LAPORAN PEREKONOMIAN...Laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi Sumatera Utara serta prospek...

120
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA Mei 2019

Transcript of LAPORAN PEREKONOMIAN...Laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi Sumatera Utara serta prospek...

LAPORAN PEREKONOMIAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

Mei 2019

VISI DAN MISI

1

VISI DAN MISI

2

VISI DAN MISI

Visi Bank Indonesia

terbaik diantara negara emerging markets

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan

bauran kebijakan Bank Indonesia.

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial

Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem

pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis

lain.

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi

struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.

5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk

infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.

6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat

daerah.

7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem

informasi Bank Indonesia.

Nilai-nilai Strategis

(i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii)

keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v)

koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-

nilai agama (religi).

VISI DAN MISI

3

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera

Utara

bagi pembangunan e

Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera

Utara

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem

keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk

mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan

berkesinambungan.

VISI DAN MISI

4

KATA PENGANTAR

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan

karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Utara

Periode Mei 2019. Laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi Sumatera Utara serta

prospek ekonomi tahun 2019. Publikasi laporan ini juga sekaligus menjadi bagian dari misi Kantor

Perwakilan Bank Indonesia untuk dapat berkontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah.

Pertama, kami ingin menyampaikan kondisi perekonomian Sumatera Utara periode triwulan

I 2019. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat, mencapai 5,30%

(yoy) sama dengan triwulan sebelumnya. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan nasional dan

merupakan yang tertinggi dibandingkan periode yang sama sejak 2014. Tentu, kondisi ini menjadi

sinyal yang baik bagi perekonomian tahun 2019. Tingginya pertumbuhan periode ini didorong oleh

kenaikan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT), serta

berkurangnya tekanan impor di tengah konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang melambat.

Dari sisi sektoral, perbaikan sektor konstruksi dan jasa-jasa mendorong perekonomian awal tahun,

ditengah sektor pertanian serta perdagangan yang melambat. Memasuki triwulan II 2019,

perekonomian Sumatera Utara diprediksi tumbuh meningkat, ditopang oleh perbaikan kinerja

konsumsi rumah tangga seiring dengan aktivitas belanja pada bulan ramadhan dan lebaran yang

meningkat, didukung oleh pencairan dana Tunjangan Hari Raya (THR) dan kenaikan gaji ASN.

Ke depan, kami memperkirakan potensi perbaikan ekonomi masih terbuka. Perekonomian

tahun 2019 diperkirakan tumbuh lebih tinggi, berada di kisaran 5,0% 5,5%. Pelaksanaan pilpres

2019 diperkirakan menjadi motor penggerak konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT di tahun

politik ini. Di sisi lain, net ekspor antar daerah juga diperkirakan meningkat seiring dengan

berlanjutnya program biodiesel B-20 yang mendorong kenaikan permintaan CPO dalam negeri.

Tidak hanya itu, akselerasi pembangunan infrastruktur untuk konektivitas maupun pengembangan

kawasan ekonomi-pariwisata juga diyakini akan mendorong efisiensi logistik dan peningkatan

produktivitas perekonomian.

Dari sisi perkembangan harga, tekanan inflasi Sumatera Utara triwulan I tahun 2019 tercatat

lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok bahan makanan memberikan andil

penurunan tekanan inflasi pada periode berjalan seiring dengan masih berlangsungnya panen raya

di sentra penghasil tanaman pangan dan hortikultura khususnya cabai merah. Meski demikian, kami

melihat adanya kecenderungan peningkatan tekanan inflasi di akhir 2019. Kondisi ini didorong oleh

meningkatnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok

sandang, serta transportasi yang mulai terlihat pada April 2019. Meski demikian, kami

memperkirakan tekanan inflasi di akhir tahun masih berada di rentang sasaran 3,5%±1%.

KATA PENGANTAR

6

Merespon hal tersebut, kami akan terus melakukan upaya pengendalian inflasi dalam

kerangka kerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota. Sebagaimana yang dituangkan dalam program kerja pengendalian inflasi, kegiatan

pengendalian tersebut difokuskan pada empat pilar utama yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan

pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.

Akhirnya, selain sebagai referensi yang bermanfaat, kami mengharapkan buku ini dapat

memperkuat optimisme akan prospek perekonomian Sumatera Utara yang lebih baik ke depan.

Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam

penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera

Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat

Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa

cakupan dan analisis dalam KEKR masih belum sepenuhnya sempurna sehingga saran, masukan serta

dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari

laporan ini

Medan, Mei 2019

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SUMATERA UTARA

Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif

KATA PENGANTAR

7

DAFTAR ISI

8

DAFTAR ISI

VISI DAN MISI .................................................................................................................................. 2

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 5

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 8

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ 11

DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. 14

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... 15

TABEL INDIKATOR......................................................................................................................... 16

RINGKASAN UMUM ...................................................................................................................... 17

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ........................................................ 21

1.1 Perekonomian Sumatera Utara Stabil............................................................................... 22

1.2 Konsumsi Pemerintah Menjaga Roda Perekonomian ....................................................... 24

1.3 Akselerasi Lapangan Usaha Konstruksi Menopang Perekonomian................................... 29

BOKS 1 : PROSPEK CPO SUMATERA UTARA DI 2019 DAN DAMPAK KEBIJAKAN BIODIESEL

NASIONAL ..................................................................................................................................... 34

KEUANGAN PEMERINTAH ........................................................................................... 38

2.1 Gambaran Umum APBD 2019 ........................................................................................ 39

2.1.1 Anggaran Pendapatan APBD 2019 ................................................................................... 39

2.1.2 Anggaran Belanja APBD 2019 ......................................................................................... 40

2.2 Realisasi APBD Triwulan I 2019 ...................................................................................... 40

2.2.1 Realisasi Pendapatan Triwulan I 2019 .............................................................................. 40

2.2.2 Realisasi Belanja APBD Triwulan I 2019 .......................................................................... 41

2.3 Efisiensi APBN Provinsi Sumatera Utara 2019 ................................................................. 43

2.3.1 Realisasi Pendapatan APBN Provinsi Sumatera Triwulan I Masih Terbatas ...................... 44

2.3.2 Realisasi Belanja APBN Meningkat pada Triwulan I ........................................................ 44

BOKS 2 : Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah dalam Mendorong

Pertumbuhan dan Transformasi Digital ........................................................................................... 47

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 51

3.1 Meredanya Tekanan Inflasi Triwulan I 2019 .................................................................... 52

3.2 Kelompok Bahan Makanan Menjadi Penahan Laju Inflasi ............................................... 53

3.2.1 Deflasi Kelompok Bahan Makanan Lebih Dalam ............................................................. 53

3.2.2 Penurunan Laju Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau ............ 54

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Menjadi Pendorong Tekanan

Inflasi 54

3.2.4 Peningkatan Laju Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ................. 55

3.3 Inflasi Spasial Mereda ...................................................................................................... 55

DAFTAR ISI

9

3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber Penahan Inflasi Sumatera Utara ......................................... 56

3.3.2 Penurunan Laju Inflasi Kota Pematangsiantar ................................................................... 56

3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga Menjadi Yang Terdalam .................................................. 57

3.3.4 Peningkatan Laju Inflasi Kota Padangsidimpuan .............................................................. 57

3.4 Tracking Inflasi ................................................................................................................ 58

3.4.1 Inflasi April Meningkat ..................................................................................................... 58

3.4.2 Peningkatan Inflasi Triwulan II 2019 ................................................................................ 59

3.5 Program Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................................. 60

BOKS 3 : ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI SUMATERA UTARA 2019 2021 ..................... 64

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN

UMKM 66

4.1 KINERJA PERBANKAN SECARA UMUM ......................................................................... 67

4.2 INTERMEDIASI PERBANKAN .......................................................................................... 68

4.2.1 Dana Pihak Ketiga ............................................................................................................ 68

4.2.2 Perkembangan Kredit ....................................................................................................... 69

4.2.3 Penyaluran Kredit berdasarkan Kota/Kabupaten ............................................................... 71

4.2.4 Penyaluran Kredit UMKM ................................................................................................ 72

4.3 KINERJA KORPORASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN ........................................ 73

4.3.1 Sumber Kerentanan Korporasi .......................................................................................... 73

4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi ............................................................................................. 74

4.4 KINERJA RUMAH TANGGA ............................................................................................ 74

4.4.1 Sumber Kerentanan Rumah Tangga ................................................................................. 74

4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 75

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ..................................... 78

5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ............................................................... 79

5.1.1 Perkembangan Transaksi Menggunakan SKNBI dan RTGS ............................................... 79

5.1.2 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi ....................... 80

5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai ....................................................................... 81

5.3 Kelancaran Sistem Pembayaran ....................................................................................... 82

5.3.1 Penanganan Uang Tidak Asli ........................................................................................... 82

5.3.2 Penyediaan Uang Rupiah ................................................................................................. 82

5.3.3 Pengawasan Kegiatan Penukaran Valuta Asing ................................................................ 83

5.3.4 Pengawasan Penyelenggaraan Transfer Dana (PTD) ........................................................ 83

5.3.5 Layanan Keuangan Digital ............................................................................................... 84

BOKS 4 : INOVASI SISTEM PEMBAYARAN .................................................................................... 85

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ................................................................. 90

6.1 Ketenagakerjaan .............................................................................................................. 91

6.2 Kesejahteraan .................................................................................................................. 95

DAFTAR ISI

10

6.2.1 Nilai Tukar Petani ............................................................................................................ 95

6.2.2 Kemiskinan ...................................................................................................................... 96

6.2.3 Ketimpangan Pendapatan ................................................................................................. 98

BOKS 5 : Strategi Pengembangan Sektor Ekonomi Wilayah Pantai Barat dan Kepulauan di Provinsi

Sumatera Utara ............................................................................................................................. 102

PROSPEK PEREKONOMIAN ......................................................................................... 105

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................... 106

7.2 Prospek Inflasi................................................................................................................ 109

7.3 Rekomendasi ................................................................................................................. 111

DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................................... 113

DAFTAR GRAFIK

11

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB ...................................................................................... 22 Grafik 1.2 Perkembangan Dunia Usaha .......................................................................................... 22 Grafik 1.3 Penjualan 3 bulan kedepan ............................................................................................ 23 Grafik 1.4 Andil Permintaan Domestik dan Eksternal ..................................................................... 24 Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Penjalan Eceran ............................................................... 24 Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi terhadap Pembelian Barang Tahan Lama ............................... 25 Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Rumah Tangga ............................................................................. 25 Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Modal Kerja ................................................................................. 26 Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor CPO ............................................................................................ 27 Grafik 1.10 Perkembangan Harga CPO Internasional ..................................................................... 27 Grafik 1.11 Ekspor Karet ................................................................................................................. 27 Grafik 1.12 Perkembangan Harga Karet Internasional .................................................................... 28 Grafik 1.13 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang .................................................. 28 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ............................................................................... 28 Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani ................................................................................ 30 Grafik 1.16 Likert Scale Kapasitas Utilisasi ..................................................................................... 31 Grafik 1.17 Perkembangan Total Bongkar Barang di Pelabuhan Belawan ...................................... 31 Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Konstruksi .................................................................................. 32 Grafik 1.19 Perkembangan Penjualan Semen ................................................................................. 32 Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Perdagangan ........................................................................ 32 Grafik 1.21 Penumpang Pesawat Internasional dan Domestik ........................................................ 33 Grafik 1.22 Penyaluran Dana Replanting BPDPKS di Sumatera tahun 2018 (sd Okt) ..................... 34 Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rp) ............................................ 39 Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD Provinsi Sumatera Utara ..................................................... 39 Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara........................................................... 40 Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara ...................................................... 40 Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan I 2019 ................................................ 41 Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan I 2018 .......................................................... 43 Grafik 2.7 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Belanja ............................................. 43 Grafik 2.8 Pangsa Penerimaan APBN .............................................................................................. 44 Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional ...................................................... 52 Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara ...................................................................................... 52 Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan .................................................................................. 54 Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau .................................... 54 Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas ............................................................. 55 Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan .......................................... 55 Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan ...................................................................................... 56 Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar........................................................................ 57 Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga ...................................................................................... 57 Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan ................................................................... 58 Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi April 2019 ...................................................................................... 59 Grafik 3.12 Data Historis Inflasi Nasional dan Sumatera Utara ....................................................... 64

DAFTAR GRAFIK

12

Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan......................................................................... 67 Grafik 4.2. Dana Pihak Ketiga ......................................................................................................... 68 Grafik 4.3. Proporsi Dana Pihak Ketiga ........................................................................................... 69 Grafik 4.4. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ........................................ 69 Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan ............................................................ 69 Grafik 4.6. Proporsi Kredit Berdasarkan Penggunaan ...................................................................... 69 Grafik 4.7. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ................................................................. 70 Grafik 4.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi ............. 70 Grafik 4.9. Perkembangan Kualitas Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama ....... 71 Grafik 4.10. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR) ..................................................................... 71 Grafik 4.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota .................................................................... 71 Grafik 4.12. Kualitas Kredit (NPL) berdasarkan Kabupaten/Kota ..................................................... 72 Grafik 4.13. Penyaluran kredit UMKM............................................................................................ 72 Grafik 4.14. Proporsi Kredit UMKM ................................................................................................ 72 Grafik 4.15. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi ........................................ 72 Grafik 4.16. Perkembangan Kualitas Kredit UMKM ........................................................................ 73 Grafik 4.17. Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota ................................ 73 Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ................................. 74 Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi ..................................... 74 Grafik 4.20. Indeks Keyakinan Konsumen ...................................................................................... 75 Grafik 4.21. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................... 75 Grafik 4.22. Debt to Service Ratio berdasarkan Pengeluaran .......................................................... 75 Grafik 4.23. Debt to Service Ratio berdasarkan Lapangan Usaha .................................................. 75 Grafik 4.24. Proporsi Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 75 Grafik 4.25. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga ....................................................... 76 Grafik 4.26. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................................. 76 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara ............................................................. 79 Grafik 5.2 Pertumbuhan Transaksi Kliring Nominal dan Volume (YoY) ....................................... 79 Grafik 5.3 Perkembangan transaksi menggunakan ATM ................................................................. 79 Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara ............................................................. 80 Grafik 5.5 Perkembangan implementasi Elektronifikasi Jalan Tol .................................................... 80 Grafik 5.6 Penyerapan Bantuan BPNT (Nominal) ........................................................................... 81 Grafik 5.7 Penyerapan Bantuan BPNT (Jumlah KPM) ...................................................................... 81 Grafik 5.8 Penyerapan Bantuan PKH (Nominal) ............................................................................. 81 Grafik 5.9 Penyerapan Bantuan PKH (Volume) ............................................................................... 81 Grafik 5.10 Perkembangan Inflow Outflow Sumatera Utara ........................................................ 82 Grafik 5.11 Kegiatan Penukaran Valuta Asing ................................................................................. 83 Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ........................................................ 91 Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara ................................. 92 Grafik 6.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT ........................................................ 92 Grafik 6.4 Perkembangan Pangsa Kerja Formal dan Informal ......................................................... 92 Grafik 6.5 Indeks Penghasilan dan Tenaga Kerja ............................................................................ 92 Grafik 6.6 Proporsi Pekerja Sektoral ................................................................................................ 93 Grafik 6.7 NTP Sumatera Utara ...................................................................................................... 93 Grafik 6.8 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ............................................................... 94 Grafik 6.9 TPT Berdasarkan Pendidikan .......................................................................................... 94 Grafik 6.10 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama .................................................. 95 Grafik 6.11 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara .............................................................................. 95 Grafik 6.12 Pertumbuhan Harga Gabah Kering Panen dan CPO lokal ............................................ 96 Grafik 6.13 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara Berdasarkan Subsektor .......................................... 96 Grafik 6.14 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara .................................................................... 96

DAFTAR GRAFIK

13

Grafik 6.15 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan .................................................. 97 Grafik 6.16 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ............................................................ 97 Grafik 6.17 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara ............................................................. 98 Grafik 6.18 Distribusi Pengeluaran Perkotaan ................................................................................. 98 Grafik 6.19 Distribusi Pengeluaran Pedesaan ................................................................................. 99 Grafik 6.20 IPM Sumut dan Nasional .............................................................................................. 99 Grafik 6.21 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut .................................................................................. 100 Grafik 6.22 PDRB dan Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada

tahun 2017 ................................................................................................................................... 102 Grafik 7.1 Outlook PBRB Sumatera Utara triwulan II 2019 ........................................................... 106 Grafik 7.2 Perkembangan UMP Provinsi Sumatera Utara ............................................................. 110

DAFTAR TABEL

14

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan PMA dan PMDN ..................................................................................... 26 Tabel 1.2 Outlook Produksi CPO Tahun 2019 ............................................................................... 34 Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara ...................................... 42 Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara ............................................ 42 Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja ....................................................... 45 Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi ................................................................. 45 Tabel 2.5 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Wewenang ......................................................... 46 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan .............................................................. 52 Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan ............................................................ 53 Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara ................................................................................. 67 Tabel 5.1 Jumlah KUPVA dan PTD BB di Provinsi Sumatera Utara ................................................. 83 Tabel 5.2 Transaksi Penyelenggaraan Transfer Dana Triwulan I dan IV .......................................... 84 Tabel 5.3 Jumlah dan Transaksi Agen LKD di Sumatera Utara ........................................................ 84 Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh) ............................................ 94 Tabel 6.2 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan ....................................................................... 97 Tabel 6.3 IPM Menurut Komponen ................................................................................................. 99 Tabel 6.4 Sektor Perekonomian Berdasarkan Empat Kelompok Potensi Ekonomi di Wilayah

Kepulauan dan Pantai Barat .......................................................................................................... 103 Tabel 6.5 Hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Kabupaten/Kota ............................................. 104 Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Nominal US$) ............................................... 107 Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................... 109

DAFTAR GAMBAR

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ilustrasi produksi kelapa sawit ..................................................................................... 29 Gambar 1.2 Konstruksi Jalan Tol dan Jalur Kereta Api di Provinsi Sumatera Utara ......................... 31

TABEL INDIKATOR

16

TABEL INDIKATOR

2019 **)

I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30

Komponen Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 4.61 4.85 4.87 5.56 5.63 5.51 4.66 4.73 4.98 6.34 6.15 5.99 4.13

Konsumsi LNPRT 4.00 4.70 3.33 2.96 3.96 3.70 2.76 2.63 7.06 11.10 13.27 13.99 23.85

Konsumsi Pemerintah 4.31 4.46 -3.53 -4.83 4.63 4.52 7.40 6.28 6.24 5.01 14.81 10.00 17.55

Investasi 5.25 5.67 4.42 4.11 4.02 4.73 6.09 8.71 7.83 9.90 11.61 11.48 6.24

Inventori -58.03 -45.25 50.27 34.36 13.36 10.14 -44.81 -24.60 -0.43 5.22 83.69 17.18 -9.88

Ekspor 3.34 3.58 0.01 3.82 1.32 -2.74 15.54 11.08 -0.31 7.10 2.57 2.65 1.03

Impor -4.44 -2.69 -3.40 1.49 2.01 -4.92 16.66 12.75 1.40 14.40 12.47 9.81 0.86

Komponen Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.75 7.20 5.15 2.57 2.22 3.97 7.17 7.93 3.25 5.12 4.98 6.08 6.03

Pertambangan dan Penggalian 1.71 6.72 8.22 6.12 4.78 4.64 4.52 5.29 4.74 5.52 6.04 5.50 5.47

Industri Pengolahan 9.25 2.98 2.93 5.37 3.34 4.11 1.53 0.41 2.52 3.35 4.68 4.06 2.28

Pengadaan Listrik, Gas 3.49 10.98 7.13 -1.30 11.10 7.80 7.97 8.18 4.52 3.21 3.01 -0.25 1.85

Pengadaan Air 3.12 3.07 8.74 7.90 9.18 6.67 4.96 6.04 3.43 3.03 2.02 3.12 3.48

Konstruksi 3.47 5.99 5.48 7.37 5.21 5.88 7.36 8.55 6.87 5.95 5.24 3.91 7.42

PBE\ dan Reparasi 1.73 4.89 7.04 7.22 7.16 6.43 4.79 5.16 5.66 5.91 6.25 6.58 5.59

Transportasi dan Pergudangan 3.35 6.17 7.46 7.22 7.79 7.78 6.31 7.56 7.48 6.62 5.62 4.96 5.21

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.25 5.70 7.66 8.50 6.71 7.04 7.72 7.79 7.48 7.70 6.82 8.11 8.72

Informasi dan Komunikasi 5.78 6.89 8.60 9.65 9.26 8.73 8.04 8.31 8.20 8.38 7.94 9.18 8.96

Jasa Keuangan 7.54 6.17 3.69 -0.57 -0.47 2.50 -1.13 1.07 1.87 0.74 4.31 0.05 0.30

Real Estate 4.55 5.25 6.79 6.92 9.41 8.69 7.01 5.32 5.31 5.09 5.47 5.48 4.79

Jasa Perusahaan 5.67 5.94 5.95 6.23 6.94 7.02 8.03 7.81 7.75 8.27 6.90 5.58 5.50

Administrasi Pemerintahan 2.81 5.05 2.15 2.12 1.21 0.67 3.35 4.73 5.86 6.01 6.15 6.44 8.37

Jasa Pendidikan 7.39 7.00 2.88 2.71 2.73 2.69 5.93 8.22 8.09 9.79 4.21 3.50 3.93

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.92 5.24 8.55 7.74 6.88 7.35 7.83 8.46 6.61 6.27 5.27 5.50 5.40

Jasa lainnya 6.96 6.30 6.42 6.35 8.33 7.71 7.31 6.93 6.06 6.24 5.80 5.73 5.71

Keterangan : * ) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Arah

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Komponen Pengeluaran2016 2017 *) 2018 **)

RINGKASAN UMUM

17

RINGKASAN UMUM

ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL

Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat sebesar 5,30% (yoy). Stabilnya

perekonomian terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga

Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Peningkatan sejalan dengan tingginya realisasi belanja

pemerintah dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum 2019. Selain itu, impor yang

melambat juga turut menjaga pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Secara sektoral, perekonomian

Sumatera Utara ditopang oleh perbaikan kinerja Lapangan Usaha (LU) konstruksi dan stabilnya

kinerja LU pertanian. LU konstruksi terakselerasi didorong oleh giatnya pembangunan proyek

proyek infrastruktur yang dilakukan Pemerintah. Sementara pertumbuhan LU pertanian ditopang oleh

tingginya produksi tanaman pangan dan hortikultura.

Memasuki triwulan II 2019, perekonomian diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh

akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi menjelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional

(HBKN) Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, ekspor juga diperkirakan tumbuh meningkat sejalan

dengan persediaan bahan baku yang mencukupi. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi didukung

oleh peningkatan sektor sektor utama.

ASESMEN KEUANGAN DAERAH

Pagu anggaran pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun terakhir

terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, realisasi pendapatan APBD sedikit lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Sumber pendapatan Provinsi Sumatera Utara sebagian besar

(59,1%) masih berasal dari Pendapatan Transfer, yang menunjukkan belum tercapainya kemandirian

keuangan. Sementara itu realisasi belanja APBD triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya, yang bersumber dari belanja transfer. Di sisi lain, struktur dan realisasi APBN di

Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019 mengalami penurunan seiring proyek-proyek strategis dan

prioritas yang telah selesai pada tahun sebelumnya.

RINGKASAN UMUM

18

ASESMEN INFLASI

Inflasi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan periode sebelumnya. Realisasi

inflasi triwulan I 2019 sebesar 1,05% (yoy). Kelompok Bahan Makanan menjadi andil penyumbang

deflasi tahunan pada triwulan I 2019. Memasuki bulan April, tekanan inflasi kembali meningkat jauh

diatas rata-rata historis. Kedepan, inflasi pada triwulan II 2019 diperkirakan akan meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan masuknya bulan Ramadhan dan HBKN Idul Fitri.

ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN

AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan I 2019 cukup baik yang tercermin dari

rasio intermediasi (LDR) yang berada di rentang optimal, di tengah pertumbuhan DPK yang lebih

tinggi dibandingkan kredit proyek yang berlokasi di Sumatera (kredit lokasi proyek). Penurunan

penyaluran kredit juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit yang tercermin dari NPL yang

meningkat tipis namun masih berada di level yang terjaga. Sementara itu, secara umum kredit di

Provinsi Sumatera Utara lebih banyak dibiayai oleh perbankan dari luar provinsi yang tercermin dari

nominal penyaluran kredit lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan kredit lokasi Bank. Kinerja

korporasi dan rumah tangga tercatat masih baik tercermin dari penyaluran dan kualitas kredit serta

indeks keyakinan konsumen yang membaik.

ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Seiring dengan pola musiman, arus uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara mengalami net inflow, mengindikasikan aktivitas ekonomi yang belum optimal.

Kondisi ini juga tercermin dari transaksi non tunai, dimana nilai transaksi RTGS dan SKNBI menurun

pada periode berjalan.

ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang meningkat pada triwulan I 2019,

kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator

mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,

RINGKASAN UMUM

19

tingkat kemiskinan juga menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang semakin

mengecil, dan ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa

kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara membaik.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 diprakirakan tumbuh moderat di

tengah perkembangan inflasi yang kembali meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Moderasi

ekonomi bersumber dari kembali normalnya permintaan konsumsi rumah tangga paska periode

Ramadhan dan Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi dan membaiknya net ekspor. Sementara

itu, laju perubahan harga-harga secara umum masih meningkat yang disumbangkan oleh

peningkatan tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan, kelompok sandang, serta kelompok

transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Secara keseluruhan tahun 2019, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut dengan

capaian inflasi yang masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional. Optimisme perekonomian

didukung oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah serta perbaikan net ekspor, di tengah

kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang sedikit mengalami perlambatan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Untuk inflasi, terdapat tren peningkatan laju inflasi kelompok bahan

makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan

jasa keuangan. Meski demikian, inflasi akhir tahun 2019 masih akan berada dalam rentang sasaran

nasional sebesar 3,5 ± 1% (yoy).

RINGKASAN UMUM

20

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

21

PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO DAERAH

Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2019 tumbuh kuat di 5,30% (yoy). Stabilnya

perekonomian terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit

Rumah Tangga (LNPRT). Peningkatan sejalan dengan tingginya realisasi belanja pemerintah dalam rangka

persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum 2019. Selain itu, impor yang melambat juga turut menjaga

pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Secara sektoral, perekonomian Sumatera Utara ditopang oleh perbaikan

kinerja Lapangan Usaha (LU) konstruksi dan stabilnya kinerja LU pertanian.

Memasuki triwulan II 2019, perekonomian diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh akselerasi

konsumsi rumah tangga dan investasi menjelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadhan

dan Idul Fitri. Selain itu, ekspor juga diperkirakan tumbuh meningkat sejalan dengan persediaan bahan baku

yang mencukupi. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi didukung oleh peningkatan sektor sektor utama.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

22

1.1 Perekonomian Sumatera

Utara Stabil

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

pada triwulan I 2019 terjaga stabil.

Perekonomian tumbuh 5,30% (yoy), atau

stabil di angka yang sama dengan triwulan IV

2018 (Grafik 1.1). Pencapaian ini lebih tinggi

dari nasional yang tercatat 5,07% (yoy) dan

tertinggi dibandingkan dengan periode yang

sama sejak tahun 2014. Stabilnya

perekonomian terutama didorong oleh

peningkatan konsumsi pemerintah dan

konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga

(LNPRT), serta berkurangnya tekanan impor,

di tengah konsumsi rumah tangga, investasi,

dan ekspor yang melambat.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB

Akselerasi konsumsi pemerintah didorong

oleh peningkatan realisasi APBD Provinsi

dalam rangka pembayaran utang DBH.

Percepatan juga didukung oleh peningkatan

penyaluran APBN ke Daerah sejalan dengan

persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum

(Pemilu) 2019. Kegiatan yang digelar serentak

pada 17 April 2019 ini juga turut mendorong

konsumsi LNPRT. Sementara itu, konsumsi

rumah tangga dan investasi tumbuh terbatas

disebabkan oleh moderasi aktivitas belanja

pasca Hari Besar Keagamaan Nasional

(HBKN) Natal dan Tahun Baru serta

konsolidasi investor swasta menjelang Pemilu

2019.

Di satu sisi, perlambatan ekspor dipengaruhi

oleh keterbatasan bahan baku untuk ekspor

Crude Palm Oil (CPO) dan karet. Hal tersebut

sejalan dengan masuknya musim trek kelapa

sawit dan gugur daun karet. Di sisi lain,

sejalan dengan tertahannya konsumsi rumah

tangga, impor tumbuh melambat dari

triwulan sebelumnya dan lebih lanjut

menjaga momentum perbaikan sisi eksternal.

Dari sisi lapangan usaha (LU), perekonomian

yang solid pada triwulan I 2019 didorong

oleh perbaikan LU konstruksi, sementara

pertanian tumbuh stabil dan industri

pengolahan serta perdagangan melambat.

Pertumbuhan ekonomi yang stabil juga

terkonfirmasi oleh pemantauan

perkembangan dunia usaha di triwulan I

2019 yang relatif stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya (Grafik 1.2)

LU konstruksi terakselerasi didorong oleh

giatnya pembangunan proyek proyek

infrastruktur yang dilakukan Pemerintah.

Pertumbuhan LU pertanian ditopang oleh

tingginya produksi tanaman pangan dan

hortikultura sementara produksi tanaman

perkebunan relatif menurun. Penurunan

produksi tanaman perkebunan ini lebih lanjut

menahan kinerja industri pengolahan yang

bahan bakunya berasal dari subkelompok

tersebut, seperti industri kelapa sawit serta

industri karet. Selain itu, LU perdagangan

tumbuh terbatas dipengaruhi oleh normaliasi

konsumsi rumah tangga pasca libur akhir

tahun.

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.2 Perkembangan Dunia Usaha

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

23

Memasuki triwulan II 2019, perekonomian

diperkirakan tumbuh membaik.

Pertumbuhan ekonomi diprediksi ditopang

oleh perbaikan konsumsi rumah tangga

sejalan dengan realisasi Tunjangan Hari Raya

(THR) menjelang HBKN Ramadhan dan Idul

Fitri. Investasi diperkirakan kembali

menggeliat terutama untuk mengakomodir

tingginya permintaan pada periode

Ramadhan dan Lebaran. Hal ini juga

didukung oleh proyek proyek infrastruktur

Pemerintah yang masih berlanjut.

Sementara itu, konsumsi pemerintah

diperkirakan tetap tumbuh didorong oleh

belanja operasi yang terus berjalan. Namun,

pertumbuhan diperkirakan lebih terbatas

sejalan dengan moderasi belanja pasca

kegiatan Pemilu 2019 dan penyaluran Dana

Bagi Hasil (DBH) Provinsi ke Kabupaten/Kota.

Pasca pelaksanaan pesta demokrasi,

pertumbuhan konsumsi LNPRT juga

diprediksi akan mengalami perlambatan.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor

diperkirakan tumbuh lebih baik dari triwulan

sebelumnya ditopang oleh tersedianya bahan

baku serta harga komoditas yang tetap solid.

Sementara itu, permintaan negara negara

mitra dagang utama diprediksi terbatas

sejalan dengan perlambatan ekonomi.

Pertumbuhan impor diperkirakan lebih tinggi

dari triwulan sebelumnya sejalan dengan

tingginya aktivitas konsumsi rumah tangga.

Akselerasi impor juga diperkirakan didukung

oleh peningkatan impor bahan baku dan

barang modal untuk mendukung kinerja LU

LU utama. Optimisme perbaikan ekonomi

Sumatera Utara pada triwulan II 2019

tercermin oleh perbaikan ekspektasi

penjualan 3 bulan ke depan (Grafik 1.3).

Ke depan, masih terdapat beberapa faktor

risiko yang menghambat perbaikan

ekonomi. Gunung Sinabung yang kembali

mengalami erupsi pada 7 Mei 2019 berisiko

menurunkan kinerja sektor pertanian. Abu

vulkaniknya dapat menurunkan produksi

tanaman hortikultura dan buah - buahan di

Sumatera Utara, antara lain di Kabupaten

Karo yang menjadi salah satu sentra produksi

Sumatera Utara. Selain itu, perbaikan harga

komoditas diperkirakan masih bersifat

temporer sehingga berpeluang menahan

pertumbuhan ekspor. Perkembangan perang

dagang Tiongkok dan Amerika Serikat yang

terus bergejolak dan belum pasti serta

penetapan RED II serta black campaign1 yang

terjadi di Eropa berpotensi menurunkan harga

komoditas ekspor utama di pasar

internasional.

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.3 Penjualan 3 bulan kedepan

1 Black campaign antaralain mengangkat isu Hak Asasi Manusia, tenaga kerja anak, dan

wanita, perburuhan, deforestasi, dan biodiversity.

2019 **)

I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30

Komponen Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 4.61 4.85 4.87 5.56 5.63 5.51 4.66 4.73 4.98 6.34 6.15 5.99 4.13 53.82

Konsumsi LNPRT 4.00 4.70 3.33 2.96 3.96 3.70 2.76 2.63 7.06 11.10 13.27 13.99 23.85 1.02

Konsumsi Pemerintah 4.31 4.46 -3.53 -4.83 4.63 4.52 7.40 6.28 6.24 5.01 14.81 10.00 17.55 7.12

Investasi 5.25 5.67 4.42 4.11 4.02 4.73 6.09 8.71 7.83 9.90 11.61 11.48 6.24 31.51

Inventori -58.03 -45.25 50.27 34.36 13.36 10.14 -44.81 -24.60 -0.43 5.22 83.69 17.18 -9.88 1.35

Ekspor 3.34 3.58 0.01 3.82 1.32 -2.74 15.54 11.08 -0.31 7.10 2.57 2.65 1.03 31.90

Impor -4.44 -2.69 -3.40 1.49 2.01 -4.92 16.66 12.75 1.40 14.40 12.47 9.81 0.86 26.71

ArahKomponen2016 2017 *) 2018 **)

Struktur

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

24

1.2 Konsumsi Pemerintah

Menjaga Roda

Perekonomian

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan

ekonomi bersumber dari perbaikan

permintaan eksternal sementara

permintaan domestik tumbuh terbatas.

Permintaan domestik tetap tumbuh kuat

didorong oleh konsumsi pemerintah, tetapi

pertumbuhannya tertahan oleh perlambatan

konsumsi rumah tangga dan investasi.

Aktivitas belanja pemerintah mengalami

peningkatan terutama terkait penyaluran

utang DBH Provinsi ke Kabupaten/Kota serta

persiapan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan

Presiden (Pileg dan Pilpres) 2019. Namun,

menjelang pesta demokrasi tersebut, investor

disinyalir masih melakukan wait and see

sehingga menahan pertumbuhan investasi.

Sementara itu, perlambatan konsumsi rumah

tangga dipengaruhi oleh aktivitas belanja

masyarakat yang kembali normal pasca

HBKN Natal dan Tahun Baru.

Di satu sisi, permintaan eksternal mengalami

perbaikan ditopang oleh perlambatan impor

yang lebih tinggi dibandingkan perlambatan

ekspor (Grafik 1.4). Impor tumbuh melambat

terutama didorong oleh perlambatan impor

barang konsumsi sejalan dengan normaliasasi

aktivitas belanja masyarakat. Sementara itu,

kinerja ekspor tumbuh lebih rendah dari

triwulan sebelumnya disebabkan oleh

keterbatasan bahan baku komoditas ekspor

utama.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.4 Andil Permintaan Domestik dan Eksternal

Pada triwulan I 2019, konsumsi rumah

tangga tumbuh 4,13% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 5,99% (yoy). Perlambatan

konsumsi rumah tangga sesuai dengan pola

musiman pasca HBKN Natal dan Tahun Baru.

Kegiatan berbelanja masyarakat kembali

normal pasca libur akhir tahun sehingga

menahan pertumbuhan konsumsi rumah

tangga. Perlambatan tersebut tercermin dari

penurunan indeks penjualan eceran dari 209

pada triwulan IV 2018 menjadi 206 pada

triwulan I 2019 (Grafik 1.5).

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Penjalan Eceran

Di sisi lain, daya beli masyarakat dinilai

relatif terbatas sejalan dengan pertumbuhan

UMP tahun 2019 yang tercatat 8,03% (yoy),

lebih rendah dibandingkan tahun 2018, yaitu

8,71% (yoy). Masyarakat disinyalir masih

belum optimis terhadap kondisi ekonomi saat

ini, sehingga aktivitas konsumsi mengalami

penurunan. Hal tersebut terkonfirmasi oleh

pemantauan pembelian barang tahan lama

konsumen yang menurun serta berada di

level pesimis (di bawah 100) (Grafik 1.6).

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

25

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi terhadap Pembelian Barang Tahan Lama

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang

menurun tercermin dari indikator sisi

pembiayaan. Penyaluran kredit rumah tangga

pada triwulan I 2019 tumbuh 14,36% (yoy),

melambat dari 24,22% (yoy) pada triwulan

sebelumnya (Grafik 1.7). Deselerasi ini terjadi

pada seluruh jenis kredit, terutama kredit

multiguna yang menurun menjadi 6,11%

(yoy) dari 23,17% (yoy).

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Rumah Tangga

Pada triwulan II 2019, konsumsi rumah

tangga diperkirakan tumbuh membaik.

Akselerasi konsumsi rumah tangga diprediksi

didorong oleh tingginya aktivitas belanja

masyarakat terutama pada periode HBKN

Ramadhan dan Idul Fitri. Hal tersebut

didukung juga oleh daya beli masyarakat

yang menguat seiring dengan pencairan rapel

kenaikan gaji ASN di bulan April, pencairan

THR sebelum perayaan lebaran serta rencana

pencairan gaji ke-13 pada bulan Juni.

Penyaluran program bantuan sosial (bansos)

Pemerintah juga diperkirakan dapat

mendorong konsumsi rumah tangga lebih

lanjut lagi.

Berbeda dengan pola historisnya, konsumsi

pemerintah tumbuh meningkat di awal

tahun 2019. Pertumbuhan konsumsi

pemerintah mencapai 17,55% (yoy),

terakselerasi dibandingkan dengan triwulan

IV 2018 sebesar 10,00% (yoy). Peningkatan

konsumsi pemerintah terutama didorong oleh

tingginya realisasi penyaluran Transfer Pusat

ke Daerah dan realisasi APBD Provinsi.

Penyaluran Transfer Pusat ke Daerah triwulan

I 2019 tercatat Rp3,60 triliun, meningkat

9,1% dari realisasi periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar Rp3,30 triliun.

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

kegiatan belanja dalam rangka persiapan

Pemilu 2019. Realisasi anggaran Komisi

Pemilihan Umum dan Badan Pengawas

Pemilihan Umum di triwulan I 2019 masing

masing meningkat sebesar 318,85% dan

245,98% dari realiasi periode yang sama

tahun sebelumnya.

Sementara itu, realisasi belanja dan transfer

APBD Provinsi pada triwulan I 2019 tercatat

Rp2,11 triliun, meningkat 64,61% dari

realisasi periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar Rp1,28 triliun.

Peningkatan tersebut sejalan dengan

peningkatan pagu anggaran belanja dan

transfer tahun 2019 yang tercatat Rp15,54

triliun, meningkat 12,09% dari tahun 2018

sebesar Rp13,87 triliun. Realisasi APBD

Provinsi pada triwulan I 2019 terutama

dialokasikan untuk belanja transfer sebesar

Rp1,49 triliun dalam rangka penyelesaian

utang DBH Provinsi ke Kabupaten/Kota

sesuai dengan arahan Gubernur Provinsi

Sumatera Utara. Adapun pembayaran

tersebut dilakukan secara bertahap sebanyak

lima kali pada Januari Februari 2019.

Memasuki triwulan II 2019, konsumsi

pemerintah diperkirakan tetap tumbuh

kuat. Pencairan rapel kenaikan gaji ASN di

bulan April, gaji ke-14 di bulan Mei, dan

rencana pencairan gaji ke-13 di bulan Juni

diperkirakan mendorong konsumsi

pemerintah dari sisi belanja pegawai. Namun

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

26

demikian, pertumbuhan diperkirakan lebih

terbatas akibat moderasi pasca pelaksanaan

Pemilu 2019 serta pencairan utang DBH.

Pertumbuhan investasi pada triwulan I

2019 tercatat 6,24% (yoy), menurun dari

11,48% (yoy) pada triwulan IV 2018.

Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh proses

konsolidasi investor menjelang Pilpres 2019.

Pelaku usaha asing memerlukan kepastian

yang lebih tinggi untuk melakukan investasi,

sehingga keputusan investasi akan menunggu

proses pemilihan umum selesai. Sikap

tersebut terkonfirmasi oleh penurunan jumlah

proyek Penanaman Modal Asing (PMA)

(Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Perkembangan PMA dan PMDN

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

Tidak hanya investor asing, investor dalam

negeri disinyalir juga menahan penanaman

modalnya. Berdasarkan hasil liaison kami,

sebagian pelaku usaha tidak melakukan

investasi karena fasilitas produksi yang masih

memadai. Sikap pelaku usaha ini tercermin

dari penurunan total Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN). Perlambatan investasi

juga terkonfirmasi oleh penurunan kredit

modal kerja (Grafik 1.8).

Sementara itu, selesainya beberapa

pembangunan proyek strategis nasional

multiyears di tahun 2018, seperti Pelabuhan

Kuala Tanjung dan Ruas Jalan Tol Medan

Tebing Tinggi juga mendorong perlambatan

investasi lebih lanjut. Meskipun demikian,

terdapat proyek proyek infrastruktur yang

masih terus berjalan sehingga menopang

pertumbuhan investasi, seperti Ruas Jalan Tol

Medan Binjai, Tebing Tinggi Kuala

Tanjung Parapat, dan Kisaran Indrapura

yang termasuk ke dalam Jalan Tol Trans

Sumatera serta Jalur Kereta Api Binjai

Besitang.

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Modal Kerja

Pada triwulan II 2019, kinerja investasi

diperkirakan kembali menggeliat.

Selesainya penyelenggaraan Pileg dan Pilpres

2019 diperkirakan mendorong kembali minat

investor untuk melakukan penanaman modal.

Selain itu, pelaku usaha juga diperkirakan

mendorong investasi untuk memperlancar

kegiatan usaha di tengah tingginya

permintaan domestik pada periode HBKN

Ramadhan dan Idul Fitri. Meskipun

pembangunan proyek infrastruktur lebih

terbatas, sisa proyek Tol Trans Sumatera

diperkirakan terus menopang pertumbuhan

investasi.

Kinerja ekspor di awal tahun 2019 tercatat

1,03% (yoy), menurun dari triwulan

sebelumnya yang tercatat 2,65% (yoy). Hal

ini terutama didorong oleh perlambatan

ekspor luar negeri yang mencapai 2,03%

(yoy) pada triwulan berjalan dari 5,00% (yoy)

pada triwulan sebelumnya. Deselerasi

tersebut disebabkan oleh keterbatasan bahan

Proyek (juta USD) Proyek (Rp miliar)

I 28 18.08 11 161.31

II 227 320.01 87 888.18

III 179 283.09 39 1129.53

IV 254 393.48 91 2685.23

I 52 195.31 24 4311.50

II 92 397.34 40 1440.30

III 53 332.31 33 2573.79

IV 329 423.42 187 3358.05

I 148 134.50 95 1531.74

II 148 153.38 95 1309.14

III 189 178.44 137 826.93

IV 133 53.69 79 613.74

I 22 63.60 130 453.29

2018

P: jumlah proyek; I: Ni lai Investasi

PeriodePMA PMDN

2016

2017

2019

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

27

baku CPO dan karet seiring dengan musim

trek kelapa sawit serta karet.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor CPO

Pada triwulan I 2019, pertumbuhan ekspor

CPO menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya baik secara nilai maupun volume

(Grafik 1.9). Perlambatan tersebut disebabkan

oleh keterbatasan pasokan kelapa sawit pada

musim trek. Berdasarkan negara tujuan,

deselerasi ekspor CPO terutama didorong

oleh ekspor ke India dan Eropa. Penurunan

ekspor CPO dan turunannya ke India

didorong oleh selisih bea masuk Refined CPO

Indonesia yang lebih tinggi 5% dari Malaysia

dengan adanya kesepakatan bilateral

Malaysia India yang mulai berlaku sejak 1

januari 2019. Di sisi lain, rencana penerapan

Renewable Energy Directive (RED) II

diperkirakan menahan kinerja ekspor CPO ke

Eropa. Melalui RED II, penggunaan biodiesel

berbasis sawit di Eropa akan dihapuskan

karena kelapa sawit digolongkan sebagai

nabati berisiko tinggi terhadap deforestasi.

Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik 1.10 Perkembangan Harga CPO Internasional

Perbaikan harga CPO internasional

mendorong peningkatan ekspor lebih lanjut.

Harga CPO di pasar internasional triwulan I

2019 tercatat USD492/metric ton atau

tumbuh -21,75% (yoy) meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya

USD458/metric ton dengan pertumbuhan

sebesar -26,63% (yoy) (Grafik 1.10).

Perbaikan tersebut didorong oleh penurunan

stok minyak sawit dan minyak nabati lainnya

di negara negara produsen utama.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.11 Ekspor Karet

Di samping itu, pertumbuhan ekspor karet

pada triwulan I 2019 menurun baik secara

nilai maupun volume (Grafik 1.11).

Perlambatan tersebut didorong oleh belum

optimalnya tingkat produksi pabrik sejalan

dengan keterbatasan bahan baku. Ditengah

periode gugur daun karet, petani masih

enggan untuk melakukan penderesan

sehingga bahan baku semakin sulit

didapatkan. Produktivitas lahan karet yang

rendah juga mempersulit perolehan bahan

baku. Bahan baku yang terbatas juga memicu

tingginya tingkat persaingan antar industri

pengolahan karet untuk mendapatkan bahan

baku dari agen.

Penurunan permintaan dari Tiongkok dengan

tingginya persediaan karet di negara tersebut

turut mendorong perlambatan ekspor karet.

Namun demikian, perlambatan ekspor

tertahan oleh perbaikan harga karet di pasar

global. Pada triwulan I 2019, harga karet

internasional tumbuh 7,00%, jauh di atas

triwulan sebelumnya yang terkontraksi

sebesar -13,98% (Grafik 1.12). Peningkatan

tersebut ditopang oleh rencana kesepakatan

pembatasan ekspor karet oleh tiga negara

produsen utama, yaitu Thailand, Malaysia,

dan Indonesia melalui Agreed Export

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

28

Tonnage Scheme (AETS) sebesar 240.000

ton2.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.12 Perkembangan Harga Karet Internasional

Memasuki triwulan II 2019, ekspor

diperkirakan mengalami perbaikan

didukung oleh ketersediaan bahan baku

yang melimpah sejalan dengan

terlewatinya musim trek perkebunan.

Perbaikan harga komoditas karet dengan

penerapan AETS sejak 1 April 2019 31 Juli

2019 diperkirakan turut mendorong

pertumbuhan ekspor. Akselerasi ekspor juga

didukung oleh harga CPO yang solid sejalan

dengan menguatnya permintaan dari negara

negara di Asia (Tiongkok, India, Pakistan, dan

Timur Tengah sementara permintaan dari

kawasan lainnya relatif terbatas.

Membuka tahun 2019, impor tumbuh

0,86% (yoy), melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat 9,81%

(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada

impor luar negeri yang mencapai 0,82% (yoy)

dari 17,13% (yoy) pada triwulan IV 2018.

Deselerasi impor terutama ditopang oleh

penurunan impor barang konsumsi sejalan

dengan normalisasi konsumsi rumah tangga

pasca libur akhir tahun (Grafik 1.13).

Penurunan tersebut terutama terjadi pada

impor makanan dan minuman yang telah di

proses untuk kebutuhan rumah tangga dan

alat transportasi non industrial. Selain itu,

penguatan nilai tukar rupiah yang tercatat

2 Thailand, Indonesia, dan Malaysia akan mengurangi volume ekspor karet alam masing

Rp14.745,-, dari Rp14.136,- pada triwulan IV

2018 turut mendukung perlambatan impor

lebih lanjut (Grafik 1.14).

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.13 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang

Selain itu, deselerasi impor juga didorong

oleh penurunan impor bahan baku dan

barang modal. Berkurangnya impor bahan

baku sejalan dengan kinerja industri

pengolahan yang cenderung terbatas.

Sementara itu, penurunan impor barang

modal didorong oleh proses konsolidasi

pelaku usaha menjelang Pemilu 2019.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Pada triwulan II 2019, impor diperkirakan

meningkat ditopang oleh peningkatan

impor dari seluruh kelompok barang.

Impor barang konsumsi, seperti makanan dan

minuman diperkirakan meningkat didorong

oleh tingginya antusiasme masyarakat

merayakan lebaran. Impor barang baku dan

barang modal diperkirakan tumbuh sejalan

dengan peningkatan kapasitas produksi

dalam rangka memenuhi kebutuhan pada

periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.

Selain itu, berlanjutnya proyek strategis

pemerintah diperkirakan turut menopang

peningkatan impor.

masing sebesar 126.240 ton, 98.160 ton, dan 15.600 ton selama empat bulan.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

29

1.3 Akselerasi Lapangan Usaha

Konstruksi Menopang

Perekonomian

Secara sektoral, perekonomian Sumatera

Utara ditopang oleh perbaikan kinerja LU

konstruksi dan stabilnya kinerja LU

pertanian. Namun demikian perlambatan LU

industri pengolahan dan perdagangan

menahan akselerasi pertumbuhan ekonomi

lebih lanjut. Adapun keempat LU tersebut

memberikan porsi 73% terhadap

perekonomian Sumaetra Utara di triwulan I

2019.

Akselerasi LU konstruksi didorong oleh

pembangunan beberapa proyek multiyears,

seperti Jalan Tol Trans Sumatera, Kereta Api

Medan Bandar Khalifah, dan Kereta Api

Binjai Besitang. Sementara itu, LU pertanian

tercatat stabil ditopang oleh panen raya

tanaman pangan dan hortikultura sementara

komoditas perkebunan mengalami musim

trek. Kedua sektor tersebut memberikan

kontribusi masing masing sebesar 0,92%

dan 1,49% terhadap pertumbuhan ekonomi

triwulan I 2019.

Keterbatasan bahan baku dari kelapa sawit,

karet, dan tembakau serta penurunan

permintaan, baik domestik maupun ekspor,

mendorong perlambatan kinerja LU industri

pengolahan. Meskipun demikian, tingginya

kinerja industri kertas dan percetakan akibat

persiapan Pemilu 2019 menahan

perlambatan lebih lanjut. LU perdagangan

tumbuh melambat sejalan dengan moderasi

konsumsi rumah tangga pasca libur akhir

tahun.

Pada triwulan I 2019, LU pertanian

tumbuh 6,08% (yoy), stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (yoy).

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh panen

raya tanaman pangan dan hortikultura sejalan

dengan cuaca yang mendukung. Produksi

padi periode Januari Maret 2019 mencapai

1,9 juta ton sejalan dengan panen di

Kabupaten Mandailing Natal, Langkat,

Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, dan Deli

Serdang. Sementara itu, subkategori

hortikultura terutama didorong oleh panen

raya cabai merah di Kabupaten Simalungun,

Dairi, dan Karo.

Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, diolah

Gambar 1.1 Ilustrasi produksi kelapa sawit

Di satu sisi, pertumbuhan LU pertanian

tertahan oleh penurunan produksi

2019 **)

I II III IV I II III IV I II III IV IProduk Domestik Regional Bruto 4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.30

Komponen Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.75 7.20 5.15 2.57 2.22 3.97 7.17 7.93 3.25 5.12 4.98 6.08 6.03 20.74

Pertambangan dan Penggalian 1.71 6.72 8.22 6.12 4.78 4.64 4.52 5.29 4.74 5.52 6.04 5.50 5.47 1.27

Industri Pengolahan 9.25 2.98 2.93 5.37 3.34 4.11 1.53 0.41 2.52 3.35 4.68 4.06 2.28 19.45

Pengadaan Listrik, Gas 3.49 10.98 7.13 -1.30 11.10 7.80 7.97 8.18 4.52 3.21 3.01 -0.25 1.85 0.11

Pengadaan Air 3.12 3.07 8.74 7.90 9.18 6.67 4.96 6.04 3.43 3.03 2.02 3.12 3.48 0.10

Konstruksi 3.47 5.99 5.48 7.37 5.21 5.88 7.36 8.55 6.87 5.95 5.24 3.91 7.42 14.13

PBE\ dan Reparasi 1.73 4.89 7.04 7.22 7.16 6.43 4.79 5.16 5.66 5.91 6.25 6.58 5.59 18.66

Transportasi dan Pergudangan 3.35 6.17 7.46 7.22 7.79 7.78 6.31 7.56 7.48 6.62 5.62 4.96 5.21 5.02

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.25 5.70 7.66 8.50 6.71 7.04 7.72 7.79 7.48 7.70 6.82 8.11 8.72 2.41

Informasi dan Komunikasi 5.78 6.89 8.60 9.65 9.26 8.73 8.04 8.31 8.20 8.38 7.94 9.18 8.96 2.09

Jasa Keuangan 7.54 6.17 3.69 -0.57 -0.47 2.50 -1.13 1.07 1.87 0.74 4.31 0.05 0.30 2.96

Real Estate 4.55 5.25 6.79 6.92 9.41 8.69 7.01 5.32 5.31 5.09 5.47 5.48 4.79 5.07

Jasa Perusahaan 5.67 5.94 5.95 6.23 6.94 7.02 8.03 7.81 7.75 8.27 6.90 5.58 5.50 1.03

Administrasi Pemerintahan 2.81 5.05 2.15 2.12 1.21 0.67 3.35 4.73 5.86 6.01 6.15 6.44 8.37 3.52

Jasa Pendidikan 7.39 7.00 2.88 2.71 2.73 2.69 5.93 8.22 8.09 9.79 4.21 3.50 3.93 1.83

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.92 5.24 8.55 7.74 6.88 7.35 7.83 8.46 6.61 6.27 5.27 5.50 5.40 1.01

Jasa lainnya 6.96 6.30 6.42 6.35 8.33 7.71 7.31 6.93 6.06 6.24 5.80 5.73 5.71 0.58

ArahKomponen2016 2017 *) 2018 **)

Struktur

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

30

subkategori perkebunan karena masuknya

musim trek kelapa sawit dan periode gugur

daun karet. Seusai dengan polanya, produksi

kelapa sawit pada triwulan I mengalami

penurunan akibat oleh curah hujan yang

cukup rendah pada periode yang sama tahun

sebelumnya (Gambar 1.1). Adapun produksi

kelapa sawit dipengaruhi oleh curah hujan 1

1,5 tahun sebelumnya, dengan curah hujan

yang baik untuk tanaman berada di kisaran

200 mm3. Sementara itu, penurunan produksi

karet disebabkan oleh periode gugur daun

yang terjadi pada Februari April 2019.

Siklus perkembangan gugur daun

dikelompokkan dalam lima fase yang

memerlukan waktu sampai dengan tiga bulan

di musim kemarau.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Kinerja LU pertanian yang solid diikuti oleh

perbaikan kesejahteraan petani. Hal tersebut

tercermin dari indikator Nilai Tukar Petani

(NTP) pada triwulan I 2019 yang tercatat

meningkat, dari 97,4 menjadi 98,8 (Grafik

1.15). Stabilnya LU pertanian pada triwulan I

2019 terkonfirmasi oleh pemantauan tendensi

realisasi kegiatan usaha sektor pertanian yang

terjaga di level yang sama dibandingkan

triwulan IV 2018.

Pada triwulan II 2019, LU pertanian

diperkirakan tumbuh membaik. Perbaikan

tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh

perbaikan produksi kelapa sawit dan karet

sejalan dengan berakhirnya musim trek

kelapa sawit dan musim gugur karet. Namun

3FGD dengan GAPKI Pusat

4 Rata rata curah hujan Januari Maret 2018 tercatat 115 mm disinyalir menurunkan produksi kelapa sawit pada triwulan I 2019.

demikian, panen raya tabama dan cabai

merah yang telah selesai dapat menahan

pertumbuhan lebih lanjut. Selain itu, letusan

Gunung Sinabung juga berisiko menurunkan

produksi pertanian di Kabupaten Karo dan

sekitarnya.

LU Industri pengolahan pada triwulan I

2019 tercatat tumbuh 2,28% (yoy),

melambat dari triwulan IV 2018 sebesar

4,06% (yoy). Pertumbuhan yang melambat

juga didukung oleh penurunan permintaan

domestik pasca libur akhir tahun dan

permintaan ekspor sejalan dengan

perekonomian dunia yang tumbuh lebih

rendah. Perlambatan LU industri pengolahan

didorong oleh menurunnya ketersediaan

bahan baku akibat pola seasonal serta cuaca

yang kurang mendukung4. Bahan baku kelapa

sawit dan tembakau yang terbatas

menurunkan kinerja industri makanan dan

minuman serta pengolahan tembakau.

Selain itu, kinerja industri karet juga tertahan

sejalan dengan keterbatasan perolehan bahan

baku karet ditengah industri karet yang

sedang menjamur. Sesuai pola seasonalnya,

tanaman karet memasuki periode musim

gugur daun sehingga menurunkan produksi

karet. Selain itu, harga yang belum

remuneratif bagi petani karet mendorong

keengganan petani rakyat dalam mengelola

tanamannya. Persediaan bahan baku karet

yang rendah mendorong tingginya persaingan

antar industri karet di Sumatera Utara yang

meningkat dari 13 menjadi 15 16 pabrik.

Keterbatasan bahan baku untuk beberapa

industri tersebut menurunkan kapasitas

utilisasi pelaku usaha. Hal tersebut didukung

oleh hasil liaison yang meyakini adanya

penurunan kapasitas utilitsasi (Grafik 1.16).

Sementara itu, curah hujan yang sangat rendah di triwulan I 2019 menyebabkan periode gugur daun sehingga menurunkan produksi getah alam.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

31

Sumber: Liaison Bank Indonesia diolah

Grafik 1.16 Likert Scale Kapasitas Utilisasi

Memasuki triwulan II 2019, industri

pengolahan diperkirakan tumbuh menguat

sejalan dengan peningkatan ketersediaan

bahan baku. Pasca musim trek kelapa sawit

dan periode gugur daun karet, produksi

bahan baku untuk industri makanan dan

minuman serta industri karet tersebut

diprediksi meningkat dan mendorong kinerja

LU industri pengolahan. Selain itu, pelaku

usaha diperkirakan terus mengoptimalkan

kapasitas utilisasi pabrik menyambut

tingginya permintaan domestik pada periode

HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.

Pada triwulan I 2019, pertumbuhan LU

konstruksi mencapai 7,42% (yoy),

terakselerasi tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 3,91% (yoy).

Kontribusi LU konstruksi tercatat 0,92% (yoy),

meningkat dari 0,51% (yoy) pada triwulan IV

2018. Tingginya pertumbuhan didorong oleh

pembangunan proyek - proyek infrastruktur

yang dilaksanakan Pemerintah Pusat (Gambar

1.2).

Sumber: Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT), diolah

Gambar 1.2 Konstruksi Jalan Tol dan Jalur Kereta Api di Provinsi Sumatera Utara

Salah satu pembangunan infrastruktur

strategis yang masih berjalan di Sumatera

Utara adalah pembangunan Jalan Tol Trans

Sumatera. Jaringan Jalan Tol tersebut terdiri

dari Ruas Tol Medan Binjai, Ruas Tol Kuala

Tanjung Tebing Tinggi Parapat, dan Ruas

Tol Indrapura Brastagi dengan total

sepanjang 207,23 km. 38% dari total Ruas

Tol Medan Binjai sepanjang 16,73 km

masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan

beroperasi pada Desember 2019. Ruas Tol

Kuala Tanjung Tebing Tinggi Parapat

dengan panjang 143,25 km telah memasuki

tahap konstruksi dan diharapkan selesai pada

tahun 2020. Perjanjian Pengusahaan Jalan

Tol (PPJT) Ruas Tol Indrapura Kisaran telah

ditandatangani pada 29 November 2017 dan

ditargetkan dapat mendukung kelancaran

distribusi barang/jasa mulai tahun 2020.

Selain itu, terdapat pembangunan jalur kereta

api rute Medan Bandar Khalipah sepanjang

10,8 km yang ditargetkan untuk segera

beroperasi pada triwulan II 2019. Rel tersebut

merupakan jalur layang pertama di Sumatera

dan akan digunakan untuk kereta api Medan

Kualanamu. Dengan mengurangi 42

frekuensi pergerakan kereta api per hari, lalu

lintas khususnya di pintu perlintasan dalam

Kota Medan menjadi lebih lancar. Di satu

sisi, pembangunan jalur kereta api Binjai

Besitang juga turut mendorong tingginya

pertumbuhan LU konstruksi. Kementrian

Perhubungan telah menginisiasi reaktivasi

jalur Binjai Besitang sejak tahuun 2016 dan

jalur tersebut ditargetkan dapat beroperasi

secara reguler pada tahun 2019.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.17 Perkembangan Total Bongkar Barang di Pelabuhan Belawan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

32

Perbaikan kinerja LU konstruksi tercermin

dari perkembangan total bongkar di

Pelabuhan Belawan. Pada triwulan I 2019,

barang yang dibongkar mencapai 4,8 juta ton

atau meningkat 988,86% (yoy) didorong oleh

pengiriman rel rel kereta api (Grafik 1.17).

Selain itu, iklim konstruksi yang kondusif juga

terkonfirmasi oleh penyaluran kredit sektor

konstruksi yang tumbuh cukup kuat hingga

9,72% (yoy) (Grafik 1.18).

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Konstruksi

Pada triwulan II 2019, LU konstruksi

diperkirakan kembali tumbuh membaik.

Berlanjutnya proyek pembangunan

infrastruktur multiyears Pemerintah Pusat

serta pembangunan dari belanja modal dan

Pemerintah Daerah dan swasta yang mulai

bergulir diharapkan dapat mendorong

pertumbuhan LU. Perbaikan ini terindikasi

oleh meningkatnya pertumbuhan penjualan

semen di Sumatera Utara pada bulan April

2019 (Grafik 1.19). Namun demikian,

masuknya bulan puasa dan libur panjang

lebaran diperkirakan dapat berisiko menahan

kinerja konstruksi pada triwulan II 2019.

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Grafik 1.19 Perkembangan Penjualan Semen

Pada triwulan I 2019, LU perdagangan

tumbuh 5,59% (yoy), menurun dari

triwulan sebelumnya yang tercatat 6,58%

(yoy). Perlambatan LU perdagangan sesuai

dengan pola seasonalnya pasca HBKN Natal

dan Tahun Baru. Aktivitas berbelanja

masyarakat kembali berjalan normal setelah

libur akhir tahun, sehingga mendorong

penurunan kinerja LU perdagangan. Hal

tersebut sejalan dengan penurunan konsumsi

rumah tangga dari sisi konsumsi makanan

dan minuman serta pakaian dan alas kaki.

Namun demikian, persiapan pelaksanaan

Pileg dan Pilpres 2019 disinyalir menahan

perlambatan LU perdagangan lebih lanjut.

Pemantauan kami terhadap realisasi kegiatan

usaha sektor perdagangan yang menurun

pada triwulan I 2019 mengkonfirmasi

perlambatan LU ini (Grafik 1.20).

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Perdagangan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

33

Memasuki triwulan II 2019, LU

perdagangan diperkirakan tumbuh

meningkat. Perbaikan tersebut didorong oleh

permintaan domestik yang tinggi pada

periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri.

Pencairan THR juga diperkirakan mendukung

peningkatan kinerja LU Perdagangan. Untuk

mendongkrak penjualan di tengah tingginya

persaingan, pelaku usaha terus melakukan

inovasi dan efisiensi.

LU transportasi dan pergudangan tumbuh

5,21% (yoy) atau di atas triwulan

sebelumnya yang sebesar 4,96% (yoy).

Perbaikan kinerja transportasi dan

pergudangan ditopang oleh perbaikan

subkategori angkutan darat dan laut,

sementara angkutan udara tumbuh melambat.

Di sisi lain, subkategori pergudangan dan jasa

penunjang angkutan, pos, dan kurir tumbuh

stabil di tengah kenaikan tarif kargo udara.

Tingginya subkategori angkutan darat sejalan

dengan masuknya panen raya tanaman

pangan dan hortikultura. Sumatera Utara

menjadi salah satu pemasok beras dan cabai

merah Provinsi Riau, Aceh, dan Sumatera

Barat. Sementara itu, subkategori angkutan

laut tumbuh tinggi sejalan dengan

peningkatan penumpang pelabuhan dengan

kenaikan harga tiket pesawat. Tarif angkutan

udara yang melambung sejak akhir tahun

2018 serta kebijakan bagasi berbayar pada

maskapai Low Cost Carrier (LCC)

menurunkan kinerja subkategori angkutan

udara. Hal tersebut tercermin dari penurunan

jumlah penumpang domestik pada triwulan I

2019 (Grafik 1.21).

Sumber: BPS diolah

Grafik 1.21 Penumpang Pesawat Internasional dan Domestik

Pada triwulan II 2019, LU transportasi dan

pergudangan diperkirakan tumbuh lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya. Perbaikan

kinerja terutama didorong oleh subkategori

angkutan darat dan angkutan laut sejalan

dengan aktivitas arus mudik lebaran. Namun,

subkategori angkutan udara diperkirakan

tumbuh terbatas akibat keputusan penurunan

Tarif Batas Atas (TBA) yang disinyalir belum

signifikan meningkatkan minat masyarakat

menggunakan moda transportasi tersebut.

Melalui Surat Keputusan Menteri No. 106

tahun 2019 yang telah ditandatangani pada

tanggal 15 Mei 2019, TBA rute Jakarta

Medan (Kualanamu) mencapai Rp1.799.000,-

sedangkan Tarif Batas Bawah tercatat

Rp630.000,-. Di sisi lain, perbaikan kinerja

LU pertanian dan industri pengolahan

diperkirakan juga dapat menopang perbaikan

LU transportasi dan pergudangan.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

34

BOKS 1 : PROSPEK CPO SUMATERA UTARA DI 2019 DAN

DAMPAK KEBIJAKAN BIODIESEL NASIONAL

Sebagai salah satu provinsi penghasil crude palm oil (CPO) terbesar, perekonomian Sumatera

Utara pada awalnya mendapat angin segar dengan prakiraan produksi CPO yang meningkat di

2019. Namun, dinamika perekonomian global berpotensi memberikan tekanan terhadap

ekspor CPO Sumatera tahun 2019. Dengan permintaan eksternal yang terhambat, penyerapan

domestik menjadi harapan bagi industri CPO didukung dengan implementasi kebijakan

biodiesel yang intensif. Dalam skala nasional, kebijakan ini juga diharapkan mampu

mengurangi permasalahan defisit transaksi berjalan Indonesia. Ke depan, upaya peningkatan

produksi CPO diantaranya melalui keberhasilan program replanting melalui Badan Pengelola

Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi penting.

Sumatera Utara merupakan salah satu

provinsi penghasil crude palm oil (CPO)

terbesar dengan pangsa mencapai 13,2%

terhadap produksi nasional di 2018.

Dengan kondisi tersebut, CPO menjadi

komoditas ekspor terbesar dimana produksi

dan pergerakan harganya cukup

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Sumatera Utara. Berdasarkan hasil liaison

dan FGD dengan pelaku usaha, produksi

CPO di Sumatera diperkirakan tumbuh

meningkat di kisaran 5%-10% (yoy) pada

2019, lebih tinggi dibandingkan 2018 sebesar 2,9% (yoy) (Tabel 1.2). Dengan pertumbuhan tersebut,

volume produksi CPO Sumatera Utara diperkirakan mampu mencapai sekitar 6,6 6,9 juta ton di

2019. Namun perbaikan produksi tersebut tidak diikuti oleh kinerja harga CPO internasional yang

diprakirakan melemah sekitar 0,7% (yoy) di 20195. Pelemahan terjadi di tengah permintaan yang

melambat dan produksi substitusi CPO yang meningkat.

Perbaikan produksi CPO ditopang oleh

ketersediaan bahan baku tandan buah segar

(TBS) yang diprakirakan membaik didukung

cuaca yang kondusif saat masa tanam di 2018.

Kondisi ini sejalan dengan adanya kebijakan

perluasan penggunaan B206 yang berpotensi

meningkatkan insentif berproduksi. Selain itu,

program replanting yang dilakukan pelaku usaha

swasta juga dinilai berhasil karena mampu

meningkatkan produksi.

Dengan potensi produksi yang meningkat,

5 Perkiraan Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) oleh Bank Indonesia.

6 Mulai 1 September 2018, kewajiban penggunaan B20 diperluas ke sektor non-PSO atau non subsidi (Public Service Obligation) termasuk didalamnya sektor pertambangan, perkeretaapian dan PLN.

Tabel 1.2 Outlook Produksi CPO Tahun 2019

*Liaison pada 12 pabrik kelapa sawit di Sumatera

Sumber: BPDPKS

Grafik 1.22 Penyaluran Dana Replanting BPDPKS di Sumatera tahun 2018 (sd Okt)

Suplemen 1

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

35

prospek ekspor CPO Sumatera Utara tahun 2019 justru diprakirakan tumbuh terbatas dampak

dari melemahnya harga dan menurunnya permintaan. Sejumlah faktor risiko membayangi

kinerja ekspor antara lain meningkatnya produksi CPO dunia, melemahnya harga produk substitusi,

melambatnya perekonomian negara mitra dagang, dan meningkatnya hambatan perdagangan. Dari

sisi suplai, produksi CPO Indonesia dan Malaysia sebagai negara penghasil terbesar di dunia

diprakirakan meningkat sehingga akan menekan harga CPO internasional. Tekanan harga

diperburuk dengan meningkatnya produksi rapeseed oil dari India dan soybean oil dari Amerika

Serikat sehingga mendorong turun harga kedua produk substitusi CPO tersebut. Sementara

perekonomian Eropa dan Tiongkok, yang merupakan pengimpor CPO Sumatera terbesar kedua dan

ketiga, diprakirakan melemah dan berpotensi menurunkan permintaan. Selain itu volume ekspor

CPO juga berpotensi terhambat seiring dengan pengenaan bea masuk biodiesel yang tinggi,

mencapai 300%, oleh Amerika Serikat. Risiko perlambatan kinerja ekspor juga muncul dari rencana

implementasi Renewable Energy Directive II yang menghapus secara bertahap penggunaan kelapa

sawit dari pasar Uni Eropa.

Di tengah tekanan eksternal yang meningkat, implementasi kebijakan biodiesel yang intensif

diharapkan mampu berdampak positif terhadap perekonomian Sumatera Utara melalui

penyerapan produksi CPO. Sebagai salah satu daerah produsen kelapa sawit terbesar, Sumatera

Utara memiliki industri biodiesel dengan kapasitas yang cukup besar mencapai 912 ribu kiloliter,

atau 7,6% terhadap nasional. Melihat kapasitas tersebut, Pemerintah menetapkan alokasi biodiesel

Sumatera Utara sebesar 652,5 ribu kiloliter dari alokasi nasional sebesar 6,2 juta kiloliter.

Kebutuhan ini setara dengan 717,1 ribu ton CPO7 dan diharapkan dapat menyerap sekitar 10,4%-

10,9% dari prakiraan produksi CPO yang mencapai 6,6 6,9 juta ton di 2019.

Dalam skala nasional, implementasi kebijakan biodiesel juga diharapkan mampu mengurangi

permasalahan defisit transaksi berjalan Indonesia melalui penurunan impor bahan bakar solar.

Penggunaan biodiesel sebesar 6,2 juta kiloliter secara nasional diperkirakan mampu mengurangi

impor solar sebesar 3,07 juta kiloliter8 atau setara dengan USD1,46 miliar9. Secara tidak langsung,

meningkatnya serapan CPO untuk pasar domestik juga akan mengurangi pasokan global sehingga

berpotensi memperbaiki harga yang selama ini bergerak terbatas.

Di sisi lain, produksi CPO untuk kebutuhan ekspor dan kebutuhan industri turunan CPO

lainnya diyakini masih tercukupi dengan produksi biodiesel yang jauh dibawah kapasitas

industri. Alokasi biodiesel yang ditetapkan Pemerintah baru mencapai 71,5% dari kapasitas industri

biodiesel Sumatera Utara. Ke depan, upaya peningkatan produksi CPO menjadi penting untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku seiring implementasi kebijakan peningkatan biodiesel dari B20

menjadi B30 di tahun 2020.

Oleh karena itu, keberhasilan program replanting dari pemerintah melalui BPDPKS menjadi

penting. Saat ini realisasi replanting hanya mencapai 772 hektar atau 4,0% dari target sebesar 19,2

ribu hektar di Sumatera Utara pada 2018 (Grafik 1.5). Bagi pemohon, faktor seperti bankabilitas

yang rendah, tidak adanya bukti kepemilikan sertifikat tanah, serta ketidakmampuan untuk

memenuhi Good Agriculture Practice (GAP) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)

mempersulit proses pengajuan dana replanting. Dari sisi birokrasi, permasalahan seperti waktu

verifikasi yang lama dan proses verifikasi yang tidak seragam antar daerah mempersulit proses

7 Dihitung menggunakan nilai konversi 0,91.

8 Dihitung berdasarkan baseline alokasi Fatty Acid Methyl Esters (FAME) PSO dan Non PSO sebelum kebijakan perluasan B-20. 9 Dihitung menggunakan nilai konversi satuan barel ke liter sebesar 1/159 dan harga solar (nilai impor CIF/barel) berdasarkan proyeksi future gas oil price sebesar USD79,4 per barel.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 36

persetujuan dana replanting. Padahal keberhasilan program replanting tersebut diperkirakan

mampu meningkatkan produktivitas lahan dari sekitar 2 - 3 ton menjadi 4,8 - 7,2 ton per hektar.

Jika diukur berdasarkan nilai pendapatannya, pendapatan petani berpotensi meningkat dari USD

981 - 1.472 menjadi USD 2.355 - 3.533 per hektar10.

10 Asumsi menggunakan harga rata-rata CPO internasional selama triwulan I 2019 sebesar USD 490,6.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH

37

KEUANGAN PEMERINTAH

38

KEUANGAN

PEMERINTAH

Pagu anggaran pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun terakhir

terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, realisasi pendapatan APBD sedikit lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Sumber pendapatan Provinsi Sumatera Utara sebagian besar

(59,1%) masih berasal dari Pendapatan Transfer, yang menunjukkan belum tercapainya kemandirian

keuangan. Sementara itu realisasi belanja APBD triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya, yang bersumber dari belanja transfer. Di sisi lain, struktur dan realisasi APBN di

Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019 mengalami penurunan seiring pryek-proyek strategis dan

prioritas yang telah selesai pada tahun sebelumnya.

KEUANGAN PEMERINTAH

39

2.1 Gambaran Umum APBD

2019

Pagu anggaran pendapatan pada APBD

Provinsi Sumatera Utara sejak empat tahun

terakhir terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2019, pagu anggaran pendapatan

meningkat 17,6% dibandingkan tahun 2018

menjadi sebesar Rp15,32 triliun yang

didorong oleh peningkatan pagu anggaran

pendapatan asli daerah sebesar 16,7%

menjadi sebesar Rp6,08 triliun. Adapun pagu

anggaran pendapatan tahun 2019 didominasi

oleh pagu anggaran pendapatan transfer

sebesar 56,2%.

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara (Miliar Rp)

Sejalan dengan peningkatan pagu

anggaran pendapatan, pagu anggaran

belanja dan transfer pada APBD Provinsi

Sumatera Utara mengalami peningkatan.

Anggaran belanja dan transfer Provinsi

tercatat meningkat sebesar 12,1% dibanding

tahun 2018 menjadi sebesar Rp15,54 triliun.

Kelompok pagu anggaran yang mengalami

peningkatan paling tinggi yaitu transfer

sebesar 76,6%. Peningkatan ini didorong

oleh peningkatan transfer bagi hasil

pendapatan sebesar 142,2% yang

menjadikan pangsa terbesar kedua dalam

pagu anggaran (24,6%) setelah belanja

operasi.

2.1.1 Anggaran Pendapatan APBD

2019

Seiring dengan pelaksanaan otonomi

daerah yang telah berjalan dengan baik,

maka pagu anggaran pendapatan tahun

2019 juga mengalami peningkatan. Pagu

anggaran pendapatan APBD 2019 tercatat

meningkat sebesar 17,6%. Dari beberapa

tahun terakhir, peningkatan pagu anggaran

paling tinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu

sebesar 21,0% dibandingkan peningkatan

rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 8%.

Peningkatan pagu anggaran pendapatan

utamanya bersumber dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD) sebesar 32,3% dari Rp5,73

triliun menjadi sebesar Rp7,38 triliun.

Sementara kenaikan target pendapatan asli

daerah bersumber dari pendapatan pajak

daerah dan pendapatan hasil pengelolaan

kekayaan daerah, yang merupakan

kontributor utama pendapatan asli daerah

dengan total pangsa sebesar 92,3% dari pagu

pendapatan daerah.

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD Provinsi Sumatera Utara

Disaat target PAD oleh Pemerintah Provinsi

meningkat, sumber pendapatan dari transfer

Pemerintah Pusat pada tahun 2019 hanya

tumbuh 6,0% dibandingkan tahun

sebelumnya. Komponen yang mengalami

peningkatan adalah Dana Bagi Hasil SDA

yang meningkat 54,3% (yoy) dari tahun 2018.

Sementara komponen Dana Bagi Hasil Pajak

tercatat menurun sebesar -11,9% (yoy).

Peningkatan target PAD mendorong

meningkatnya Derajat Otonomi Fiskal

KEUANGAN PEMERINTAH

40

(DOF)11 Provinsi Sumatera Utara (Pagu) yang

mengalami peningkatan dari tahun 2018

sebesar 44,0% menjadi 49,5% pada pagu

APBD Provinsi tahun 2019.

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara

Sumber utama PAD di Provinsi Sumatera

Utara berasal dari pendapatan pajak daerah

dengan pangsa 80,3% terhadap PAD dan

39,7% terhadap total target pendapatan

Provinsi Sumatera Utara. Di sisi lain target

sumber pendapatan pajak daerah dari hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan12 dan lain-lain PAD yang sah13

meningkat signifikan dibandingkan tahun

sebelumnya, masing-masing meningkat

14,0% (yoy) dan 19,4% (yoy).

2.1.2 Anggaran Belanja APBD 2019

Pagu anggaran belanja APBD Provinsi

Sumatera Utara tahun 2019 meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya. Pagu

anggaran belanja dan transfer APBD

mencapai Rp15,54 triliun, meningkat 12,1%

(yoy) dari tahun 2018. Peningkatan ini

utamanya bersumber dari peningkatan pagu

anggaran transfer bagi hasil pendapatan yang

tumbuh mencapai 142,1% (yoy). Peningkatan

yang cukup signifikan ini merupakan utang

Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Pemerintah

Kabupaten Kota yang merupakan akumulasi

DBH sejak 2014-2016 dengan total Rp1,48

triliun. Pembayaran dilakukan secara

11 DOF merupakan skala interval derajat desentralisasi fiscal untuk

menunjukkan kemampuan keuangan daerah yang dihitung berdasarkan perbandingan PAD terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD).

bertahap dari 23 Januari hingga 27 Februari

2019. Sumber pendanaan DBH ini berasal

dari penghematan yang dilakukan oleh

masing-masing OPD mencapai 9%. Kondisi

ini menyebabkan pagu anggaran belanja

operasi hanya tumbuh 1,6% (yoy) pada tahun

2019. Sementara pagu anggaran belanja

modal tercatat menurun -5,5% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp1,9

triliun menjadi Rp1,79 triliun.

Komponen terbesar pagu anggaran belanja

pada APBD Provinsi Sumatera Utara masih

berasal dari belanja operasi yang mencapai

pangsa 84,46% dari total anggaran belanja

atau sebesar Rp9,89 triliun. Kenaikan

tertinggi komponen anggaran belanja operasi

didorong oleh peningkatan pada komponen

belanja barang dan jasa yang tumbuh 22,5%

(yoy).

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara

2.2 Realisasi APBD Triwulan I

2019

2.2.1 Realisasi Pendapatan Triwulan

I 2019

Realisasi pendapatan APBD pada triwulan

I 2019 sedikit lebih rendah dibandingkan

tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

triwulan I 2019 mencapai 20,2% dari target

atau sebesar Rp3,09 triliun. Pencapaian ini

12 Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya

yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik Daerah. 13 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset

tetap Daerah dan jasa giro.

KEUANGAN PEMERINTAH

41

sedikit lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya yang mencapai 21,9% meskipun

secara nominal masih lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar

Rp2,85 triliun.

Penurunan realisasi penerimaan terjadi pada

realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Pendapatan Transfer. Kondisi ini diperkirakan

merupakan dampak kondisi dunia usaha dan

investasi yang masih terbatas menjelang

Pilpres dan Pileg, yang menyebabkan dasar

pengenaan pajak belum optimal. Hal ini

terlihat dari realisasi PAD secara nominal

yang juga menurun sebesar -3,0% (yoy)

dibandingkan realisasi PAD pada tahun

triwulan I 2018. Adapun target PAD pada

tahun 2019 sebesar Rp7,5 triliun atau

meningkat sebesar 32,3% (yoy) dibandingkan

target tahun 2018.

Realisasi Pendapatan Transfer merupakan

penyumbang utama PAD Provinsi Sumatera

Utara (pangsa realisasi sebesar 56,2%) pada

triwulan I 2019. Meskipun demikian, realisasi

pendapatan pajak daerah lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya dari 24,1%

pada triwulan I 2018 menjadi 22,5% pada

triwulan I 2019.

Sejalan dengan Pendapatan Transfer, realisasi

penerimaan PAD pada triwulan laporan juga

mengalami perlambatan. Realisasi PAD pada

triwulan I 2019 tercatat 17,9%, lebih rendah

dari periode yang sama tahun lalu sebesar

19,0%. Realisasi pendapatan pajak daerah

Provinsi Sumatera Utara utamanya masih

ditopang oleh Pajak Kendaraan Bermotor

(PKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor, Pajak Air Permukaan Umum

(APU), pajak Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor (BBNKB). Beberapa strategi yang

diterapkan untuk meningkatkan pendapatan

pajak daerah yaitu sensus kendaraan

bermotor, peningkatan layanan pembayaran

PKB melalui implementasi e-Samsat, Samsat

Masuk Kampung, serta insentif berupa diskon

denda untuk menarik minat masyarakat

membayar pajak.

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan I 2019

2.2.2 Realisasi Belanja APBD

Triwulan I 2019

Realisasi belanja dan transfer Provinsi

Sumatera Utara triwulan I 2019 meningkat

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Realisasi belanja Provinsi

Sumatera Utara pada triwulan I 2019

mencapai Rp2,1 triliun atau 13,57% dari

pagu anggaran. Realisasi anggaran belanja

dan transfer meningkat dibandingkan realisasi

triwulan I 2018 yang mencapai 9,24%.

Secara umum peningkatan realisasi anggaran

didorong oleh peningkatan realisasi transfer

ditengah realisasi belanja yang tercatat

menurun.

Realisasi transfer meningkat signifikan bila

dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Realisasi transfer triwulan I 2019

mencapai 38,89%, sangat signifikan

dibandingkan triwulan I 2018 yang belum

mencatatkan realisasi (0%). Besarnya realisasi

pendapatan transfer pada triwulan laporan

didorong oleh pembayaran utang Dana Bagi

Hasil (DBH) kepada Pemerintah Kabupaten

Kota yang merupakan akumulasi DBH sejak

2014-2016 dengan total Rp1,48 triliun.

Pembayaran dilakukan secara bertahap dari

23 Januari hingga 27 Februari 2019.

Sementara penurunan realisasi belanja

bersumber dari penurunan realisasi belanja

operasi. Komponen realisasi belanja operasi

dan belanja barang dan jasa yang relatif stabil

dibandingkan tahun sebelumnya adalah

belanja pegawai yang mana merupakan

pembayaran rutin. Realisasi belanja pegawai

KEUANGAN PEMERINTAH

42

tercatat sebesar 16,12%, relatif sama dari

tahun sebelumnya sebesar 16,95%. Begitu

juga dengan realisasi belanja barang dan jasa

sebesar 0,77%, relatif sama dibandingkan

triwulan I 2018 sebesar 0,75%. Sementara

realisasi belanja hibah belum mencatatkan

realisasi, sementara periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar

18,74%.

Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara

PENDAPATAN 13,037.5 2,854.5 21.9% 15,327.8 3,099.5 20.2%

PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,732.4 1,091.5 19.0% 7,583.8 1,356.6 17.9%

Pendapatan Pajak Daerah 5,214.9 1,041.1 20.0% 6,087.4 1,031.6 16.9%

Pendapatan Retribusi Daerah 37.6 6.8 18.2% 36.7 9.9 26.9%

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan318.4 4.6 1.4% 612.2 283.9 46.4%

Lain-lain PAD yang Sah 161.5 39.0 24.1% 847.6 31.2 3.7%

PENDAPATAN TRANSFER 7,295.6 1,761.0 24.1% 7,736.1 1,741.0 22.5%

Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 7,295.6 1,761.0 24.1% 7,736.1 1,741.0 22.5%

- Dana Bagi Hasil Pajak 530.3 95.0 17.9% 467.4 76.8 16.4%

- Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 53.9 10.0 18.5% 83.2 15.6 18.7%

- Dana Alokasi Umum 2,629.2 876.4 33.3% 2,713.8 904.6 33.3%

- Dana Alokasi Khusus 4,082.1 779.7 19.1% 4,471.7 744.1 16.6%

Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.0 0.0

- Dana Penyesuaian 0.0 0.0

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 9.5 2.0 20.9% 7.9 2.0 24.9%

- Pendapatan Hibah 9.5 2.0 20.9% 7.9 2.0 24.9%

- Pendapatan Lainnya

Realisasi Tw I

(miliar Rp) % Realisasi

APBD

(miliar Rp)

Realisasi Tw I

(miliar Rp)

URAIAN

2018 2019

% Realisasi

APBD

(miliar Rp)

BELANJA 11,700.89 1,281.04 10.95% 11,718.27 620.95 5.30%

BELANJA OPERASI 9,736.42 1,281.04 13.16% 9,896.90 613.24 6.20%

-Belanja Pegawai 3,435.91 582.34 16.95% 3,647.43 587.93 16.12%

-Belanja Barang dan Jasa 2,679.50 20.17 0.75% 3,281.27 25.31 0.77%

-Belanja Hibah 3,621.01 678.53 18.74% 2,968.20 0.00 0.00%

-Belanja Bantuan Sosial 0.00 0.00 0.00% 0.00 0.00 0.00%

-Bantuan Keuangan 0.00 0.00 0.00% 0.00 0.00 0.00%

BELANJA MODAL 1,900.47 0.00 0.00% 1,796.37 0.31 0.02%

-Belanja Modal Tanah 36.35 0.00 0.00% 44.71 0.00 0.00%

-Belanja Modal Peralatan dan Mesin 322.45 0.00 0.00% 403.79 0.25 0.06%

-Belanja Modal Gedung dan Bangunan 305.69 0.00 0.00% 327.83 0.00 0.00%

-Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan 1,117.33 0.00 0.00% 873.36 0.00 0.00%

-Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 118.65 0.00 0.00% 146.68 0.06 0.04%

BELANJA TAK TERDUGA 64.00 0.00 0.00% 25.00 7.40 29.61%

-Belanja Tak Terduga 64.00 0.00 0.00% 25.00 7.40 29.61%

TRANSFER 2,166.65 0.00 0.00% 3,825.64 1,487.75 38.89%

TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 1,577.21 0.00 0.00% 3,818.40 1,487.75 38.96%

TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 589.44 0.00 0.00% 7.24 0.00 0.00%

JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 13,867.54 1,281.04 9.24% 15,543.91 2,108.70 13.57%

APBD

(miliar Rp)

Realisasi Tw I

(miliar Rp)

URAIAN

2018 2019

% Realisasi

APBD

(miliar Rp)

Realisasi Tw I

(miliar Rp) % Realisasi

KEUANGAN PEMERINTAH

43

Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan I 2018

Pada triwulan I 2019 realisasi belanja

modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

relatif sama dibandingkan tahun

sebelumnya, belum terdapat realisasi.

Secara umum kendala rendahnya penyerapan

belanja modal disebabkan proses pengadaan

yang membutuhkan waktu persiapan

administrasi yang cukup. Selain itu anggaran

belanja modal umumnya baru dapat

direalisasikan jika pelaksanaan proyek telah

diselesaikan hingga batasan tertentu. Faktor-

faktor tersebut menyebankan realisasi

anggaran belanja modal pada triwulan

laporan belum optimal.

2.3 Efisiensi APBN Provinsi

Sumatera Utara 2019

Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.7 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Belanja

Secara keseluruhan, struktur APBN di

Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019

mengalami penurunan sejalan dengan

telah selesainya beberapa proyek prioritas

nasional. Pada tahun 2019, pagu belanja

pemerintah pusat di Sumatera Utara

mengalami penurunan, namun di sisi lain

transfer ke daerah dalam bentuk DAK Fisik

dan dana desa tercatat meningkat. Penurunan

pagu APBN tercatat mencapai -8.8% (yoy)

dari sebelumnya Rp31,1 triliun menjadi

Rp30,0 triliun. Penurunan pagu bersumber

dari penurunan anggaran belanja baik

belanja pegawai, barang maupun modal.

Di sisi lain, Pemerintah Pusat meningkatkan

anggaran transfer ke daerah melalui DAK

Fisik dan dana desa. Peningkatan transfer ke

daerah diharapkan berdampak optimal

terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif

dan kesejahteraan masyarakat desa. Pagu

DAK Fisik APBN tercatat meningkat 11,1%

(yoy) dari sebelumnya sebesar Rp3,2 triliun

menjadi Rp3,6 triliun. Sementara dana desa

mengalami kenaikan sebesar 14,8% (yoy)

dari Rp3,8 triliun menjadi Rp4,4 triliun.

Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.8 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi

APBN Provinsi Sumatera Utara ini

dialokasikan pada 47 Dinas/Kementerian/

Lembaga terkait yang terbagi kedalam 11

fungsi. Sejalan dengan target Pemerintah di

bidang pariwisata terkait jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara,

Pemerintah Pusat meningkatkan alokasi

belanja di bidang Pariwisata dan Budaya.

Peningkatan pagu di bidang Pariwisata dan

Budaya mencapai 162,4% (yoy) dari Rp76,0

triliun pada tahun 2018 menjadi Rp200

triliun pada tahun 2019. Di sisi lain

Pemerintah juga tetap berupaya

memeprtahankan kelestarian lingkungan.

KEUANGAN PEMERINTAH

44

Pada tahun 2019 Pemerintah juga

meningkatkan alokasi belanja APBN untuk

fungsi Lingkungan Hidup dari Rp559 miliar

menjadi Rp814 miliar atau meningkat sebesar

45,5% (yoy).

2.3.1 Realisasi Pendapatan APBN

Provinsi Sumatera Triwulan I

Masih Terbatas

Realisasi pendapatan APBN masih lebih

rendah dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

APBN triwulan I 2019 sebesar Rp3,13 triliun,

menurun jika dibandingkan realisasi periode

yang sama pada tahun sebelumnya yang

mencapai Rp4,48 triliun. Penerimaan

perpajakan masih merupakan sumber

pendapatan triwulan I 2019 dengan

kontribusi sebesar Rp2,5 triliun atau 80,8%

dan total pendapatan negara. Realisasi

penerimaan terbesar kedua adalah

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

sebesar Rp399 miliar dan Pajak Perdagangan

Internasional sebesar Rp202,3 miliar.

Pada penerimaan pajak dalam negeri

triwulan I 2019, PPh Non Migas memberikan

kontribusi yang paling besar yaitu sebesar

Rp2,72 triliun dari total penerimaan pajak

dalam negeri di Sumatera Utara. Kontributor

terbesar berikutnya adalah cukai sebesar

Rp32,4 miliar. Sementara itu Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) pada triwulan

laporan mencatatakan nilai minus Rp286

miliar yang disebabkan adanya pembayaran

SPM-KP (SPM kelebihan pajak) untuk PPN

(Restitusi PPN).

Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.8 Pangsa Penerimaan APBN

Jika dibandingkan dengan periode yang sama

pada tahun sebelumnya, penerimaan pajak

dalam negeri di Sumatera Utara triwulan I

2019 menurun sebesar 42,7% dari tahun

2018. Sumber penurunan berasal dari

realisasi PPN yang mencatatakan nilai minus

Rp286 miliar seperti dijelaskan sebelumnya.

Untuk penerimaan pajak perdagangan

internasional, bea masuk memberikan

kontribusi yang paling besar yaitu sebesar

Rp197,2 miliar atau 97,5% dari total

penerimaan pajak perdagangan internasional.

Sedangkan penerimaan bea keluar hanya

memberikan kontribusi sebesar Rp5,1 miliar

atau 2,5% dari total penerimaan pajak

perdagangan internasional.

Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.9 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah (APBN)

2.3.2 Realisasi Belanja APBN

Meningkat pada Triwulan I

Secara umum, realisasi belanja APBN di

Sumatera Utara meningkat dibandingkan

realisasi periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada

triwulan I 2019 sebesar 12,0% dari target,

lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

pada tahun sebelumnya sebesar 10,6% dari

target. Berdasarkan jenis belanja, realisasi

tertinggi bersumber dari pos belanja pegawai

(20,6%), belanja barang (12,9%) dan dana

desa (12,8%). Hal ini sejalan dengan

semangat pemerintah untuk meningkatkan

transfer ke daerah dan kesejahteraan

masyarakat, khususnya di pedesaan. Realisasi

KEUANGAN PEMERINTAH

45

dana desa pada triwulan I 2019 mencapai

Rp572 miliar.

Sumber: Kanwil DJPBN Provinsi Sumatera Utara, diolah

Grafik 2.10 Realisasi Belanja APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja

Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja

APBN pada triwulan I 2019 tertinggi berasal

dari fungsi Ketertiban dan Keamanan.

Realisasi fungsi tersebut mencapai Rp769

miliar atau sebesar 23,2% dari pagu.

Tingginya realisasi ini diperkirakan

merupakan dampak persiapan

penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang yang

dilaksanakan pada awal April. Adapun secara

nominal, realisasi APBN terbesar berdasarkan

fungsi masih berasal dari fungsi Pelayanan

Umum yang mencapai Rp862 miliar atau

mencapai 8,5% dari pagu.

Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja

Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi

Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara

Pagu Pagu

Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %

Belanja Pegawai 8,540 1,466 17.2% 7,786 1,601 20.6%

Belanja Barang 9,192 820 8.9% 7,998 1,029 12.9%

Belanja Modal 6,265 442 7.1% 6,141 395 6.4%

Belanja Bantuan Sosial 22 0 1.5% 29 1 1.8%

Dana Alokasi Khusus Fisik 3,252 - 0.0% 3,613 - 0.0%

Dana Desa 3,880 568 14.7% 4,452 572 12.8%

Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%

Uraian

2018 2019

Realisasi Tw I Realisasi Tw I

Pagu Pagu

Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %

Pelayanan Umum 10,164 740 7.3% 10,181 862 8.5%

Pertahanan 2,697 489 18.1% 2,641 576 21.8%

Ketertiban dan Keamanan 3,514 669 19.0% 3,314 769 23.2%

Ekonomi 7,536 620 8.2% 6,691 534 8.0%

Lingkungan Hidup 559 48 8.7% 814 79 9.7%

Perumahan dan Fasilitas Umum 674 37 5.5% 527 21 3.9%

Kesehatan 1,170 66 5.6% 1,070 72 6.7%

Pariwisata dan Budaya 76 3 3.8% 200 25 12.8%

Agama 386 56 14.4% 392 62 15.7%

Pendidikan 4,330 566 13.1% 4,145 595 14.4%

Perlindungan Sosial 45 3 6.9% 45 3 5.9%

Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%

Uraian

2018 2019

Realisasi Tw I Realisasi Tw I

KEUANGAN PEMERINTAH

46

Tabel 2.5 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Wewenang

Sumber: Kanwil DJPbN Provinsi Sumatera Utara

Pagu Pagu

Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %

Kantor Pusat 6,572 545 8.3% 6,051 464 7.7%

Kantor Daerah 16,614 2,143 12.9% 15,356 2,531 16.5%

Dekonsentrasi 338 36 10.5% 288 25 8.5%

Tugas Pembantuan 494 5 1.0% 259 6 2.2%

Desentralisasi 7,131 568 8.0% 8,065 572 7.1%

Total 31,150 3,297 10.6% 30,019 3,597 12.0%

Uraian

2018 2019

Realisasi Tw I Realisasi Tw I

KEUANGAN PEMERINTAH

47

BOKS 2 : Inovasi dan Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah

dalam Mendorong Pertumbuhan dan Transformasi Digital

Di era modern ini, integrasi perekonomian dengan keuangan digital terus berkembang.

Pemerintah bersama Bank Indonesia, pelaku usaha, dan stakeholders terkait lainnya terus

berkoordinasi untuk mendorong penggunaan teknologi dalam kegiatan ekonomi, seperti melalui

bantuan sosial non tunai, transaksi Pemerintah Daerah (Pemda), dan elektronifikasi transportasi.

Penguatan elektronfikasi di berbagai bidang dapat mendukung keuangan inklusif, kesehatan fiskal,

dan efisiensi ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi dapat lebih kuat, seimbang, inklusif dan

berkelanjutan.

Bantuan Sosial Nontunai

Sejak berlakunya Perpres No 63/2017, penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan

(PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) telah disalurkan secara nontunai. Di tahun 2019,

Pemerintah Pusat berencana untuk memperluas bantuan sosial nontunai (bansos nontunai) untuk

mempercepat penanggulangan kemiskinan. Provinsi Sumatera Utara sendiri akan mendapatkan

tambahan sebanyak 313.758 KPM BPNT dengan total nominal mencapai Rp34,51 miliar.

Di satu sisi, perluasan bansos nontunai masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan. Pertama,

penerima bantuan kurang memahami penggunaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) serta keamanan

(Personal Identification Number) PIN. Dari sisi infrastruktur, jumlah mesin (Electronic Data Capture)

EDC di daerah perluasan masih minim dan sebagian KPM berada di pedalaman yang belum

terjangkau piranti komunikasi penerima sinyal. Selain itu, penggunaan teknologi masih sebatas EDC

kepada e-waroeng, sementara pencatatan stok dan transaksi dilakukan secara manual.

Perluasan penyaluran bansos nontunai perlu terus didukung karena dapat memberikan

dampak positif terhadap perekonomian. Di tahun 2018, penyaluran bansos nontunai sebesar Rp980

miliar memberikan dampak 0,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Untuk itu,

diperlukan peran seluruh pihak dalam rangka mendukung program perluasan bansos nontunai.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya: 1) edukasi dan sosialisasi yang masif secara

berkala terkait penggunaan kartu KKS; 2) mapping lokasi yang belum terakses melalui perluasan Agen

LKD; dan 3) penggunaan teknologi e-kasir dan barcode untuk mendukung pencatatan stok dan

transaksi secara elektronik.

Elektronifikasi Transaksi Pemda

Secara umum, tingkat implementasi elektronifikasi Pemda Sumatera Utara sudah cukup baik,

tercermin pada tingkat elektronifikasi penerimaan sebesar 85% dan belanja sebesar 97%. Selain itu,

penerapan SP2D Online di tingkat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

mencapai 77%. Namun demikian, penerapan aturan baik di Pemerintah Provinsi maupun 33

Suplemen 2

KEUANGAN PEMERINTAH 48

Pemerintah Kabupaten/Kota masih rendah, yaitu 53%. Selain itu, Derajat Otonomi Fiskal (DOF) di

tahun 2019 masih sebesar 49,5% menunjukkan kesehatan fiskal di Provinsi Sumatera Utara14 masih

dapat ditingkatkan.

Terdapat beberapa hal yang dapat disempurnakan, sehingga elektronifikasi transaksi Pemda

dapat mendukung kesehatan fiskal. Pertama, data dan informasi keuangan belum terintegrasi dengan

basis data, sehingga mempersulit perumusan kebijakan keuangan daerah yang relevan. Dari sisi

infrastruktur, persebaran Anjungan Tunai Mandiri (ATM) belum merata dan masih terdapat blank spot

jaringan dan keterbatasan sarana fiber optic. Selain itu, sarana dan prasarana teknologi informasi di

Pemda serta Bank Pembangunan Daerah belum memadai. Dari sisi ketentuan, hanya 17 dari 34

Pemda yang memiliki regulasi elektronifikasi, sementara regulasi yang diterbitkan masih berupa

instruksi Bupati/Walikota.

Dalam rangka mendorong implementasi elektronifikasi Pemda, dibutuhkan standar tahapan,

sistem keuangan, dan kriteria pencapaian secara detil. Lebih lanjut, dapat dilakukan penyusunan

Perda elektronifikasi yang meliputi roadmap, instrumen, dan kanal sesuai dengan standar. Selain itu,

diperlukan peningkatan awareness ASN dalam penggunaan transaksi nontunai, seperti melalui

Training for Trainers. Dari segi infrastruktur dan teknologi, penguatan jaringan telekomunikasi dan

pengembangan produk CMS menjadi sangat penting.

Elektronifikasi Transportasi

Potensi implementasi elektronifikasi transportasi di Sumatera Utara sangat besar sejalan

dengan beragamnya jenis layanan moda transportasi yang ada. Dari seluruh jenis transportasi, hanya

kereta api Bandara Kualanamu yang memiliki tingkat elektronifikasi hingga 100%. Sementara itu,

kereta api antarkota, angkutan darat dalamkota, antarkota, dan antarprovinsi masih belum

terelektronifikasi. Di sisi lain, penetrasi elektronifikasi transaksi jalan tol di Sumatera Utara sudah di

atas 90%.

Implementasi program integrasi elektronifikasi transportasi di Sumatera Utara didukung oleh

ketersediaan data, layanan yang terintegrasi, dan pesatnya perkembangan layanan transportasi

online. Namun, pemahaman pengusaha transportasi dan masyarakat untuk melakukan transaksi

nontunai masih rendah sementara intensi Pemda untuk mendukung elektronifikasi transportasi

minim. Selain itu, infrastruktur pendukung pembayaran nontunai pada moda transportasi angkutan

darat sangat kurang memadai.

Ke depan, dibutuhkan sosialisasi kepada pengusaha transportasi tentang elektronifikasi di

lingkungan transportasi, seperti dampak terhadap efisiensi cash handling serta berkurangnya risiko

fraud. Selain itu, edukasi manfaat elektronifikasi transportasi kepada masyarakat juga perlu

14 Rasio PAD Provinsi Sumatera Utara terhadap Total Pendapatan Provinsi Sumatera Utara

KEUANGAN PEMERINTAH

49

digalakkan. Dari sisi regulasi, penyusunan Perda mengenai kewajiban penggunaan nontunai pada

moda transportasi dapat mendorong ekosistem nontunai di sektor transportasi. Di sisi lain, operator

sistem pembayaran dan operator jasa transportasi dapat terus berkoordinasi dalam rangka

mempersiapkan infrastruktruktur.

Dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata Sumatera Utara dari sisi amenitas,

integrasi moda transportasi dapat diimplementasikan di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional

(KSPN) Danau Toba. Rute yang dapat diintegrasikan adalah Bandara Silangit ke Parapat (Damri)

Parapat ke P. Samosir (KMP Ihan Batak) Wisata Keliling P. Samosir (Minibus Samosir). Hal ini dapat

dimulai dengan pembentukan Badan Pengelola Transportasi Danau Toba di bawah koordinasi

BPODT dan dilanjutkan dengan pembangunan kelengkapan infrastruktur pendukung transportasi.

Kemudian, dapat dilakukan pengenalan tiket terusan dan round trip serta elektronifikasi pembayaran

tiket.

KEUANGAN PEMERINTAH

50

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

51

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Inflasi Sumatera Utara pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan periode sebelumnya.

Realisasi inflasi triwulan I 2019 sebesar 1,05% (yoy). Kelompok Bahan Makanan menjadi andil

penyumbang deflasi tahunan pada triwulan I 2019. Memasuki bulan April, tekanan inflasi

kembali meningkat jauh diatas rata-rata historis. Ke depan, inflasi pada triwulan II 2019

diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan masuknya

bulan Ramadhan dan HBKN Idul Fitri.

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

52

3.1 Meredanya Tekanan Inflasi

Triwulan I 2019

Inflasi Sumatera Utara triwulan I 2019

tercatat lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang didorong oleh deflasi

kelompok Bahan Makanan. Inflasi triwulan I

2019 sebesar 1,05% (yoy), mengalami

penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya 1,23% (yoy). Laju inflasi tahunan

Sumatera Utara tercatat lebih rendah

dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat

2,48% (yoy) dan Sumatera yang mencapai

1,67% (yoy).

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional

Penurunan tekanan inflasi tahunan tersebut

terutama disumbangkan oleh kelompok

Bahan Makanan yang memberikan andil

inflasi tahunan mencapai -1,21% (yoy).

Penurunan inflasi kelompok bahan makanan

terutama disebabkan melimpahnya pasokan

sub kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai

merah sejalan dengan masih berlangsungnya

panen raya, yang juga terjadi pada provinsi

lain penghasil cabai merah seperti Sumatera

Barat dan Aceh.

Laju inflasi bulanan pada triwulan II 2019

mengalami peningkatan dengan realisasi

bulan April 2019 yang berbeda dari

historisnya. Peningkatan tekanan inflasi pada

April 2019 juga masih bersumber dari cabai

merah sejalan dengan penurunan pasokan

dari sentra-sentra produksi.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara

Secara spasial, hampir seluruh kota sampel

inflasi di Sumatera Utara mencatatkan

penurunan tekanan. Peningkatan terjadi pada

kota Padangsidimpuan. Penurunan inflasi

tahunan terdalam dicatatkan oleh kota

Sibolga dari 2,86% (yoy) pada triwulan IV

2018 menjadi 0,78% (yoy) pada triwulan

laporan. Sementara penurunan terkecil terjadi

di kota Medan dari 1,00% (yoy) menjadi

0,87% (yoy). Sama dengan periode

sebelumnya, komoditas utama yang

memberikan andil penurunan inflasi di

seluruh kota sampel inflasi adalah cabai

merah.

Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)

Angkutan Udara 0.350 Kemeja Pendek Katun 0.024 Cabai Merah 0.400

Kembung/Gembung 0.048 Pasta Gigi 0.024 Bawang Merah 0.085

Upah Pembantu RT 0.030 Upah Pembantu RT 0.022 Tomat Buah 0.026

Dencis 0.025 Celana Panjang Jeans 0.018 Bawang Putih 0.022

Emas Perhiasan 0.024 Sewa Rumah 0.018 Baju Kaos Berkerah 0.020

Januari Februari Maret

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 53

Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah

3.2 Kelompok Bahan Makanan

Menjadi Penahan Laju

Inflasi

Ditinjau berdasarkan kelompoknya,

penurunan laju inflasi tahunan pada

triwulan I 2019 dicatatkan oleh kelompok

Bahan Makanan dan Makanan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau. Sementara

itu 6 (enam) kelompok lainnya mencatatkan

peningkatan laju inflasi dibandingkan

triwulan sebelumnya. Kelompok Bahan

Makanan mencatatkan penurunan laju inflasi

tahunan terbesar, dengan deflasi sebesar -

4,74% (yoy) pada triwulan laporan, lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat -3,75% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut, kelompok Bahan

Makanan juga mencatatakan andil penurunan

inflasi tahunan terbesar dibandingkan

kelompok komoditas lainnya, dengan

kontribusi inflasi mencapai -1,21% (yoy),

lebih besar dibandingkan andil inflasi pada

triwulan IV 2018 sebesar -0,97% (yoy).

Sementara itu kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau mencatatkan

penurunan laju inflasi pada triwulan I 2019

mencapai 2,91% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat 3,73% (yoy). Adapun andil inflasi

tahunan kelompok Makanan Jadi, Minuman,

Rokok & Tembakau pada triwulan I 2019

adalah sebesar 0,48% (yoy).

15 Dinas Ketahanan Pangan Sumatera Utara

3.2.1 Deflasi Kelompok Bahan

Makanan Lebih Dalam

Kelompok Bahan Makanan memberikan

andil penurunan inflasi terbesar pada

triwulan I 2019. Kelompok Bahan Makanan

mencatatkan deflasi -4,74% (yoy) pada

triwulan laporan, lebih dalam dibandingkan

realisasi pada triwulan sebelumnya yang

tercatat -3,75% (yoy). Penurunan laju inflasi

tertinggi pada kelompok ini dicatatkan oleh

subkelompok Bumbu-bumbuan. Dengan

bobot yang cukup besar pada pola konsumsi

masyarakat Sumatera Utara (mencapai 3%),

subkelompok ini memberikan andil

penurunan terbesar pada inflasi Sumatera

Utara dengan andil mencapai -1,70% (yoy).

Komoditas strategis yang memiliki bobot

konsumsi yang besar serta volatilitas yang

tinggi terhadap inflasi Sumatera Utara adalah

Cabai Merah dan Bawang Merah. Komoditas

Cabai Merah pada tahun 2018 mencatatkan

deflasi -50,77% (yoy), lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya yang

mencatatkan deflasi -44,37% (yoy).

Penurunan inflasi Cabai Merah merupakan

dampak masih cukup tingginya pasokan

sehubungan dengan periode panen raya yang

masih berlangsung pada beberapa sentra

Cabai Merah di Sumatera Utara maupun

provinsi tetangga, seperti Aceh. Hal ini

tercermin oleh data perkiraan produksi cabai

merah15 Sumatera Utara triwulan I 2019 yang

meningkat 63% dibandingkan triuwlan

sebelumnya.

Di sisi lain, komoditas Bawang Merah

mencatatkan inflasi tahunan sebesar 21,50%

Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)

Cabai Merah -0.498 Cabai Merah -0.184 Angkutan Udara -0.097

Bensin -0.053 Daging Ayam Ras -0.075 Dencis -0.074

Jeruk -0.017 Bawang Merah -0.067 Tongkol/Ambu-ambu -0.031

Tomat Buah -0.015 Bensin -0.025 Beras -0.023

Celana Panjang Jeans -0.010 Tomat Buah -0.020 Bayam -0.022

Januari Februari Maret

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

54

(yoy) sehingga memberikan andil inflasi

tahunan mencapai 0,11% (yoy). Kondisi ini

ditengarai disebabkan oleh pasokan yang

menurun seiring telah berlalunya masa panen

di daerah Jawa, mengingat kondisi kebutuhan

bawang merah tahunan yang sebagian masih

dipasok dari daerah lain.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan

3.2.2 Penurunan Laju Inflasi

Kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau

Laju inflasi kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau mengalami

penurunan dari tahun sebelumnya, dari

3,73% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi

2,91% (yoy) pada triwulan laporan. Sehingga

secara keseluruhan kelompok ini

memberikan andil inflasi tahunan sebesar

0,48% (yoy). Kelompok Makanan Jadi

merupakan kelompok dengan bobot terbesar

keempat dalam pola konsumsi masyarakat

Sumatera Utara dengan bobot 17%.

Penurunan laju inflasi tahunan tertinggi

berasal dari subkelompok Makanan Jadi dari

4,56% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi 3,45% (yoy) pada triwulan laporan

dengan andil 0,18% (yoy). Selanjutnya

penurunan laju inflasi juga disumbangkan

oleh subkelompok Tembakau dan Minuman

Beralkohol dari 4,12% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi 3,41% (yoy) dengan

andil 0,21% (yoy). Sementara itu

subkelompok Minuman yang Tidak

Beralkohol di sisi lain mengalami

peningkatan laju inflasi, meskipun masih

mencatatkan deflasi pada triwulan I 2019.

Deflasi subkelompok Minuman yang Tidak

Beralkohol tercatat menurun dari -0,22%

(yoy) menjadi -0,10 pada triwulan laporan.

Komoditas yang menjadi kontributor

peningkatan inflasi pada subkelompok ini

adalah Gula Pasir, meskipun masih tercatat

deflasi. Tekanan inflasi Gula Pasir meningkat

dari -4,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi -3,52% (yoy) pada triwulan laporan,

sehingga memberikan andil inflasi sebesar -

0,02% (yoy).

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Menjadi Pendorong Tekanan

Inflasi

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan

Bahan Bakar merupakan kelompok yang

menjadi kontributor peningkatan laju

inflasi tahunan Sumatera. Kelompok ini

mengalami peningkatan laju inflasi tahunan

dari 2,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya

menjadi 2,55% (yoy) pada triwulan laporan.

Dengan perkembangan tersebut, kelompok

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

memberikan andil inflasi 0,59% (yoy).

Peningkatan laju inflasi kelompok ini

terutama bersumber dari subkelompok Bahan

Bakar, Penerangan dan Air serta

subkelompok Penyelenggaraan Rumah

Tangga.

Pada triwulan I 2019 subkelompok Bahan

Bakar, Penerangan dan Air mengalami deflasi

-0,30% (yoy), mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

55

mengalami deflasi mencapai -0,46% (yoy).

Komoditas Bahan Bakar Rumah Tangga

menjadi sumber utama peningkatan laju

inflasi dari triwulan sebelumnya yang

mengalami deflasi -2,43% (yoy) menjadi -

1,07% (yoy) pada triwulan laporan.

Sementara itu, subkelompok

Penyelenggaraan Rumah Tangga dengan

bobot 5% mengalami peningkatan laju inflasi

dari 6,21% (yoy) menjadi 6,98% (yoy).

Dengan perkembangan tersebut subkelompok

Penyelenggaraan Rumah Tangga memberikan

andil inflasi tahunan sebesar 0,33% (yoy).

Kenaikan subkelompok ini terutama

bersumber dari peningkatan Upah Pembantu

Rumah Tangga yang merupakan penyesuaian

tahunan berdasarkan UMP.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas

3.2.4 Peningkatan Laju Inflasi

Kelompok Transpor,

Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan mengalami kenaikan

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kelompok ini merupakan kelompok dengan

bobot terbesar ketiga (19%) pada pola

konsumsi masyarakat Sumatera Utara. Inflasi

kelompok ini pada triwulan I 2019 tercatat

4,17% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya mencapai 3,61% (yoy).

Bobot konsumsi masyarakat Sumatera Utara

terhadap aktivitas transportasi yang relatif

besar, turut mendorong laju inflasi tahunan

Sumatera Utara menjadi lebih tinggi. Bobot

subkelompok Transporasi sendiri mencapai

14% dari total pola konsumsi masyarakat

Sumatera Utara. Pada triwulan laporan,

subkelompok Transportasi tercatat mengalami

inflasi 5,00% (yoy) meningkat signifikan

dibandingkan triwulan IV 2018 sebesar

4,42% (yoy). Dengan realisasi tersebut,

subkelompok ini memberikan andil inflasi

tahunan mencapai 0,66% (yoy) sehingga

menjadi kontributor utama peningkatan laju

inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan. Peningkatan laju inflasi pada

subkelompok Transpor utamanya bersumber

dari inflasi tarif Angkutan Udara yang

mencatatkan inflasi tahunan sebesar 64,66%

(yoy). Dengan perkembangan tersebut,

komoditas Angkutan Udara memberikan

andil inflasi mencapai 0,50% (yoy).

Berdasarkan keterangan Kementerian

Perhubungan peningkatan tarif Angkutan

Udara lebih disebabkan normalisasi harga

karena selama ini terjadi perang harga di

antara maskapai. Kondisi ini terpaksa harus

diakhiri oleh maskapai karena terkait dengan

kenaikan biaya produksi, salah satunya oleh

harga avtur yang sudah naik sejak awal tahun

2018. Kondisi ini juga berdampak kepada

penurunan jumlah penumpang serta kenikan

biaya logistik, khususnya jasa pengiriman

paket domestik.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.3 Inflasi Spasial Mereda

Kota-kota pantauan inflasi yang disurvei

oleh BPS di Sumatera Utara mencatatkan

penurunan inflasi, kecuali kota

Padangsidimpuan. Dibandingkan dengan

trwulan IV 2018, inflasi pada kuartal pertama

2019 di kota-kota sampel inflasi seluruhnya

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

56

mencatatkan perkembangan yang seragam,

yakni penurunan laju inflasi, kecuali kota

Padangsidimpuan. Penurunan laju inflasi

tertinggi terjadi di kota Sibolga yang

mengalami penurunan dari 2,86% (yoy) pada

triwulan sebelumnya menjadi 0,78% (yoy)

pada triwulan I 2019. Kota berikutnya dengan

penurunan tertinggi adalah Pematangsiantar,

yakni dari 2,15% (yoy) menjadi 2,00% (yoy)

pada triwulan laporan. Selanjutnya, kota

Medan juga mencatatkan penurunan inflasi

dari 1,00% (yoy) menjadi 0,87% (yoy) pada

triwulan I 2019. Dengan bobot inflasi

terbesar di Sumatera Utara, Kota Medan

memberikan dampak penahan laju inflasi

Sumatera Utara secara keseluruhan. Di sisi

lain, kota Padangsidimpuan mencatatkan

peningkatan inflasi dari 2,22% (yoy) pada

triwulan IV 2018 menjadi 2,46% (yoy) pada

triwulan I 2019.

Ditinjau dari kelompoknya, secara umum

kota pantauan inflasi di Sumatera Utara

mengalami penurunan inflasi tertinggi pada

kelompok Bahan Makanan. Sebanyak 3 (tiga)

kota pantauan inflasi mencatatkan deflasi

pada kelompok Bahan Makanan. Deflasi

tertinggi pada kelompok Bahan Makanan

terjadi pada kota Medan dengan deflasi

sebesar -5,71% (yoy).

3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber

Penahan Inflasi Sumatera Utara

Pada kuartal pertama tahun 2019, Kota

Medan memberikan andil terbesar bagi

penurunan inflasi Provinsi Sumatera Utara.

Inflasi Kota Medan pada triwulan I 2019

tercatat 0,87% (yoy), lebih rendah dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,00% (yoy).

Penurunan laju inflasi tertinggi di Kota Medan

bersumber dari kelompok Bahan Makanan.

Kelompok Bahan Makanan di Kota Medan

mencatatkan deflasi mencapai -5,71% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -

4,64% (yoy). Dengan begitu, kelompok

Bahan Makanan tercatat memberikan andil

inflasi tahunan -1,44% (yoy). Penurunan laju

inflasi kelompok ini utamanya disebabkan

oleh penurunan harga Cabai Merah,

sebagaimana juga terjadi pada kota pantauan

lainnya yang disebabkan oleh melimpahnya

pasokan sehubungan dengan periode panen

raya (lihat Bab 3.2).

Sementara itu, peningkatan laju inflasi

tertinggi di Kota Medan dicatatkan oleh

kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan dengan realisasi inflasi triwulan I

2019 sebesar 4,54% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai

3,69% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,

kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan memberikan sumbangan inflasi

terbesar di Kota Medan dengan andil inflasi

tahunan yang tercatat 0,86% (yoy), setara

dengan relisasi inflasi IHK. Peningkatan laju

inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh

meningkatnya inflasi Angkutan Udara yang

mengalami inflasi tahunan sebesar 64,66%

(yoy) dengan andil mencapai 0,50% (yoy).

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan

3.3.2 Penurunan Laju Inflasi Kota

Pematangsiantar

Selanjutnya Kota Pematangsiantar sebagai

kota dengan bobot inflasi terbesar kedua

setelah Kota Medan juga mencatatkan

penurunan inflasi. Pada triwulan I 2019,

kota Pematangsiantar mengalami inflasi

sebesar 2,00% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat 2,15% (yoy). Penurunan laju inflasi

tertinggi di Kota Pematangsiantar bersumber

dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

57

dan Bahan Bakar. Kelompok ini mencatatkan

inflasi mencapai 0,82% (yoy), lebih rendah

dibandingkan periode sebelumnya sebesar

1,42% (yoy). Berdasarkan kontribusinya,

kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan

Bahan Bakar memberikan andil inflasi

tahunan mencapai 0,17% (yoy). Penurunan

laju inflasi tahunan kelompok ini utamanya

disebabkan oleh penyesuaian harga Bahan

Bakar Rumah Tangga, khususnya harga LPG.

Sementara itu, peningkatan laju inflasi

tertinggi di Kota Pematangsiantar dicatatkan

oleh kelompok Kesehatan. Kelompok ini

mencatatkan realisasi inflasi yang tercatat

6,56% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 2,15% (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, kelompok

Kesehatan mencatatkan andil inflasi tahunan

mencapai 0,26% (yoy). Berdasarkan

komoditasnya, peningkatan inflasi kelompok

Kesehatan bersumber dari peningkatan tarif

Dokter Spesialis dan Tarif Rumah Sakit.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar

3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga

Menjadi Yang Terdalam

Sementara itu, Kota Sibolga sebagai kota

dengan bobot inflasi paling kecil

mencatatkan penurunan inflasi terendah.

Pada triwulan I 2019, kota Sibolga

mengalami inflasi sebesar 0,78% (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai 2,86% (yoy). Penurunan laju

inflasi tahunan kota Sibolga merupakan yang

terendah jika dibandingkan dengan kota

sampel inflasi lainnya di Sumatera Utara.

Penurunan laju inflasi tertinggi di Kota

Sibolga bersumber dari kelompok Bahan

Makanan, serupa dengan kondisi Kota

Medan. Kelompok ini mencatatkan deflasi

tahunan sebesar -5,84% (yoy), jauh lebih

rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang

tercatat -1,18% (yoy). Sehingga kelompok

Bahan Makanan memberikan andil deflasi

tahunan mencapai -1,91% (yoy), yang

menahan laju inflasi IHK cukup signifikan.

Penurunan laju inflasi tahunan kelompok ini

utamanya juga disebabkan oleh komoditas

cabai merah.

Sementara itu, peningkatan laju inflasi

tertinggi di Kota Sibolga dicatatkan oleh

kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas &

Bahan Bakar. Kelompok ini mencatatkan

realisasi inflasi sebesar 2,04% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat 1,33% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut, kelompok

Perumahan, Air, Listrik & Gas mencatatkan

andil inflasi tahunan mencapai 0,36% (yoy).

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga

3.3.4 Peningkatan Laju Inflasi Kota

Padangsidimpuan

Berbeda dengan inflasi kota pantauan

inflasi lainnya, Kota Padangsidimpuan

mencatatkan peningkatan tekanan inflasi.

Pada triwulan I 2019, kota Sibolga

mengalami inflasi sebesar 2,46% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat 2,22% (yoy).

Peningkatan laju inflasi tertinggi di Kota

Sibolga bersumber dari kelompok Bahan

Makanan. Meskipun kelompok ini masih

mencatatkan deflasi tahunan mencapai -

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

58

0,17% (yoy), namun realisasi ini jauh lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mengalami deflasi sebesar -1,92% (yoy).

Sehingga kelompok Bahan Makanan

memberikan andil inflasi tahunan mencapai -

0,05% (yoy). Peningkatan laju inflasi tahunan

kelompok ini utamanya didorong oleh inflasi

subkelompok Padi-padian, Umbi-umbian dan

Hasilnya.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan

Sementara itu, peningkatan laju inflasi

tertinggi di Kota Sibolga dicatatkan oleh

kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga. Kelompok ini mencatatkan

realisasi inflasi tahunan pada triwulan

laporan sebesar 3,24% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat 2,66% (yoy). Dengan perkembangan

tersebut, kelompok ini mencatatkan andil

inflasi tahunan mencapai 0,19% (yoy).

3.4 Tracking Inflasi

3.4.1 Inflasi April Meningkat

Berbeda dengan pola historisnya, inflasi

Sumatera Utara bulan April 2019

meningkat dibandingkan bulan

sebelumnya. Secara bulanan, realisasi inflasi

Sumatera Utara pada bulan April 2019

sebesar 1,23% (mtm). IHK Sumatera Utara

pada April 2019 meningkat tajam

dibandingkan bulan sebelumnya yang

tercatat 0,30% (mtm). Realisasi ini juga jauh

diatas historis rata rata inflasi April pada

tiga tahun terakhir, yaitu -0,51% (mtm). Laju

inflasi terutama bersumber dari kelompok

bahan makanan, kelompok makanan jadi,

dan kelompok transportasi.

Kelompok bahan makanan menjadi sumber

utama inflasi April. Kelompok bahan

makanan tercatat mengalami inflasi 4,58%

(mtm) sehingga memberikan kontribusi inflasi

mencapai 1,10% (mtm). Beberapa komoditas

bahan makanan yang menjadi penyumbang

inflasi utama antara lain cabai merah (0,84%,

mtm), bawang merah (0,12%, mtm), dan

bawang putih (0,08%, mtm).

Cabai merah menjadi komoditas yang

memberikan andil inflasi terbesar yaitu

mencapai 0,84% terhadap inflasi bulanan.

Kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh

penurunan produksi akibat berkurangnya

ketersediaan air pada musim kemarau. Selain

itu, 200 ha di Kecamatan Air Putih,

Kabupaten Batubara terserang penyakit akibat

tidak melakukan rotasi tanaman. Disamping

itu, Asosiasi Pedagang Cabai Merah Medan

menginformasikan bahwa produksi Sumatera

Utara mengalir ke Aceh karena keterbatasan

pasokan di daerahnya. Sementara pasokan di

Sumatera Utara tidak mampu memenuhi

kebutuhannya, sehingga pasokan diambil dari

daerah Jawa. Berdasarkan data Pusat

Informasi Pangan Strategis (PIHPS) didapat

informasi bahwa harga di pasar tradisional

pada April naik 50% dari harga rata-rata

Maret 2019 sebesar Rp20.900/kg, menjadi

Rp31.400/kg pada April 2019. Meski

demikian, kenaikan harga cabai merah

diindikasi merupakan proses normalisasi

pasca realisasi harga relatif rendah sejak

tahun 2018. Menguatkan hal ini, sebagai

gambaran, harga cabai merah pada bulan

Desember 2017 pernah mencapai

Rp46.650/kg dengan inflasi 3,2% (yoy).

Bawang merah dan bawang putih juga

menjadi penyumbang inflasi pada bulan

April dengan andil mencapai 0,12% (mtm)

dan 0,08% (mtm) terhadap inflasi bulanan.

Harga bawang putih mengalami kenaikan

akibat keterbatasan pasokan impor. Secara

nasional, terdapat dua dari tujuh importir

yang masih dalam proses perizinan. Sejalan

dengan hal itu, kenaikan harga bawang

merah juga didorong oleh pasokan yang

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

59

menurun di sentra produksi, Jawa Tengah.

Berdasarkan data Pusat Informasi Pangan

Strategis (PIHPS) harga bawang putih dan

bawang merah pada bulan April tercatat

Rp38.150/kg dan Rp36.100/kg, atau

meningkat masing masing tercatat 51,99%

dan 7,76% dari bulan sebelumnya.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.11 Disagregasi Inflasi April 2019

Kelompok Transpor dan Komunikasi, dan Jasa

Keuangan mencatatkan inflasi 0,20% (mtm).

Kenaikan inflasi pada kelompok ini

disumbang oleh kenaikan harga mobil

dengan andil 0,03% terhadap inflasi bulanan.

Kenaikan harga terjadi secara nasional

disebabkan oleh kenaikan Bea Balik Nama

(BBN). Sejalan dengan hal tersebut, terdapat

peningkatan laju inflasi pada komoditas

perbaikan ringan kendaraan yaitu menjadi

7,40% (mtm) dengan andil 0,01% terhadap

inflasi bulanan. Laju inflasi pada komoditas

angkutan udara juga mengalami peningkatan,

yaitu dari -7,01% (mtm) menjadi 0,14%

(mtm).

Selain itu, kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas, dan Bahan Bakar juga mengalami inflasi

0,10% (mtm) atau menyumbang 0,02%

terhadap inflasi bulanan. Penyebab utama

adalah tarif kontrak rumah (andil 0,06% mtm)

diprediksi disebabkan oleh kenaikan harga

barang barang bangunan dan pemeliharaan

rumah. Beberapa komoditas lain yang

menjadi penyumbang inflasi pada kelompok

ini adalah sewa rumah dan bahan bakar

rumah tangga dengan andil masing masing

mencapai 0,01% terhadap inflasi bulanan.

Secara tahunan, tekanan inflasi Sumatera

Utara pada bulan April 2019 meningkat.

Tekanan inflasi Sumatera Utara April 2019

tercatat 2,22% (yoy), meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya yang

tercatat 1,05% (yoy). Meskipun mengalami

peningkatan, inflasi tahunan Sumatera Utara

masih lebih rendah dibandingkan nasional

(2,83%;yoy). Kenaikan tekanan inflasi

terutama bersumber dari kelompok bahan

makanan dan sandang. Tekanan inflasi

kelompok bahan makanan meningkat dari -

4,74% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi

0,27% (yoy) dan diindikasikan kembali ke

pola normalnya. Deflasi cabai merah mulai

mereda dari -50,77% (yoy) menjadi -16,92%

(yoy). Berdasarkan pemantauan PIHPS, harga

cabai merah pada April 2019 masih 16%

dibawah harga April 2018 yang tercatat

Rp37.200/kg, mengindikasikan pasokan yang

mulai sesuai dengan kebutuhannya.

Kelompok lain yang mendorong inflasi

adalah sandang, meningkat dari 2,64% (yoy)

menjadi 3,96% (yoy) dengan andil 0,23%

terhadap inflasi tahunan.

3.4.2 Peningkatan Inflasi Triwulan II

2019

Tekanan inflasi Sumatera Utara pada

triwulan II 2019 diperkirakan meningkat

dari triwulan sebelumnya. Peningkatan ini

terutama didorong oleh tingginya permintaan

kebutuhan-kebutuhan pokok pada bulan

Ramadhan dan masa Lebaran. Disamping itu,

berlangsungnya Pilpres dan Pileg pada bulan

April 2019 diperkirakan memberikan dampak

tekanan inflasi, khususnya pada kelompok

inti. Peningkatan permintaan ini diprediksi

terjadi di komoditas-komoditas kelompok

bahan makan, kelompok makanan jadi, serta

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan.

Dari kelompok bahan makanan, pasokan

pangan dan hortikultura mulai menurun

seiring dengan selesainya periode panen raya

ditengah tingginya permintaan di Bulan

Ramadhan. Mempertimbangkan hal tersebut,

diperlukan kerjasama antara TPID Sumatera

Utara, Bulog, Satgas Pangan, serta SKPD

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

60

untuk menjaga harga-harga komoditas sejak

dari produsen hingga ke konsumen.

Pada triwulan II 2019, inflasi kelompok

makanan jadi diprediksi meningkat didorong

dengan kenaikan permintaan masyarakat

menjelang lebaran serta berlangsungnya

pesta demokrasi pada bulan April 2019. Hal

ini sejalan dengan daya beli masyarakat yang

cukup seiring dengan peningkatan UMP di

tahun 2019. Meskipun demikian, ekspektasi

inflasi masyarakat masih dapat terkelola

dengan baik. Sementara itu, tekanan inflasi

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan juga diperkirakan meningkat

sehubungan dengan kenaikan harga tiket

angkutan udara menjelang HBKN Idul Fitri.

3.5 Program Pengendalian

Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga kestabilan harga

dan pasokan bahan pangan strategis, TPID

Provinsi Sumatera Utara telah mendorong

berbagai kebijakan pada awal tahun 2019.

Dalam rapat koordinasi TPID Provinsi

Sumatera Utara pada awal tahun 2019

terdapat beberapa hal yang dibahas antara

lain sebagai berikut :

a) Menyikapi rendahnya harga cabai merah

yang terjadi akhir tahun 2018, TPID

Provinsi Sumatera Utara memandang

perlunya upaya agar harga cabai merah di

tingkat petani tidak hanya rendah namun

juga stabil. Hal ini mengingat apabila

harga cabai merah terlalu rendah, hal ini

tidak menyejahterakan petani. Oleh

sebab itu TPID Provinsi Sumatera Utara

dapat belajar dari Kabupaten Humbang

Hasundutan yang telah menerapkan kerja

sama antara Pemda melalui BUMD

Pangan dengan petani yaitu dengan

membeli hasil panen cabai merah pada

harga tertentu. Sehingga apabila saat

terjadi harga terlalu rendah petani tidak

dirugikan, dan saat harga cabai merah

melambung, masyarakat tidak dirugikan

dan pada akhirnya harga cabai merah di

pasar stabil. Selanjutnya menyikapi

tingginya harga cabai merah di Sumatera

Utara, diharapkan Bulog dapat

melakukan penyerapan cabai merah

pada harga tertentu sehingga petani tidak

rugi, sesuai dengan kapasitas dana yang

dimiliki oleh Bulog.

b) Menyikapi tingginya harga ikan gembung

di awal tahun, terdapat beberapa program

TPID untuk meningkatkan kesejahteraan

nelayan dan meningkatkan jumlah ikan

tangkapan sehingga diharapkan harga

ikan gembung dapat stabil, antara lain

melalui: (a) asuransi nelayan oleh PT

Jasindo; (b) pengadaan kapal kapasitas

6GT; (c) pengadaan alat penangkap ikan;

(d) pengadaan rumah ikan; (d) pengadaan

rumpon; (e) restocking benih ikan; (f)

pengadaan sampan bermotor untuk

nelayan skala kecil; (g) pengadaan cool

box; (h) pengambangan udang vaname di

Deli Serdang, Medan dan Langkat.

c) Guna memperlancar jalur distribusi

bahan makanan, Dinas PUPR akan

menambah infrastruktur pendukung

seperti jalan dan jembatan terutama dari

daerah sentra produksi ke daerah

konsumsi.

d) Mendirikan Pusat Distribusi Provinsi dan

menambah jumlah pasar murah untuk

menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri.

Selanjutnya dalam rangka mendorong

efektivitas pengendalian harga baik dari sisi

petani maupun dari sisi masyarakat yaitu

harga di sisi petani tidak terlalu rendah dan

harga di sisi masyarakat juga tidak terlalu

tinggi, pemerintah kabupaten/kota akan

melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1) Optimalisasi Bumdes dan peningkatan

kapasitas UMKM unggulan Deli

Serdang, melalui PPUD (Pameran

Produk Unggulan Daerah). Sementara

Kabupaten Serdang Bedagai akan

melakukan optimalisasi BUMDES

melalui pengembangan produk sarana

pertanian, pengembangan produk

beras dalam kemasan, serta untuk

memotong mata rantai penjualan

beras.

2) Mengoptimalkan peran BUMD untuk

mengelola gabah, mengingat Deli

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

61

Serdang merupakan salah satu

lumbung padi di Sumatera Utara.

3) Pemda Deli Serdang akan

memberdayakan toko-toko tani.

4) Program unggulan pertanian

Kabupaten Tebing Tinggi, diantaranya

klaster bawang merah, dan kerja sama

penjualan komoditas padi organik

dengan Kab. Serdang Bedagai.

5) Kota Tebing Tinggi mengembangkan

klaster perikanan, agrowisata, bawang

merah, dan cabai merah dan

diharapkan akan berkontribusi dalam

pengendalian inflasi.

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

62

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

63

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

64

BOKS 3 : ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI SUMATERA UTARA

2019 2021

Sumatera Utara memiliki karakteristik inflasi yang cukup unik karena lebih fluktuatif

dibandingkan tingkat inflasi nasional. Berdasarkan data historis, inflasi Sumut dan nasional hingga

tahun 2015 berfluktuasi sangat tajam, namun di tahun 2016 hingga 2018 inflasi nasional cukup stabil

berada di range target inflasi yang ditetapkan yaitu 3,5 % ± 1% sedangkan inflasi provinsi Sumatera

Utara tetap berfluktuasi, ditandai dengan inflasi tahun 2018 yang jauh di bawah target yaitu sebesar

1,23% setelah di tahun 2017 mencatatkan inflasi yang jauh di atas target yaitu 6,3%.

Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

Grafik 3.12 Data Historis Inflasi Nasional dan Sumatera Utara

Tingkat inflasi yang berfluktuasi disumbang oleh komoditas volatile food khususnya cabai

merah dan bawang merah. Hal ini cukup menjadi perhatian pemerintah daerah yang tergabung

dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota,

mengingat sebagian besar bahan pangan dapat diproduksi di Sumatera Utara seperti beras dan

hortikultura. Hal ini ditunjang oleh sumbangan PDRB terbesar Sumatera Utara oleh sektor Pertanian

sebesar 24% pada triwulan I 2019.

Permasalahan yang cukup unik ini

membutuhkan solusi yang masif dan terstruktur serta

peran aktif keterlibatan berbagai stakeholder terkait

diantaranya TPID Provinsi/Kab/Kota (OPD teknis)

beserta satgas pangan, BPS, Komisi Pengawasan

Persaingan Usaha (KPPU), dan pihak lainnya yang

relevan. Program-program pengendalian harga ini

tertuang dalam roadmap pengendalian inflasi

Sumatera Utara tahun 2019 2021 yang

menjabarkan tujuan pengendalian inflasi, arah

kebijakan, prinsip strategis, serta program turunan

dari program pengendalian inflasi nasional.

Suplemen 3

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

65

Untuk mewujudkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sesuai dengan rentang target

nasional, dibutuhkan inflasi bahan pangan dan non-pangan dalam tren menurun melalui prinsip

strategis nasional pengendalian inflasi yaitu 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan,

Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Roadmap pengendalian inflasi Sumatera Utara

memiliki fokus arah kebijakan pada peningkatan produktivitas pertanian, mendorong kerjasama

perdagangan antar daerah untuk memotong mata rantai distribusi, serta memperkuat basis data baik

itu pertanian maupun pantauan harga di pasar yang akan dilaksanakan di tahun 2019 2021.

Dari sisi keterjangkauan harga, TPID akan

turut mendukung stabilisasi harga dan mengelola

permintaan yang akan diturunkan menjadi program

program konkret. Salah satu program tersebut adalah

melaksanakan operasi pasar kerjasama lintas institusi

yang akan diintensifkan pada periode menjelang

HBKN. Program lainnya adalah melaksanakan

sinkronisasi data pencatatan luas lahan pertanian

cabai merah dan bawang merah di masing-masing

kabupaten/kota.

Untuk menjaga ketersediaan pasokan, TPID akan terus memperkuat produksi cadangan

pangan pemerintah, mengelola impor-ekspor pangan, serta memperkuat kelembagaan, yang

diturunkan menjadi beberapa program konkret diantaranya Pengembangan jaringan irigasi,

penyediaan Controlled Atmosphere Storage (CAS) oleh Pemerintah Provinsi, penyesuaian kalender

dan pola tanam terpadu di level provinsi secara online, modernisasi unit pengolahan gudang Bulog

yang ada di daerah Kisaran menjadi kilang padi. Di samping itu, akan dilakukan optimalisasi KUR

petani, dan perluasan implementasi Kartu Asuransi Petani dan nelayan dalam rangka memperkuat

kelembagaan.

Dalam menjaga kelancaran distribusi di Sumatera Utara, TPID akan mendorong kerjasama

perdagangan antardaerah. Pengembangannya diarahkan untuk membangun model bisnis kerjasama

serta mengoptimalkan peran BUMD dan swasta hingga ke kabupaten/kota yang cukup jauh dari Kota

Medan. Di samping itu, TPID akan terus meningkatkan infrastruktur perdagangan seperti pasar induk

dan sarana konektivitas di Kota Tebing Tinggi.

Dan yang tidak kalah pentingnya, TPID harus

mengelola ekspektasi masyarakat terhadap inflasi melalui

komunikasi yang efektif, yang terwujud dalam perbaikan

kualitas data serta memperkuat koordinasi pemerintah

pusat dan pemerintah daerah. Penguatan koordinasi akan

dilakukan melalui koordinasi berkala baik di tingkat

provinsi maupun kab/kota, serta melakukan

Pengembangan komunikasi informasi di media massa

seperti talkshow di radio dan televisi lokal.

Tingkat inflasi yang rendah dan stabil di Sumatera Utara akan terwujud melalui seluruh

program pengendalian inflasi yang akan dilakukan di tahun 2019 hingga 2021 apabila dilakukan

dengan sinergi oleh seluruh pihak terkait baik di level teknis maupun non teknis. Karena dengan

inflasi yang rendah dan terjaga, maka rakyat sejahtera.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

66

STABILITAS

KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN AKSES

KEUANGAN DAN UMKM

Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan I 2019 cukup baik yang tercermin dari

rasio intermediasi (LDR) yang berada di rentang optimal, di tengah pertumbuhan DPK yang lebih

tinggi dibandingkan kredit proyek yang berlokasi di Sumatera (kredit lokasi proyek). Penurunan

penyaluran kredit juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit yang tercermin dari NPL yang

meningkat tipis namun masih berada di level yang terjaga. Sementara itu, secara umum kredit di

Provinsi Sumatera Utara lebih banyak dibiayai oleh perbankan dari luar provinsi yang tercermin

dari nominal penyaluran kredit lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan kredit lokasi Bank.

Kinerja korporasi dan rumah tangga tercatat masih baik yang tercermin dari penyaluran dan

kualitas kredit serta indeks keyakinan konsumen yang membaik.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

67

Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.1 KINERJA PERBANKAN

SECARA UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan

Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara

pada triwulan I 2019 terpantau dalam

kondisi yang baik, tercermin dari rasio

intermediasi LDR16 dalam kisaran optimal

yaitu sebesar 95%. Rasio intermediasi relatif

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya,

disebabkan oleh pertumbuhan DPK yang

terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan kredit. Di sisi lain, risiko

perkreditan yang tercermin dari rasio NPL

menunjukkan sedikit peningkatan, namun

masih dalam level yang aman dan terjaga.

16 LDR merupakan rasio intermediasi yaitu rasio antara Kredit Lokasi Proyek dibagi dengan DPK per lokasi KC di Sumatera Utara

Perkembangan aset perbankan di Sumatera

utara pada triwulan I 2019 sebesar Rp306

triliun atau 2,6% (yoy) melambat

dibandingkan periode sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp301 triliun atau tumbuh

3,6% (yoy).

Lebih lanjut, proporsi aset perbankan

berdasarkan kelompok Bank pada Maret

2019 cenderung stabil dibandingkan periode

sebelumnya yaitu sebagian besar masih

dimiliki oleh Bank Swasta Nasional (42%)

disusul oleh Bank Persero sebesar (40%).

Secara umum penyaluran kredit di

Sumatera Utara lebih banyak didanai oleh

perbankan dari luar provinsi. Hal ini

terkonfirmasi dari nominal penyaluran kredit

lokasi proyek yang lebih besar dari nominal

penyaluran kredit berdasarkan lokasi Bank.

Penyaluran kredit lokasi proyek di Sumatera

Utara tercatat sebesar Rp215 triliun.

Sementara penyaluran kredit berdasarkan

lokasi Bank terpantau sebesar Rp214 triliun.

Lebih lanjut, pada triwulan berjalan, Dana

Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp226

triliun, tumbuh lebih baik dibandingkan

periode sebelumnya, namun masih relatif

rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan

DPK dalam lima tahun terakhir untuk periode

yang sama sebesar 7,6%.

Aset: Rp306 T

(yoy)

g. Tw I'19: 2,6%g. Tw IV’18: 3,6%

DPK: Rp226 T

(yoy)

g. Tw I’19: 2,3%g. Tw IV’18: 1,2%

Kredit L. Bank: Rp214 T

(yoy)g. Tw I’19: 5,5%

g. Tw IV’18: 7,1%

Kredit L. Proyek: Rp 215 T

(yoy)g. Tw I’19: 4,3%

g. Tw IV’18: 7,9%

NPL L. Bank:Tw I '19:

Tw IV’18: 2,40%:NPL L. Proyek Tw I'19: 3,14%

Tw IV’18: 2,72%

LDRTw I'19 : 95,5%

Tw IV’18: 100,4%:SBT L. Proyek

Tw I: 2019: 9,9%Tw IV’18: 9,6%

Asesmen Risiko Korporasi Asesmen Risiko Rumah Tangga

Kinerja Perbankan Sumatera Utara

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

68

Kinerja Perbankan pada triwulan I 2019 terpantau cukup baik meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. ROA perbankan terpantau sebesar 2,4% menurun dari 2,9%. Penurunan ROA terutama terjadi karena penurunan laba (disetahunkan), sementara di sisi yang lain terjadi peningkatan rata-rata aset. Penurunan laba perbankan secara umum diperkirakan disebabkan oleh peningkatan biaya operasional yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan pendapatan operasionalnya. Hal ini terkonfirmasi dari rasio BOPO yang terpantau meningkat (75,7%) dibandingkan periode sebelumnya (69,5%). Peningkatan biaya operasional ini diperkirakan disebabkan karena biaya operasional non bunga, hal ini terkonfirmasi dari rasio NIM pada periode berjalan yang cenderung menurun (suku bunga lebih rendah) yaitu sebesar 6,9% dari 7,3%.

4.2 INTERMEDIASI

PERBANKAN

4.2.1 Dana Pihak Ketiga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.2. Dana Pihak Ketiga

Penghimpunan DPK terpantau tumbuh

sebesar 2,3% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya

didorong oleh pertumbuhan seluruh jenis

penghimpunan dana. Giro masih

terkontraksi sebesar -9,6% (yoy) membaik

dibandingkan periode sebelumnya,

sementara deposito 4,6% (yoy) dan tabungan

4,8% (yoy) tumbuh lebih tinggi dibandingkan

periode sebelumnya (grafik 4.2. Dana Pihak

ketiga). Sementara itu, di lihat dari sisi

kepemilikan DPK, pertumbuhan terutama

didorong oleh DPK Pemerintah 2,1% (yoy)

dan DPK perorangan 4,3% (yoy). Peningkatan

DPK Pemerintah sesuai dengan polanya yaitu

memasuki tahun anggaran baru, penyerapan

anggaran dari kas pemerintah belum optimal.

Hal ini terkonfirmasi dari giro dan deposito

Pemerintah utamanya di Bank Persero dan

Bank Swasta Nasional yang terpantau

meningkat dibandingkan periode

sebelumnya.

Dari sisi DPK perseorangan, deposito

perorangan tercatat tumbuh meningkat,

sementara tabungan terpantau melambat,

sementara giro terkontraksi. Peningkatan

deposito perorangan terjadi pada seluruh

kelompok Bank kecuali BPD yang

terkontraksi lebih dalam dibandingkan

periode sebelumnya. Demikian juga

perlambatan tabungan disebabkan oleh

perlambatan pertumbuhan di BPD. DPK

milik pemerintah daerah yang belum optimal

digunakan karena belum dimulainya proyek

pemerintah, hal ini berdampak kepada giro

milik perseorangan yang terpantau

terkontraksi.

Dilihat dari proporsinya, DPK di Sumatera

Utara sebagian besar dalam bentuk deposito

46%, tabungan 39% dan giro 15% (grafik

4.3.). Sementara itu dari sisi golongan

pemilik, sebagian besar merupakan DPK

perseorangan 72%, Korporasi 18% dan

Pemerintah sebesar 5%. Lebih lanjut,

kepemilikan dana di atas Rp2 miliar sebesar

Rp12,4 triliun atau sebanyak 5,5% dari total

DPK cenderung stabil dibandingkan proporsi

pada periode sebelumnya. Kepemilikan dana

di perbankan di atas Rp2 miliar diperkirakan

merupakan para deposan yang relatif rentan

terhadap perubahan suku bunga dana.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

69

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.3. Proporsi Dana Pihak Ketiga

Secara spasial penghimpunan DPK

terkonsentrasi di Kota/Kabupaten di Pantai

Timur mencapai 91% dari DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.4. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

4.2.2 Perkembangan Kredit

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.6. Proporsi Kredit Berdasarkan Penggunaan

Secara umum, pertumbuhan kredit di

Sumatera Utara tumbuh positif sebesar

4,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan

periode sebelumnya dan rata-rata

pertumbuhan pada triwulan I dalam 5

tahun terakhir yang tercatat sebesar 7,8%

(yoy). Perlambatan kredit pada triwulan ini

disebabkan oleh perlambatan pada kredit

modal kerja dan kredit konsumsi, sementara

pertumbuhan pada kredit investasi menahan

perlambatan kredit lebih dalam.

Memperhatikan penyaluran kredit pada

sektor utama di Sumatera Utara, perlambatan

kredit terjadi pada 3 sektor utama yaitu

pertanian, perdagangan, dan konstruksi,

sementara sektor industri pengolahan masih

mengalami kontraksi meskipun dengan level

yang lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perlambatan kredit diperkirakan

juga secara umum turut didorong oleh

peningkatan suku bunga kredit dari 9,6%

menjadi 9,9%.

Perlambatan kredit modal kerja

dikonfirmasi juga oleh perlambatan pada

beberapa sektor ekonomi seperti sektor

perdagangan dan industri pengolahan yang

melambat.

Sementara peningkatan kredit investasi

utamanya didorong oleh peningkatan kredit

investasi UMKM yang tumbuh tajam

dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi

lain, kredit investasi pada sektor korporasi

masih terpantau terkontraksi.

Kredit konsumsi yang pada umumnya

merupakan kredit rumah tangga terpantau

melambat. Hal ini didorong oleh penurunan

konsumsi masyarakat pasca HBKN, Tahun

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

70

Baru, Tahun Ajaran Baru. Penurunan pada

kredit konsumsi juga terkonfirmasi pada

perlambatan pada seluruh jenis kredit rumah

tangga dibandingkan periode sebelumnya.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.7. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi

Perlambatan penyaluran kredit di sektor

pertanian dari 10,2% (yoy) menjadi 7,3%

(yoy) pada periode berjalan. Hal ini

didorong oleh perlambatan pada penyaluran

kredit ke sub sektor kelapa sawit yang

melambat dari 11% (yoy) menjadi 7% (yoy)

di triwulan I 2019. Proporsi penyaluran kredit

ke sub sektor kelapa sawit sebesar 83% dari

total penyaluran kredit ke sektor pertanian.

Diperkirakan perbankan cenderung lebih

berhati-hati menyalurkan kreditnya di sektor

ini karena harga komoditas khususnya CPO

yang beberapa periode terakhir cukup

berfluktuasi. Selain itu, kualitas kredit pada

subsektor ini relatif tinggi dan cenderung

meningkat yaitu 8,5% dari triwulan IV 2019

sebesar 7,6%.

Lebih lanjut, selaras dengan pertumbuhan

ekonomi perdagangan yang cenderung

menurun pada triwulan berjalan,

penyaluran kredit di sektor ini juga

terpantau melambat yaitu dari 18,5% (yoy)

menjadi 12,8% (yoy). Penurunan ini

diperkirakan karena aktivitas konsumsi

masyarakat juga cenderung menurun pada

triwulan I dibandingkan pada periode akhir

tahun.

Sementara itu, perlambatan pada sektor

konstruksi menjadi sebesar 9,7% (yoy) dari

10% (yoy) diperkirakan disebabkan oleh

belum mulainya proyek baru pemerintah,

sementara proyek besar yang berjalan saat ini

merupakan proyek dari tahun 2018. Selaras

dengan hal tersebut penyaluran KPR juga

terpantau melambat periode sebelumnya.

Pertumbuhan pada sektor konstruksi terutama

ditopang oleh penyaluran kredit konstruksi

kepada UMKM yang menunjukkan

peningkatan.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan

ekonomi pada sektor industri pengolahan

dan penyaluran kredit pada subsektor

kelapa sawit, penyaluran kredit industri

pengolahan terpantau masih terkontraksi

menjadi -14,8% (yoy). Industri di Sumatera

Utara didominasi oleh industri turunan

kelapa sawit (makan minum), yang

terdampak oleh pergerakan harga komoditas

dan/atau perubahan peraturan pada

perdagangan global. Penyaluran kredit pada

sektor industri pengolahan yang masih

terkontraksi diperkirakan disebabkan

perbankan cenderung berhati-hati dalam

memberikan kredit pada sektor ini. Selain itu,

pelaku usaha juga diperkirakan cenderung

berhati-hati untuk meminjam dana dari

perbankan dan cenderung memilih untuk

melakukan mix strategy yaitu mendanai

kebutuhan pendanaan dari modal sendiri dan

perbankan (hasil liaison KPw BI Sumatera

Utara Triwulan I 2019).

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

71

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.9. Perkembangan Kualitas Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama

Kualitas kredit Maret 2019 sedikit menurun

dibandingkan periode Desember 2019

menjadi sebesar 3,14%, dan masih berada

di level yang terjaga. Peningkatan rasio

kredit non perform terjadi pada seluruh kredit

per jenis penggunaan (modal kerja, investasi

dan konsumsi) dengan NPL tertinggi terjadi

pada kredit modal kerja menjadi sebesar

4,18% pada periode berjalan. Hal ini

disebabkan oleh pertumbuhan nominal NPL

kredit modal kerja yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan kredit modal

kerja. Nominal NPL kredit modal kerja

tumbuh 19,1% (yoy) sementara kredit modal

kerja hanya tumbuh 3,7% (yoy). Di sisi lain

pertumbuhan nominal NPL kedua jenis

kredit penggunaan lainnya cenderung

rendah.

Peningkatan jumlah kredit non perform

berdasarkan lapangan usaha terutama

disebabkan oleh peningkatan NPL pada

sektor industri pengolahan yang meningkat

sebesar Rp363 miliar atau tumbuh dari

23,2% (yoy) menjadi 62,7% (yoy) pada

periode berjalan. Diperkirakan peningkatan

NPL pada sektor ini disebabkan oleh harga

komoditas global yang cenderung

berfluktuasi.

Sementara itu, rasio NPL kredit kepada

sektor konstruksi relatif tinggi dan

memerlukan perhatian, mengingat telah

mencapai level 7,69%. Apabila dilihat dari

tren serta data historis, NPL kredit konstruksi

memiliki kecenderungan menurun seiring

dengan telah dilakukannya pembayaran

proyek, meskipun diperkirakan masih relatif

tinggi dibandingkan sektor lainnya.

NPL kredit pertanian meningkat dari 1,14%

menjadi 1,34% atau secara nominal

meningkat sebesar Rp65 miliar dari posisi

Desember 2018. Peningkatan NPL terutama

disebabkan oleh peningkatan NPL pada

kredit pertanian subsektor kelapa sawit yang

meningkat sebesar Rp52 miliar dibandingkan

periode triwulan IV 2018.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.10. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR)

Lebih lanjut, berdasarkan pemantauan

terhadap rasio LaR (Loan at Risk) tercatat

meningkat tipis menjadi 10,7%, yang

sebagian besar didorong oleh

pertumbuhan pada nominal NPL dan kredit

sandi 1 (lancar) dan sandi 2 (Dalam

Perhatian Khusus) yang sedikit meningkat.

4.2.3 Penyaluran Kredit berdasarkan

Kota/Kabupaten

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota

Secara spasial penyaluran kredit lokasi

proyek terkonsentrasi di 7 (tujuh)

kabupaten/kota yang mencapai 82,9% dari

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

72

total kredit yaitu Kota Medan sebesar Rp121

triliun (56%), Kabupaten Deli Serdang Rp31

triliun (14,8%), Kabupaten Labuhan Batu

Rp5,9 triliun (2,8%) dan Kabupaten Asahan

sebesar Rp5,3 triliun (2,5%), Kabupaten

Simalungun Rp4,7 triliun (2,2%), Kota

Pematang Siantar Rp4,7 triliun (2,2%) dan

Kabupaten Langkat Rp4,6 triliun (2,1%).

Penyaluran kredit di Sumatera Utara masih

terkonsentrasi di kota/kabupaten di pantai

timur Sumatera yang cenderung memiliki

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah di kabupaten di

pantai barat Sumatera Utara.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.12. Kualitas Kredit (NPL) berdasarkan Kabupaten/Kota

4.2.4 Penyaluran Kredit UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.13. Penyaluran kredit UMKM

Berbeda dengan penyaluran kredit secara

umum yang cenderung melambat,

perkembangan penyaluran kredit UMKM

justru menunjukkan peningkatan

dibandingkan periode sebelumnya menjadi

Rp57,4 triliun atau tumbuh 9,3% (yoy).

Peningkatan penyaluran kredit UMKM

didorong oleh penyaluran pada jenis kredit

penggunaan menengah sebesar 15,2% (yoy)

dari 9,76% (yoy). Sementara itu dari jenis

penggunaannya, pertumbuhan kredit UMKM

terutama didorong oleh jenis kredit investasi

yang tumbuh 16,6% (yoy) meningkat tajam

dibandingkan periode Desember 2018

sebesar 6,3% (yoy).

Proporsi kredit UMKM terhadap total kredit

yang disalurkan di Sumatera Utara sebesar

26%. Apabila dilihat dari komponen kredit

yang menyusunnya, secara umum tidak

terdapat perubahan signifikan dibandingkan

periode sebelumnya, yaitu masih didominasi

oleh kredit menengah sebesar 42%, dan

Mikro serta Kecil masing-masing sebesar 30%

dan 28%.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.14. Proporsi Kredit UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.15. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi

Dilihat dari jenis lapangan usaha,

peningkatan kredit UMKM terutama didorong

oleh sektor konstruksi dan pertanian.

Peningkatan pertumbuhan pada sektor

konstruksi terutama terjadi pada kelompok

kredit menengah yang tumbuh dari 5% (yoy)

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

73

menjadi 27% (yoy) pada periode berjalan.

Peningkatan kredit ini diperkirakan terutama

untuk mengerjakan proyek-proyek dengan

nilai yang relatif kecil.

Sementara itu pangsa kredit UMKM

lapangan usaha pertanian terhadap total

kredit pertanian sebesar 29%. Pertumbuhan

kredit UMKM lapangan usaha pertanian

terutama didorong oleh peningkatan pada

jenis kredit` mikro dan kecil (proporsi

sebesar 75%).

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.16. Perkembangan Kualitas Kredit UMKM

Secara spasial penyaluran kredit UMKM di

Sumatera Utara masih terkonsentrasi di

wilayah Pantai Timur dengan penyaluran

kredit tertinggi berada di Kota Medan

sebesar RpRp22 triliun (39%) dan

Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp6

triliun (11%), sementara 50% lainnya

tersebar pada 32 Kabupaten kota lainnya.

Dari sisi kualitas kredit, secara umum NPL

kredit UMKM relatif tinggi yaitu 5,13%.

Berdasarkan pemantauan, kota dengan NPL

UMKM tertinggi adalah Kabupaten Nias

Barat.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.17. Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota

Bank Indonesia terus mendorong realisasi

penyaluran kredit UMKM dengan

menetapkan target proporsi kredit UMKM

kepada perbankan berdasarkan tahapan

tertentu sebagaimana diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia No.

14/12/PBI/2012. Selain itu Bank Indonesia

juga berupaya mendorong peningkatan

kinerja kredit UMKM melalui penerbitan

kebijakan insentif memperlonggar batasan

Loan to Funding Ratio sebagaimana diatur

dalam PBI No. 17/11/PBI/2015. Sementara

itu, ditingkat regional KPw Bank Indonesia

juga turut mendorong UMKM dengan

melaksanakan program pengembangan

UMKM di masing-masing daerah baik

melalui pembinaan, pendampingan, maupun

klaster .

4.3 KINERJA KORPORASI

KEUANGAN DAN NON

KEUANGAN

4.3.1 Sumber Kerentanan Korporasi Secara umum, kinerja korporasi di

Sumatera Utara dipengaruhi faktor-faktor

dari dalam negeri dan luar negeri. Faktor

dari dalam negeri antara lain kondisi

ekonomi nasional dan daerah. Sementara

faktor dari luar negeri antara lain

perkembangan perekonomian global,

perkembangan ekspor serta volume dan

harga komoditas yang diperdagangkan di

dunia. Dari sisi domestik, pertumbuhan

ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I

2019 cenderung stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

Nasional. Pertumbuhan ekonomi pada

triwulan I 2019 terutama ditopang oleh

konsumsi pemerintah (sisi konsumsi) dan

sektor konstruksi (sisi penawaran). Sementara

dari sisi konsumsi rumah tangga cenderung

melambat. Perlambatan ini diperkirakan

dapat mendorong perlambatan permintaan

terhadap produk korporasi.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan

ekonomi dunia, volume dan harga komoditas

global juga menurun (kecuali harga minyak

yang meningkat). Penurunan volume dan

harga komoditas global ini mempengaruhi

PDRB ekspor komoditas di Sumatera Utara

yang terpantau melambat pada triwulan I

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

74

2019 menjadi 1,03% (yoy) dari 2,65% (yoy).

Hal tersebut juga diperkirakan

mempengaruhi kondisi korporasi

khususnya sektor industri pengolahan yang

terpantau melambat dari dari 6,93% (yoy)

pada triwulan IV 2018 menjadi 6,03% (yoy)

pada triwulan I 2019.

4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi Selaras dengan penurunan volume dan

nilai ekspor triwulan I 2019, penyaluran

kredit perbankan ke korporasi (Keuangan

dan Non Keuangan) pada tercatat sebesar

Rp108,6 triliun atau melambat menjadi

2,4% (yoy) dari 4,9% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Perlambatan pada kredit

korporasi terutama didorong oleh

perlambatan pada Kredit Modal Kerja yang

tercatat sebesar Rp70,3 triliun atau 4,6%

(yoy). Sementara itu Kredit investasi terpantau

masih terkontraksi sebesar -0,9% (yoy) pada

triwulan berjalan atau sebesar Rp38 triliun.

Dilihat dari proporsi kredit kepada

korporasi di Sumatera Utara didominasi

oleh sektor utama yaitu Pertanian (26,8%),

Industri Pengolahan (32,1%), Perdagangan

(21%) dan Konstruksi (6,6%). Sejalan

dengan PDRB sektor perdagangan dan

pertanian yang melambat pada triwulan I

2019, penyaluran kredit dua sektor dimaksud

juga terpantau melambat. Perlambatan

penyaluran kredit pada sektor perdagangan

diperkirakan merupakan dampak penurunan

permintaan kredit pasca HBKN dan Tahun

Baru di triwulan I 2019. Sementara itu,

perlambatan di sektor pertanian diperkirakan

sebagai dampak dari fluktuasi harga

komoditas CPO yang cenderung menurun,

mengingat kredit korporasi pada sektor ini

pada umumnya digunakan untuk pendanaan

perkebunan kelapa sawit. Sejalan dengan

perdagangan komoditas CPO yang belum

sepenuhnya pulih, penyaluran kredit pada

sektor industri pengolahan masih terkontraksi

meskipun sedikit membaik dibandingkan

periode sebelumnya yaitu dari -18,5% (yoy)

menjadi -16% (yoy) pada periode laporan.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi

4.4 KINERJA RUMAH TANGGA

4.4.1 Sumber Kerentanan Rumah

Tangga Pada sisi rumah tangga, kinerja

perekonomian, kondisi ketenagakerjaan

dan penghasilan menjadi sumber

kerentanan rumah tangga. Di Provinsi

Sumatera Utara sumber penghasilan rumah

tangga relatif terdiversifikasi dan lapangan

usaha dinilai relatif variatif, sehingga

kerentanan di rumah tangga relatif tidak

terpusat pada lapangan usaha tertentu.

Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia,

Indeks ketersediaan lapangan pekerjaan

menunjukkan peningkatan meskipun masih

berada di bawah angka 100 yang berarti

optimisme masyarakat terhadap ketersediaan

lapangan pekerjaan pada triwulan I 2019

cenderung meningkat dibandingkan periode

sebelumnya. Lebih lanjut indeks penghasilan

juga terpantau meningkat dan berada sedikit

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

75

di atas angka 100. Peningkatan indeks

penghasilan menunjukkan bahwa terdapat

penurunan risiko terhadap kinerja rumah

tangga di triwulan I 2019

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.20. Indeks Keyakinan Konsumen

Berdasarkan pemantauan terhadap perilaku

berutang rumah tangga per Maret 2019

terdapat peningkatan risiko dari sisi kredit

yang tercermin dari peningkatan jumlah

rumah tangga yang memiliki cicilan

dibandingkan Desember 2019, dengan

peningkatan tertinggi pada rumah tangga

dengan penghasilan Rp7-8 juta rupiah.

Peningkatan jumlah rumah tangga yang

memiliki cicilan juga terkonfirmasi dari sisi

lapangan usaha. Peningkatan cicilan

terpantau terjadi pada seluruh lapangan

usaha kecuali jasa keuangan. Sementara itu

pada Maret 2019, DSR tertinggi terjadi pada

sektor perdagangan.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.21. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.22. Debt to Service Ratio berdasarkan Pengeluaran

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.23. Debt to Service Ratio berdasarkan Lapangan Usaha

4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah

Tangga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.24. Proporsi Kredit Rumah Tangga

Sejalan dengan perlambatan kredit secara

umum, penyaluran kredit rumah tangga

terpantau melambat meskipun masih

positif pada triwulan I 2019 dengan total

Rp55,9 triliun (14,3% yoy). Perlambatan

pertumbuhan kredit rumah tangga terjadi

pada seluruh jenis kredit KPR, KKB,

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

76

Multiguna dan Perlengkapan Rumah Tangga,

dengan penurunan terdalam terjadi pada

kredit multiguna.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.25. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga

Perlambatan KPR dari 25,9% (yoy) menjadi

24,0% (yoy) pada periode berjalan terutama

didorong oleh perlambatan pada seluruh

jenis kredit rumah tinggal (proporsi terhadap

total KPR sebesar 88%) kecuali KPR tipe kecil

yang terkontraksi hingga -4,9% (yoy) pada

periode berjalan. Sementara itu penurunan

pertumbuhan yang lebih dalam tertahan oleh

peningkatan pertumbuhan pada seluruh jenis

KPR flat/apartemen. Perlambatan

pertumbuhan KPR diperkirakan juga turut

berkontribusi terhadap peningkatan NPL KPR

dari 3,46% menjadi 3,79% pada triwulan I

2019. Mengonfirmasi hal tersebut,

peningkatan nominal dan rasio NPL terjadi

pada seluruh jenis tipe KPR, dengan

peningkatan terbesar terjadi pada rumah tipe

menengah menjadi 3,72%.

KKB terpantau melambat dari 11,4% (yoy)

menjadi 6,0% (yoy) atau Rp5,6 triliun pada

Maret 2019 yang didorong oleh perlambatan

pada penyaluran kredit kendaraan jenis roda

empat dan sepeda motor (proporsi terhadap

seluruh KKB sebesar 97%).

Lebih lanjut dilihat dari kualitas kreditnya,

NPL KKB terpantau meningkat sebesar Rp14

miliar dari 1,44% (Rp 81 miliar) pada

Desember 2018 menjadi 1,69% (Rp95 miliar)

pada periode berjalan. Peningkatan NPL

didorong oleh penurunan kualitas kredit

terjadi pada jenis kendaraan roda empat

(mobil) menjadi 1,32% dari 0,99%).

Sementara peningkatan NPL lebih tinggi

tertahan oleh kualitas kredit jenis sepeda

motor yang terpantau membaik dari 2,78%

menjadi 2,64% pada periode berjalan. Lebih

lanjut, peningkatan kualitas kredit juga

terpantau pada kredit rumah tangga jenis

perlengkapan rumah tangga yang tercatat

menjadi sebesar 1,15% dari 1,28% pada

triwulan IV 2018. Berbeda dengan hal

tersebut, kualitas kredit multiguna pada

triwulan I 2019 tercatat menurun meskipun

masih berada pada level yang terjaga yaitu

1,15% dari 0,85% pada periode sebelumnya.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.26. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

77

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

78

SISTEM PEMBAYARAN

DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

Seiring dengan pola musiman, arus uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara mengalami net inflow, mengindikasikan aktivitas ekonomi yang belum optimal.

Kondisi ini juga tercermin dari transaksi non tunai, dimana nilai transaksi RTGS dan SKNBI

menurun pada periode berjalan.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

79

5.1 Perkembangan Sistem

Pembayaran Non Tunai

5.1.1 Perkembangan Transaksi

Menggunakan SKNBI dan

RTGS

Transaksi melalui Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI)17 di Sumatera

Utara pada triwulan I menurun

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Sejalan dengan pola musiman, transaksi

melalui SKNBI juga menurun dari Rp38

triliun menjadi Rp34 triliun, dengan

pertumbuhan -11% (yoy), lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya -8% (yoy). Penurunan tersebut

diperkirakan didorong oleh penurunan

aktivitas ekonomi khususnya di dunia usaha

pasca berakhirnya periode libur akhir tahun

dan tahun baru

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara

Di sisi lain, tren penurunan transaksi ritel

menggunakan SKNBI yang berlangsung sejak

tahun 2017 diindikasi terkait dengan

implementasi PBI 18/41/PBI/2016 tentang

Bilyet Giro yang mengatur pembatasan

transaksi melalui bilyet giro maksimal Rp 500

juta untuk meminimalisir penyalahgunaan

Bilyet Giro/ BG Kosong. Selain itu, tendensi

masyarakat dan perbankan untuk melakukan

transaksi melalui e-channel misalnya internet

banking dan mobile banking juga

menurunkan penggunaan instrumen

17 Sistem transfer dana elektronik yang meliputi

kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian

pembayaran berbasis kertas seperti Cek & BG

oleh individu maupun korporasi.

Grafik 5.2 Pertumbuhan Transaksi Kliring Nominal dan Volume (YoY)

Nominal transaksi menggunakan ATM debet

relatif tinggi, pada triwulan I 2019 mencapai

Rp73 triliun, juga turut mengidikasikan

baiknya konsumsi masyarakat dan pergeseran

preferensi ke alat pembayaran non tunai.

Meski demikian nominal transaksi pada

triwulan I 2019 menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya sejalan dengan

indikator konsumsi rumah tangga yang

melambat pada triwulan laporan (4,13%,yoy)

Grafik 5.3 Perkembangan transaksi menggunakan ATM

Sejalan dengan transaksi menggunakan

SKNBI, nominal dan volume transaksi

menggunakan RTGS menurun dari Rp130

triliun menjadi Rp100 triliun. Pertumbuhan

nominal juga tercatat lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 20%

(yoy) menjadi -3% (yoy). Secara nominal,

penurunan transaksi diperkirakan sejalan

dengan belum optimalnya realisasi investasi

pemerintah pada kuarter pertama sehingga

transaksinya dilakukan secara nasional dengan transaksi dibawah Rp100 juta

49.0

38.2 41.1 41.7 38.3 36.8 40.7 38.4 34.1

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I

2017 2018 2019

Total Nominal (Rp triliun) Total Volume (lbr) - rhs

-13

-20

-8

-11

-45.00

-40.00

-35.00

-30.00

-25.00

-20.00

-15.00

-10.00

-5.00

0.00

Volume (%yoy) Nominal (% yoy)

20

69 67

25

81

73

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Q3'18 Q4'18 Q1'19

Transaksi Kartu ATM Debet (Jumlah) - dlm Juta Rp

Transaksi Kartu ATM Debet (Nominal) - dalam Triliun Rp

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

80

penggunaan transaksi bernilai besar juga

menurun.

Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Utara

5.1.2 Upaya Pengembangan Layanan

Keuangan Non Tunai dan

Elektronifikasi

Dalam rangka mensukseskan Gerakan

Nasional Non Tunai (GNNT), Bank

Indonesia berupaya mendorong penetrasi

transaksi sistem pembayaran non tunai di

Indonesia. Guna mendukung hal tersebut,

upaya peningkatan inklusi keuangan di

wilayah Sumatera Utara terus dilakukan

melalui berbagai kegiatan, antara lain melalui

implementasi program elektronifikasi jalan

tol, elektronifikasi pemda, elektronifikasi

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan

program keluarga harapan (PKH).

Program elektronifikasi jalan tol di Sumatera

Utara telah mencapai 98% non tunai sejak

pertama kali dicanangkan pada bulan

Oktober 2017. Saat ini tercatat 3 ruas jalan

tol di wilayah Sumatera Utara yang telah

menerapkan pembayaran dengan

menggunakan uang elektronik (Jasa Marga

Kualanamu Tol, Belmera, dan Medan-Binjai).

Untuk terus meningkatkan kualitas

penggunaan uang elektronik, KPw BI Sumut

bekerjasama dengan Badan Usaha Jalan Tol

(BUJT) dan perbankan senantiasa melakukan

koordinasi terutama dalam rangka

mendorong jumlah ketersediaan sarana top up tunai maupun non tunai, melalui

penyediaan sarana mobile top up non tunai

dan fasilitasi peningkatan threshold top up tunai di merchant.

Grafik 5.5 Perkembangan implementasi Elektronifikasi Jalan Tol

Dalam rangka mendukung kesuksesan

perluasan implementasi penyaluran bansos

non tunai, KPw BI Sumut juga senantiasa

melakukan sosialisasi dan monitoring

perluasan penyaluran bantuan sosial non

tunai di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil

monitoring dimaksud, diketahui bahwa

masyarakat secara umum telah memahami

bahwa penyaluran bantuan pangan yang

sebelumnya dilakukan dengan cara

penebusan beras sejahtera saat ini beralih

menjadi penyaluran bantuan pangan non

tunai. Dengan adanya perubahan cara

transaksi menjadi non tunai, masyarakat

merasa terbantu dari sisi biaya. Penerima

bantuan tidak perlu mengantri untuk

mengambil bantuan pangan dan tidak perlu

lagi membayar biaya tambahan berupa biaya

tebusan untuk mendapatkan beras sejahtera.

Di sisi lain, melalui program ini Keluarga

Penerima Manfaat (KPM) juga memperoleh

pengetahuan baru mengenai uang non tunai,

memiliki akses kepada perbankan dan

mendapatkan kemudahan dalam bertransaksi

menggunakan EDC di e-warong atau agen

bank.

Nominal penyaluran dan serapan BPNT

pada triwulan I 2019 meningkat. Sampai

dengan triwulan I nominal dan serapan BPNT

meningkat signifikan dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu mencapai Rp121 miliar

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

81

dan serapan senilai Rp101 miliar.

Sejalan dengan besaran nominal penyaluran,

jumlah KPM penerima dan serapan BPNT

oleh KPM juga tercatat meningkat. Meski

demikian, secara persentase serapan baik

pada nominal maupun jumlah KPM terlihat

menurun. Kondisi ini dipengaruhi oleh

adanya kendala teknis penyaluran perluasan

KPM BPNT, antara lain discrepancy data

KPM.

Grafik 5.6 Penyerapan Bantuan BPNT (Nominal)

Grafik 5.7 Penyerapan Bantuan BPNT (Jumlah KPM)

Penyaluran PKH di Sumatera Utara

meningkat signifikan pada Maret 2019

(Tahap 1) lalu menurun di penyaluran

April 2019 (Tahap II). Berdasarkan data,

nominal penyaluran dan serapan bansos

Program Keluarga Harapan (PKH) sepanjang

tahun 2019 telah mencapai 100%. Pada

tahap 1 pencairan mencapai Rp648 miliar

dan tahap 2 mencapai Rp402 miliar.

Grafik 5.8 Penyerapan Bantuan PKH (Nominal)

Sementara jumlah KPM mencapai 429 ribu

penerima pada tahap 1 dan 440 ribu

penerima pada tahap 2. Secara nominal dan

jumlah penerima, penyaluran PKH tahun

2019 meningkat signifikan karena adanya

perluasan target dan kenaikan anggaran

seiring dengan upaya pemerintah untuk

menurunkan tingkat kemiskinan. Di Sumatera

Utara sendiri, tingkat kemiskinan di pedesaan

pada September 2018 tercatat mengalami

perbaikan (lihat bab ketenagakerjaan dan

kesejahteraan)

Grafik 5.9 Penyerapan Bantuan PKH (Volume)

5.2 Perkembangan Sistem

Pembayaran Tunai

Seiring dengan pola musiman kuartal

pertama, arus uang kartal di KPw BI Sumut

mengalami net inflow. Aliran uang kartal

pada akhir periode 2018 mengalami net

inflow Rp5,2T (uang masuk > uang keluar),

berbeda dengan triwulan sebelumnya yang

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

82

mengalami net outflow. Total inflow uang

kartal yang masuk ke Bank Indonesia Provinsi

Sumatera Utara pada triwulan I tercatat Rp12

triliun. Sementara itu, total outflow uang

kartal yang keluar dari sebesar Rp7 triliun.

Grafik 5.10 Perkembangan Inflow Outflow Sumatera Utara

Kondisi ini diperkirakan karena aktivitas

ekonomi yang belum optimal pada triwulan I,

yang juga terindikasi dari perlambatan

konsumsi rumah tangga yang melambat

(Konsumsi RT, 4,89% (yoy)) Meski demikian,

apabila dilihat secara tahunan, net inflow periode ini menurun dibandingkan tahun

sebelumnya Rp5,6 triliun. Secara umum,

provinsi Sumatera Utara memiliki karakter

arus kas net inflow yang menjadi ciri kas

daerah dengan tingkat kegiatan perdagangan

yang tinggi.

5.3 Kelancaran Sistem

Pembayaran

Dalam menjaga kelancaran sistem

pembayaran di Sumatera Utara, Bank

Indonesia senantiasa melakukan berbagai

tindakan yang bersifat preventif maupun

represif, agar sistem pembayaran berjalan

lancar, aman, efektif dan efisien.

5.3.1 Penanganan Uang Tidak Asli Sampai Maret 2019, uang yang diragukan

keasliannya tercatat sebanyak 1.108 lembar,

meningkat 4,7% dibandingkan temuan pada

periode sebelumnya sebanyak 5.236 lembar.

Temuan uang yang diragukan keasliannya

didominasi oleh nominal Uang Pecahan

Besar (UPB), khususnya uang pecahan

Rp50.000,00 dan Rp100.000,00. Jumlah

temuan uang yang diragukan keasliannya

tersebut sangat kecil dibandingkan dengan

jumlah bilyet yang diedarkan. Hal ini

mengindikasikan kegiatan pengelolaan uang

rupiah seperti pencetakan uang emisi baru

dan pencabutan uang emisi tertentu,

berdampak untuk menurunkan peredaran

uang palsu.

5.3.2 Penyediaan Uang Rupiah

Sebagaimana amanat Undang-Undang

Mata Uang Nomor 11 Tahun 2011 Bank

Indonesia selalu berupaya untuk dapat

memenuhi kebutuhan uang kartal di

masyarakat, baik dalam jumlah nominal yang

cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat

waktu, dan dalam kondisi yang layak edar

(clean money policy).

Kegiatan pelayanan penukaran uang

kepada masyarakat dan perbankan

dilakukan melalui layanan kas dalam

kantor, layanan kas keliling, serta layanan

kas titipan. Di Sumatera Utara, layanan kas

dalam kantor dapat dilakukan di tiga Kantor

Perwakilan Bank Indonesia di wilayah

Sumatera Utara. Disaat yang bersamaan,

kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia

juga berupaya melakukan pelayanan kas

keliling untuk mendistribusikan uang dengan

kondisi layak edar ke seluruh daerah, bahkan

yang terpencil. Selama triwulan I 2019,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi

Sumatera Utara telah melakukan kas keliling

ke beberapa daerah kabupaten Karo, Dairi,

Pakpak Bharat, Serdang Bedagai, Langkat dan

Batubara.

Bank Indonesia juga berupaya memenuhi

kebutuhan uang masyarakat melalui

kegiatan layanan kas luar kantor yaitu kas

titipan. Kas titipan adalah kegiatan

penyediaan uang Rupiah milik Bank

Indonesia yang dititipkan kepada salah satu

bank untuk mencukupi persediaan kas bank-

bank dalam rangka memenuhi kebutuhan

masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu.

Terdapat 8 (delapan) Kas Titipan di wilayah

Sumatera Utara yaitu di Tebing Tinggi,

Kabanjahe, Pangkalan Brandan, Rantau

Prapat, Kisaran, Gunung Sitoli, Balige dan

Padang Sidempuan. Dari 8 Kas Titipan

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

83

tersebut, hanya Kas Titipan Kabanjahe yang

memiliki karakteristik net inflow yang

ditujukan untuk menyerap uang tidak layak

edar (UTLE) dari masyarakat dalam rangka

mendukung clean money policy. Selama

tahun 2019 (Januari s.d. April 2019) Kas

Titipan di Sumatera Utara mampu memenuhi

kebutuhan likuiditas perbankan di wilayah

Kas Titipan sebesar Rp2,71 triliun dan

menarik likuiditas sebesar Rp2,49 triliun.

5.3.3 Pengawasan Kegiatan

Penukaran Valuta Asing

Dalam rangka mencapai dan memelihara

kestabilan nilai Rupiah serta menjaga

kelangsungan ekonomi nasional,

dibutuhkan dukungan pasar keuangan

termasuk pasar valuta asing domestik yang

sehat. Untuk mewujudkan pasar valuta asing

domestik yang sehat, perlu dilakukan

penyelarasan pengaturan transaksi valuta

asing terhadap Rupiah antara penyelenggara

kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan

bank (KUPVA BB) dengan pihak lain dengan

ketentuan Bank Indonesia.

Bank Indonesia selanjutnya melakukan

pengawasan terhadap Penyelenggara

KUPVA BB yang telah mendapatkan izin

dari Bank Indonesia. Pengawasan terhadap

Penyelenggara mencakup pengawasan

langsung dan pengawasan tidak langsung.

Pengawasan langsung antara lain dilakukan

melalui pemeriksaan secara umum dan/atau

khusus terhadap Penyelenggara. Pengawasan

tidak langsung antara lain dilakukan melalui

kegiatan analisis terhadap laporan,

keterangan, dan penjelasan yang

disampaikan oleh Penyelenggara dan/atau

sumber atau pihak lain. Bank Indonesia

senantiasa melakukan pengawasan dan

pembinaan sehingga kegiatan penukaran

valuta asing lebih aman bagi masyarakat.

Untuk wilayah Sumut, masing-masing Kantor

Perwakilan melakukan tugas pengawasan

dimaksud18.

Tabel 5.1 Jumlah KUPVA dan PTD BB di Provinsi Sumatera Utara

18 Terdapat 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di

Provinsi Sumatera Utara, yaitu KPw BI Provinsi

Meski periode libur natal dan tahun baru

telah usai, transaksi nominal transaksi beli

dan jual melalui KUPVA BB pada triwulan

I 2019 tercatat meningkat. Transaksi beli

KUPVA tercatat senilai Rp567 miliar dan

transaksi jual Rp569 miliar. Nominal

transaksi tersebut lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya masing-masing Rp559

miliar dan Rp563 miliar. Sejalan dengan hal

tersebut, transaksi beli mencatat peningkatan

pertumbuhan pada triwulan I 2019 (13,2%,

yoy) dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (5,2%,yoy). Kondisi ini juga

diikuti dengan pertumbuhan transaksi jual

yang meningkat. Hal ini menjadi indikasi

positif terutama terkait dengan kunjungan dan

transaksi wisatawan yang meningkat pada

triwulan I 2019 sebanyak 59 ribu wisman

dibandingkan tahun sebelumnya 54 ribu

wisman.

Grafik 5.11 Kegiatan Penukaran Valuta Asing

5.3.4 Pengawasan Penyelenggaraan

Transfer Dana (PTD)

Transfer Dana merupakan rangkaian

kegiatan yang dimulai dengan perintah

dari pengirim asal yang bertujuan

memindahkan sejumlah dana kepada

penerima yang disebutkan dalam perintah

transfer dana sampai dengan diterimanya

dana oleh penerima. Dalam rangka

mendukung keamanan dan kelancaran

transaksi transfer dana serta memberikan

Sumatera Utara , KPw Pematangsiantar, dan KPw Sibolga.

Rincian KUPVA PTD BB

BI Provinsi Sumatera Utara 47 9

BI Pematangsiantar 4 0

Sumut 51 9

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

84

kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi

pihak yang terkait dalam penyelenggaraan

kegiatan transfer dana, Bank Indonesia

mengatur lebih lanjut dalam peraturan

pelaksanaan antara lain meliputi ketentuan

mengenai tata cara dan proses perizinan,

penyelenggaraan transfer dana, dan

penyampaian laporan oleh penyelenggara.

Badan usaha yang berbadan hukum

Indonesia bukan bank yang melakukan

penyelenggaraan kegiatan transfer dana wajib

memperoleh izin dari Bank Indonesia.

Pada triwulan I 2019, kegiatan transaksi

dana masuk (incoming) PTD menurun dari

triwulan sebelumnya, sementara dana

keluar (outgoing) meningkat. Dana yang

masuk ke PTD di Sumatera Utara senilai

Rp551 miliar lebih tinggi dari dana yang

keluar (outgoing) yang tercatat Rp81 miliar.

Hal ini diperkirakan terkait dengan aktivitas

konsumsi yang mereda di awal tahun

sehingga nominal uang yang dikirim melalui

PTD meningkat. Sementara itu, nominal

incoming yang jauh lebih besar menjadi

cerminan kondisi ketenagakerjaan Sumatera

Utara, dimana tenaga kerja Indonesia lebih

banyak berada diluar, dibandingkan dengan

tenaga asing yang berada di Sumatera Utara.

Aliran dana yang masuk (incoming) masih di

dominasi dari Malaysia.

Tabel 5.2 Transaksi Penyelenggaraan Transfer Dana Triwulan I dan IV

5.3.5 Layanan Keuangan Digital

Layanan Keuangan Digital merupakan

layanan keuangan berbasis uang elektronik

dimana masyarakat dapat menikmati

layanan seperti tarik tunai, transfer,

menabung dan sejumlah layanan

pembayaran tanpa harus datang ke kantor

bank. Menurut Peraturan Bank Indonesia

(PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang

Elektronik (Electronic Money), yang dimaksud

dengan Layanan Keuangan Digital adalah

kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan

keuangan yang dilakukan melalui kerjasama

dengan pihak ketiga, serta menggunakan

sarana dan perangkat teknologi berbasis

mobile/web dalam rangka keuangan inklusif.

Program LKD dilaksanakan Bank Indonesia

bekerjasama dengan perbankan agar

masyarakat yang bermukim jauh dari kantor

bank tetap dapat menikmati layanan

keuangan tanpa harus mendatangi kantor

bank yang menyita waktu, tenaga dan biaya.

Pada triwulan laporan, jumlah transaksi

LKD meningkat signifikan didukung

dengan peningkatan jumlah agen LKD.

Jumlah transaksi melalui layanan LKD

meningkat signifikan dari Rp72 miliar pada

triwulan sebelumnya menjadi Rp129 miliar.

Hal ini didukung oleh bertambahnya jumlah

agen LKD dari 9.869 agen menjadi 10.953

agen. Pertumbuhan jumlah agen juga

menunjukkan kenaikan yang signifikan

(75%), mengindikasikan pasar keuangan

digital dibutuhkan oleh masyarakat. Agen

LKD sudah tersebar di seluruh

kabupaten/kota di Sumatera Utara, dan

jumlahnya meningkat di hampir seluruh

daerah.

Tabel 5.3 Jumlah dan Transaksi Agen LKD di Sumatera Utara

2019

TW I TW II TW III TW IV TW I

Incoming (miliar Rp) 596 546 609 598 551

Outgoing (miliar Rp) 85 78 70 67 81

TOTAL 681 624 679 666 632

KETERANGAN2018

2019

I II III IV I II III IV I

Jumlah Agen LKD 7,564 7,930 8,600 8,356 6,241 6,604 8,152 9,872 10,953

Transaksi LKD (juta) 354 258 214 7,258 214,288 21,775 26,373 74,064 129,477

Keterangan2017 2018

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

85

BOKS 4 : INOVASI SISTEM PEMBAYARAN

QUICK RESPONSE PAYMENT & LAYANAN PENUKARAN UANG

RUPIAH 131 TITIK

A. Quick Response (QR) Code Payment

QR Code pertama kali ditemukan oleh Denso Wave, anak perusahaan dari Toyota, pada tahun

1994 untuk melakukan tracking dan kontrol terhadap assembling setiap komponen kendaraan

agar sesuai menjadi satu kesatuan kendaraan yang utuh. Selanjutnya penggunaan QR Code

semakin populer baik untuk identitas barang di retail store, identifier yang digunakan dalam

boarding pass hingga ke pembayaran seperti yang digunakan oleh Go-Pay, OVO hingga DANA.

QR Code memiliki keunggulan dengan murahnya biaya instalasi perangkat yang digunakan oleh

merchant untuk melayani pembayaran menggunakan QR Payment karena merchant cukup

menyediakan kertas bergambar QR Code yang kemudian akan dipindai oleh pembeli untuk

mengirimkan dana dalam rangka pembayaran.

QR Code merupakan jenis dari 2D Barcode. Pada dasarnya 2D Barcode merupakan jenis

barcode yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Data di-encode secara horizontal dan vertikal dalam bentuk simbol stack dan matrix. • Storage yang dimiliki cukup besar.

• Lebih menekankan pada deskripsi produk.

• Memiliki orientation pattern/finder pattern/positioning pattern yang memungkinkan code untuk dibaca dari segala arah.

Selain QR Code, terdapat beberapa jenis 2D Barcode lain yaitu AZTEC Code, MAXI Code,

Datamatrix Code dan PDF417. Maxi Code digunakan oleh United Parcel Service di Amerika,

PDF 417 biasanya dipakai di boarding pass, Aztec code dipakai di tiket, contohnya tiket pesawat

Sedangkan Datamatrix code biasa digunakan untuk benda benda yang ukuran kecil, misalnya

chip computer. Berikut adalah contoh-contoh jenis 2D Barcode:

Suplemen 4

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

86

Sedangkan dari jenisnya, QR Code terbagi menjadi dua jenis yaitu static QR dan dynamic QR. Pada static QR, QR Code di-generate hanya satu kali sehingga setiap transaksi yang dilakukan

akan menggunakan QR Code yang sama. Static QR biasanya di cetak dan diletakkan di depan

kasir merchant untuk di-scan oleh pembeli. Sedangkan pada dynamic QR, QR Code di-generate setiap kali transaksi terjadi. Setiap transaksi yang dilakukan akan diberikan QR Code yang

berbeda. Dynamic QR digunakan oleh merchant GO-PAY yang menggunakan EDC, dimana QR

di-generate ketika melakukan pembayaran.

Sedangkan dari sisi eksekusi transaksi pembayaran, QR Code terbagi menjadi dua jenis yaitu:

Push transaction

Pada push transaction, transaksi diinisiasi oleh debtor untuk mengirimkan sejumlah uang pada

creditor. Flow message dan flow of fund berasal dari debtor kepada creditor. Dalam Sistem

Pembayaran, Bank debtor men-debit sejumlah uang dari nasabahnya dan Bank creditor meng-

creditkan sejumlah uang pada account nasabahnya sejumlah dana yang diterima.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

87

Pull transaction

Pada pull transaction, transaksi diinisiasi oleh creditor untuk mengambil sejumlah uang dari

debtor. Flow message berasal dari creditor ke debtor, namun flow of fund berasal dari arah yang

berlawanan. Bank debtor mengambil sejumlah dana dari nasabahnya dan Bank creditor meng-

creditkan sejumlah dana yang diterima.

Kemudahan dalam bertransaksi menggunakan QR Payment terbukti meningkatkan inklusi

keuangan dan mendorong pembayaran digital di China dan India. Produk QR Payment yang

terkenal di China adalah Alipay dan WechatPay. Bahkan berdasarkan informasi dan riset yang

dilakukan, mayoritas pembayaran di China telah menggunakan QR Payment baik melalui

WeChatPay maupun AliPay hingga pembayaran sangat kecil seperti sumbangan ke pengemis.

Sedangkan di India, Reserve Bank of India telah mengeluarkan standard QR Code yang mengacu

pada standard EMVCo yaitu Bharat QR. Bharat QR dikembangkan oleh NPCI (organisasi yang

menaungi seluruh pembayaran ritel di Indonesia, serupa dengan GPN) bekerjasama dengan

Mastercard dan VISA.

Sedangkan di Indonesia, QR Code mulai massif digunakan sebagai salah satu kanal pembayaran

sejak tahun 2017, dimana Go-Pay, OVO dan T-Cash mulai menginisiasi pembayaran

menggunakan QR Code. Masifnya promo yang diberikan turut meningkatkan penetrasi

pembayaran menggunakan QR Code dan Barcode di Indonesia, khususnya Jakarta. Peningkatan

ini diresponse oleh perbankan dengan mengeluarkan produknya masing-masing, misalnya BNI

Yap!, Mandiri e-cash, BCA Sakuku, BRI My QR dan sebagainya. Namun, setiap penyedia jasa

sistem pembayaran (PJSP) baik bank maupun non bank memilii standard masing-masing dalam

mengeluarkan produk berbasis QR. Hal ini menyebabkan tidak terciptanya interoperabilitas dan

interkoneksi pembayaran menggunakan QR Code. Oleh karena itu, saat ini Bank Indonesia

bekerjasama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) selaku lembaga standard GPN

dan PJSP yang menyediakan layanan pembayaran menggunkan QR Code sedang menyusun

standarisasi pembayaran QR Code yang bernama QR Code Indonesia Standard (QRIS) yang

mengacu pada standard EMVCo. Dengan standard ini, diharapkan interkoneksi dan

interoperabilitas pembayaran di Indonesia, khususnya pembayaran menggunakan QR Code

semakin efektif dan efisien.

Sumber : ASPI, EMVCo, Bank Indonesia, Reserve Bank of India, PBOC & sumber lainnya (diolah)

B. Layanan Penukaran Uang Rupiah 131 Titik d.r. Hari Raya Idul Fitri Tahun 2019

Dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri di tahun 2019, Bank Indonesia akan memenuhi

kebutuhan uang tunai oleh masyarakat di wilayah KPw BI Provinsi Sumatera Utara (outflow)

menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2019 yang diproyeksikan sebesar Rp6,8 Triliun terdiri dari

Uang Pecahan Besar (UPB) Rp6 triliun dan Uang Pecahan Kecil (UPK) sebesar Rp800 miliar.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

88

Proyeksi outflow ini meningkat sebesar 21 % dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 Triliun.

Kenaikan outflow tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rangkaian kebutuhan saat

bulan Ramadhan dan hari libur panjang lebaran (11 hari), kenaikan gaji ASN yang berlaku sejak

tahun 2019 (5%), pembayaran THR bagi ASN dan pegawai swasta sebelum lebaran. Untuk

memenuhi kebutuhan lebaran tersebut, KPw BI Provinsi Sumatera Utara telah mempersiapkan

persediaan uang kartal sebesar Rp8,7 Triliun.

Dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat khususnya kebutuhan uang

pecahan kecil, KPw BI Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan perbankan telah

menyediakan 131 titik layanan mulai tanggal 2 s.d. 31 Mei 2019. Jumlah tersebut meningkat

39% dari tahun sebelumnya sejumlah 94 loket. Adapun titik layanan tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Layanan penukaran oleh perbankan di 70 loket bank di Kota Medan. (Setiap hari selasa dan

kamis pada tanggal 2 s.d. 16 Mei 2019 dan Senin s.d. Jumat pada tanggal 20 sd 31 Mei 2019);

b. Layanan penukaran oleh perbankan di 8 loket bank luar Kota Medan yaitu Lubuk Pakam,

Binjai, Tembung-Deli Serdang dan Belawan. (Tanggal 20 s.d. 31 Mei 2019);

c. Layanan penukaran oleh 30 BPR/S (tanggal 20 s.d. 31 Mei 2019);

d. Layanan kas keliling oleh perbankan dan Bank Indonesia di 15 pasar (Tanggal 2 s.d. 29 Mei

2019). Adapun pasar yang akan menjadi lokasi layanan adalah :

- Pusat pasar - Titi Papan - Marelan

- Petisah - Titi Kuning - Simpang Limun

- Pasar Bakti - Sambas - Pasar Jamin Ginting

- Sukaramai - Simpang Jodoh - Sei Sikambing

- Simalingkar - Brayan - Medan Baru

e. Layanan kas keliling bersama oleh perbankan dan Bank Indonesia di Lapangan Benteng

Medan (Tanggal 20 s.d. 23 dan 27 s.d. 29 Mei 2019) atau 7 hari kerja.

f. Layanan kas keliling oleh Bank Indonesia di 7 Instansi di Kota Medan.(Tanggal 20 s.d. 29

Mei 2019). Adapun instansi yang akan dilayani adalah : Pemprov Sumatera Utara, Pemkot

Medan, Lantamal I Belawan, Polda Sumut, Kejari Medan, Brimob dan TVRI.

Adapun kick off layanan penukaran UPK dilaksanakan di Kantor Gubernur Sumatera Utara, yang

dibuka langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Bp. H. Edy Rahmayadi. Kegiatan tersebut juga

bersamaan dengan kegiatan Pasar Murah Ramadhan yang diselenggarakan oleh Badan

Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) bekerjasama dengan Bank Indonesia serta Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan tersebut berhasil menarik lebih dari

1500 masyarakat di sekitar kantor Gubsu baik untuk belanja di Pasar Murah Ramadhan maupun

menukarkan uangnya di Layanan Kas Keliling Bank Indonesia ataupun perbankan yang ikut

berpartisipasi di Kantor Gubsu (BRI, BNI, Mandiri, Maybank, CIMB Niaga).

Selain memastikan kecukupan kebutuhan uang kartal selama ramadhan dan Idul Fitri, Bank

Indonesia juga aktif mengkampanyekan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah atau

yang dikenal dengan istilah 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang) kepada masyarakat baik

melalui sosialisasi ke lembaga dan/instansi pemerintah dan swasta, maupun sekolah-sekolah,

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

89

serta seluruh kanal media komunikasi daerah khususnya yang bekerjasama dengan BI Sumatera

Utara dan WA Group baik dalam bentuk infografis, videografis ciri keaslian uang rupiah 3 D serta

link iklan 3D pada media-media besar seperti Kompas. Selain itu, kami juga menyebarkan 20 banner,

200 flyer ke lokasi-lokasi yang mudah dan sering terbaca oleh masyarakat. Selain itu, iklan 3D juga

terdapat pada paper bag penukaran uang yang diberikan kepada masyarakat yang menukarkan uang

di Bank Indonesia. Berikut kami sampaikan contoh (miniatur) iklan 3D yang telah kami sebarkan ke

masyarakat.

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

90

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang meningkat pada triwulan I 2019,

kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator

mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,

tingkat kemiskinan juga menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang semakin

mengecil, dan ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa

kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara membaik.

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

91

Sejalan dengan tingginya laju

pertumbuhan ekonomi (LPE) Sumatera

Utara triwulan I 2019 (5,30%, yoy),

kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara

mengalami perbaikan. Kondisi

ketenagakerjaan Sumatera Utara membaik

tercermin dari peningkatan Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK)19 dan relatif stabilnya

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Sumatera Utara pada Februari 2019.

Perbaikan kualitas ketenagakerjaan juga

diikuti dengan serapan tenaga kerja formal

yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan

dengan tenaga kerja informal. Hal ini sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera

Utara yang ditopang oleh sektor industri

pengolahan serta sektor perdagangan besar

dan eceran, yang menyerap 28% tenaga

kerja.

Di tengah perbaikan ketenagakerjaan,

kondisi kesejahteraan juga meningkat.

Tingkat kesejahteraan petani yang

direpresentasikan melalui Nilai Tukar Petani

(NTP) meningkat pada triwulan I 2019

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya (0,7%,yoy). Secara

sektoral, peningkatan tersebut terutama

terjadi pada kenaikan NTP pada kelompok

perkebunan dan tanaman pangan seiring

dengan kenaikan harga CPO dan periode

panen raya yang terjadi pada Maret-April.

Sejalan dengan hal tersebut, tingkat

kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara

terpantau membaik ditopang oleh

pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi.

Data rilis BPS Provinsi Sumatera Utara

menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan

Sumatera Utara pada September 2018

menurun menjadi 8,9% dari 9,28% pada

periode yang sama tahun sebelumnya.

Capaian tersebut terlihat dalam tren menurun

sejak tahun 2012. Perbaikan tersebut juga

diikuti dengan penurunan tingkat

ketimpangan yang tercermin dari gini ratio.

Perbaikan ketimpangan terjadi baik di kota

19 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah

indikator tenaga kerja yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari. Secara

maupun di desa, seiring dengan perbaikan

kondisi tenaga kerja pada tahun 2018.

6.1 Ketenagakerjaan

Pada Februari 2019, jumlah

angkatan kerja meningkat

mengindikasikan potensi

perbaikan ekonomi yang

meningkat. Jumlah angkatan kerja Februari

2019 meningkat dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu

dari 7,2 juta orang menjadi 7,4 juta orang

atau tumbuh 3,1% (yoy).

Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja

TPAK pada februari 2019 juga tercatat paling

tinggi sejak tahun 2014. Peningkatan

angkatan kerja memberikan sinyal yang baik

bagi perbaikan ekonomi ke depan, karena

potensi keterlibatan sumber daya manusia

pada perekonomian juga semakin tinggi.

matematis TPAK merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun).

TPAK 74.6 %

TPT 5.56 %

Dlm ribuan

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

92

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara

Kondisi ketenagakerjaan yang membaik

juga tercermin dari penurunan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT). Seiring

dengan perbaikan ekonomi Sumut pada

2019, Tingkat Pengangguran Terbuka tahun

2019 (Periode Februari) sedikit turun

dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah

pengangguran di Sumut tercatat sebanyak

414 ribu orang. Tren penurunan tingkat

pengangguran di Sumut terjadi sejak 2015.

Meski demikian, realisasi TPT masih berada

diatas nasional (5,01%) dan memiliki urutan

ke-8 dengan tingkat pengangguran tertinggi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT

Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di

Sumatera Utara sejalan dengan laju

pertumbuhan ekonomi pada triwulan I

2019 yang tumbuh tinggi serta optimisme

perbaikan ekonomi ke depan. Akselerasi

pertumbuhan ekonomi juga memberikan

dampak kepada jenis pekerjaan masyarakat,

dimana pangsa tenaga kerja formal

meningkat pada Feb 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya. Meski demikian terdapat

siklus dimana porsi tenaga kerja informal

pada Februari lebih tinggi dibandingkan

Agustus, diindikasi terkait dengan musim

panen raya yang jatuh pada triwulan

pertama.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.4 Perkembangan Pangsa Kerja Formal dan Informal

Optimisme perbaikan kondisi

ketenagakerjaan terkonfirmasi dari hasil

Survei Konsumen. Perbaikan optimisme

kondisi ketenagakerjaan juga terkonfirmasi

dari kenaikan Indeks Ekspektasi Kondisi

Ekonomi (IEK) yang meningkat dibandingkan

triwulan I 2018. Peningkatan IEK tersebut

didorong oleh meningkatnya ekspektasi

penghasilan 6 bulan yang akan datang. Pada

triwualn 1 2019, indeks ekspektasi

penghasilan yang akan datang membaik

dibandingkan tahun sebelumnya. Meski

demikian, penurunan ekspektasi ketersediaan

lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang,

perlu mendapat perhatian, karena

mengindikasikan adanya penurunan

optimisme konsumen yang diperkirakan

terkait dengan volatilitas harga komoditas

serta situasi politik.

Grafik 6.5 Indeks Penghasilan dan Tenaga Kerja

6.2 6.4 6.2 6.2 6.3 6.8 7.04

6.22%

5.94%

6.39%6.48%

6.40%

5.58% 5.56%

5.00%

5.20%

5.40%

5.60%

5.80%

6.00%

6.20%

6.40%

6.60%

5.6

5.8

6.0

6.2

6.4

6.6

6.8

7.0

7.2

Feb-13 Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18 Feb-19

Bekerja - lhs Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % - rhs

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I

2016 2017 2018 2019

IEK

Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad

Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

93

Secara sektoral, struktur lapangan

pekerjaan relatif tidak banyak mengalami

perubahan dimana sektor pertanian

menjadi penyerap tenaga kerja (TK)

terbesar di Sumatera Utara. Sesuai dengan

karakteristik daerah, sektor pertanian masih

menjadi andalan dalam penyerapan tenaga

kerja di Sumatera Utara dengan pangsa 40%

(2,8 juta orang). Meskipun demikian, serapan

tenaga kerja di sektor ini berada dalam tren

menurun sejak tahun 2015. Sementara tenaga

kerja sektor jasa (lainnya) terlihat memiliki

pangsa yang membesar ditengah serapan TK

sektor industri pengolahan yang stagnan.

Pada Februari, serapan TK di sektor pertanian

umumnya lebih tinggi dibandingkan periode

Agustus, diperkirakan terkait dengan musim

panen raya padi yang jatuh pada bulan

Maret-April.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.6 Proporsi Pekerja Sektoral

Meski demikian, secara umum terlihat tren

penurunan jumlah tenaga kerja di sektor

pertanian sejak tahun 2015. Di Sumatera

Utara, hal ini sejalan dengan indeks Nilai

Tukar Petani (NTP) yang masih berada

dibawah 10020, serta harga komoditas yang

berada dalam dalam tren menurun sejak

2015. Imbal hasil yang rendah di sektor

pertanian dan koreksi harga komoditas

menyebabkan penduduk beralih ke lapangan

usaha lainnya yang memberikan pendapatan

yang lebih baik.

20

Nilai indeks dibawah 100 merepresentasikan indeks yang diterima petani (It) lebih kecil dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib) 21

Berdasarkan klasifikasi pekerjaannya, status pekerjaan utama dibagi menjadi dua, yaitu formal

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.7 NTP Sumatera Utara

Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan

menempati posisi kedua, menyerap tenaga

kerja 1,2 juta orang atau penduduk bekerja

di Sumatera Utara. Serapan TK di sektor

perdagangan yang relatif tinggi terjadi karena

kinerja sektor tersier yang membaik. Hal ini

diperkuat dengan beberapa literatur yang

menyebutkan bahwa sektor tersier

merupakan sektor yang paling cepat

menyerap tenaga kerja.

Di sisi lain, serapan TK tertinggi ketiga berada

pada sektor industri pengolahan. Hal ini

sejalan dengan pangsa sektoral industri

pengolahan yang menempati urutan kedua

terbesar bagi perekonomian Sumut (19%).

Meski demikian, porsi serapan TK di sektor

industri pengolahan belum terlihat meningkat

signifikan, masih berada di sekitar 8% sejak

tahun 2016, mengindikasikan adanya

stagnasi pertumbuhan sektor industri

pengolahan.

Berdasarkan tingkat pendidikannya,

pasokan tenaga kerja di Sumut masih

didominasi oleh tenaga kerja unskilled. Jumlah pekerja berpendidikan rendah (SMP ke

bawah) mendominasi struktur tenaga kerja

dengan porsi 52%. Rendahnya pendidikan

penduduk usia kerja tersebut juga

menyebabkan serapan tenaga kerja masih

terkonsentrasi pada lapangan kerja informal21

seperti sektor pertanian.

Namun demikian, apabila dilihat porsi TK

berpendidikan SMA ke atas sedikit

dan informal. Pekerja formal merupakan pekerjaan yang mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Sementara, pekerjaan informal terdiri dari buruh,

48.6% 48.1%40% 41% 42.6% 39.0% 40%

18.4% 18.8%22% 21% 21.0%

19.3% 18%

6.6% 6.3%9% 8% 7.3%

8.3% 8%

26% 27% 29% 31% 29% 33% 34%

F EB -1 3 F EB -1 4 F EB -1 5 F EB -1 6 F EB -1 6 F EB -1 7 F EB -1 8

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Perdagangan Besar dan Eceran Industri Pengolahan Lainnya

82

84

86

88

90

92

94

96

98

100

102

104

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2016 2017 2018 2019

NTP TANAMAN PANGAN HORTIKULTURA PERKEBUNAN

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

94

mengalami peningkatan dari 47% pada

Februari 2018 menjadi 48% pada Februari

2019. Jumlah TK yang meningkat terutama

berlatarbelakang pendidikan Diploma dan

Universitas. Secara berurut, lulusan SMA,

SMK, Diploma dan Universitas, masing-

masing bertambah 45 ribu, 23 ribu dan 93

ribu pada Februari 2019. Kenaikan jumlah

tenaga kerja berpendidikan tinggi ini

diharapkan dapat menjadi faktor pendorong

perbaikan ekonomi Sumut ke depan. Secara

rinci, jumlah tenaga kerja yang

berpendidikan SMP ke bawah tercatat

sebanyak 3,6 juta orang (52%), SMA

sebanyak 1,5 juta orang (23%), SMK

sebanyak 895 ribu orang (13%), dan

Diploma-Universitas sebanyak 842 ribu

orang (13%).

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.8 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan

Namun demikian, pada Februari 2019

Tingkat Pengangguran Terbuka22 terbanyak

terlihat pada angkatan kerja dengan

pendidikan diploma-universitas. Rilis data

BPS menyebutkan tingkat pengangguran

terbuka (TPT) paling banyak berpendidikan

Diploma dan Universitas. Sementara

pengangguran berlatarbelakang pendidikan

SMK jauh menurun dari bulan Agustus 2018.

Kondisi ini diperkirakan merupakan dampak

positif dari program revitalisasi SMK yang

mulai berjalan pada awal 2018. Sementara

porsi pengangguran berpendidikan tinggi

pekerja bebas pertanian, pekerja bebas non pertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar. 22 Tingkat pengangguran merupakan persentasi dari

jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Penganggur terbuka terdiri dari Penduduk berusia 15 tahun keatas yang : 1) Tidak memiliki dan

yang masih tinggi menunjukkan adanya gap antara pasokan TK berkualitas dan

permintaan tenaga kerja di wilayah Sumatera

Utara, antara lain dapat dikarenakan 1)

Oversupply, pertumbuhan industri tidak

secepat pertumbuhan angkatan kerja; 2)

Kualitas tenaga kerja tidak sesuai dengan

standar industri; dan 3) Semakin banyak

industri yang mengarah pada otomasi produk.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.9 TPT Berdasarkan Pendidikan

Indikator lainnya untuk menggambarkan

kondisi ketenagakerjaan adalah pekerja

dengan jam waktu penuh (≥35 jam

seminggu). Jumlah pekerja dengan waktu

penuh bertambah 264 ribu orang atau

meningkat 6% dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Hal ini

mengindikasikan adanya perbaikan kondisi

ketenagakerjaan karena klasifikasi tenaga

kerja penuh yang identik dengan

produktivitas lebih tinggi. Selain itu, serapan

pekerja dengan jam waktu penuh juga

tumbuh meningkat 2,4% dibandingkan tahun

sebelumnya (-8.6%).

Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh)

Sumber: BPS, diolah

mencari pekerjaan; 2)tidak memiliki dan mempersiapkan usaha; 3)tidak memiliki pekerjaan dan mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan; 4) sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

-

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

≤ SD SMP SMA SMK DiplomaI/II/III

Universitas

Feb-17 Aug-17 Feb-18 Aug-18 Feb-19

2019Perubahan

(Persen Poin)

Perubahan

(Persen Poin)

Feb Agst Feb Agst Feb Feb 2018 - Feb 2019 Feb 2017 - Feb 2018

1-7 0.0% 6.9% 8.0% 2.3% 8.9% 0.8% 8.0%

8-34 26.2% 23.2% 26.7% 29.6% 23.4% -3.3% 0.5%

≥35 jam 73.8% 69.9% 65.3% 68.1% 67.7% 2.4% -8.6%

TOTAL 5,816 6,365 6,823 6,728 7,036

2018Jumlah Jam Kerja

Per Minggu

2017

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

95

Kondisi ini sejalan struktur tenaga kerja

menurut lapangan pekerjaan utamanya.

Dimana pada grafik 6.8 menunjukkan pangsa

tertinggi terjadi pada TK dengan lapangan

kerja buruh/karyawan/pegawai (37%). dan

berusaha sendiri (18.8%).

Serapan TK menurut jumlah jam kerja dan

dominasi sektor ekonomi sejalan. Jumlah

serapan TK jam kerja penuh diperkirakan

sejalan dengan kinerja sektoral Sumatera

Utara yang membaik terutama pada sektor

konstruksi dan jasa administrasi

pemerintahan yang tumbuh pada triwulan I

2019 dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya.

Grafik 6.10 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

6.2 Kesejahteraan

6.2.1 Nilai Tukar Petani

Pada triwulan I 2019, kesejahteraan petani

di Sumatera Utara mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumatera Utara pada triwulan I 2019

meningkat dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya, namun masih berada

dibawah batas 100. NTP triwulan laporan

tercatat sebesar 98,8%, lebih tinggi 0,7

persen poin dibanding periode sebelumnya

98,1%.

23 Indeks yang dibayar mencerminkan fluktuasi harga barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan (Indeks IKRT), serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi

Grafik 6.11 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara

Dilihat berdasarkan kelompok

pembentuknya, peningkatan indeks

kesejahteraan petani tertinggi terjadi pada

subsektor tanaman pangan dan

perkebunan, yang terindikasi akibat adanya

kenaikan harga CPO lokal dan karet serta

masuknya periode panen raya tanaman

pangan.

Indeks NTP yang berada dibawah 100

menggambarkan kondisi petani yang

mengalami defisit, kebutuhan melebihi

penerimaan, mengindikasikan kondisi yang

rentan untuk sejahtera. Di sisi lain, struktur

biaya petani dalam melakukan proses

produksi juga diperkirakan tidak efisien

sehingga menimbulkan biaya tinggi.

Kepemilikan lahan yang tidak mencapai skala

ekonomis juga menyebabkan biaya produksi

yang lebih tinggi sehingga mempengaruhi

indeks yang dibayar secara keseluruhan.

Lebih spesifik, biaya produksi yang tinggi

terutama disebabkan oleh biaya tenaga kerja

di Sumatera Utara yang lebih mahal.

Menyikapi hal ini, diperlukan strategi untuk

mengelola proses produksi hingga pemasaran

secara berkelompok serta memperluas

implementasi teknologi pertanian guna

menurunkan biaya produksi.

Kenaikan NTP Sumatera Utara didorong oleh

kenaikan penerimaan petani tercermin dalam

pertumbuhan Indeks yang diterima (It) yang

lebih tinggi dibandingkan indeks yang

dikeluarkan (ib). Indeks yang diterima (It)23

meningkat 2,6% pada triwulan I 2019, lebih

tinggi dari tahun sebelumnya 2,4%. Selain

itu, pengeluaran petani yang tercermin dari

hasil pertanian (indeks BPPBM). Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi pedesaan.

98.14 97.4298.81

85.00

87.00

89.00

91.00

93.00

95.00

97.00

99.00

101.00

103.00

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2016 2017 2018 2019

NTP PERKEBUNAN TANAMAN PANGAN HORTIKULTURA Linear (NTP)

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 96

indeks pengeluaran (Ib) pertumbuhannya

tercatat turun 1,1% dari tahun sebelumnya

4,2%.

Meski harga gabah kering panen (GKP) di

tingkat petani turun cukup dalam (-10,4%)

pada triwulan I 2019 dibandingkan tahun

sebelumnya (11.7%), namun produktivitas di

sisi onfarm yang meningkat diperkirakan

mendorong peningkatan pendapatan petani

secara keseluruhan. Di sisi lain, kenaikan

harga CPO lokal juga mendorong kenaikan

pendapatan yang tercermin pada kenaikan

indeks yang diterima (it). Sementara

penurunan indeks yang dibayar (ib) disinyalir

terkait dengan proses mekanisasi pertanian

yang terus bergulir seiring dengan program

pemberian alsintan oleh pemerintah.

Grafik 6.12 Pertumbuhan Harga Gabah Kering Panen dan CPO lokal

Berdasarkan sektornya, penurunan NTP

khususnya didorong oleh penurunan NTP

dari subsektor tanaman pangan dan

perkebunan. Penurunan NTP subsektor

tanaman pangan sejalan dengan periode

panen raya tanaman padi yang jatuh pada

bulan Maret-April. Sementara perbaikan di

subsektor perkebunan sejalan dengan

kenaikan harga komoditas CPO. Sementara

penurunan NTP subsektor hortikultura

diperkirakan terkait dengan tekanan harga

jual komoditas seperti cabai merah yang

menurun seiring dengan pasokan yang

melimpah. Penurunan ini juga terkonfirmasi

dari tekanan inflasi triwulan I yang lebih

rendah (1.05%,yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya (3.91%,yoy)

(lihat bab inflasi)

24 Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.13 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara Berdasarkan Subsektor

6.2.2 Kemiskinan

Perbaikan sektor tenaga kerja disertai

dengan inflasi yang relatif rendah

berdampak pada tingkat kemiskinan yang

menurun. Angka kemiskinan24 Sumatera

Utara pada September 2018 mengalami

penurunan dibandingkan dengan periode

yang sama tahun lalu dan memperlihatkan

kecenderungan tren yang menurun sejak 3

tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin

mencapai 1,29 juta jiwa atau 8,9% dari total

penduduk di Sumatera Utara. Angka ini

menurun 3% atau sebanyak 34 ribu orang

dibandingkan September 2017.

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.14 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara

Perbaikan tingkat kemiskinan terjadi di

pedesaan sementara jumlah penduduk

miskin di perkotaan meningkat. Jumlah

penduduk miskin di daerah perdesaan

umumnya selalu lebih tinggi dibandingkan

perkotaan. Namun demikian, mulai periode

kemiskinan. Pada September 2018 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp451.673 per kapita/bulan

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

97

September 2017 jumlah penduduk miskin di

daerah pedesaan lebih sedikit dibandingkan

dengan perkotaan. Jumlah penduduk miskin

di desa menurun 58,2 ribu atau turun 8,8%

dibandingkan September 2017. Sementara

jumlah penduduk miskin di kota naik 23,7

ribu dibandingkan tahun sebelumnya. Meski

demikian, secara persentase jumlah

penduduk miskin di perkotaan juga berada

dalam tren yang menurun. Penurunan jumlah

penduduk miskin di desa diindikasikan terkait

dengan keberhasilan program Dana Desa

yang sedang bergulir saat ini. Program Dana

Desa yang digunakan untuk pembangunan

infrastruktur desa serta pemberdayaan

masyarakat disinyalir memberikan dampak

positif dalam pengentasan kemiskinan.

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.15 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan

Selain itu, penurunan jumlah penduduk

miskin di Sumatera Utara secara umum

disinyalir didorong oleh beberapa faktor salah

satunya laju inflasi yang relatif terkendali dan

pada tren yang menurun di 2018. Inflasi yang

terkendali ini kemudian berdampak pada

stabilitas harga barang yang dikonsumsi oleh

masyarakat. Selanjutnya, kesuksesan

penyaluran beras sejahtera (rastra) dan

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada

rumah tangga juga turut berkontribusi pada

penurunan jumlah penduduk miskin di

Sumatera Utara.

Komoditi makanan memberikan

sumbangan terbesar terhadap Garis

Kemiskinan baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Komoditi makanan mendominasi

garis kemiskinan sebesar 76%, sementara

komoditi non makanan menyumbang 24%.

Apabila dilihat lebih dalam, terdapat 5

komoditi utama pada komponen makanan

yang memberikan sumbangan terbesar

terhadap garis kemiskinan, yaitu Beras, Rokok

Kretek Filter, Tongkol/Tuna/Cakalang, Telur

Ayam Ras, dan Gula Pasir yang memberikan

pangsa sekitar 80%. Sementara komponen

bukan makanan seperti Perumahan, Bensin,

Listrik, Pendidikan dan Perlengkapan Mandi

yang memberikan sumbangan sekitar 20%.

Tabel 6.2 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan

Sumber : BPS (diolah)

Perbaikan tingkat kemiskinan juga

ditunjukkan dengan Indeks Kedalaman

Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) yang menunjukkan

kecenderungan menurun. Selama

September 2017- September 2018, Indeks P1

turun dari 1.49 menjadi 1.45. Sejalan dengan

hal tersebut indeks P2 juga menurun dari

0.37 menjadi 0.33. Hal ini mengindikasikan

rata-rata pengeluaran penduduk miskin

cenderung semakin mendekati garis

kemiskinan dan tingkat ketimpangan

pengeluaran penduduk miskin semakin

menurun.

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.16 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Pedesaan

Makanan 74.1 Makanan 78.6

Beras 20.73 Beras 30.39

Rokok Kretek Filter 12.54 Rokok Kretek Filter 9.97

Tongkol/tuna/cakalang 4.09 Tongkol/tuna/cakalang 3.17

Telur ayam ras 3.77 Telur ayam ras 2.7

Gula pasir 3.04 Gula pasir 2.69

Bukan Makanan 25.9 Bukan Makanan 21.4

Perumahan 5.68 Perumahan 4.55

Bensin 4.69 Bensin 2.77

Listrik 3.61 Listrik 1.76

Pendidikan 1.85 Pendidikan 1.66

Perlengkapan mandi 1.16 Perlengkapan mandi 1.3

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

98

Apabila dibandingkan dengan provinsi lain

di Sumatera, Provinsi Sumatera Utara

merupakan provinsi dengan peringkat 5

dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada

September 2018 yang memiliki 8,9%

penduduk miskin. Adapun persentase

jumlah penduduk miskin paling tinggi adalah

Provinsi Aceh sebesar 15,7% dan terendah

adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

sebesar 4,7%. Namun, persentase penduduk

miskin Sumatera Utara masih di bawah

nasional yang mencapai 9,6% dan apabila

dibandingkan se-Indonesia, Provinsi

Sumatera Utara berada pada urutan ke-18

dengan tingkat kemiskinan terendah, lebih

baik dibandingkan dengan Provinsi Jawa

Timur dan Jawa Tengah.

6.2.3 Ketimpangan Pendapatan

Sejalan dengan tingkat kemiskinan yang

membaik, kondisi ketimpangan

pendapatan juga membaik. Ketimpangan

pendapatan tercermin melalui rasio gini yang

mengukur ketimpangan distribusi pendapatan

melalui pengukuran yang berkisar antara 0

sampai 1. Apabila koefisien gini bernilai 0

berarti terjadi pemerataan sempurna di suatu

daerah, sementara apabila bernilai 1 maka

terjadi ketimpangan sempurna.

Pada September 2018 , koefisien Gini

Sumatera Utara tercatat sebesar 0,311 lebih

rendah dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya 0,335. Hal ini

mengindikasikan kondisi ketimpangan yang

membaik di Sumatera Utara. Dibandingkan

dengan provinsi lainnya, Sumatera Utara

menduduki peringkat 4 dengan koefisien gini

terendah di Indonesia dan nasional 0,384.

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.17 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara

Ditinjau dari wilayahnya, tingkat

ketimpangan di kawasan perkotaan tercatat

lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pada

September 2018, koefisien gini perkotaan

Sumatera Utara tercatat sebesar 0,33, lebih

tinggi dibandingkan dengan pedesaan yang

mencapai 0,25. Tingkat ketimpangan yang

lebih tinggi di daerah perkotaan sejalan

dengan kondisi nasional, yang diperkirakan

juga terkait dengan pengangguran yang lebih

tinggi di daerah perkotaan.

Ketimpangan pendapatan di perkotaan dan

pedesaan membaik pada September 2018.

Di daerah perkotaan dan pedesaan Sumatera

Utara, ketimpangan pendapatan pada

September 2018 lebih rendah dibandingkan

periode yang sama tahun 2017. Kondisi

ketimpangan yang membaik diantaranya

terjadi karena: 1) Kenaikan rata-rata

pengeluaran perkapita per bulan kelompok

40% terbawah dan 40% menengah yang

lebih cepat dibandingkan 20%; 2) Di daerah

perkotaan, kenaikan pengeluaran terlihat

pada kelompok 40% pendapatan menengah

dan 20% teratas; 3) Sementara di daerah

pedesaan, kenaikan pengeluaran perkapita

yang lebih cepat terlihat hanya pada 40%

kelompok menengah. Untuk menekan gini

ratio, dibutuhkan percepatan pengeluaran

perkapita pada kelompok 40% terbawah,

diantaranya melalui program pemberdayaan

masyarakat melalui Dana Desa.

Grafik 6.18 Distribusi Pengeluaran Perkotaan

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

99

Grafik 6.19 Distribusi Pengeluaran Pedesaan

Ketimpangan distribusi pendapatan masih

sangat terlihat khususnya daerah

perkotaan. Hal tersebut tercermin dari

distribusi pengeluaran yang tidak merata

dimana sekitar 80% dinikmati oleh

masyarakat berpendapatan menengah dan

kelompok teratas atau sekitar 60% total

penduduk. Sementara masyarakat

berpendapatan rendah atau 40% dari total

penduduk hanya mendapatkan share 20%

pendapatan perkotaan. Hal ini

mengindikasikan masih adanya kendala

pemerataan antara lain 1) perbedaan

konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.

Sumatera Utara bagian timur memiliki

pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan

bagian barat; 2) alokasi investasi yang belum

merata. Pembangunan infrastruktur strategis

seperti jalan tol dan bandara masih

terkonsentrasi di wilayah timur, serta

beberapa pembangunan yang masih dalam

proses belum memberikan dampak yang

siginifikan; 3) tingkat mobilitas faktor

produksi yang rendah seperti tenaga kerja

atau modal yang belum merata menyebabkan

ketimpangan di level regional; serta 4)

ketersediaan infrastruktur yang belum

mengakomodir seluruh daerah hingga

pelosok Sumatera Utara.

Terkait dengan distribusi pendapatan

sebagaimana diulas diatas, perbaikan

aspek pemerataan (equity) dalam distribusi

pendapatan juga perlu diupayakan melalui

pembangunan modal manusia. Salah satu

upaya dalam menekan tingkat ketimpangan

adalah mengupayakan agar penduduk

mendapatkan kemudahan dalam mengakses

kebutuhan dasar untuk mengembangkan

potensinya yang kemudian akan tercermin

dalam Indeks Pembangunan Manusia. IPM

merupakan indikator penting untuk mengukur

keberhasilan dalam membangun kualitas

hidup manusia. IPM juga menjelaskan

bagaimana penduduk dapat mengakses hasil

pembangunan untuk memperoleh

pendapatan, kesehatan, dan dan pendidikan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sumatera Utara terus mengalami

peningkatan. IPM Sumatera Utara tahun

2018 mencapai 71,18 meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya 70,57.

Meski demikian, capaian tersebut masih

sedikit berada di bawah angka nasioinal

71,39. Peningkatan IPM tersebut didorong

oleh peningkatan pada 3 aspek esensial, yaitu

aspek umur panjang dan hidup sehat,

pengetahuan dan standar hidup layak. Ketiga

aspek tersebut dijabarkan ke dalam 3 indeks

yaitu Indeks Harapan Hidup Saat Lahir

(UHH), Indeks Harapan Lama Sekolah (HLS)

dan Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)

serta Indeks Pengeluaran Per Kapita, yang

keseluruhannya menunjukkan peningkatan di

tahun 2018.

Tabel 6.3 IPM Menurut Komponen

Dibandingkan provinsi lain di Sumatera, IPM

Provinsi Sumatera Utara tahun 2018

menempati peringkat ke 5 IPM tertinggi

dibawah Kepulauan Riau (74,8), Riau (72,4),

Sumatera Barat (71,7), dan Aceh (71,18).

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.20 IPM Sumut dan Nasional

Komponen Satuan 2013 2014 2015 2016 2017 2018

1 2 6 7 8 9 10 11

Umur Harapan Hidup saat Lahir

(UHH)

Tahun 67.94 68.04 68.29 68.33 68.37 68.61 

Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12.41 12.61 12.82 13.00 13.1 13.1

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8.79 8.93 9.03 9.12 9.25 9.3

Pengeluaran per Kapita Rp 000 9,309 9,391 9,563 9,744 10,036 10,391

IPM 68.38 68.87 69.51 70 70.57 71.18

Pertumbuhan IPM % 0.94 0.72 0.93 0.7 0.81 0.9

68

.87 6

9.5

1 70

.00 7

0.5

7 71

.18

68

.9 69

.55

70

.18

70

.81

71

.39

2014 2015 2016 2017 2018

IPM Sumut IPM Nasional

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

100

Secara spasial, IPM seluruh kabupaten/kota

menunjukkan peningkatan,

mengindikasikan adanya distribusi dari

pertumbuhan ekonomi terhadap

pembangunan manusia. Dari 33

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, kota

Medan telah menyandang sebagai kota

≥80).

Sementara sebanyak 16 kabupaten/kota

(70≤IPM<80), dan sisanya sebanyak 16

lainnya berstatus sedang.Tahun 2018,

terdapat 2 kabupaten dengan status yang

meningkat dari sedang menjadi tinggi, yaitu

kabupaten Langkat dan Samosir, didorong

oleh perbaikan dimensi standar hidup layak.

Di sisi lain, 2 kabupaten juga meningkat

statusnya dari rendah menjadi sedang, yaitu

Nias Selatan dan Nias Barat. Kemajuan IPM

kedua kabupaten tersebut didorong oleh

perbaikan dimensi pendidikan Selaras dengan

pembangunan yang lebih banyak dilakukan

di Pantai Timur, sehingga tingkat

kesejahteraan dan pembangunan manusia di

Sumatera Utara juga relatif lebih baik di

wilayah Pantai Timur (Grafik 6.19)

Grafik 6.21 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

101

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

102

BOKS 5 : Strategi Pengembangan Sektor Ekonomi

Wilayah Pantai Barat dan Kepulauan di Provinsi Sumatera Utara

Dengan luas dataran mencapai 72ribu km2, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33

kabupaten/kota yang terbagi menjadi empat wilayah sesuai dengan letak dan topografinya.

Pembagian empat wilayah spasial tersebut adalah Pantai Timur, Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan

Kepulauan. Secara spasial, ketimpangan sosial antarwilayah Provinsi Sumatera Utara masih cukup

tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh size perekonomian Pantai Timur di tahun 2017 yang mencapai

75% terhadap perekonomian Sumatera Utara dan diikuti oleh Dataran Tinggi sebesar 14%.

Sementara itu, Pantai Barat dan Kepulauan masing masing tercatat 9% dan 3% terhadap

perekonomian Sumatera Utara. Persentase kemiskinan di tahun 2017 juga relatif lebih tinggi di Pantai

Barat dan Kepulauan dengan rata rata masing masing sebesar 11% dan 23%. Untuk menurunkan

ketimpangan antarwilayah, diperlukan pendalaman analisis terkait sektor sektor unggulan daerah

dan strategi optimalisasi sektor sektor ekonomi, terutama di Pantai Barat dan Kepulauan.

Grafik 6.22 PDRB dan Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada

tahun 2017

Pertama, dilakukan analisis menggunakan metode Location Quotient (LQ) untuk menghitung

perbandingan relatif sumbangan nilai tambah suatu sektor di suatu daerah terhadap sumbangan nilai

tambah sektor tersebut dalam skala provinsi atau nasional. Nilai LQ lebih besar dari 1 menunjukkan

keunggulan relatif suatu sektor di suatu daerah terhadap daerah lainnya. Metode tersebut dipadukan

dengan Growth Ratio on Subject (GRS), yaitu perbandingan antara laju pertumbuhan sektoral area

yang menjadi subyek dengan laju pertumbuhan sektoral area yang menjadi referensi. Nilai GRS lebih

besar dari 1 menandakan bahwa suatu sektor di area studi memiliki laju pertumbuhan di atas laju

pertumbuhan sektor tersebut di area referensi.

Suplemen 5

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

103

Berdasarkan kombinasi LQ dan GRS, terdapat empat kelompok potensi ekonomi yang

kemudian diperdalam dengan pembuatan Loc-Growth Matrix dengan benchmark Boston Consulting

Group Matrix (BCG Matrix). Melalui Loc-Growth Matrix digunakan untuk memformasikan alternatif

strategi pengembangan sektor sektor perekonomian secara umum. Keempat kuadran tersebut

adalah Genuinely Potential, Genuinely Dominant, Declining, dan Non Potential.

tinggi. Apabila terdapat alasan yang kuat bahwa sektor tersebut akan menjadi sektor yang dominan,

hal strategis yang dapat diterapkan adalah investasi untuk mengoptimalisasi kapasitas produksi untuk

memenuhi permintaan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM, penyaluran

kredit, serta pengembangan teknologi. Sementara itu adalah sektor yang

menjadi motor penggerak perekonomian di suatu daerah dimana peningkatan kapasitas produksi

dapat secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi. Strategi yang dapat diterapkan untuk

sektor ini salah satunya adalah peningkatan investasi sehingga tingkat produksi dapat mencapai titik

Declining

pertumbuhannya cenderung stagnan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan di antaranya investasi

untuk meningkatkan kapasitas, diversifikasi produk, atau diversifikasi pasar untuk meningkatkan

permintaan.

Tabel 6.4 Sektor Perekonomian Berdasarkan Empat Kelompok Potensi Ekonomi di Wilayah

Kepulauan dan Pantai Barat

Sebagian besar wilayah masih mengandalkan Lapangan Usaha (LU) Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib dalam rangka mendorong pertumbuhannya. Hal

Kepulauan Kepulauan Kepulauan Kepulauan Kepulauan Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat Pantai Barat

Nias Nias Selatan Nias Utara Nias Barat Gunung SitoliMandailing

Natal

Tapanuli

Selatan

Tapanuli

Tengah

Padang Lawas

UtaraPadang Lawas Sibolga

Padang

Sidempuan

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2 3 2 3 1 2 3 3 2 2 4 4

Pertambangan dan Penggalian 4 4 3 3 3 4 1 4 4 1 4 4

Industri Pengolahan 1 1 1 1 1 1 4 4 1 1 1 1

Pengadaan Listrik dan Gas 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 2

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang4 4 4 4 3 4 4 3 1 4 3 2

Konstruksi 3 3 4 1 2 3 2 3 2 2 4 3

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor1 4 4 1 2 1 1 1 1 4 2 2

Transportasi dan Pergudangan 4 4 4 4 3 4 1 1 1 4 3 3

Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3

Informasi dan Komunikasi 4 1 4 1 4 4 4 4 4 1 4 3

Jasa Keuangan dan Asuransi 1 4 1 4 3 4 4 4 1 1 4 3

Real Estate 4 3 4 4 3 4 1 4 2 1 3 4

Jasa Perusahaan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib2 2 2 3 2 2 2 2 3 4 2 2

Jasa Pendidikan 1 4 1 4 2 4 1 4 1 1 3 3

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3

Jasa lainnya 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

104

tersebut menunjukkan bahwa perekonomian daerah masih berpangku kepada kegiatan kegiatan

yang dilakukan oleh Pemerintah. Di satu sisi, LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menjadi sektor

primadona atau termasuk dalam kelompok Genuinely Dominant di Kabupaten Nias, Nias Utara,

Mandailing Natal, Padang Lawas Utara, dan Padang Lawas. Berdasarkan hasil Penelitian KPJU

Unggulan UMKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018, beberapa komoditas unggulan pertanian

yang dapat dikembangkan di daerah daerah tersebut di antaranya padi sawah, kelapa sawit, karet

dan pisang. Sementara itu, LU Perdagangan menjadi sektor unggulan di daerah perkotaan di wilayah

Kepulauan dan Pantai Barat seperti Kota Gunung Sitoli, Kota Sibolga, dan Kota Padangsidimpuan.

Berdasarkan hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018,

beberapa komoditas unggulan perdagangan yang dapat dikembangkan di daerah daerah tersebut

diantaranya toko kelontong / mini market, penjualan durian, dan perdagangan beras. Dengan

demikian, strategi pengembangan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta LU Perdagangan

dapat diarahkan untuk meningkatkan investasi terutama kepada komoditas komoditas unggulan.

Investasi yang dilakukan dapat dalam bentuk peningkatan program pertanian melalui perluasan

teknologi, penyaluran kredit ataupun subsidi.

Tabel 6.5 Hasil Penelitian KPJU Unggulan UMKM Kabupaten/Kota

Nias Padang Lawas

Utara

Mandailing

Natal Nias Utara

Padang

Lawas

Sektor

Pertanian

Padi Sawah Kelapa Sawit Padi Sawah Pisang Kelapa Sawit

Karet Padi Sawah Karet Jagung Padi Sawah

Kayu

Simalambuo Karet Kakao Durian Karet

Gunung Sitoli Sibolga Padang-

sidimpuan

Perdagangan

Penjualan

Durian

Toko

Kelontong

Toko

Kelontong

Penjualan

Kelapa

Perdagangan

Beras

Perdagangan

Beras

Toko

Kelontong

Reparasi

Kendaraan Toko Pakaian

PROSPEK PEREKONOMIAN

105

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 diprakirakan tumbuh moderat di tengah perkembangan inflasi yang kembali meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Moderasi ekonomi bersumber dari kembali normalnya permintaan konsumsi rumah tangga pasca periode Ramadhan dan Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi dan membaiknya net ekspor. Sementara itu, laju perubahan harga-harga secara umum masih meningkat yang disumbangkan oleh peningkatan tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Secara keseluruhan tahun 2019, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut dengan capaian inflasi yang masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional. Optimisme perekonomian didukung oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah serta perbaikan net ekspor yang cukup signifikan, di tengah kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk inflasi, terdapat tren peningkatan laju inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Meski demikian, inflasi akhir tahun 2019 masih akan berada dalam rentang sasaran nasional sebesar 3,5 ± 1% (yoy).

PROSPEK PEREKONOMIAN 106

7.1 Prospek Pertumbuhan

Ekonomi

Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada

triwulan III 2019 diprakirakan sedikit

termoderasi dibandingkan dengan triwulan II

2019. Moderasi kinerja ekonomi tersebut

terutama bersumber dari kembali normalnya

konsumsi pasca periode Ramadhan dan

Lebaran, di tengah masih stabilnya investasi

dan membaiknya net ekspor. Dari sisi lapangan

usaha (LU), perlambatan permintaan konsumsi

diprakirakan akan berdampak pada terjadinya

deselerasi LU perdagangan, penyediaan

akomodasi dan makanan-minuman (mamin),

serta LU berbagai jenis jasa yang berkaitan

dengan konsumsi masyarakat. Di sisi lain,

perkembangan LU tradable diprakirakan pada

arah yang akseleratif sehingga menjadi faktor

penopang pertumbuhan ekonomi. Dengan

perkembangan ini, ekonomi Sumatera Utara

pada triwulan III 2019 diprakirakan dapat

tumbuh di kisaran 5,0 5,4% (yoy).

Sumber: BPS, diolah p) Proyeksi Bank Indonesia

Grafik 7.1 Outlook PBRB Sumatera Utara triwulan II 2019

Konsumsi rumah tangga triwulan III 2019

diprakirakan mengalami deselerasi pasca

perayaan HBKN pada triwulan II 2019.

Sebagaimana pola musiman yang juga terjadi

pada 2017 dan 2018, permintaan konsumsi

dari masyarakat akan kembali normal setelah

HBKN Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II

(Juni). Di samping itu, meski kinerja pariwisata

dinilai akan tetap tumbuh positif, dorongan

pertumbuhannya tidak akan sekuat triwulan

sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh telah

selesainya beberapa event pariwisata bertaraf

lokal maupun nasional sebelum triwulan III

2019, seperti Pekan Raya Sumatera Utara (8

Maret 8 April), Sigale-gale Carnival (31 Mei),

Festival Gondang Naposo (8-9 Juni), serta Toba

Caldera World Music Festival (14-16 Juni).

Konsumsi pemerintah triwulan III 2019 juga

diprakirakan tidak tumbuh sekuat triwulan

sebelumnya. Hal ini dinilai akan dipengaruhi

oleh telah selesainya kegiatan realisasi belanja

bantuan yang dialokasikan untuk kegiatan Pileg

dan Pilpres 2019. Belanja hibah dan bantuan

lainnya juga diprakirakan melambat, sejalan

dengan jumlah event yang berkurang pasca

perayaan Idul Fitri. Di samping itu, belanja

langsung untuk pegawai dinilai tidak akan

sebanyak triwulan II 2019 karena kegiatan yang

bersifat administratif (operasional) dalam

pelaksanaan proyek infrastruktur sudah banyak

yang selesai. Hal ini akan turut mengurangi

belanja barang habis pakai (konsumsi) dan

realisasi belanja pemerintah akan lebih banyak

terkonsentrasi pada belanja modal (investasi)

untuk proyek infrastruktur.

Di tengah perlambatan kinerja konsumsi,

investasi di Sumatera Utara diprakirakan masih

tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2019.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

pengerjaan proyek Pemerintah diprakirakan

semakin intensif, khususnya untuk proyek

infrastruktur transportasi dan pariwisata yang

dibiayai dari belanja modal. Selain itu,

investasi swasta juga diprediksi akan mampu

menopang pertumbuhan. Hal tersebut

didukung oleh meningkatnya kepastian usaha

setelah periode Pileg dan Pilpres 2019.

Pertumbuhan net ekspor Sumatera Utara pada

triwulan III 2019 diproyeksikan mengalami

peningkatan sehingga menahan moderasi

perekonomian yang lebih lanjut. Perbaikan

kinerja net ekspor terutama akan ditopang oleh

akselerasi ekspor luar negeri. Setelah sempat

mengalami penurunan pada awal 2019 karena

keterbatasan bahan baku, ekspor CPO

Sumatera Utara diprakirakan mengalami

peningkatan dengan dukungan ketersediaan

bahan baku yang memadai. Di samping itu,

kebijakan penurunan tarif impor CPO dan RPO

ke India serta prospek harga jual di pasar global

yang diprakirakan mulai membaik di semester

4.53

5.145.24

5.56

4.73

5.275.38

5.30 5.30

I II III IV I II III IV I IIp IIIp

2017 2018 2019

5.2

5.4

5.0

5.6

PROSPEK PEREKONOMIAN 107

II 2019 akan turut menjadi faktor insentif bagi

eksportir untuk mendorong penjualan ke luar

negeri. Adapun tekanan impor luar negeri

diprakirakan meningkat sedangkan net ekspor

antardaerah melambat. Peningkatan impor

dinilai datang dari peningkatan aktivitas

investasi (barang modal) dan usaha eksportir

(bahan baku). Sementara itu, lebih lambatnya

capaian peningkatan ekspor antardaerah lebih

dipengaruhi oleh berakhirnya momen HBKN.

Dari sisi penawaran, perlambatan permintaan

konsumsi akan ikut menahan kinerja LU

perdagangan, terutama usaha perdagangan ritel

(eceran), serta LU penyediaan akomodasi dan

mamin. Berakhirnya HBKN Idul Fitri serta

beberapa event pariwisata menjadi sumber

utama perlambatan tersebut. Permintaan

terhadap kendaraan bermotor, khususnya

mobil bekas, juga cenderung akan mengalami

penurunan pasca hari besar sesuai pola

musimannya. Tidak hanya itu, moderasi

pertumbuhan konsumsi tersebut akan turut

memengaruhi capaian kinerja beberapa LU

terkait jasa yang diprediksi lebih lambat dari

triwulan II 2019.

Di sisi lain, kinerja beberapa LU utama

Sumatera Utara diprakirakan membaik pada

triwulan III 2019. LU pertanian, khususnya sub-

LU perkebunan sawit, akan tumbuh meningkat

yang ditopang oleh produksi hasil panen yang

membaik seiring cuaca yang kondusif sejak

tahun 2018. Dengan prospek hasil perkebunan

sawit yang positif tersebut, perkembangan LU

industri pengolahan, utamanya industri CPO,

juga diproyeksikan relatif menguat dibanding

triwulan II 2019 karena ketersediaan bahan

baku yang memadai. Selanjutnya, pada

triwulan III 2019, LU konstruksi dinilai akan

kembali tumbuh meningkat didukung oleh

peningkatan intensitas belanja modal dan

berakhirnya wait and see investor swasta.

Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Nominal US$)

Sumber: Commodity Market Outlook April 2019, diolah f) Proyeksi

Untuk keseluruhan tahun 2019, ekonomi

Sumatera Utara diprakirakan dapat tumbuh

lebih tinggi dari 2018, yaitu di kisaran 5,0

5,4% (yoy). Optimisme tersebut utamanya

akan datang dari peningkatan pertumbuhan

konsumsi pemerintah serta perbaikan net

ekspor yang cukup signifikan, di tengah kinerja

konsumsi rumah tangga dan investasi yang

sedikit mengalami perlambatan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Untuk kinerja LU,

pertanian dan konstruksi akan menjadi sumber

utama peningkatan pertumbuhan. Sementara

itu, meski masih tumbuh cukup baik, industri

pengolahan diprakirakan sedikit termoderasi

sedangkan perdagangan akan melambat yang

sejalan dengan melambatnya konsumsi.

Akselerasi konsumsi pemerintah tahun 2019

akan didorong oleh adanya peningkatan

anggaran secara keseluruhan. Peningkatan

APBD Pemerintah Daerah (Pemda), baik di

tingkat Provinsi maupuan Kabupaten/Kota,

didukung oleh naiknya anggaran untuk

program peningkatan kualitas tenaga kerja,

pendidikan dan kesehatan, pengerjaan proyek

infrastruktur, serta peningkatan daya saing

daerah di bidang pertanian dan pariwisata.

Sementara itu, anggaran transfer ke daerah dan

dana desa (TKDD) juga mengalami kenaikan.

Secara nasional, anggaran dana desa tahun

2019 meningkat sekitar 17% setelah tidak

mengalami peningkatan pada 2018. Anggaran

untuk bantuan sosial juga meningkat pada

2019 sejalan dengan peningkatan target

penerima manfaat. Hal ini masih ditambah

dengan adanya alokasi dana kelurahan sebagai

bagian dari dana alokasi umum (DAU).

Prospek perbaikan capaian kinerja net ekspor

akan dikontribusikan oleh meningkatnya net

ekspor antardaerah serta deselerasi impor luar

negeri. Peningkatan net ekspor antardaerah

Komoditas 2018 2019-f 2020-f

Minyak; crude oil avg (US$/barrel) 68.3 66.0 65.0

Minyak kelapa sawit; palm oil (US$/mt) 639 600 623

Kopi arabika; coffe arabica (US$/kg) 2.93 2.85 2.90

Kopi robusta coffe robusta (US$/kg) 1.87 1.75 1.79

Karet; rubber (US$/kg) 1.58 1.64 1.69

PROSPEK PEREKONOMIAN 108

Sumatera Utara pada 2019 dinilai akan

ditopang oleh kegiatan perdagangan CPO di

dalam negeri. Meningkatnya kebutuhan CPO

domestik tersebut didorong oleh perluasan

implementasi program B20. Sementara itu,

impor luar negeri diprediksi tumbuh melambat

yang dipengaruhi oleh perkembangan impor

barang konsumsi dan barang antara (bahan

baku) yang tidak setinggi tahun sebelumnya.

Hal ini dinilai dipengaruhi oleh pergerakan

nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung

menguat dibanding akhir tahun 2018. Dalam

hal ini, Bank Indonesia juga terus melakukan

kebijakan moneter dalam rangka menjaga

volatilitas nilai tukar. Khusus impor barang

konsumsi, adanya kebijakan Pemerintah yang

menaikkan tarif impor barang konsumsi juga

menjadi faktor penyebab perlambatan.

Ekspor luar negeri tahun 2019 diprakirakan

tumbuh sedikit lebih rendah dari tahun

sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh

permintaan eksternal yang menurun sebagai

dampak dari kinerja ekonomi dunia yang juga

melambat. Meski demikian, ekspor beberapa

komoditas utama Sumatera Utara diprakirakan

masih tumbuh cukup baik yang ditopang oleh

terjaganya level harga komoditas di pasar

internasional.

Harga CPO diprakirakan masih di level yang

kondusif seiring dengan adanya peningkatan

penggunaan CPO untuk pasar dalam negeri

terkait industri biodiesel di Indonesia (B20) dan

Malaysia (B10). Lebih lanjut, permintaan dari

India berpotensi meningkat sejalan dengan

penurunan bea masuk impor. India

memutuskan untuk menurunkan bea masuk

impor CPO dan turunannya karena produksi

minyak nabati dalam negeri belum mampu

memenuhi tingginya permintaan.

Sementara itu, harga karet berpotensi

meningkat sejalan dengan kesepakatan

Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang

tergabung di dalam International Tripartite

Rubber Council (ITRC) untuk mengurangi

ekspor karet sebesar 300.000 ton. Di samping

itu, Pemerintah terus berusaha mendorong

optimasi pemanfaatan karet domestik untuk

infrastruktur dan transportasi. Karet alam dapat

diolah menjadi ban vulkanisir, pencampur

aspal, perkerasan jalan pabrik, bantalan rel

kereta api, dock fender, traffic cone, pagar

pengaman, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, kinerja konsumsi rumah tangga

dan investasi diprakirakan tumbuh cukup tinggi

pada 2019 meski sedikit lebih lambat dari

2018. Tertahannya kinerja konsumsi rumah

tangga salah satunya dipengaruhi oleh prospek

pendapatan dari ekspor luar negeri yang

tumbuh melambat. Di samping itu, kenaikan

UMP pada 2019 (8,03%) tercatat lebih rendah

dari 2018 (8,71%) yang dinilai memperketat

ruang konsumsi masyarakat, apalagi dengan

prakiraan tekanan inflasi yang meningkat pada

2019. Berkaitan dengan investasi, beberapa

proyek masih terus bergulir, terutama proyek

infrastruktur transportasi kereta api dan jalan

tol. Namun demikian, investasi non-bangunan

diprakirakan tidak tumbuh lebih tinggi dari

tahun lalu karena prospek ekonomi dunia yang

melemah sehingga investor swasta cenderung

menahan rencana ekspansi. Sebagian proyek

infrastruktur multiyears juga sudah selesai

ataupun memasuki tahap akhir, sehingga nilai

investasi tidak sebesar tahun 2018.

Dari sisi LU, pertanian dan konstruksi akan

menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi

tahun 2019. LU pertanian diprakirakan tumbuh

meningkat didukung oleh kondisi cuaca yang

kondusif dan dampak positif dari program

Pemerintah dalam memberikan bantuan alat

pertanian serta pelatihan kepada petani.

Selanjutnya, akselerasi LU kontruksi akan

didorong oleh masih berjalannya proyek

pembangunan jalan tol lintas Sumatera

maupun beberapa proyek di sektor riil

(pembangunan hotel, kantor, pembangkit

listrik, dan pertokoan). Pembangunan

infrastruktur dasar di berbagai daerah juga

dinilai dapat terus berlanjut melalui

penggunaan dana desa, dana kelurahan,

ataupun dana alokasi khusus (DAK) fisik.

Akselerasi lebih lanjut dari pertumbuhan

ekonomi Sumatera Utara pada 2019 akan

tertahan oleh capaian kinerja LU perdagangan

dan industri pengolahan yang tidak sebaik

tahun 2018. Perlambatan pertumbuhan

perdagangan sejalan dengan perkembangan

konsumsi rumah tangga yang tertahan oleh

terbatasnya pertumbuhan pendapatan di tengah

kenaikan inflasi. Sementara itu, permintaan

PROSPEK PEREKONOMIAN 109

eksternal yang diprakirakan melambat menjadi

faktor utama penghambat ekspansi industri

pengolahan di tahun ini. Meski demikian,

perkembangan LU perdagangan dan industri

pengolahan dinilai masih cukup baik sepanjang

2019. LU perdagangan akan ditopang oleh

dorongan aktivitas pariwisata yang meningkat

seiring penguatan aspek akses, atraksi,

amenitas, dan promosi yang gencar. Adapun

LU industri pengolahan masih dapat ditopang

oleh produksi CPO yang diprakirakan tumbuh

cukup baik. Tercukupinya pasokan bahan baku

serta adanya program penggunaan biodiesel

menjadi faktor penopang pertumbuhan industri

CPO tersebut.

Ke depan, beberapa risiko terhadap

perekonomian Sumatera Utara tetap perlu

menjadi perhatian, terutama dari sisi eksternal.

Perekonomian global dan volume perdangan

dunia berisiko tumbuh semakin terbatas di

tahun 2019, dipengaruhi oleh perlambatan

ekonomi di negara maju yang lebih dalam dari

prakiraan awal. Di samping itu, implementasi

Renewable Energy Directive (RED) II di Eropa

dan tendensi peningkatan produksi rapeseed oil (produk substitusi) di India berisiko menahan

ekspor produk kelapa sawit. Untuk itu,

diversifikasi pasar ke negara nontradisional

serta upaya untuk perluasan kampanye positif

sawit perlu terus dilakukan secara

berkelanjutan. Adanya tren peningkatan harga

pangan dan tiket pesawat udara juga perlu

diwaspadai karena dapat menahan konsumsi

dan aktivitas pariwisata.

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: WEO IMF April 2019, diolah f) Proyeksi

7.2 Prospek Inflasi

Laju inflasi Sumatera Utara pada triwulan III

2019 diprakirakan dalam tren yang

meningkat dibandingkan dengan triwulan II

2019. Peningkatan tersebut dinilai terutama

akan disumbangkan oleh masih naiknya

tekanan inflasi komoditas bumbu-bumbuan. Di

samping itu, inflasi dari kelompok sandang

serta kelompok transportasi, komunikasi, dan

jasa keuangan juga diprakirakan meningkat.

Meski meningkat, laju inflasi Sumatera Utara

pada triwulan III 2019 masih akan berada

dalam rentang sasaran target inflasi nasional.

Inflasi komoditas bumbu, khususnya aneka

cabai, diprakirakan masih akan meningkat

pada triwulan III 2019. Peningkatan harga

cabai tersebut terjadi seiring dengan datangnya

periode musim kemarau sehingga pasokan

menjadi berkurang. Meski demikian, tingkat

permintaan yang cenderung menurun pasca

HBKN Idul Fitri akan membuat tekanan inflasi

komoditas bahan makanan lainnya relatif

mereda dibanding triwulan sebelumnya

sehingga inflasi kelompok bahan makan

diprakirakan tidak meningkat secara signifikan.

Permintaan dan ekspektasi yang lebih

terkendali pasca HBKN tersebut akan turut

memengaruhi pergerakan inflasi kelompok

makanan jadi yang diprediksi melandai

dibandingkan dengan triwulan berjalan.

Sementara itu, meningkatnya inflasi kelompok

sandang akan dipengaruhi oleh prospek harga

emas yang membaik. Sebagaimana pola

historisnya, peningkatan harga emas akan ikut

mendorong kenaikan inflasi komoditas emas

perhiasan. Adapun prospek positif terhadap

harga emas dipengaruhi oleh perkembangan

nilai tukar yang fluktuatif dan ketidakpastian di

pasar keuangan yang meningkat sehingga

pilihan investasi jatuh kepada komoditas logam

mulia yang dinilai sebagai pilihan konvensional

yang lebih aman.

Selanjutnya, inflasi kelompok transportasi,

komunikasi, dan jasa keuangan juga

diprakirakan tetap tinggi pada triwulan III 2019.

Komoditas 2018 2019-f 2020-f

PDB Dunia 3.6 3.3 3.6

PDB Kawasan Eropa 1.8 1.3 1.5

PDB Amerika Serikat 2.9 2.3 1.9

PDB Tiongkok 6.6 6.3 6.1

PDB Jepang 0.8 1.0 0.5

PDB India 7.1 7.3 7.5

PROSPEK PEREKONOMIAN 110

Inflasi pada kelompok ini terutama akan

dipengaruhi oleh inflasi komoditas angkutan

udara. Hal ini terjadi sebagai dampak lanjutan

dari kenaikan harga tiket pesawat, di tengah

kondisi permintaan yang tetap kuat seiring

dengan tibanya peak season liburan pada

triwulan III 2019.

Grafik 7.2 Perkembangan UMP Provinsi

Sumatera Utara

Hingga akhir 2019, tekanan inflasi Sumatera

Utara cenderung akan mengalami

peningkatan dibandingkan dengan 2018.

Namun demikian, inflasi akan tetap berada di

level yang terkendali dan berada dalam rentang

sasaran inflasi nasional yakni 3,5 ± 1% (yoy).

Tekanan inflasi yang lebih tinggi akan didorong

oleh meningkatnya inflasi kelompok bahan

makanan, kelompok makanan jadi, kelompok

sandang, serta kelompok transportasi,

komunikasi, dan jasa keuangan.

Peningkatan inflasi kelompok bahan makanan

diwarnai oleh pola siklikal yang secara kuat

memengaruhi tingkat perubahan harga. Harga

bahan pangan yang rendah di tahun 2018

diprakirakan mendorong petani untuk

menyesuaikan kembali pola tanamnya,

khususnya pada periode akhir tahun. Dengan

level harga yang rendah di tahun sebelumnya,

inflasi bahan pangan dinilai dapat meningkat

cukup tinggi seiring fluktuasi produksi yang

masih rentan terhadap kondisi cuaca, di tengah

permintaan yang tinggi. Di samping itu,

perubahan pola tanam padi yang belum diikuti

dengan pengelolaan pasca panen yang baik

juga berisiko mengganggu pasokan beras.

Inflasi kelompok makanan jadi diprakirakan

meningkat sejalan dengan adanya beberapa

event besar di tahun 2019. Di samping

penyelenggaraan Pemilu, program peningkatan

pariwisata yang didukung oleh berbagai festival

seni dan kebudayaan akan menjadi sumber

utama peningkatan permintaan konsumsi

makanan jadi. Namun demikian, permintaan

secara umum akan tertahan oleh semakin

selektifnya masyarakat untuk melakukan

konsumsi barang sekunder dan tersier, seiring

dengan peningkatan UMP yang lebih rendah

dari tahun 2018.

Lebih lanjut, peningkatan inflasi pada 2019

juga akan dipengaruhi oleh kelompok sandang

dan kelompok transportasi, komunikasi, dan

jasa keuangan. Pergerakan inflasi di dua

kelompok ini merupakan lanjutan dari

dinamika pada triwulan III 2019 yaitu adanya

tren peningkatan harga emas global dan harga

tiket pesawat. Adapun kenaikan tarif angkutan

udara dan kargo dinilai akan turut

meningkatkan biaya distribusi sehingga pada

gilirannya distributor akan membebankan

peningkatan biaya logistik tersebut kepada

konsumen.

Berbagai risiko terhadap inflasi Sumatera Utara

di sepanjang tahun 2019 harus diwaspadai.

Salah satu risiko utama adalah terkait

penyesuaian harga bahan bakar minyak

bersubsidi (BBM). Adanya tren perbaikan harga

minyak sejak akhir 2018 berisiko pada

dinaikkannya harga BBM yang terakhir kali

mengalami penyesuaian pada tahun 2016. Di

samping itu, fluktuasi kecukupan pasokan

komoditas hortikultura juga tetap perlu

mendapatkan perhatian khusus karena masih

sangat rentan terhadap kondisi cuaca dengan

proses distribusi yang belum optimal. Oleh

karena itu, dalam menghadapi berbagai risiko

terkait harga-harga tersebut, Pemerintah dan

Bank Indonesia akan terus melakukan upaya

pengendalian inflasi dalam kerangka kerja Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di

tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Sebagaimana yang dituangkan dalam program

kerja pengendalian inflasi, kegiatan

pengendalian tersebut difokuskan pada empat

pilar utama yaitu keterjangkauan harga,

111

ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi,

dan komunikasi yang efektif.

7.3 Rekomendasi

Momentum perbaikan ekonomi Sumatera Utara

diprakirakan berpotensi terus menguat. Untuk

mewujudkan hal tersebut, masih diperlukan

upaya peningkatan dan optimasi kinerja

lapangan usaha utama, apalagi di tengah

tingginya risiko dari sisi eksternal. Pemerintah

Daerah memiliki peran besar dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi

domestik, sekaligus mengendalikan harga

barang sehingga kenaikannya berada pada

level yang wajar dan kondusif. Beberapa

rekomendasi dan langkah yang dapat diambil,

diantaranya adalah:

1. Meningkatkan produktivitas usaha

pertanian, perkebunan, dan perikanan

melalui subsidi alat mesin dan sarana

produksi serta pendampingan secara

intensif untuk melakukan Good Agricultural Practices di level petani;

2. Mendorong pembangunan industri

subtitusi impor serta mengurangi impor

barang konsumsi yang diiringi dengan

peningkatan kualitas produk dalam negeri

dalam rangka mengurangi defisit transaksi

berjalan;

3. Meningkatkan transparansi birokrasi dan

harmonisasi peraturan dan kebijakan

pemerintah di tingkat pusat hingga ke

daerah, terutama dalam mendukung

peningkatan penanaman modal;

4. Meningkatkan ragam dan kualitas atraksi

di pusat-pusat daerah wisata yang sesuai

dengan minat dan preferensi wisatwan;

5. Mendorong penguatan aksesibilitas dan

amenitas pariwisata Sumatera Utara

melalui perbaikan akses jalan ke daerah-

daerah wisata dan peningkatan kebersihan

dan higenitas di area wisata;

6. Meningkatkan alokasi dan monitoring

penggunaan dana desa untuk hal yang

bersifat lebih produktif berlandaskan

kearifan lokal, seperti mewujudkan sentra

usaha baru bagi terwujudnya kedaulatan

pangan;

7. Mendorong penguatan infrastruktur jalan

dan jembatan antardaerah untuk

mendukung perdagangan antardaerah;

serta

8. Mendorong efisiensi ekonomi dan

kesehatan fiskal melalui optimasi

elektronifikasi pada transaksi Pemerintah

Daerah, sektor transportasi, dan

penyaluran bansos.

112

DAFTAR ISTILAH 113

DAFTAR ISTILAH

Administered Price

Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta

transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya

tembakau dan minuman beralkohol.

Base Effect

Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level

variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup

rendah/tinggi.

BEC

Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan

utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut.

Barang Modal (Capital Goods)

Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1

tahun.

Bahan Baku (Raw Material)

Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri.

BI 7 Day Reverse Repo Rate

Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan

dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik.

BI-RTGS

Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)

pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real

time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam

sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Ceteris paribus

Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan.

DAFTAR ISTILAH 114

CPO (Crude Palm Oil)

Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit.

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka

(deposito).

Disposable income

Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak

penghasilan.

Ekspor dan Impor

Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar

daerah.

Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)

Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam

rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank

konvensional.

Harga Minyak WTI

Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas

Intermediate atau Texas light sweet.

Indeks Penjualan Barang Konstruksi

Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi.

Indeks Keyakinan Konsumen

Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat

keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan

persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini.

DAFTAR ISTILAH 115

Inflasi IHK

Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga

konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh

masyarakat luas.

Inflasi Inti

Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.

Inflow

Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia.

Kredit

Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit Investasi

Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik

dan pembelian mesin.

Kredit Modal Kerja

Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku

produksi.

Kredit Konsumsi

Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit

Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa

agunan.

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible)

tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank

pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.

Leading Indicators

Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.

DAFTAR ISTILAH 116

Liaison

Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui

wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha.

Loan to Value (LTV)

Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat

diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.

Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF)

Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet

terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank

syariah

NTP (Nilai Tukar Petani)

Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang

dinyatakan dalam persentase.

Outflow

Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia.

Passthrough effect

Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan

berdampak pada harga retail suatu produk.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja

(yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan

pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat

kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Quarter on Quarter (qtq)

Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan

sebelumnya.

DAFTAR ISTILAH 117

PDRB Riil

Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk

menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu.

Seasonal event

Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung

terjadi berulang antar tahun.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang

penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank

Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi

pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value

Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta.

SurveI Konsumen

Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui

persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.

Survei Penjualan Eceran

Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran

dan dilakukan secara bulanan.

Uang Kartal

Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas

maupun logam.

Volatile Foods

Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan

bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile).

Year on year (yoy)

Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).

DAFTAR ISTILAH 118

Editor

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Divisi Asesmen dan Advisory:

Yura A. Djalins

Kontributor

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Tim Asesmen dan Advisory:

Dythia Sendrata

Citra Agustina

Rukmi Gayatri

Andree Breitner Makahinda

Muhammad Fajar Andrianto

Shofi Aulia Riza Harahap

Kontributor:

Rizki Rahmawati

Yudha Wastu Prawira

Tim Data dan SEKDA:

Aegina S. Surbakti

Nur Fikriyah Dzakiyah

Hendra Franky S.

Henni Monika

Purnama Lubis

DAFTAR ISTILAH 119

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Telp. 061-4150500

Fax. 061-4534760