik LIT di darat
Gambar 11. Diskusi pembelajaran terumbu karang
Gambar 12. Rak transplantasi karang
54
Gambar 13. Subtrat transplantasi karang
Gambar 13. Pelatihan selam
Gambar 14. Prakek pelaksanaan teknik LIT (pendataan dan roll meteran)
55
Gambar 15. Contoh terumbu karang di Pulau Pramuka
Gambar 16. Contoh terumbu karang di Pulau Pramuka
56