Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta...

168
Lapor Lapor Lapor Lapor Laporan P an P an P an P an Perekonomian erekonomian erekonomian erekonomian erekonomian Daer Daer Daer Daer Daerah Istimew ah Istimew ah Istimew ah Istimew ah Istimewa a a a a Yogy ogy ogy ogy ogyakarta akarta akarta akarta akarta 2007 2007 2007 2007 2007 YOGY OGY OGY OGY OGYAKAR AKAR AKAR AKAR AKARTA

Transcript of Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta...

Page 1: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

LaporLaporLaporLaporLaporan Pan Pan Pan Pan PerekonomianerekonomianerekonomianerekonomianerekonomianDaerDaerDaerDaerDaerah Istimewah Istimewah Istimewah Istimewah Istimewa a a a a YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakarta

20072007200720072007

YYYYYOGYOGYOGYOGYOGYAKARAKARAKARAKARAKARTTTTTAAAAA

Page 2: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

VISI BANK INDONESIA

“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan

stabil.”

MISI BANK INDONESIA

“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter

dan pengembangan stabilitas keuangan untuk pembangunan jangka panjang yang

berkesinambungan.”

NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA

“Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan

atau berprilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan

Kebersamaan.”

VISI KANTOR BANK INDONESIA

“Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran

dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.”

MISI KANTOR BANK INDONESIA

“Berperan aktif dalam dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan

pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran dan pengawasan bank serta

memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya”

Page 3: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakanekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasiberdasarkan hasil kajian yang akurat ...

(Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Bank Indonesia)

Page 4: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Tim Ekonomi Moneter

BANK INDONESIA YOGYAKARTA

Jl. P. Senopati No.4-6, Yogyakarta

Telp.0274-377755 Fax.0274-371707

Page 5: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Dari kiri ke kanan:

ENDANG SEDYADI, Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta

BRAMONO SIDIK, Pengawas Bank Madya

AMERIZA M. MOESA, Peneliti Ekonomi Madya

PRANOTO, Deputi Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta

Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakartaPPPPPer 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007

TJAHJO OETOMO K., Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta

(Sejak 23 April 2008)

Page 6: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Keterangan Tanda-tanda, Periode Laporan dan Sumber Data

Angka sementara *

Angka sangat sementara **

Angka belum tersedia ...

Angka tidak ada - -

Nol atau lebih kecil -

Dolar Amerika Serikat $ (dolar)

Periode laporan adalah 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2007.

Sumber data adalah Bank Indonesia Yogyakarta, kecuali dinyatakan lain.

Page 7: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

viiKata Pengantar

Kata PengantarKata PengantarKata PengantarKata PengantarKata PengantarPuji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena atas rahmat dan karunia-

Nya, kami dapat menyusun dan menerbitkan kembali publikasi cetak tahunan yang berjudul

“Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan

untuk melengkapi diseminasi informasi tentang perkembangan perekonomian Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), yang selama ini telah kami lakukan secara triwulanan.

Penyusunan dan penerbitan laporan ini merupakan salah satu wujud akuntabilitas dan

pelaksanaan tugas Bank Indonesia di daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2004. Secara lebih khusus, penerbitan laporan ini sejalan dengan salah satu

sasaran strategis Kantor Bank Indonesia, yaitu: “Mengoptimalkan hasil kajian dan penyediaan

informasi ekonomi di wilayah kerja”.

Selain dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan internal stakeholders melalui pemberian

informasi kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai dasar pengambilan kebijakan, penerbitan

laporan ini juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan external stakeholders di wilayah Provinsi

DIY khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya, akan informasi tentang perkembangan

ekonomi DIY secara komprehensif. Buku ini mencoba untuk menghimpun dan menjabarkan

perkembangan beberapa indikator perekonomian di DIY, antara lain: pertumbuhan ekonomi,

perkembangan harga (inflasi), ketenagakerjaan, perbankan dan sistem pembayaran serta

keuangan pemerintah daerah. Selain itu, disajikan pula beberapa boks dalam upaya memberikan

informasi terkait yang lebih spesifik dan beberapa hasil penelitian dan survei yang dilakukan

oleh Bank Indonesia Yogyakarta.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada instansi/pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi.

Mengingat laporan ini merupakan perwujudan akuntabilitas dan upaya meningkatkan kepuasan

stakeholders, disadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan disana-sini sehingga

diperlukan masukan dari seluruh pembaca untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga Tuhan

Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-Nya dan memberikan kemudahan kepada

kita semua dalam mengupayakan hasil kerja yang lebih baik.

Yogyakarta, Mei 2008

BANK INDONESIA YOGYAKARTA

Tjahjo Oetomo K.Pemimpin

Page 8: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

viii

Daftar Isi

Daftar Isi

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................. 1

BAB 1 KONDISI MAKROEKONOMI............................................................................... 5

1. Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................. 5

1.1. PDRB Sisi Permintaan ............................................................................. 5

- Konsumsi Rumah Tangga ...................................................................... 6

- Konsumsi Pemerintah ........................................................................... 7

- Investasi (PMTB) ................................................................................... 7

- Lainnya ................................................................................................ 8

1.2. PDRB Sisi Penawaran .............................................................................. 8

- Sektor Pertanian................................................................................... 9

- Sektor Penggalian ................................................................................ 10

- Sektor Industri Pengolahan ................................................................... 10

- Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih .......................................................... 11

- Sektor Bangunan .................................................................................. 11

- Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran .............................................. 11

- Sektor Pengangkutan dan Komunikasi .................................................. 12

- Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan .............................. 12

- Sektor Jasa-jasa .................................................................................... 12

2. Investasi ........................................................................................................ 13

2.1. Penanaman Modal Dalam Negeri ........................................................... 13

2.2. Penanaman Modal Asing........................................................................ 14

2.3. Potensi dan Peluang Investasi ................................................................. 15

3. Perdagangan Internasional ............................................................................ 17

3.1. Ekspor .................................................................................................... 17

3.2. Impor ..................................................................................................... 18

4. Ketenagakerjaan ........................................................................................... 20

4.1. Tenaga Kerja di Dalam Negeri ................................................................ 20

4.2. Tenaga Kerja di Luar Negeri ................................................................... 23

4.3. Upah Minimum Provinsi .......................................................................... 25

4.4. Pemutusan Hubungan Kerja .................................................................... 26

4.5. Transmigrasi ........................................................................................... 27

Page 9: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

ix

Daftar Isi

Daftar Isi

5. Pendidikan dan Pariwisata ............................................................................. 27

5.1 Pendidikan ............................................................................................. 27

5.2 Pariwisata .............................................................................................. 28

Boks:

1. Pola Konsumsi Penduduk ............................................................................... 30

2. PDRB Perkapita ............................................................................................. 31

3. Indeks Pembangunan Manusia ...................................................................... 32

4. Distribusi Pendapatan .................................................................................... 33

5. Pusat Pembenihan Yogyakarta ....................................................................... 34

6. Survei Penumpang Pesawat Udara ................................................................ 41

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ................................................................................. 43

1. Inflasi Tahunan dan Bulanan .......................................................................... 43

2. Inflasi Menurut Kelompok Barang .................................................................. 47

3. Inflasi Menurut Komoditas ............................................................................. 48

4. Inflasi Kota-kota di Pulau Jawa ...................................................................... 50

Boks:

1. Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadap

Inflasi Kota Yogyakarta .................................................................................. 51

2. Pengaruh Suku Bunga Kebijakan terhadap

Perbankan dan Inflasi di DIY .......................................................................... 54

3. Model Proyeksi Inflasi Kota Yogyakarta .......................................................... 57

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN .......................................................................... 61

1. Gambaran Umum.......................................................................................... 61

1.1. Perkembangan Kelembagaan ................................................................. 61

1.2. Perkembangan Kinerja ........................................................................... 62

2. Bank Umum .................................................................................................. 68

2.1. Kelembagaan ......................................................................................... 68

2.2. Aset dan Aktiva Produktif ....................................................................... 68

2.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 69

2.4. Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit ..................................................... 70

- Undisbursed Loans ................................................................................ 73

- Penyaluran Kredit UMKM ..................................................................... 73

- Penyaluran Kredit Properti .................................................................... 74

2.5. Fungsi Intermediasi, Likuiditas dan Profitabilitas ...................................... 76

2.6. Peningkatan Kompetensi Karyawan ........................................................ 78

Page 10: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

x

Daftar Isi

Daftar Isi

3. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................ 78

3.1. Kelembagaan ......................................................................................... 78

3.2. Aset ....................................................................................................... 79

3.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 79

3.4. Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit ..................................................... 80

3.5. Fungsi Intermediasi ................................................................................. 82

4. Perbankan Syariah......................................................................................... 83

4.1. Kelembagaan ......................................................................................... 83

4.2. Aset ....................................................................................................... 83

4.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 83

4.4. Penyaluran Pembiayaan dan Kualitas Pembiayaan .................................. 84

4.5. Fungsi Intermediasi ................................................................................. 85

Boks:

1. Pembiayaan UMKM Sektor Pertanian ............................................................ 86

2. Refleksi Satu Tahun Restrukturisasi Kredit Paska Gempa................................. 91

3. Survei Persepsi Masyarakat Non Muslim terhadap Perbankan Syariah di DIY . 95

4. Survei Identifikasi Sumber Pembiayaan Alternatif Non Bank ........................... 99

BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .......................................................... 101

1. Sistem Pembayaran Tunai .............................................................................. 101

1.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) ................ 101

1.2. Penukaran Uang .................................................................................... 102

1.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ................................................ 103

1.4. Temuan Uang Palsu ................................................................................ 104

2. Sistem Pembayaran Non Tunai ...................................................................... 104

1.1. Transaksi Kliring ..................................................................................... 104

1.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) ............. 105

Boks:

1. Peningkatan Permintaan Uang Kecil Menjelang Lebaran ............................... 107

BAB 5 KEUANGAN PEMERINTAH .................................................................................. 109

1. Gambaran Umum.......................................................................................... 109

2. Pendapatan Pemerintah ................................................................................ 110

3. Belanja Pemerintah ....................................................................................... 113

Page 11: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

xi

Daftar Isi

Daftar Isi

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN ................................................................................ 115

1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi ..................................................... 115

2. Prospek Perbankan ........................................................................................ 117

3. Prospek Keuangan Pemerintah ...................................................................... 118

LAMPIRAN:

1. Sejarah Singkat Bank Indonesia Yogyakarta ................................................... 123

2. Peta Strategi Bank Indonesia Yogyakarta ....................................................... 124

3. Struktur Organisasi Bank Indonesia Yogyakarta .............................................. 125

4. Hasil Survei Ekspektasi Konsumen ................................................................. 126

5. Indeks Hasil Properti Residensial .................................................................... 127

6. Indeks Riil Penjualan Eceran .......................................................................... 128

7. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha ............................................... 129

8. PDRB DIY Menurut Sektor atas Dasar Harga Berlaku ...................................... 130

9. PDRB DIY Menurut Sektor atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 .................. 131

10. Volume Ekspor Nonmigas Utama Menurut Komoditas .................................... 132

11. Volume Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan ......................................... 133

12. Volume Ekspor Menurut Pelabuhan Muat ...................................................... 134

13. Volume Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas ..................................... 135

14. Volume Impor Nonmigas Menurut Negara Asal .............................................. 136

15. Indikator Perbankan DIY ................................................................................ 137

16. Indikator Bank Umum DIY ............................................................................. 139

17. Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta ....................................................... 141

18. Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman.................................................... 142

19. Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul ..................................................... 143

20. Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo ............................................. 144

21. Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul ............................................ 145

22. Indikator Bank Perkreditan Rakyat DIY ........................................................... 146

23. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kota Yogyakarta ..................................... 147

24. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Sleman ................................. 148

25. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Bantul ................................... 149

26. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Kulonprogo ........................... 150

27. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Gunungkidul ......................... 151

28. Realisasi APDB Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2007 ........... 152

29. Rencana APDB Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2008 ........... 153

Page 12: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

xii

Daftar Tabel

Daftar Tabel

Tabel 1.1. PDRB Sisi Permintaan..................................................................................... 5

Tabel 1.2. Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar ................................................... 6

Tabel 1.3. PDRB Sisi Penawaran ..................................................................................... 8

Tabel 1.4. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

Menurut Sektor Ekonomi ............................................................................... 13

Tabel 1.5. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

Menurut Kabupaten/Kota .............................................................................. 14

Tabel 1.6. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing

Menurut Sektor Ekonomi ............................................................................... 15

Tabel 1.7. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing

Menurut Kabupaten/Kota .............................................................................. 15

Tabel 1.8. Peluang Investasi Beberapa Proyek/Komoditas Potensial ................................. 16

Tabel 1.9. Nilai Ekspor Nonmigas Utama Menurut Komoditas ........................................ 17

Tabel 1.10. Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan ............................................. 17

Tabel 1.11. Nilai Ekspor Menurut Pelabuhan Muat ........................................................... 18

Tabel 1.12. Nilai Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas .......................................... 19

Tabel 1.13. Nilai Impor Nonmigas Menurut Negara Asal .................................................. 19

Tabel 1.14. Indikator Ketenagakerjaan ............................................................................ 20

Tabel 1.15. Angkatan Kerja ............................................................................................. 20

Tabel 1.16. Penduduk yang Bekerja ................................................................................. 21

Tabel 1.17. Pengangguran ............................................................................................... 22

Tabel 1.18. Pencari Kerja ................................................................................................. 23

Tabel 1.19. Tenaga Kerja Indonesia Asal DIY ................................................................... 24

Tabel 1.20. Kasus Pemutusan Hubungan Kerja ................................................................. 26

Tabel 1.21. Perguruan Tinggi dan Sederajat ..................................................................... 28

Tabel 1.22. Indikator Pariwisata ....................................................................................... 29

Tabel 2.1. Inflasi Bulanan ............................................................................................... 43

Tabel 2.2. Sumbangan Komponen Inflasi ....................................................................... 46

Tabel 2.3. Perubahan Harga Kelompok Barang .............................................................. 48

Tabel 2.4. Perubahan Harga Komoditas Tertinggi dan Terendah ..................................... 49

Tabel 2.5. Komoditas Pemberi Andil Terbesar terhadap Inflasi ........................................ 49

Tabel 3.1. Jaringan Kantor Bank ..................................................................................... 61

Tabel 3.2. Aset Perbankan ............................................................................................. 62

Tabel 3.3. Dana Pihak Ketiga Perbankan ....................................................................... 64

Tabel 3.4. Kredit Perbankan ........................................................................................... 65

Tabel 3.5. Loan to Deposit Ratio Perbankan ................................................................... 67

Tabel 3.6. Aset dan Aktiva Produktif Bank Umum .......................................................... 69

Page 13: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

xiii

Daftar Tabel

Daftar Tabel

Tabel 3.7. Dana Pihak Ketiga Bank Umum .................................................................... 70

Tabel 3.8. Kredit Bank Umum ........................................................................................ 71

Tabel 3.9. Kredit UMKM Bank Umum ............................................................................ 74

Tabel 3.10. Kredit Properti Bank Umum ........................................................................... 75

Tabel 3.11. Rasio Keuangan Bank Umum ......................................................................... 77

Tabel 3.12. Jumlah dan Biaya Tenaga Kerja Bank Umum ................................................. 78

Tabel 3.13. Aset Bank Perkreditan Rakyat ........................................................................ 79

Tabel 3.14. Dana Pihak Ketiga Bank Perkreditan Rakyat .................................................. 80

Tabel 3.15. Kredit Bank Perkreditan Rakyat ...................................................................... 81

Tabel 3.16. Loan to Deposit Ratio Bank Perkreditan Rakyat .............................................. 82

Tabel 3.17. Indikator Perbankan Syariah .......................................................................... 84

Tabel 4.1. Indikator Sistem Pembayaran Tunai ............................................................... 101

Tabel 4.2. Penukaran Uang Pecahan Kecil ..................................................................... 102

Tabel 4.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga .................................................................. 103

Tabel 4.4. Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan ............................................................. 104

Tabel 4.5. Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai ........................................................ 105

Tabel 5.1. APDB ............................................................................................................ 109

Tabel 5.2. Pendapatan Pemerintah ................................................................................ 111

Tabel 5.3. Belanja Pemerintah ....................................................................................... 113

Tabel 6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi .................................................. 115

Tabel 6.2. Perkiraan Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran ................................................ 116

Tabel 6.3. Prospek Perbankan ........................................................................................ 118

Tabel 6.4. Rencana APBD 2008 ...................................................................................... 119

Page 14: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

xiv

Daftar Grafik

Daftar Grafik

Grafik 1.1. Pertumbuhan PDRB ....................................................................................... 5

Grafik 1.2. Komposisi PDRB Sisi Permintaan .................................................................... 6

Grafik 1.3. Komposisi PDRB Sisi Penawaran .................................................................... 9

Grafik 1.4. Produktivitas Tenaga Kerja ............................................................................ 23

Grafik 1.5. Upah Minimum Provinsi ................................................................................. 25

Grafik 1.6. UMP Beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah ...................................................... 26

Grafik 1.7. Transmigran Berdasarkan Tempat Tujuan ....................................................... 27

Grafik 1.8. Wisatawan Mancanegara .............................................................................. 28

Grafik 2.1. Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional ............................................................. 43

Grafik 2.2. Andil Komponen Inflasi .................................................................................. 46

Grafik 2.3. Disagregasi Inflasi .......................................................................................... 47

Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia ............................................. 47

Grafik 2.5. Andil Kelompok Barang ................................................................................. 47

Grafik 2.6. Perubahan Harga Kelompok Barang .............................................................. 48

Grafik 2.7. Perubahan Harga Beberapa Komoditas Bahan Makanan ................................ 48

Grafik 2.8. Inflasi Kota-Kota di Pulau Jawa ...................................................................... 50

Grafik 3.1. Indikator Perbankan ...................................................................................... 63

Grafik 3.2. Non Performing Loan Perbankan ................................................................... 66

Grafik 3.3. Dana Pihak Ketiga dan BI Rate ...................................................................... 67

Grafik 3.4. Pertumbuhan Kredit Perbankan ..................................................................... 67

Grafik 3.5. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan dan Kredit Perbankan ..................... 68

Grafik 3.6. Penyebaran Jaringan Kantor Bank Umum....................................................... 68

Grafik 3.7. Jaringan Kantor dan Karyawan Bank Umum .................................................. 68

Grafik 3.8. Undisbursed Loans ......................................................................................... 73

Grafik 3.9. Net Interest Margin ....................................................................................... 77

Grafik 3.10.Biaya Pendidikan dan Latihan Karyawan Bank Umum .................................... 78

Grafik 3.11.Penyebaran Jaringan Kantor BPR .................................................................... 79

Grafik 3.12.Indikator Perbankan Syariah .......................................................................... 83

Grafik 4.1. Aliran Kas dan PTTB ...................................................................................... 101

Grafik 4.2. Transaksi Kliring ............................................................................................. 105

Grafik 4.3. Transaksi BI-RTGS .......................................................................................... 105

Grafik 5.1. Proporsi PAD dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Pemerintah ........ 112

Grafik 5.2. Belanja Modal ............................................................................................... 114

Page 15: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

1Ringkasan Eksekutif

Ringkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan Eksekutif

KONDISI PEREKONOMIAN TAHUN 2007

Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2007

mengalami perbaikan dibanding kondisi tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari

laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan nilai riil Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) yang mencapai 4,20%, atau lebih tinggi dibandingkan laju

pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya sebesar 3,69%. Selain output yang tumbuh

lebih cepat, perkembangan harga barang dan jasa secara umum juga relatif terkendali

dengan tingkat inflasi yang relatif rendah. Dari sisi produktivitas tenaga kerja terdapat

perbaikan, yakni naik dari Rp10,35 juta per orang pada tahun 2006 menjadi Rp10,68

juta per orang pada tahun 2007. Namun demikian, indikator tingkat pengangguran

terbuka menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan, yakni terjadi

peningkatan dari 5,32% pada tahun 2006 menjadi 5,41% pada tahun 2007.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun laporan didorong

oleh kegiatan investasi dan konsumsi baik konsumsi masyarakat (rumah tangga)

maupun konsumsi pemerintah. Sementara itu dari sisi penawaran, tiga sektor unggulan

menjadi faktor penunjang pertumbuhan ekonomi DIY yaitu: (1) sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran; (2) sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan (3) sektor Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan. Secara umum, membaiknya kinerja perekonomian

DIY tahun 2007 terutama didukung oleh kondisi makroekonomi nasional yang relatif

stabil, tingkat suku bunga yang cenderung menurun dan daya beli masyarakat yang

relatif meningkat serta industri pariwisata dan pendidikan yang kembali pulih setelah

sempat terpuruk sebagai akibat terjadinya Gempa Bumi Mei 2006.

Tingkat inflasi Kota Yogyakarta yang dihitung berdasarkan Indeks Harga

Konsumen (IHK) selama tahun 2007 yang tercatat sebesar 7,99%, lebih rendah

dibandingkan inflasi tahun 2005 dan tahun 2006 masing-masing sebesar 14,98%

dan 10,40%. Dilihat dari penyebabnya, inflasi Kota Yogyakarta tahun laporan terutama

didorong oleh faktor permintaan yang diindikasikan oleh andil inflasi inti (core inflation)

yang dominan dibandingkan dengan dua komponen inflasi lainnya (volatile foods

dan administered price). Sementara itu, kenaikan harga lima komoditas/jasa yang

memberikan andil terbesar terhadap inflasi Kota Yogyakarta adalah (1) akademi/

perguruan tinggi, (2) minyak goreng, (3) nasi, (4) tukang bukan mandor dan (5)

bawang merah.

Page 16: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

2 Ringksan Eksekutif

Membaiknya kinerja perekonomian DIY pada tahun laporan juga diikuti

dengan peningkatan kinerja perbankan. Aset perbankan DIY meningkat sebesar

15,55%. Membaiknya kinerja perbankan ini juga tercermin dari penurunan tingkat

risiko yang dihadapi perbankan DIY, yakni penurunan risiko pasar (market risk) yang

tercermin dari peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) bersamaan dengan

kecenderungan penurunan suku bunga acuan (BI rate), dan penurunan risiko kredit

(credit risk) tercemin dari peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR). Hanya risiko

likuiditas yang mengalami peningkatan sebagaimana yang tercermin dari

meningkatnya komposisi Giro dan Tabungan dalam DPK, namun peningkatan ini

memang diarahkan oleh pihak perbankan antara lain untuk mengurangi biaya dana

(cost of funds). Upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko ini adalah dengan

cara memperpanjang rata-rata mengendap Giro dan Tabungan melalui berbagai macam

penawaran hadiah kepada nasabah bank.

Disamping itu, peningkatan aktivitas ekonomi DIY juga disertai dengan

peningkatan aliran dana yang masuk ke DIY. Hal ini terlihat dari penigkatan komposisi

net incoming transfer yang lebih besar dibanding peningkatan net outgoing transfer

dalam transaksi non tunai Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).

Kinerja pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga

cukup baik tercermin dari peningkatan realisasi Belanja Modal yang meningkat sebesar

25,55% atau mencapai Rp588.432 juta. Namun hal ini belum optimal karena

pangsanya mengalami sedikit penurunan dari 13,53% (2006) menjadi 12,79% (2007).

PROSPEK PEREKONOMIAN TAHUN 2008

Kondisi perekonomian DIY yang kondusif pada tahun 2007 diprakirakan akan

menjadi sentimen positif bagi perekonomian tahun 2008, namun sentimen positif ini

diprakirakan sedikit terganggu dengan adanya gejolak perekonomian global yang

diprakirakan akan diwarnai oleh perkembangan harga komoditas dunia yang

cenderung meningkat, terutama harga minyak mentah, emas dan bahan makanan.

Dengan mempertimbangkan hal ini, laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2008

diprakirakan berada pada kisaran 4,00%-4,50%.

Faktor risiko ekonomi di atas juga diprakirakan akan mempengaruhi

perkembangan harga di Kota Yogyakarta yang diukur oleh inflasi Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang diprakirakan akan cenderungan meningkat dibanding tahun

sebelumnya. Dengan asumsi ini, inflasi Kota Yogyakarta tahun 2008 diprakirakan

lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya atau pada kisaran 9,0%-10,0%, dengan

estimasi titik sebesar 9,37%. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan prediksi inflasi

nasional yang berkisar antara 6,0%-6,5%.

Page 17: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

3Ringkasan Eksekutif

Sementara itu, indikator kinerja perbankan yaitu Aset, DPK dan Kredit

diprakirakan akan meningkat masing-masing sebesar 13,44%, 11,78% dan 18,00%.

Prediksi terjadinya peningkatan Aset terutama didukung oleh adanya rencana

pembukaan beberapa Kantor Cabang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

Syariah di provinsi DIY. Peningkatan DPK dipengaruhi oleh faktor peningkatan

pendapatan secara nominal masyarakat dengan adanya penetapan Upah Minimun

Provinsi (UMP) tahun 2008 yang meningkat. Sedangkan disisi kredit, peningkatan

dimungkinkan karena adanya relaksasi kebijakan Bank Indonesia terkait dengan

rencana revisi perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terutama untuk

Kredit Usaha Kecil (KUK).

Dari sisi fiskal, prospek perekonomian DIY tahun 2008 didukung oleh rencana

Belanja Pemerintah yang secara total akan meningkat sebesar 24,09% jika

dibandingkan dengan realisasi Belanja Pemerintah tahun sebelumnya atau meningkat

10,39% jika dibandingkan dengan rencana Belanja Pemerintah tahun sebelumnya.

Berdasarkan data gabungan dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi

DIY, jumlah Belanja Pemerintah untuk tahun anggaran 2008 tercatat sebesar Rp4.982

miliar, sedangkan jumlah Pendapatan Daerah tercatat sebesar Rp4.746 miliar.

Page 18: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Page 19: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

5Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Bab 1:Bab 1:Bab 1:Bab 1:Bab 1:KKKKKondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomi

PERTUMBUHAN EKONOMI

Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2007

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006, sebagaimana

tercermin dari peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari

Rp17.535 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp18.272 miliar pada tahun laporan,

atau tumbuh 4,20%. Ditinjau dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan tersebut

terutama didorong oleh investasi dan konsumsi baik konsumsi pemerintah maupun

konsumsi rumah tangga. Ekspansi pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh

pertumbuhan di sisi penawaran. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor

Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan yang merupakan tiga sektor dominan penopang pertumbuhan ekonomi

tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan

perekonomian DIY berkembang menuju kondisi yang lebih baik meskipun masih

dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang bersumber baik dari sisi global

maupun domestik. Dari sisi eksternal, lonjakan harga minyak mentah dunia tidak

terlalu berdampak pada stabilitas makroekonomi Indonesia. Dari sisi internal,

terciptanya stabilitas makroekonomi di dalam negeri, penurunan suku bunga BI

Rate, pemulihan pasca gempa, serta perbaikan daya beli masyarakat memberikan

landasan yang kokoh dan kondusif bagi penguatan pertumbuhan ekonomi di DIY

pada tahun 2007 (lihat Grafik 1.1).

PDRB Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama

didorong oleh investasi dan konsumsi baik konsumsi pemerintah maupun konsumsi

4.274.50 4.58

5.13

4.64

3.71

4.20

3.00

3.500

4.00

4.500

5.00

5.500

6.00

6.500

0

4,000

8,000

12,000

16,000

20,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

%

Sumber : BPS Propinsi DIY

Miliar Rp

Grafik 1.1Pertumbuhan PDRB

PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDB Nasional

Pertumbuhan PDRB DIY

Miliar Rp

Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Nilai* Pangsa Ptumb² Andil2

1 Konsumsi Rumahtangga 7,746 7,849 7,960 45.39 1.41 0.66 8,132 44.51 2.16 0.63

2 Konsumsi Pemerintah 2,882 3,058 3,291 18.77 7.60 1.38 3,538 19.36 7.51 1.47

3 Investasi3 4,659 4,972 5,404 30.82 8.70 2.56 5,553 30.39 2.76 2.64

4 Lainnya 859 1,032 880 5.02 -14.73 -0.90 1,049 5.74 19.20 -0.85

16,146 16,911 17,535 100.00 3.69 3.69 18,272 100.00 4.20 4.20Keterangan:

1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000.2) %.3) Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Sumber: BPS Provinsi DIY.

2004 2005

PDRB Sisi Permintaan1Tabel 1.1

PDRB

No Jenis Penggunaan2006* 2007**

Page 20: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

6 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

masyarakat. Hal ini tercermin dari nilai komponen Investasi yang meningkat dari

Rp5.404 menjadi Rp5.553 miliar, dengan andil terhadap angka pertumbuhan sebesar

2,64% pada tahun laporan. Peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan

peningkatan pendapatan mampu mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.

Peningkatan kinerja perekonomian juga disebabkan oleh meningkatnya

pertumbuhan kinerja komponen Lainnya, Konsumsi Pemerintah dan Konsumsi

Rumah Tangga dibandingkan tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar

19,20%, 7,51% dan 2,16% pada tahun laporan.

Sementara itu, komposisi sisi Permintaan PDRB DIY tahun 2007 tidak

mengalami banyak perubahan, yakni pangsa terbesar komponen Konsumsi Rumah

Tangga sebesar 44,51%, diikuti komponen Investasi sebesar 30,39%, komponen

Konsumsi Pemerintah sebesar 19,36% dan komponen Lainnya sebesar 5,74%.

Konsumsi Rumah Tangga

Pada tahun 2007 nilai riil Konsumsi Rumah Tangga tercatat sebesar Rp8.132

miliar, atau tumbuh 2,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang

terjadi pada tahun 2006 yang hanya sebesar 1,41%. Peningkatan pertumbuhan

komponen Konsumsi Rumah Tangga diprakirakan karena terjadinya peningkatan

daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan setelah terpuruk

pada paruh terakhir tahun 2006 akibat gempa bumi tanggal 27 Mei lalu.

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen

yang menunjukkan bahwa nilai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami

peningkatan dari 77,58 pada tahun 2006 menjadi 77,67 pada tahun 2007. Kondisi

ini terespon juga oleh perkembangan Indeks Penjualan Eceran selama tahun

laporan yang memperlihatkan level yang cenderung meningkat, yaitu dari 98,56

pada tahun 2006 menjadi 103,79 pada tahun 2007.

Salah satu indikator peningkatan Konsumsi Rumah Tangga tercermin dari

meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor

yang cukup signifikan selama tahun 2007 (lihat Tabel 1.2). Namun, kenaikan

pertumbuhan komponen Konsumsi Rumah Tangga tidak dikuti oleh kenaikan

Konsumsi Rumahtangga

45%

Konsumsi Pemerintah

19%

PMTDB (Investasi)30%

Lainnya6%

Grafik 1.2Komposisi PDRB Sisi Permintaan

Sumber: BPS Provinsi DIY

Nilai Ptumb1 Nilai Ptumb1

1. Mobil 122.811 133.060 139.370 4,74 149.727 7,43 a. Mobil Penumpang 78.812 82.705 84.786,00 2,52 89.958,00 6,10 b. Mobil Beban 34.031 35.670 36.830,00 3,25 38.537,00 4,63 c. Mobil Bus 9.968 14.685 17.754,00 20,90 21.232,00 19,592. Sepeda motor 755.101 843.077 917.711,00 8,85 1.012.319,00 10,31

Keterangan:

1) %

Sumber: Polda Provinsi DIY.

2007

Tabel 1.2Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Terdaftar

Unit

Uraian 2004 20052006

Page 21: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

7Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

andil dan pangsa komponen tersebut terhadap total Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) DIY. Sementara itu, pangsa Konsumsi Rumah Tangga terhadap total

(PDRB) DIY pada tahun laporan tercatat sebesar 44,51%, lebih rendah dibandingkan

periode sebelumnya yang mencapai 45,39%.

Konsumsi Pemerintah

Pada tahun laporan nilai riil Konsumsi Pemerintah tercatat sebesar Rp3.538

miliar, atau tumbuh 7,51%, sedikit lebih rendah dibanding dengan kenaikan yang

terjadi pada tahun 2006 yang mengalami pertumbuhan 7,60%. Meskipun memiliki

pertumbuhan yang sedikit menurun namun komponen Konsumsi Pemerintah

memiliki andil dan pangsa yang lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Relatif

tingginya andil terhadap pertumbuhan dan pangsa terhadap total PDRB DIY yaitu

masing-masing sebesar 1,47% dan 19,36% menunjukkan bahwa peran Konsumsi

Pemerintah cukup dominan dalam perekonomian DIY. Jika ditinjau dari

peruntukannya, dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar Konsumsi

Pemerintah dihabiskan untuk Belanja Pegawai dan untuk membiayai program

tanggap darurat pasca gempa Mei 2006, sedangkan sisanya untuk Belanja Barang.

Investasi (PMTB)

Nilai riil Investasi di DIY pada tahun 2007 yang diukur oleh nilai riil

Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB) tercatat sebesar Rp5.553 miliar, atau

tumbuh 2,76%, lebih rendah dibanding tahun 2006 yang mencapai 8,70%.

Meskipun pertumbuhannya cenderung melambat, komponen Investasi masih

memberikan andil yang cukup tinggi terhadap total pertumbuhan ekonomi DIY

yakni sebesar 2,64%, meningkat dibanding periode sebelumnya sebesar 2,56%.

Sektor ini merupakan sektor dominan penopang pertumbuhan ekonomi dari sisi

permintaan. Jenis investasi pada tahun 2007 nampaknya didominasi oleh investasi

pada sektor Bangunan atau proyek pembangunan/konstruksi yang didanai oleh

Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) maupun proyek konstruksi

properti yang dilakukan oleh pihak swasta. Hal ini tercermin dari kinerja sektor

Bangunan yang tumbuh tercepat dibandingkan dengan sektor lainnya, hingga

mencapai 8,08% pada tahun laporan.

Membaiknya kinerja investasi ini menunjukkan bahwa sektor swasta telah

melakukan penyesuaian terhadap pengaruh dampak gempa bumi tanggal 27

Mei 2006. Prospek kinerja investasi khususnya investasi swasta diprakirakan akan

lebih baik, mengingat suku bunga simpanan perbankan sudah menunjukkan

penurunan sebagai respon perkembangan suku bunga BI (BI Rate) yang cenderung

menurun dan pada akhirnya suku bunga kredit diharapkan akan turun.

Page 22: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

8 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Lainnya

Pertumbuhan komponen Lainnya, termasuk di dalamnya ekspor-impor,

perdagangan antar wilayah dan perubahan stok, mengalami peningkatan yang

cukup signifikan selama tahun laporan, sebagaimana tercermin dari nilai angka

pertumbuhan yang mencapai 19,20%, atau nilai riil komponen ini meningkat dari

Rp880 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp1.049 miliar pada tahun laporan. Dalam

komponen ini, perdagangan antar wilayah diukur berdasarkan jembatan timbang

yang terdapat di dua wilayah, yaitu di Kulonprogo dan Sleman. Sementara itu,

andil Komponen Lainnya juga lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya,

yaitu dari -0.90% pada tahun 2006 menjadi -0.85% pada tahun laporan. Kondisi

ini diduga terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas ekonomi (mobilitas

barang dan jasa) pada tahun laporan karena kembali pulihnya perekonomian DIY

setelah terpuruk pada paruh terakhir tahun 2006 akibat gempa bumi tanggal 27

Mei 2006 lalu.

PDRB Sisi Penawaran

Di sisi penawaran, percepatan perekonomian tahun 2007 terjadi pada

hampir semua sektor ekonomi, kecuali sektor Pertanian, Bangunan dan Jasa-jasa.

Dibandingkan dengan periode sebelumnya, tidak ada sektor yang mengalami

kontraksi pada tahun laporan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor

Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan merupakan tiga sektor dominan yang tumbuh lebih cepat dibanding

dengan periode sebelumnya, yaitu mampu tumbuh masing-masing 5,57%, 6,07%

dan 4,71%. Demikian juga sektor Bangunan, meskipun pada tahun laporan tumbuh

melambat namun masih tumbuh pada level yang tinggi yaitu sebesar 8,08%.

Sektor-sektor inilah yang mampu mendongkrak perekonomian DIY hingga

diprakirakan tumbuh mencapai 4,20% pada tahun laporan.

Miliar Rp

Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Nilai* Pangsa Ptumb² Andil2

1 Pertanian 3,053 3,186 3,307 18.86 3.81 0.72 3,407 18.65 3.02 0.572 Penggalian 120 122 126 0.72 3.00 0.02 132 0.72 4.76 0.033 Industri Pengolahan 2,401 2,463 2,481 14.15 0.72 0.11 2,510 13.74 1.17 0.174 Listrik, Gas & Air Bersih 145 153 152 0.87 -0.84 -0.01 163 0.89 7.24 0.065 Bangunan 1,284 1,395 1,580 9.01 13.28 1.10 1,708 9.35 8.08 0.736 Perdagangan, Hotel & Restoran 3,279 3,445 3,570 20.36 3.63 0.74 3,769 20.63 5.57 1.137 Pengangkutan & Komunikasi 1,582 1,673 1,762 10.05 5.30 0.52 1,869 10.23 6.07 0.618 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1,501 1,623 1,592 9.08 -1.92 -0.18 1,667 9.12 4.71 0.439 Jasa-jasa 2,781 2,850 2,965 16.91 4.04 0.68 3,047 16.68 2.77 0.47

16,146 16,911 17,535 100.00 3.69 3.69 18,272 100.00 4.20 4.20Keterangan:

1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000.2) %.

Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah

Tabel 1.3

PDRB Sisi Penawaran1

2007**

PDRB

No Jenis Penggunaan 20042006*

2005

Page 23: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

9Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Komposisi berdasarkan sektor ekonomi tidak mengalami perubahan yang

signifikan. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya kontribusi kelompok

sektor Tersier (sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan

Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan sektor Jasa-

jasa) masih tetap mendominasi terhadap pembentukan PDRB DIY tahun 2007

yakni 56,66%. Selanjutnya diikuti kelompok sektor Sekunder (sektor Industri

Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dan sektor Bangunan) sebesar 23,98%

dan kelompok sektor Primer (sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan

Penggalian) sebesar 19,37%.

Sektor Pertanian

Pada tahun laporan, sektor Pertanian tumbuh melambat menjadi 3,02%

dibanding dengan periode sebelumnya yang tumbuh hingga mencapai 3,80%.

Hal ini karena terjadinya jeda musim pada tahun 2007 sehingga memperlambat

musim tanam untuk beberapa komoditas tanaman pangan sebagai akibatnya

terjadi penurunan produksi untuk beberapa komoditas, seperti: padi ladang (-

6,60%), kedelai (-23,49%), kacang tanah (-14,61%), dan ubi kayu (-3,91%).

Sementara itu, kegiatan perhutanan dan perikanan juga mengalami kontraksi,

yaitu masing-masing sebesar 0,18% dan 3,91%. Namun demikian, kegiatan

holtikultura, khususnya pada tanaman jagung dan peternakan mengalami

peningkatan pada tahun laporan, yaitu masing-masing tumbuh 3,94% dan 7,82%.

Selain itu, penyempitan lahan pertanian karena konversi lahan produktif

ke non pertanian juga diprakirakan sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan

kinerja sektor pertanian pada tahun laporan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2005

luas lahan sawah tercatat 57.762 ha, kemudian turun menjadi 57.661 ha pada

tahun 2006. Sedangkan luas lahan non sawah meningkat dari 260.818 ha pada

tahun 2005 menjadi 260.919 ha pada tahun 2006. Kondisi ini juga diperkuat

dengan pemberian kredit/pembiayaan pada sektor pertanian yang cenderung

menurun dibanding dengan periode sebelumnya, yaitu dari Rp262,63 miliar pada

tahun 2006 menjadi Rp242,08 miliar pada tahun 2007.

Dengan kondisi tersebut di atas, andil sektor Pertanian mengalami

penurunan dari 0,72% pada tahun 2006 menjadi 0,57% pada tahun laporan.

Sementara itu, pangsa sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB DIY juga

mengalami sedikit penurunan dibanding dengan periode sebelumya, yakni dari

18,86% menjadi 18,57% pada tahun laporan.

Meskipun demikian, tingkat kesejahteraan petani relatif baik, tercermin

dari Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat dari 126,84 pada tahun 2006

menjadi 132,26 pada tahun 2007, atau tumbuh sebesar 4,28%. Hal ini karena

Pertanian19%

Penggalian1%

Industri Pengolahan

14%

Listrik, Gas & Air Bersih1%

Bangunan9%

Perdagangan, Hotel & Restoran

20%

Pengangkutan & Komunikasi

10%

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

9%

Jasa-jasa17%

Grafik 1.3Komposisi PDRB Sisi Penawaran

Page 24: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

10 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

kenaikan indeks harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani relatif lebih

tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh

rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.

Sektor Penggalian

Nilai tambah sektor Penggalian pada tahun laporan tercatat sebesar Rp132

miliar, atau tumbuh sebesar 4,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Laju

pertumbuhan sektor ini pada tahun laporan lebih cepat dari laju pertumbuhan

tahun sebelumnya yang sebesar 3,00%. Sedangkan perannya terhadap

pembentukan PDRB DIY sangat kecil, yakni dengan pangsa yang relatif sama

dengan tahun sebelumnya yakni 0,72% dan andil terhadap laju pertumbuhan

yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 0,02% menjadi

0,03% pada tahun laporan.

Peningkatan laju pertumbuhan sektor Penggalian seiring dengan

percepatan kinerja sektor Bangunan pada tahun laporan. Hal ini karena naiknya

permintaan bahan galian Golongan C, seperti pasir dan batu yang banyak digunakan

untuk sektor Bangunan baik untuk membangunan rumah/perumahan maupun

membangun infrastruktur umum seperti jalan dan jembatan.

Sektor Industri Pengolahan

Nilai tambah riil sektor Industri Pengolahan pada tahun laporan tercatat

sebesar Rp2.510 miliar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perkembangan

kinerja sektor Industri Pengolahan pada tahun laporan mengalami percepatan.

Angka pertumbuhan sektor ini meningkat dari 0,72% pada tahun 2006 menjadi

1,17% pada tahun laporan. Sementara itu, pangsa sektor ini mengalami sedikit

penurunan yaitu dari 14,15% pada tahun 2006 menjadi 13,74% pada tahun laporan

sedangkan andil sektor ini terhadap pertumbuhan meningkat dari 0,11% menjadi

0,17% dalam kurun waktu yang sama. Kenaikan ini didukung oleh pertumbuhan

positif industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC 31), industri kertas dan

barang cetakan (ISIC 34), serta industri pupuk, kimia dan barang dari karet (ISIC

35). Peningkatan produksi industri makanan terkait dengan meningkatnya

kunjungan wisatawan ke Kota Yogyakarta baik untuk dikonsumsi langsung maupun

untuk dijadikan buah tangan. Hal ini sejalan dengan peningkatan permintaan

terhadap penggunaan jasa transportasi udara maupun transportasi darat, tercermin

dari jumlah penumpang pesawat dan kereta yang cenderung meningkat dari

4.327.639 orang pada tahun 2006 menjadi 4.387.804 orang pada tahun 2007.

Adapun pertumbuhan industri barang cetakan didorong oleh permintaan barang

cetakan untuk kegiatan pendidikan.

Page 25: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

11Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Pada tahun laporan nilai tambah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tercatat

sebesar Rp163 miliar, atau naik sebesar 7,24% dibanding tahun 2006 yang hanya

sebesar Rp152 miliar. Peningkatan ini disebabkan oleh kembali normalnya jaringan

listrik dan saluran air dan meningkatnya konsumsi energi listrik dan air seiring

dengan meningkatnya aktivitas ekonomi. Hal ini juga didukung oleh informasi

data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) DIY yang menyebutkan bahwa kapasitas

daya yang masuk DIY (supply) sebesar 616 MVA sementara beban puncak sebesar

292,3 MVA sehingga kebutuhan masyarakat terhadap listrik masih dapat terpenuhi.

Dengan kondisi tersebut di atas, andil sektor ini terhadap angka

pertumbuhan DIY meningkat dari -0,01% menjadi 0,06% pada tahun laporan

dan kontribusinya terhadap total PDRB DIY juga mengalami sedikit peningkatan

dari 0,87% menjadi 0,89% pada tahun 2007.

Sektor Bangunan

Sektor Bangunan tumbuh sebesar 8,08% dan menjadi sektor yang

mengalami pertumbuhan tercepat pada tahun laporan. Nilai tambah sektor ini

pada tahun laporan tercatat sebesar Rp1.708 miliar, lebih besar dibandingkan

dengan tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp1.580 miliar. Hal ini antara lain

disebabkan oleh masih berlangsungnya proses rekonstruksi baik oleh pemerintah,

rumah tangga, maupun lembaga swadaya masyarakat pada paruh pertama tahun

2007. Sebagai ilustrasi, rincian realisasi pemanfaatan dana Anggaran Belanja dan

Pendapatan Negara (APBN) 2007 untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pasca

gempa bumi di Provinsi DIY sampai dengan April 2007, yaitu DIPA APBN 2006

sebesar Rp1.694 miliar, DIPA APBN 2007 sebesar Rp1.701 miliar, Sisa DIPA APBN

2006 sebesar Rp16 miliar dan realisasi DIPA 2007 sebesar Rp479 miliar. Sementara

itu, pangsa sektor Bangunan mengalami percepatan dari 9,01% menjadi 9,35%

pada tahun 2007.

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya dan sesuai dengan karakteristik

Yogyakarta sebagai kota wisata dan budaya, kinerja sektor Perdagangan, Hotel

dan Restoran pada tahun laporan tercatat sebagai sektor pemberi andil terbesar

terhadap pertumbuhan ekonomi DIY 2007 yakni 1,13%, atau meningkat dibanding

tahun sebelumnya sebesar 0,74%. Demikian halnya dengan laju pertumbuhan,

terjadi percepatan dari 3,63% menjadi 5,57% pada tahun laporan. Nilai tambah

sektor ini tercatat sebesar Rp3.769 miliar pada tahun 2007.

Percepatan pertumbuhan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perdagangan dan hotel. Kondisi

ini didukung oleh kembali pulihnya sebagian besar pasar tradisional dan

Page 26: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

12 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

meningkatnya daya beli dari masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan.

Fasilitas hotel yang sudah dibenahi dan suasana Yogyakarta yang semakin kondusif

telah menyebabkan permintaan untuk hotel dan fasilitas pertemuan semakin

meningkat pada tahun 2007. Kondisi ini juga diperkuat dengan pemberian kredit/

pembiayaan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang meningkat dari

Rp1.908 juta pada tahun 2006 menjadi Rp2.094 juta pada tahun 2007.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Nilai tambah sektor Pengangkutan dan Komunikasi tercatat sebesar

Rp1.869 miliar pada tahun laporan, lebih tinggi dibanding dengan tahun

sebelumnya yang sebesar Rp1.762 miliar. Demikian halnya dengan laju

pertumbuhan, terjadi percepatan dari 5,30% menjadi 6,07% pada tahun 2007.

Sementara itu, pangsa sektor ini juga meningkat dari 10,05% menjadi 10,23%

dan andil terhadap pertumbuhan naik dari 0,52 menjadi 0,61% pada tahun laporan.

Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya mobilitas barang dan jasa serta

penumpang baik untuk transportasi darat maupun transportasi udara pada tahun

2007 sebagai akibat meningkatnya aktivitas ekonomi dan meningkatnya daya

beli masyarakat. Sebagai ilustrasi, jumlah penumpang kereta tercatat sebanyak

1.831.387 orang pada tahun 2007 yang meningkat dibandingkan periode

sebelumnya yang hanya sebanyak 1.787.380 orang. Sementara itu, jumlah

kedatangan penumpang pesawat juga mengalami peningkatan dibanding dengan

periode sebelumnya, yaitu dari 1.240.583 orang pada tahun 2006 menjadi

1.257.824 orang pada tahun 2007.

Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Nilai tambah sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan pada

tahun laporan tercatat sebesar Rp1.667 miliar, atau tumbuh sebesar 4,71%

dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar Rp1.592 miliar sehingga andil sektor

ini terhadap pertumbuhan ekonomi DIY meningkat dari -0,18% menjadi 0,43%

pada tahun 2007. Membaiknya kinerja sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan antara lain disebabkan oleh meningkatnya subsektor Keuangan,

khususnya pada kontribusi Perbankan sebesar 15,5% dan subsektor Sewa Bangunan

sebesar 6,4% sebagai akibat masih berlangsungnya proses rekonstruksi sebagian

bangunan bisnis dan residensial baik oleh pemerintah, rumah tangga maupun

lembaga swadaya masyarakat.

Sektor Jasa-jasa

Pertumbuhan sektor Jasa-jasa mengalami perlambatan yaitu dari 4,04%

pada tahun 2006 menjadi 2,77% pada tahun 2007. Hal ini terutama disebabkan

oleh melambatnya pertumbuhan Belanja Pegawai dari sekitar 3,54% pada tahun

Page 27: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

13Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

2006 menjadi sekitar 3,08% pada tahun 2007 sebagai faktor koreksi. Ini terutama

disebabkan terjadi kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 15% pada

tahun 2006 sedangkan pada tahun 2007 tidak ada kebijakan kenaikan gaji.

Dengan kondisi tersebut di atas, pangsa sektor ini terhadap pembentukan

PDRB DIY menurun dari 16,91% menjadi 16,68% pada tahun laporan dengan

andil yang juga menurun dari 0,68% menjadi 0,47% pada tahun laporan.

INVESTASI

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, perkembangan investasi di

wilayah Provinsi DIY menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini

tercermin dari nilai riil Investasi yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi maupun tingkat kabupaten/

kota untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, misalnya penyederhanaan

prosedur birokrasi, perbaikan/pengembangan infrastruktur dan sistem informasi

serta promosi investasi daerah yang lebih intensif melalui Investment Promotion

Agency (IPA), serta membuat pelayanan satu atap agar minat investor untuk

menanamkan investasinya di wilayah ini semakin besar.

Penanaman Modal Dalam Negeri

Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di DIY secara kumulatif

sampai dengan tahun laporan mengalami penurunan sebesar 16,01%, yaitu dari

Rp2.145 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp1.802 miliar pada tahun 2007. Kondisi

ini sejalan dengan jumlah rencana PMDN yang telah disetujui oleh Pemerintah

Provinsi DIY yang sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006, yaitu

tercatat sebesar Rp2.459 miliar pada tahun laporan. Penurunan jumlah PMDN

Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 59,980 27,573 59,980 27,573 59,474 27,573 59,474 27,572

a. Pertanian 57,224 26,423 57,224 26,423 57,224 26,423 57,224 26,422 b. Kehutanan - - - - - - - - c. Perikanan 1,500 400 1,500 400 1,500 400 1,500 400

2 Pertambangan 1,256 750 1,256 750 750 750 750 750 3 Industri 875,787 1,179,023 875,787 1,180,680 883,496 1,176,353 867,249 831,682

a. Makanan 124,902 415,856 124,902 416,092 124,902 416,092 114,900 72,747 b. Tekstil 336,536 632,443 336,536 632,443 337,661 630,931 341,661 630,931 c. Kayu - - - - - - - - d. Kertas 218 444 218 444 218 444 218 444 e. Kimia dan farmasi 7,592 232 7,592 232 32,042 232 32,042 232 f. Mineral bukan logam - - - - - - - - g. Logam dasar 2,832 1,548 2,832 1,548 2,832 1,548 2,832 1,548 h. Barang-barang logam 17,828 14,279 17,828 14,279 17,828 14,279 17,828 14,279 i. Lain-lain 385,879 114,223 385,879 115,643 368,014 112,827 357,768 111,502

4 Konstruksi 13,000 - 13,000 - 13,000 - 13,000 - 5 Perhotelan 735,356 885,846 636,256 733,286 609,256 643,773 631,006 657,385 6 Pengangkutan 44,869 34,737 44,869 34,740 42,529 34,630 42,529 34,630 7 Perumahan dan Perkantoran - - - - - - - - 8 Jasa lainnya 196,664 274,788 838,745 274,788 889,930 262,551 845,350 250,264

1,925,655 2,401,967 2,468,637 2,251,067 2,497,685 2,144,879 2,458,608 1,801,533 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.

Sektor2004 2005

Total

Tabel 1.4Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

Menurut Sektor EkonomiJuta Rp

2006 2007No

Page 28: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

14 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

yang disetujui tersebut sejalan dengan pertumbuhan Investasi yang diukur dari

PMTB, yang cenderung melambat pada tahun laporan.

Sementara itu, persentase realisasi PMDN dari rencana pada tahun laporan

cenderung menurun dibanding dengan periode sebelumnya, yaitu dari 85,87%

pada tahun 2006 menjadi 73,27% pada tahun 2007.

Ditinjau dari aspek sektornya, sektor Industri masih menduduki pangsa

tertinggi, yaitu 46,17%, meskipun dengan persentase yang cenderung menurun

dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 54,84%. Selanjutnya, disusul sektor

Perhotelan 36,49%, Jasa Lainnya 13,89%, Pengangkutan 1,92%, dan Pertanian/

Kehutanan/Perikanan 1,53%. Penyumbang utama pada sektor Industri didominasi

oleh Industri Tekstil 35,02% dan Industri Makanan 4,04%.

Berdasarkan persebaran wilayahnya, baik rencana maupun realisasi PMDN

pada tahun laporan terkonsentrasi di Kota Yogyakarta dengan nilai masing-masing

sebesar Rp1.111 miliar dan Rp745 miliar. Rencana dan realisasi PMDN di Kabupaten

Sleman masing-masing tercatat sebesar Rp922 miliar dan Rp922 miliar. Selanjutnya,

dikuti oleh Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, dan terakhir Kabupaten

Gunungkidul.

Penanaman Modal Asing

Jumlah realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 2007 tercatat

sebesar Rp880 miliar, menurun 53,17% dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp1.880 miliar. Sementara itu, akumulasi rencana PMA

yang disetujui oleh Pemerintah Provinsi DIY pada tahun 2007 mengalami penurunan

sebesar 59,34%, yaitu dari Rp3.508 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp880 miliar

pada tahun laporan. Hal ini diduga karena besarnya investasi pada bidang usaha

yang diminati oleh investor asing, seperti jasa, industri logam, dan pengangkutan

cenderung menurun. Meskipun demikian, persentase realisasi PMA dari rencana

pada tahun laporan mengalami peningkatan dibanding dengan periode

sebelumnya, yaitu dari 53,58% pada tahun 2006 menjadi 61,70% pada tahun

Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Bantul 108,751 85,460 108,751 85,463 108,751 86,952 112,751 86,952 2 Sleman 1,073,652 1,100,401 974,552 949,498 921,810 921,970 921,810 921,970 3 Gunungkidul 71,894 19,586 67,004 19,586 91,454 19,586 58,379 19,586 4 Kulonprogo 255,112 28,559 255,112 28,559 255,112 28,559 255,112 28,559 5 Yogyakarta 416,246 1,167,960 1,063,218 1,167,960 1,120,558 1,087,812 1,110,556 744,466

1,925,655 2,401,967 2,468,637 2,251,067 2,497,685 2,144,879 2,458,608 1,801,533 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.

Total

Menurut Kabupaten/KotaJuta Rp

2004 2005 2006 2007No

Tabel 1.5Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

Kabupaten/Kota

Page 29: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

15Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

2007. Ditinjau dari sektornya, sektor Perhotelan menduduki pangsa tertinggi yaitu

57,14%, disusul sektor Jasa Lainnya 38,61%, dan sektor Industri 4,25%.

Penyebaran PMA tertinggi di Kabupaten Sleman dengan realisasi sebesar

Rp514 miliar dari rencana sebesar Rp920 miliar, selanjutnya diikuti oleh Kota

Yogyakarta dengan realisasi sebesar Rp319 miliar, Kabupaten Gunungkidul sebesar

Rp43 miliar, dan Kabupaten Bantul sebesar Rp4 miliar sedangkan Kabupaten

Kulonprogo nihil pada tahun laporan.

Potensi dan Peluang Investasi

Peningkatan daya saing nasional di pasar global merupakan tujuan akhir

penerapan kebijakan sektor industri dan perdagangan serta bidang investasi. Salah

satu upaya mengoptimalkan pengunaan sumber daya yang tersedia untuk

pengembangan otonomi khususnya di daerah adalah penerapan kebijakan

Otonomi Daerah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah dan Keppres No.29 Tahun 2004 pelayanan satu atap

di bawah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 119,798 33,745 119,798 33,745 125,648 26,853 - -

a. Pertanian 106,929 33,070 106,929 33,070 106,929 26,178 - - b. Kehutanan - - - - 1,800 - - - c. Perikanan 12,869 675 12,869 675 12,869 675 - -

2 Pertambangan - - - - 4,050 - - - 3 Industri 488,434 150,828 634,926 295,278 730,647 314,999 45,509 37,429

a. Makanan - - - - - - 19,146 19,146 b. Tekstil 27,308 19,357 27,308 19,357 72,578 34,534 4,200 6,108 c. Kayu - - - - - - - - d. Kertas - - - - - - - - e. Kimia dan farmasi - - - - - - - - f. Mineral bukan logam - - - - - - - - g. Logam dasar 24,571 9,715 24,571 9,715 24,571 9,715 15,571 6,681 h. Barang-barang logam 2,070 - 2,070 - 2,070 - - - i. Lain-lain 434,485 121,756 580,977 266,206 631,428 270,750 6,592 5,494

4 Konstruksi 26,550 - - - - - - - 5 Perhotelan 516,046 350,734 672,593 503,294 699,774 521,370 711,165 502,973 6 Pengangkutan 7,950 982 7,950 982 5,700 982 219 - 7 Perumahan dan Perkantoran - - 26,550 - - - - - 8 Jasa lainnya 1,254,711 982,980 1,607,422 1,010,375 1,946,542 1,015,583 669,561 339,825

2,413,490 1,519,270 3,069,239 1,843,675 3,508,311 1,879,788 1,426,454 880,227 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.

Tabel 1.6Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing

Menurut Sektor EkonomiJuta Rp

No2007

Total

Sektor2004 2005 2006

Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Bantul 78,482 59,898 80,732 59,898 98,057 75,076 8,500 4,179 2 Sleman 591,398 151,976 1,230,522 448,986 1,612,947 484,283 919,786 514,112 3 Gunungkidul 97,329 31,265 106,817 40,753 106,817 24,861 55,864 42,564 4 Kulonprogo - - - - 6,291 - - - 5 Yogyakarta 1,646,281 1,276,131 1,651,167 1,294,038 1,684,198 1,295,568 449,954 319,371

2,413,490 1,519,270 3,069,239 1,843,675 3,508,311 1,879,788 1,426,454 880,227 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.

2004 2005 2006 2007

Tabel 1.7Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing

Total

Menurut Kabupaten/KotaJuta Rp

No Kabupaten/Kota

Page 30: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

16 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Kebijakan dan strategi pengembangan investasi yang telah dilakukan DIY

untuk mengatasi berbagai permasalahan mendasar seperti prosedur birokrasi yang

berbelit-belit, ekonomi biaya tinggi, ketidakpastian hukum dan paket kebijakan

investasi serta kebijakan sektoral yang tumpang tindih antara pemerintah pusat

dan daerah. Permasalahan tersebut secara bertahap mulai berhasil diatasi oleh

Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di DIY.

Upaya promosi yan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY adalah

pencanangan slogan “Jogja Invest”, yang diarahkan untuk meningkatkan daya

tarik berinvestasi di DIY di mata para investor baik domestik maupun asing. Upaya

ini cukup beralasan karena DIY memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:

1. Stabilitas politik dan keamanan yang terbaik dibandingkan dengan provinsi

lainnya di Indonesia;

2. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sebagaimana tercermin dari besarnya

persentase masyarakat terdidik, tersedianya tenaga kerja terampil dan angka

rasio melek komputer (computer literate ratio) yang tertinggi di Indonesia;

3. Lokasi DIY yang strategis dan terhubung dengan provinsi lainnya dan bahkan

dengan negara tetangga;

4. Biaya produksi yang rendah dan tingkat upah yang cukup kompetitif; dan

5. Sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan investasi.

Dalam Tabel 1.8 disajikan beberapa proyek/komoditas yang memiliki

potensi dan peluang untuk investasi di DIY, berdasarkan informasi dari Pemerintah

Provinsi DIY.

Gunungkidul Kulonprogo- Konferensi dan pameran. - Wisata pedesaan. - - - Pantai Glagah.- - Volcano center. - Waduk Sermo.

- - Puncak Suroloyo.- - Sendangsono.

- Kebun buah Magunan. - Taman air Ancol.- Wisata budaya interaktif. - Taman safari prasejarah. - Goa Kiskendo.

- Wisata pedesaan. - Taman safari prasejarah. - Pantai Congot- Sekolah Pra-TK. - Kawasan kampus.-

- - - Terakota dan keramik. - Kerajinan batu. - Batik.- Anyaman serat alam.

- Furnitur.- Furnitur.- - - -

- -- Peternakan kambing.

- Garmen. - Komponen elektronik. - Pembangkit listrik. - Kawasan industri.- Kawasan industri. - Tegel dan batu gamping. - Pembangkit listrik.- Pembangkit listrik. -

- - Jalan toll. - - - Pelabuhan ikan.- Gudang kargo. - Terminal tipe A.

- -

- Terminal bongkar muat.- Jalan lingkar luar.

Sumber: Bapeda Provinsi DIY.

Pembangunan Double Tracks lintasan KA

Jalan toll.

Pengelolaan kelapa, cabe, teh dan empon-empon.

Budidaya dan industri sutra.

Budidaya dan industri mendong.

Pasir besi, semen, marmer, emas, batubara, barit, andesit, batu mulia, mangan, arang, briket.

Industri

Pengembangan pasar seni Gabusan.

Tabel 1.8Peluang Investasi Beberapa Proyek/Komoditas Potensial

Pariwisata

Pendidikan

Kerajinan

Pertanian

Infrastruktur

Lembaga Pendidikan Keterampilan.

Cor logam untuk perlengkapan pintu dan jendela.

Kawasan industri Piyungan.

Kompetisi design produk kerajinan.

Produk pertanian kualitas tinggi (asparagus, brokoli, jamur, rebung dlsb).

Tanaman obat

Budidaya bawang merah dan cabe merah

Bus Rapid Transit

Kabupaten/KotaSektor

Kawasan hutan riset Wanagama.

Pengelolaan pantai Parangtritis, Pandansimo, Gua Cerme. Pengembangan pantai

Sepanjang, Wediombo, Siung, Sadeng, Tepus dan Baron.

Pengembangan SDM sektor pariwisata.

Pengembangan Gembira Loka.

Yogyakarta Sleman Bantul

Page 31: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

17Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Ekspor

Nilai ekspor DIY yang seluruhnya merupakan komoditas nonmigas,

mengalami pertumbuhan negatif sebesar -9,32% pada tahun 2007 sehingga

tercatat sebesar $125,56 juta. Penyumbang penurunan nilai nominal ekspor

terutama bersumber dari penurunan ekspor Pakaian Jadi Tekstil sebesar $9,83

juta, diikuti oleh penurunan ekspor Mebel Kayu $6,20 juta, ekspor Sarung Tangan

Kulit (STK) turun $2,85 juta, ekspor Lampu turun $2,1 juta, dan ekspor Produk

Tekstil Lainnya turun $1,26 juta.

Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1

1 Mebel Kayu 37,593 42,639 32,305 23.33 -24.24 26,104 20.79 -19.202 Pakaian Jadi tekstil 25,009 45,322 44,233 31.94 -2.40 34,406 27.40 -22.223 Kulit disamak 9,730 6,007 4,896 3.54 -18.50 7,116 5.67 45.34 4 Sarung Tangan Kulit (STK) 9,174 8,457 13,409 9.68 58.56 10,560 8.41 -21.255 Lampu 5,500 5,453 5,086 3.67 -6.73 2,988 2.38 -41.256 Produk tekstil lainnya 5,259 2,340 1,583 1.14 -32.35 321 0.26 -79.737 Tekstil 4,370 3,453 2,004 1.45 -41.96 1,632 1.30 -18.568 Kerajinan kayu 4,060 4,706 5,612 4.05 19.25 4,848 3.86 -13.619 Minyak Atsiri Daun Cengkeh 1,913 1,225 2,037 1.47 66.29 3,580 2.85 75.7510 Kerajinan Pandan 1,675 2,946 1,063 0.77 -63.92 700 0.56 -34.1911 STK Sintetis 1,600 3,087 1,923 1.39 -37.71 6,687 5.33 247.7412 Kerajinan Tanah Liat 1,521 1,014 1,190 0.86 17.36 1,818 1.45 52.7713 Kerajinan Batu 1,381 2,537 2,604 1.88 2.64 3,137 2.50 20.47 14 Jamur dalam Kaleng 574 13 26 0.02 99.38 - - -100.0015 Kerajinan Perak 531 992 1,092 0.79 10.08 1,304 1.04 19.41 16 Kerajinan Eceng Gondok 491 423 643 0.46 52.01 1,164 0.93 81.03 17 STK Kombinasi Poliurethane 1 67 318 0.23 374.63 629 0.50 97.64 18 Kerajinan Kertas 765 2,735 3,604 2.60 31.77 4,554 3.63 26.36 19 Papan Kemas 2,486 1,498 2,483 1.79 65.75 2,217 1.77 -10.7120 Kerajinan Kulit 720 1,712 2,024 1.46 18.22 1,803 1.44 -10.9221 Kerajinan Kaca 307 721 757 0.55 4.99 391 0.31 -48.4122 Kerajinan Rotan 374 484 1,326 0.96 173.97 356 0.28 -73.14

Sub Total 115,035 137,833 130,218 94.04 -5.52 116,314 92.63 -10.687,236 5,638 8,255 5.96 46.42 9,248 7.37 12.03

122,271 143,471 138,473 100.00 -3.48 125,562 100.00 -9.32Keterangan:

1) %

Sumber : Dinas Perindagkop Provinsi DIY

Tabel 1.9Nilai Ekspor Non Migas Utama Menurut Komoditas

Ribu US$

20052004

Komoditas LainnyaTotal

2006 2007*No Komoditas

2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1

1. Amerika Serikat 48,564.07 68,220.01 69,474.08 50.17 1.84 55,289.77 44.03 -20.42 2. Perancis 8,442.30 11,962.03 8,014.17 5.79 -33.00 7,435.18 5.92 -7.22 3. Spanyol 5,057.29 6,961.99 6,102.25 4.41 -12.35 5,223.50 4.16 -14.40 4. Italia 9,144.11 6,582.66 5,173.88 3.74 -21.40 5,205.49 4.15 0.61 5. Belanda 4,283.25 5,880.54 4,455.96 3.22 -24.23 3,540.36 2.82 -20.55 6. Jepang 4,189.52 5,767.16 6,238.75 4.51 8.18 6,068.11 4.83 -2.74 7. Hongkong 3,537.81 572.23 3,649.52 2.64 537.78 4,204.62 3.35 15.21 8. Jerman 4,806.50 4,041.51 4,301.26 3.11 6.43 2,837.67 2.26 -34.03 9. Inggris 1,674.80 3,853.69 4,528.79 3.27 17.52 3,817.38 3.04 -15.7110. Australia 4,634.34 3,774.72 3,216.16 2.32 -14.80 4,600.62 3.66 43.0511. Belgia 2,931.23 3,364.25 2,002.20 1.45 -40.49 2,469.78 1.97 23.3512. Philipina 1,395.66 2,338.54 2,503.54 1.81 7.06 1,859.08 1.48 -25.7413. Singapura 1,927.22 1,749.00 2,333.27 1.69 33.41 2,132.87 1.70 -8.5914. Kanada 1,088.35 1,183.11 1,842.89 1.33 55.77 1,475.51 1.18 -19.9315. Malaysia 1,379.56 1,092.36 884.96 0.64 -18.99 696.51 0.55 -21.2916. Denmark 892.93 942.86 447.86 0.32 -52.50 1,141.12 0.91 154.8017. Uni Emirat Arab 2,162.69 832.92 586.62 0.42 -29.57 759.52 0.60 29.4718. Afrika Selatan 972.14 772.37 773.78 0.56 0.18 700.90 0.56 -9.4219. Yunani 1,015.63 734.76 752.34 0.54 2.39 513.37 0.41 -31.7620. Korea Selatan 1,114.51 566.14 762.94 0.55 34.76 2,414.12 1.92 216.4221. Taiwan 466.95 467.40 262.59 0.19 -43.82 131.87 0.11 -49.7822. India 3,198.74 387.29 496.07 0.36 28.09 460.29 0.37 -7.21

Sub-Total 112,880 132,048 128,804 93.02 -2.46 112,978 89.98 -12.29 Negara lainnya 9,391.79 11,423.78 9,668.69 6.98 -15.36 12,584 10.02 30.15

Total 122,271 143,471.32 138,473 100.00 (3.48) 125,561 100.00 -9.32Keterangan:1) %

Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY

2005

Tabel 1.10Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan

Ribu US$

Negara 2004

Page 32: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

18 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Sedangkan pangsa terbesar terhadap total nilai ekspor DIY adalah ekspor

Pakaian Jadi Tekstil yang mencapai 27,40% dengan nilai sebesar $34,41 juta.

Sumbangan ekspor kedua terbesar berasal dari ekspor Mebel Kayu yang tercatat

sebesar $26,10 juta dengan pangsa 20,79%. Lonjakan nilai ekspor terjadi pada

komoditas Sarung Tangan Kulit Sintetis dari $1,92 juta pada tahun 2006 menjadi

$6,69 juta pada tahun 2007. Sementara itu, pangsa ekspor Komoditas Lainnya

relatif kecil (Tabel 1.9).

Berdasarkan negara tujuan, ekspor DIY pada tahun 2007 sebagian besar

ditujukan ke negara Amerika Serikat ($55,29 juta), Perancis ($7,44 juta), Jepang

($6,07 juta), Spanyol ($5,22 juta), Italia ($5,21 juta), Australia ($4,60 juta), Hongkong

($4,20 juta), dan Belanda ($3,54 juta). Nilai ekspor ke Amerika Serikat memiliki

pangsa sebesar 44,03% dari total nilai eskpor DIY.

Pada tahun laporan 64,39% dari nilai ekpor DIY dilakukan melalui

pelabuhan muat Tanjung Emas, Semarang, dengan nilai sebesar $80,86 juta,

sedangkan ekspor yang melalui Bandara Adisutjipto hanya tercatat sebesar $3,21

juta atau dengan pangsa 2,56%. Ekspor melalui Bandara Adisutjipto mengalami

peningkatan sebesar 6,10% dibanding tahun 2006, hal ini merupakan dampak

internasionalisasi Bandara Adisutjipto yang berlaku sejak tahun 2005.

Impor

Perkembangan impor DIY sejalan dengan perkembangan ekspor, yaitu

mengalami pertumbuhan negatif sebesar 28,40% pada tahun 2007 sehingga

tercatat sebesar $42,62 juta. Penurunan nilai impor tersebut terutama disebabkan

oleh menurunnya nilai impor komoditas Bahan Baku Susu yang tercatat sebesar

$3,65 juta dan komoditas Tekstil sebesar $4,57 juta. Lonjakan nilai impor terjadi

2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1

1. Tanjung Emas 79,549 100,754 93,625 67.61 -7.08 80,855 64.39 -13.64 2. Tanjung Priok 19,087 25,366 21,531 15.55 -15.12 23,500 18.72 9.15 3. Sukarno Hatta 15,452 12,901 14,806 10.69 14.77 12,134 9.66 -18.05 4. Adisutjipto 2,383 2,515 3,024 2.18 20.25 3,209 2.56 6.10 5. Tanjung Perak 2,788 1,225 3,128 2.26 155.45 3,797 3.02 21.39 6. Juanda 329 381 2,177 1.57 471.16 1,834 1.46 -15.75 7. Ngurah Rai 2,431 107 55 0.04 -48.82 154 0.12 180.25 8. Kantor Pos Yogyakarta 148 107 49 0.04 -54.32 14 0.01 -71.23 9. Halim Perdanakusuma 3 82 15 0.01 -81.13 6 0.00 -61.3110. Benoa 0 21 12 0.01 -44.13 53 0.04 356.1111. Adisumarmo 98 13 51 0.04 285.98 6 0.00 -87.6312. Batu Ampar - - - - - - - - 13. Tanjung Pinang - - - - - - - - 14. A. Yani 4 - - - - - - - 15. Batam - - - - - - - - 16. Tanjung Uban - - - - - - - - 17. Belawan - - - - - - - - 18. Sekupang - - - - - - - - 19. Lainnya - - - - - - - -

Total 122,271 143,471 138,473 100.00 -3.48 125,562 100.00 (9.32) Keterangan:1) %

Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY

Nama Pelabuhan 2004 2005

Tabel 1.11Nilai Ekspor Menurut Pelabuhan Muat

Ribu US$

Page 33: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

19Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

pada komoditas Polyester dari $2.000 juta pada tahun 2006 menjadi $3,36 juta

pada tahun 2007 dan komoditas Mesin dari $6,9 juta pada tahun 2006 menjadi

$23,50 juta. Selama tahun 2007, negara yang mendominasi impor DIY, yaitu RRC

dengan nilai sebesar $25,78 juta, Korea Selatan $3,89 juta, dan New Zealand

$3,40 juta.

2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1

1. Obat Penyamak Kulit 1,102 5,304 606 1.02 -88.58 274 0.64 -54.81 2. Bahan Baku Plastik 171 0 - - -100.00 - - -100.00 3. Bahan Baku Susu 10,916 4,227 38,953 65.43 821.56 3,655 8.58 -90.62 4. Kapas 3,814 4,491 3,857 6.48 -14.12 3,727 8.74 -3.37 5. Benang Nylon - - - - -100.00 - - - 6. Asesoris 18,878 3,946 1,793 3.01 -54.57 1,317 3.09 -26.53 7. Tekstil 3,490 16,104 7,311 12.28 -54.60 4,575 10.73 -37.42 8. Polyester - - 2 0.00 0.00 3,360 7.88 161,438.46 9. Peralatan Tiang Pancang - - - - 0.00 - - - 10. Elektronik - - - - 0.00 - - - 11. Pewarna susu - - - - 0.00 - - - 12. Mesin Tekstil - - - - 0.00 - - - 13. Mesin 2,211 2,207 6,928 11.64 213.86 23,508 55.15 239.32 14. Bahan Baku Kulit - - - - - 391 0.92 - 15. Mesin Percetakan - - - - - - - - 16. Mesin Kayu - - - - - - - - 17. Peralatan Mesin - - - - - - - - 18. Kulit Disamak 80 - - - - 1,470 3.45 - 19. Lampu 4 - - - - - - - 20. Power Suply 3 - - - - - - - 21. Audio Digital 70 - - - - - - - 22. Bijih Titanium - 2 - - - - - -

Sub-Total 40,739 36,281 59,449 99.87 63.86 42,277 99.19 -28.89 Komoditas lainnya 2 0 80 0.13 -208.41 346 0.81 332.50

Total 40,741 36,281 59,529 100.00 64.08 42,623 100.00 -28.40Keterangan:1) %

Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY

Komoditas 2004 2005

Tabel 1.12Nilai Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas

Ribu US$

2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1

1. Jerman 419 273 147 0.25 -46.15 206 0.48 39.71 2. Italia 472 331 289 0.49 -12.57 217 0.51 -25.02 3. Jepang 953 1,223 151 0.25 -87.66 1,245 2.92 724.50 4. Singapura 384 4,701 2,060 3.46 -56.18 216 0.51 -89.50 5. Hongkong 8,951 7,536 1,129 1.90 -85.02 908 2.13 -19.59 6. Australia 5,294 1,345 10,926 18.35 712.60 2,154 5.05 -80.29 7. Belgia 58 - 163 0.27 - 33 0.08 -79.88 8. Korea Selatan 3,030 236 3,290 5.53 1,296.27 3,889 9.12 18.19 9. RRC 4,574 7,072 8,579 14.41 21.32 25,779 60.48 200.4710. Amerika Serikat 3,681 2,785 4,025 6.76 44.53 1,568 3.68 -61.0411. Taiwan 7,285 6,962 2,450 4.12 -64.81 2,459 5.77 0.3712. New Zealand 3,391 1,269 - - -100.00 3,598 8.44 - 13. Belanda 132 1,897 1,979 3.33 4.33 - - - 14. Austria - - - - - - - 15. Ireland 640 601 1,212 2.04 101.72 - - - 16. Uni Emirat Arab 853 - 2,422 4.07 - - - - 17. Canada 135 - - - - - - - 18. Argentina 413 - - - - - - - 19. Denmark - 21 1,376 2.31 6,362.02 - - - 20. Finlandia - 10 65 0.11 559.85 - - - 21. Philipina - 1 - - - 6 0.01 - 22. Norwegia - 8 - - - - - -

Sub-Total 40,666 36,270 40,264 67.64 11.01 42,277 99.19 5.00 Negara lainnya 75 11 19,265 32.36 4,662.40 346 0.81 -98.20

Total 40,741 36,281 59,529 100 64.08 42,623 100 -28.40Keterangan:1) %

Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY

Nama Negara 2004 2005

Tabel 1.13Nilai Impor Nonmigas Menurut Negara Asal

Ribu US$

Page 34: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

20 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

KETENAGAKERJAAN

Tenaga Kerja di Dalam Negeri

Pertumbuhan ekonomi DIY yang mengalami peningkatan pada tahun 2007

ternyata tidak diiringi oleh penyerapan jumlah tenaga kerja yang lebih tinggi

sehingga mengakibatkan angka penggangguran juga semakin meningkat.

Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DIY

menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di DIY pada tahun 2007 mencapai

1.808.159 orang, naik 1,08% jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat

sebanyak 1.788.794 orang. Jumlah angkatan kerja yang telah bekerja mengalami

peningkatan sebesar 0,99%, dari 1.693.646 orang menjadi 1.710.401 orang.

Sedangkan yang sedang mencari kerja (menganggur) mengalami peningkatan

yang lebih besar yaitu sebesar 2,74% dari 95.148 orang menjadi 97.758 orang.

Angka pertumbuhan pengangguran yang lebih besar jika dibandingkan dengan

pertumbuhan penduduk yang bekerja mengakibatkan rasio pengangguran terbuka

meningkat, yakni dari 5,32% pada tahun 2006 menjadi 5,41% pada tahun laporan.

Angkatan kerja tersebut tersebar di 5 wilayah dengan porsi terbesar pada

Kabupaten Sleman yakni sebesar 26,52% atau sebanyak 479.532 orang. Porsi

terbesar ini sesuai dengan jumlah penduduk DIY yang terkonsentrasi di Kabupaten

Sleman. Namun demikian, pertumbuhan angkatan kerja tertinggi dialami oleh

Orang

Jumlah Ptumb1 Jumlah Ptumb1

1 Penduduk 3,211,323 3,246,283 3,286,077 1.23 3,326,879 1.24

2 Angkatan Kerja 1,755,016 1,770,899 1,788,794 1.01 1,808,159 1.08

a. Bekerja 1,663,616 1,678,181 1,693,646 0.92 1,710,401 0.99

b. Menganggur (Mencari Kerja) 91,400 92,718 95,148 2.62 97,758 2.74

3 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5.21 5.24 5.32 5.41 Keterangan:

1) %.Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

Indikator KetenagakerjaanTabel 1.14

No Uraian 20042006

20052007

Orang

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

1. Bantul 436.964 440.464 455.751 25,48 3,47 461.190 25,51 1,19

2. Gunungkidul 460.452 466.230 462.881 25,88 -0,72 470.713 26,03 1,69

3. Kulonprogo 227.615 229.196 230.538 12,89 0,59 231.876 12,82 0,58

4. Sleman 463.220 468.852 474.129 26,51 1,13 479.532 26,52 1,14

5. Yogyakarta 166.765 166.157 165.496 9,25 -0,40 164.848 9,12 -0,39

1.755.016 1.770.899 1.788.795 100,00 1,01 1.808.159 100,00 1,08Keterangan:

1) %.

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

Angkatan Kerja

Total

Tabel 1.15

No Kabupaten/Kota 20042006 2007

2005

Page 35: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

21Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Kabupaten Gunungkidul sebesar 1,69% dari 455.751 orang pada tahun 2006

menjadi 461.190 orang pada tahun 2007.

Komposisi tenaga kerja di DIY belum mengalami perubahan yang berarti,

yakni sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar. Pada tahun 2007

sektor Pertanian mampu menyerap tenaga kerja sebesar 38,32% sesuai dengan

karakteristiknya yang padat karya (labour intensive). Namun, meskipun menyerap

hampir separuh dari tenaga kerja di DIY, pangsa sektor ini semakin menurun dari

tahun ke tahun. Selain pangsanya menurun, tenaga kerja di sektor ini juga

mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -1,24%. Penurunan penyerapan

tenaga kerja di sektor Pertanian selain terkait dengan penurunan minat masyarakat

DIY untuk bekerja di sektor Pertanian karena dianggap kurang menjanjikan, juga

disebabkan oleh penurunan luas lahan sawah dari tahun ke tahun. Penyusutan

lahan sawah ini juga terkait dengan banyaknya minat penduduk luar DIY untuk

bertempat tinggal di DIY karena alasan sekolah maupun menikmati masa pensiun

sehingga menyebabkan proses konversi lahan pertanian menjadi lahan perumahan

yang semakin cepat.

Selanjutnya, berkurangnya tenaga kerja di sektor Pertanian beralih ke

sektor Perdagangan dan sektor Jasa, yang masing-masing mengalami pertumbuhan

positif sebesar 2,18% dan 4,88%. Peralihan ini erat kaitannya dengan karakteristik

Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan Kota Pariwisata.

Jumlah pengangguran di DIY pada tahun 2007 tercatat sebanyak 97.758

orang, atau meningkat sebesar 2,74% jika dibandingkan dengan tahun 2006

yang tercatat sebanyak 95.148 orang. Peningkatan pengangguran ini antara lain

disebabkan terjadinya penurunan investasi di DIY yang diakibatkan sempitnya

lahan DIY sehingga investor lebih memilih untuk melakukan investasi di daerah

perbatasan DIY-Jawa Tengah agar dapat memanfaatkan fasilitas infrastruktur

Provinsi DIY namun dengan biaya perolehan lahan yang lebih murah.

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

1.663.616 1.678.181 1.693.646 100,00 0,92 1.710.401 100,00 0,991 Bantul 412.058 415.164 424.910 25,09 2,35 432.675 25,55 1,83

2 Gunungkidul 444.350 448.887 448.364 26,47 -0,12 454.527 26,84 1,37

3 Kulonprogo 213.689 214.316 214.754 12,68 0,20 215.198 12,71 0,21

4 Sleman 435.975 442.261 448.192 26,46 1,34 454.204 26,82 1,34

5 Yogyakarta 157.544 157.553 157.426 9,30 -0,08 153.797 9,08 -2,31

1.663.616 1.678.181 1.693.646 100,00 0,92 1.710.401 100,00 0,991 Pertanian 674.619 665.472 657.199 38,80 -1,24 649.047 38,32 -1,24

2 Industri Pengolahan 69.928 63.438 58.438 3,45 -7,88 53.850 3,18 -7,85

3 Perdagangan 235.417 251.200 258.365 15,25 2,85 263.991 15,59 2,18

4 Jasa 529.574 546.140 572.695 33,81 4,86 600.636 35,46 4,88

5 Angkutan 19.885 19.152 18.396 1,09 -3,95 17.689 1,04 -3,84

6 Lainnya 134.193 132.779 128.553 7,59 -3,18 125.188 7,39 -2,62Keterangan:

1) %.

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

Per Wilayah

Per Sektor

Penduduk yang Bekerja

20052007

Tabel 1.16

No Uraian 20042006

Page 36: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

22 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Peningkatan pengangguran ini terutama terjadi pada Kota Yogyakarta

yakni sebesar 36,94% atau 11.051 orang. Pengangguran ini diduga berasal dari

para lulusan baru (fresh graduate) penduduk Kota Yogyakarta ataupun pendatang

yang mencoba mengadu nasib di Kota Yogyakarta. Di sisi lain, angka penurunan

pengangguran tertinggi terjadi pada Kabupaten Bantul yaitu sebesar -7,54% namun

di Kabupaten Bantul pangsa terhadap jumlah pengangguran masih yang tertinggi

di DIY (32,41%). Masih tingginya jumlah pengangguran tersebut diduga karena

masih terjadinya dampak lanjutan dari gempa tektonik 27 Mei 2006 yang

mengakibatkan kerusakan tempat tinggal maupun tempat usaha yang cukup parah.

Hal ini medorong masyarakat Kabupaten Bantul untuk lebih berkonsentrasi

melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi dibandingkan untuk melakukan kembali

rutinitas pekerjaannya. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang dananya berasal

dari dana bantuan pemerintah, swasta maupun lembaga donor internasional yang

diperkirakan selesai pada tahun 2008 juga membawa kekhawatiran tersendiri

kepada masyarakat, terutama yang bekerja pada sektor Konstruksi karena akan

kehilangan pekerjaannya.

Jika ditinjau berdasarkan tingkat pendidikan, pengangguran lulusan SLTA

masih memiliki porsi tertinggi terhadap jumlah pengangguran di DIY yakni sebesar

62,11% atau 62.247 orang dan sekaligus mengalami peningkatan tertinggi, yakni

sebesar 5,33%. Hal ini disebabkan lulusan SLTA belum memiliki keahlian/

keterampilan yang secara spesifik siap pakai di dunia kerja. Sedangkan penurunan

angka pengangguran tertinggi dialami oleh tingkat pendidikan Tidak Tamat SD/

lulusan SD yaitu turun 29,36%. Pertumbuhan negatif pengangguran tersebut

diperkirakan telah diserap/bekerja baik pada sektor formal maupun sektor informal.

Hal ini juga menggambarkan bahwa angkatan kerja di DIY didominasi oleh tenaga

kerja berlatar belakang pendidikan rendah yang selanjutnya mempengaruhi tingkat

Orang

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

91.400 92.718 95.148 100,00 2,62 97.758 100,00 2,741 Bantul 24.906 25.300 30.841 32,41 21,90 28.515 32,41 -7,54

2 Gunungkidul 16.102 17.343 14.516 15,26 -16,30 16.186 15,26 11,50

3 Kulonprogo 13.926 14.880 15.784 16,59 6,08 16.678 16,59 5,664 Sleman 27.245 26.591 25.937 27,26 -2,46 25.328 27,26 -2,35

5 Yogyakarta 9.221 8.604 8.070 8,48 -6,21 11.051 8,48 36,94

91.400 92.718 95.148 100,00 2,62 97.758 100,00 2,741 Tidak Tamat SD/SD 4.214 3.285 2.507 2,63 -23,68 1.771 2,63 -29,36

2 SLTP 15.470 14.696 14.501 15,24 -1,33 14.323 15,24 -1,23

3 SLTA 53.362 56.102 59.099 62,11 5,34 62.247 62,11 5,33

4 Diploma 5.135 5.135 5.098 5,36 -0,72 5.030 5,36 -1,335 Perguruan Tinggi 13.219 13.500 13.943 14,65 3,28 14.387 14,65 3,18

Keterangan:

1) %.

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

2007

Per Wilayah

Tingkat Pendidikan

PengangguranTabel 1.17

No Uraian 20042006

2005

Page 37: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

23Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

produktivitas. Apabila diukur dengan menggunakan nilai riil PDRB (juta Rp) per

jumlah tenaga kerja, tingkat produktivitas tenaga kerja tidak banyak mengalami

perubahan yaitu meningkat tipis dari Rp10,35 juta per orang pada tahun 2006

menjadi Rp10,68 juta per orang pada tahun 2007.

Pencari kerja di DIY yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (berdasarkan pendaftaran kartu kuning) pada tahun 2007 tercatat

sebanyak 87.324 orang, atau turun 18,49% jika dibandingkan dengan tahun 2006

yang tercatat sebanyak 107.129 orang. Penurunan jumlah pencari kerja yang

medaftarkan kartu kuning ini antara lain karena diduga para pencari kerja telah

memperoleh pekerjaan di sektor informal atau melakukan kegiatan wirausaha.

Pencari kerja di DIY didominasi oleh pencari kerja berlatar belakang

pendidikan tinggi, yaitu S1 dan lulusan program diploma (baik D1, D2 maupun

D3)/ Sarjana Muda yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 41,60% dan

15,41%. Sedangkan pencari kerja lulusan SLTA memiliki pangsa kedua terbesar

yaitu sebesar 38,98.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, pertumbuhan negatif dialami oleh

semua tingkat pendidikan, kecuali S2 yang justru meningkat 21,91% atau dari

598 orang pada tahun 2006 menjadi 729 orang pada tahun 2007.

Tenaga Kerja di Luar Negeri

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan salah satu isu penting

di Indonesia, termasuk di DIY. Pada tahun 2007 pengiriman TKI yang berasal dari

DIY mengalami penurunan sebesar 19,79% dari 2.446 orang pada tahun 2006

menjadi 1.962 orang pada tahun 2007.

Berdasarkan wilayah, penurunan TKI terutama terjadi pada TKI yang berasal

dari Kabupaten Sleman yaitu sebesar 32,28%. Hal ini terkait dengan kebijakan

Pemerintah Kabupaten Sleman yang melarang pemberangkatan TKI dari

Kabupaten Sleman ke luar negeri untuk bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga

8.65 8.97

9.31 9.71

10.08 10.35

10.68

-

2

4

6

8

10

12

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Juta Rp

Grafik 1.4Produktivitas Tenaga Kerja

Orang

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

1 Tidak Tamat SD 5 5 12 0,01 140,00 12 0,01 0,002 SD 274 837 742 0,69 -11,35 376 0,43 -49,333 SLTP 2.833 4.774 4.010 3,74 -16,00 2.386 2,73 -40,504 SLTA 36.589 53.233 43.526 40,63 -18,23 34.039 38,98 -21,805 D1, D2, D3/Sarjana Muda 9.606 19.721 17.283 16,13 -12,36 13.455 15,41 -22,15

6 S1 30.670 46.523 40.958 38,23 -11,96 36.327 41,60 -11,317 S2 485 770 598 0,56 -22,34 729 0,83 21,91

80.462 125.863 107.129 100,00 -14,88 87.324 100,00 -18,49Keterangan:

1) %.

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

20052007

Pencari Kerja

Total

Tabel 1.18

No Tingkat Pendidikan 20042006

Page 38: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

24 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

(PRT). Pemberangkatan TKI asal Kabupaten Sleman diarahkan untuk TKI yang

akan bekerja di sektor formal saja. Wilayah lainnya juga mengalami pertumbuhan

negatif dengan penurunan terkecil pada Kabupaten Gunungkidul sebesar 1,89%.

Sedangkan Kota Yogyakarta justru mengalami peningkatan sebesar 5,56%.

Jika ditinjau berdasarkan negara tujuan, penurunan jumlah TKI tertinggi

pada tahun 2007 tercatat pada negara tujuan Malaysia yaitu sebanyak 322 orang.

Penurunan ini disebabkan melambatnya kinerja perusahaan pengguna jasa TKI di

Malaysia yang kebanyakan merupakan perusahaan kayu lapis yang menghadapi

hambatan supply bahan baku sebagai dampak isu illegal logging.

Namun demikian, Malaysia masih negara menjadi tujuan utama

pengiriman TKI dari DIY, meskipun beberapa tahun belakangan terakhir banyak

penertiban dokumen yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia yang mengakibatkan

pemulangan TKI kembali ke negara asal. Letak Malaysia yang dapat dijangkau

dengan penerbangan langsung dari DIY dan minimnya kendala bahasa, masih

menyebabkan Malaysia menjadi negara tujuan favorit TKI asal DIY. Di sisi lain,

pengiriman TKI ke Taiwan justru meningkat sebesar 6,90% terkait dengan

pengembangan sektor Pertanian di Taiwan.

Penurunan jumlah pengiriman TKI asal DIY diduga juga disebabkan oleh

ekspos kasus kekerasan terhadap TKI di sejumlah media massa dan kurangnya

minat pencari kerja untuk menjadi bekerja di luar negeri terkait dengan kendala

finansial dalam mempersiapkan dokumen pemberangkatan.

Orang

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

2.888 3.039 2.446 100,00 -19,51 1.962 100,00 -19,791 Bantul 709 265 223 9,12 -15,85 206 10,50 -7,622 Gunungkidul 48 127 53 2,17 -58,27 52 2,65 -1,893 Kulonprogo 1.362 1.579 1.590 65,00 0,70 1.284 65,44 -19,254 Sleman 218 704 508 20,77 -27,84 344 17,53 -32,285 Kota Yogyakarta 551 364 72 2,94 -80,22 76 3,87 5,56

2.888 3.039 2.446 100,00 -19,51 1.962 100,00 -19,791 Malaysia 2.841 2.804 2.193 89,66 -21,79 1.871 95,36 -14,682 Singapura 5 45 131 5,36 191,11 6 0,31 -95,423 Hongkong 7 16 19 0,78 18,75 2 0,10 -89,474 Korea 26 144 28 1,14 -80,56 19 0,97 -32,145 Arab Saudi - 9 10 0,41 11,11 6 0,31 -40,006 Amerika Serikat 4 12 36 1,47 200,00 17 0,87 -52,787 Taiwan - 8 29 1,19 262,50 31 1,58 6,908 Lainnya 5 1 - - -100,00 10 0,51 -

Keterangan :

1) %

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

Negara Tujuan

Tabel 1.19

No Uraian 20042006 2007

Tenaga Kerja Indonesia Asal DIY

Wilayah

2005

Page 39: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

25Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Upah Minimum Provinsi

Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY untuk tahun 2007 ditetapkan sebesar

Rp586.000,00 atau mengalami peningkatan sebesar Rp86.000,00 (17,20%) dari

tahun 2006 sebesar Rp500.000,00. UMP DIY tahun 2008 ditetapkan sebesar

Rp586.000,00. UMP DIY ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DIY No.171/KEP/

2007 tertanggal 12 November 2007 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi

Tahun 2008. Angka UMP tersebut berada di bawah hasil survei Kebutuhan Hidup

Layak (KHL)/Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) sebesar Rp687.132,00.

Formulasi penetapan UMP DIY didasarkan atas 6 (enam) faktor, yaitu (1)

Rata-rata hasil survei KHL yang dilakukan oleh Disnakertrans Kabupaten/Kota

bersama-sama dengan Serikat Pekerja Kabupaten/Kota serta Dewan Pengupahan

Provinsi DIY, (2) Pertumbuhan Ekonomi dan tingkat inflasi DIY, (3) Upah minimum

pada daerah perbatasan DIY, (4) Produktivitas DIY dan (5) Kemampuan Perusahaan.

UMP merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok,

termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi pekerja berstatus tetap, tidak

tetap, harian lepas dan masa percobaan, serta hanya berlaku bagi pekerja yang

mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun. Bagi para pekerja dengan masa

kerja 1 tahun atau lebih, peninjauan besarnya upah pekerja dilakukan melalui

kesepakatan tertulis antara pekerja, buruh, atau serikat pekerja dengan pengusaha

secara bipartit. Bagi pengusaha yang telah memberikan upah lebih tinggi dari

UMP dilarang mengurangi atau menurunkan upahnya.

Bagi pengusaha yang belum mampu melaksanakan ketentuan baru

tersebut harus mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMP kepada

Gubernur DIY melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

paling lambat 10 hari sebelum keputusan diberlakukan secara definitif mulai 1

Januari 2008.

Perusahaan yang melaksanakan UMP pada tahun 2007 tercatat sebanyak

1.337 perusahaan atau 40,36% dari jumlah keseluruhan perusahaan di DIY yang

berjumlah 3.313 perusahaan. Wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang

perusahaannya paling banyak tidak melaksanakan UMP, yaitu hanya sebanyak

70 perusahan (4,69%) dari perusahaan yang ada sebanyak 504 perusahaan.

Banyaknya perusahaan yang tidak melaksanakan UMP ini terkait dengan

kemampuan perusahaan di DIY yang kebanyakan merupakan usaha mikro dan

usaha kecil.

322 360 365

400

460 500

586

257

322 355 399

674 657 687

-

100

200

300

400

500

600

700

800

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Ribu Rp

Grafik 1.5Upah Minimum Provinsi

Upah Minimum Propinsi KHM/KHL

Page 40: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

26 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Jika dibandingkan dengan daerah perbatasannya, UMP DIY mengalami

kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan kenaikan UMP di Jawa Tengah.

Daerah-daerah yang mengalami peningkatan UMP hampir sama dengan kenaikan

UMP DIY adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo masing-masing

sebesar 17,00% dan 16,82%. Namun jika dilihat berdasarkan nominalnya, UMP

DIY berada di bawah 19 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Wilayah yang memiliki

UMP lebih tinggi dan letaknya dekat secara geografis dengan DIY adalah Kota

Semarang (Rp716 ribu), Kabupaten Semarang (Rp672 ribu), Kota Surakarta (Rp674

ribu), Kabupaten Sukoharjo (Rp643 ribu), Kabupaten Klaten (Rp607 ribu) dan

Kabupaten Magelang (Rp610 ribu).

Pemutusan Hubungan Kerja

Disnakertrans Provinsi DIY mencatat kasus Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) yang dilaporkan pada tahun 2007 sebanyak 131 kasus. Laporan ini terdiri

dari PHK yang diselesaikan secara bipartit (proses musyawarah mufakat antara

pengusaha dengan karyawan, yang biasanya diakhiri dengan status pengunduran

diri karyawan dan pemberian kompensasi-kompensasi yang telah disepakati)

maupun secara tripartit (penyelesaian hubungan industrial melalui pengadilan).

Perusahaan dan karyawan lebih memilih jalur bipartit karena penyelesaiannya

lebih cepat.

Jumlah kasus PHK ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan

sebesar 84,51% (60 kasus) jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat

sebanyak 71 kasus. Hal ini diduga disebabkan karena penutupan beberapa industri

sebagai implikasi kenaikan BBM pada tahun 2005 yang diperparah dengan gempa

tektonik pada tahun 2006. Selain itu persaingan usaha internasional dengan China

dan Taiwan juga turut menyebabkan penutupan beberapa industri di DIY.

650

595

570

590

550

500

540

520

540

500

500

716

672

622

674

643

585

607

570

610

555

586

400 450 500 550 600 650 700 750

Kota Semarang

Kab Semarang

Kab Boyolali

Kota Surakarta

Kab Sukoharjo

Kab Wonogiri

Kab Klaten

Kota Magelang

Kab Magelang

Kab Purworejo

DI Yogyakarta

Ribu Rp

Grafik 1.6UMP Beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah

2008 2007

Jumlah Kasus

Jumlah Pangsa2 Ptumb2 Jumlah Pangsa2 Ptumb2

1 Bantul 9 - 22 30,99 0,00 7 5,34 0,002 Gunungkidul 3 47 14 19,72 -70,21 2 1,53 -85,713 Kulonprogo 10 1 4 5,63 300,00 20 15,27 400,004 Sleman 14 39 19 26,76 -51,28 22 16,79 15,795 Kota Yogyakarta 15 69 12 16,90 -82,61 80 61,07 566,67

51 156 71 100,00 -54,49 131 100,00 84,51 Keterangan :

1) Termasuk pengunduran diri dan penyelesaian hubungan industrial

2) %

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY

Kasus Pemutusan Hubungan Kerja

Total

Tabel 1.20

No Kabupaten/Kota 20042006 2007 1

2005

Page 41: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

27Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Peningkatan kasus PHK ini terutama terjadi di Kota Yogyakarta sebanyak

68 kasus, Kabupaten Kulonprogo sebanyak 16 kasus dan Kabupaten Sleman

sebanyak 3 kasus. Sedangkan pada Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul

justru mengalami penurunan masing-masing sebesar 15 kasus dan 12 kasus.

Transmigrasi

Selain bekerja di DIY dan di luar negeri, ternyata banyak Kepala Keluarga

yang berminat untuk menjadi transmigran. Jumlah pendaftar transmigran pada

tahun 2007 yang tercatat pada Disnakertrans Provinsi DIY mencapai 896 KK.

Pendaftar transmigran sebagian besar berasal dari Kabupaten Bantul dan Kabupaten

Gunungkidul, masing-masing sebanyak 348 KK dan 325 KK. Sedangkan wilayah

lainnya masing-masing Kota Yogyakarta sebanyak 85 KK, Kabupaten Sleman

sebanyak 78 KK dan Kabupaten Gunungkidul sebanyak 60 KK.

Daerah yang paling banyak diminati adalah Sumatera dengan jumlah

pendaftar sebanyak 548 KK, disusul oleh Kalimantan sebanyak 313 KK, Sulawesi

26 KK dan daerah lainnya sebanyak 9 KK.

Pada tahun 2007, target penempatan transmigran dari DIY sebanyak 320

KK dan mampu terealisasi sebesar 90,16% dengan pemberangkatan 289 KK atau

957 jiwa. Pemberangkatan transmigran terbanyak berasal dari Kabupaten

Kulonprogo sebanyak 68 KK atau 222 jiwa, diikuti oleh Kabupaten Bantul sebanyak

64 KK atau 205 jiwa, Kabupaten Gunungkidul sebanyak 55 KK atau 171 jiwa,

Kabupaten Sleman sebanyak 52 KK atau 222 jiwa dan Kota Yogyakarta sebanyak

50 KK atau 173 jiwa.

PENDIDIKAN DAN PARIWISATA

Pendidikan

DIY disebut sebagai Kota Pelajar atau Kota Pendidikan karena DIY

merupakan daerah tujuan sekolah bagi para pelajar di seluruh Indonesia, bahkan

dari mancanegara. Animo tersebut terutama untuk pelajar yang akan mengikuti

pendidikan di Perguruan Tinggi. Kualitas pendidikan di DIY yang baik, biaya hidup

yang murah, lingkungan yang cukup kondusif, dan ragam program studi yang

semakin berkembang menjadi alasan pemilihan DIY sebagai tujuan pendidikan

terutama untuk tingkat perguruan tinggi.

Industri Pendidikan Tinggi di DIY terutama ditunjang oleh jumlah Perguruan

Tinggi Swasta (PTS) yang mencakup Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi

3040

229 226

23

4738

115

77

36

80 4

131

9

0

50

100

150

200

250

Yogyakarta Sleman Bantul Kulonprogo Gunungkidul

KK

Grafik 1.7Transmigran Berdasarkan Tempat Tujuan

Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya

Page 42: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

28 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

dan Politeknik. Dari 140 lembaga perguruan tinggi, sebanyak 128 lembaga

merupakan PTS dan 12 lainnya merupakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Jumlah

ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan 3 periode sebelumnya. Sementara

itu, jika dilihat dari jumlah mahasiswa, pada tahun 2007 juga mengalami

peningkatan jumlah mahasiswa sebanyak 18.676 orang (8,61%) dari 216.940

orang pada tahun 2006 menjadi 235.616 orang pada tahun laporan. Peningkatan

ini dialami baik oleh PTS maupun PTN. Jumlah mahasiswa PTS mengalami

peningkatan sebanyak 18.090 orang (13,83%) sedangkan jumlah mahasiswa PTN

juga terjadi peningkatan sebanyak 586 orang (0,68%).

Ada beberapa hal yang diprakirakan menjadi pendorong faktor

peningkatan ini. Pertama, adanya peningkatan/perbaikan mutu pendidikan baik

yang dilakukan oleh PTN maupun PTN melalui pemberian beasiswa. Kedua,

dibukanya beberapa program studi baru di PTS yang diminati oleh calon mahasiswa.

Ketiga, kembali pulihnya perekonomian DIY seiring dengan peningkatan

pendapatan masyarakat sehingga mendorong minat masyarakat untuk melanjutkan

tingkat pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Pariwisata

Perkembangan industri pariwisata di DIY pada tahun 2007 meningkat

cukup signifikan, sebagaimana tercermin dari perkembangan beberapa

indikatornya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kondisi fasilitas hotel yang semakin

baik dan suasana Kota Yogyakarta yang semakin kondusif sehingga permintaan

hotel, khususnya hotel bintang dan fasilitas pertemuan semakin meningkat pada

tahun laporan

Jumlah Pangsa2Jumlah Pangsa2 Ptumb2

Jumlah Pangsa2Jumlah Pangsa2 Ptumb2

A Perguruan Tinggi Negeri 11 100.00 86,168 100.00 3.29 12 100.00 86,754 100.00 0.681 Bantul 2 18.18 1,925 2.23 0.00 2 16.67 2,011 2.32 4.472 Gunungkidul - - - - - - - - - - 3 Kulonprogo - - - - - - - - - - 4 Sleman 8 72.73 82,882 96.19 3.42 8 66.67 84,587 97.50 2.065 Kota Yogyakarta 1 9.09 1,361 1.58 -0.07 2 16.67 156 0.18 -88.54B Perguruan Tinggi Swasta 127 100.00 130,772 100.00 -19.31 128 100.00 148,862 100.00 13.831 Bantul 20 15.75 18,793 14.37 0.22 23 17.97 21,961 14.75 16.862 Gunungkidul 2 1.57 200 0.15 -1.48 2 1.56 911 0.61 355.503 Kulonprogo 2 1.57 1,282 0.98 -0.08 2 1.56 2,193 1.47 71.064 Sleman 44 34.65 65,597 50.16 -21.90 43 33.59 73,357 49.28 11.835 Kota Yogyakarta 59 46.46 44,900 34.33 -22.36 58 45.31 50,440 33.88 12.34C Total 138 100.00 216,940 100.00 -11.63 140 100.00 235,616 100.00 8.611 Bantul 22 15.94 20,718 9.55 0.20 25 17.86 23,972 10.17 15.712 Gunungkidul 2 1.45 200 0.09 -1.48 2 1.43 911 0.39 355.503 Kulonprogo 2 1.45 1,282 0.59 -0.08 2 1.43 2,193 0.93 71.064 Sleman 52 37.68 148,479 68.44 -9.54 51 36.43 157,944 67.03 6.375 Kota Yogyakarta 60 43.48 46,261 21.32 -21.85 60 42.86 50,596 21.47 9.37

Keterangan :1) Meliputi Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan Politeknik2) %

Sumber : Dinas Pendidikan DIY

No Lembaga Mahasiswa2007

Tabel 1.21

Perguruan Tinggi dan Sederajat1

2006Lembaga MahasiswaKabupaten/Kota

Grafik 1.8Wisatawan Mancanegara

24.0

40

16.8

58

7.87

1

7.47

3

5.54

7

5.37

0

15.7

26

10.6

69

4.47

5

4.23

6

5.39

0

5.31

0

28.1

39

13.3

77

5.30

6 8.24

1

5.32

4

6.33

2

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Belanda Jepang Jerman Perancis Malaysia Amerika

Orang

2005 2006 2007

Page 43: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

29Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Akomodasi di DIY pada tahun 2007 digunakan oleh 1.249.421 wisatawan,

naik 36,57% dari tahun 2006 yang tercatat sebanyak 914.827 wisatawan.

Peningkatan penggunaan akomodasi di DIY terjadi baik pada wisatawan domestik

maupun wisatawan mancanegara. Wisatawan domestik mengalami peningkatan

sebesar 36,99% dari 836.682 wisatawan menjadi 1.146.197 wisatawan.

Sedangkan wisatawan mancanegara mengalami peningkatan sebesar 32,09%

dari 78.145 wisatawan menjadi 103.224 wisatawan. Berdasarkan golongan hotel,

peningkatan penggunaan akomodasi terutama dirasakan oleh Hotel Melati, yaitu

sebesar 65,17%, sedangkan pada Hotel Bintang meningkat sebesar 18,98%.

Meskipun jumlah wisatawan yang menggunakan akomodasi mengalami

peningkatan, namun rata-rata lama menginap tamu domestik dan mancanegara

justru mengalami sedikit penurunan, dari 1,78 malam per wisatawan pada tahun

2006 menjadi 1,74 malam per wisatawan pada tahun 2007. Penurunan rata-rata

lama menginap dialami baik pada Hotel Melati maupun Hotel Bintang.

Sedangkan tingkat penghunian kamar (occupancy rate) untuk Hotel Melati

mengalami penurunan, dari 21,63% pada tahun 2006 menjadi 18,80% pada

tahun 2007. Sementara itu, untuk Hotel Bintang mengalami peningkatan, dari

47,30% pada tahun 2006 menjadi 57,75% pada tahun 2007.

Orang

Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1

I Penggunaan Akomodasi 1.792.000 1.850.683 914.827 100,00 -50,57 1.249.421 100,00 36,571 449.142 439.362 348.483 38,09 -20,68 575.585 46,07 65,17

a. Domestik 440.754 428.147 337.991 36,95 -21,06 558.304 44,69 65,18b. Mancanegara 8.388 11.215 10.492 1,15 -6,45 17.281 1,38 64,71

2 1.342.858 1.411.321 566.344 61,91 -59,87 673.836 53,93 18,98a. Domestik 1.247.845 1.319.048 498.691 54,51 -62,19 587.893 47,05 17,89b. Mancanegara 95.013 92.273 67.653 7,40 -26,68 85.943 6,88 27,04

II Banyaknya Malam Menginap 2.895.723 3.987.528 1.631.290 100,00 -59,09 2.172.816 100,00 33,201 661.954 731.340 677.106 41,51 -7,42 1.072.197 49,35 58,35

a. Domestik 643.501 706.443 655.703 40,20 -7,18 1.044.028 48,05 59,22b. Mancanegara 18.454 24.897 21.404 1,31 -14,03 28.168 1,30 31,60

2 2.233.768 3.256.188 954.184 58,49 -70,70 1.100.620 50,65 15,35a. Domestik 2.058.944 3.033.810 797.906 48,91 -73,70 934.750 43,02 17,15b. Mancanegara 174.824 222.378 156.278 9,58 -29,72 165.870 7,63 6,14

III Lama Tinggal Wisatawan 1,62 2,15 1,78 1,74 1 1,47 1,66 1,94 1,86

a. Domestik 1,46 1,65 1,94 1,87 b. Mancanegara 2,20 2,22 2,04 1,63

2 1,66 2,31 1,68 1,63 a. Domestik 1,65 2,30 1,60 1,59 b. Mancanegara 1,84 2,41 2,31 1,93

IV Tingkat Hunian Kamar1 Hotel Melati 21,23 19,14 21,63 18,80 2 Hotel Bintang 55,51 52,71 47,30 57,75

Keterangan :

1) %

Sumber : Statistik Pariwisata Jogja 2007, Baparda DIY

Tabel 1.22Indikator Pariwisata

UraianNo 20052006 2007

2004

Hotel Melati

Hotel Bintang

Hotel Melati

Hotel Bintang

Hotel Melati

Hotel Bintang

Page 44: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

30 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPola Kola Kola Kola Kola Konsumsi Ponsumsi Ponsumsi Ponsumsi Ponsumsi Pendudukendudukendudukendudukenduduk

Pola konsumsi penduduk dapat menunjukkan

tingkat kesejahteraan penduduk. Hukum Engel

menyatakan bahwa dengan meningkatnya tingkat

pendapatan penduduk maka porsi makanan akan

semakin berkurang. Mengacu pada hukum Engel

tersebut, pola konsumsi yang diperoleh dari data

Susenas dikategorikan menjadi pengeluaran

makanan dan non makanan. Pola konsumsi

rumahtangga menurut kabupaten/kota dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Selama tahun 2000-2006 terdapat pergeseran

yang cukup signifikan porsi makanan pada

rumahtangga di Provinsi DIY yakni dari 60,11% pada

tahun 2000 menjadi 44,92% pada tahun 2006.

Akibatnya konsumsi non makanan bergeser dari

39,89% pada tahun 2000 menjadi 55,08% pada

tahun 2006, sehingga saat ini kondisi tersebut

berbalik dimana porsi non makanan telah

melampaui konsumsi makanan.

Jika dilihat menurut kabupaten/kota, pola

pergeseran yang sama juga terjadi dengan tingkat

kecepatan yang berbeda. Kabupaten Sleman,

Bantul, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta tercatat

mengalami pengurangan porsi makanan relatif

cepat dengan tingkat perubahan mencapai diatas

10 poin selama enam tahun. Sedangkan Kabupaten

Gunungkidul tercatat mengalami perubahan paling

lambat. Kondisi ini terkait dengan tingkat

perubahan perkapita yang relatif lebih lambat di

kabupaten ini dibandingkan dengan daerah lainnya.

Selanjutnya jika dicermati pola konsumsi

kabupaten/kota tahun 2006, terlihat bahwa porsi

konsumsi non makanan di Kota Yogyakarta,

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman telah

lebih tinggi dari konsumsi makanan. Kondisi ini

mengisyaratkan bahwa secara ekonomi ketiga

daerah ini lebih sejahtera dibandingkan kabupaten

lainnya. Selanjutnya dominasi pola konsumsi

penduduk di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul

dan Kabupaten Sleman berdampak besar pada pola

konsumsi penduduk Provinsi DIY secara agregat

sehingga cenderung menunjukkan makin besarnya

porsi konsumsi non makanan dalam konsumsi

rumahtangga.

Sumber: BPS Provinsi DIY.

1 Kulonprogo 67,61 32,39 53,26 46,74 -14,352 Bantul 62,51 37,49 49,44 50,56 -13,073 Gunungkidul 65,59 34,41 55,87 44,13 -9,724 Sleman 59,62 40,38 40,57 59,43 -19,055 Yogyakarta 50,59 49,41 40,17 59,83 -10,42

60,11 39,89 44,92 55,08 -15,19 Sumber : BPS Propinsi DIY

Pola Konsumsi Masyarakat

Kabupaten/Kota2000 2006

MakananNon

MakananMakanan

DIY

Perubahan Persentase Makanan

Non Makanan

No

Page 45: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

31Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PDRB PPDRB PPDRB PPDRB PPDRB Perkapitaerkapitaerkapitaerkapitaerkapita

PDRB perkapita penduduk DIY tahun 2007

diperkirakan Rp 9,52 juta perkapita per tahun,

meningkat sekitar 9,70% dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang sebesar Rp 8,68 juta

perkapita per tahun. Meskipun pertumbuhan

ekonomi pada tahun 2007 lebih cepat, kenaikan

PDRB perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2007

relatif lebih lambat dibandingkan dengan tahun

2006. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor

inflasi yang hanya mencapai 7,99% pada tahun

2007. Dalam lima tahun terakhir terlihat secara

nominal nilai PDRB perkapita mampu tumbuh rata-

rata di atas 10%. Secara agregat kondisi ini

menunjukkan perbaikan tingkat kesejahteraan

penduduk karena diharapkan kenaikan ini juga

dinikmati oleh masyarakat melalui balas jasa yang

diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki

oleh rumah tangga. Namun tetap harus diperhatikan

besarnya laju inflasi sebagai faktor koreksi dari

kenaikan angka nominal PDRB perkapita.

Meskipun secara nominal terjadi perlambatan

pertumbuhan PDRB perkapita, namun secara riil

terjadi percepatan pertumbuhan PDRB perkapita.

Pada tahun 2007 PDRB perkapita atas dasar harga

konstan 2000 tercatat Rp 5,32 juta atau tumbuh

2,81% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Angka pertumbuhan ini lebih besar daripada

pertumbuhan pada tahun 2005 yang sebesar

2,31%. Percepatan pertumbuhan ekonomi pada

tahun 2007 diperkirakan menjadi faktor pendorong

PDRB perkapita riil setelah tahun sebelumnya

indikator ini hanya tumbuh cukup kecil seiring

dengan menurunnya kinerja ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari

pertumbuhan penduduk tahun ini di Provinsi DIY

memungkinkan PDRB per kapita atas dasar harga

konstan mengalami pertumbuhan sebesar 2,81%

pada tahun 2007. Dengan asumsi distribusi

pendapatan cenderung membaik maka dapat

diartikan tingkat kesejahteraan penduduk

mengalami peningkatan pada tahun 2007, karena

ada kelebihan kenaikan barang dan jasa yang dapat

didistribusikan.

Sumber: BPS Provinsi DIY.

Rupiah

2001 4.440.949 2,84 4.811.770 11,43 2002 4.577.395 3,07 5.460.784 13,49 2003 4.721.866 3,16 6.029.262 10,41 2004 4.895.780 3,68 6.677.834 10,76

2005* 5.057.608 3,31 7.604.663 13,88 2006** 5.174.605 2,31 8.680.516 14,15

2007*** 5.320.261 2,81 9.520.272 9,70 Keterangan :

*) Angka sementara

Sumber : BPS Propinsi DIY

**) Angka sangat-sangat Sementara

PDRB Perkapita

**) Angka sangat sementara

Perubahan (%)

Perubahan (%)

TahunPDRB Perkapita

(Ad. Harga Konstan 2000)

PDRB Perkapita (Ad. Harga

Berlaku)

Page 46: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

32 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Indeks PIndeks PIndeks PIndeks PIndeks Pembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

merupakan indeks komposit yang menggambarkan

pencapaian kualitas pembangunan manusia. Indeks

ini mewakili komponen yang diperlukan manusia

untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, yakni

aspek kesehatan, pendidikan dan aspek ekonomi.

Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan

manusia suatu wilayah melalui pengukuran

penduduk yang sehat dan berumur panjang,

berpendidikan dan berketrampilan, serta memiliki

pendapatan yang memungkinkan untuk hidup

layak.

Nilai IPM tahun 2006 tercatat sebesar 73,71

meningkat dibandingkan indeks pada tahun

sebelumnya yang sebesar 73,57. Dengan

pencapaian ini, posisi pembangunan manusia di

Provinsi DIY masuk dalam kategori kelompok

‘menengah atas’, yakni nilai IPM yang berkisar

antara 66 hingga 79. Kenaikan indeks IPM dialami

oleh seluruh komponen, yakni indeks harapan hidup

meningkat dari 79,83 pada tahun 2005 menjadi

80,00 pada tahun 2006. Demikian pula indeks

pendidikan meningkat dari 76,47 menjadi 76,69

selama periode yang sama. Adapun indeks

pendapatan yang mewakili daya beli penduduk

meningkat dari 64,41 pada tahun 2005 menjadi

64,43 pada tahun 2006.

No Indikator 1999 2002 2004 2005 2006

I Nilai Indikator1 Angka Harapan Hidup (tahun) 70,9 72,4 72,6 72,9 73,02 Angka Melek Huruf (%) 85,5 85,9 85,8 86,7 86,73 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 7,9 8,1 8,2 8,4 8,54 Konsumsi riil perkapita (Rp.000) 597,8 611,3 636,7 638,7 638,8II Indeks1 Angka Harapan Hidup 76,5 79 79,33 79,83 80,002 Pendidikan 74,56 75,27 75,42 76,47 76,693 Konsumsi riil perkapita 54,95 58,07 63,94 64,41 64,43

68,67 70,78 72,9 73,57 73,71- 1,90 2,71 2,16 0,76

Sumber : BPS Propinsi DIY

Indeks Pembangunan Manusia

Reduction ShortfallIPM

Secara umum, pencapaian kualitas

pembangunan manusia tahun 2006 sedikit lebih

rendah dibandingkan dengan tahun 2005 yang

tercermin dari nilai reduction shortfall pada tahun

2006 yang lebih kecil dibandingkan tahun 2005.

Tekanan cukup besar pada daya beli penduduk pada

tahun 2006 sebagai dampak gempa bumi 27 Mei

diduga berpengaruh pada upaya penduduk untuk

memperbaiki kualitas hidup mereka.

Sumber: BPS Provinsi DIY.

Page 47: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

33Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Distribusi PDistribusi PDistribusi PDistribusi PDistribusi Pendapatanendapatanendapatanendapatanendapatan

Tujuan pembangunan di samping

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan

pendapatan perkapita penduduk, juga harus

memperhatikan proses distribusi nilai tambah yang

terbentuk dalam kegiatan ekonomi di suatu

wilayah. Untuk melihat ketimpangan pendapatan

penduduk, salah satu indikator yang sering dipakai

adalah koefisien Gini. Nilai koefisien ini berkisar

antara 0 hingga 1. Semakin mendekati satu maka

dikatakan tingkat ketimpangan pendapatan

penduduk makin melebar atau sebaliknya. Menurut

Oshima nilai koefisien Gini dibagi menjadi tiga

tingkatan. Nilai koefisien yang kurang dari 0,3

masuk dalam kategori ketimpangan yang rendah,

nilai antara 0,30 hingga 0,5 masuk dalam kategori

moderat dan lebih besar dari 0,5 dikatakan berada

dalam ketimpangan yang tinggi.

Nilai koefisien Gini penduduk DIY pada tahun

2006 tercatat sebesar 0,369, lebih rendah

dibandingkan dengan tahun 2005 yang sebesar

0,387. Kondisi ini mengisyaratkan terjadinya

penurunan ketimpangan secara relatif dari tahun

sebelumnya. Meskipun terjadi penurunan secara

relatif, namun nilai Gini ini masih masuk dalam

kategori ‘moderat’, sehingga tidak terjadi penurunan

ketimpangan yang signifikan dari tahun 2005 ke

tahun 2006. Kebijakan ke depan tetap diperlukan

upaya menciptakan peluang atau akses yang

berimbang bagi penduduk untuk memperoleh

pendapatan dari usaha-usaha ekonomi yang ada.

Ukuran lain yang juga dapat mengukur tingkat

ketimpangan pendapatan penduduk adalah Kriteria

Bank Dunia. Metode ini membagi penduduk

menjadi tiga kelompok pendapatan yakni

kelompok 40% berpendapatan terendah, 40%

berpendapatan menengah dan 20% berpendapatan

tertinggi.

Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat

ketimpangan diukur dengan besarnya bagian

pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk

yang berpendapatan terendah dengan batasan

sebagai berikut:

- Tingkat ketimpangan rendah jika 40%

penduduk berpendapatan terendah menerima

lebih dari 17% jumlah pendapatan

- Tingkat ketimpangan moderat jika 40%

penduduk berpendapatan terendah menerima

antara 12 hingga 17% jumlah pendapatan

- Tingkat ketimpangan tinggi jika 40% penduduk

berpendapatan terendah menerima kurang 12%

jumlah pendapatan

Dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi

peningkatan persentase pendapatan yang dinikmati

oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan

terendah, yakni dari 16,59% pada tahun 2005

menjadi 17,43% pada tahun 2006. Kenyataan ini

menunjukkan terjadi penurunan tingkat

ketimpangan pendapatan selama tahun 2005-2006.

Menurut kriteria World Bank status ketimpangan

pendapatan Provinsi DIY membaik dari ketimpangan

moderat menjadi ketimpangan rendah. Kondisi ini

konsisten dengan kecenderungan nilai koefisien Gini

yang cenderung menurun, meskipun membaiknya

distribusi pendapatan menurut berdasarkan nilai

koefisien Gini masih dalam kategori ketimpangan

moderat.

Sumber: BPS Provinsi DIY.

No Uraian 2003 2004 2005 2006

1 40 % Terendah 19,59 18,14 16,59 17,432 40 % Menengah 35,66 34,53 35,01 34,783 20 % Tertinggi 44,75 47,33 48,39 47,794 Gini 0,344 0,373 0,387 0,369

Sumber : BPS Propinsi DIY

Indikator Distribusi Pendapatan

Page 48: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

34 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Latar Belakang

Benih/bibit merupakan cetak biru dalam

pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang

berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan, dan

terdesentralisasi. Oleh sebab itu, ketersediaan benih/

bibit bermutu dari varietas/jenis unggul sangat

strategis karena menjadi tumpuan utama dalam

pencapaian keberhasilan usaha tani.

Industri benih/bibit sebagai salah satu subsistem

dalam sistem agribisnis bersifat profit oriented,

dengan dunia usaha sebagai pemegang peran

utama dan Pemerintah sebagai fasilitator.

Dalam pengembangan industri benih/bibit,

masih sangat dibutuhkan peran Pemerintah untuk

mengupayakan kondisi yang menguntungkan

(favorable), mulai dari pelestarian dan pengelolaan

plasma nutfah sebagai materi genetik varietas/jenis

unggul, pengembangan varietas unggul, produksi

benih/bibit dan sertifikasi, hingga pengawasan mutu

benih/bibit.

Perubahan fungsi lahan ke arah penggunaan

di luar pertanian saat ini terjadi dengan laju yang

sangat signifikan, yakni 200-300 ha per tahun.

Pergeseran tersebut justru sebagian besar terjadi

pada daerah pertanian subur. Di samping itu, terjadi

fragmentasi lahan pertanian secara terus-menerus

akibat peralihan kepemilikan melalui proses

pewarisan, hibah atau sebab lain, sehingga luas

kepemilikan lahan (land endowment) semakin

sempit. Di sisi lain, posisi Yogyakarta secara

geografis sangat strategis, merupakan titik hubung

antar daerah yang setiap kali memungkinkan

pertemuan para pebisnis dan pelaku agribisnis.

Yogyakarta juga dikenal sebagai penyedia sumber

daya manusia berkualitas, dengan banyaknya

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Pusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan Yogyakarta

institusi pendidikan bereputasi baik. Sementara itu,

keberadaan Yogyakarta sebagai salah satu sentra

produksi dan perdagangan benih/bibit merupakan

kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Dengan

tumpuan cita Yogyakarta sebagai Pusat

Pertumbuhan, muncul gagasan tentang Pusat

Pembenihan Yogyakarta (Jogja Seed Center).

Penumbuhan Jogja Seed Center (JSC) adalah

bagian dari program pengembangan agribisnis di

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gagasan ini

cukup realistis, mengingat saat ini di DIY terdapat

sejumlah pelaku usaha yang bergerak dalam bidang

perbenihan/perbibitan di samping kekuatan

kelembagaan perbenihan/perbibitan yang ada

(Pemerintah, swasta, dan pihak-pihak yang

committed dengan pengembangan perbenihan/

perbibitan).

Akan tetapi, kuantitas dan konsistensi

produksi benih/bibit belum terjaga, laju adopsi benih/

bibit varietas unggul masih lambat, mutu benih/bibit

belum memenuhi standar, pengendalian mutu

belum berjalan efektif, merupakan faktor-faktor

penghambat yang mesti dipecahkan dalam

aktualisasi gagasan JSC. Hal itu diperburuk dengan

sejumlah kebijakan Pemerintah yang mengait

bidang perbenihan/perbibitan yang tidak selalu

menguntungkan bagi dunia usaha khususnya dalam

hal perlindungan hak cipta atas varietas tanaman.

Persepsi tentang Jogja Seed Centre

Dalam kesempatan curah pendapat yang

diselenggarakan pada 8 September 2004 di Dinas

Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

berkembang dua pola pemikiran menyangkut

gagasan Jagya Seed Center, yaitu: 1) Yogyakarta

memiliki Seed Center, dan 2) Yogyakarta sebagai

Page 49: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

35Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Seed Center. Kedua gagasan di atas akan

berimplikasi pada penumbuhan industri benih/bibit

yang secara umum bersifat high technology (padat

teknologi) dan high investment diawali dengan hal-

hal berikut:

· Tumbuhnya penangkar dan/atau rintisan industri

benih/bibit.

· Tumbuhnya kelembagaan perbenihan/perbibitan

(Pemerintah - UPTD Perbenihan) dan swasta

(MPPI, Asbenindo)

· Terjalinnya kemitraan inti-plasma di bidang

perbenihan/perbibitan

· Tumbuhnya pusat pengolahan dan transaksi

benih/bibit.

Yogyakarta Memiliki Seed Center

Menurut konsep yang pertama, Provinsi DIY

diusahakan untuk memiliki Pusat Perbenihan.

Indikator dari terwujudnya konsep ini adalah

kenyataan bahwa seluruh petani di DIY tidak

mengalami kesulitan untuk mendapatkan benih/

bibit serta informasi tentang perbenihan/perbibitan

dan ketersediaan benih/bibit. Pusat Perbenihan

memiliki fungsi melakukan analisis dan evaluasi

masalah perbenihan/perbibitan guna mengatasi

atau menghindari carry over dan feedback inhibition,

setidaknya pada tingkat produsen benih/bibit; suatu

kondisi di mana kuantitas benih/bibit yang

diproduksi lebih besar daripada daya serap pasar.

Selain itu, Pusat Perbenihan juga memberi

pelayanan berupa alih teknologi usaha tani, pasca

panen dan penyiapan benih/bibit, menjalin kerja

sama dengan penghubung, pedagang besar, serta

pengecer benih/bibit. Dalam menjalankan

fungsinya, Pusat Perbenihan bertindak proaktif,

tidak menunggu pelanggan (customer) datang,

melainkan langsung mendefinisikan kebutuhan

mereka, serta aktif memperlengkapi diri dalam

rangka memenuhi standar service excellence

(pelayanan prima). Lingkup kerja Pusat Perbenihan

semacam ini adalah pelayanan internal DIY.

Yogyakarta sebagai Seed Center

Berdasarkan persepsi ini, lahan yang masih

tersedia akan diprioritaskan untuk usaha tani

(farming) yang diarahkan pada produksi benih/bibit

berkualitas (benih Bina), yakni benih/bibit dengan

kualitas tersertifikasi (certified quality). Yogyakarta

akan berposisi sebagai pemasok kebutuhan benih/

bibit untuk skala nasional hingga intemasional.

Untuk mengimplementasi gagasan

Yogyakarta sebagai Pusat Perbenihan, secara

sistematis mesti dilakukan upaya-upaya sebagai

berikut:

1. Peningkatan mutu sumber daya manusia

2. Adopsi dan penerapan teknologi tinggi

perbenihan/perbibitan

3. Investasi baru berisiko tinggi (high risk

investment)

4. Penciptaan peluang pasar dan positioning produk

perbenihan/perbibitan dengan prinsip 7 tepat

(tepat dalam hal jumlah, waktu, harga, lokasi,

jenis/breed/varietas, mutu, dan pelayanan).

Pasar nasional (antar Provinsi) bisa dirintis melalui

kerja sama dengan Direktorat lingkup pertanian.

5. Memiliki kapasitas penyangga (buffer Capacity)

untuk mengatasi carry over.

6. Penaptaan brand name dan trade mark produk

benih/bibit. Sebagai contoh, bibit kambing

Peranakan Ettawa (PE) asal Kaligesing

(Purworejo) mengalami degradasi citra sebagai

kambing bibit unggul. Ini menjadi momentum

yang sangat tepat untuk me-launching bibit

kambing PE produks Samigaluh (Kulonprogo),

yang ternyata lebih potensial untuk

dikembangkan di kabupaten tersebut

dibandingkan dengan sapi perah ataupun sapi

potong.

7. Seiring dengan makin meningkatnya popularitas

pertanian organik (organic farming), JSC

hendaknya mampu meluncurkan produk benih/

bibit untuk pertanian organik, yang tidak rakus

Page 50: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

36 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

pupuk, tahan penyakit hingga tidak

membutuhkan asupan pestisida kimiawi. Dimulai

dari hulu perbenihan/perbibitan, kiranya

frekuensi gugatan (klaim) terhadap produk

pertanian ekspor dari Indonesia karena alasan

tidak ramah lingkungan akan menurun.

Kondisi dan Permasalahan Perbenihan/

Perbibitan

Aktualisasi gagasan Jogja Seed Center harus

mempertimbangkan kondisi serta sejumlah masalah

terkait perbenihan/perbibitan, antara lain:

1. Dalam hal plasma nutfah, Indonesia cukup kaya

dalam hal keragaman hayati, namun sangat

lemah dalam pengelolaannya dan masih

tergolong miskin dalam hal kepemilikan plasma

nutfah bemilai ekonomi tinggi. Pengelolaan

plasma nutfah yang ada seyogyanya dilakukan

oleh lembaga yang kuat langsung di bawah

Presiden.

2. Penemuan varietas baru di Indonesia termasuk

lambat karena hampir seluruh kegiatan

pemuliaan ditangani Pemerintah. Peraturan

perundangan terkait dengan pelepasan varietas

kiranya perlu ditinjau kembali.

3. Rendahnya nilai komersial dan rekapitalisasi

usaha yang bergerak di bidang perbenihan/

perbibitan sehingga animo pelaku usaha untuk

menekuni industri perbenihan/perbibitan masih

rendah.

4. Pengendalian dan pengawasan mutu belum

berjalan efektif. Sertifikasi benih/bibit sebagai

suatu mekanisme pengendalian mutu dipandang

terlalu mahal dan kontraproduktif terhadap

upaya efisiensi produksi dan daya saing produk.

Sebagaimana dalam industri barang dan jasa

pada umumnya, telah mulai dilakukan pula

penerapan manajemen mutu (quality

management principles) dalam proses produksi

benih/bibit dengan melibatkan sertifikasi dari

institusi independen yang terakreditasi menurut

standar internasional. Dengan mekanisme

terakhir ini, produsen benih/bibit yang telah

memperoleh sertifikat sistem mutu dapat

mencantumkan logo jaminan mutu dalam setiap

kemasan produk. Kedua mekanisme tersebut

memiliki landasan ilmiah yang kuat serta dapat

menjadi alat efektif dalam pengendalian mutu.

Namun demikian, penerapan keduanya masih

perlu diperkuat sebelum dapat memberikan hasil

yang diharapkan.

5. Kebijakan Pemerintah yang mengait masalah

perbenihan/perbibitan tidak selalu selaras

dengan keinginan dunia usaha. Selama tiga

puluh tahun terakhir telah banyak diterbitkan

kebijakan dan peraturan perbenihan/perbibitan

oleh Pemerintah. Beberapa peraturan dipandang

terlalu ketat, tidak fleksibel, dan sulit

diimplementasi. Sebagai contoh, proses sertifikasi

benih kedele membutuhkan rejim waktu

tertentu yang memungkinkan benih mengalami

penurunan daya tumbuh sebelum siap

dipasarkan.

6. Adopsi varietas unggul oleh pelaku usaha

agribisnis tergolong lambat, pada umumnya

disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan

benih/bibit dan belum terciptanya sistem

informasi yang baik di antara produsen dan

pengguna benih/bibit.

Tantangan, Peluang dan Peran Pihak

Terkait

1. Tantangan dan Peluang

a. Lahan di DIY memiliki variabilitas yang tinggi

dalam hal kesamaan dan daya dukung

terhadap tanaman. Di satu sisi, hal ini

merupakan tantangan yang cukup

menyulitkan bagi peningkatan produktivitas.

Di lain pihak, bisa diciptakan peluang untuk

Page 51: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

37Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

menghasilkan benih/bibit untuk berbagai

sifat dan daya dukung lahan.

b. Saat ini banyak beredar sertifikat palsu yang

menunjukkan buruknya mekanisme

pengawasan mutu benih/bibit. Perlu

diciptakan fungsi pelacakan benih/bibit

untuk mengawasi perjalanan benih/bibit dari

pemulia atau produsen benih/bibit hingga

pengguna akhir (end user).

c. Luas lahan untuk kehutanan makin sempit,

penjarahan tanaman hutan makin banyak,

sementara benih/bibit di sumber-sumber

benih/bibit makin sedikit. Benih/bibit untuk

tanaman hutan memiliki daur produksi yang

panjang, mencapai sepertiga dari daur

biologisnya. Secara praktis, diperlukan waktu

sedikitnya 18 tahun (untuk tanaman pinus)

hingga 45 tahun (misalnya tanaman jati)

untuk dapat dihasilkan benih/bibit

berkualitas. Perlu dikembangkan model

perbenihan/perbibitan tanaman hutan yang

tentunya berbeda dari model-model untuk

tanaman pangan, hortikultura, peternakan

ataupun perikanan. Saat ini tengah

dikembangkan benih/bibit jati genjah yang

bisa dipanen pada umur 30 tahun (umur

panen jati pada umumnya 50 tahun).

d. Masyarakat cenderung menyukai produk-

produk instan, termasuk benih/bibit tanaman

hutan, seperti benih jatimas asal Thailand,

yang merupakan hasil pengembangan

dergan teknik kultur jaringan. Namun

demikian, uji multilokasi belum dilakukan

sebagaimana mestinya. Benih-benih lokal

justru lebih sesuai dengan kondisi tanah, dan

dimungkinkan memiliki daya serap serta

akseptabilitas di kalangan petani.

e. Untuk kebutuhan benih/bibit petani yang

berkecenderungan selalu meningkat,

pemenuhannya dari segi kualitas belum

memuaskan. Di lain pihak, benih eks impor

seakan membanjiri pasar benih lokal.

2. Peran Masyarakat dan Petani

Masyarakat petani merupakan ujung tombak

dalam implementasi gagasan JSC. Melalui sosialisasi

yang efektif, petani akan makin menyadari arti

penting benih/bibit berkualitas sebagai input

agribisnis yang amat menentukan. Petani didorong

untuk mentransformasi jenis usahatani dari orientasi

produksi konsumsi ke arah produksi input. Insentif

yang diperoleh petani berupa meningkatnya nilai

tukar komoditas pertanian (farmer’s exchange value)

yang menjanjikan peningkatan pendapatan usaha

tani. Sebagai pusat perbenihan/perbibitan, masalah-

masalah yang terkait dengan ketersediaan benih/

bibit pada saat dibutuhkan petani tidak akan terjadi

lagi. Misalnya, di Kulonprogo, di kalangan petani

sayuran, benih/bibit impor amat dominan

penetrasinya. Pada saatnya nanti, DIY adalah

penghasil benih/bibit, bukan konsumen benih/bibit,

sehingga masalah akan bergeser ke arah penciptaan

peluang pasar, positioning produk benih/bibit ke

pasar nasional maupun global.

3. Peran Swasta

Swasta atau pebisnis dipastikan menjadi

pelaku-pelaku utama bisnis perbenihan/perbibitan.

Menggagas JSC berarti menggagas sebuah gerakan

masyarakat berorientasi bisnis untuk

memberdayakan diri dengan dukungan fasiftasi dan

kebijakan Pemerintah. JSC dari sudut pandang

swasta adalah sebuah solusi dari potensi yang

hingga saat ini justru mengalami kebuntuan

aktualisasi : banyak tumbuh penangkar, luas lahan

masih memadai untuk produksi benih/bibit, namun

pemasaran penuh ketidakpastian. Ide JSC

diharapkan mampu menjelmakan Yogyakarta

menjadi pusat produksi benih/bibit, pusat

perdagangan benih/bibit, serta pusat informasi

perbenihan/perbibitan. Tabel di bawah ini merinci

kebutuhan benih beberapa komoditas tanaman

Page 52: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

38 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

pangan utama di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Akan tetapi, petani padi menggunakan hanya 20-

30% benih berkualitas dari angka kebutuhan,

sementara untuk benih palawija (jagung, kedele,

kacang tanah) bahkan kurang dari 5%. Jika diingat

bahwa produksi benih DIY jauh lebih besar

dibanding angka kebutuhan, maka penetrasi pasar

ke Provinsi lain menjadi alternatif yang paling baik

untuk dipilih, di samping petani DIY perlu diberi

informasi yang memadai tentang urgensi

penggunaan serta ketersediaan benih berkualitas

DIY. Jelas, peran swasta yang sedemikian

membutuhkan wadah berupa jejaring informasi dan

jejaring kerja yang bisa diciptakan dalam konteks

JSC.

4. Peran Lembaga Terkait

Perguruan tinggi amat berperan dalam

pewujudan JSC dengan sumber daya manusia yang

handal dan berkeahlian, laboratorium serta

perangkat analisis yang memadai, dan akses

teknologi yang amat bagus. Perguruan tinggi kiranya

bisa menyediakan jasa konsultasi dan

pendampingan dalam kerangka penumbuhan serta

operasionalisasi JSC nantinya.

Perangkat Kebijakan Pemerintah

Dalam rangka akselerasi perwujudan gagasan

JSC, beberapa hal terkait dengan kebijakan

Pemerintah bidang perbenihan/perbibitan

dipandang amat penting, antara lain:

a. Dalam rangka pelestarian dan pengkayaan

plasma nutfah perlu dilakukan pengelolaan

secara intensif oleh Pemerintah. Untuk itu perlu

dibentuk lembaga khusus untuk mengelola

plasma nutfah di tingkat nasional dan daerah

yang didukung oleh pemangku kepentingan

(stakeholders) perbenihan/perbibitan yang

tergabung dalam MPPI.

b. Kebijakan yang kondusif untuk memacu

partisipasi swasta dalam penemuan varietas

unggul, seperti penerapan Undang-Undang

Perlindungan Varietas Tanaman, kebijakan

investasi yang memberikan insentif bagi pelaku

pemuliaan.

c. Kebijakan investasi yang kondusif untuk

memacu partisipasi swasta dalam produksi

benih/bibit, seperti tax holiday, regulasi impor

dan ekspor benih/bibit yang menguntungkan

bagi dunia usaha, serta kemudahan akses ke

sumber-sumber permodalan.

d. Penguatan kebijakan, kelembagaan, dan

sumber daya manusia dalam proses sertifikasi

dan pengendalian mutu benih/bibit. Untuk itu

diperlukan penegakan produk hukum dalam

bidang perbenihan/perbibitan.

e. Perlu pemilahan tegas antara peran Pemerintah

dan swasta dalam pengembangan industri

perbenihan/perbibitan. Peran swasta lebih

difokuskan pada varietas-varietas komersial,

sedangkan peran Pemerintah lebih dominan

pada varietas-varietas yang belum komersial.

f. Perlu adanya integrasi antara program

pengembangan agribisnis dengan

pengembargan industri perbenihan/perbibitan.

Perlu dibangun jaringan informasi pasar yang

mudah diakses oleh produsen dan konsumen

benih/bibit.

Program/Kegiatan, dan Aksi

Program dan aksi untuk mewujudkan

Yogyakarta sebagai Pusat Perbenihan atau

penumbuhan Pusat Perbenihan di Provinsi DIY,

antara lain sebagai berikut:

1 Padi 4.208,61 302 Jagung 2.875,72 403 Kedele 1.457,80 404 Kacang Tanah 2.306,56 405 Kacang Hijau 22,55 25

Sumber : Dinas Pertanian Propinsi DIY

No Komoditas Kebutuhan Benih (ton) Penggunaan (kg/ha)

Kebutuhan Benih DIY Tahun 2004

Page 53: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

39Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

1. Analisis potensi wilayah untuk perbenihan dan

perbibitan.

2. Studi kelayakan usaha bisnis perbenihan/

pembibitan dan kelayakan pasar benih/bibit.

3. Pembangunan database dan sistem informasi

perbenihan/perbibitan off-line info center,

display, maupun on-line.

4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia

perbenihan/perbibitan (pemulia dan analis benih/

bibit).

5. Koordinasi reguler antara pelaku usaha

perbenihan/perbibitan, Pemerintah, perguruan

tinggi dan sumber-sumber teknologi lainrrya

6. Penguatan plasma nutfah DIY.

7. Penelitian perbenihan/perbibitan.

8. Kampanye penggunaan benih/bibit berkualitas

9. Akselerasi adopsi teknologi bidang perbenihan/

perbibitan (on-farm dan off-farm).

10 Pewirausahaan pelaku usaha perbenihan/

perbibitan, termasuk UPTD yang bergerak di

bidang perbenihan/perbibitan dan peluangnya

untuk ditingkatkan menjadi BUMD.

11. Pembangunan unit-unit pengolahan benih/bibit

berskala komersial.

12. Pembangunan gudang-gudang penyangga

(buffer storage) untuk mencegah carry-over.

13. Identifikasi lokasi untuk sumber benih/bibit

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

kehutanan, peternakan, dan perikanan.

14. Penggalakan investasi bidang perbenihan/

perbibitan.

Penutup

Satu hal yang layak diperhitungkan adalah

menyangkut implikasi transformasi dari gagasan JSC.

Mengingat petani menjadi ujung tombak atau

pelaku utama dalam sistem perbenihan/perbibitan,

maka mereka yang sebelumnya merupakan

penghasil produk pertanian harus mengubah peran

dalam sistem agribisnis, yakni sebagai penghasil

input. Perubahan ini pada tingkat lapang bukanlah

persoalan sederhana. Karenanya, perlu dilakukan

berbagai studi kelayakan teknis dan kelayakan pasar

untuk menjustifikasi pelaksanaan peralihan profesi.

Tentu saja, pada tahap awal peralihan profesi

tersebut, perlu disiapkan paket-paket subsidi sampai

dengan para petani benih/bibit mencapai settlement

(kemapanan) usaha.

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi DIY.

Page 54: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

40 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

Peran pariwisata dalam pengembangan

ekonomi DIY tidak diragukan lagi, karena output

sektor ini mempunyai efek multiplier yang sangat

besar bagi sektor-sektor lainnya. Sebagai daerah

yang sedikit sumber daya alam, membuat

Yogyakarta menkonsentrasikan diri dalam

pengembangan sektor tersier dalam hal ini sektor

yang lebih didominasi oleh peran Jasa. Upaya

perbaikan terus menerus terhadap kinerja sektor

pariwisata terus dilakukan, diantaranya pada tahun

2007 Badan Pariwisata Daerah (Baparda) Provinsi

DIY melakukan survei terkait dengan passenger exit.

Dari hasil survei di lapangan, secara garis besar

dapat diketahui beberapa permasalahan yang

dihadapi pariwisata Yogyakarta sebagai berikut:

1. Kondisi tranportasi masih menjadi keluhan

utama para responden baik wisman maupun

wisnus.

2. Promosi untuk wisman, khususnya melalui

website masih minim dan kurang mengena,

mengingat sebagian besar sumber informasi

wisman tentang wisman adalah melalui internet.

3. Yogyakarta masih merupakan tujuan yang

“murah meriah”, terutama bagi responden

wisman sehingga berdampak pada prestige dan

tingkat pembelanjaan yang masih relatif rendah.

4. Minimnya penerbangan internasional langsung

ke Jogja, membuat waktu tempuh wisman ke

Yogyakarta menjadi lama dan relatif lebih mahal.

5. Pengurusan visa bagi sebagian responden

wisman masih terlalu lama dan berbelit-belit.

6. Kondisi keamanan dalam lingkup kecil

(kehilangan barang, pemaksaan oleh pengasong

& guide, kecelakaan lalu lintas) masih sering

dikeluhkan, terutama oleh responden wisman.

7. Penyebaran brosur dan promosi masih

menggunakan bahasa inggris dan mata uang

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Pei Pei Pei Pei Penumpang Penumpang Penumpang Penumpang Penumpang Pesaesaesaesaesawwwwwat Udarat Udarat Udarat Udarat Udaraaaaa

selalu dalam US$, belum menggunakan bahasa

spesifik sesuai target pasar berikut dengan mata

uang setempat. Misal : bahasa Belanda dengan

mata uang Euro, bahasa Jepang dengan mata

uang Yen.

8. Keberadaan polisi pariwisata dan aparat

keamanan masih dirasakan di beberapa titik

tertentu saja, dan belum menyeluruh di destinasi

wisata.

Berdasarkan kesimpulan hasil survei exit

passenger tahun anggaran 2007 tersebut, diperoleh

beberapa pokok strategi yang meliputi peran

stakeholder, pengembangan produk, dan

pengembangan promosi dan komunikasi.

Peningkatan peran stakeholder

pariwisata DIY dalam peningkatan

kuantitas dan kualitas DIY sebagai

destinasi wisata.

1. Pemerintah Daerah di Provinsi DIY dan instansi

terkait:

a. Koordirlasi pemasaran antar instansi yang

terkait dengan sektor pariwisata secara

terpadu.

b. Sikap proaktif dari pemerintah daerah dan

instansi terkait yang optimal agar dapat

dilakukan pengambilan kebij akan strategis

sehingga meningkatkan efisiensi kerja dalam

koordinasi promosi pariwisata Jogja.

2. Dinas Imigrasi (Departemen hukum dan HAM):

a. Masa berlaku visa, khususnya visa on arrival

sebaiknya diperpanjang masa berlakunya

dari 30 hari menjadi 60 hari.

b. Jika memungkinkan visa on arrival dirubah

menjadi bebas visa sehingga memudahkan

wisatawan untuk berkunjung.

Page 55: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

41Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

c. Birokrasi pengurusan visa harus dipersingkat

dan ticlak memakan waktu agar tidak

menjadi faktor penghambat berkunjungnya

wisatawan ke Indonesia pada umumnya dan

Yogyakarta pada khususnya.

3. Maskapai penerbangan dan PT Angkasa Pura I

a. Kesediaan maskapai penerbangan untuk

membuka rute penerbangan internasional

langsung ke Jogja, karena akan menghemat

waktu dan biaya bagi wisatawan yang

datang melalui Singapura.

b. Koordinasi dam peran serta maskapai,

operator bandara dengan semua pihak untuk

meningkatkan kunjungan wisman ke

Yogyakarta dengan berbagai upaya agar

memenuhi standar minimum penumpang

pesawat sehingga penerbangan Internasional

langsung dari/ke Yogyakarta tidak

menimbulkan kerugian bagi maskapai

penerbangan.

c. Standar keamanan juga harus ditingkatkan

dalam rangka memberikan citra dan

kepercayaan terhadap tingkat keselamatan

transpostasi udara Indonesia.

4. Biro Perjalanan Wisata (ASITA):

a. Biro perjalanan wisata diharapkan dapat

mengemas potensi-potensi wisata yang ada

dengan lebih spesifik, karena sebagian besar

wisnus masih menggunakan jasa biro

perjalanan hanya sebatas pembelian tiket

transportasi (terutama tiket pesawat udara).

b. Perlu perhatian khusus untuk pasar wisata

pendidikan, kuliner, klub motor, event musik,

hash house harriers (kelompok lari),

parachuters, klub pecinta alam baik dari

dalam maupun luar negeri sehingga

menciptakan daya tarik yang lebih.

c. Biro perjalanan juga dapat mengemas paket-

paket wisata yang ditujukan bagi para

pelajar dari luar negeri yang sedang

melakukan kegiatan akademis yang ingin

memanfaatkan waktu liburan mereka untuk

berwisata.

5. Hotel dan Restoran (PHRI):

a. Peningkatan sarana akomodasi non bintang

sebagai salah satu pilihan yang menurut

sebagian responden termasuk value for

money.

b. Pihak hotel dan restoran harus lebih proaktif

dalam membaca dan memanfaatkan

peluang pasar dengan usaha produktif untuk

melayani wisatawan yang berkunjung ke

Jogja. Termasuk segmen-segmen wisatawan

khusus seperti para expatriate.

6. Pengelola Objek dan Daya Tarik Wisata:

a. Penyedia atraksi wisata DIY harus

meningkatkan inovasi dengan memperkaya

atraksi wisata yang dipertunjukkan sehingga

dapat semakin menarik minatwisatawan baik

mancanegara maupun domestik selain ke

tempat-tempat yang sudah secara tradisional

dikunjungi oleh wisatawan seperti Malioboro,

Keraton, dan Candi Prambanan.

b. Pengelolaan museum yang lebih profesional

dan menarik yang banyak terdapat DIY

sebagai salah satu potensi yang masih

mempunyai tingkat kunjungan relatif rendah.

c. Peningkatan profesionalitas kerja dalam

berhubungan dengan wisatawan sehingga

dalam jangka panjang wisatawan akan

mengenal Yogyakarta sebagai salah satu

destinasi dengan objek dengan pelayanan

yang memuaskan.

7. Transportasi (DLLAJR, SATLANTAS POLRI):

a. Perbaikan sistem transportasi secara

menyeluruh untuk meningkatkan tingkat

keamanan dan kenyamanan berlalu lintas

karena transportasi menempati urutan ketiga

bagi responden wisman maupun responden

wisnus.

Page 56: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

42 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi

b. Peningkatan kesadaran tertib berlalu lintas

bagi masyarakat.

c. Menekan angka pungutan tidak resmi di

jalan raya.

d. Perbaikan jalan dan rambu-rambu lalu lintas.

8. Pelaku Bisnis (KADIN):

a. Agresif dalam mengantisipasi kunjungan

wisatawan ke Yogyakarta bukan hanya

dengan memberikan diskon semata.

b. Menjalin hubungan dengan pihak lain dalam

hal pemasaran dan permodalan.

c. Mengoptimalkan fungsi asosiasi untuk

menyalurkan aspirasi.

9. Pemandu Wisata (HPI):

a. Peningkatan tingkat pengetahuan dan

penguasaan materi yang menentukan

kemampuan dan kualitas dari seorang

pemandu.

b. Penguasaan hal-hal yang kecil sebagai

tambahan informasi yang berharga bagi para

wisatawan.

c. Sikap yang sopan dan profesional serta tidak

memaksa akan meningkatkan nilai dari

pemandu itu sendiri.

10. Aparat Keamanan (POLRI):

a. Keamanan sebagai salah satu faktor

terpenting atas kelangsungan pariwisata

harus diatur secara sistematis dengan arahan

dan tugas yang jelas sehingga keamanan

dalam wilayah Yogyakarta akan selalu aman

dan terkendali tanpa menghilangkan faktor

kenyamanan.

b. Optimalisasi keberadaan Polisi Pariwisata

sebagai satu realisasi dari upaya untuk

mewujudkan hal diatas, dengan pengarahan

yang jelas tentang tugas dan wewenangnya

sehingga dalam tugas di lapangan tidak

terjadi kerancuan sehingga dapat maksimal

dalam melayani masyarakat dan wisatawan.

Pengembangan produk wisata yang

disesuaikan dengan permintaan pasar-

pasar utama wisatawan DIY

1. Pengembangan produk wisata Yogyakarta harus

bervariasi disesuaikan dengan minat wisatawan

agar dapat mendorong kunjungan ulang dan

memperpanjang lama tinggal wisatawan.

2. Variasi produk tidak hanya sekedar keragaman

produk wisata namun juga variasi dari segi

kualitas karena Yogyakarta masih tergolong

sebagai destinasi yang murah meriah.

3. Memperluas segmen pasar wisatawan dengan

penyediaan objek dan daya tank wisata yang

lebih berkelas dan berkualitas agar dapat

mendatangkan nilai ekonomis yang lebih besar

Yogyakarta mempunyai sisi negatif sebagai

destinasi yang murah sehingga kurang

mempunyai prestige bagi segmen wisatawan

menengah keatas sehingga perutaran uang yang

masuk ke Yogyakarta terbatas dari penjualan

dengan nilai yang kurang besar.

Pengembangan promosi dan komunikasi

pemasaran pariwisata sesuai sasaran

pasar.

1. Optimalisasi promosi melalui internet sebagai

sumber informasi dan panduan utama wisman

dalam melakukan wisata ke Jogja (Baparda DIY,

Pemda).

2. Pemilihan bahasa sesuai dengan negara asal

para wisatawan dan juga pemilihan satuan mata

uang bagi media promosi wisata yang harus

disesuaikan dengan pasar wisatawan (ASITA,

Maskapai Penerbangan).

3. Peningkatan pengetahuan bagi masyarakat

Yogyakarta sendiri tentang pengetahuan

pariwisata Jogja, karena sebagian besar

wisatawan nusantara menjadikan saudara/

teman sebagai sumber informasi tentang Jogja

(Baparda DIY, Humas Pemda).

Page 57: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

43Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Bab 2:Bab 2:Bab 2:Bab 2:Bab 2:PPPPPerkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasi

INFLASI TAHUNAN DAN BULANAN

Sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya, perkembangan harga-harga

barang dan jasa secara umum di Kota Yogyakarta pada tahun 2007 relatif

terkendali sebagaimana tercermin dari realisasi penurunan Indeks Harga Konsumen

(IHK) selama tahun 2007 yang mencapai sebesar 7,99% (yoy), tidak jauh berbeda

dengan angka proyeksi sebesar 7,00% – 9,00%. Angka inflasi ini lebih rendah

dari inflasi tahun 2006 yaitu 10,41% dan inflasi tahun 2005 sebesar 14,98%. Jika

dibandingkan dengan inflasi nasional, laju inflasi Kota Yogyakarta tersebut relatif

tinggi karena inflasi Nasional 2007 hanya mencapai 6,59%. Nampaknya pengaruh

kenaikan harga BBM pada tanggal 1 Oktober 2005 mulai berangsur menghilang.

Penurunan laju inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 2007 juga

tercermin pada perkembangan inflasi bulanan pada tahun 2007 yang secara rata-

rata tercatat 0,64%, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006 yang secara

rata-rata tercatat 0,83% dan rata-rata inflasi bulanan tahun 2005 sebesar 1,18%.

Pola musiman inflasi 2007 agak berbeda dengan inflasi 2006. Pada tahun

2006 tingginya inflasi didorong oleh inflasi bulan Januari yang dipicu oleh cepatnya

kenaikan harga makanan sebagai akibat meningkatnya permintaan sehubungan

dengan adanya perayaan hari raya keagamaan. Di tahun 2007, inflasi didorong

oleh inflasi pada bulan Agustus 2007 sebesar 1,40% (mtm), yang disumbang oleh

kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga terutama subkelompok Jasa Pendidikan

yang seluruh komoditasnya, kecuali SLTP, menduduki 5 besar komoditas

penyumbang terbesar pembentukan inflasi bulan Agustus 2007. Besarnya pengaruh

ini merupakan faktor musiman, dimana pada bulan Agustus 2007 bertepatan

dengan dimulainya tahun ajaran baru dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga

% (mtm)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des1 Bahan Makanan 2.76 0.92 -0.26 -0.97 0.00 -1.40 2.52 1.47 2.11 2.67 1.46 1.38

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.30 0.71 0.99 0.18 0.46 0.93 0.25 0.39 0.12 0.85 1.35 0.57

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 0.93 0.43 0.82 0.04 0.04 0.42 0.72 0.35 0.59 0.83 0.64 0.18

4 Sandang -0.05 1.48 0.07 0.58 -0.55 -0.24 1.16 0.59 1.12 1.91 2.85 0.08

5 Kesehatan 0.37 -0.15 0.76 0.99 -0.47 0.23 0.16 0.31 0.65 0.34 0.89 0.21

6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga -0.02 0.39 -0.07 -0.05 0.03 0.01 0.08 9.02 1.78 0.00 1.01 0.07

7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.38 0.03 0.23 0.49 0.14 0.35 0.01 0.00 0.67 0.60 -0.10 0.14

0.88 0.54 0.43 0.02 0.07 0.09 0.78 1.40 0.95 1.09 1.01 0.47Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

IV-2007

Inflasi BulananTabel 2.1

III-2007

UMUM

No KelompokII-2007I-2007

(1)

1

3

5

7

9

(2)

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2005 2006 2007

% (mtm)% (yoy)

Grafik 2.1Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional

Nasional (mtm) Kota Yogyakarta (mtm)

Nasional (yoy) Kota Yogyakarta (yoy)

Page 58: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

44 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Perguruan Tinggi. Selain itu, pada bulan Agustus juga terjadi kenaikan harga

makanan terkait dengan persiapan masyarakat dalam menyambut bulan suci

Ramadhan tercermin dari andil kelompok Bahan Makanan sebesar 0,28% yang

menduduki peringkat 2 di bulan ini.

Pada awal tahun 2007, inflasi tercatat 0,88% (mtm) didorong oleh

kelompok Bahan Makanan yang mengalami kenaikan harga sebesar 2,76% (mtm)

dengan sumbangan sebesar 0,52%. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga beras

sebagai dampak makin berkurangnya stok sebagai implikasi mundurnya musim

tanam. Andil komoditas Beras pada pembentukan bulan ini tercatat sebesar 0,14%.

Memasuki bulan Februari 2007 tekanan inflasi Kota Yogyakarta melemah

ditandai dengan turunnya angka inflasi bulanan menjadi 0,54%, yang masih

disumbang oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 0,18% dengan perubahan

harga sebesar 0,92%. Pada bulan Maret 2007, tekanan harga semakin melemah

dicerminkan dari penurunan angka inflasi menjadi sebesar 0,43% (mtm), didorong

oleh penurunan harga kelompok Bahan Makanan sebesar 0,26% dengan kontribusi

negatif sebesar -0,05%. Penurunan harga ini dipicu oleh kontribusi negatif Beras

sebesar -0,24% bertepatan dengan tibanya masa panen.

Selanjutnya tekanan inflasi Kota Yogyakarta semakin melemah ditandai

dengan inflasi April 2007 tercatat 0,02% (mtm) yang didorong oleh kelompok

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan dengan sumbangan sebesar 0,07%. Namun

kondisi ini tidak bertahan lama, karena meskipun peningkatannya kecil, pada

bulan Mei 2007 tekanan inflasi Kota Yogyakarta meningkat dengan peningkatan

angka inflasi bulanan menjadi 0,07% (mtm). Tekanan ini semakin menguat pada

bulan Juni 2007 dicerminkan dari angka inflasi sebesar 0,09% (mtm). Kelompok

yang memberikan kontribusi terbesar adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman,

Rokok & Tembakau dengan sumbangan sebesar 0,19%.

Inflasi Juli 2007 semakin melonjak dengan angka inflasi sebesar 0,78%

(mtm) didorong oleh kelompok Bahan Makanan dengan sumbangan sebesar 0,47%

dengan kenaikan harga sebesar 2,52% (mtm), diikuti oleh kelompok Perumahan,

Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dan kelompok Sandang dengan sumbangan masing-

masing sebesar 0,18% dan 0,06% serta dengan perubahan harga masing-masing

sebesar 0,72% dan 1,16%.

Komoditas penyumbang pembentukan inflasi bulan Juli adalah Tarif Air

Minum PAM dengan andil sebesar 0,16%. Kenaikan harga Tarif Air Minum PAM

merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri dimana tarif dasar air

harus ditinjau setiap dua tahun. Untuk Kota Yogyakarta, sebenarnya itu dilakukan

Page 59: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

45Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

tahun 2006 lalu, tetapi ditunda karena gempa. Tarif baru dikenakan untuk kategori

sosial, rumah tangga, instansi pemerintah, niaga, dan industri.

Pada bulan September, tekanan harga sedikit melemah dicerminkan dari

angka inflasi sebesar 0,95% (mtm). Kelompok yang memberikan kontribusi terbesar

adalah kelompok Bahan Makanan dengan sumbangan sebesar 0,40% dengan

kenaikan harga mencapai 2,11% (mtm), diikuti oleh kelompok Pendidikan, Rekreasi

& Olahraga dengan sumbangan sebesar 0,19%. Kenaikan harga bahan makanan

didorong oleh kenaikan harga Pisang sebesar 14,79% dengan sumbangan 0,05%.

Pada bulan puasa, komoditas ini memang banyak diminati masyarakat, terutama

masyarakat muslim, karena banyak diolah sebagai makanan pembuka puasa.

Sedangkan kenaikan harga kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga didorong

oleh peningkatan harga biaya Sekolah Dasar dengan andil sebesar 0,08%.

Memasuki bulan Oktober 2007, tekanan inflasi Kota Yogyakarta

meningkat, ditandai dengan peningkatan angka inflasi bulanan menjadi 1,09%

(mtm). Inflasi Oktober 2007 masih didorong oleh kelompok yang sama dengan

periode September 2007, yaitu kelompok Bahan Makanan dan kelompok

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dengan sumbangan masing-masing

sebesar 0,51% dan 0,20%.

Komoditas penyumbang pembentukan inflasi bulan Oktober 2007 adalah

Mie dengan andil sebesar 0,19% (mtm) yang disebabkan oleh kelangkaan minyak

tanah sebagai salah satu bahan pendukung pembuatan Mie. Kultur masyarakat

dalam menggunakan minyak tanah ternyata sulit dirubah, meskipun pemerintah

telah memberikan subsidi kompor gas sebagai minyak tanah. Selain perubahan

kultur masyarakat, masih terdapat kendala lain yang menyebabkan program

konversi minyak tanah ini belum berjalan dengan baik, antara lain pendataan

calon penerima, distribusi kompor gas tidak tepat sasaran hingga kerusakan paket

kompor gas. Belum berjalannya program ini justru telah diikuti dengan pengurangan

pasokan minyak tanah, sebagai tindak lanjut program konversi minyak tanah.

Dengan demikian, minyak tanah DIY menjadi langka sehingga menyebabkan

kenaikan harga yang selanjutnya membawa implikasi kenaikan harga komoditas

lain.

Inflasi Kota Yogyakarta pada bulan selanjutnya, November 2007, sedikit

melemah, dengan penurunan angka inflasi bulanan menjadi 1,01% (mtm).

Kelompok Bahan Makanan masih mendominasi pembentukan inflasi bulan

November 2007 dengan andil sebesar 0,28% (mtm). Sedangkan komoditas

penyebab tingginya angka inflasi bulan ini adalah Nasi dengan andil sebesar 0,15%.

Page 60: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

46 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pada bulan penutup tahun 2007, tekanan harga barang dan jasa di Kota

Yogyakarta semakin melemah, tercermin dari angka inflasi bulanan yang turun

menjadi 0,47% (mtm). Kelompok Bahan Makanan masih memberikan kontribusi

terbesar dengan andil sebesar 0,27%, yang merupakan andil subkelompok Padi-

padian, Umbi-umbian sebesar 0,22% dan didorong oleh besarnya kontribusi

komoditas Beras sebesar 0,13% (mtm). Gagal panen atau puso yang terjadi hingga

pertengahan 2007, diduga mempengaruhi kenaikan harga beras pada Desember

2007. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi DIY, pada periode Januari-Agustus

2007 luas tanaman padi puso mencapai 365 hektar, dan sekitar 36% diantaranya

terjadi di daerah lumbung padi, seperti Sleman dan Bantul. Meskipun luas padi

puso hanya 0,42% dari total luas panen 83.000 hektar, jumlah kehilangan produksi

padi DIY cukup banyak. Dengan tingkat produktivitas lima ton per hektar (2006)

maka jumlah produksi padi yang hilang mencapai 1.780 ton. Namun demikian,

dengan Operasi Stabilisasi Harga Beras (OSHB) yang secara rutin dilakukan oleh

Perum Bulog, tekanan harga pada Beras relatif kecil, hanya 2,95% (mtm).

Tekanan inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2007 terutama didorong oleh

faktor permintaan yang tercermin dalam dominasi inflasi inti (core inflation) dalam

pembentukan inflasi, yakni mencapai 5,38%. Jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, dominasi core Inflation pada pembentukan inflasi mengalami

penurunan, dimana pada tahun 2006 memiliki andil 7,44%. Penurunan ini karena

masih minimnya pengaruh imported inflation terhadap inflasi Kota Yogyakarta.

Selain itu, tekanan imported inflation secara nasional juga teredam oleh relatif

stabilnya nilai tukar rupiah. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh relatif stabilnya

ekspektasi inflasi masyarakat serta faktor interaksi permintaan dan penawaran.

-

1

2

3

4

5

6

7

8

2004 2005 2006 2007

%

Grafik 2.2Andil Komponen Inflasi

Core Adm Volatile

%

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil2004 6,84 4,77 8,49 1,27 5,94 0,91 6,95

2005 9,44 6,57 14,96 2,28 40,33 6,13 14,98

2006 11,23 7,44 16,23 2,47 2,68 0,50 10,40

2007 8,07 5,38 12,90 2,07 3,18 0,55 7,99 Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Volatile FoodsIntiInflasi IHK

Tabel 2.2Sumbangan Komponen Inflasi

TahunAdministered Price

Page 61: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

47Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Besarnya andil core inflation disebabkan oleh besarnya andil Akademi/

Perguruan Tinggi sebesar 0,78%. Hal ini sesuai dengan karakteristik Kota

Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang banyak diminati oleh calon mahasiswa

baik dari DIY maupun luar DIY sebagai tempat belajar. Selain itu Tukang Bukan

Mandor juga memberikan andil besar yakni 0,37%. Andil Tukang Bukan Mandor

ini seiring dengan masih berjalannya pembangunan rumah maupun tempat usaha

sebagai upaya rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.

Sedangkan sumbangan inflasi komoditas makanan (volatile foods) tercatat

sebesar 2,07%, turun dari andil volatile foods pada tahun 2006 sebesar 2,47%.

Andil volatile foods didorong oleh andil Minyak Goreng sebesar 0,47% yang

mengalami kenaikan harga sebesar 49,42%. Kenaikan harga komoditas ini

disebabkan penemuan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan bio fuel mengakibatkan

ekspor CPO lebih menguntungkan jika dibandingkan sebagai bahan produksi

Minyak Goreng. Sehingga produksi Minyak Goreng menjadi terbatas yang

selanjutnya membawa implikasi terhadap kenaikan harga minyak goreng yang

pada triwulan II-2007 mencapai Rp10.000,00 per liter. Kondisi tersebut terjadi

hampir di seluruh daerah di Indonesia. Selain itu, Bawang Merah juga memberikan

andil yang besar sebesar 0,30%. Curah hujan yang tidak menentu sepanjang

tahun 2007 akibat anomali musim menyebabkan komoditas ini cepat membusuk

sehingga jumlah stoknya menurun.

Pada tahun 2007 inflasi komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah

(administered prices) memberikan sumbangan sebesar 0,55%, sedikit mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan sumbangannya pada tahun 2006 sebesar

0,50% dan pada tahun 2005 sebesar 6,13%. Tingginya andil administered price

inflation pada tahun 2005 diakibatkan kenaikan BBM. Sedangkan pada tahun

laporan, sumbangan komponen ini disebabkan oleh Tarip Air Minum PAM sebesar

0,17% dengan kenaikan harga sebesar 39,26% sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya.

INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG

Kelompok barang dan jasa yang memberikan andil terbesar terhadap

pembentukan inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2007 adalah kelompok Bahan

Makanan yang mencapai 2,62%, selanjutnya diikuti oleh kelompok Makanan

Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 1,49%, kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas & Bahan Bakar sebesar 1,46% dan kelompok Pendidikan, Rekreasi &

Olahraga sebesar 1,36%. Sedangkan sumbangan kelompok Sandang, kelompok

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des

2005 2006 2007

% (yoy)

Grafik 2.3Disagregasi Inflasi

IHK Core Administered Price Volatile Foods

0

20

40

60

80

100

120

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

Jan-

07

Feb-

07

Mar

-07

Apr

-07

May

-07

Jun-

07

Jul-0

7

Aug

-07

Sep-

07

Oct

-07

Nov

-07

Dec

-07

Grafik 2.4Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia

Emas ($/OZ) Minyak (USD/Barrel)

Bahan Makanan, 2.62

Makanan Jadi, Minuman, Ro

kok & Tembakau, 1.49

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan

Bakar, 1.46

Sandang, 0.49

Kesehatan, 0.28

Pendidikan, Rekreasi &

Olahraga, 1.36

Transpor, Komunikasi & Jasa

Keuangan, 0.41

Grafik 2.5Andil Kelompok Barang

Page 62: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

48 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan dan kelompok Kesehatan memiliki

sumbangan di bawah 1,00% yaitu masing-masing sebesar 0,49%, 0,41% dan

0,28%.

Apabila dilihat dari peningkatan harganya, peningkatan harga tertinggi

dialami oleh kelompok Bahan Makanan yang mencapai 13,31% (yoy), namun

lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan harga kelompok ini pada

tahun 2006 sebesar 15,61% (yoy). Penurunan ini karena pengaruh kenaikan harga

BBM pada tahun 2005 berangsur menghilang. Kelompok lain yang mengalami

kenaikan harga mencapai dua digit adalah kelompok Pendidikan, Rekreasi &

Olahraga sebesar 12,58% (yoy). Sedangkan kelompok lainnya mengalami

peningkatan harga di bawah 10,00%, dengan peningkatan harga terendah pada

kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan sebesar 2,99% (yoy).

Kelompok Kesehatan yang pada tahun 2006 mengalami peningkatan harga tertinggi

yaitu sebesar 16,09% (yoy), pada tahun 2007 hanya mengalami peningkatan

harga sebesar 4,36%. Kelompok lainnya yaitu kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas & Bahan Bakar, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau dan

kelompok Sandang masing-masing mengalami peningkatan harga sebesar 6,18%

(yoy), 7,33% dan 9,33%.

INFLASI MENURUT KOMODITAS

Berdasarkan komoditas, beberapa komoditas yang mengalami laju

peningkatan harga yang sangat cepat pada tahun 2007 dialami oleh komoditas

makanan (volatile foods), yaitu Bawang Merah, Kol Putih/Kubis dan Kelapa dengan

peningkatan harga masing-masing mencapai 150,45% (yoy), 84,14% (yoy) dan

81,01% (yoy). Selain mengalami peningkatan harga tertinggi, Bawang Merah

juga memberikan andil ke-5 dalam pembentukan inflasi Kota Yogyakarta sebesar

0,30%.

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

Jan/

07

Feb/

07

Mar

/07

Apr

/07

May

/07

Jun/

07

Jul/0

7

Aug

/07

Sep/

07

Oct

/07

No

v/07

Dec

/07

Rp/Kg

Grafik 2.7Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Bahan Makanan

Beras Minyak Goreng Curah Daging Ayam Ras

Telur Ayam Ras Susu Bubuk Bawang Merah

%

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil1 Bahan Makanan 8,57 1,55 14,11 2,53 15,61 2,93 13,31 2,62 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,72 1,16 12,73 2,53 13,84 2,84 7,33 1,49 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 6,61 1,68 12,74 3,18 6,68 1,61 6,18 1,46

4 Sandang 6,59 0,37 7,97 0,42 8,04 0,41 9,33 0,49 5 Kesehatan 6,46 0,43 8,88 0,55 16,09 1,06 4,36 0,28 6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 10,58 1,09 10,87 1,08 15,36 1,59 12,58 1,36

7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 5,12 0,71 32,40 5,14 1,50 0,22 2,99 0,41 6,95 14,98 10,40 7,99 6,40 17,11 6,60 6,59

Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Inflasi IHK Nasional

No Kelompok2004

Inflasi IHK Kota Yogyakarta

2005

Tabel 2.3Perubahan Harga Kelompok Barang

20072006

Grafik 2.6Perubahan Harga Kelompok Barang

15,61

13,84

6,68

8,04

16,09

15,36

1,50

13,31

7,33

6,18

9,33

4,36

12,58

2,99

- 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman,Rokok & Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas& Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi &Olahraga

Transpor, Komunikasi &Jasa Keuangan

% (yoy)

2006 2007

Page 63: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

49Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Komoditas yang memberikan andil tertinggi dalam pembentukan inflasi

Kota Yogyakarta adalah Akademi/Perguruan Tinggi dengan andil sebesar 0,78%,

diikuti oleh Minyak Goreng, Nasi dan Tukang Bukan Mandor masing-masing

sebesar 0,47%, 0,45% dan 0,37%.

%

Komoditas Inflasi Andil Komoditas Inflasi Andil

1 Bawang Merah 150.45 0.30 1 Bawang Putih -40.76 -0.13

2 Kol Putih/Kubis 84.14 0.06 2 Wortel -39.15 -0.08

3 Kelapa 81.01 0.22 3 Cabe Merah -22.66 -0.09

4 Mie Kering Instan 49.82 0.27 4 Labu Siam/Jipang -22.51 -0.01

5 Minyak Goreng 49.42 0.47 5 Kentang -18.79 -0.03

6 Telur Puyuh 43.33 0.04 6 Ketimun -14.08 -0.01

7 Tomat Sayur 42.20 0.03 7 Daun Singkong -11.64 0.00

8 Tepung Terigu 40.27 0.02 8 Ketela Pohon -11.11 0.00

9 Pemeliharaan/Service 40.25 0.15 9 Telepon Seluler -9.25 -0.02

10 Pasir 40.05 0.21 10 Televisi Berwarna -9.22 -0.03

11 Tarip Air Minum PAM 39.26 0.17 11 Emping Mentah -6.56 0.00

12 Bayam 35.72 0.06 12 Semangka -6.46 -0.01

13 Daun Melinjo 33.05 0.01 13 Batu Bata/Batu Tela -4.95 -0.01

14 Terong Panjang 30.75 0.02 14 Sabun Wajah -4.32 0.00

15 Tarip Gunting Rambut Wanita 30.44 0.03 15 Bandeng -4.27 0.00

16 Susu untuk Bayi 29.98 0.04 16 Kulkas/Lemari Es -3.84 -0.01

17 Daun Bawang 29.90 0.01 17 Personal Komputer/Desktop -3.31 -0.01

18 Emas Perhiasan 25.95 0.29 18 Lele -3.24 -0.01

19 Telur Itik 25.32 0.01 19 Disket -2.51 0.00

20 Susu untuk Balita 25.23 0.10 20 CD-Tape-Rec-Radio -2.49 0.00Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Tabel 2.4Perubahan Harga Komoditas Tertinggi dan Terendah

RankingPeningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Terendah

Ranking

Kelompok Komoditas Andil Inflasi

Minyak Goreng 0.47 49.42

Bawang Merah 0.30 150.45

Mie Kering Instan 0.27 49.82

Kelapa 0.22 81.01

Daging Ayam Ras 0.15 12.04

Telur Ayam Ras 0.13 18.36

Susu Bubuk 0.11 22.34

Beras 0.11 2.26

Susu untuk Balita 0.10 25.23

Pisang 0.08 23.06

Jeruk 0.08 16.50

Nasi 0.45 11.71

Mie 0.23 9.49

Rokok Kretek Filter 0.14 7.74

Soto 0.12 11.90

Tukang Bukan Mandor 0.37 20.55

Kontrak Rumah 0.28 4.21

Pasir 0.21 40.05

Tarip Air Minum PAM 0.17 39.26

Semen 0.11 22.85

Sandang Emas Perhiasan 0.29 25.95

Kesehatan Sabun Mandi 0.06 22.55

Akademi/Perguruan Tinggi 0.78 21.49

SLTA 0.26 13.24

Sekolah Dasar 0.14 21.63

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Pemeliharaan/Service 0.15 40.25 Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

Pendidikan, Rekreasi & Olahraga

Tabel 2.5Komoditas Pemberi Andil Terbesar terhadap Inflasi

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

Bahan Makanan

Page 64: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

50 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Meskipun pada tahun 2007 perkembangan harga secara umum diwarnai

oleh tekanan inflasi yang cukup kuat, yaitu 268 komoditas dari 327 komoditas

yang disurvei mengalami peningkatan harga, namun masih terdapat 36 komoditas

yang mengalami penurunan harga, sedangkan 36 komoditas lainnya tidak

mengalami perubahan harga. Penurunan harga tertinggi pada tahun 2007 dialami

oleh Bawang Putih yaitu sebesar 40,76% (yoy), diikuti oleh Wortel sebesar 39,15%

(yoy), Cabe Merah sebesar 22,66% (yoy) dan Labu Siam/Jipang sebesar 22,51%

(yoy). Tabel 2.4 menyajikan masing-masing dua puluh komoditas yang mencatat

peningkatan harga dan penurunan harga tertinggi selama tahun laporan.

INFLASI KOTA-KOTA DI PULAU JAWA

Pada tahun 2007 Kota Yogyakarta tercatat memiliki angka inflasi kedua

tertinggi di antara kota-kota di Pulau Jawa lainnya, setelah Kota Tegal dengan

angka inflasi sebesar 8,89% (yoy). Kota di Pulau Jawa yang mengalami inflasi

tertinggi lainnya adalah Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya dan Kota Jember, masing-

masing sebesar 7,87%, 7,72% dan 7,25%. Sedangkan inflasi terendah terjadi di

Kota Surakarta yang tercatat sebesar 3,28%. Secara umum sebagian besar laju

inflasi kota-kota di Pulau Jawa relatif tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional

2007 yang mencapai 6,59%.

Di tingkat nasional, Kota Yogyakarta berada pada peringkat ke-13 Kota

yang mengalami inflasi tertinggi. Peringkat pertama terdapat pada Kota Banda

Aceh sebesar 11,00% (yoy), berturut-turut diikuti oleh Kota Ternate sebesar 10,43%

(yoy), Kota Jayapura sebesar 10,35% (yoy) dan Kota Manado sebesar 10,13%

(yoy). 41 kota lainnya, dari 45 kota yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional,

hanya mengalami inflasi satu digit. Tiga kota di Indonesia yang memiliki inflasi

terendah adalah Kota Pangkal Pinang sebesar 2,64% (yoy), Kota Surakarta sebesar

3,28% dan Kota Lhokseumawe sebesar 4,18%.

Grafik 2.8Inflasi Kota-kota di Pulau Jawa

6,04

7,72

5,25

7,87

6,15

3,28

6,75

8,89

7,99

7,25

6,85

5,93 6,

27

6,31

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Jaka

rta

Tasi

kmal

aya

Ban

dung

Cire

bon

Purw

oker

to

Sura

kart

a

Sem

aran

g

Tega

l

Yogy

akar

ta

Jem

ber

Ked

iri

Mal

ang

Sura

baya

Sera

ng

% (yoy)

Page 65: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

51Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota Yogyakarta

Inflasi sebagai salah satu indikator

perekonomian bermanfaat untuk formulasi

kebijakan ekonomi dalam menjaga stabilitas harga.

Dalam rangka menguji perilaku inflasi dan berbagai

faktor yang mempengaruhinya, tidak cukup

dilakukan studi dengan menggunakan berbagai

model ekonometrika melalui permintaan uang,

melainkan potensi inflasi juga dapat dicermati dari

sisi penawaran. Berkaitan dengan hal tersebut, tidak

saja dari masalah jumlah penyediaan barang dan

jasa, melainkan juga perilaku distribusinya. Nilai

tambah yang tinggi sangat terkait dengan perilaku

dan jalur distribusi dari suatu komoditas dan atau

kebijakan.

Bank Indonesia Yogyakarta melakukan survei

Jalur Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Terbesar

di Kota Yogyakarta (bekerjasama dengan Pusat

Pengembangan Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta) bertujuan untuk

menjelaskan mekanisme distribusi komoditas

penyumbang inflasi terbesar, memberikan informasi

proses penentuan harga dari hulu hingga hilir,

menjelaskan struktur pasar komoditas penyumbang

inflasi, serta memberikan informasi kebijakan yang

menyebabkan shock terhadap harga komoditas

penyumbang inflasi tersebut.

Responden survei adalah pelaku usaha, baik

tingkat hulu hingga hilir, termasuk konsumen yang

terkait dengan berbagai komoditas terpilih.

Penentuan responden dilakukan secara acak,

namun tetap memperhatikan sebaran wilayah

kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta.

Pengambilan sampel dimulai dari kemungkinan jalur

distribusi level paling bawah, yaitu pengecer/ritel

tingkat kampung, yaitu kios/warung.

Komoditas yang menjadi obyek pengamatan

ditentukan berdasarkan informasi dari BPS tentang

komoditas yang menyumbang inflasi cukup besar

di Kota Yogyakarta. Komoditas terdiri dari

kelompok komoditas sektor pertanian (beras, sayur,

cabe, bawang merah), komoditas sektor

peternakan (telur, daging ayam, daging sapi),

komoditas minyak goreng dan mie instan, serta

komoditas gula pasir.

Komoditas Pertanian

Alur distribusi berawal dari petani ke tengkulak

lalu ke kios/pedagang pasar dan terakhir ke warung.

Para petani menjual hasil pertaniannya lewat

tengkulak karena faktor teknis transportasi, waktu

kerja dan keterbatasan jaringan pedagang. Daerah

yang menjadi sentra untuk penyediaan komoditas

pertanian (sayur, cabe, bawang) di DIY antara lain

Bantul, Kulonprogo, Kalasan/Boyolali, Muntilan/

KONSUMEN

KIOS/WARUNG

DISTRIBUTOR BESAR

DISTRIBUTOR/PASAR

PRODUSEN

Gambar 1.1 Alur Penelusuran Nilai Tambah dan Jalur Distribusi

Page 66: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

52 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Magelang dan Wonosobo. Sentra beras di DIY

banyak berasal dari Sleman (Godean dan

sekitarnya), Bantul dan Jawa Tengah bagian selatan

(Sragen dan sekitarnya). Konsumen banyak yang

memilih belanja di warung karena faktor lokasi,

kuantitas pembelian dan kebutuhan yang

mendadak. Pada pasar modern, supplier komoditas

pertanian harus memenuhi kriteria yang sudah

ditetapkan, namun pola kerjasama berlaku jangka

panjang. Penentuan harga pada komoditas

pertanian ditentukan melalui mekanisme pasar,

namun tengkulak memiliki peran sebagai price

makers.

Pasar komoditas pertanian lebih bersifat pasar

persaingan, karena jumlah produsen, tengkulak/

pedagang besar dan pedagang berjumlah banyak.

Nilai tambah terbesar dinikmati oleh para

tengkulak, karena tengkulak lebih banyak

menanggung biaya transportasi dan menanggung

risiko produk yang sangat rentan dari sisi waktu.

Komoditas Peternakan

Komoditas peternakan (daging ayam) memiliki

pola distribusi dari peternak ke pemotongan

dilanjutkan ke pedagang pasar/kios kemudian

warung. Para peternak/pedagang ayam, selain

menjual ayam sudah dalam kondisi terpotong, juga

menjual ayam kondisi hidup. Sementara itu,

komoditas daging sapi memiliki pola distribusi yang

sedikit berbeda, yaitu berawal dari peternak-

pemotongan-pedagang pasar/depo daging. Pada

komoditas ini, jalur distribusi lebih banyak terhenti

pada level pedagang pasar/depo bukan pada

warung. Hal ini lebih disebabkan karakter produk,

dimana konsumen lebih banyak para pengusaha

makanan dan relatif sedikit konsumen akhir yang

berasal dari rumah tangga. Implikasinya, pada level

warung, jarang yang menjual komoditas secara

langsung. Sentra penghasil komoditas peternakan,

untuk produk telur banyak berasal dari Kaliurang,

Kulonprogo dan beberapa daerah di Jawa Tengah.

Sementara untuk sentra ayam potong ada di

Kulonprogo dan Sleman, sedangkan untuk daging

sapi, ternak banyak berasal dari Boyolali &

sekitarnya serta Magelang & sekitarnya. Pada

komoditas telur, para peternak menjual langsung

pada para pedagang pasar/kios, namun tetap ada

para pedagang/tengkulak yang menjadi

intermediator. Mayoritas pengelola pasar modern

menyatakan sudah memiliki supplier tetap untuk

komoditas telur dan daging, sebagai upaya

keterjaminan kualitas produk (quality insurance) dan

kontinuitas penyediaan komoditas perternakan.

Harga ditentukan melalui mekanisme pasar, bahkan

pada produk telur dan daging ayam, posisi peternak

memiliki andil yang cukup besar dalam penentuan

harga. Pada pasar modern, kebijakan harga

dikonfirmasi pada pengelola pasar modern di kantor

pusat, dipengaruhi oleh harga dari pedagang besar

dan hal lain, seperti ekspektasi permintaan, seperti

momentum hari raya keagamaan.

Pasar komoditas peternakan lebih bersifat

pasar persaingan. Hal tersebut didasarkan pada

karakteristik jumlah produsen, jumlah tengkulak/

pedagang besar dan jumlah pedagang yang

kesemuanya dalam jumlah banyak. Nilai tambah

terbesar dinikmati oleh para pedagang pasar/kios

dan posisi kedua pada para tengkulak.

Komoditas Minyak Goreng dan Mie

Instan

Komoditas minyak goreng memiliki pola

distribusi dari pabrikan-distributor/agen, yang

mayoritas berada diluar DIY, yaitu dari Semarang,

Cilacap dan Surabaya, kemudian terdistribusi ke

level toko/pedagang-warung. Hal yang sama terjadi

pada komoditas mie instan, dengan agen terbesar

di DIY bahkan di Indonesia yaitu PT Indomacro. Para

agen/pedagang, selain mendistribusikan pada

pedagang pasar juga memasok pada pasar modern

Page 67: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

53Bab 2 - Perkembangan Inflasi

juga pada level toko. Dengan demikian, margin

harga yang dinikmati relatif kecil, khususnya level

toko/pedagang pasar. Harga kedua komoditas ini

sangat dipengaruhi kebijakan harga pada tingkat

agen/distributor utama dan sangat terkait dengan

harga input pada level pabrikan dan dipengaruhi

harga input pasar internasional. Dengan demikian,

penciptaan harga pada komoditas ini menggunakan

mekanisme pasar yang lebih dikendalikan pada

level distributor utama dan atau pabrikan.

Pada komoditas minyak goreng, meskipun

harga sangat dipengaruhi mekanisme pasar, namun

untuk melindungi kepentingan konsumen domestik,

pemerintah juga melakukan intervensi dengan

menerapkan peningkatan pajak ekspor.

Pasar komoditas minyak goreng dan mie

instan lebih bersifat pasar persaingan, terkait

dengan tingkat kompetisi antar produsen serta

variasi produk.

Komoditas Gula Pasir

Komoditas gula pasir memiliki pola distribusi

dari pabrikan-distributor/pedagang besar, kemudian

terdistribusi ke level toko/pedagang-warung.

Meskipun DIY memiliki satu pabrik gula (PT

Madukismo), namun produk gula pasir yang beredar

di DIY juga berasal dari luar, termasuk gula impor.

Harga komoditas ini ditentukan dengan mekanisme

pasar. Harga pada tingkat pabrikan ditentukan

melalui mekanisme lelang tertutup. Harga pada

tingkat kios/pedagang pasar sangat dipengaruhi

oleh harga jual yang diberikan para pedagang besar,

sehingga posisi pedagang besar dalam penentuan

harga cukup besar. Selain itu, penentuan harga

komoditas ini juga terkait dengan karakteristik pasar

produk di tingkat internasional.

Pasar komoditas gula dalam konteks lokal

lebih bersifat pasar oligopoli, karena penguasaan

harga sangat ditentukan oleh peran pedagang besar

yang jumlahnya sedikit. Selain ditentukan dari

keputusan lelang, harga juga ditentukan oleh harga

komoditas yang berasal dari luar DIY, termasuk dari

impor.

Rekomendasi Kebijakan

1. Komunikasi pemangku kepentingan dengan

para pelaku bisnis pada level tersebut sangat

diperlukan, dalam rangka upaya pengendalian

harga barang.

2. Dalam pengambilan kebijakan ekonomi yang

berimplikasi pada harga suatu komoditas, seperti

harga BBM, kampanye bahaya flu burung,

subsidi minyak goreng dan kebijakan lainnya,

diharapkan mencermati aspek ketepatan waktu

sehingga kebijakan efektif dan meminimalkan

dampak pada kondisi pasar.

3. Perlu studi serupa dengan skala sampel yang

lebih luas, dengan pola pelaksanaan yang

kontinyu sehingga ada komplemen informasi

untuk pengendalian harga.

Page 68: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

54 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapPPPPPerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIY

Latarbelakang Penelitian

Bank Indonesia telah mengimplementasikan

kerangka kerja kebijakan moneter dengan inflation

targeting framework dengan pendekatan jalur suku

bunga atau BI Rate sejak Juli 2005. Pengaturan suku

bunga oleh BI diharapkan dapat mempengaruhi suku

bunga perbankan dan akhirnya berdampak pada

aktivitas sektor riil yang tercermin pada aggregate

demand dan inflasi. Kebijakan suku bunga ini

diduga mempengaruhi perekonomian daerah.

Mempertimbangkan perubahan tersebut maka

Bank Indonesia Yogyakarta melaksanakan studi

untuk mengkaji bagaimana transmisi kebijakan

moneter pada perekonomian daerah khususnya

bagaimana respon suku bunga perbankan,

ekspektasi inflasi dan investasi di DIY terhadap suku

bunga kebijakan moneter di Indonesia.

Tujuan, Variabel dan Data Penelitian

Studi ini bertujuan untuk menganalisis

mekanisme transmisi suku bunga kebijakan

berdasarkan data 26 Bank Umum dan 8 Bank

Perkreditan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta

selama periode 2000 sampai 2007. Data yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan data

runtut waktu bulanan. Ruang lingkup penelitian ini

dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu: (1) Bank Umum

dan (2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada lingkup

Bank Umum, penelitian ini menggunakan 2 (dua)

kelompok sampel yaitu:

1. Untuk mengkaji keterkaitan antar variabel suku

bunga (pricing) pada Bank Umum di DIY maka

digunakan sampel data yang berasal dari Bank

Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi DIY.

2. Untuk mengkaji keterkaitan antar variabel

nominal (quantity) pada Bank Umum di DIY

maka digunakan sampel data yang berasal dari

26 Kantor Cabang Bank Umum yang bertindak

sebagai Bank Pelapor (Laporan Bank Umum) di

Provinsi DIY yang telah beroperasi sejak tahun

2000, yaitu: Bank BRI (3 kantor), Bank BBI, Bank

Mandiri, Bank Lippo, Bank BNI (3 kantor), Bank

CIC, Bank BDI, Bank BPD (6 kantor), Bank

Permata, Bank BTN, Bank BCA, Bank BTPN, Bank

BII, Bank Mega, Bank Niaga (2 kantor) dan Bank

Bukopin.

Sedangkan data dari BPR berasal dari 8

(delapan) BPR di Provinsi DIY dengan kriteria

memiliki nilai aset yang relatif besar dan telah

beroperasi sejak tahun 2000. Konsep pemodelan

menggunakan konsep Structural Vector

Autoregression (SVAR) Models yang memiliki

keunggulan penggunaan restriksi berdasarkan teori

ekonomi dalam menganalisis Impulse Response dan

Variance Decomposition serta mempertimbangkan

skema hubungan dan bentuk urutan yang dimiliki

model (ordering).

Berdasarkan model SVAR yang digunakan

dalam penelitian ini, maka variabel yang digunakan

terdiri dari:

1. Variabel suku bunga kebijakan (policy rates)

menggunakan proxy data SBI 1 bulan selama

periode sebelum Inflation Targeting dan data BI

Rate setelah diberlakukannya kerangka

kebijakan meneter Inflation Targeting.

2. Variabel suku bunga simpanan perbankan

(funding) menggunakan proxy data suku bunga

Deposito 1 bulan dan Tabungan perbankan (Bank

Page 69: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

55Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Umum dan BPR) di DIY. Data suku bunga

tersebut diperoleh dari laporan masing-masing

bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia

Yogyakarta.

3. Variabel suku bunga kredit perbankan (lending)

menggunakan proxy data suku bunga Kredit

Modal Kerja dan Kredit Konsumsi perbankan di

DIY berdasarkan laporan masing-masing bank

yang disampaikan kepada Bank Indonesia

Yogyakarta.

4. Variabel kuantitas perbankan (quantity)

menggunakan proxy data posisi kredit modal

kerja dan kredit konsumsi perbankan di DIY

berdasarkan laporan masing-masing bank yang

disampaikan kepada Bank Indonesia Yogyakrta.

5. Variabel perkembangan harga (inflation)

menggunakan proxy data Indeks Harga

Konsumen (IHK) Kota Yogyakarta yang diperoleh

dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi yang dilaksanakan

selama 6 bulan mulai bulan Juli sampai dengan

Desember 2007 maka disimpulkan:

1. Perubahan suku bunga kebijakan diikuti searah

oleh perubahan suku bunga Bank Umum di DIY,

terutama pada suku bunga deposito. Cepatnya

respon penurunan suku bunga deposito tersebut

diduga terkait dengan upaya Bank Umum dalam

menurunkan cost of fund dalam menyikapi

permasalahan kelebihan likuiditas di Bank

Umum DIY.

2. Meskipun memiliki respon sesuai dengan

ekspektasi rasional, namun perubahan suku

bunga tabungan dan kredit modal kerja

membutuhkan waktu respon yang relatif

panjang (kurang responsif). Bahkan respon suku

bunga kredit konsumsi Bank Umum

menunjukkan hal yang berlawanan dengan

ekspektasi rasional, yaitu shock penurunan suku

bunga kebijakan diikuti oleh kenaikan suku

bunga kredit konsumsi. Hubungan anomali

antara suku bunga kebijakan dengan suku

bunga kredit konsumsi antara lain dipengaruhi

oleh ekspektasi rasional masyarakat yang

menilai bahwa penurunan suku bunga kebijakan

merupakan indikasi membaiknya kondisi

makroekonomi, sehingga meningkatkan

permintaan kredit konsumsi dan selanjutnya

Bank Umum menyikapinya dengan menaikkan

suku bunga kredit konsumsi.

4. Berbeda dengan kondisi pada Bank Umum,

perubahan suku bunga kebijakan tidak terlalu

mempengaruhi pergerakan suku bunga BPR

(deposito, tabungan dan kredit modal kerja),

kecuali pada suku bunga kredit konsumsi BPR

yang merespon pergerakan suku bunga

kebijakan meskipun dampaknya relatif kecil.

5. Tidak berjalannya mekanisme transmisi suku

bunga kebijakan pada BPR terutama dipengaruhi

oleh kondisi BPR yang secara umum masih

mengalami permasalahan kekurangan likuiditas,

sebagaimana tercermin dari angka LDR yang

masih tinggi (rata-rata di atas 100%). Dengan

kondisi ini, penentuan suku bunga di BPR lebih

dipengaruhi oleh tingkat likuiditasnya bukan

pada suku bunga kebijakan BI.

6. Mekanisme pasar pada bisnis perbankan DIY

(Bank Umum dan BPR) secara umum berjalan

cukup efektif, kecuali pada tabungan, dimana

penurunan suku bunga tabungan akan direspon

oleh peningkatan volume tabungan. Anomali

pada tabungan antara lain karena faktor

determinan penanaman dana pada tabungan

lebih didominasi oleh motif transaksi sehingga

keputusan nasabah tidak sensitif terhadap

perubahan suku bunga tabungan.

7. Studi ini memperoleh temuan bahwa secara

tidak langsung suku bunga kebijakan memiliki

pengaruh terhadap inflasi. Mekanisme transmisi

Page 70: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

56 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

dari suku bunga kebijakan sampai dengan inflasi

terutama berlangsung pada jalur kuantitas (dana

di Bank Umum), baik melalui jalur volume

deposito maupun volume tabungan. Penurunan

suku bunga kebijakan pada gilirannya

mengakibatkan terjadinya penurunan inflasi,

yang nampaknya tidak sejalan dengan standar

teori makroekonomi, dimana penurunan suku

bunga kebijakan seyogyanya akan

meningkatkan tekanan inflasi sebagai dampak

naiknya permintaan agregat. Anomali ini terjadi

antara lain karena kharakteristik perekonomian

DIY didominasi oleh sektor usaha yang bersifat

padat tenaga kerja (labor intensive) sehingga

penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti

oleh penurunan suku bunga kredit tidak dapat

langsung mendongkrak kenaikan volume kredit,

yang pada akhirnya tidak memberi tekanan

terhadap inflasi di Kota Yogyakarta.

8. Inovasi penurunan suku bunga kebijakan

memiliki implikasi yang berbeda antara volume

deposito dengan volume tabungan, yaitu volume

deposito turun sedangkan volume tabungan

naik. Hal ini merupakan indikasi terjadinya

shifting dana simpanan di perbankan dari

deposito ke tabungan. Dugaan shifting dana

tersebut dikonfirmasi oleh data share deposito

yang cenderung menurun dari 36,82% pada

akhir tahun 2005 menjadi 33,11% pada triwulan

III tahun 2007. Terjadinya perpindahan dana ini

antara lain dipengaruhi oleh upaya bank untuk

mengurangi porsi deposito yang memiliki cost

of fund yang realatif tinggi dibandingkan dengan

cost of fund tabungan. Di lain pihak, fenomena

shifting dana juga terkait dengan preferensi

nasabah yang lebih cenderung pada tabungan

mengingat suku bunga deposito dirasa semakin

tidak menarik pada saat kecenderungan suku

bunga sedang mengalami penurunan.

Page 71: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

57Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Model Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota Yogyakarta

Latarbelakang Penelitian

Dalam Inflation Targetting Framework (ITF),

instrumen kebijakan moneter yang digunakan

adalah suku bunga kebijakan (BI-Rate). Pengaturan

BI-rate diharapkan dapat mempengaruhi suku

bunga perbankan (pasar) yang pada gilirannya

berdampak pada aggregate demand dan inflasi.

Penetapan BI rate ini umumnya akan in-line dengan

proyeksi (target) inflasi (inflation targeting) yang

ditetapkan oleh Pemerintah. Semakin cepat respon

masyarakat terhadap arah suku bunga kebijakan,

maka diharapkan semakin kecil perbedaan antara

ekspektasi inflasi masyarakat dengan target inflasi

yang ditetapkan Pemerintah. Hal ini dapat juga

diartikan bahwa kebijakan moneter cukup efektif

mempengaruhi ekspektasi masyarakat akan arah

inflasi. Oleh karena itu, ketepatan dalam proyeksi/

penentuan target inflasi merupakan prasyarat yang

sangat penting bagi Bank Indonesia sebelum

memberi masukkan kepada Pemerintah.

Masukan dari berbagai pihak khususnya dari

kantor-kantor Bank Indonesia di daerah terkait

dengan inflasi menjadi sangat krusial, karena Inflasi

daerah memegang peran yang penting mengingat

kontribusinya yang relatif besar bagi inflasi nasional

(daerah 73%, Jakarta 27%). Disamping itu, sebagai

negara kepulauan, pembentukan inflasinya tidak

terlepas dari andil inflasi daerah, dimana inflasi

tersebut umumnya mengikuti “alur spiral”, semakin

banyak kepulaun dan semakin jauh jarak antar

pulau/daerah dengan pusat produksi maka akan

semakin berpotensi menimbulkan tekanan inflasi

(spiral inflation). Dengan kondisi ini, inflasi akan

semakin tinggi jika terjadi gangguan jalur distribusi.

Hal ini terbukti pada penelitian jalur distribusi

komoditas penyumbang terbesar Inflasi Yogyakarta

yang dilakukan Bank Indonesia Yogyakarta (2007)

dimana menunjukkan bahwa jalur distribusi

memegang peranan yang cukup besar dalam

pembentukan inflasi DIY.

Tujuan Penelitian

Dengan kondisi tersebut Bank Indonesia

Yogyakarta berinisiatif melakukan penelitian terkait

dengan karakteristik dan faktor-faktor pembentuk

inflasi Kota Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan

memperoleh gambaran terkait faktor-faktor

determinan inflasi kota Yogykarta, melalui pengujian

faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi Yogyakarta

berdasarkan teori Phillips Curve; mencari model

adhoc Inflasi Kelompok Utama Pembentuk Inflasi

Yogyakarta; mencari model adhoc Inflasi Komoditas

Utama Pembentuk Inflasi Yogyakarta; dan mencari

model proyeksi univariate Inflasi Yogyakarta; serta

mencari model proyeksi multivariate Inflasi

Yogyakarta. Selanjutnya tujuan tersebut dikemas

dalam 3 (tiga) bentuk model yakni model umum,

adhoc dan model proyeksi.

Intepretasi Model

Diperoleh 5 model Inflasi Yogyakarta yakni:

(1) model OLS untuk IHK Umum yang berbasis Kurva

Phillips, (2) model inflasi pembentuk inflasi (adhoc),

yakni: (2.a) model IHK Bahan Makanan [ARCH (1)]

dan (2.b) IHK Beras (OLS), (2.c) model univariate

IHK Umum [ARIMA(1,1,1) (1,0,1)4] dan (2.d) model

multivariate IHK Umum [SVAR(1)] yang berbasis

Kurva Phillips.

Page 72: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

58 Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Model OLS IHK Umum Berbasis KurvaPhillips

Dalam model OLS untuk IHK Umum Kota

Yogyakarta dipengaruhi oleh Ekpektasi Inflasi (IHKt-

1), Output Gap dan Harga premium. Semua koefisien

variabel bebas menunjukkan nilai yang signifikan.

Namun terdapat satu variabel yang tidak sesuai

dengan teori yakni variabel Output Gap dimana

koefisiennya bertanda negatif. Pergerakan yang

berbeda arah ini, kemungkinan disebabkan oleh

pengaruh karakteristik ekonomi DIY yang sangat

dipengaruhi oleh faktor musiman (panen/liburan).

Ketika musim panen telah tiba, produksi pertanian

melimpah, harga-harga komoditas pertanian

menurun. Sebaliknya, ketika musim tidak panen/

kemarau produksi berkurang maka harga-harga

terdorong naik.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu

sektor dominan pembentuk PDRB DIY selain sektor

Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Jasa-jasa,

juga sektor Pertanian. Ketika kinerja sektor

pertanian mengalami penurunan kinerja, maka

dapat diperkirakan bahwa arah pertumbuhan PDRB

juga akan menurun.

Sedangkan beberapa komoditas sektor

Pertanian ini juga merupakan kelompok

penyumbang inflasi terbesar Kota Yogyakarta

terutama kelompok Bahan Makanan (Subkelompok

Padi-padian-Komoditas beras).

Temuan lain dari model pertama adalah

variabel ekspektasi inflasi (dihkt-1) memiliki nilai

koefisien yang paling besar. Hal ini dapat diartikan

bahwa arah inflasi Yogyakarta banyak ditentukan

oleh ekpektasi masyarakat akan inflasi. Kondisi ini

in-line dengan hasil Survei Ekspektasi Konsumen

Yogyakarta.

Model ARCH IHK Bahan Makanan

Dalam model Inflasi pembentuk Inflasi, IHK

Bahan Makanan diperoleh persamaan ARCH(1),

karena model mengandung autokorelasi,

heterokedastisitas dan terdapat efek ARCH. Dalam

model ini diperoleh hasil overfitting bahwa variabel

harga Premium dan Nilai Tukar mempunyai

pengaruh yang signifikan dan arahnya sesuai dengan

teori.

Model OLS IHK Beras

IHK Beras diperoleh model OLS dengan

variabel bebas Penyaluran Beras oleh Bulog dan

Harga Kerosene. Arah pengaruh masing-masing

variabel sudah sesuai dengan logika. Hasil ini juga

menunjukkan bahwa peran Bulog dalam periode

penelitian dapat mempengaruhi harga beras.

Model ARIMA IHK Umum

Model Univariate Time Series diperoleh model

ARIMA (1,1,1) (1,0,1) 4. Model yang terpilih ini

memiliki root mean square error (RMSE) terkecil

dan telah memenuhi prinsip parsimonious (model

yang paling sederhana).

Model SVAR IHK Umum Berbasis KurvaPhillips

Model Multivariate Time Series diperoleh

model SVAR(1). SVAR ini dikembangkan melalu

persamaan structural Kurva Phillips, dimana variabel

yang dimasukkan dalam model adalah IHK Umum,

Output Gap dan Premium. Variabel Ekpektasi Inflasi

dikeluarkan dari model, karena pergerakan datanya

identik dengan IHK Umum (near singular matrix).

Sehingga orderingnya menjadi Premium, Output Gap

dan IHK Umum. Hasil impulse response ,

menunjukkan bahwa shock variabel premium

direspon oleh variabel IHK cukup signifikan dan

lama. Sedangkan shock Output Gap, kurang

direspon oleh IHK Umum.

Page 73: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

59Bab 2 - Perkembangan Inflasi

Kesimpulan

Secara umum, Hasil analisis menunjukkan

bahwa bentuk umum model Inflasi Yogyakarta

berjalan sesuai teori Philips Curve dimana

dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, output gap dan

shock harga premium. Selanjutnya, model adhoc

Inflasi pembentuk inflasi Kota Yogyakarta, yakni

inflasi “Kelompok Bahan Makanan” dipengaruhi

oleh nilai tukar Rupiah dan harga premium,

sedangkan model adhoc inflasi “Komoditas Beras”

dipengaruhi oleh penyaluran beras Bulog dan harga

Kerosene. Sementara itu, model proyeksi inflasi

dengan menggunakan univariate time series yang

memiliki Root Mean Square Error (RMSE) terkecil

dan paling parsimony adalah model ARIMA (1,1,1)

(1,0,1)4, sedangkan model multivariate time series

adalah SVAR(1) dengan ordering harga premium,

output gap dan IHK Umum. Secara umum, Inflasi

Yogyakarta didominasi oleh pengaruh ekspektasi

inflasi (t-1) dan shock disisi penawaran khususnya

harga premium.

Page 74: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Page 75: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

61Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Bab 3:Bab 3:Bab 3:Bab 3:Bab 3:PPPPPerkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perbankanerbankanerbankanerbankanerbankan

GAMBARAN UMUM

Perkembangan Kelembagaan

Sampai dengan akhir tahun 2007, jumlah jaringan kantor bank, tidak

termasuk kantor kas Bank Perkreditan Rakyat, tercatat sebanyak 865 kantor, atau

mengalami penambahan sebanyak 44 kantor (6,74%) jika dibandingkan dengan

tahun 2006 yang tercatat sebanyak 757 kantor. Peningkatan jumlah jaringan kantor

ini terutama terjadi pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Umum sebanyak

24 kantor. Hal ini merupakan bentuk realisasi komitmen perbankan dalam

memberikan fasilitas kemudahan kepada para nasabahnya dalam melakukan

transaksi perbankan. Jika ditinjau dari jenisnya, jumlah Kantor Pusat Bank Umum

adalah 1 kantor, yaitu Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta, sedangkan Kantor

Wilayah juga masih berjumlah 1 kantor, yaitu Bank Rakyat Indonesia.

Sedangkan pada kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami

penurunan sebanyak 7 kantor. Pengurangan ini merupakan perubahan status kantor

beberapa bank sebagai akibat merger dan konsolidasi. Pada bulan April 2007

Posisi Ptumb1 Posisi Ptumb1

A 596 680 757 12,92 808 6,74 1 Kantor Pusat/Kantor Wilayah 2 2 2 - 2 -

a. Konvensional 2 2 2 - 2 - b. Syariah - - - - - -

2 Kantor Cabang 41 40 41 2,44 42 2,44 a. Konvensional 37 35 36 2,70 36 - b. Syariah 4 5 5 - 6 20,00

3 Kantor Cabang Pembantu 73 98 102 5,48 105 2,94 a. Konvensional 72 94 98 5,56 101 3,06 b. Syariah 1 4 4 - 4 -

4 Kantor Kas 124 127 159 25,81 175 10,06 a. Konvensional 122 124 153 23,77 168 9,80 b. Syariah 2 3 6 150,00 7 16,67

5 Kas Mobil 8 5 5 - 3 (40,00) a. Konvensional 8 5 5 - 3 (40,00) b. Syariah - - - - - -

6 Payment Point 23 24 24 - 33 37,50 a. Konvensional 23 24 24 - 29 20,83 b. Syariah - - - - 4 -

7 Anjungan Tunai Mandiri 325 384 424 12,31 448 5,66 a. Konvensional 324 383 423 12,35 447 5,67 b. Syariah 1 1 1 - 1 -

B Bank Perkreditan Rakyat 65 65 64 (1,54) 57 (10,94)1 Kantor Pusat 65 65 64 (1,54) 57 (10,94)C Total (A + B) 661 745 821 11,50 865 5,36

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

Tabel 3.1Jaringan Kantor Bank

2007No

20062004 2005

Bank Umum

Uraian

Page 76: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

62 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

terjadi konsolidasi PT BPR Mataram Kasih, PT BPR Mataram Sewon, PT BPR

Mataram Banguntapan, PT BPR Mataram Gamping, PT BPR Mataram Godean

dan PT BPR Mataram Ngaglik. Konsolidasi yang dilakukan pada bulan Juli ini

menjadi PT BPR Mataram Mitra Manunggal. Selain itu, pada bulan Mei 2007

terjadi merger PT BPR Swadharma Banguntapan, PT BPR Swadharma Mlati dan

PT BPR Swadharma Godean. Dengan merger ini, PT BPR Swadharma Mlati dan

PT BPR Swadharma Godean berubah status menjadi Kantor Cabang, sedangkan

PT BPR Swadharma Banguntapan menjadi Kantor Pusatnya. Di sisi lain, terdapat

pembukaan 3 (tiga) kantor BPR Syariah (BPRS) baru, yaitu PT BPRS Barokah Dana

Sejahtera, PT BPRS Mitra Amal Mulia dan PT BPRS Madina Mandiri Sejahtera

yang masing-masing mulai beroperasi pada tanggal 1 November 2007, 22 November

2007 dan 1 Desember 2007. Tiga BPRS tersebut menambah jumlah kantor pusat

BPR di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Jenis kantor lain yang mengalami pertumbuhan pesat adalah Kantor Kas,

dengan jumlah penambahan kantor sebanyak 16 kantor (10,06%). 15 kantor

diantaranya merupakan Kantor Kas Bank Umum Konvensional dan 1 kantor lainnya

merupakan Kantor Kas Bank Umum Syariah.

Perkembangan Kinerja

Kinerja perbankan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup

menggembirakan, seiring dengan kondisi perekonomian yang semakin kondusif.

Peningkatan kinerja tersebut terutama tercermin pada penyaluran kredit yang

mencapai 21,14% (Tabel 3.4), melampaui angka perkiraan yang telah ditetapkan

pada awal tahun 2007 sebesar 19,50%, namun masih berada di bawah pencapaian

kredit Nasional sebesar 26,36%.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Bank 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Bank Umum 10.944 12.382 15.279 93,13 23,40 17.505 92,33 14,57 2 BPR 907 1.015 1.128 6,87 11,10 1.454 7,67 28,94 B Jenis Usaha Bank 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Konvensional 11.635 13.102 16.030 97,71 22,35 18.431 97,22 14,97 2 Syariah 215 294 376 2,29 27,77 528 2,78 40,27 C Wilayah 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Bantul 681 742 1.006 6,13 35,65 1.121 5,91 11,43 2 Gunungkidul 309 363 460 2,81 26,79 533 2,81 15,75 3 Kulonprogo 408 453 577 3,51 27,41 652 3,44 13,08 4 Sleman 2.175 2.431 3.051 18,59 25,49 3.333 17,58 9,26 5 Yogyakarta 8.276 9.408 11.313 68,95 20,24 13.319 70,25 17,74

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

2006

Tabel 3.2Aset Perbankan

No Uraian2007

2004 2005

Page 77: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

63Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pertumbuhan Aset perbankan sebesar 15,55% juga melampaui perkiraan

sebesar 13,50%, dan berada di bawah pertumbuhan Aset Nasional sebesar

17,32%. Namun di sisi lain dana dari masyarakat yang berhasil dihimpun oleh

Perbankan DIY, Dana Pihak Ketiga (DPK), hanya tumbuh sebesar 11,68%, di

bawah angka perkiraan sebesar 12,50%, dan kembali lagi berada di bawah

peningkatan DPK Perbankan Nasional sebesar 17,40%

Aset perbankan di DIY naik sebesar Rp2.552 miliar, sebesar Rp2.226 miliar

berasal dari peningkatan Aset Bank Umum dan sebesar Rp326 miliar merupakan

peningkatan Aset BPR. Berdasarkan jenis usaha bank, peningkatan Aset perbankan

Konvensional tercatat sebesar Rp2.400 miliar (14,97%) dan perbankan Syariah

sebesar Rp152 miliar (40,27%). Pertumbuhan tinggi aset perbankan Syariah

tersebut menyebabkan pangsa aset perbankan Syariah DIY terhadap total aset

perbankan mengalami peningkatan dari 2,29% pada tahun 2006 menjadi 2,78%

pada tahun 2007. Hal ini didorong oleh penambahan jaringan kantor perbankan

Syariah, baik Bank Umum maupun BPR. Pada Bank Umum, terdapat pembukaan

1 Unit Usaha Syariah (UUS) milik bank lokal, yaitu PT Bank Pembangunan Daerah

Istimewa Yogyakarta. Sedangkan pada BPR, terdapat pembukaan 3 (tiga) BPRS

baru pada akhir November 2007. Pangsa perbankan Syariah ini diharapkan dapat

terus mengalami peningkatan dan memberikan kontribusi terhadap tercapainya

target nasional pangsa perbankan Syariah sebesar 5%.

Berdasarkan wilayah, angka pertumbuhan Aset terbesar terdapat pada

perbankan di Kota Yogyakarta sebesar 17,74% dari Rp11.313 miliar menjadi

Rp13.319 miliar. Sedangkan pangsa Aset Perbankan DIY terbesar masih terdapat

pada perbankan di Kota Yogyakarta yang menguasai sebesar 70,25% dari total

Aset perbankan DIY. Hal ini lebih disebabkan karena banyaknya bank yang

berkedudukan di Kota Yogyakarta, terutama Bank Umum.

Dari sisi penghimpunan dana masyarakat atau yang biasa disebut sebagai

Dana Pihak Ketiga (DPK), pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp16.450 miliar,

tumbuh 11,68%, berada di bawah angka perkiraan sebesar 12,50%, dan di bawah

pertumbuhan DPK Nasional sebesar 17,40%. Peningkatan gaji PNS, peningkatan

UMP DIY tahun 2006 ke tahun 2007 dan pencairan dana rekonstruksi dan

rehabilitasi yang sebelumnya diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan DPK

ternyata belum mampu merealisasikan hal ini terkait dengan tingginya angka

inflasi dan mulai selesainya proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.

Dana masyarakat tersebut tersimpan di Bank Umum sebesar Rp15.382

miliar dan di BPR sebesar Rp1.067 miliar, dengan pertumbuhan masing-masing

sebesar 10,60% dan 30,00%. Pertumbuhan DPK tinggi yang dialami oleh BPR

Grafik 3.1Indikator Perbankan

2,04 3,40 4,49 5,05

47,30

54,8350,77

55,07

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

2004 2005 2006 2007

Miliar Rp

0

10

20

30

40

50

60

70

80%

Aset Dana Pihak Ketiga Kredit NPLs LDR

Page 78: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

64 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

disebabkan beralihnya nasabah penyimpan dari Bank Umum ke BPR terkait dengan

penurunan suku bunga simpanan yang merupakan respon dari penurunan BI Rate

sebagai suku bunga acuan perbankan. Seiring dengan membaiknya prospek

perekonomian, Bank Indonesia secara bertahap menurunkan BI Rate hingga

mencapai 8%, atau turun 175 basis poin dibandingkan dengan akhir tahun 2006.

Penurunan tersebut juga diikuti oleh turunnya suku bunga pasar, termasuk suku

bunga simpanan dan suku bunga kredit.

Berdasarkan jenis usaha bank, simpanan masyarakat ini sebanyak Rp15.995

miliar tersimpan di perbankan Konvensional, sedangkan sebanyak Rp455 miliar

lainnya tersimpan di perbankan Syariah dengan pertumbuhan masing-masing

sebesar 11,06% dan 39,20%.

Berdasarkan jenis simpanannya, DPK tersebut sebesar 49,56% atau

Rp8.153 miliar berbentuk Tabungan, 32,90% berbentuk Deposito, sedangkan

17,54% lainnya berbentuk Giro. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada jenis

simpanan berbentuk Tabungan yaitu sebesar 17,62%, diikuti oleh Giro sebesar

11,22% dan Deposito sebesar 4,01%. Sementara itu, stabilnya nilai tukar Rupiah

terhadap mata uang asing pada tahun laporan menyebabkan simpanan dalam

bentuk valuta asing mengalami penurunan sebesar 4,49%, sedangkan simpanan

dalam bentuk Rupiah mengalami peningkatan sebesar 12,59%.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Bank 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Bank Umum 10.215 11.464 13.908 94,43 21,32 15.382 93,51 10,60 2 BPR 630 726 821 5,57 13,12 1.067 6,49 30,00 B Jenis Usaha Bank 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Konvensional 10.650 11.943 14.402 97,78 20,59 15.995 97,24 11,06 2 Syariah 195 247 327 2,22 32,45 455 2,76 39,20 C Jenis Simpanan 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Giro 1.904 1.848 2.595 17,62 40,39 2.886 17,54 11,22 2 Tabungan 5.588 5.606 6.932 47,06 23,64 8.153 49,56 17,62 3 Deposito 3.353 4.735 5.203 35,32 9,88 5.411 32,90 4,01 D Jenis Valuta 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Rupiah 10.269 11.515 13.948 94,70 21,12 15.704 95,46 12,59 2 Valuta Asing 577 674 781 5,30 15,85 746 4,54 -4,49 E Wilayah 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Bantul 535 601 863 5,86 43,50 978 5,95 13,36 2 Gunungkidul 258 286 390 2,65 36,45 421 2,56 7,95 3 Kulonprogo 345 388 514 3,49 32,46 550 3,34 6,87 4 Sleman 1.985 2.222 2.845 19,32 28,04 3.046 18,51 7,04 5 Yogyakarta 7.723 8.692 10.116 68,68 16,39 11.455 69,64 13,23

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

2006

Tabel 3.3Dana Pihak Ketiga Perbankan

No Uraian2007

2004 2005

Page 79: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

65Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Dana masyarakat yang berhasil dihimpun kemudian disalurkan kembali

melalui Kredit sebesar Rp9.059 miliar, tumbuh 21,14% jika dibandingkan dengan

tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp7.478 miliar. Sebagaimana telah dikemukakan

sebelumnya, angka pertumbuhan Kredit pada tahun ini lebih besar dari angka

pertumbuhan tahun 2006 yang tercatat sebesar 11,88% dan lebih tinggi dari

sasaran awal tahun 2007 yang ditetapkan sebesar 19,50%. Penurunan secara

bertahap BI Rate sejak pertengahan tahun 2006 yang selanjutnya direspon oleh

perbankan dengan menurunkan suku bunga kreditnya, mampu mendorong

pertumbuhan Kredit perbankan DIY.

Kredit tersebut sebesar Rp7.989 miliar disalurkan oleh Bank Umum dan

sebesar Rp1.070 miliar disalurkan oleh BPR. Berdasarkan jenis usaha, penyaluran

kredit perbankan Konvensional dan perbankan Syariah masing-masing sebesar

Rp8.584 miliar dan Rp474 miliar dan tumbuh masing-masing sebesar 21,55% dan

14,13%.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

I Kredit 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 A Jenis Bank 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Bank Umum 4.438 5.852 6.616 88,48 13,07 7.989 88,19 20,74 2 BPR 692 832 861 11,52 3,49 1.070 11,81 24,23 B Jenis Usaha Bank 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Konvensional 4.943 6.380 7.062 94,44 10,70 8.584 94,77 21,55 2 Syariah 187 304 415 5,56 36,44 474 5,23 14,13 C Jenis Penggunaan 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Modal Kerja 2.184 2.667 2.974 39,77 11,52 3.723 41,10 25,18 2 Investasi 644 872 1.120 14,97 28,34 1.219 13,46 8,88 3 Konsumsi 2.301 3.145 3.384 45,25 7,61 4.116 45,44 21,64 D Jenis Valuta 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Rupiah 4.903 6.394 7.240 96,82 13,24 8.672 95,73 19,78 2 Valuta Asing 227 290 238 3,18 -18,11 386 4,27 62,50 E Wilayah 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Bantul 482 571 599 8,01 4,83 722 7,97 20,65 2 Gunungkidul 258 314 368 4,92 17,08 444 4,90 20,79 3 Kulonprogo 283 361 400 5,35 10,95 484 5,34 20,90 4 Sleman 1.063 1.333 1.498 20,03 12,38 1.767 19,50 17,94 5 Yogyakarta 3.044 4.105 4.613 61,69 12,38 5.642 62,28 22,29 II Non Performing LoansA Jenis Bank 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Bank Umum 62 155 246 73,29 58,70 373 81,61 51,72 2 BPR 42 72 90 26,71 23,73 84 18,39 -6,19 B Jenis Usaha Bank 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Konvensional 102 218 328 97,61 50,24 446 97,60 36,24 2 Syariah 2 9 8 2,39 -14,66 11 2,40 37,01 C Wilayah 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Bantul 24 32 40 11,77 21,79 29 6,42 -25,70 2 Gunungkidul 3 5 9 2,79 97,59 11 2,30 12,63 3 Kulonprogo 5 13 13 3,88 0,55 10 2,12 -25,71 4 Sleman 22 55 57 17,03 4,81 285 62,40 399,32 5 Yogyakarta 50 123 217 64,53 76,40 122 26,76 -43,49 III Rasio NPLs (%)A Jenis Bank 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Bank Umum 1,40 2,65 3,72 4,67 2 BPR 6,11 8,70 10,41 7,86 B Jenis Usaha Bank 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Konvensional 2,07 3,42 4,64 5,20 2 Syariah 1,15 3,08 1,93 2,31 C Wilayah 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Bantul 4,88 5,68 6,60 4,06 2 Gunungkidul 1,22 1,51 2,55 2,37 3 Kulonprogo 1,83 3,59 3,25 2,00 4 Sleman 2,11 4,09 3,81 16,15 5 Yogyakarta 1,65 2,99 4,69 2,17

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

2006

Tabel 3.4Kredit Perbankan

No Uraian2007

2004 2005

Page 80: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

66 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Konsumsi yang masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia

mempengaruhi alokasi Kredit yang disalurkan, yakni memperoleh sebanyak

45,44% dari total Kredit perbankan DIY atau sebesar Rp4.116 miliar. Sedangkan

Kredit Modal Kerja memperoleh 41,10% atau Rp3.723 miliar dan Kredit Investasi

memperoleh porsi terkecil yaitu sebesar 13,46% atau Rp1.219 miliar.

Berdasarkan wilayah, pertumbuhan Kredit di seluruh wilayah mencapai

angka di atas 20,00%, kecuali Kabupaten Sleman yang mengalami pertumbuhan

sebesar 17,94%, sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi pada perbankan di

Kota Yogyakarta yaitu sebesar 22,29%.

Namun demikian, pertumbuhan Kredit perbankan tersebut tidak dibarengi

dengan perbaikan kualitas Kredit yang tercermin dari peningkatan angka rasio

Non Performing Loans- Gross (NPLs) yang naik 0,56% dari 4,49% pada tahun

2006 menjadi 5,05% pada tahun laporan. Meskipun berada di atas 5,00%, namun

angka NPLs tersebut masih wajar karena merupakan NPLs – Gross atau belum

dikurangi dengan cadangan yang telah dibentuk oleh perbankan dalam rangka

meminimalisir risiko kegagalan kredit.

Rasio NPLs Bank Umum tercatat sebesar 4,67%, naik 0,95% dari tahun

2006 sebesar 3,72%, sebaliknya rasio NPLs BPR tercatat sebesar 7,86%, turun

2,55% dari tahun 2006 sebesar 10,41%. Berdasarkan jenis usaha bank, rasio

NPLs perbankan Konvensional tercatat 5,20% naik 0,56% dari tahun 2006 sebesar

4,64%, dan rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan Syariah naik sebesar

0,39% dari 1,93% menjadi 2,31%. Dilihat dari wilayahnya, rasio NPLs tertinggi

tercatat pada perbankan di Kabupaten Sleman sebesar 16,15% yang mengalami

peningkatan drastis sebesar 12,34% dari tahun 2006 sebesar 3,81%.

Angka pertumbuhan Kredit yang lebih besar jika dibandingkan dengan

angka pertumbuhan DPK, selanjutnya menyebabkan peningkatan angka Loan to

Deposit Ratio (LDR) sebesar 4,30% dari 50,77% pada tahun 2006 menjadi 55,07%

pada tahun laporan. Peningkatan LDR tersebut mencerminkan peningkatan fungsi

perbankan sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agent of development.

Namun demikian, LDR perbankan DIY tersebut masih berada di bawah LDR

perbankan Nasional yang tercatat sebesar 66,85%. Nampaknya perbankan DIY

harus lebih giat mendorong pertumbuhan kreditnya dalam rangka mendukung

harapan peningkatan LDR Nasional menjadi 70,00%.

Secara rinci, LDR BPR tercatat sebesar 100,26%, jauh diatas LDR Bank

Umum yang tercatat sebesar 51,93%. Berdasarkan jenis usaha bank, Financing to

Deposit Ratio (FDR) perbankan Syariah tercatat sebesar 104,28% sedangkan

Grafik 3.2Non Performing Loan Perbankan

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2004 2005 2006 2007

Miliar Rp

-

1

2

3

4

5

6

7%

Nominal Rasio

Page 81: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

67Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

perbankan Konvensional sebesar 53,67%. Perbankan di Kabupaten Gunungkidul

masih tercatat memiliki angka LDR tertinggi yakni sebesar 105,36%, diikuti oleh

Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul yakni masing-masing sebesar

88,04% dan 73,83%.

Stabilitas makroekonomi yang relatif terjaga namun disertai kinerja di

sektor mikro yang masih belum bergerak secara cukup optimal menyebabkan

ruang gerak untuk meningkatkan peran perbankan terbatas. Insentif untuk

mendorong agar sektor riil bergerak perlu terus diberikan, baik yang berasal dari

Bank Indonesia maupun Pemerintah. Namun demikian, kondisi internal dan

eksternal yang kurang menguntungkan menyebabkan akselerasi pertumbuhan

perekonomian belum sesuai harapan yang pada giirannya juga berdampak pada

kegiatan perbankan. Dalam tahun 2007, risiko kredit perbankan secara agregat

meningkat. Salah satu indikator peningkatan tingkat risiko tercermin pada NPLss

Gross bank yang berada di ambang batas aman sebesar 5,00%.

Risiko Pasar perbankan DIY yang dapat dilihat dari pertumbuhan DPK

ternyata tetap terjaga. Meskipun suku bunga acuan menurun sebesar 175 poin

sepanjang tahun 2007 yang kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga

simpanan, namun DPK perbankan tetap mengalami pertumbuhan.

Risiko Likuiditas perbankan DIY yang tercermin dari komposisi DPK

dibedakan berdasarkan jangka waktunya serta penyaluran Kreditnya, menunjukkan

peningkatan namun diiringi dengan perbaikan Risk Control System. Komposisi

%

A Jenis Bank 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Bank Umum 43,45 51,04 47,57 51,93 2 BPR 109,79 114,69 104,93 100,26 B Jenis Usaha Bank 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Konvensional 46,41 53,42 49,04 53,67 2 Syariah 95,89 123,47 127,19 104,28 C Wilayah 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Bantul 90,15 94,97 69,38 73,83 2 Gunungkidul 99,92 109,73 94,15 105,36 3 Kulonprogo 82,12 92,92 77,82 88,04 4 Sleman 53,55 59,99 52,65 58,01 5 Yogyakarta 39,41 47,23 45,60 49,25

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

2007

Tabel 3.5Loan to Deposit Ratio Perbankan

No Uraian 200620052004

Grafik 3.3Dana Pihak Ketiga Perbankan dan BI Rate

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

I II III IV I II III IV

2005 2006 2007

Miliar Rp

-

2

4

6

8

10

12

14%

DPK BI Rate

Grafik 3.4Pertumbuhan Kredit Perbankan

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007

Miliar Rp

YoY YtD

Page 82: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

68 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

dana jangka pendek (Giro dan Tabungan) meningkat, sedangkan dana jangka

panjang (Deposito) menurun namun penyaluran Kredit yang juga memiliki jangka

waktu panjang mengalami peningkatan yang lebih besar. Peningkatan komposisi

simpanan jangka pendek ini sengaja dilakukan oleh perbankan karena untuk

menurunkan cost of fund, dimana suku bunga Giro dan Tabungan lebih rendah

dibandingkan dengan suku bunga Deposito. Langkah ini terlihat dari promosi secara

gencar oleh perbankan yang menawarkan banyak hadiah dalam produk tabungan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, fungsi intermediasi

perbankan terus mengalami peningkatan. Peningkatan fungsi intermediasi ini

dicerminkan dari pertumbuhan kredit, dimana penyalurannya terus meningkat,

meskipun dalam akselerasi sedikit melambat.

BANK UMUM

Kelembagaan

Sampai dengan akhir tahun laporan, jaringan kantor Bank Umum masih

terkonsentrasi di wilayah Kota Yogyakarta dengan pangsa 74,89% dari total

keseluruhan kantor Bank Umum. Peringkat kedua diduduki oleh Kabupaten Sleman

dengan pangsa sebesar 13,35%. Sedangkan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten

Bantul, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul memiliki pangsa

masing-masing sebesar 4,13%, 3,92% dan 3,71%.

Sementara itu penyerapan tenaga kerja di Bank Umum pada tahun 2007

mengalami peningkatan sebesar 2,19% lebih rendah dari angka pertumbuhan

tahun sebelumnya sebesar 6,30%, atau dari sebanyak 4.339 orang karyawan

menjadi sebanyak 4.434 orang karyawan.

Aset dan Aktiva Produktif

Aset Bank Umum sampai dengan akhir tahun 2007 tercatat sebesar

Rp17.505 miliar dengan pertumbuhan sebesar 14,57% dari tahun 2006 yang

tercatat sebesar Rp14.923 miliar. Aset Bank Umum secara Nasional tumbuh sebesar

17,28%. Berdasarkan jenis usaha, Bank Umum Konvensional memiliki Aset sebesar

Rp17.010 miliar dan Bank Umum Syariah sebesar Rp494 miliar, dengan

pertumbuhan masing-masing sebesar 13,99% dan 38,96%.

Berdasarkan wilayah, pertumbuhan Aset tertinggi dialami oleh Bank Umum

di Kota Yogyakarta sebesar 17,39% dan Kabupaten Gunungkidul sebesar 13,71%.

Sedangkan Aset di wilayah lainnya hanya tumbuh di bawah 10,00%, dengan

peningkatan terkecil pada Bank Umum di Kabupaten Kulonprogo sebesar 5,23%.

Grafik 3.4Komposisi Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2005 2006 2007

Miliar Rp

Giro+Tab Deposito Kredit

Grafik 3.6Penyebaran Jaringan Kantor Bank Umum

Sleman13,347%

Yogyakarta74,894%

Bantul4,131% Kulonprogo

3,919%

Gunungkidul3,708%

Grafik 3.7Jaringan Kantor dan Karyawan Bank Umum

595 680 757 808

3.8824.082

4.339 4434

0

1000

2000

3000

4000

5000

2004 2005 2006 2007

Kantor/Karyawan

Jaringan Kantor Karyawan

Page 83: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

69Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Penyaluran dana Bank Umum yang lebih dikenal dengan istilah Aktiva

Produktif pada tahun laporan tercatat sebesar Rp9.368 miliar, naik 21,25% dari

tahun 2006 sebesar Rp7.948 miliar. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh

peningkatan penyaluran kredit yang diberikan sebesar Rp1.372 miliar (20,74%),

diikuti oleh Penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp264 miliar (23,11%).

Sedangkan komponen Aktiva Produktif lainnya yaitu Penempatan pada Bank Lain

dan Surat Berharga & Tagihan Lainnya mengalami peningkatan masing-masing

sebesar Rp45 miliar (27,42%) dan Rp9 miliar (31,29%). Sedangkan Bank Garansi

masih menunjukkan angka nihil seperti tahun-tahun sebelumnya.

Ditinjau dari komposisi portofolio Aktiva Produktif, Kredit yang diberikan

masih mendominasi Aktiva Produktif Bank Umum dengan pangsa sebesar 82,89%,

angka ini terus mengalami penurunan dari tahun 2006 yang tercatat sebesar 83,24%

dan tahun 2005 sebesar 90,03%. Sedangkan pangsa Penempatan pada Bank

Indonesia naik dari 14,36% menjadi 14,58%.

Peningkatan pangsa Penempatan pada Bank Indonesia terutama pada

penempatan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia masih menjadi salah satu

pilihan investasi dana bank yang menarik karena memiliki tingkat risiko yang

rendah bahkan zero risk.

Penghimpunan Dana

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh Bank Umum pada tahun

2007 mencapai Rp15.382 miliar atau tumbuh sebesar 10,60% dari periode

sebelumnya sebesar Rp13.908 miliar. Pertumbuhan DPK pada tahun 2007 ini

kembali lagi kepada titik normal setelah pada tahun 2006 mengalami peningkatan

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

I Aset 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 A Jenis Usaha Bank 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 1 Konvensional 10.742 12.105 14.923 97,67 23,29 17.010 97,18 13,99 2 Syariah 202 277 356 2,33 28,39 494 2,82 38,96 B Wilayah 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 1 Bantul 469 519 754 4,94 45,38 802 4,58 6,38 2 Gunungkidul 283 330 412 2,70 24,91 468 2,68 13,71 3 Kulonprogo 314 343 461 3,02 34,54 485 2,77 5,23 4 Sleman 1.642 1.846 2.446 16,01 32,47 2.594 14,82 6,06 5 Yogyakarta 8.236 9.344 11.206 73,34 19,93 13.155 75,15 17,39 II Aktiva Produktif 5.103 6.500 7.948 100,00 22,29 9.638 100,00 21,25 1 Kredit yang Diberikan 4.438 5.852 6.616 83,24 13,07 7.989 82,89 20,74 2 Penempatan pada Bank Indonesia (SBI) 482 446 1.141 14,36 155,73 1.405 14,58 23,11 3 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 26 34 28 0,35 -18,86 36 0,38 31,29 4 Penempatan pada bank lain 158 168 163 2,05 -2,76 208 2,16 27,42 5 Bank Garansi - - - - - - - -

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

20062004 2005

Tabel 3.6Aset dan Aktiva Produktif Bank Umum

No Uraian2007

Page 84: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

70 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

yang pesat sebesar 21,32%, yang merupakan implikasi dicairkannya dana

rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa 27 Mei 2006 yang bersumber baik dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) maupun APBN Perubahan.

Dana yang dihimpun oleh Bank Umum tersebut tersimpan di Bank Umum

Konvensional sebesar Rp14.952 miliar dan Bank Umum Syariah sebesar Rp430

miliar dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 9,97% dan 38,00%.

Berdasarkan jenis simpanan, DPK Bank Umum tersebut sebesar 50,71% atau

Rp7.800 miliar disimpan dalam bentuk Tabungan, 30,53% atau Rp4.697 miliar

berupa Deposito dan 18,76% lainnya atau Rp2.886 miliar berupa Giro. Angka

pertumbuhan tertinggi dialami oleh simpanan dalam bentuk Tabungan yaitu sebesar

16,56%, sesuai dengan promosi yang gencar dari Bank Umum yang menawarkan

berbagai macam hadiah menarik bagi para penabungnya.

Berdasarkan wilayah, pertumbuhan DPK Bank Umum tertinggi dialami

oleh Kota Yogyakarta sebesar 12,81%, sedangkan wilayah lainnya mengalami

pertumbuhan DPK kurang dari 10,00%. Pertumbuhan tinggi ini terkait dengan

lokasi kantor Bank Umum yang masih terkonsentrasi di wilayah ini.

Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit

Pertumbuhan Kredit Bank Umum di DIY pada tahun 2007 mengalami

percepatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana peningkatan

kredit pada tahun laporan tercatat sebesar 20,74% sedangkan pada tahun 2006

sebesar 13,07%. Penyaluran Kredit Bank Umum selama tahun 2007 mencapai

Rp7.989 miliar, naik dari tahun 2006 sebesar Rp6.616 miliar.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Simpanan 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Giro 1.904 1.848 2.595 18,66 40,39 2.886 18,76 11,22 2 Tabungan 5.397 5.395 6.692 48,12 24,04 7.800 50,71 16,56 3 Deposito 2.914 4.221 4.621 33,23 9,49 4.697 30,53 1,63 B Jenis Usaha 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Konvensional 10.031 11.231 13.596 97,76 21,06 14.952 97,20 9,97 2 Syariah 185 233 312 2,24 33,85 430 2,80 38,00 C Jenis Valuta 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Rupiah 9.639 10.790 13.127 94,38 21,66 14.636 95,15 11,50 2 Valuta Asing 577 674 781 5,62 15,85 746 4,85 -4,49 D Wilayah 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Bantul 397 440 679 4,88 54,48 733 4,77 7,93 2 Gunungkidul 244 269 368 2,65 36,60 388 2,52 5,29 3 Kulonprogo 289 316 434 3,12 37,36 444 2,89 2,30 4 Sleman 1.592 1.787 2.379 17,11 33,13 2.483 16,14 4,35 5 Yogyakarta 7.694 8.652 10.047 72,24 16,13 11.335 73,69 12,81

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

Tabel 3.7Dana Pihak Ketiga Bank Umum

No20072006

2004 2005Uraian

Page 85: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

71Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pertumbuhan penyaluran Kredit Bank Umum terutama didorong oleh

pertumbuhan Kredit Bank Umum Konvensional sebesar 21,27% menjadi Rp7.539

miliar dan Pembiayaan Bank Umum Syariah sebesar 12,49% menjadi Rp449 miliar.

Bila dilihat dari jenis penggunaannya, Kredit Konsumsi masih mendominasi

total penyaluran Kredit Bank Umum dengan pangsa 45,05% atau sebesar Rp3.599

miliar, selanjutnya diikuti oleh Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi masing-

masing sebesar 40,78% atau sebesar Rp3.258 miliar dan 14,17% atau sebesar

Rp1.132 miliar. Pertumbuhan terbesar dialami oleh Kredit Modal Kerja yaitu sebesar

25,48%, diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 21,70% dan Kredit Investasi sebesar

6,47%.

Jika ditinjau secara sektoral, sektor ekonomi yang mendapat kue terbesar

Kredit Bank Umum masih dinikmati oleh sektor Lain-lain (termasuk di dalamnya

adalah kredit konsumsi untuk perumahan, kendaraan bermotor, dll) sebesar 46,02%

atau Rp3.677 miliar, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel & Restoran sebesar

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Usaha Bank 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Konvensional 4.260 5.560 6.217 93,96 11,81 7.539 94,38 21,27 2 Syariah 178 291 399 6,04 37,01 449 5,62 12,49 B Jenis Penggunaan 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Modal Kerja 1.810 2.252 2.596 39,24 15,29 3.258 40,78 25,48 2 Investasi 627 848 1.063 16,07 25,46 1.132 14,17 6,47 3 Konsumsi 2.001 2.752 2.957 44,69 7,43 3.599 45,05 21,70 C Jenis Valuta 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Rupiah 4.211 5.561 6.379 96,41 14,70 7.602 95,16 19,18 2 Valuta Asing 227 290 238 3,59 (18,11) 386 4,84 62,50 D Sektor Ekonomi 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Pertanian 173 176 207 3,12 17,57 242 3,03 17,14 2 Pertambangan 8 22 21 0,32 (3,04) 6 0,07 (72,14) 3 Perindustrian 494 573 597 9,02 4,14 676 8,47 13,30 4 Listrik, Gas dan Air 1 1 1 0,02 3,58 1 0,02 (4,40) 5 Konstruksi 151 183 234 3,54 27,80 219 2,74 (6,72) 6 Perdagangan, Restoran & Hotel 1.098 1.389 1.666 25,18 19,93 2.094 26,22 25,73 7 Pengangkutan, Pergudangan 87 86 78 1,17 (9,62) 82 1,02 5,07 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 270 476 605 9,14 26,92 826 10,34 36,55 9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 117 139 187 2,82 34,92 166 2,08 (11,25) 10 Lain-lain 2.041 2.807 3.021 45,66 7,64 3.677 46,02 21,70 E Wilayah 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Bantul 324 398 422 6,38 6,20 506 6,34 19,82 2 Gunungkidul 235 285 330 4,99 16,02 397 4,98 20,42 3 Kulonprogo 207 263 309 4,66 17,27 345 4,32 11,92 4 Sleman 664 856 1.031 15,58 20,45 1.229 15,39 19,30 5 Yogyakarta 3.009 4.051 4.525 68,39 11,70 5.510 68,98 21,78 F Non Performing Loans1 Jenis Usaha Bank 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72

a. Konvensional 61 147 239 97,14 62,90 363 97,37 52,08 b. Syariah 1 8 7 2,86 (15,35) 10 2,63 39,33

2 Wilayah 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72 a. Bantul 5 6 6 2,35 (3,11) 4 1,19 (23,35) b. Gunungkidul 2 4 7 2,65 72,70 7 1,95 11,58 c. Kulonprogo 2 8 8 3,31 0,49 5 1,21 (44,78) d. Sleman 8 17 18 7,44 4,81 244 65,40 1.232,75 e. Yogyakarta 45 120 207 84,23 73,17 113 30,25 (45,51)

G Non Performing Loans (%)1 Jenis Usaha Bank 1,40 2,65 3,72 4,67

a. Konvensional 1,43 2,64 3,84 4,82 b. Syariah 0,82 2,85 1,76 2,18

2 Wilayah 1,40 2,65 3,72 4,67 a. Bantul 1,47 1,50 1,37 0,88 b. Gunungkidul 1,06 1,33 1,98 1,83 c. Kulonprogo 1,19 3,08 2,64 1,30 d. Sleman 1,15 2,04 1,78 19,85 e. Yogyakarta 1,49 2,95 4,58 2,05

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

200620052004

Tabel 3.8Kredit Bank Umum

No Uraian2007

Page 86: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

72 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

26,22% atau Rp2.094 miliar dan sektor Jasa-jasa Dunia Usaha sebesar 10,34%

atau Rp826 miliar. Sedangkan 7 sektor lainnya hanya mendapatkan porsi masing-

masing kurang dari 10,00%.

Angka pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor Jasa-jasa Dunia Usaha

(real estate dan lainnya) sebesar 36,55%, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel

& Restoran sebesar 25,73%. Sektor Pertanian, sektor Perindustrian dan sektor

Pengangkutan & Pergudangan masing-masing tumbuh sebesar 17,14%, 13,30%

dan 5,07%. Sedangkan sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif, dengan

pertumbuhan negatif terbesar terdapat pada sektor Pertambangan sebesar -

72,14%. Nampaknya beberapa demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat terkait

dengan isu perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh sektor Pertambangan,

menjadikan Bank Umum di DIY lebih hati-hati dalam menyalurkan kreditnya kepada

sektor ini.

Bank Umum yang menyalurkan Kredit terbesar terdapat pada Bank Umum

di Kota Yogyakarta dengan pangsa 68,98% atau sebesar Rp5.510 miliar, kemudian

diikuti oleh Kabupaten Sleman sebesar Rp1.229 miliar (15,39%). Sedangkan Bank

Umum di wilayah lain hanya menyalurkan Kredit sebesar kurang dari 10,00% dari

total Kredit di DIY.

Kualitas Kredit Bank Umum di DIY pada tahun 2006 belum menunjukkan

perbaikan, tercermin dari rasio NPLs (rasio perbandingan antara Kredit bermasalah

dengan total Kredit) yang menunjukkan kecenderungan peningkatan sejak periode

sebelumnya, yaitu naik 1,07% dari 2,65% pada tahun 2005, 3,72% pada tahun

2006 dan menjadi 4,67% pada tahun 2007. Namun demikian, rasio NPLs ini

masih berada di batas aman sebesar 5,00%.

Berdasarkan jenis usaha, rasio NPLs Bank Umum Konvensional naik dari

3,84% menjadi 4,82% dan rasio NPF Bank Umum Syariah naik dari 1,76% menjadi

2,18%. Dilihat dari aspek kewilayahan, rasio NPLs tertinggi berada pada Bank

Umum di Kabupaten Sleman dengan rasio NPLs sebesar 19,85%, sedangkan

wilayah lainnya berada di bawah 2,50%.

Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan nominal NPLs didorong oleh

peningkatan nominal NPLs Kredit Modal Kerja yang naik dari 3,91% menjadi

8,14%. Besarnya NPLs Kredit Modal Kerja diperkirakan disebabkan terganggunya

cash flow dunia usaha terkait dengan mundurnya pembayaran yang diakibatkan

oleh lambatnya pengiriman barang sehubungan dengan terhentinya kegiatan usaha

sementara waktu karena terkonsentrasinya perhatian masyarakat pada rekonstruksi

dan rehabilitasi pasca gempa.

Page 87: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

73Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

NPLs Kredit Investasi mengalami perbaikan, dari 7,06% pada tahun 2006

menjadi 5,37% pada tahun 2007. Meskipun mengalami perbaikan, namun rasio

NPLs ini masih di atas batas aman. Tingginya rasio NPLs Kredit Investasi antara

lain disebabkan risk profile yang lebih tinggi karena jangka waktunya yang cukup

panjang dan dipengaruhi oleh daya saing produk.

Sedangkan NPLs Kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 2,35%

menjadi 1,31%. Terjaganya rasio NPLs Kredit Konsumsi antara lain disebabkan

oleh jaminan pembayaran kredit ini lebih terjaga, baik dalam bentuk jaminan

barang maupun jaminan kepastian pembayaran dari penghasilan debitur.

Secara sektoral, sektor ekonomi yang memiliki rasio NPLs di atas 5,00%

adalah sektor Konstruksi, sektor Pertambangan dan sektor Perindustrian. Tingginya

NPLs di tiga sektor ini dikarenakan tingginya risk profile sektor-sektor tersebut jika

dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain itu, sektor-sektor ini adalah sektor

yang banyak terkena imbas dari gempa tektonik 27 Mei 2006.

Undisbursed Loans

Pada tahun 2007, fasilitas pinjaman kepada nasabah yang belum ditarik

(Undisbursed Loans/UL) sebesar Rp610 miliar tumbuh sebesar 11,25%. Di sisi lain,

total plafon Kredit yang mencerminkan penawaran Kredit tumbuh lebih tinggi

yaitu sebesar 26,14% dari Rp7.497 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp9.457 miliar

pada tahun laporan.

Rasio perbandingan antara UL dengan total plafon Kredit Bank Umum

yang mengalami penurunan sejak tahun 2000 hingga tahun 2005, kemudian

mengalami peningkatan pada tahun 2006, kini kembali mengalami penurunan

menjadi 6,45%. Meskipun demikian, permintaan nasabah dan penawaran Kredit

oleh Bank Umum di DIY masih dapat dikatakan seimbang.

Penyaluran Kredit UMKM

Penyaluran Kredit Bank Umum kepada sektor Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) sampai dengan akhir tahun 2007 tercatat sebesar Rp6.927

miliar dengan pertumbuhan sebesar 19,86%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan

angka pertumbuhan tahun 2006 sebesar 14,25%, namun lebih rendah dari

pertumbuhan kredit UMKM Nasional sebesar 22,50%. Namun, peningkatan ini

tidak diikuti dengan peningkatan pangsa Kredit UMKM, yang mengalami

penurunan, dimana pada tahun 2005 tercatat sebesar 86,45%, tahun 2006 sebesar

87,35%, dan pada tahun 2007 hanya sebesar 86,71%. Meskipun demikian, kredit

UMKM masih mendominasi penyaluran Kredit Bank Umum, menunjukkan

komitmen Bank Umum dalam mendukung pembiayaan UMKM telah direalisasikan

Grafik 3.8Undisbursed Loans

456 404 549 610

5140

6564

7497

9.457

8,86

6,15

7,32

6,45

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2004 2005 2006 2007

Miliar Rp

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10%

Undisbursed Loan (UL) Plafon Kredit Proporsi Total UL thd Total Plafon Kredit

Page 88: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

74 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

dengan baik sejalan dengan himbauan Bank Indonesia yang diwujudkan antara

lain dengan himbauan untuk mencantumkan rencana pembiayaan UMKM dalam

business plan-nya.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit sektor UMKM masih didominasi

oleh kegiatan Konsumsi, yaitu sebesar 51,77% atau Rp3.586 miliar. Sedangkan

porsi untuk Modal Kerja dan Investasi masing-masing sebesar 37,77% dan 10,47%

dengan nilai masing-masing sebesar Rp2.616 miliar dan Rp725 miliar. Sementara

itu, ditinjau dari sektor ekonomi, sektor yang paling banyak dibiayai adalah sektor

Lain-lain sebesar Rp3.664 miliar atau 52,89% dari total Kredit kepada sektor

UMKM, dimana sebagian besar dari sektor Lain-lain termasuk dalam kegiatan

Konsumsi, kemudian diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar

Rp1.907 miliar (27,52%).

Peningkatan penyaluran Kredit UMKM ini diikuti dengan penurunan NPLs

Kredit UMKM dari 3,03% pada tahun 2006 menjadi 2,26% pada tahun 2007.

NPLs tertinggi justru terdapat pada Kredit kepada Usaha Menengah dengan NPLs

sebesar 3,16%, diikuti oleh Usaha Kecil dan Usaha Mikro masing-masing sebesar

2,77% dan 1,29%.

Penyaluran Kredit Properti

Penyaluran Kredit Properti Bank Umum pada tahun 2007 tercatat sebesar

Rp1.319 miliar, mengalami peningkatan sebesar 16,45%, namun lebih lambat

jika dibandingkan dengan peningkatan pada tahun 2006 yang tercatat sebesar

33,78%. Pangsa Kredit Properti pun mengalami penurunan, dari 17,12% pada

tahun 2006 menjadi 16,51% pada tahun 2007.

Miliar Rp

Mi K M Total Pangsa1 Ptumb1 Mi K M Total Pangsa1 Ptumb1

A 3.800 5.059 2.454 1.934 1.391 5.779 100,00 14,25 2.848 2.269 1.811 6.927 100,00 19,86 1 Modal Kerja 1.344 1.790 429 806 902 2.137 36,97 19,38 503 949 1.164 2.616 37,77 22,43 2 Investasi 467 536 215 231 240 686 11,86 27,88 199 253 273 725 10,47 5,74

3 Konsumsi 1.989 2.732 1.811 898 248 2.957 51,16 8,21 2.146 1.067 374 3.586 51,77 21,28 B Sektor Ekonomi 3.800 5.059 2.454 1.934 1.391 5.779 100,00 14,25 2.848 2.269 1.811 6.927 100,00 19,86 1 Pertanian 168 172 94 40 33 167 2,90 -2,50 113 45 40 198 2,86 18,51 2 Pertambangan 8 22 0 3 17 21 0,36 -3,04 0 1 4 6 0,08 -72,14

3 Perindustrian 264 280 26 80 207 313 5,41 11,70 31 98 221 350 5,06 12,00 4 Listrik, Gas dan Air 1 1 0 1 1 1 0,02 3,58 0 1 - 1 0,02 -4,40

5 Konstruksi 54 66 1 29 71 102 1,76 52,91 1 25 58 84 1,21 -17,45 6 Perdagangan, Restoran & Hotel 908 1.245 340 599 609 1.547 26,77 24,29 380 698 830 1.907 27,52 23,23

7 Pengangkutan, Pergudangan 81 73 5 28 34 66 1,15 -9,62 4 30 29 63 0,91 -5,42 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 207 314 104 223 99 427 7,38 35,72 86 271 181 537 7,76 25,95

9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 80 98 9 33 72 114 1,98 16,09 9 33 74 117 1,68 2,24

10 Lain-lain 2.029 2.787 1.875 898 248 3.021 52,27 8,41 2.224 1.067 374 3.664 52,89 21,28 C Non Performing Loans1 Nominal 58 106 40 71 64 175 65,14 37 63 57 157 -10,64 2 Rasio (%) 1,52 2,10 1,63 3,66 4,64 3,03 1,29 2,77 3,16 2,26

D Total Kredit 4.438 5.852E Persentase thd Total Kredit 85,62 86,45 37,10 29,24 21,02 87,35 35,65 28,40 22,66 86,71

Keterangan: 1) %. Mi = Kredit Usaha Mikro (0-50 juta) K = Kredit Usaha Kecil (50-500 juta) M = Kredit Usaha Menengah (500 juta - 5 miliar)Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

Jenis Penggunaan

2007

7.989

2006

6.616

2004

Tabel 3.9Kredit UMKM Bank Umum

No Uraian 2005

Page 89: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

75Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Kredit Properti Bank Umum tersebut sebesar 93,92% atau Rp1.239 miliar

diberikan kepada Konsumen dan sebesar 6,08% atau Rp80 miliar diberikan kepada

Pengembang dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 29,75% dan -54,93%.

Pertumbuhan negatif yang dialami oleh Kredit kepada Pengembang

tersebut merupakan faktor koreksi setelah pada tahun 2006 tumbuh sebesar

45,97%. Porsi penggunaan Kredit kepada Pengembang berubah pada tahun

laporan, dimana sebelumnya Kredit untuk tujuan investasi mendominasi

penyalurannya, namun pada tahun 2007 justru Kredit Modal Kerja yang

mendominasi dengan pangsa sebesar 85,61% atau Rp69 miliar. Sedangkan untuk

membiayai keperluan investasi hanya sebesar Rp12 miliar. Pengadaan barang-

barang modal memang bersifat memiliki jangka waktu yang lama, sehingga

perkembangannya juga akan memakan waktu lama.

Sedangkan Kredit Properti kepada Konsumen sebagian besar dialokasikan

untuk kepemilikan rumah di atas tipe 70, yaitu sebesar Rp617 miliar (49,76%).

Sedangkan untuk pembelian atau perbaikan rumah yang termasuk tipe sederhana,

sangat sederhana maupun kapling siap bangun (di bawah tipe 70) tercatat sebesar

Rp585 miliar (47,24%) dan pemilikan rumah dan toko (ruko) atau rumah dan

kantor (rukan) hanya sebesar Rp37 miliar (3,00%). Peningkatan penyaluran Kredit

Properti kepada Konsumen sebesar 29,75% menunjukkan bahwa trauma

masyarakat untuk tinggal DIY karena gempa, mulai berangsur menghilang.

Kualitas Kredit Properti Bank Umum pada tahun 2007 menunjukkan

perbaikan, dimana rasio NPLs total Kredit Properti yang pada tahun 2006 tercatat

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A 72 122 178 100,00 45,97 80 100,00 -54,93 1 Modal Kerja 49 53 59 33,11 11,48 69 85,61 16,54 2 Investasi 24 69 119 66,89 72,37 12 14,39 -90,31 B 453 725 955 100,00 31,73 1.239 100,00 29,75 1 Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 152 266 442 46,30 66,18 585 47,24 32,40 2 Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 295 443 495 51,80 11,54 617 49,76 24,64 3 Kredit Ruko & Rukan 6 15 18 1,91 17,97 37 3,00 104,17 C Total Kredit Properti 525 847 1.133 17,12 33,78 1.319 16,51 16,45 D Total Kredit 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 E1 Kredit Properti kepada Pengembang 1 2 17 100,00 978,93 12 100,00 -29,68

a. Modal Kerja 1 1 6 34,10 368,71 3 24,34 -49,81 b. Investasi - 0 11 65,90 - 9 75,66 -19,26

2 Kredit Properti kepada Konsumen 4 6 51 100,00 690,49 28 100,00 -44,44 a. Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 1 2 23 44,59 1.152,97 13 46,23 -42,40 b. Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 2 5 27 53,69 490,50 14 49,75 -48,51 c. Kredit Ruko & Rukan - - 1 1,72 - 1 4,02 -

3 Total Kredit Properti 5 8 68 27,61 748,28 40 10,80 -40,68 4 Total Kredit 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72 F1 Kredit Properti kepada Pengembang 1,85 1,32 9,73 15,17

a. Modal Kerja 2,76 2,38 10,02 4,31 b. Investasi - 0,50 9,58 79,81

2 Kredit Properti kepada Konsumen 0,83 0,88 5,30 2,27 a. Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 0,93 0,68 5,10 2,22 b. Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 0,79 1,04 5,49 2,27 c. Kredit Ruko & Rukan - - 4,79 3,04

3 Total Kredit Properti 0,97 0,95 5,99 3,05 4 Total Kredit 1,40 2,65 3,72 4,67

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

200620052004

Rasio Non Performing Loans

Tabel 3.10Kredit Properti Bank Umum

No Uraian

Non Performing Loans

Kredit Properti kepada Konsumen

Kredit Properti kepada Pengembang

2007

Page 90: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

76 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

sebesar 5,99%, pada tahun laporan turun menjadi 3,05%. Perbaikan NPLs Kredit

Properti tersebut terutama didorong oleh perbaikan NPLs Kredit Properti kepada

Konsumen yang mengalami penurunan dari 5,30% pada tahun 2006 menjadi

2,27% pada tahun 2007. Perbaikan ini dialami oleh semua komponennya, yaitu

NPLs Kredit Rumah dan Apartemen di bawah tipe 70 turun dari 5,10% menjadi

2,22%, NPLs Kredit Rumah dan Apartemen di atas tipe 70 turun dari 5,49%

menjadi 2,27% dan Kredit Ruko & Rukan turun dari 4,79% menjadi 3,04%.

Perbaikan rasio NPLs ini memberikan sinyalemen bahwa dampak gempa yang

mempengaruhi kemampuan membayar telah berangsur menghilang sehingga

NPLs Kredit Konsumen mengalami perbaikan yang berarti dan berada di dalam

batas aman sebesar 5%.

Di sisi lain, rasio NPLs Kredit Properti kepada Pengembang tercatat sebesar

15,17%, terutama didorong oleh Kredit untuk tujuan Investasi, dengan rasio NPLs

sebesar 79,81%, sebaliknya Kredit Modal Kerja hanya sebesar 4,31%.

Memburuknya kualitas Kredit kepada Pengembang dengan tujuan investasi ini

merupakan dampak gempa yang baru dirasakan akibatnya oleh pengembang.

Pasca gempa, Pengembang mengalami kesulitan cash flow karena banyaknya

pembatalan yang dilakukan oleh konsumen dan penarikan modal oleh investor

luar. Di sisi lain, pengembang juga memiliki kewajiban untuk memperbaiki rumah-

rumah yang rusak akibat gempa.

Fungsi Intermediasi, Likuiditas dan Profitabilitas

Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum pada tahun 2007 naik dari

47,57% menjadi 55,07%, namun masih lebih rendah dari LDR Bank Umum yang

secara nasional tercatat sebesar 69,20%.

Jika ditinjau dari jenis usaha bank, peningkatan LDR Bank Umum didorong

oleh peningkatan LDR Bank Umum Konvensional yang naik dari 45,73% menjadi

53,67%, sebaliknya Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Umum Syariah turun

dari 128,08% menjadi 104,28%. Berdasarkan wilayah, semua wilayah di DIY

mengalami peningkatan LDR, dimana peningkatan tertinggi terdapat pada

Kabupaten Kulonprogo dari 71,09% menjadi 88,04%, diikuti oleh Kabupaten

Gunungkidul dari 89,67% menjadi 105,36%, Kabupaten Sleman dari 43,31%

menjadi 58,01%, Kabupaten Bantul dari 62,18% menjadi 73,83% dan Kota

Yogyakarta dari 45,03% menjadi 49,25%.

Likuiditas Bank Umum yang terdiri dari Kas, Giro dan Tabungan pada

bank lain pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp532 miliar atau turun sebesar 1,39%

dari tahun 2006 sebesar Rp540 miliar. Peningkatan ini terutama disebabkan posisi

Page 91: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

77Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Kas Bank Umum di DIY yang turun dari Rp537 miliar pada tahun 2006 menjadi

Rp530 miliar. Sedangkan Giro pada bank lain turun dari Rp3 miliar menjadi Rp2

miliar, dan Tabungan pada bank lain tercatat sebesar Rp1 miliar. Rasio Likuiditas

Bank Umum yang merupakan perbandingan antara Alat Likuid dengan Pendanaan

tercatat mengalami penurunan dari 3,84% pada tahun 2006 menjadi 3,38% pada

tahun 2007.

Profitabilitas Bank Umum pada tahun laporan naik 4,37% menjadi Rp153

miliar setelah sebelumnya berada pada posisi Rp146 miliar, sehingga rasio

perbandingan antara Laba yang diperoleh dengan Aset atau lebih dikenal dengan

rasio Return On Asset (ROA) turun dari 0,96% pada tahun 2006 menjadi 0,87%

pada tahun 2007. Sedangkan rasio Net Interest Margin (NIM), yang merupakan

perbandingan antara Pendapatan Bunga dengan Biaya Bunga mengalami

peningkatan dari 141,93% pada periode sebelumnya menjadi 263,17% pada

tahun 2007.

Sementara itu, efisiensi Bank Umum DIY yang tercermin dari rasio antara

Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO)

mengalami penurunan dari 117,80% pada tahun 2006 menjadi 86,58% pada

tahun 2007.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Aset 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 B Pendanaan 10.293 11.546 14.056 100,00 21,74 15.761 100,00 12,13 1 Dana Pihak Ketiga 10.215 11.464 13.908 98,94 21,32 15.382 97,60 10,60 2 Kewajiban kepada bank lain 51 31 77 0,55 145,92 170 1,08 120,37 3 Pinjaman yang Diterima & Setoran Jaminan 21 42 65 0,46 54,58 205 1,30 214,06 4 Surat Berharga yang Diterbitkan 6 8 6 0,04 -30,08 3 0,02 -41,65 C Aktiva Produktif 5.103 6.500 7.948 100,00 22,29 9.638 100,00 21,25 1 Kredit yang Diberikan 4.438 5.852 6.616 83,24 13,07 7.989 82,89 20,74 2 Penempatan pada Bank Indonesia (SBI) 482 446 1.141 14,36 155,73 1.405 14,58 23,11 3 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 26 34 28 0,35 -18,86 36 0,38 31,29 4 Penempatan pada bank lain 158 168 163 2,05 -2,76 208 2,16 27,42 5 Bank Garansi - - - 0,00 - - 0,00 - D Alat Likuid 311 389 540 100,00 38,70 532 100,00 -1,39 1 Kas 309 386 537 99,49 39,05 530 99,57 -1,32 2 Giro pada bank lain 2 3 3 0,51 -6,87 2 0,43 -16,39 3 Tabungan pada bank lain - - - 0,00 - 1 0,20 - E Laba / Rugi 163 159 146 100,00 -7,77 153 100,00 4,37 1 Pendapatan Operasional 886 1.092 1.259 15,27 762 -39,50 2 Pendapatan Bunga 753 947 1.102 16,43 710 -35,62 3 Beban Operasional 917 1.088 1.483 36,25 659 -55,54 4 Beban Bunga 435 541 777 43,45 270 -65,28 F Aktiva Produktif/Total Aset (%) = (C)/(A) 46,63 52,50 52,02 55,06 G Rasio Likuiditas (%) = (D)/(B) 3,02 3,37 3,84 3,38 H Rasio Rentabilitas (%) = (E)/(A) 1,49 1,28 0,96 0,87 I Rasio Net Interest Margin (%) = (E.2)/(E.4) 173,12 174,87 141,93 263,17 J Rasio BOPO (%) = (E.1)/(E.3) 103,51 99,67 117,80 86,58 K LDR (%)1 Jenis Usaha Bank 43,45 51,04 47,57 55,07

a. Konvensional 42,47 49,51 45,73 53,67 b. Syariah 96,33 125,12 128,08 104,28

2 Wilayah 43,45 51,04 47,57 55,07 a. Bantul 81,54 90,45 62,18 73,83 b. Gunungkidul 96,33 105,58 89,67 105,36 c. Kulonprogo 71,81 83,28 71,09 88,04 d. Sleman 41,69 47,87 43,31 58,01 e. Yogyakarta 39,10 46,82 45,03 49,25

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

Tabel 3.11Rasio Keuangan Bank Umum

No Uraian2006

2004 20052007

Grafik 3.9Net Interest Margin

173,12 174,87

141,93

263,17

0

200

400

600

800

1.000

1.200

2004 2005 2006 2007

Miliar Rp

0

50

100

150

200

250

300%

Net Interest Income Net Interest Expense Rasio NIM

Page 92: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

78 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Peningkatan Kompetensi Karyawan

Komitmen Bank Umum dalam meningkatkan kompetensi karyawan masih

menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Biaya Pendidikan

dan Pelatihan bagi karyawan Bank Umum yang mencapai 4.434 orang tercatat

sebesar Rp10 miliar, naik 53,52% dari tahun 2006 yang hanya tercatat sebesar

Rp6 miliar. Dengan demikian, rasio Biaya Pendidikan dan Pelatihan terhadap total

Biaya Tenaga Kerja naik dari 2,18% menjadi 5,92%. Biaya Tenaga Kerja yang

terdiri dari gaji, honorarium dan biaya tenaga kerja lainnya pada tahun 2007

tercatat sebesar Rp162 miliar.

Jika dilihat dari rata-rata biaya Tenaga Kerja per Karyawan, pada tahun

2007 terjadi penurunan sebesar -44,71% dari Rp66 juta per orang per tahun menjadi

Rp36 juta per orang per tahun. Di sisi lain, angka pertumbuhan biaya Pendidikan

dan Pelatihan per Karyawan justru mengalami pertumbuhan sebesar 50,23%,

dari Rp1,4 juta per orang per tahun pada tahun 2006 menjadi Rp2,2 juta per orang

per tahun pada tahun 2007.

Komitmen untuk peningkatan kompetensi karyawan ini hendaknya

senantiasa menjadi prioritas perbankan demi terciptanya sumber daya manusia

yang handal dan pada gilirannya dapat ikut serta menciptakan sistem perbankan

yang sehat.

BANK PERKREDITAN RAKYAT

Kelembagaan

Sampai dengan posisi akhir tahun 2007, jumlah Bank Perkredita Rakyat

(BPR) yang beroperasi di wilayah DIY secara nominal berkurang sebanyak 4 BPR

dari 64 BPR pada tahun 2006 menjadi 60 BPR pada tahun laporan. Perubahan

tersebut sebagai akibat adanya pembukaan BPR baru, proses merger dan proses

konsolidasi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Posisi Ptumb1 Posisi Ptumb1

1 Jumlah Karyawan (orang) 3.882 4.082 4.339 6,30 4.434 2,19

2 Biaya Tenaga Kerja (Miliar Rp) 207 239 286 19,64 162 -43,50

3 Biaya Pendidikan dan Pelatihan (Miliar Rp) 3 6 6 4,67 10 53,52

4 Biaya Tenaga Kerja per Karyawan (Juta Rp) 53,302 58,622 65,982 12,56 0,036 -99,94

5 Biaya Pendidikan per Karyawan (Juta Rp) 0,869 1,459 1,437 -1,53 0,002 -99,85

6 Rasio Biaya Pendidikan thd Biaya Tenaga Kerja (%) 1,63 2,49 2,18 5,92 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum

Tabel 3.12Jumlah dan Biaya Tenaga Kerja Bank Umum

No Uraian2006

2004 20052007

Grafik 3.10Biaya Pendidikan dan Latihan Karyawan Bank Umum

1,60

2,492,18

5,92

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

2004 2005 2006 2007

Juta Rp

0

1

2

3

4

5

6

7%

Biaya Diklat per Karyawan Rasio Biaya Diklat terhadap Biaya Tenaga Kerja

Page 93: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

79Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Dilihat dari penyebaran jaringan kantor BPR, sampai saat ini masih

terkonsentrasi di Kabupaten Sleman sebesar 53,55% dari total jaringan kantor

BPR, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar 27,10%. Sedangkan Kota

Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul masing-masing

sebesar 9,03%, 6,45% dan 3,87%.

Aset

Sampai dengan akhir tahun 2007, Aset BPR DIY tercatat sebesar Rp1.454

miliar, tumbuh 28,94% dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.128 miliar. Angka

pertumbuhan Aset BPR di DIY ini melampaui angka pertumbuhan Aset BPR secara

nasional yaitu sebesar 20,38%.

Peningkatan Aset BPR ini didorong oleh pertumbuhan Aset BPR

Konvensional sebesar 28,30% dari Rp1.107 miliar menjadi Rp1.420 miliar dan

pertumbuhan Aset BPR Syariah sebesar 62,89% dari Rp21 miliar menjadi Rp34

miliar, sebagai akibat dari prmbukaan 3 BPR Syariah baru. Berdasarkan wilayah,

pertumbuhan tertinggi dialami oleh BPR yang berkedudukan di Kota Yogyakarta

yaitu sebesar 53,91% menjadi Rp164 miliar, diikuti oleh Kabupaten Kulonprogo

sebesar 44,39% menjadi Rp167 miliar. Sedangkan Kabupaten lainnya yaitu

Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman tumbuh

masing-masing sebesar 33,07%, 26,57% dan 22,22% menjadi sebesar Rp65 miliar,

Rp319 miliar dan Rp739 miliar.

Penghimpunan Dana

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPR di DIY pada tahun 2007

mencapai sebesar Rp1.067 miliar, naik 30,00% jika dibandingkan dengan tahun

2006 sebesar Rp821 miliar. Peningkatan DPK BPR ini merupakan shifting dari DPK

Bank Umum di DIY, karena suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh BPR lebih

tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga Bank Umum.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Usaha Bank 907 1.015 1.128 100,00 11,10 1.454 100,00 28,94 1 Konvensional 893 998 1.107 98,18 10,98 1.420 97,70 28,30 2 Syariah 14 17 21 1,82 17,94 34 2,30 62,89 B Wilayah 907 1.015 1.128 100,00 11,10 1.454 100,00 28,94 1 Bantul 212 223 252 22,34 13,01 319 21,93 26,57 2 Gunungkidul 26 33 48 4,30 45,46 65 4,44 33,07 3 Kulonprogo 94 110 116 10,25 5,20 167 11,48 44,39 4 Sleman 533 585 605 53,63 3,44 739 50,84 22,22 5 Yogyakarta 41 64 107 9,47 66,39 164 11,31 53,91

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

200520042006

Tabel 3.13Aset Bank Perkreditan Rakyat

No Uraian2007

Grafik 3.11Penyebaran Jaringan Kantor BPR

Yogyakarta9%

Sleman54%

Bantul27%

Gunungkidul4%

Kulonprogo6%

Page 94: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

80 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Penghimpunan dana masyarakat tersebut disimpan di BPR Konvensional

sebesar 97,71% atau Rp1.043 miliar dan sisanya disimpan di BPR Syariah sebesar

Rp24 miliar.

Deposito sebagai simpanan berjangka masih menjadi preferensi nasabah

BPR yakni sebesar Rp715 miliar (66,95%), sedangkan Tabungan hanya sebesar

Rp353 miliar (33,05%), dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 22,93%

dan 47,16%. Berdasarkan wilayah, Kabupaten Sleman berhasil menghimpun dana

masyarakat sebesar Rp563 miliar atau 52,72% dari total DPK BPR sesuai dengan

konsentrasi jaringan kantornya, diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar Rp245 miliar

(22,96%). Sedangkan Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten

Gunungkidul memiliki pangsa di bawah 10,00% yaitu masing-masing sebesar

Rp120 miliar (11,23%), Rp106 miliar (9,92%) dan Rp34 miliar (3,17%).

Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit

Hingga akhir tahun 2007, BPR di wilayah DIY telah menyalurkan Kredit

sebesar Rp1.070 miliar, tumbuh 24,23% dari tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp861 miliar. Pencapaian ini berada di atas pertumbuhan Kredit BPR secara

nasional yang tercatat sebesar 21,19% pada tahun 2007. Kredit BPR tersebut

sebesar 97,67% atau Rp1.045 miliar disalurkan melalui BPR Konvensional dan

2,33% lainnya atau sebesar Rp25 miliar disalurkan melalui BPR Syariah.

Berdasarkan tujuan penggunaannya, sebagaimana fenomena yang terjadi

pada Perbankan DIY secara umum dan Bank Umum, pangsa terbesar penyaluran

Kredit BPR dimiliki oleh Kredit Konsumsi yaitu sebesar 48,39% atau Rp518 miliar,

diikuti oleh Kredit Modal Kerja sebesar 43,50% atau Rp465 miliar. Sedangkan

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Usaha 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Konvensional 619 712 806 98,19 13,21 1.043 97,71 29,37 2 Syariah 11 14 15 1,81 8,62 24 2,29 64,29 B Jenis Simpanan 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Tabungan 191 211 240 29,20 13,40 353 33,05 47,16 2 Deposito 439 514 581 70,80 13,01 715 66,95 22,93 C Wilayah 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Bantul 138 162 184 22,36 13,61 245 22,96 33,49 2 Gunungkidul 15 17 22 2,71 34,10 34 3,17 51,82 3 Kulonprogo 56 72 80 9,80 11,10 106 9,92 31,54 4 Sleman 393 435 466 56,75 7,10 563 52,72 20,78 5 Yogyakarta 28 40 69 8,37 71,45 120 11,23 74,36

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

Tabel 3.14Dana Pihak Ketiga Bank Perkreditan Rakyat

No20072006

2004 2005Uraian

Page 95: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

81Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Kredit Investasi hanya memiliki pangsa sebesar 8,12% atau Rp87 miliar dari total

Kredit BPR, namun memiliki angka pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 54,31%.

Persentase alokasi Kredit yang disalurkan BPR kepada sektor-sektor usaha

tidak mengalami perubahan dari tahun-tahun sebelumnya, dimana sektor Lain-

lain mendapat porsi terbesar yaitu 51,55% dengan nilai Rp552 miliar, kemudian

diikuti oleh Sektor Perdagangan dengan nilai Rp351 miliar (32,79%) dan sektor

Jasa-jasa dengan nilai Rp123 miliar (11,51%) dan angka pertumbuhan masing-

masing sebesar 22,05%, 26,26% dan 25,98%.

Kredit BPR terutama disalurkan oleh BPR di Kabupaten Sleman sebesar

Rp537 miliar (50,22%), diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar Rp216 miliar

(20,20%), dan Kabupaten Kulonprogo sebesar Rp139 miliar (12,97%).

Kualitas Kredit BPR pada tahun 2007 mengalami perbaikan, tercermin

dari penurunan rasio NPLss menjadi sebesar 7,86% yang pada tahun 2006 tercatat

sebesar 10,41%. Perbaikan ini merupakan hasil dari upaya BPR untuk melakukan

penagihan secara intensif.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

A Jenis Usaha Bank 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Konvensional 682 819 845 98,13 3,17 1.045 97,67 23,65 2 Syariah 9 13 16 1,87 23,71 25 2,33 54,69 B Jenis Penggunaan 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Modal Kerja 375 415 378 43,88 -8,97 465 43,50 23,16 2 Investasi 17 25 56 6,53 126,27 87 8,12 54,31 3 Konsumsi 300 392 427 49,59 8,89 518 48,39 21,21 C Sektor 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Pertanian 15 17 18 2,07 4,81 23 2,19 31,23 2 Industri 12 13 16 1,85 23,66 21 1,97 31,76 3 Perdagangan 282 305 278 32,26 -9,00 351 32,79 26,26 4 Jasa-jasa 73 95 98 11,34 3,33 123 11,51 25,98 5 Lain-lain 310 402 452 52,47 12,31 552 51,55 22,05 D Wilayah 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Bantul 158 173 176 20,46 1,68 216 20,20 22,63 2 Gunungkidul 23 29 37 4,35 27,33 46 4,34 24,10 3 Kulonprogo 76 98 92 10,66 -6,07 139 12,97 51,11 4 Sleman 399 477 467 54,27 -2,08 537 50,22 14,95 5 Yogyakarta 35 54 88 10,26 62,37 131 12,28 48,60 F Non Performing Loans1 Jenis Usaha Bank 42 72 90 84

a. Konvensional 42 71 89 83 b. Syariah 1 1 1 1

2 Wilayah 42 72 90 84 a. Bantul 19 26 34 25 b. Gunung Kidul 1 1 3 3 c. Kulon Progo 3 5 5 5 d. Sleman 15 37 39 41 e. Yogyakarta 5 3 9 9

G Non Performing Loans (%)1 Jenis Usaha Bank 6,11 8,70 10,41 7,86

a. Konvensional 6,09 8,71 10,49 7,93 b. Syariah 7,36 8,24 6,04 4,69

2 Wilayah 6,11 8,70 10,41 7,86 a. Bantul 11,86 15,27 19,13 11,53 b. Gunungkidul 2,81 3,25 7,55 7,00 c. Kulonprogo 3,58 4,96 5,31 3,73 d. Sleman 3,72 7,76 8,31 7,68 e. Yogyakarta 15,20 5,74 10,60 7,21

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

20062004 2005

Tabel 3.15Kredit Bank Perkreditan Rakyat

No Uraian2007

Page 96: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

82 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Penurunan rasio NPLss ini didorong oleh penurunan rasio BPR Konvensional

dari 10,49% pada tahun 2006 menjadi 7,93% pada tahun 2007, sedangkan rasio

NPF BPR Syariah turun dari 6,04% pada tahun 2006 menjadi 4,69% pada tahun

2007. Jika dirinci berdasarkan wilayah, Kabupaten Bantul masih memiliki rasio

NPLs tertinggi yaitu sebesar 11,53%, diikuti oleh Kabupaten Sleman dan Kota

Yogyakarta masing-masing sebesar 7,68% dan 7,21%.

Fungsi Intermediasi

Dalam kurun waktu 1 tahun, rasio Lending to Deposit Ratio (LDR) BPR

turun sebesar 4,66% dari 104,93% pada tahun 2006 menjadi 100,26% pada

tahun 2007. Hal ini disebabkan pertumbuhan Kredit lebih tinggi jika dibandingkan

dengan pertumbuhan DPK-nya, sebagai akibat shifting dana masyarakat dari Bank

Umum ke BPR sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penurunan ini terutama

disebabkan oleh turunnya FDR BPR Syariah sebesar 6,34% dari 108,48% menjadi

102,14% dan LDR BPR Konvensional turun sebesar 4,64% dari 104,86% pada

tahun sebelumnya menjadi 100,22%.

Berdasarkan lokasi kantor BPR, rata-rata LDR BPR berada di atas 90%,

kecuali Kabupaten Bantul sebesar 88,18%. LDR BPR tertinggi terdapat pada BPR

di wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar 137,47%.

%

A Jenis Usaha Bank 109,88 114,69 104,93 100,26 1 Konvensional 110,16 115,07 104,86 100,22 2 Syariah 88,32 95,25 108,48 102,14 B Wilayah 109,88 114,69 104,93 100,26 1 Bantul 86,97 93,24 95,99 88,18 2 Gunungkidul 62,53 56,46 168,18 137,47 3 Kulonprogo 74,04 74,09 114,10 131,08 4 Sleman 98,44 91,11 100,34 95,51 5 Yogyakarta 81,77 73,66 128,58 109,59

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat

Tabel 3.16Loan to Deposit Ratio Bank Perkreditan Rakyat

No Uraian 2005 20062004 2007

Page 97: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

83Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

Kelembagaan

Jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha Syariah pada tahun 2007

mengalami penambahan sebanyak 4 bank, yaitu 1 Bank Umum Syariah (BUS)

dan 3 BPR Syariah (BPRS). Penambahan dari Bank Umum tersebut merupakan

pembukaan Unit Usaha Syariah milik PT Bank Pembangunan Daerah Istimewa

Yogyakarta. Sedangkan penambahan BPRS tersebut adalah PT BPRS Barokah Dana

Sejahtera, PT BPRS Mitra Amal Mulia dan PT BPRS Madina Mandiri Sejahtera.

Dengan demikian, pembukaan 3 BPR Syariah tersebut melengkapi 3 BPRS Syariah

yang telah ada sebelumnya yaitu BPRS Margirizki Bahagia, BPRS Bangun Drajat

Warga dan BPRS Dana Hidayatullah. Sedangkan Bank Umum lain yang telah

melakukan kegiatan perbankan syariah tercatat sebanyak 5 bank yang merupakan

Kantor Cabang, yaitu Bank Negara Indonesia Syariah, Bank Rakyat Indonesia

Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Tabungan

Negara.

Aset

Aset perbankan Syariah DIY mengalami perkembangan yang cukup

menggembirakan, tercermin dari pertumbuhan Aset sebesar 40,27% dari Rp376

miliar menjadi Rp528 miliar, dimana Aset Bank Umum Syariah naik sebesar 38,96%

dari Rp356 miliar menjadi Rp494 miliar, sedangkan BPR Syariah naik sebesar 62,89%

dari Rp21 miliar menjadi Rp34 miliar.

Pertumbuhan tinggi aset perbankan Syariah tersebut menyebabkan pangsa

aset perbankan Syariah DIY terhadap total aset perbankan mengalami peningkatan

dari 2,29% pada tahun 2006 menjadi 2,78% pada tahun 2007. Pangsa perbankan

Syariah ini diharapkan dapat terus mengalami peningkatan dan memberikan

kontribusi terhadap tercapainya target nasional pangsa perbankan Syariah sebesar

5%.

Penghimpunan Dana

Seiring dengan pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil

dihimpun oleh perbankan Syariah pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar

39,20% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp327 miliar

menjadi Rp455 miliar, sebesar 94,63% atau Rp430 miliar disimpan di BUS,

sedangkan sebesar 5,37% atau Rp24 miliar disimpan di BPR Syariah.

Grafik 3.12Indikator Perbankan Syariah

1,15 3,08 1,93 2,31

95,89

123,47127,19

104,28

-

100

200

300

400

500

600

2004 2005 2006 2007

Miliar Rp

-10

10

30

50

70

90

110

130

150%

Aset Dana Pihak Ketiga Pembiayaan NPF FDR

Page 98: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

84 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Berdasarkan jenis simpanan, dana masyarakat tersebut sebagian besar

disimpan dalam bentuk Tabungan (52,48%) atau sebesar Rp239 miliar dengan

pertumbuhan 37,58%, Deposito (40,70%) atau sebesar Rp185 miliar dengan

pertumbuhan 51,69% dan Giro (6,82%) atau sebesar Rp31 miliar dengan angka

pertumbuhan negatif yaitu -0,65%.

Penyaluran Pembiayaan dan Kualitas Pembiayaan

Sampai dengan akhir tahun 2007, Pembiayaan yang telah disalurkan oleh

perbankan Syariah mengalami peningkatan sebesar 14,13% dari Rp415 miliar

pada tahun 2006 menjadi Rp474 miliar pada tahun 2007. Meskipun mengalami

pertumbuhan, namun pertumbuhan ini lebih lambat jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 36,44% dan tahun 2005 sebesar 62,69%.

Perlambatan ini disebabkan karena pelunasan pembiayaan yang belum jatuh tempo

karena debitur mengalihkan pinjamannya ke Perbankan Konvensional. Hal ini

terjadi karena pembiayaan pada Perbankan Syariah menganut pada sistem margin,

atau pada Perbankan Konvensional dikenal dengan fixed rate, yang disepakati

pada awal perjanjian. Penurunan BI Rate sebagai suku bunga acuan, direspon

perbankan dengan menurunkan suku bunganya, termasuk suku bunga kredit.

Dengan demikian, suku bunga Perbankan Konvensional menjadi lebih murah yang

selanjutnya menyebabkan pergeseran pembiayaan Perbankan Syariah kepada

Perbankan konvensional.

Miliar Rp

Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1

I Aset 215 294 376 100,00 27,77 528 100,00 40,27 1 BU Syariah 202 277 356 94,53 28,39 494 93,65 38,96 2 BPR Syariah 14 17 21 5,47 17,94 34 6,35 62,89 II Penghimpunan Dana (Deposit) 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 A Jenis Bank 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 BU Syariah 185 233 312 95,45 33,85 430 94,63 38,00 2 BPR Syariah 11 14 15 4,55 8,62 24 5,37 64,29 B Jenis Simpanan 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 Giro 5 16 31 9,56 99,90 31 6,82 -0,65 2 Tabungan 89 115 173 53,10 51,06 239 52,48 37,58 3 Deposito 101 116 122 37,35 4,99 185 40,70 51,69 C Jenis Valuta 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 Rupiah 195 243 323 98,75 32,81 448 98,58 38,95 2 Valuta Asing 1 4 4 1,25 9,15 6 1,42 58,58 III Penyaluran Dana (Financing) 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 A Jenis Bank 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 1 BU Syariah 178 291 399 96,12 37,01 449 94,74 12,49 2 BPR Syariah 9 13 16 3,88 23,71 25 5,26 54,69 B Jenis Penggunaan 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 1 Modal Kerja 44 81 106 25,54 31,12 148 31,21 39,49 2 Investasi 31 42 87 20,99 106,63 83 17,46 -5,10 3 Konsumsi 113 181 222 53,47 22,48 243 51,33 9,56 IV RasioA Non Performing Financing (NPF) 2 9 8 100,00 -14,66 11 100,00 37,01 1 BU Syariah 1 8 7 87,85 -15,35 10 89,34 39,33 2 BPR Syariah 1 1 1 12,15 -9,31 1 10,66 20,18 B Rasio Non Performing Financing 1,15 3,08 1,93 2,31 1 BU Syariah 0,82 2,85 1,76 2,18 2 BPR Syariah 7,36 8,24 6,04 4,69 C Financing to Deposit Ratio (FDR)1 95,89 123,47 127,19 104,28 1 BU Syariah 96,33 125,12 128,08 104,40 2 BPR Syariah 88,32 95,25 108,48 102,14 V Jumlah Bank Syariah 6 7 8 12 1 BU Syariah 4 5 5 6 2 BPR Syariah 2 2 3 6

Keterangan:1) %.

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Syariah dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah

20062004 2005

Tabel 3.17Indikator Perbankan Syariah

No Uraian2007

Page 99: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

85Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pembiayaan perbankan Syariah berdasarkan jenis bank berasal dari

pembiayaan Bank Umum Syariah sebesar Rp449 miliar, tumbuh 12,49% dari tahun

2006 sebesar Rp399 miliar, dan BPR Syariah sebesar Rp25 miliar yang tumbuh

54,69% dari Rp16 miliar.

Pembiayaan dengan tujuan Konsumsi masih menjadi primadona

penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah, dengan pangsa 51,33% atau sebesar

Rp243 miliar, kemudian diikuti dengan Pembiayaan untuk kegiatan Modal Kerja

dengan pangsa 31,21% atau sebesar Rp148 miliar, dan terakhir adalah pembiayaan

untuk kegiatan Investasi dengan pangsa 17,46% atau sebesar Rp83 miliar.

Kualitas penyaluran dana Perbankan Syariah pada tahun 2007 mengalami

penurunan, dibuktikan dengan naiknya rasio Pembiayaan Non Lancar (Non

Performing Financing) dari 1,93% menjadi 2,31%. Rasio NPF Bank Umum Syariah

tercatat sebesar 2,18%, naik dari tahun 2006 sebesar 1,76%. Sedangkan yang

menggembirakan, rasio NPF BPR Syariah pada tahun 2007 berhasil ditekan sehingga

berada di bawah 5,00%, yakni 4,69%, turun dari tahun 2006 sebesar 6,04%.

Fungsi Intermediasi

Pertumbuhan penghimpunan dana perbankan Syariah yang lebih besar

dari pertumbuhan pembiayaannya, mendorong penurunan rasio Financing to

Deposit Ratio (FDR) dari 127,19% pada tahun 2006 menjadi 104,28% pada tahun

laporan. Jika dirinci berdasarkan jenis bank, FDR masing-masing jenis bank

mengalami penurunan yang cukup signifikan. FDR BUS turun dari 128,08% pada

tahun 2006 menjadi 104,40% pada tahun 2007. Sedangkan FDR BPR Syariah

turun dari 108,48% pada tahun 2006 menjadi 102,14% pada tahun 2007. Meskipun

mengalami penurunan, rasio FDR Perbankan Syariah masih berada di atas 100,00%,

menunjukkan dana milik Perbankan Syariah selain DPK juga disalurkan dalam

bentuk pembiayaan, yang juga berarti merupakan realisasi komitmen Perbankan

Syariah dalam menggerakkan perekonomian DIY.

Page 100: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

86 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Kebijakan

Secara umum kebijakan Pemerintah maupun

Bank Indonesia yang terkait dengan pengembangan

UMKM cukup banyak, namun belum

terkomunikasikan secara baik sehingga

implementasi dari kebijakan tersebut kurang

optimal.

Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan

oleh Bank Indonesia terkait dengan UMKM

diantaranya adalah:

1. Berperan dalam penyediaan pendanaan secara

tak langsung melalui penerbitan SUP No. 005

dan penyaluran kembali kredit eks KLBI

(relending) kepada BUMN Koordinator (PT PNM,

BTN dan BRI).

2. Penerbitan dan penyempurnaan pengaturan

kepada perbankan dalam rangka mendukung

penyaluran kredit kepada UMKM.

3. PBI No. 3/2/PBI/2001 perihal Pemberian Kredit

Usaha Kecil (KUK). BI menganjurkan bank untuk

menyalurkan kredit Usaha Kecil.

4. PBI No. 7/39/PBI/2005 perihal Pemberian

Bantuan Teknis dalam pengembangan UMKM.

5. PBI No. 6/25/PBI/2004 dan SE-BI No. 6/44/DPNP

perihal Rencana Bisnis Bank Umum.

6. PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimal

Pemberian Kredit Bank Umum.

7. PBI No. 7/45/PBI/2005 mengenai Perlakuan

Khusus terhadap Bank Umum Pasca Bencana

Nasional.

8. PBI No. 7/8/PBI/2005 mengenai Sistem Informasi

Debitur.

9. PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan

Penghitungan ATMR.

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPembiaembiaembiaembiaembiayyyyyaan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Pertanianertanianertanianertanianertanian

10. PBI No. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007

tentang Perubahan Kedua PBI No. 8/2/PBI/2006

tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif.

Terkait dengan ketentuan yang terakhir,

bahwa ketentuan ini merupakan ketentuan relaksasi

yang memberi kelonggaran penilaian kualitas

linkage program dengan BPR. Dalam ketentuan

sebelumnya penilaian kualitas linkage program

dengan BPR tidak diatur secara khusus. Persisnya

kriteria lama tunggakan pokok/bunga untuk kategori

kurang lancar dan macet diubah dari 5 hari menjadi

30 hari.

Menetapkan bahwa kredit usaha kecil dan

menengah dapat ditetapkan kualitasnya hanya

berdasarkan ketepatan pembayaran pokok/bunga

dengan batasan plafond kredit yang dikaitkan

dengan penilaian atas Risk Control System kredit

dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan masing-

masing bank. Dalam ketentuan sebelumnya kredit

usaha menengah belum dapat ditetapkan

kualitasnya hanya berdasarkan ketepatan

pembayaran pokok/bunga.

Adanya penambahan item agunan yang

dapat digunakan sebagai pengurang pembentukan

PPAP: dari semula 4 item menjadi 6 item dengan

tambahan Resi Gudang dan mesin.

Selanjutnya SE 8/3/DPNP yang memberikan

bobot ATMR terhadap kredit KUK sebesar 85%, KPR

40% dan pegawai/pensiunan 50% apabila syarat

yang ditetapkan dipenuhi. Sebelumnya kredit

tersebut dibobot 100%, kecuali apabila dijamin

pemerintah/BUMN maka dibobot 0%.

Page 101: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

87Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Resi Gudang

Ada satu item dalam ketentuan di atas yang

memberi angin segar bagi sektor pertanian. Dengan

diperhitungkannya Resi Gudang sebagai pengurang

pembentukan PPAP hingga sebesar 70%,

diharapkan akan mendorong industri perbankan

untuk membiayai sektor Pertanian, karena bank bisa

memanfaatkan Resi Gudang sebagai menjadi

agunan kredit.

Dasar hukum keberadaan Resi Gudang juga

sangat kuat, diantaranya UU No.9 Tahun 2006 :

Sistem Resi Gudang dan PP No.36 tgl 22 Juni 2007

terkait dengan barang-barang yang dapat disimpan

di gudang. Sehingga, sangat optimis implementasi

PBI No.9/6/2007 dapat terlaksana, tinggal menunggu

kesiapan SDM perbankan dalam memahami

karakteristik usaha pertanian.

Secara ringkas, Resi Gudang merupakan

tanda bukti yang dikeluarkan perusahaan

pergudangan. Resi Gudang ini bisa dijadikan agunan

untuk memperoleh kredit dengan jangka waktu

palin lama 1 tahun (tergantung komoditinya). Cara

memperolehnya :

• Setelah panen, petani bisa menyerahkan hasil

panennya ke perusahaan pergudangan yang

berhak mengeluarkan Resi Gudang. Petani nanti

memperoleh Resi Gudang sebagai tanda bukti.

• Resi Gudang ini mencantumkan kuantitas dan

kualitas barang yang disimpan.

• Ini bisa diajukan ke bank sebagai agunan.

• Bank bisa memberikan kredit atau pembiayaan

sampai 70% dari nilai agunan, tergantung jenis

dan kualitas barangnya.

Pola pembiayaan yang mirip dengan

mekanisme pembiayaan dengan agunan Resi

Gudang tersebut sebenarnya sudah banyak

dilakukan oleh beberapa bank nasional.

Pembiayaan Bank Syariah untuk Produk

Sektor Pertanian

Selain itu, masih banyak pola pembiayaan

perbankan untuk produk-produk sektor pertanian,

diantaranya adalah pembiayaan melalui perbankan

syariah.

1. Bai’ Salam (Up front financing)

Salam adalah akad jual beli muslam fiih

(barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman

oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya

dilakukan segera sebelum muslam fiih diterima

sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Piutang salam

harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan barang

bukan penerimaan dalam bentuk uang tunai.

Hutang salam adalah modal usaha salam yang

diterima oleh bank sebagai penjual dari pembeli.

Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang

meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan

kuantitasnya.

Barang yang diterima harus sesuai dengan

karakteristik yang telah disepakati antara pembeli

dan penjual. Jika barang pesanan yang diterima

bank salah atau cacat maka penjual (supplier) harus

bertanggung jawab atas kelalaiannya. Apabila nilai

pasarnya lebih rendah daripada nilai akad maka

bank mengakui sebagai kerugian salam. Apabila

nilai pasarnya lebih tinggi daripada nilai akad maka

bank tidak mengakui sebagai keuntungan salam.

Pemesananbarangnasabahdan bayar tunai

NASABAH /PENJUAL

PEMBELI

BANK

Negosiasipesanan dengan

kriteria

Kirimdokumen

Kirim pesanan

BayarPemesanan

barangnasabahdan bayar tunai

NASABAH /PENJUAL

PEMBELI

BANK

Negosiasipesanan dengan

kriteria

Kirimdokumen

Kirim pesanan

Bayar

Page 102: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

88 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Bank sebagai pembeli dapat meminta jaminan

untuk menghindari risiko yang merugikan. Barang

pesanan yang disepakati antara penjual dan

pembeli harus diketahui karakterisktiknya secara

umum jenis, macam, kualitas dan kuantitasnya.

Apabila barang yang dikirim tidak sesuai

karakteristiknya maka penjual harus bertanggung

jawab.

Hutang salam merupakan kewajiban bank

yang harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan

barang bukan pembayaran dalam bentuk uang

tunai . Spesifikasi dan harga barang harus disepakati

di awal akad dan harga barang tidak dapat berubah

selama jangka waktu akad.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau

penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank

bertindak sebagai penjual kemudian memesan

kepada pihak lain untuk menyediakan barang

pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut

salam paralel.

Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:

akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari

akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan

akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

2. Muzaraah

Pembiayaan ini melibatkan tiga pihak yakni

Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Pembiayaan ini,

dana berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan

dari pemilik, serta benih dan ketrampilan dari petani.

3. Musaqah

Sama halnya dengan pembiayaan Muzaraah,

Pembiayaan ini juga melibatkan tiga pihak yakni

Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Dimana dana

berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan dari

pemilik, serta ketrampilan dari petani.

Namun sejauh ini pembiayaan Muzaraah dan

Musaqah belum ada yang mengajukan, sehingga

aturan dari Bank Indonesia belum dikeluarkan.

Seandainya ada petani yang menginginkan

pembiayaan seperti ini untuk sementara bisa dibiayai

melalui mekanisme pembiayaan Mudharabah atau

Musyarakah.

4. Mudharabah Mutlaqah (Bagi hasil)

Pembiayaan mudharabah adalah akad

kerjasama usaha antara bank sebagai pemilik dana

(shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola

dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha

dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau

kerugian) menurut kesepakatan dimuka.

Pembiayaan mudharabah dapat diberikan dalam

bentuk kas dan atau non-kas yang dilakukan secara

bertahap atau sekaligus. Pengembalian pembiayaan

mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan

distribusi bagi hasil atau pada saat diakhiri-nya akad

mudharabah.

Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan

dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba

(profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue

sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah

dikurangi beban yang berkaitan dengan

pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi

pendapatan, dihitung dari total pendapatan

pengelolaan mudharabah.

Dalam hal terjadi kerugian dalam usaha

pengelola dana (mudharib),bank sebagai pemilik

dana (shahibul maal) akan menanggung semua

kerugian sepanjang kerugian tersebut bukan

disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola

dana (mudharib).

Bank (Modal 100%)

Nasabah(Ketrampilan/ Keahli

an)

Perjanjian/ Akad bagi

hasil

Proyek/ Usaha

PembagianKeuntungan

MODAL

Nisbahx%

Nisbahy%

Bank (Modal 100%)

Nasabah(Ketrampilan/ Keahli

an)

Perjanjian/ Akad bagi

hasil

Proyek/ Usaha

PembagianKeuntungan

MODAL

Nisbahx%

Nisbahy%

Page 103: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

89Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Kelalaian atau kesalahan pengelola dana,

antara lain, ditunjukkan oleh tidak dipenuhinya

persyaratan yang ditentukan di dalam akad, tidak

terdapat kondisi force majeur dan/atau yang telah

ditentukan di dalam akad atau hasil putusan dari

badan arbitrase atau pengadilan.

Pada prinsipnya pembiayaan mudharabah

tidak mensyaratkan jaminan, kecuali dalam hal

pengelola dana tidak memenuhi syarat yang

ditetapkan. Pencairan jaminan dapat dilakukan

apabila pengelola terbukti melakukan pelanggaran

kesepakatan.

Persyaratan Mudharabah: modal berupa uang

tunai atau barang yang dapat dinilai dengan uang.

Jumlah modal harus jelas, nyata dan bisa dilihat,

harus diserahkan kepada pelaksana dan keuntungan

harus jelas pembagian keuntungannya dan

sebaiknya berbentuk nisbah.

5. Mudharabah Muqayyadah (Bagi hasil)

Pembiayaan mudharabah (muqayyadah)

adalah akad kerjasama usaha antara nasabah

pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah

pengelola dana (mudharib) dimana pihak bank

bertindak sebagai perantara pembiayaan. Pemilik

dana menetapkan pelaksanaan kegiatan dengan

syarat-sayarat tertentu berupa jenis usaha, tempat,

waktu maupun tatacara pelaksanaannya. Nisbah

pembagian hasil (keuntungan atau kerugian)

menurut kesepakatan dimuka.

Syarat-syarat lainnya mengacu kepada

Pembiayaan mudharabah. Bank dalam kegiatan ini

bertindak sebatas perantara/penghubung antar

pemilik dana dan pengelola. Oleh sebab itu

memiliki tanggung jawab yang terbatas. Apabila

bank sebagai chanelling agent maka dibukukan

dalam laporan perubahan dana investasi terikat.

Apabila sebagai executing agent maka dibukukan

sebesar porsi risiko yang ditangung bank. Sebagai

agen/perantara pembiayaan bank dapat meminta

fee sebagai imbalan.

6. Musyarakah (Perkongsian)

Musyarakah adalah akad kerjasama yang

terjadi diantara para pemilik modal (mitra

musyarakah) untuk menggabungkan modal dan

melakukan usaha secara bersama dalam suatu

kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai

dengan kesepakatan, sedangkan kerugian

ditanggung secara proporsional sesuai dengan

kontribusi modal.

Musyarakah dapat berupa musyarakah

permanen maupun musyarakah menurun.

Musyarakah permanen adalah musyarakah yang

jumlah modalnya tetap sampai akhir masa

musyarakah. Sedangkan di dalam musyarakah

menurun, jumlah modalnya secara berangsur

menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah.

Nasabah(Mudharib)

Bank Perantara

Nasabah(Shahibul

Maal)

Proyek/ Usaha

PembagianKeuntungan

Nisbahx%

Nisbahy%

Perjanjian/ Akad bagi

hasilNasabah

(Mudharib)

Bank Perantara

Nasabah(Shahibul

Maal)

Proyek/ Usaha

PembagianKeuntungan

Nisbahx%

Nisbahy%

Perjanjian/ Akad bagi

hasil

Keuntungan

Bagi hasil keuntungan sesuaikesepakatan nisbah)/ kerugiansesuai porsi kontribusi modal

NASABAH parsial: asset

valueBANK

parsial: asset value

Proyek/ Usaha

Keuntungan

Bagi hasil keuntungan sesuaikesepakatan nisbah)/ kerugiansesuai porsi kontribusi modal

NASABAH parsial: asset

valueBANK

parsial: asset value

Proyek/ Usaha

Page 104: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

90 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Keuntungan atau pendapatan musyarakah

dibagi di antara mitra musyarakah berdasarkan

kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah

dibagi diantara mitra musyarakah secara

proporsional berdasarkan modal yang disetorkan.

Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam

bentuk kas, setara kas, atau aktiva non-kas,

termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan

hak paten yang sesuai dengan syariah.

Dalam pembiayaan musyarakah setiap mitra

tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, maka

setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk

menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan

yang di sengaja. Kelalaian atau kesalahan pengelola

dana, antara lain, ditunjukkan oleh tidak

dipenuhinya persyaratan sesuai akad; tidak terdapat

kondisi force majeur dan/atau yang telah ditentukan

di dalam akad; atau hasil putusan dari badan

arbitrase atau pengadilan

Page 105: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

91Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Peristiwa bencana alam yang melanda

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan

daerah sekitarnya di Provinsi Jawa Tengah telah

memberikan dampak yang mengganggu

perekonomian Indonesia, khususnya di daerah yang

terkena bencana dimaksud. Nasabah debitur yang

terkena dampak bencana tersebut diperkirakan

akan mengalami kesulitan dalam melunasi

kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit.

Upaya antisipasi yang telah dilakukan oleh

Bank Indonesia adalah memberikan bantuan

kemanusian baik dalam bentuk Charity (tahap

tanggap darurat) maupun Community Development

(pengembangan komunitas). Disamping itu, dari sisi

kebijakan Bank Indonesia telah mengeluarkan

kebijakan perlakuan khusus terhadap kredit Bank

berupa kelonggaran dalam penetapan kualitas

penyediaan dana dan kredit, serta penyediaan dana

dan pemberian kredit baru kepada debitur yang

terkena dampak bencana alam dimaksud melalui

dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)

relending yaitu dana angsuran KLBI yang belum

jatuh tempo dan Eks Relending.

Terkait dengan Charity Bank Indonesia

Yogyakarta sampai dengan 31 Maret 2007 telah

menyalurkan dana sebesar Rp7.195.940.325,00.

Dana tersebut bersumber dari partisipasi Pegawai

dan Anggota Dewan Gubernur. Sementara itu

terkait dengan Community Development, Bank

Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Daerah

(PEMDA) Kabupaten Bantul, Ikatan Sarjana

EKonomi (ISEI) DIY dan salah satu NGO

mengembangan Program Desa Kita di Dusun

Manding, Desa Sabdodadi, Kec. Bantul, Kabupaten

Bantul, yang dilaksanakan kurang lebih 2 tahun,

yaitu mencakup Pembangunan Infrastruktur Fisik,

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu TTTTTahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Paska Gempaaska Gempaaska Gempaaska Gempaaska Gempa

Peningkatan sumber daya dan kualitas hidup

manusia dan Penyediaan sarana dan prasarana

pendukung.

Selain itu, sebagai perwujudan rasa

kepedulian dan turut membantu pemulihan

kehidupan sosial dan ekonomi di daerah yang

terkena bencana gempa, Bank Indonesia dan

Kementrian Negara Perumahan Rakyat telah

menandatangani Nota Kesepahaman tentang Kredit

Pembangunan/Perbaikan Rumah Sederhana Secara

Swadaya untuk Daerah Gempa di Provinsi DIY dan

Jawa Tengah pada tanggal 23 Agustus 2006,

dengan jumlah dana yang siap disalurkan adalah

sebesar Rp239 miliar bersumber dari dana KLBI

relending. Penyaluran dana KLBI relending untuk

korban gempa di DIY sampai dengan 4 Juni 2007

sebanyak 1.310 debitur dengan nilai sebesar

Rp36,76 miliar.

Selanjutnya, berkaitan dengan bencana alam

yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

dan Jawa Tengah, Bank Indonesia juga memberikan

insentif berupa kebijakan di bidang perbankan.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No. 8/10/PBI/2006 tanggal 7 Juni 2006

tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank

Pasca Bencana Alam di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Provinsi Jawa

Tengah.

Masyarakat perbankan DIY juga peduli

terhadap dampak gempa di Provinsi DIY dengan

melakukan berbagai upaya untuk meringankan

beban masyarakat antara lain dengan cara

melaksanakan tanggung jawab social (Corporate

Social Responsibility) dengan aktivitas CSR antara

lain ikut membantu pembangunan lebih dari 15

gedung sekolah, lebih dari 200 ruangan kelas,

Page 106: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

92 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

beberapa unit rumah, bantuan program pendidikan

berupa pemberian computer, beasiswa maupun

pelatihan bagi guru, pembangunan beberapa rumah

peribadatan, renovasi pasar maupun bantuan

pemberian dana dan bentuk natura lainnya. Upaya

yang telah dilakukan oleh perbankan tentu saja

bukan merupakan penyelesaian masalah secara

tuntas karena disadari bantuan tersebut sangatlah

kecil apabila dibandingkan dengan kerugian dan

penderitaan yang dirasakan masyarakat DIY

terutama di wilayah bencana. Namun demikian

perbankan bersama-sama dengan seluruh elemen

masyarakat lainnya sangat peduli dan

berkepentingan atas pulihnya kondisi perekonomian

masyarakat DIY.

Perkembangan Restrukturisasi Kredit/

Pembiayaan Paska Gempa

Untuk mempercepat pemulihan kondisi

perekonomian didaerah tersebut, Bank Indonesia

menganjurkan perbankan DIY untuk

memberlakukan debitur korban gempa sesuai PBI

No.8/10/PBI/2006. Peraturan ini memungkinkan

bank (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

Perbankan) dapat melakukan hal-hal sebagai

berikut:

a. Penilaian kualitas kredit dan penyediaan dana

lain untuk Bank Umum bagi nasabah dengan

lokasi proyek dan lokasi usaha didaerah tersebut

sampai dengan Rp 5 milyar hanya dinilai

berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/

atau bunga. Hal ini berbeda dengan ketentuan

normal yang mengharuskan penentuan kualitas

kredit dan penyediaan dana lain dengan jumlah

diatas Rp500 juta dinilai berdasarkan prospek

usaha, kondisi keuangan, dan ketepatan

pembayaran (3 pilar).

b. Restrukturisasi kredit bagi Bank Umum dan

BPR yang dilakukan untuk debitur yang terkena

dampak bencana alam tersebut langsung

dikategorikan dengan kualitas Lancar selama

3 tahun sejak ketentuan ini berlaku. Dalam

ketentuan yang berlaku untuk kondisi normal,

kualitas kredit yang direstrukturisasi harus

digolongkan Kurang Lancar dan kemudian dapat

menjadi kualitas Lancar apabila tidak terdapat

tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga

dari debitur setelah 3 kali periode pembayaran

terakhir untuk Bank Umum atau setelah periode

6 bulan untuk BPR. Kredit yang dapat

direstrukturisasi berdasarkan ketentuan ini tidak

dibatasi jumlah nominalnya.

c. Bank Umum dan BPR diperkenankan

memberikan kredit baru kepada debitur di

daerah tersebut meskipun kredit awalnya telah

bermasalah dengan adanya bencana alam

tersebut.

d. Kebijakan di atas berlaku juga bagi Bank

Umum konvensional yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah,

Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan

BPR berdasarkan Prinsip Syariah untuk

penyediaan dana yang mencakup pembiayaan

(mudharabah atau musyarakah), piutang

(murabahah, salam, atau istishna), sewa (ijarah),

pinjaman (qardh) dan penyediaan dana lain.

e. Kebijakan tersebut diatas didasarkan kepada

pendekatan pemulihan ekonomi di daerah

bencana alam, dengan demikian debitur yang

terkena bencana maupun yang tidak terkena

bencana tetap dapat menikmati insentif tersebut.

Adapun pertimbangan bagi debitur yang tidak

terkena bencana untuk diberikan insentif adalah

karena debitur yang bersangkutan juga

mengalami kesulitan usaha karena adanya

kesulitan yang dialami produsen dan konsumen.

Namun pelaksanaan dari peraturan tersebut

terdapat beberapa kendala. Dari sisi perbankan,

kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

Page 107: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

93Bab 3 - Perkembangan Perbankan

ini tidak diikuti oleh ketentuan yang terkait dengan

perlakuan pajak untuk kredit/pembiayaan debitur

korban gempa. Hal ini penting bagi perbankan,

karena debitur yang telah direstrukturisasi tersebut

kolektibilitasnya menjadi lancar selama 3 tahun dan

bank mencatat adanya pendapatan bunga yang

masuk (meskipun pada kenyataannya tidak ada

aliran dana karena kondisinya macet), oleh karena

pendapatan tersebut diakhir tahun otomatis akan

dikenai pajak.

Sementara itu, disisi UMKM, sebagaimana

yang diketahui banyak UMKM yang mengeluhkan

bahwa perbankan belum sepenuhnya

melaksanakan PBI tersebut dan bahkan beberapa

bank telah melakukan penyitaan jaminan.

Meskipun pengertian perbankan oleh UMKM tidak

hanya mencakup perbankan sesuai ketentuan

berlaku (Bank Umum & BPR) tapi juga non bank.

Kendala yang dihadapi UMKM ini ditindaklanjuti

oleh Bank Indonesia Yogyakarta melakukan

penelitian terkait sejauh mana pelaksanaan atas

peraturan dimaksud di lapangan termasuk kendala

yang dihadapi oleh masing-masing bank di wilayah

kerja Bank Indonesia Yogyakarta. Penelitian ini telah

dilakukan untuk data sampai dengan Desember

2006 dan sampai ini dilanjutkan kembali

penelitiannya sampai Juni 2007. Adapun hasil

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Debitur perbankan yang menjadi korban

gempa di DIY mencapai 31.447 debitur (60,35%

debitur Bank Umum dan 39,65% BPR) dan yang

telah direstrukturisasi sebanyak 16.340 debitur

(72,73% debitur Bank Umum dan 27,27% debitur

BPR). Hasil dari restrukturisasi tersebut terdapat

74,82% telah menjadi performing, 9,26% masih

non performing dan sisanya telah lunas. Sedangkan

bentuk restrukturisasi yang paling banyak dipilih

adalah rescheduling 80,60%, kemudian diikuti oleh

restructuring 11,64% dan sisanya reconditioning.

Bentuk dari penyelamatan kredit dapat

berupa: (a) Penjadualan kembali (rescheduling),

yaitu perubahan syarat kredit yang hanya

menyangkut jadual pembayaran dan atau jangka

waktunya. (b) Persyaratan kembali (reconditioning),

yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat

kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadual

pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan

lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan

maksimum saldo kredit. (c) Penataan kembali

(restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit

yang menyangkut (penambahan dana bank dan/

atau ; konversi seluruh atau sebagian tunggakan

bunga menjadi pokok kredit baru, dan/ atau;

konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi

penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai

dengan penjadualan kembali dan/atau persyaratan

kembali.

18,977 11,884

12,470

4,456

Bank Umum BPR

Debitur Korban Gempa Yang Telah Direstrukturisasi

Korban Gempa Telah Dilakukan Restrukturisasi

Kondisi Debitur Setelah Direstrukturisasi

Performing Loan, 74.82%

Lunas, 15.93%

Non Performing Loan, 9.26%

Page 108: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

94 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Dengan demikian masih terdapat 15.107

debutur yang belum diputuskan untuk

direstrukturisasi. Dalam action plan perbankan

dalam tahun ini terdapat 3.020 debitur (19,27%

untuk debitur Bank Umum dan 80,73% debitur BPR)

yang direncanakan akan direstrukturisasi tahun

2007. Sedangkan yang telah diidentifikasi untuk

tidak direstrukturisasi dalam tahun ini terdapat 3.577

debitur (15,63% debitur Bank Umum dan 84,37%

debitur BPR). Alasan utama tidak akan

direstrukturisasi diantaranya karena terkait dengan

ketidakinginan debitur untuk direstrukturisasi

19,88%, terkait dengan agunan dan kondisi usaha

yang tidak mungkin direstrukturisasi 15,28%, terkait

dengan karakter yang kurang bagus 9,70%,

kolektibilitas debitur non performing sebelum gempa

terjadi 3,29%, hapus buku 1,11%, debitur

meninggal dunia 0,25% dan sisanya 50,49%

dengan alasan lain-lain.

Alasan Tidak Direstrukturisasi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Agunan &kondisiUsaha

Karakter Tidak pingindirestruk

Bermasalahsebelumgempa

Hapus Buku Meninggaldunia

Lain-lain

Page 109: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

95Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Pei Pei Pei Pei Persepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyarararararakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapPPPPPerbankan Syerbankan Syerbankan Syerbankan Syerbankan Syariah di DIYariah di DIYariah di DIYariah di DIYariah di DIY

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia

dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan

kecenderungan yang melambat, sehingga target

pencapaian porsi aset terhadap perbankan nasional

belum tercapai. Hingga Juni 2007 total aset

perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp 29,2

trilyun atau sekitar 1,65% dari aset perbankan

nasional (Investor, Oktober 2007). Fenomena

tersebut jika dikaitkan dengan tingginya penduduk

Muslim di Indonesia menjadi sangat ironis. Jumlah

penduduk Muslim di negeri ini hingga Juli 2007

diperkirakan mencapai 200 juta jiwa, dan mencapai

urutan pertama negara terbesar penduduk

Muslimnya. Di atas kertas tentu orang

memperkirakan bahwa Indonesia cukup potensial

dalam pengembangan ekonomi, keuangan, dan

perbankan Islam. Tetapi sayang peluang ini masih

sebatas potensi. Hingga kini berbagai produk syariah

(Islam) belum digarap secara maksimal, bahkan

Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara-

nagara yang potensi pasarnya di bawahnya, sebut

saja Malaysia dan Singapura.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan

suatu provinsi dengan penduduk Muslim lebih dari

90% dari sekitar 3,15 juta jiwa. Meski demikian

pencapaian pasar perbankan syariah di DIY relatif

lebih ringgi dibandingkan angka rata-rata nasional,

dimana pangsa asetnya per Agustus 2007 mencapai

2,58%. Lambatnya perkembangan perbankan

syariah dibandingkan dengan target ini diduga

disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurangnya

jaringan perbankan syariah, kurangnya pemahaman

masyarakat tentang perbankan syariah dan

kurangnya keunggulan yang mampu ditawarkan

oleh perbankan syariah, disamping aspek regulasi

dan peran pemerintah. Nasabah perbankan syariah

juga ditemukan sebagian besar merupakan

masyarakat mengambang (floating mass), yang

selalu memandang bank syariah sebagai bank

alternatif perbankan konvensional. Kelompok

masyarakat ini menggunakan jasa perbankan

syariah dengan pertimbangan rasional dan

membandingkan dengan bank lain termasuk

dengan bank konvensional. Di sisi lain, penggunakan

istilah-istilah berbahasa Arab dalam produk maupun

proses yang ada di perbankan hingga dewasa ini

masih melekat di banyak perbankan syariah di negeri

ini. Banyak terma-terma yang dalam perbankan

konvensional telah mengalami perubahan dalam

perbankan syariah, seperti istilah pembiayaan

digunakan untuk menggantikan istilah kredit, istilah

kafalah untuk menggantikan istilah penjaminan

atau garansi, dan sebagainya.

Dari latar belakang inilah maka Bank

Indonesia Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat

Pengkajian & Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)

– Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan

survei persepsi masyarakat non-muslim terhadap

perbankan syariah dan preferensi mereka terhadap

penggunaan jasa perbankan syariah di masa kini

dan mendatang.

Survei ini bertujuan (1) memperoleh informasi

awal mengenai persepsi masyarakat non-muslim di

DIY terhadap bank syariah, (2) mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi masyarakat non-muslim

dalam memilih produk perbankan, dan (3)

mengetahui preferensi masyarakat non-muslim

terhadap perbankan syariah.

Page 110: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

96 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Survei ini ditentukan dengan pendekatan

purposive sampling, yaitu dipilih sejumlah 100

individu dan 20 lembaga dengan distribusi sebagai

berikut: nasabah (15 responden), bukan nasabah

(85 responden), institusi pendidikan (10 responden)

dan rumah sakit, asosiasi & lembaga lainnya (10

responden).

Data yang terkumpul dianalisis dengan

metode deskriptif analisis content, yaitu dengan

mengelaborasi suatu variabel yang mengungkap

jawaban atas pertanyaan bagaimana, mengapa

dan apakah kejadian yang mengikutinya. Analisis

ditekankan pada distribusi frekuensi yang dilengkapi

dengan pendekatan grafis dan statistik deskriptif.

Diharapkan dengan analisis ini diperoleh gambaran

secara umum mengenai peta persepsi dan preferensi

responden mengenai perbankan syariah.

Kesimpulan

1. Sebagian besar masyarakat non-muslim

menganggap bahwa bunga bank tidak

dipermasalahkan (dibolehkan) oleh setiap

agama. Hanya sebagian kecil (25%) masyarakat

non-muslim menganggap bahwa bunga tidak

dilarang oleh agama.

2. Informasi tentang perbankan syariah bagi

masyarakat non-muslim merupakan hal yang

relatif baru. Rata-rata masyarakat non-muslim

mendengarkan informasi tentang bank syariah

kurang dari dua tahun. Hal ini dimungkinkan

terkait dengan kebijakan Bank Indonesia baru

memberlakukan kebijakan dibolehkannya gerai

syariah (office channeling) dua tahun lalu.

Dengan kebijakan ini maka informasi dan

layanan perbankan syariah dapat dilayani oleh

bank konvensional yang satu induk.

3. Sebagian besar masyarakat non-muslim

menganggap bank syariah berbeda dengan bank

konvensional, karena penerapan prinsip tanpa

bunga, penerapan prinsip bagi hasil dan lebih

adil dalam transaksi. Hal ini mengesankan

bahwa produk-produk perbankan syariah yang

berbasis bagi-hasil, seperti mudharabah, lebih

dikenal daripada produk lainnya.

4. Secara umum, masyarakat non-muslim memiliki

pemahaman dan kesan bahwa bahwa bank

syariah hanyalah diperuntukan bagi orang Islam.

Keinginan untuk mencoba menggunakan bank

syariah terkendala oleh persepsi sekaligus

kurangnya sosialisasi oleh perbankan syariah itu

sendiri.

5. Pertimbangan utama masyarakat non-muslim

memilih suatu bank adalah (1) kemudahan akses

(2) kemudahan prosedur (3) fasilitas (4) reputasi

dan (5) kualitas layanan. Tingginya manfaat

finansial (bunga) yang ditawarkan bank adalah

juga dipertimbangkan namun hal ini bukanlah

hal utama yang menjadi bahan pertimbangan.

6. Sebagian besar masyarakat non-muslim pernah

mendengar adanya bank syariah DIY, namun

sebagian besar mereka belum berminat untuk

menggunakan jasa bank syariah.

7. Faktor utama yang mendorong rendahnya

minat terhadap bank syariah adalah (1)

kurangnya informasi tentang bank syariah (2)

layanan bank (konvensional) selama ini cukup

memuaskan dan (3) faktor kenyamanan dengan

lingkungan sosial nasabah.

8. Kurangnya informasi mengenai bank syariah

terkait dengan dominannya peran media cetak

dan elektronik nasional di daerah (DIY) yang

kurang banyak dimanfaatkan oleh perbankan

syariah (DIY) sebagai media iklan dan sosialisasi.

Disamping itu, sosialisasi pada tingkat lokal juga

belum banyak menyentuh masyarakat non-

muslim.

9. Bagi masyarakat non-muslim yang

menggunakan bank syariah, pertimbangan

utama mereka adalah sama dengan ketika

memilih bank konvensional. (1) kemudahan

Page 111: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

97Bab 3 - Perkembangan Perbankan

prosedur (2) kemudahan akses (3) kelengkapan

fasilitas (4) keinginan uji coba serta (5) kualitas

layanan. Faktor manfaat/laba yang ditawarkan

bank adalah penting namun bukanlah hal

utama. Pelayanan dan prosedur yang nyaman

serta akses mudah yang diberikan oleh bank

syariah mampu menjadi daya pikat bagi

masyarakat non muslim.

10. Bagi masyarakat non-muslim, aspek syariah

Islam di bank syariah belum mampu dipandang

sebagai hal yang mampu membedakan antara

bank syariah dan bank konvensional

11. Sebenarnya, layanan yang diberikan oleh bank

syariah selama ini cukup kompetitif dan

memuaskan. Namun, karena kurangnya

jaringan kantor dan akses terhadap perbankan

syariah maka hal ini memposisikan bank syariah

menjadi belum banyak diminati oleh masyarakat

non-muslim.

12. Penggunaan istilah berbahasa Arab di perbankan

syariah masih dirasa kurang nyaman dan dinilai

mengurangi minat masyarakat untuk mengenali

lebih jauh terhadap bank syariah.

Rekomendasi

1. Perlu diperbanyak forum sosialisasi dan promosi

produk dan jasa perbankan syariah. Perbankan

syariah perlu merencanakan dan meningkatkan

anggaran untuk iklan dan sosialisasi yang lebih

besar pada tahun-tahun ke depan.

2. Media cetak dan elektronik berskala nasional

perlu dimanfaatkan untuk sosialisasi. Media lokal

dapat dipergunakan untuk diperkuat sosialasi

berskala nasional

3. Perlu ada penekanan dalam sosialisasi bahwa

perbankan syariah tidak hanya melayani orang

Islam, namun masyarakat semua lapisan.

Segmentasi perbankan syariah bukan hanya

orang Islam, namun siapa-pun yang cocok

terhadap prinsip dan mekanisme keuangan

syariah yang ada di perbankan syariah.

Sosialisasi terhadap prinsip dan mekanisme inilah

yang diperlukan dilakukan secara masif dan

universal.

4. Industri perbankan syariah pelu meningkatkan

akses dan jariangannya, baik melalui

penambahan jaringan kantor maupun melalui

pembukaan gerai syariah (office channeling).

5. Bahasa komunikasi perbankan syariah perlu

dikemas secara dengan mengakomodir aspek

budaya lokal, meminimisir eksklusifitas.

Penggunaan istilah-istilah berbahasa Arab perlu

lagi dipertimbangkan, tanpa menghilangkan

esensi prinsip kesyariahaan yang diterapkan.

6. Kepatuhan syariah di perbankan tidak selalu

harus diwujudkan dalam suatu hal yang visual,

seperti istilah atau penampilan, namun perlu

diwujudkan dalam bentuk produk, mekanisme

dan layanan yang diberikan ke nasabah.

Page 112: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

98 Bab 3 - Perkembangan Perbankan

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pembiaembiaembiaembiaembiayyyyyaan aan aan aan aan AlternatifAlternatifAlternatifAlternatifAlternatifNon BankNon BankNon BankNon BankNon Bank

Peranan perbankan sangat diperlukan untuk

meningkatkan volume usaha sektor riil yang

selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor

kunci yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi,

yaitu menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan

dana kepada pihak yang membutuhkan dana.

Fungsi intermediasi adalah salah satu fungsi

yang penting dalam perbankan, diindikasikan

dengan Loan to Deposits Ratio (LDR), merupakan

perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan

terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun

dari masyarakat. Asumsinya jika LDR tinggi, berarti

banyak kredit yang terserap di masyarakat yang

selanjutnya akan meningkatkan perkembangan

sektor riil.

Namun LDR Perbankan di DIY masih berkisar

pada angka 55%, berada di bawah target nasional

sebesar 60%. Hal ini diduga akan mempengaruhi

volume usaha sektor riil yang selanjutnya dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi dan akan

menurunkan kesejahteraan masyarakat. Namun

dalam kenyataannya, pertumbuhan sektor riil di DIY

tetap menunjukkan angka + 8%, yang

menunjukkan kondisi asimetris. Ditengarai ada

peran yang cukup signifikan dari sumber

pembiayaan alternatif selain bank. Temuan ini

ditunjukkan pula oleh survei Bank Indonesia

Yogyakarta pada tahun 2005 menyatakan bahwa

masalah utama rendahnya LDR adalah karena minat

konsumen untuk meminjam di bank rendah yang

disebabkan adanya alternatif meminjam. Selain itu

memunculkan dugaan adanya masalah dalam

penyaluran kredit dari sektor perbankan, sehingga

debitur beralih ke sumber pembiayaan lain.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bank

Indonesia bekerjasama dengan Pusat

Pengembangan Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

melakukan survei mengenai peta pembiayaan

alternatif non-Bank di DIY serta motif pelaku

ekonomi dalam memilih lembaga pembiyaan

tersebut.

Tujuan dari survei ini adalah (1) memperoleh

gambaran mengenai peta pembiayaan alternatif

non-bank; (2) memperoleh gambaran motif nasabah

memilih lembaga/sumber pembiayaan alternatif

bukan bank; (3) memperoleh gambaran mengenai

kapitalisasi dan penyaluran dana yang dilakukan

lembaga keuangan bukan bank.

Responden survei terdiri dari 100 responden

dari pelaku usaha dan 58 lembaga pembiayaan

bukan bank. Pelaku usaha meliputi kelompok

pedagang eceran berdasar Klasifikasi Lapangan

Usaha Industri (KLUI) yaitu bahan konstruksi, suku

cadang & kendaraan, peralatan tumah tangga,

kerajinan, seni & mainan anak, makanan, minuman

& tembakau, pakaian & perlengkapannya, bahan

kimia, bahan bakar, dan peralatan alat tulis.

Sedangkan lembaga keuangan bukan bank

meliputi Leasing, BMT dan Koperasi.

Kesimpulan

1. Sumber pembiayaan alternatif non-bank di DIY

meliputi Kerabat & Rekanan (43%), BUMN

(19%), Koperasi (15%), Leasing (15%), Supplier

(6%). Hal ini menunjukkan, bahwa sumber

pembiayaan alternatif bukan bank yang paling

Page 113: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

99Bab 3 - Perkembangan Perbankan

dominan digunakan oleh responden adalah

kerabat/rekanan.

2. Motif nasabah memilih lembaga/sumber

pembiayaan alternatif bukan bank adalah

prosedur yang mudah, pelayanan yang diberikan

memuaskan, waktu pencairan cepat, waktu

pengembalian & jumlah dana fleksibel, lokasi

yang dekat, dan agunan yang mudah dipenuhi

yaitu sertifikat dan BPKB.

3. Motif responden menggunakan modal sendiri

sebagai sumber pembiayaannya adalah karena

simpanan yang dimiliki cukup untuk membiayai

usaha responden, prosedur meminjam ke

lembaga keuangan rumit, tidak memiliki

agunan, lokasi jauh, rasa tentram karena tidak

memiliki utang dan tingkat bunga yang tinggi.

4. Keluhan yang disampaikan oleh nasabah

mengenai lembaga keuangan bukan bank

adalah tingkat bunga yang tinggi, prosedur yang

sulit, masalah agunan dan pelayanan.

5. Sumber pembiayaan lembaga keuangan bukan

bank berasal dari modal sendiri, bank, nasabah,

anggota dan lainnya.

6. Intermediasi lembaga bukan bank terlihat dari

Pembiayaan Yang Digulirkan (PYD) oleh LKM

(Koperasi dan BMT) dan Leasing. Nilainya PYD

2007 cukup tinggi yaitu 90,2%, bandingkan

dengan LDR Bank Umum yang mencapai

51,53%. Hal ini mengindikasikan adanya

substitusi antara perbankan (Bank Umum

khususnya) dengan lembaga pembiayaan

alternatif. Pada saat LDR Bank Umum rendah,

PYD lembaga pembiayaan alternatif kebetulan

menunjukkan angka yang tinggi, namun masih

perlu dibuktikan dengan uji statistik yang

memadai.

7. Pembiayaan yang diberikan sebagian besar

untuk kegiatan produktif, kemudian untuk

konsumtif. Adapun nasabah yang melakukan

pinjaman didominasi oleh wanita. Besarnya

pinjaman relatif kecil dan jangka waktu

pengembalian relatif singkat.

8. Untuk menghadapi persaingan usaha, strategi

yang dilakukan dengan cara meningkatkan

pelayanan, ekspansi cabang, promosi dan

selebihnya adalah fokus pada keunggulan,

segmentasi pasar, dan peningkatan sumber daya

manusia.

Page 114: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Page 115: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

101Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Bab 4:Bab 4:Bab 4:Bab 4:Bab 4:PPPPPerkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Pembaembaembaembaembayyyyyarararararananananan

SISTEM PEMBAYARAN TUNAI

Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Pada tahun 2007, perkembangan transaksi tunai antara perbankan dan

Bank Indonesia Yogyakarta dibandingkan dengan transaksi tahun 2006 mengalami

penurunan baik dari sisi uang masuk maupun uang keluar. Rata-rata inflow per

bulan pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp416 miliar per bulan, turun 52,77%

dari posisi tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp880 miliar per bulan. Sedangkan

rata-rata outflow pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp229 miliar per bulan,

mengalami penurunan yang lebih drastis sebesar 67,59% dari tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp706 miliar per bulan. Karena rata-rata inflow lebih besar

jika dibandingkan dengan rata-rata outflownya, maka pada tahun 2007 terjadi

net inflow sebesar Rp187 miliar per bulan, naik 7,46% dari net inflow pada tahun

2006 sebesar Rp174 miliar per bulan.

Kondisi penurunan aliran uang tersebut, baik inflow maupun outflow,

disebabkan telah diberlakukannya metode Setoran dan Penarikan yang baru di

Bank Indonesia Yogyakarta. Sebelumnya setoran oleh Bank Umum ke Bank

Indonesia boleh dilakukan untuk semua pecahan tanpa melihat tingkat

kelusuhannya, namun sekarang hanya boleh dilakukan untuk uang lusuh saja.

Sementara itu, untuk penarikan hanya dilakukan antar sesama perbankan saja

yang teknis pelaksanaanya diatur oleh focus group, yang sebelumnya penarikannya

hanya dilakukan di Bank Indonesia.

Selain itu yang menarik adalah pada triwulan II-2007 terjadi net outflow

sebesar Rp35 miliar, yang disebabkan oleh pencairan dana APBN maupun APBD

Miliar Rp

Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total

1 Posisi Kas 1,255 1,274 104 825 429 524 807 807 674.36

2 Rata-rata Inflow/Bulan 1,999 931 880 518 104 473 568 416 -52.77

3 Rata-rata Outflow/Bulan 1,308 645 706 82 138 317 377 229 -67.59

4 Net Flow (2)-(3) 691 286 174 436 (35) 155 190 187 7.46Keterangan:

1) %.

20042007

Tabel 4.1Indikator Sistem Pembayaran Tunai

No Uraian Ptumb1

(2006-07)2005 2006

-200

0

200

400

600

800

1,000

0

250

500

750

1,000

1,250

I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07

Net

Inflo

w/P

TTB

(Mili

ar R

p)

Inflo

w/O

utflo

w (

Mili

ar R

p)

Grafik 4.1Aliran Kas dan PTTB

Aliran Masuk Aliran Keluar Net Aliran Masuk PTTB

Page 116: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

102 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

yang akan dialokasikan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa dari

Pemerintah Pusat telah dicairkan kepada kelompok masyarakat.

Sedangkan posisi kas di Bank Indonesia Yogyakarta yang merupakan posisi

pada akhir laporan, mengalami peningkatan sebesar 674,36% atau naik dari

Rp104 miliar menjadi Rp807 miliar. Peningkatan posisi kas ini merupakan antisipasi

Bank Indonesia Yogyakarta dalam menghadapi peningkatan kebutuhan uang kartal

masyarakat dalam liburan panjang akhir tahun, serta dalam rangka pencairan

dana program rekonstruksi.

Penukaran Uang

Penukaran uang pecahan kecil maupun uang tidak layak edar di loket

Bank Indonesia Yogyakarta selama tahun 2007 tercatat sebesar Rp166 miliar,

atau tumbuh sebesar 10,47% jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp150 miliar. Peningkatan kegiatan penukaran uang di loket

Bank Indonesia Yogyakarta didorong oleh peningkatan penukaran uang kertas

sebesar 11,79% dari Rp147 miliar menjadi Rp165 miliar, sebaliknya penukaran

uang logam turun sebesar -49,75% dari Rp3 miliar menjadi Rp2 miliar. Peningkatan

penukaran uang kertas ini terutama terjadi pada triwulan III-2007 yang merupakan

fenomena yang biasa terjadi pada saat menjelang hari Raya Idul Fitri. Biasanya

pada saat itu animo masyarakat untuk memperoleh uang asil Hasil Cetak Sempurna

(HCS) meningkat disebabkan kebiasaan masyarakat berbagi rejeki kepada sanak

saudaranya.

Jika dilihat dari denominasi uang, pertumbuhan tertinggi kegiatan

penukaran uang terdapat pada uang kertas pecahan Rp10.000 yaitu sebesar 28,54%

diikuti oleh uang kertas pecahan Rp5.000 yaitu sebesar 11,41%, sedangkan uang

kertas pecahan Rp1.000 mengalami penurunan sebesar 36,89%. Hal ini terkait

Juta Rp

Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total

87,094 108,771 147,255 39,146 32,629 43,022 49,822 164,619 11.79

1 10.000 30,709 40,949 69,825 18,874 20,121 24,834 25,922 89,751 28.54

2 5.000 35,128 47,901 53,829 16,699 10,491 14,619 18,166 59,974 11.41

3 1.000 21,257 19,921 23,601 3,573 2,018 3,569 5,735 14,895 -36.89

3,288 4,064 3,243 341 311 605 373 1,630 -49.75

1 1.000 357 1,225 429 18 - - - 18 -95.80

2 500 2,120 1,921 1,192 15 - 271 204 489 -59.01

3 200 128 571 838 227 208 230 137 802 -4.24

4 100 684 346 785 82 103 104 32 321 -59.11

90,382 112,835 150,498 39,487 32,940 43,627 50,195 166,249 10.47Keterangan:

1) %.

2006

Total

Pecahan

Uang Kertas

Uang Logam

Tabel 4.2Penukaran Uang Pecahan Kecil

2004 Ptumb1

(2006-07)

20072005

Page 117: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

103Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

dengan pembatasan penukaran uang pecahan Rp1.000 per orang terutama pada

saat-saat permintaan masyarakat meningkat sebagai salah satu upaya pemerataan

pemenuhan kebutuhan masyakarat.

Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang tidak layak edar

senantiasa diupayakan baik dari sisi kualitas maupun dari sisi kuantitas oleh Bank

Indonesia Yogyakarta melalui kas keliling (kas mobil) dan kerjasama dengan 2

(dua) Perusahaan Penukar Uang Pecahan Kecil (PPUPK) yaitu PT Trans Dana

Pratama dan PT Kelola Jasa Artha . PPUPK ini melayani penukaran uang di semua

wilayah di DIY pada pasar-pasar tradisional dan pusat perbelanjaan dengan jadwal

waktu tertentu.

Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal

yang layak edar, Bank Indonesia Yogyakarta secara rutin melakukan penyortiran

dan peracikan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan Mesin Racik

Uang Kertas (MRUK). Uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar dicatat

sebagai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang untuk selanjutnya

dimusnahkan.

Jumlah PTTB atas uang lusuh dan uang yang ditarik dari peredaran pada

tahun 2007 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yaitu sebesar -58,64%, yaitu dari sebesar Rp3.207 miliar menjadi sebesar Rp1.327

miliar. Penurunan ini merupakan salah bentuk respon Bank Indonesia Yogyakarta

untuk menjaga kecukupan uang kartal yang siap diedarkan kepada masyarakat.

Berdasarkan denominasi, penurunan pemusnahan uang atau PTTB terbesar

adalah untuk pecahan Rp50.000 yaitu sebesar -68,51%, diikuti oleh pecahan

Rp100 sebesar -55,99% dan Rp20.000 sebesar -50,91%. Sedangkan pecahan

lainnya mengalami penurunan kurang dari 50,00%.

Juta Rp

Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total

100,000 546,665 457,216 703,059 158,112 52,741 42,459 126,230 379,542 -46.02

50,000 2,173,320 2,152,358 1,907,751 310,999 104,897 86,979 97,841 600,716 -68.51

20,000 352,780 295,117 306,930 51,304 33,734 31,619 34,018 150,675 -50.91

10,000 156,553 146,127 153,716 34,041 24,418 23,327 26,971 108,757 -29.25

5,000 113,950 112,041 100,074 21,330 14,013 11,601 15,954 62,898 -37.15

1,000 42,165 44,876 35,266 10,045 5,000 3,006 5,757 23,808 -32.49

500 563 310 165 42 21 27 17 107 -35.25

100 96 65 20 4 3 1 1 9 -55.99

Total 3,386,091 3,208,110 3,206,981 585,876 234,826 199,020 306,789 1,326,511 -58.64Keterangan:

1) %.

Tabel 4.3Pemberian Tanda Tidak Berharga

2004 Ptumb1

(2006-07)

2007Pecahan 2005 2006

Page 118: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

104 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Temuan Uang Palsu

Selama tahun 2006, laporan temuan uang palsu ke Bank Indonesia

Yogyakarta mengalami peningkatan di sisi nominalnya, namun turun jika dilihat

dari jumlah lembarnya. Uang palsu yang dilaporkan adalah sebanyak 188 lembar,

turun 38,76% dari tahun 2006 yang tercatat sebanyak 307 lembar. Sedangkan

secara nominal, uang palsu yang dilaporkan adalah sebesar Rp12.450.000,00,

naik 2,89% dari tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp12.100.000,00.

Hal ini disebabkan pecahan uang yang banyak dipalsu adalah pecahan

besar, yaitu pecahan Rp100.000 tahun emisi 2004 dan tahun emisi 1999 masing-

masing sebesar 69 lembar dan 31 lembar serta pecahan Rp50.000 tahun emisi

1999 sebanyak 30 lembar.

Kecanggihan teknologi yang semakin berkembang dewasa ini rupanya

telah digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan membuat

uang palsu. Namun demikian, Bank Indonesia telah melakukan upaya prefentif

dengan menambahkan security feature setiap mencetak uang dengan emisi baru.

Upaya lainnya dilakukan dengan memberikan sosialisasi secara berkala kepada

masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Dengan demikian, diharapkan

ruang gerak para pemalsu uang semakin terbatas.

SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

Transaksi Kliring

Pada tahun 2007 penyelesaian rata-rata transaksi harian melalui kliring di

pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan, baik dilihat dari sisi rata-rata

warkat per hari maupun rata-rata nominal per hari. Rata-rata warkat kliring per

hari pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.545 warkat per hari, turun 41,41% dari

Lembar

Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total

100,000 2004 - 35 64 3 7 22 37 69

100,000 1999 37 29 23 1 9 10 11 31

50,000 1999 51 20 21 5 13 4 8 30

50,000 1995 150 - - - - - - -

50,000 1993 1 4 1 - 2 4 1 7

20,000 1998 5 6 32 1 1 3 1 6

20,000 1992 - - - - 1 1 2 4

10,000 1998 1 7 165 - 3 6 5 14

10,000 1992 - 4 1 - 12 11 2 25

5,000 1992 - 3 - - - 1 1 2

13,910,000 7,845,000 12,100,000 670,000 2,540,000 3,855,000 5,385,000 12,450,000 2.89Keterangan:

1) Termasuk uang palsu yang dilaporkan kepada Poltabes Kota Yogyakarta

yang terdiri dari 3 lembar Rp100.000,- dan 150 lembar Rp50.000.

2) %.

Tabel 4.4Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan

Tahun Emisi

Ptumb2

(2006-07)

Total (Rp)

2007Pecahan 20041 2005 2006

Page 119: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

105Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

tahun 2006 yang tercatat sebanyak 2.637 warkat per hari. Sedangkan rata-rata

nominal kliring pada tahun 2007 sebesar Rp28 miliar per hari, turun 22,97% dari

tahun 2006 sebesar Rp37 miliar per hari.

Penurunan transaksi kliring diduga karena bergesernya preferensi

masyarakat dalam memilih sistem pembayaran non tunai, yang cenderung lebih

memilih ke Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), karena transaksi

dapat lebih cepat, meskipun membawa konsekuensi biaya transaksi yang lebih

mahal. Namun biaya penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS ini sudah mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan pada saat pertama kalinya BI-RTGS

diluncurkan.

Demikian juga dengan rata-rata kliring yang ditolak, pada tahun 2007

mengalami penurunan, masing-masing sebesar 26,30% untuk rata-rata warkat

ditolak per hari, yaitu dari 23 lembar per hari pada tahun 2006 menjadi 17 lembar

per hari pada tahun 2007, dan sebesar 29,29% untuk rata-rata nominal ditolak

per hari, yaitu dari Rp0,49 miliar per hari pada tahun 2006 menjadi Rp0,35 miliar

per hari pada tahun 2007.

Sejumlah alasan dapat melatarbelakangi penolakan kliring, antara lain

tidak dipenuhinya syarat-syarat administrasi bank penerima pada fisik warkat.

Alasan lainnya adalah rekening tutup dan saldo tidak cukup yang selanjutnya

akan diadministrasikan oleh Bank Indonesia pada Tata Usaha Cek Kosong (TUCK)

dan Tata Usaha Daftar Hitam (TUDH).

Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, aktivitas sistem pembayaran

non tunai pada Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) melalui

Bank Indonesia Yogyakarta pada tahun 2007 mengalami peningkatan, baik dari

Miliar Rp

Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total

1 Rata-rata Warkat Kliring/Hari (lembar) 3,375 3,693 2,637 1,551 1,496 1,576 1,559 1,545 -41.41

2 Rata-rata Warkat Ditolak/Hari (lembar) 24 30 23 25 15 13 14 17 -26.30

3 Rasio (2)/(1) dalam % 0.71 0.80 0.87 1.61 0.99 0.84 0.92 1.09

4 Rata-rata Nominal Kliring/Hari 44 50 37 28 25 28 32 28 -22.97

5 Rata-rata Nominal Ditolak/Hari 2.289 0.502 0.494 0.461 0.241 0.343 0.352 0.349 -29.29

6 Rasio (5)/(4) dalam % 5.18 1.00 1.35 1.64 0.96 1.22 1.11 1.23

1 Rata-rata Warkat Keluar/Bulan (lembar) 2,418 2,447 2,476 2,103 2,113 2,575 3,141 2,483 0.30

2 Rata-rata Warkat Masuk/Bulan (lembar) 1,631 2,038 2,623 2,782 2,887 3,490 3,865 3,256 24.13

3 Rata-rata Incoming Transfer/Bulan 3,053 2,687 4,316 6,202 5,419 6,134 6,028 5,946 37.77

4 Rata-rata Outgoing Transfer/Bulan 2,248 2,527 3,418 2,804 3,259 3,849 4,365 3,569 4.44

5 Net Transfer (3)-(4) 805 160 898 3,398 2,160 2,285 1,663 2,376 164.57Keterangan:

1) %.

RTGS

20042007

2005 2006

Tabel 4.5Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai

No Uraian Ptumb1

(2006-07)

KLIRING

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

5,000

25

35

45

55

65

75

I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07

LembarMiliar Rp

Grafik 4.2 Transaksi Kliring

Nominal Kliring Warkat Kliring

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07

LembarMiliar Rp

Grafik 4.3 Transaksi BI-RTGS

Nominal Incoming Transfer Nominal Outgoing Transfer

Warkat Incoming Transfer Warkat Outgoing Transfer

Page 120: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

106 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

sisi nominal maupun warkat. Peningkatan ini dicerminkan melalui rata-rata transfer

masuk dan keluar yang merupakan transaksi antara wilayah DIY dan luar DIY.

Dalam hal ini, laporan transaksi sudah mengeluarkan transaksi antar bank yang

sama-sama berada di wilayah DIY.

Dari sisi nominal, rata-rata transfer masuk (incoming transfer) per bulan

naik 37,77% dari Rp4.316 miliar per bulan pada tahun 2006 menjadi Rp5.946

miliar per bulan pada tahun 2007. Sedangkan rata-rata transfer keluar (outgoing

transfer) per bulan naik 4,44% dari Rp3.418 miliar per bulan pada tahun 2006

menjadi Rp3.569 miliar per bulan pada tahun 2007. Dengan demikian maka

transfer masuk bersih (net-incoming transfer) ke sistem perbankan di wilayah DIY

mengalami peningkatan drastis sebesar 164,57% dari Rp898 miliar menjadi Rp2.376

miliar.

Di sisi warkat, rata-rata warkat masuk per bulan naik 24,13% dari 2.623

warkat per bulan pada tahun 2006 menjadi 3.256 warkat per bulan, sedangkan

rata-rata warkat keluar per bulan naik 0,30% dari 2.476 warkat per bulan pada

tahun 2006 menjadi 2.483 warkat per bulan pada tahun 2007.

Peningkatan aktivitas BI-RTGS pada tahun 2007 terutama pada transfer

masuk disebabkan masih adanya pencairan dana rekonstruksi maupun rehabilitasi

baik dari pemerintah pusat maupun lembaga donor dan meningkatnya animo

masyarakat dalam menggunakan alat transfer yang lebih cepat karena penyelesaian

yang seketika sekaligus aman karena risiko settlement-nya kecil. Dua hal ini

merupakan prasyarat penting dalam penyelesaian transaksi pembayaran dalam

mendukung kegiatan ekonomi yang bergerak cepat.

Peningkatan aktivitas BI-RTGS ini dapat dikatakan sebagai peningkatan

kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembayaran non tunai, sejalan dengan

upaya Bank Indonesia untuk mendorong masyarakat lebih banyak melakukan

transaksi non tunai (less cash society). Peningkatan penggunaan transaksi non

tunai juga dapat dijadikan sebagai cerminan kemajuan suatu daerah, terutama

dalam menilai efisiensi dan intensitas aktivitas perekonomian.

Page 121: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

107Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPeningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Permintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarananananan

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat

Indonesia terutama bagi mereka yang merayakan

Lebaran, untuk membagi rezeki baik dalam bentuk

zakat, infak dan shodaqoh. Pembagian rezeki ini

ditujukan bagi mereka yang berhak

mendapatkannya. Namun demikian, bagi-bagi

rezeki ini juga banyak dilakukan orang dengan

tujuan memberi sanak saudara terutama yang masih

anak-anak atau yang belum menikah dalam bentuk

‘salam tempel’. Salam tempel ini hanya bertujuan

untuk pemanis bagi perayaan Lebaran, sehingga

biasanya diberikan dalam pecahan kecil (di bawah

Rp20.000) berupa uang baru atau yang lebih dikenal

dengan istilah uang dengan kualitas Hasil Cetakan

Sempurna (HCS). Kebiasaan ini kemudian

menjadikan instansi, perusahaan swasta maupun

pemberi kerja lainnya juga memberikan Tunjangan

Hari Raya (THR) dalam bentuk pecahan kecil dengan

kualitas HCS. Kondisi ini kemudian menjadikan

kegiatan penukaran uang pecahan kecil menjadi

meningkat sejak awal bulan puasa hingga

mendekati Lebaran.

Berdasarkan catatan Kantor Bank Indonesia

Yogyakarta, sejak 13 September 2007 yang

merupakan awal puasa, kegiatan penukaran uang

pecahan kecil (denominasi Rp20.000,00 ke bawah)

mengalami lonjakan yang cukup signifikan.

Kegiatan penukaran uang pecahan kecil

selama bulan puasa (13 September sampai dengan

11 Oktober 2007) tercatat sebesar Rp49 miliar.

Jika dibandingkan dengan kondisi normal,

kegiatan penukaran uang pecahan kecil mengalami

peningkatan sebesar 867,24% dari Rp388 juta per

hari pada kondisi normal menjadi Rp4 miliar per

hari selama bulan puasa. Transaksi tertinggi terjadi

pada 4 Oktober 2007 sebesar Rp7 miliar, sedangkan

transaksi terendah terjadi pada 13 September 2007

sebesar Rp1 miliar.

Berdasarkan denominasi, permintaan HCS

tertinggi terjadi pada denominasi Rp1.000 dimana

selama bulan puasa penukarannya tercatat

sebanyak 5.123 ribu lembar atau dengan rata-rata

harian sebanyak 394 ribu lembar, naik 838,28%

dari rata-rata harian pada kondisi normal yaitu

sebanyak 42 ribu lembar.

Melihat animo masyarakat untuk menukarkan

uang pecahan kecil yang diperkirakan akan semakin

meningkat hingga saat lebaran, Kantor Bank

Indonesia Yogyakarta menetapkan kebijakan

sebagai berikut : (1) Terhitung tanggal 1 hingga

tanggal 11 Oktober 2007, kegiatan pelayanan

penukaran uang pecahan kecil dilaksanakan oleh

(Juta Rupiah)

20,000 10,000 5,000 1,000 500 200 100 1 13 Sep 2007 420 310 310 102 12 4 3 1,161 2 17 Sep 2007 420 410 400 127 10 4 3 1,374 3 20 Sep 2007 820 810 660 212 20 9 4 2,535 4 24 Sep 2007 1,000 850 810 275 20 8 4 2,967 5 27 Sep 2007 1,820 1,850 1,970 678 40 16 8 6,382 6 1 Okt 2007 720 1,420 1,105 341 15 12 3 3,616 7 2 Okt 2007 720 760 805 301 15 12 3 2,616 8 3 Okt 2007 820 810 805 331 15 12 3 2,796 9 4 Okt 2007 1,620 2,460 1,955 636 65 37 8 6,781 10 8 Okt 2007 1,200 1,860 1,500 520 - 100 - 5,180 11 9 Okt 2007 1,200 1,200 1,200 520 15 12 3 4,150 12 10 Okt 2007 1,200 1,200 1,200 480 - - - 4,080 13 11 Okt 2007 1,200 1,860 1,490 600 - - - 5,150

13,160 15,800 14,210 5,123 227 226 42 48,788 1,012 1,215 1,093 394 17 17 3 3,753

120 110 110 42 - 4 2 388

743.59 1,004.90 893.71 838.28 - 334.62 61.54 867.24 Keterangan :

1) Rata-rata per hari pada bulan Puasa dibandingkan dengan rata-rata per hari dalam kondisi normal

Kondisi NormalRata-rata per hari

Peningkatan (%)1)

T o t a l

Kegiatan Penukaran Uang Pecahan Kecil

No Tanggal Denominasi

Jumlah

Penukaran Uang Pecahan Kecil

1142

63186671

5150

-

100

200

300

400

500

600

700

800

13 S

ep 0

7

17 S

ep 0

7

20 S

ep 0

7

24 S

ep 0

7

27 S

ep 0

7

1 O

kt 0

7

2 O

kt 0

7

3 O

kt 0

7

4 O

kt 0

7

8 O

kt 0

7

9 O

kt 0

7

10 O

kt 0

7

11 O

kt 0

7

Ribu Lembar

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000Juta Rupiah

Total 20,000 10,000 5,000 1,000

Page 122: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

108 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia Yogyakarta setiap hari Senin sampai

dengan hari Kamis, bertempat di loket belakang

Bank Indonesia Yogyakarta; (2) Jumlah penukaran

akan dibatasi, yaitu 1 orang hanya dapat

menukarkan maksimal 3 pak untuk denominasi

Rp1000,00. Jumlah maksimum penukaran ini

ditambah menjadi 4 pak pada tanggal 9 Oktober

2007, dan 5 pak pada tanggal 10 dan 11 Oktober

2007; dan (3) Pelayanan Penukaran Uang Rusak

dan Emisi Lama ditiadakan, dan dilayani kembali

mulai tanggal 22 Oktober 2007.

Page 123: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

109Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Bab 5:Bab 5:Bab 5:Bab 5:Bab 5:KKKKKeuangan Peuangan Peuangan Peuangan Peuangan Pemerintahemerintahemerintahemerintahemerintah

GAMBARAN UMUM

Berdasarkan data gabungan rencana dan realisasi Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk tahun 2007,

kinerja keuangan Pemerintah Daerah (sebelum dilakukan audit) dilihat dari sisi

penerimaan pencapaiannya cukup baik, namun terlihat belum optimal pada sisi

pengeluarannya. Pos Pendapatan mampu terealisasi sebesar Rp4.599 miliar atau

113,28% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp4.060 miliar. Sedangkan pos

Belanja hanya terealisasi sebesar Rp4.015 miliar atau 88,96% dari anggaran yang

telah ditetapkan sebesar Rp4.513 miliar. Dengan demikian, terjadi surplus anggaran

sebesar Rp584 miliar, dimana sebelumnya direncanakan defisit sebesar Rp453

miliar.

Juta Rupiah

A PENDAPATAN 4.059.835 4.599.054 113,28

1 Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 117,43

2 Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 101,50

3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 637,43

B BELANJA 4.512.956 4.014.820 88,96

1 Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 90,19

a. Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 91,16

b. Belanja Barang 751.293 639.877 85,17

c. Belanja Bunga 1.220 1.176 96,35

d. Belanja Subsidi 8.227 8.218 99,89

e. Belanja Hibah 1.230 1.230 100,00

f. Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 91,98

g. Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 99,19

2 Belanja Modal 696.610 588.432 84,47

3 Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 48,50

4 Transfer 248.155 243.787 98,24

C SURPLUS/DEFISIT (453.121) 584.234 -128,94

D PEMBIAYAAN 540.992 556.421 102,85

1 Penerimaan Daerah 607.084 613.187 101,01

2 Pengeluaran Daerah 66.092 56.765 85,89

1) Sebelum AuditSumber : BPKD Prov. DIY

Tabel 5.1APDB

Keterangan :

U r a i a nNo RAPBD 20071 Realisasi APBD

% Realisasi thd RAPBD

Page 124: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

110 Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Berdasarkan wilayah, realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi, Kabupaten

dan Kota mencapai di atas 100%. Realisasi Pendapatan tertinggi terdapat pada

Pemerintah Provinsi sebesar 143,40% atau Rp1.307 miliar di atas anggaran yang

telah ditetapkan sebesar Rp912 miliar. Sedangkan realisasi Pendapatan terendah

terdapat pada Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dengan realisasi sebesar

103,10%, atau Rp522 miliar dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp507

miliar.

Di sisi pengeluaran, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki persentase

realisasi terendah, yaitu sebesar 83,64% atau Rp571 miliar dari anggaran yang

telah ditetapkan sebesar Rp683 miliar. Sedangkan persentase realisasi tertinggi

dialami oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 98,43%, kemudian

berturut-turut diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sebesar 91,64%,

Kabupaten Bantul 89,89%, Pemerintah Provinsi 89,48% dan Pemerintah Kabupaten

Sleman dengan realisasi sebesar 83,86%.

Dengan demikian, di semua wilayah terjadi surplus anggaran, dimana

berdasarkan APBD yang telah ditetapkan pada semua wilayah justru diperkirakan

mengalami defisit anggaran. Surplus tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi

sebesar Rp329 miliar, diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Bantul Rp83 miliar,

Pemerintah Kabupaten Sleman Rp71 miliar, Pemerintah Kota Yogyakarta Rp44

miliar, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo Rp30 miliar dan Pemerintah Kabupaten

Gunungkidul Rp27 miliar.

PENDAPATAN PEMERINTAH

Realisasi penerimaan/pendapatan 6 pemerintah daerah di Provinsi DIY

pada tahun 2007 mencapai 117,43%, didorong oleh peningkatan jumlah

kendaraan bermotor yang terdaftar di DIY dan sisa alokasi bantuan rekonstruksi

dan rehabilitasi pasca gempa. Pendapatan Daerah tersebut terdiri dari realisasi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp850 miliar, Pendapatan Transfer Rp3.318 miliar

dan Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp432 miliar.

PAD DIY terdiri dari Pajak Daerah sebesar Rp559 miliar, Retribusi Daerah

sebesar Rp155 miliar, Lain-lain PAD sebesar Rp100 miliar dan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan sebesar Rp35 miliar. Persentase realisasi APBD

tertinggi terdapat pada pos Lain-lain PAD sebesar 174,38%, diikuti Pajak Daerah

sebesar 115,08%, Retribusi Daerah sebesar 107,21% dan selanjutnya realisasi

terkecil terdapat pada pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

sebesar 99,26%.

Page 125: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

111Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Namun demikian, porsi realisasi Pendapatan terbesar terdapat pada Pajak

Daerah yaitu sebesar 65,76%, yang sebagian besar merupakan Pajak Pemilikan

Kendaraan Bermotor. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah kendaraan di DIY

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, bahkan DIY dikatakan sebagai

“Daerah Sejuta Motor”. Pajak Daerah dari kendaraan bermotor ini diperkirakan

terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang

memilih melakukan studi di DIY.

Berdasarkan wilayah, persentase realisasi PAD tertinggi terdapat pada

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 129,92% atau Rp29 miliar dari

anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp22 miliar, sedangkan wilayah lainnya

yang memiliki persentase realisasi PAD diatas 100,00%, dengan persentase realisasi

terendah terdapat pada Kabupaten Kulonprogo sebesar 108,47% atau Rp38 miliar

dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp35 miliar.

Juta Rupiah

A Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 117,43

1 Pajak Daerah 485.417 558.634 115,08

2 Restribusi Daerah 144.949 155.406 107,21

3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 35.719 35.454 99,26

4 Lain - lain Pendapatan Asli Daerah 57.357 100.018 174,38

B Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 101,50

1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 3.104.673 3.123.852 100,62

a Dana Bagi Hasil Pajak 223.335 233.917 104,74

b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1.014 795 78,44

c Dana Alokasi Umum 2.704.390 2.713.168 100,32

d Dana Alokasi Khusus 175.934 175.972 100,02

2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 39.000 45.211 115,92

a Dana Otonomi Khusus 13.500 12.150 90,00

b Dana Penyesuaian 25.500 33.061 129,65

3 Transfer Pemerintah Provinsi 124.944 148.449 118,81

a Penciptaan Bagi Hasil Pajak 110.344 123.850 112,24

b Penciptaan Bagi Hasil Lainnya 14.600 24.600 168,49

C Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 637,43

a Pendapatan Hibah 15.836 358.484 2.263,66

b Pendapatan Lainnya 51.940 73.547 141,60

4.059.835 4.599.054 113,28

1) Sebelum AuditKeterangan :

Sumber : BPKD Prov. DIY

Tabel 5.2

Jumlah

Pendapatan Pemerintah

No U r a i a n RAPBD 20071 Realisasi APBD

% Realisasi thd RAPBD

Page 126: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

112 Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Selanjutnya realisasi Pendapatan Transfer pada tahun 2007 sebesar

Rp3.318 miliar terbentuk dari Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan

sebesar Rp3.124 miliar (100,62% dari anggaran sebesar Rp3.105 miliar), Transfer

Pemerintah Pusat – Lainnya sebesar Rp45 miliar (115,92% dari anggaran sebesar

Rp39 miliar) dan Transfer Pemerintah Provinsi sebesar Rp148 miliar (118,81% dari

anggaran sebesar Rp125 miliar).

Realisasi Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan sebesar 86,85%

merupakan Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan sisanya masing-masing adalah

Dana Bagi Hasil Pajak sebesar 7,49%, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 5,63%

dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar 0,03%. Realisasi tertinggi terdapat

pada pos Dana Bagi Hasil Pajak sebesar 104,74% dan terendah terdapat pada

pos Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar 78,44%.

Berdasarkan wilayahnya, pemerintah yang mampu merealisasikan

Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan tertinggi adalah

Pemerintah Kabupaten Bantul yaitu sebesar 101,63% atau Rp603 miliar, dan

persentase terendah terdapat pada Pemerintah Provinsi sebesar 98,42% atau Rp481

miliar.

Realisasi Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya terdiri dari Dana Otonomi

Khusus sebesar Rp12 miliar dan Dana Penyesuaian sebesar Rp33 miliar. Transfer

Pemerintah Pusat – Lainnya ini hanya terdapat pada Pemerintah Kabupaten Bantul,

Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo yang

terealisasi masing-masing sebesar 126,53%, 100,00% dan 90,00%.

Transfer Pemerintah Provinsi sebesar Rp148 miliar merupakan Pendapatan

Bagi Hasil Pajak sebesar Rp124 miliar dan Pendapatan Bagi Hasil Lainnya sebesar

Rp25 miliar. Pos pendapatan yang hanya terdapat di Pemerintah Kabupaten ini,

mampu direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sebesar 133,76%,

diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 126,04%, Pemerintah

Kabupaten Bantul sebesar 114,75% dan Pemerintah Kabupaten Sleman sebesar

113,00%.

Pos Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp432 miliar terdiri dari

Pendapatan Hibah dan Pendapatan Lainnya masing-masing sebesar Rp358 miliar

dan Rp74 miliar. Semua pemerintah daerah telah merealisasikan pos ini kecuali

Pemerintah Kabupaten Sleman. Realisasi tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi

sebesar 14.483,89% atau Rp336 miliar, sedangkan realisasi terendah terdapat

pada Pemerintah Kota Yogyakarta sebesar 121,78% atau Rp59 miliar. Tingginya

persentase realisasi Pendapatan yang Sah didorong oleh tingginya realisasi

Page 127: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

113Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pendapatan Hibah, yang merupakan sisa alokasi dana bantuan baik dari

pemerintah, swasta maupun lembaga donor baik nasional maupun internasional

terkait dengan proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, proporsi PAD dan Dana

perimbangan terhadap total penerimaan relatif hampir sama, walaupun di tahun

2007 keduanya agak menurun. Penurunan tersebut sifatnya relatif, antara lain

dikarenakan pos lain-lain penerimaan yang sah di tahun 2007 ini meningkat cukup

tinggi, yaitu sebesar Rp432 miliar.

BELANJA PEMERINTAH

Belanja Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di DIY pada tahun 2007

tercatat sebesar Rp4.015 miliar atau terealisasi 88,96% dari RAPBD 2007 sebesar

Rp4.513 miliar. Belanja Daerah tersebut mencakup Belanja Operasi sebesar Rp

3.141 miliar (78,24%), Belanja Modal sebesar Rp588 miliar (14,66%), Belanja

Transfer sebesar Rp244 miliar (6,07%) dan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp42

miliar (1,03%). Realisasi tertinggi terdapat pada pos Belanja Transfer sebesar

98,24%, diikuti oleh Belanja Operasi sebesar 90,19%, Belanja Modal dan Belanja

Tidak Terduga masing-masing sebesar 84,47% dan 48,50%.

Belanja Operasi didominasi oleh Belanja Pegawai sebesar Rp2.154 miliar

(68,57%), selanjutnya diikuti oleh Belanja Barang sebesar Rp640 miliar (20,37%).

Sedangkan pos belanja lainnya hanya memiliki porsi kurang dari 10,00%, yaitu

Juta Rupiah

A Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 90,19

1 Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 91,16

2 Belanja Barang 751.293 639.877 85,17

3 Belanja Bunga 1.220 1.176 96,35

4 Belanja Subsidi 8.227 8.218 99,89

5 Belanja Hibah 1.230 1.230 100,00

6 Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 91,98

7 Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 99,19

B Belanja Modal 696.610 588.432 84,47

C Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 48,50

D Transfer 248.155 243.787 98,24

4.512.956 4.014.820 88,96

1) Sebelum AuditKeterangan :

Sumber : BPKD Prov. DIY

Jumlah

Tabel 5.3

No U r a i a n RAPBD 20071 Realisasi APBD

% Realisasi thd RAPBD

Belanja Pemerintah

24,08 19,91 18,47

71,05

79,26

67,92

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

2005 2006 2007

%

Grafik 5.1Proporsi PAD dan Dana Perimbangan Terhadap

Pendapatan Pemerintah

PAD Dana Perimbangan

Page 128: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

114 Bab 5 - Keuangan Pemerintah

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Belanja Bantuan Sosial Rp234 miliar (7,45%), Belanja Bantuan Keuangan Rp103

miliar (3,27%), Belanja Subsidi Rp8 miliar (0,26%) serta Belanja Bunga dan Belanja

Hibah masing-masing sebesar Rp1 miliar (0,02%).

Pada pos Belanja Operasi, realisasi belanja terbesar pada tahun 2007

berturut-turut terjadi pada Belanja Hibah, Belanja Subsidi dan Belanja Bantuan

Keuangan. Wilayah yang mampu merealisasikan Belanja Operasi tertinggi adalah

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp427 miliar atau 101,87% dari

anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp419 miliar. Sedangkan wilayah yang

memiliki persentase realisasi Belanja Operasi terendah adalah Pemerintah Kota

Yogyakarta sebesar Rp479 miliar atau 85,67% dari anggaran yang telah ditetapkan

sebesar Rp559 miliar.

Sementara itu, pada pos Belanja Modal yang merupakan cerminan

berjalannya proyek-proyek Pemerintah belum optimal realisasinya, yaitu sebesar

84,47%. Penyebab utama belum optimalnya realisasi Belanja Modal terutama

adalah karena keterlambatan pengesahan RAPBD 2007 yang baru dilakukan pada

bulan triwulan II-2007 yang menyebabkan pelaksanaan dropping anggaran

terhambat dan proses pengadaan proyek menjadi tertunda, padahal proses

pengadaan proyek membutuhkan waktu yang relatif lama.

Berdasarkan wilayah, Pemerintah Kabupaten Bantul memiliki persentase

realisasi Belanja Modal tertinggi, yaitu sebesar 93,45%, sedangkan persentase

realisasi terendah terdapat pada Pemerintah Kabupaten Sleman yaitu sebesar

71,50%. Besarnya persentase realisasi Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten

Bantul disebabkan karena banyaknya proses pembangunan sebagai bentuk

perbaikan terhadap infrastruktur yang rusak akibat gempa.

Pos Belanja Tidak Terduga pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp42 miliar,

atau terealisasi 48,50% dari anggaran sebesar Rp86 miliar. Realisasi tertinggi pos

ini terdapat pada Pemerintah Provinsi yakni sebesar 80,70%.

13,13 13,53 14,66

90,19

82,76 84,47

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

100,0

2005 2006 2007

%

Grafik 5.2Belanja Modal

Proporsi thd Total Belanja Realisasi thd Rencana

Page 129: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

115Bab 6 - Prospek Perekonomian

Bab 6:Bab 6:Bab 6:Bab 6:Bab 6:Prospek PProspek PProspek PProspek PProspek Perekonomianerekonomianerekonomianerekonomianerekonomian

PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI

Secara umum, dalam kurun waktu lima tahun terakhir perkembangan

ekonomi DIY cukup menggembirakan dengan rata-rata laju pertumbuhan sekitar

4-5% per tahun. Namun, pada tahun 2006 sedikit mengalami perlambatan terutama

dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas elpiji pada akhir

2005 dan gempa bumi pada paruh terakhir tahun 2006. Sementara itu, laju

perekonomian tahun 2007 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2006. Percepatan

pertumbuhan pada tahun 2007 terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas

ekonomi dan meningkatnya daya beli masyarakat karena kembali pulihnya

perekonomian DIY setelah terpuruk akibat gempa bumi. Kondisi perekonomian

yang kondusif pada tahun 2007 diprakirakan menjadi sentimen positif bagi

pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Namun, sentimen positif diprakirakan sedikit

terganggu dengan adanya gejolak perekonomian global yang diwarnai oleh

kenaikan harga komoditas dunia.

Dengan berdasarkan asumsi bahwa perekonomian nasional 2008 tumbuh

dengan kisaran 5,7%-6,4%, inflasi nasional berkisar antara 6,0%-6,5%,

perkembangan ekspor yang cenderung menurun, maka pada tahun 2008

diprakirakan perekonomian DIY tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan

tahun 2007. Dari sisi permintaan, diprakirakan masih didorong oleh konsumsi

rumah tangga dan investasi, sedangkan dari sisi penawaran, kinerja sektor-sektor

unggulan yang terkait dengan karakteristik Kota Yogyakarta sebagai kota Jasa

(sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Jasa-jasa dan sektor Pertanian)

diprakirakan masih berperan sebagai motor pertumbuhan.

%

2001 2002 2003 2004 2005 2006* 2007** 2008f

1 Pertumbuhan Ekonomi

a. DIY 4,27 4,50 4,58 5,12 4,74 3,69 4,20 4.0-4.5 b. Nasional 3,80 4,40 4,90 5,10 5,60 5,50 6,30 5.7-6.4

2 Inflasi a. Kota Yogyakarta 12,56 12,01 5,73 6,95 14,98 10,41 7,99 9.0-10.0

b. Nasional 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59 6.0-6.5Keterangan:

*) Angka sementara, kecuali angka inflasi.

**) Angka sangat sementara, kecuali angka inflasi.

f) Angka perkiraan/proyeksi.

Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Tabel 6.1

No IndikatorTahun

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Page 130: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

116 Bab 6 - Prospek Perekonomian

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2008 diprakirakan sekitar 4,0%-

4,5%, dengan estimasi titik sebesar 4,09%. Lebih rendah dari laju pertumbuhan

ekonomi Nasional yang diprakirakan mencapai kisaran 5,7%-6,4%. Secara

sektoral, pertumbuhan ekonomi tahun 2008 terutama didorong oleh andil sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran yang diprakirakan mencapai 1,16% dengan

pertumbuhan sebesar 5,61%, diikuti sektor Pertanian andil 0,56% dengan

pertumbuhan 3.61%, sektor Jasa-jasa andil 0,55% dengan pertumbuhan 3,30%,

sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan andil 0,49% dengan

pertumbuhan 5,40%, dan sektor Bangunan andil 0,47% dengan pertumbuhan

5,02%. Dengan estimasi ini, diprakirakan pangsa pembentukan PDRB DIY tidak

banyak mengalami perubahan, dengan pangsa terbesar masih pada sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,93%, diikuti sektor Pertanian 18,45%, sektor

Jasa-jasa 16,55% dan sektor Industri Pengolahan 13,56%.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 2008, kenaikan andil sektor Pertanian pada

tahun 2008, diprakirakan karena adanya peningkatan pada kegiatan holtikultura

dan subsektor peternakan selama tahun 2007 yang menjadi sentimen positif di

tahun 2008 serta didukung dengan upaya peningkatan produktivitas pertanian

melalui penggunaan bibit unggul. Selanjutnya, sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran diprakirakan cenderung meningkat, diduga karena adanya rencana

program pariwisata untuk memperpanjang lama menginap menjadi 2,5 hari,

rencana pembukaan kembali jalur penerbangan internasional, serta rencana

pembangunan Koridor Magelang-Sragen oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

yang kemungkinan memberi dampak peningkatan jumlah arus barang dan

penumpang ke Provinsi DIY. Sektor Jasa-jasa diprakirakan juga meningkat pada

tahun 2008. Hal ini diprakirakan karena adanya peningkatan jasa hiburan dan

rekreasi sebagai akibat peningkatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan

pariwisata, penyebaran informasi negatif mengenai pergaulan bebas di kalangan

pelajar dan mahasiswa yang sudah mulai menghilang, serta kenaikan jasa

%(yoy)

Nilai1 Ptumb Andil2 Pangsa Nilai1 Ptumb Andil2 Pangsa1 Pertanian 4.35 3,307 3,407 3.02 0.57 18.65 3,510 3.01 0.56 18.452 Penggalian 1.57 126 132 4.76 0.03 0.72 134 1.74 0.01 0.713 Industri Pengolahan 2.60 2,481 2,510 1.17 0.17 13.74 2,579 2.75 0.38 13.564 Listrik, Gas & Air Bersih 5.83 152 163 7.24 0.06 0.89 175 7.52 0.07 0.92

5 Bangunan 8.61 1,580 1,708 8.08 0.73 9.35 1,794 5.02 0.47 9.43

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 5.04 3,570 3,769 5.57 1.13 20.63 3,980 5.61 1.16 20.93

7 Pengangkutan & Komunikasi 5.76 1,762 1,869 6.07 0.61 10.23 1,943 3.93 0.40 10.21

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 8.17 1,592 1,667 4.71 0.43 9.12 1,757 5.40 0.49 9.24

9 Jasa-jasa 2.49 2,965 3,047 2.77 0.47 16.68 3,148 3.30 0.55 16.55

4.74 17,535 18,272 4.20 4.20 100.00 19,019 4.09 4.09 100.00Keterangan:

1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000 (miliar Rp).2) Andil terhadap pertumbuhan tahunan (%).*) Angka sementara.f) Angka perkiraan/proyeksi.

Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.

Total

20052007**

No Sektor2008f

Tabel 6.2Perkiraan Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran

2006*

Page 131: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

117Bab 6 - Prospek Perekonomian

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh

pemerintah. Sementara itu, sektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan

cenderung menurun pada tahun 2008. Hal ini diprakirakan karena pengaruh

kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, pertumbuhan sektor Bangunan

diprakirakan juga mengalami sedikit penurunan dibanding dengan tahun 2007,

karena pencairan dana rekonstruksi sudah mulai berkurang, sehingga properti

swadaya masyarakat kembali ke posisi normal dan peran properti komersial kembali

lagi menjadi lebih dominan dalam menyokong kinerja sektor Bangunan.

Sementara itu, perkembangan harga yang diukur oleh inflasi IHK

diprakirakan cenderung meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan ini diduga karena adanya gejolak perekonomian global yang diwarnai

oleh harga komoditas dunia yang tinggi. Kondisi ini diprakirakan akan berpengaruh

pada perkembangan harga minyak dunia pada tahun 2008 yang cenderung lebih

tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga dapat mendorong peningkatan inflasi

global. Dengan asumsi ini, inflasi DIY tahun 2008 diprakirakan lebih tinggi dibanding

tahun sebelumnya atau pada kisaran 9,0%-10,0%, dengan estimasi titik sebesar

9,37%. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan prediksi inflasi nasional yang

berkisar antara 6,0%-6,5%.

Secara umum, peningkatan inflasi DIY diprakirakan didorong oleh

peningkatan diseluruh kelompok barang. Peningkatan terbesar terjadi pada

kelompok Bahan Makanan, karena kenaikan harga minyak dunia memberikan

kemungkinan terjadinya konversi ke komoditas tanaman pangan sebagai bahan

biofuel, yang akhirnya berdampak pada peningkatan harga jual produk pertanian.

PROSPEK PERBANKAN

Pada tahun 2008 kondisi Perbankan DIY diprakirakan cenderung membaik

dibandingkan dengan tahun 2007. Aset Perbankan DIY diprakirakan akan tumbuh

dalam kisaran 12%-15% menjadi kurang lebih Rp21 triliun. Proyeksi ini diperkuat

dengan rencana pembukaan beberapa Bank Umum dan BPRS di wilayah kerja

Kantor Bank Indonesia (KBI) Yogyakarta.

Penghimpunan DPK pada tahun 2008 diprakirakan tumbuh di kisaran

angka 11%-13%. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat

seiring dengan peningkatan pendapatan. Selain itu, masih berlangsungnya

pencairan dana rekonstruksi pasca gempa, adanya peningkatan UMP DIY, serta

gencarnya promosi produk-produk Tabungan dan Deposito juga diprakirakan

menyebabkan peningkatan DPK.

Page 132: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

118 Bab 6 - Prospek Perekonomian

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Sementara itu, Kredit Perbankan DIY diprakirakan akan tumbuh sebesar

17%-19%. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mengeluarkan

paket regulasi perbankan tentang Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil (KUK). Kebijakan ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan dan keleluasaan bank dalam menyalurkan kredit,

sehingga diharapkan laju penyaluran kredit tidak menurun.

Proyeksi pertumbuhan Kredit yang lebih besar jika dibandingkan dengan

pertumbuhan DPK, menyebabkan angka LDR diprakirakan mampu mencapai angka

55%-59%. Bank Indonesia pada tahun 2008 akan terus mendorong fungsi

intermediasi Perbankan dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan.

PROSPEK KEUANGAN PEMERINTAH

Untuk tahun 2008, berdasarkan data gabungan Rencana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan

Kota, tampak bahwa rencana yang diajukan oleh pemerintah daerah realistis,

karena tidak terlalu berbeda secara signifikan dengan RAPBD 2007 maupun

realisasinya. Jika dibandingkan dengan RAPBD 2007, peningkatan rencana

Pendapatan lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan anggaran belanja,

yaitu 16,90% untuk Pendapatan dan 10,39% untuk Belanja. Sedangkan jika

dibandingkan dengan realisasi RAPBD 2007, justru terjadi sebaliknya, peningkatan

rencana Belanja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rencana Pendapatannya,

yaitu 24,09% untuk Belanja dan 3,20% untuk rencana Pendapatan. Hal ini

disebabkan realisasi Pendapatan pada tahun 2007 mengalami lonjakan sebagai

akibat besarnya realisasi Pendapatan Hibah sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya.

%

2004 2005 2006 2007 2008f

1 Aset 10,46 13,05 22,47 15,55 13,44

2 DPK 12,55 12,39 20,83 11,68 11,78

3 Kredit 39,67 30,30 11,88 21,14 18.00*

4 LDR 47,30 54,83 50,77 55,07 57,85

Keterangan:

f) Angka perkiraan/proyeksi.

*) Target BI.

No Indikator

Tabel 6.3Prospek Perbankan

Page 133: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

119Bab 6 - Prospek Perekonomian

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Secara gabungan, keuangan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota

pada tahun 2008 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp236 miliar, sebagaimana

yang terjadi pada tahun 2007. Namun perkiraan defisit ini tidak terdapat pada

Pemerintah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang

merencanakan surplus masing-masing sebesar Rp216 miliar dan Rp94 miliar.

Sumber Pendapatan RAPBD 2008 yang tercatat sebesar Rp4.746 miliar

sebagian besar diharapkan masih berasal dari Pendapatan Transfer sebesar Rp3.645

miliar yang lebih dari 90,00%nya merupakan Dana Perimbangan. Peningkatan

pos Pendapatan Dana Perimbangan tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi

yang menganggarkan pos ini sebesar Rp585 miliar.

PAD pada RAPBD 2008 dianggarkan sebesar Rp825 miliar, naik 14,08%

dari RAPBD 2007, namun turun sebesar 2,85% jika dibandingkan dengan realisasi

RAPBD 2007. Pos PAD ini diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah kendaraan bermotor di DIY yang pada tahun 2007 tumbuh sekitar 10,00%.

Untuk pos Lain-lain Pendapatan yang Sah pada RAPBD 2008 dianggarkan

sebesar Rp276 miliar, naik tiga kali lipat (306,55%) dari RAPBD 2007 yang tercatat

sebesar Rp68 miliar, namun mengalami penurunan sebesar 36,22% jika

dibandingkan dengan realisasi RAPBD 2007.

Juta Rupiah

Rencana Realisasi

A PENDAPATAN 4.059.835 4.599.054 4.746.035 16,90 3,20

1 Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 825.329 14,08 -2,85

2 Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 3.645.163 11,52 9,88

3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 275.543 306,55 -36,22

B BELANJA 4.512.956 4.014.820 4.981.887 10,39 24,09

1 Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 4.644.335 33,36 47,86

a. Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 2.707.213 14,59 25,70

b. Belanja Barang 751.293 639.877 800.233 6,51 25,06

c. Belanja Bunga 1.220 1.176 98.154 7.943,48 8.247,82

d. Belanja Subsidi 8.227 8.218 83.959 920,48 921,63

e. Belanja Hibah 1.230 1.230 307.603 24.918,51 24.918,51

f. Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 299.474 17,67 27,92

g. Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 347.699 235,84 238,58

2 Belanja Modal 696.610 588.432 295.044 -57,65 -49,86

3 Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 42.508 -50,37 2,33

4 Transfer 248.155 243.787 - -100,00 -100,00

C SURPLUS/DEFISIT (453.121) 584.234 (235.851) -47,95 -140,37

D PEMBIAYAAN 540.992 556.421 664.847 22,89 19,49

1 Penerimaan Daerah 607.084 613.187 745.018 22,72 21,50

2 Pengeluaran Daerah 66.092 56.765 80.171 21,30 41,23

1) Sebelum Audit

Ptumb thd APBD 20071 (%) Nilai

Sumber : BPKD Prov. DIY

Tabel 6.4Rencana APBD 2008

Keterangan :

U r a i a nNo

APBD 20071

Rencana Realisasi

APBD 2008

Page 134: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

120 Bab 6 - Prospek Perekonomian

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Pengeluaran Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota pada tahun 2008

yang direncanakan sebesar Rp4.981 miliar, sebagian besar dialokasikan untuk

Belanja Operasi sebesar Rp4.644 miliar. Pos Belanja ini naik 33,36% jika

dibandingkan dengan RAPBD 2007 yang tercatat sebesar Rp3.483 miliar, atau

naik 47,86% jika dibandingkan dengan realisasinya. Lebih dari separuh Belanja

Operasi ini ditujukan untuk Belanja Pegawai sebesar Rp2.707 miliar.

Jika dilihat dari peningkatannya, Belanja Hibah dan Belanja Bunga

mengalami peningkatan secara drastis baik dibandingkan dengan RAPBD 2007

maupun realisasinya. Belanja Hibah mengalami peningkatan terkait dengan

perkiraan sisa alokasi dana rekonstruksi dan rehabilitasi yang masih ada. Sedangkan

peningkatan Belanja Bunga didorong oleh pinjaman pemerintah daerah kepada

pemerintah pusat yang digunakan untuk pembangunan sarana daerah. Sebagai

contoh, Pemerintah Provinsi memiliki pinjaman dalam rangka pembangunan

kembali Pasar Beringharjo.

Pada RAPBD 2008, secara gabungan, pos Belanja Modal terlihat mengalami

penurunan yang drastis. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten dan Kota

belum memisahkan rencana Belanja Modal dari kegiatan-kegiatan yang telah

dianggarkan. Belanja Modal sendiri masih termasuk ke dalam Belanja Operasi.

Namun, sebagai ilustrasi rencana peningkatan pos ini dapat dilihat dari Pemerintah

Pemerintah Provinsi yang telah melakukan pemisahan pos. Dari RAPBD 2008,

terlihat Pemerintah Provinsi merencanakan peningkatan sebesar 69,41% jika

dibandingkan dengan RAPBD 2007 atau 98,28% jika dibandingkan dengan

realisasinya. Hal ini memperlihatkan komitmen pemerintah daerah untuk

membangun daerahnya dengan melaksanakan proyek-proyek untuk fasilitas

masyarakat. Namun optimalnya komitmen ini sangat tergantung dengan waktu

pengesahannya, yang akan membawa implikasi kepada pelaksanaannya terkait

dengan pengadaan proyek-proyek pemerintah yang memerlukan waktu lama.

Page 135: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

L a m p i r a nL a m p i r a n

Page 136: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Page 137: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

123

Lampiran

SejarSejarSejarSejarSejarah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakarta

Kantor Cabang (KC) “Djokdjakarta” dibuka pada 127 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1

April 1879, sebagai KC De Javache Bank ke-8. Pendirian KC Djokdjakarta terutama untuk

mengakomodasi usulan sebuah perusahaan yang memiliki kepentingan bisnis di daerah ini yakni

Firma Dorrepaal & Co., Semarang. Usulan tersebut langsung disampaikan kepada President De Javache

Bank ke-7, Mr. N.P. Van den BERG sekitar bulan Agustus-September 1878.

Usulan pendirian KC De Javanche Bank DIY langsung disambut baik oleh Direksi dan Dewan

Komisaris pada saat itu, mengingat volume perdagangan di daerah Yogyakarta sudah cukup besar

yang antara lain tercermin dari jumlah transfer ke Yogyakarta melalui KC Soerakarta yang mencapai

2 s.d. 3,5 juta gulden. Produksi gula per tahun pada tempo itu mencapai 300.000 pikol atau setara

dengan 2.580 ton. Pada tanggal 9 Maret 1942 kegiatan De Javache Bank sempat terhenti bersamaan

dengan dimulainya masa pendudukan tentara Jepang yang selanjutnya disusul dengan penglikuidasian

bank-bank milik Belanda, Inggris dan Cina. Bersamaan dengan itu, Nanpo Kaihatsu Ginko difungsikan

sebagai bank sirkulasi untuk wilayah P. Jawa. Pada tanggal 30 Desember 1948 KC Djokdjakarta mulai

beroperasi kembali namun tak lama kemudian ditutup kembali pada tanggal 30 Juni 1949 bersamaan

dengan masa Agresi Belanda ke-2. Akhirnya baru pada tanggal 22 Maret 1950 KC Djokdjakarta

beroperasi kembali.

Dengan diberlakukannya UU No.11/1953 pada tanggal 1 Juli 1953, De Javache Bank berubah

menjadi Bank Indonesia sehingga seluruh KC De Javache Bank berubah menjadi KC Bank Indonesia,

termasuk KC Yogyakarta. Pada awal masa peralihan KC Yogyakarta dikategorikan sebagai kantor

cabang kelas III dengan wilayah kerja DIY dan Karesidenan Kedu, yang kemudian pada tahun 1980

hanya dibatasi pada wilayah Provinsi DIY. KC Yogyakarta naik status menjadi kantor cabang kelas II

pada tahun 1986. Seiring dengan perkembangan kegiatan operasional yang meningkat, pada tanggal

4 Februari 1993 gedung baru yang bersebelahan dengan gedung lama diresmikan. Selanjutnya sebutan

Kantor Cabang Yogyakarta sejak tanggal 1 Agustus 1996 berubah menjadi Kantor Bank Indonesia

Yogyakarta atau disingkat dengan Bank Indonesia Yogyakarta.

Berikut ini daftar nama-nama pejabat yang telah tercatat sebagai pemimpin Bank Indonesia

Yogyakarta setelah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga saat ini:

Periode Nama Pemimpin Periode Nama Pemimpin 1951 - 1952 C.H. de Veer 1976 - 1979 Isbianto P. 1952 – 1952 J.G.J. Wagener 1979 - 1982 Suparman Wijaya 1952 – 1954 E.A. Olive 1982 - 1983 Sukanto 1954 – 1955 R.W.L. Echter 1983 - 1985 Mohd. Kurdi 1955 – 1958 E. Soekasah S. 1985 - 1987 Aibar Durin

I. Nyoman Moena 1987 - 1993 Sri Hastjarja P. R.R. Wenas 1993 - 1996 Warsono Santoso R. Soewignjo S. 1996 - 1998 Adji Mulawarman Hasan

1964 - 1964 M.P. Hutabarat 1998 - 2000 Achil Ridwan Djajadiningrat 1964 - 1965 Sukiyanto 2000 - 2001 Ny. Hirawati Suhirman 1965 - 1968 R. Kardana H. 2001 - 2004 Amril Arief 1968 - 1968 R. Soetrisno 2004 - 2007 Djarot Sumartono 1968 - 1971 W.T. Lunggono 2007 - 2008 Ny. Endang Sedyadi 1971 - 1976 Soeparto W. April 2008 - Tjahjo Oetomo K.

1958 - 1964

Page 138: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

124

LampiranPPPP P e

ta S

tret

a St

ret

a St

ret

a St

ret

a St

r ate

giat

egi

ateg

iat

egi

ateg

iB

ank

Indo

nesi

a B

ank

Indo

nesi

a B

ank

Indo

nesi

a B

ank

Indo

nesi

a B

ank

Indo

nesi

a YYYY Y o

gyog

yog

yog

yog

y aka

rta

akar

taak

arta

akar

taak

arta

Stak

ehol

ders

Eks

tern

al

Keu

anga

nBI

Pros

es

& P

elak

san

aan

Tug

as B

I

SS.5

. M

engo

ptim

alka

n ha

sil

kaji

an d

an p

enye

diaa

n in

form

asi e

kono

mi

di

wil

ayah

ker

ja.(

SS.B

I.3)

Mis

i

Visi

SS.4

. Pe

ngel

olaa

n ke

uang

an s

atua

n ke

rja

seca

ra e

fekt

if d

an

efis

ien.

(SS

.BI.

2)

SS.1

. Te

rsed

iany

ain

form

asi

&

Reko

men

dasi

ekon

omir

egio

nal

dala

m r

angk

a m

endu

kung

ke

bija

kan

Kant

orPu

sat

Bank

In

done

sia

(SS.

BI.3

)

SS.7

. M

enin

gkat

kan

peng

awas

an b

ank

yang

ef

ekti

f. (

SS.B

I.4)

SS.6

. M

enin

gkat

kan

pela

yana

n da

n pr

asar

ana

sist

im p

emba

yara

n. (

SS.B

I.5)

SS.2

Ter

sedi

anya

info

rmas

i&

Re

kom

enda

siun

tuk

men

duku

ngpe

mba

ngun

anek

onom

idi

wil

ayah

kerj

a(S

S.BI

.3)

SS.8

. M

enin

gkat

kan

pem

berd

ayaa

n se

ktor

riil

da

n U

MKM

(SS

.BI.

3&4)

SS.9

. M

enin

gkat

kan

efek

tivi

tas

pela

ksan

aan

Goo

d G

over

nanc

e. (

SS.B

I.6)

SDM

, K

ultu

r &

Man

ajem

enPe

ruba

han

SS.1

0. M

empe

rkua

t in

stit

usi

BI

mel

alui

pen

cipt

aan

sine

rgi

anta

ra

SDM

, In

form

asi,

pen

geta

huan

, da

n ra

ncan

gan

orga

nisa

si d

enga

n st

rate

gi

Bank

Indo

nesi

a.(S

S.BI

.7)

SS.3

Peni

ngka

tan

kese

hata

nsi

stem

perb

anka

nda

nke

lanc

aran

sert

ake

aman

ansi

stem

pem

baya

ran

dala

mra

ngka

men

duku

ngpe

reko

nom

ian

daer

ah(S

S.BI

.4&

5)

16,2

0%

10,3

0% 1

7,7

0%

5,9

0%

11,2

0%

11,3

0%

8,4

0%

8,4

0%

7,0

0%

3,7

0%

Page 139: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

125

Lampiran

Stru

ktur

Org

anis

asi

Stru

ktur

Org

anis

asi

Stru

ktur

Org

anis

asi

Stru

ktur

Org

anis

asi

Stru

ktur

Org

anis

asi

Ban

k In

done

sia

Ban

k In

done

sia

Ban

k In

done

sia

Ban

k In

done

sia

Ban

k In

done

sia

YYYY Y ogy

ogy

ogy

ogy

ogy a

kart

aak

arta

akar

taak

arta

akar

ta

Pem

impi

n Ba

nk In

done

sia

(Ny.

End

ang

Sedy

adi/

Tjah

jo O

etom

o)

Tim

Peng

awas

an B

ank

(Bra

mon

o Si

dik)

Tim

Ek

onom

i Mon

eter

(Am

eriz

a M

. Moe

sa)

Dep

uti

Pem

impi

n B

ank

Indo

nesi

a(P

rano

to)

Kel

ompo

kK

ajia

n E

kono

mi

(Dw

i Sus

lam

anto

)

Kel

ompo

kP

embe

rday

aan

Sek

tor R

iil &

UM

KM

(Use

p Su

kary

a)

Sek

siO

pera

sion

al K

as(I

Nyo

man

Dar

ma

Sus

ila)

Sek

siLa

yana

n N

asab

ah &

Pen

yele

ngga

raan

Klir

ing

Sek

siSu

mbe

r D

aya

(Tat

ag E

ko W

ibow

o)

Sek

siS

ekre

tari

at, P

enga

man

an &

P

roto

kol

(Cha

iril

Sya

m)

Kel

ompo

kP

enga

was

an B

ank

I(N

y. E

sti S

asan

ti)

Kel

ompo

kPe

ngaw

asan

Ban

k II

(AY

Eka

Put

ra)

Kel

ompo

kP

enga

was

an B

ank

III

Kel

ompo

kP

enga

was

an B

ank

IV(N

y. U

un Il

yana

)

s.d.

23

Apr

il 20

08se

jak

23 A

pril

2008

Kel

ompo

kS

tatis

tik &

Sur

vei

(Asn

a A

mal

ia)

Page 140: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

126

Lampiran

Hasil SurvHasil SurvHasil SurvHasil SurvHasil Survei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Konsumenonsumenonsumenonsumenonsumen

I II III IV I II III IV1 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 79,58 76,92 68,42 77,58 73,25 74,67 83,92 77,67

2 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 60,17 65,17 55,67 66,83 60,50 64,50 73,67 67,50

3 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 99,00 88,67 81,17 88,33 86,00 84,83 94,17 87,83

Indeks Keyakinan Konsumen

20072006KeteranganNo

I II III IV I II III IV

1 Penghasilan Konsumen 107,50 102,50 99,50 116,00 112,50 119,50 116,00 111,50

2 Ketepatan Waktu untuk Berbelanja Barang Tahan Lama 49,00 44,50 44,00 50,50 42,50 45,50 61,00 45,50

3 Kondisi Jumlah Pengangguran 24,00 48,50 23,50 34,00 26,50 28,50 44,00 45,50

Kondisi Ekonomi Saat Ini Dibandingkan Tahun Lalu

20072006KeteranganNo

I II III IV I II III IV1 Ekspektasi Penghasilan Konsumen 134,50 112,50 131,00 139,00 120,50 135,00 144,50 139,00

2 Ekspektasi Kondisi Ekonomi 98,00 86,50 74,50 86,50 102,50 93,00 92,00 77,00

3 Ekspektasi Jumlah Pengangguran 64,50 47,00 38,00 39,50 35,00 26,50 46,00 47,50

Ekspektasi Konsumen 1 Tahun Yang Akan Datang

20072006KeteranganNo

I II III IV I II III IV1 Inflasi triwulan mendatang 30,00 31,00 29,00 35,50 19,50 25,50 14,50 22,00

2 Inflasi setahun mendatang 26,50 29,50 25,50 35,00 31,00 25,50 15,50 19,00

3 Bahan Makanan 19,50 22,00 17,00 21,00 23,50 24,00 9,50 12,50

4 Bahan Sandang 36,50 61,00 38,00 52,50 43,00 38,00 35,00 42,50

5 Perumahan 39,00 30,00 33,00 19,50 26,00 24,50 31,00 36,00

6 Transportasi dan Komunikasi 38,50 33,50 43,00 37,00 109,00 34,00 25,00 23,50

Ekspektasi Harga

20072006KeteranganNo

I II III IV I II III IV

1 Ketepatan membeli barang 49,00 44,50 44,00 50,50 42,50 45,50 61,00 45,50

2 Barang Sandang 99,00 94,00 104,50 100,50 77,50 72,00 132,50 89,00

3 Pembelian/perbaikan Rumah 33,50 60,00 69,00 60,00 46,00 26,00 45,00 39,00

4 Peralatan Rumah Tangga 33,00 34,50 39,50 35,50 53,00 35,50 41,50 41,00

5 Perabotan Rumah Tangga 37,00 32,50 38,00 44,50 34,50 29,50 43,00 32,00

6 Kendaraan Bermotor 29,50 27,00 28,00 31,00 26,50 15,00 43,50 29,50

7 Rekreasi 92,50 73,00 80,00 85,00 79,00 62,50 108,50 78,00

Rencana Konsumsi dan Rekreasi 1 Tahun Mendatang

20072006KeteranganNo

Page 141: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

127

Lampiran

I II III IV I II III IVKecil 139,06 141,29 159,03 179,01 197,66 199,99 207,77 208,01Menengah 128,61 130,06 137,03 144,38 158,17 160,30 166,00 168,93Besar 134,55 134,78 144,46 154,83 169,07 168,84 178,43 176,50Total 134,15 135,45 146,78 159,06 174,53 175,92 183,62 184,10Keterangan :

Kecil s.d. 36 m3

Menengah 36-70 m3

Besar diatas 70 m3

Indeks Harga Properti Residensial

2006 2007Tipe

Page 142: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

128

Lampiran

III

IIIIV

III

IIIIV

1 B

ahan

Kon

stru

ksi

18,4

4

24

,49

24

,70

24

,34

37

,45

42,2

3

35,7

2

49,8

5

2 K

enda

raan

& S

uku

Cad

ang

111,

38

98,3

6

98,3

4

98,2

2

118,

84

112,

98

11

2,21

130,

99

3 P

erle

ngka

pan

Rum

ahta

ngga

135,

83

125,

71

11

3,71

114,

64

12

0,08

13

3,40

133,

85

14

4,17

4 B

aran

g K

eraj

inan

& M

aina

n14

5,22

13

4,84

112,

79

12

2,12

123,

50

131,

19

12

9,99

165,

38

5 M

akan

an &

Tem

baka

u77

,76

82,0

1

88,5

9

90,3

2

83,2

5

74

,12

77

,95

54

,33

6 P

akai

an &

Per

leng

kapa

nnya

121,

76

119,

44

11

7,52

117,

42

10

8,88

11

0,39

114,

35

11

6,02

7 F

arm

asi &

Kos

met

ik10

1,82

10

4,23

106,

57

10

5,49

100,

63

107,

93

11

6,21

82,9

4

8 B

ahan

Bak

ar M

inya

k10

1,75

10

0,93

98,3

1

97,5

4

99,9

0

10

1,03

106,

46

12

2,72

9 P

erle

ngka

pan

Tulis

73,6

3

80

,63

81

,94

81

,55

83

,85

83,8

0

86,0

2

67,7

1

Selu

ruh

Bar

ang

98,6

2

96,7

4

94

,72

94,6

3

97

,38

99

,69

101,

42

10

3,79

2007

Ind

eks

Riil

Pen

jual

an E

cera

n

2006

No

Kel

om

po

k B

aran

g

Page 143: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

129

Lampiran

(%,S

BT)

PR

PR

PR

PR

PR

PR

PR

PR

1 P

erta

nian

2,97

3,76

2,94

-1,1

8-0

,05

1,41

4,17

-0,6

45,

65-3

,97

3,60

1,33

6,26

3,70

4,64

4,18

2 P

engg

alia

n0,

720,

000,

00-0

,72

0,72

0,72

1,07

0,36

0,72

-0,3

60,

360,

000,

480,

000,

00-0

,72

3 In

dust

ri Pe

ngol

ahan

0,17

-2,9

81,

101,

844,

29-2

,09

0,10

2,56

-2,5

6-2

,12

3,54

2,02

6,04

-0,1

63,

600,

44

4 L

istr

ik, G

as &

Air

Bers

ih0,

420,

420,

42-0

,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

5 B

angu

nan

0,00

3,40

6,81

0,00

0,00

3,40

0,00

6,81

0,00

-6,8

13,

400,

006,

816,

813,

400,

00

6 P

erda

gang

an, H

otel

& R

esto

ran

-1,4

5-4

,50

1,89

-0,3

90,

300,

092,

521,

375,

48-2

,94

4,37

1,34

4,61

2,44

7,36

6,01

7 P

enga

ngku

tan

& K

omun

ikas

i-0

,64

-3,2

91,

331,

52-1

,90

-0,6

02,

52-1

,57

1,57

-2,3

82,

232,

724,

944,

945,

543,

75

8 K

euan

gan,

Per

sew

aan

& J

asa

Peru

saha

an3,

900,

082,

35-1

,73

-1,5

31,

85-3

,09

-0,4

92,

670,

962,

920,

864,

124,

674,

952,

10

9 J

asa-

jasa

0,10

-1,5

7-0

,19

-1,2

0-0

,59

-1,1

20,

00-0

,09

0,75

-0,1

61,

92-0

,06

1,49

1,02

1,78

1,09

Selu

ruh

Sek

tor

6,19

-4,6

816

,65

-2,2

81,

664,

087,

718,

7314

,70

-17,

3622

,76

8,63

35,1

723

,84

31,6

917

,27

Ket

eran

gan:

P =

Per

kira

an

R =

Rea

lisas

i

Rea

lisas

i dan

Per

kira

an K

egia

tan

Du

nia

Usa

ha

IIIII

IVIV

IIIII

I

2007

No

Sekt

or

I

2006

Page 144: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

130

Lampiran

Mili

ar R

p

No

Sekt

or

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

1 P

erta

nian

781

948

1.04

21.

188

1.31

81.

997

2.58

82.

771

2.92

03.

108

3.16

83.

635

3.99

14.

520

4.96

3

2 P

engg

alia

n59

9010

210

911

615

817

111

720

624

026

618

319

821

824

7

3 In

dust

ri Pe

ngol

ahan

511

707

793

921

1.01

01.

504

1.87

52.

167

2.40

02.

618

2.83

03.

342

3.58

84.

046

4.44

4

4 L

istr

ik, G

as &

Air

Bers

ih20

2735

4350

7485

100

132

181

232

268

322

337

417

5 B

angu

nan

422

468

565

642

698

750

827

942

1.03

91.

219

1.45

21.

744

2.32

02.

978

3.33

8

6 P

erda

gang

an, H

otel

& R

esto

ran

624

758

880

1.00

71.

148

1.81

52.

189

2.63

22.

807

3.10

83.

515

4.16

24.

867

5.66

86.

363

7 P

enga

ngku

tan

& K

omun

ikas

i46

754

762

970

679

31.

009

1.11

31.

153

1.50

11.

814

1.96

42.

142

2.59

03.

126

3.29

8

8 K

euan

gan,

Per

sew

aan

& J

asa

Peru

saha

an41

647

656

664

370

395

01.

033

1.17

41.

217

1.51

11.

777

2.18

82.

522

2.71

33.

128

9 J

asa-

jasa

835

949

1.09

81.

244

1.39

71.

607

1.88

42.

424

2.75

93.

076

3.49

04.

360

5.02

06.

168

6.50

6

PDR

B4.

136

4.97

05.

710

6.50

47.

234

9.86

411

.763

13.4

8114

.982

16.8

7418

.693

22.0

2425

.419

29.7

7532

.705

Ket

eran

gan:

Sum

ber:

BPS

Pro

pins

i DIY

.

PDR

B D

IY M

enu

rut

Sekt

or

Ata

s D

asar

Har

ga

Ber

laku

Page 145: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

131

Lampiran

Mili

ar R

p

No

Sekt

or

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

1 P

erta

nian

2.40

72.

463

2.56

92.

727

2.82

12.

654

2.51

22.

771

2.88

52.

936

2.94

73.

053

3.18

63.

310

3.40

7

2 P

engg

alia

n11

512

413

213

613

911

711

711

711

811

811

912

012

212

313

2

3 In

dust

ri Pe

ngol

ahan

1.65

01.

939

2.05

12.

242

2.26

72.

119

2.19

52.

167

2.20

02.

262

2.32

52.

401

2.46

32.

433

2.51

0

4 L

istr

ik, G

as &

Air

Bers

ih54

6469

7784

8394

100

111

129

135

145

153

150

163

5 B

angu

nan

994

1.06

11.

164

1.25

51.

303

870

899

942

972

1.05

31.

178

1.28

41.

395

1.58

01.

708

6 P

erda

gang

an, H

otel

& R

esto

ran

2.10

42.

278

2.47

72.

693

2.79

82.

494

2.56

02.

632

2.76

52.

915

3.10

03.

279

3.44

53.

638

3.76

9

7 P

enga

ngku

tan

& K

omun

ikas

i88

595

01.

021

1.09

01.

125

1.02

11.

044

1.15

31.

241

1.32

91.

437

1.58

21.

673

1.75

11.

869

8 K

euan

gan,

Per

sew

aan

& J

asa

Peru

saha

an94

01.

005

1.13

21.

232

1.28

51.

188

1.19

71.

174

1.22

71.

315

1.40

91.

501

1.62

31.

511

1.66

7

9 J

asa-

jasa

1.96

72.

121

2.34

92.

517

2.63

62.

295

2.35

12.

424

2.53

72.

632

2.71

02.

781

2.85

03.

042

3.04

7

PDR

B11

.117

12.0

0612

.964

13.9

6714

.458

12.8

4212

.969

13.4

8114

.056

14.6

8915

.361

16.1

4616

.911

17.5

3918

.272

Ket

eran

gan:

Ang

ka 1

993-

1999

mer

upak

an h

asil

back

cast

ing

Sum

ber:

BPS

Pro

pins

i DIY

.

PDR

B D

IY M

enu

rut

Sekt

or

Ata

s D

asar

Har

ga

Ko

nst

an T

ahu

n 2

000

Page 146: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

132

Lampiran

Volume : ton

1. Mebel Kayu 15.457 17.760 17.275 21.676 23.015 18.009 14.423

2. Pakaian Jadi tekstil 1.675 1.533 2.017 2.211 4.658 3.685 2.957

3. Kulit disamak 347 347 331 223 853 194 231

4. Sarung Tangan kulit (STK) 49 126 238 179 205 305 241

5. Lampu 721 1.005 1.558 1.847 1.819 1.693 862

6. Produk Tektil lainnya 1.508 1.271 1.404 1.180 271 203 74

7. Tekstil 1.504 - 1.024 497 1.065 560 445

8. Kerajinan kayu 1.401 1.930 1.950 2.245 2.380 2.147 2.499

9. Minyak Atsiri daun cengkeh 334 366 228 564 327 386 548

10. Kerajinan Pandan 794 1.377 695 1.675 2.946 178 88

11. STK Sintetis 77 56 17 53 102 56 196

12. Kerajinan Tanah Liat 2.687 2.261 1.706 1.911 1.299 1.255 1.104

13. Kerajinan Batu 1.031 1.131 1.830 2.750 4.922 5.363 5.385

14. Jamur dalam Kaleng 6.474 3.517 1.944 770 4 24 0

15. Kerajinan Perak 6 32 55 3 41 40 22

16. Kerajinan Eceng Gondok 134 210 222 122 108 171 317

17. STK Kombinasi Poliurethane 3 21 - 0 2 5 16

18. Kerajinan Kertas 221 248 196 341 1.069 1.533 2.130

19. Papan Kemas 962 792 1.058 2.086 1.430 2.346 1.513

20. Kerajinan Kulit 8 64 83 62 88 172 103

21. Kerajinan Kaca 25 58 94 149 324 392 222

22. Kerajinan Rotan 42 107 112 211 172 199 144

Sub-Total 35.462 34.211 34.037 40.753 47.101 38.914 33.520

Komoditas lainnya 1.431 3.021 1.606 1.546 179 2.579 3.098

Total 36.893 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618

Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY

Komoditas 2001 2002 2003 2005

Volume Ekspor Nonmigas UtamaMenurut Komoditas

2004 2006 2007

Page 147: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

133

Lampiran

Volume : ton

1. Amerika Serikat 10.453 9.384 8.272 8.464 10.934 9.341 7.224

2. Perancis 4.770 4.654 4.541 5.274 6.415 4.685 4.530

3. Spanyol 1.306 1.490 1.910 2.538 3.268 2.917 2.040

4. Italia 1.136 1.525 1.966 2.266 2.013 1.748 2.266

5. Belanda 2.717 2.850 2.270 2.488 3.533 3.329 2.476

6. Jepang 2.281 2.560 1.848 2.745 2.878 2.413 1.925

7. Hongkong 271 800 730 345 572 485 409

8. Jerman 614 805 807 1.360 1.317 1.310 969

9. Inggris 1.739 1.775 1.834 1.675 1.797 1.253 897

10. Australia 3.788 3.705 3.322 4.010 3.742 3.187 3.830

11. Belgia 547 863 847 1.849 1.789 1.347 1.284

12. Philipina 136 196 235 521 1.063 985 667

13. Singapura 506 553 252 646 517 431 356

14. Kanada 564 622 431 336 425 457 257

15. Malaysia 407 383 481 597 671 693 570

16. Denmark 567 615 613 465 438 170 267

17. Uni Emirat Arab 499 765 1.073 921 435 267 749

18. Afrika Selatan 360 346 508 791 563 467 456

19. Yunani 165 51 321 334 299 382 288

20. Korea Selatan 141 184 242 153 179 126 405

21. Taiwan 896 486 314 273 276 165 140

22. India 27 31 27 84 104 240 205

Sub-Total 8.604 8.800 8.665 10.981 10.501 36.395 32.210

Negara lainnya 28.289 28.433 26.978 31.318 36.780 5.099 4.408

Total 36.893 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618

Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY

2001 2002 2003 2004 2005

Volume Ekspor Non-MigasMenurut Negara Tujuan

20072006Negara

Page 148: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

134

Lampiran

Volume : ton

1. Tanjung Emas 33.686 34.249 32.521 38.912 42.923 38.540 33.267

2. Tanjung Priok 764 1.155 1.142 2.012 2.985 1.665 2.214

3. Sukarno Hatta 451 515 887 536 605 721 454

4. Adisutjipto 130 108 54 177 352 214 86

5. Tanjung Perak 1.660 875 653 474 354 283 527

6. Juanda 2 41 35 16 8 40 26

7. Ngurah Rai 169 256 300 149 10 4 14

8. Kantor Pos Yogyakarta 0 0 43 2 22 7 0

9. Halim Perdanakusuma 0 0 0 0 11 13 1

10. Benoa - - - 0 7 3 27

11. Adisumarmo 2 32 0 5 3 3 2

12. Batu Ampar - 2 1 - - - -

13. Tanjung Pinang 28 - - - - - -

14. A. Yani - - - 16 - - -

15. Batam - - 5 - - - -

16. Tanjung Uban 1 - 1 - - - -

17. Belawan - - - - - - -

18. Sekupang - - - - - - -

Total 36.895 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618

Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY

Menurut Pelabuhan Muat

Nama Pelabuhan 2001 2002 2003 2004 20062005

Volume Ekspor

2007

Page 149: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

135

Lampiran

Volume : ton

1. Obat Penyamak Kulit 304 321 358 413 469 257 108

2. Bahan Baku Plastik - - 0 93 0 - -

3. Bahan Baku Susu 633 1.872 2.710 17.101 1.679 1.716 1.389

4. Kapas 3.140 2.509 3.142 2.197 3.010 2.678 2.481

5. Benang Nylon - 231 - - - 1 -

6. Asesoris - 358 - 2.002 1.086 117 159

7. Tekstil - 0 0 891 1.504 1.173 616

8. Polyester - 44 - - - - 399

9. Peralatan Tiang Pancang - 1 - - - - -

10. Elektronik - 0 - - - - -

11. Pewarna susu - 0 - - - - -

12. Mesin Tekstil 228 - - - - - -

13. Mesin - 180 237 845 534 1.143 3.038

14. Bahan Baku Kulit - 0 - - - - 87

15. Mesin Percetakan 7 - - - - - -

16. Mesin Kayu 8 - - - - - -

17. Peralatan Mesin 0 - - - - - -

18. Kulit Disamak - 61 - 122 - - 52

19. Lampu - - - 0 - - -

20. Power Suply - - - 0 - - -

21. Audio Digital - - - 0 - - -

22. Bijih Titanium - - - - 0 - -

Sub-Total 4.320 5.577 6.447 23.664 8.281 7.084 8.329

Komoditas lainnya 0 6 - 1 0 189 59

Total 4.320 5.583 6.447 23.665 8.281 7.273 8.388

Sumber: Dinas Perindagkop Provinsi DIY

Volume Impor Nonmigas UtamaMenurut Komoditas

20052004 20072006Komoditas 2001 2002 2003

Page 150: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

136

Lampiran

Volume : ton

1. Jerman 41 63 7 260 83 63 26

2. Italia 349 207 159 280 154 121 88

3. Jepang 106 97 101 131 150 47 89

4. Singapura 453 888 759 111 157 35 109

5. Hongkong 1 17 - 988 768 121 97

6. Australia 787 1.483 479 6.676 910 1.497 1.477

7. Belgia 177 0 1 14 - 1 1

8. Korea Selatan 0 187 100 517 318 567 820

9. RRC 612 318 1.361 1.434 1.278 1.477 2.851

10. Amerika Serikat 1.768 1.635 1.550 2.794 1.781 1.334 1.003

11. Taiwan 3 277 3 832 1.047 365 392

12. New Zealand - 400 1.881 1.432 462 0 1.386

13. Belanda - 0 - 2.700 880 2 0

14. Austria - - 31 - - - -

15. Ireland - - - 928 289 1 -

16. Uni Emirat Arab - - - 3.220 - 7 -

17. Canada - - - 1.098 - - -

18. Argentina - - - 250 - - -

19. Denmark - - - - 1 2 -

20. Finlandia - - - - 1 0 -

21. Philipina - - - - 1 - 0

22. Norwegia - - - - 0 - -

Sub-Total 4.297 5.572 6.432 23.664 8.280 5.640 8.339

Negara lainnya 23 11 15 1 1 1.633 49

Total 4.320 5.583 6.447 23.665 8.281 7.273 8.388

Sumber: Dinas Perindagkop Provinsi DIY

2003 2005 2006

Volume Impor NonmigasMenurut Negara Asal

2007Nama Negara 2001 2002 2004

Page 151: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

137

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 Jenis Bank 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 1. Bank Umum 6.726 8.278 9.494 10.088 10.944 12.382 15.279 17.505 2. Bank Perkreditan Rakyat 154 244 406 640 907 1.015 1.128 1.454 Jenis Usaha Bank 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 1. Bank Umum 6.869 8.500 9.877 10.625 11.635 13.102 16.030 18.431 2. Bank Perkreditan Rakyat 11 21 23 103 215 294 376 528

II DANA PIHAK KETIGA 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.450 Jenis Bank 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.4501. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886

a. Bank Umum 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.8862. Tabungan 2.358 2.613 3.480 4.548 5.588 5.606 6.932 8.153

a. Bank Umum 2.313 2.550 3.389 4.402 5.397 5.395 6.692 7.800b. Bank Perkreditan Rakyat 45 62 91 145 191 211 240 353

3. Deposito 2.707 3.264 3.527 3.383 3.353 4.735 5.203 5.411a. Bank Umum 2.647 3.159 3.325 3.059 2.914 4.221 4.621 4.697b. Bank Perkreditan Rakyat 60 105 202 324 439 514 581 715

Jenis Usaha Bank 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.4501. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886

a. Konvensional 887 1.262 1.511 1.701 1.899 1.833 2.563 2.855b. Syariah 0 1 1 4 5 16 31 31

2. Tabungan 2.358 2.613 3.480 4.548 5.588 5.606 6.932 8.153a. Konvensional 2.354 2.599 3.466 4.498 5.499 5.492 6.758 7.914b. Syariah 3 14 14 49 89 115 173 239

3. Deposito 2.707 3.264 3.527 3.383 3.353 4.735 5.203 5.411a. Konvensional 2.702 3.259 3.522 3.341 3.252 4.619 5.081 5.226b. Syariah 6 5 6 42 101 116 122 185

III KREDIT 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.0591. Jenis Penggunaan 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059

Jenis Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Modal Kerja 604 731 1.162 1.588 2.184 2.667 2.974 3.723

1) Bank Umum 527 611 978 1.311 1.810 2.252 2.596 3.2582) Bank Perkreditan Rakyat 77 119 184 277 375 415 378 465

b. Investasi 173 191 275 456 644 872 1.120 1.2191) Bank Umum 168 185 268 448 627 848 1.063 1.1322) Bank Perkreditan Rakyat 5 6 7 9 17 25 56 87

c. Konsumsi 489 855 1.255 1.628 2.301 3.145 3.384 4.1161) Bank Umum 447 785 1.151 1.464 2.001 2.752 2.957 3.5992) Bank Perkreditan Rakyat 42 70 104 164 300 392 427 518

Jenis Usaha Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Modal Kerja 604 731 1.162 1.588 2.184 2.667 2.974 3.723

1) Konvensional 601 726 1.157 1.573 2.141 2.586 2.868 3.5752) Syariah 3 5 6 16 44 81 106 148

b. Investasi 173 191 275 456 644 872 1.120 1.2191) Konvensional 171 187 272 445 614 830 1.032 1.1362) Syariah 2 4 4 12 31 42 87 83

c. Konsumsi 489 855 1.255 1.628 2.301 3.145 3.384 4.1161) Konvensional 483 842 1.242 1.570 2.188 2.963 3.162 3.8732) Syariah 5 13 13 58 113 181 222 243

No U r a i a n 2000 2004 2005 20062001 2002 2003 2007

Indikator Perbankan DIY

Page 152: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

138

Lampiran

2. KolektibilitasJenis Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Lancar 1.169 1.671 2.524 3.469 4.879 6.146 6.825 8.206

1) Bank Umum 1.057 1.488 2.247 3.041 4.230 5.386 6.053 7.2202) Bank Perkreditan Rakyat 112 183 278 428 649 760 772 986

b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 3961) Bank Umum 69 78 115 136 146 310 317 396

c. Kurang Lancar 10 13 21 32 49 98 98 481) Bank Umum 7 8 15 22 32 75 72 232) Bank Perkreditan Rakyat 3 5 6 10 18 23 26 25

d. Diragukan 6 6 12 20 27 41 51 431) Bank Umum 3 2 5 10 8 16 27 272) Bank Perkreditan Rakyat 3 4 7 10 19 25 24 16

e. Macet 12 9 20 16 28 89 187 3661) Bank Umum 6 5 16 12 23 64 148 3232) Bank Perkreditan Rakyat 5 4 4 4 6 25 39 43

Jenis Usaha Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Lancar 1.169 1.671 2.524 3.469 4.879 6.146 6.825 8.206

1) Konvensional 1.159 1.650 2.503 3.384 4.697 5.875 6.440 7.7662) Syariah 10 21 22 85 182 271 385 440

b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 3961) Konvensional 69 78 115 136 143 287 295 3722) Syariah 0 0 0 0 3 24 23 23

c. Kurang Lancar 10 13 21 32 49 98 98 481) Konvensional 10 13 21 31 47 91 95 442) Syariah 0 0 0 0 2 7 3 4

d. Diragukan 6 6 12 20 27 41 51 431) Konvensional 6 5 12 20 27 39 49 412) Syariah 0 0 0 0 0 2 2 2

e. Macet 12 9 20 16 28 89 187 3661) Konvensional 12 9 20 16 28 88 184 3622) Syariah 0 0 0 0 0 1 3 5

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%)

Jenis Bank 21,27 24,89 31,61 38,12 47,30 54,83 50,77 55,07a. Bank Umum 19,54 22,69 29,15 35,15 43,45 51,04 47,57 51,93b. Bank Perkreditan Rakyat 118,00 116,42 100,58 95,97 109,79 114,69 104,93 100,26Jenis Usaha Bank 21,27 24,89 31,61 38,12 47,30 54,83 50,77 55,07a. Konvensional 21,13 24,66 31,43 37,60 46,41 53,42 49,04 53,67b. Syariah 113,76 108,33 105,29 89,35 95,89 123,47 127,19 104,28

2. Non Performing Loansa. Nominal (Miliar Rp)

Jenis Bank 28 28 54 68 105 227 336 4571) Bank Umum 16 16 36 45 62 155 246 3732) Bank Perkreditan Rakyat 11 12 18 23 42 72 90 84Jenis Usaha Bank 28 28 54 68 105 227 336 4571) Konvensional 27 28 54 67 102 218 328 4462) Syariah 0 0 0 1 2 9 8 11

b. Rasio (%)Jenis Bank 2,18 1,57 2,00 1,84 2,04 3,40 4,49 5,051) Bank Umum 1,43 0,99 1,52 1,40 1,40 2,65 3,72 4,672) Bank Perkreditan Rakyat 9,13 6,26 5,98 5,04 6,11 8,70 10,41 7,86Jenis Usaha Bank 2,18 1,57 2,00 1,84 2,04 3,40 4,49 5,051) Konvensional 2,17 1,57 2,01 1,87 2,07 3,42 4,64 5,202) Syariah 2,78 1,87 1,89 0,59 1,15 3,08 1,93 2,31

2003 2004 2007200620012000No U r a i a n 20052002

Page 153: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

139

Lampiran

Miliar Rp

I KANTOR PELAYANAN 420 471 502 539 595 680 757 8081. Kantor Pusat 1 1 1 1 1 1 1 12. Kantor Cabang 38 38 40 39 41 41 42 433. Kantor Cabang Pembantu 149 151 124 71 73 98 102 1054. Kantor Kas 51 78 86 122 124 127 159 1755. Kas Mobil 8 6 6 7 8 5 5 36. Payment Point 16 13 18 25 23 24 24 337. Anjungan Tunai Mandiri 157 184 227 274 325 384 424 4488. Jumlah Karyawan 3.412 3.440 3.199 3.760 3.882 4.082 4.339 4.434

II ASET 6.726 8.278 9.494 10.088 10.944 12.382 15.279 17.505III DANA PIHAK KETIGA 5.847 6.972 8.226 9.167 10.215 11.464 13.908 15.382

1. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886a. Rupiah 619 904 1.079 1.345 1.585 1.492 2.162 2.481b. Valas 268 359 434 360 319 357 432 405

2. Tabungan 2.313 2.550 3.389 4.402 5.397 5.395 6.692 7.800a. Rupiah 2.303 2.550 3.389 4.402 5.395 5.390 6.690 7.799b. Valas 10 0 0 1 2 5 1 1

3. Deposito 2.647 3.159 3.325 3.059 2.914 4.221 4.621 4.697a. Rupiah 2.308 2.780 2.977 2.767 2.659 3.908 4.274 4.356b. Valas 340 379 348 293 256 313 347 341

IV KREDIT 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.9891. Jenis Penggunaan 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989

a. Modal Kerja 527 611 978 1.311 1.810 2.252 2.596 3.258i. Rupiah 497 592 962 1.164 1.599 1.996 2.387 2.900ii. Valas 31 20 16 148 211 256 210 357

b. Investasi 168 185 268 448 627 848 1.063 1.132i. Rupiah 168 150 247 437 611 813 1.036 1.106ii. Valas 1 36 21 10 16 34 27 26

c. Konsumsi 447 785 1.151 1.464 2.001 2.752 2.957 3.599i. Rupiah 447 785 1.147 1.464 2.001 2.752 2.956 3.596ii. Valas 0 1 4 0 0 0 1 3

2. Sektor Ekonomi 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989a. Pertanian 64 49 88 100 173 176 207 242b. Pertambangan 1 1 2 5 8 22 21 6c. Industri 167 239 330 441 494 573 597 676d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 1 1 1 1e. Konstruksi 44 46 61 97 151 183 234 219f. Perdagangan 246 220 446 725 1.098 1.389 1.666 2.094g. Angkutan 5 9 21 54 87 86 78 82h. Jasa Dunia 64 108 139 163 270 476 605 826i. Jasa Sosial 47 65 116 126 117 139 187 166j. Lainnya 505 845 1.194 1.511 2.041 2.807 3.021 3.677

3. Kolektibilitas 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989a. Lancar 1.057 1.488 2.247 3.041 4.230 5.386 6.053 7.220b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 396c. Kurang Lancar 7 8 15 22 32 75 72 23d. Diragukan 3 2 5 10 8 16 27 27e. Macet 6 5 16 12 23 64 148 323

V RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 16 16 36 45 62 155 246 373b. Rasio (%) 1,43 0,99 1,52 1,40 1,40 2,65 3,72 4,67

2. Loan to Deposit Ratio (%) 19,54 22,69 29,15 35,15 43,45 51,04 47,57 51,93

2000 2002 2005 2007

Indikator Bank Umum di DIY

2003 2004U r a i a n 2001No 2006

Page 154: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

140

Lampiran

VI KREDIT EKSPOR1. Jenis Penggunaan 40 19 28 114 127 158 94 0

a. Modal Kerja 36 17 26 112 123 154 91 0i. Rupiah 6 6 12 32 39 40 13 0ii. Valas 30 11 14 80 84 114 78 0

b. Investasi 3 2 2 2 3 3 2 0i. Rupiah 3 2 2 2 3 3 1 0ii. Valas 1 0 0 0 0 0 1 0

c. Konsumsi 0 0 0 0 0 2 1 0i. Rupiah 0 0 0 0 0 2 1 0ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Sektor Ekonomi 40 19 28 114 127 158 94 0a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 40 18 27 111 120 148 88 0d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 0 0 0 0 0 0 0f. Perdagangan 0 0 1 2 6 8 6 0g. Angkutan 0 0 0 0 0 0 0 0h. Jasa Dunia 0 0 0 0 0 0 0 0i. Jasa Sosial 0 0 0 0 0 0 0 0j. Lainnya 0 0 0 0 0 2 1 0

3. Kabupaten 40 19 28 114 127 158 94 0a. Bantul 0 0 1 1 0 0 0 0b. Gunung Kidul 0 0 0 0 0 0 0 0c. Kulon Progo 0 0 0 0 0 0 0 0d. Sleman 0 1 2 6 6 5 1 0e. Yogyakarta 40 18 25 107 120 153 93 0

VII POS NERACA LAINNYA1. Kas 257 257 304 340 309 386 537 9132. Penempatan pd BI 365 48 44 103 482 446 1.141 5.4083. Penempatan pd Bank Lain 78 257 315 441 158 168 163 6504. Surat Berharga yg Dimiliki 11 7 10 21 16 29 25 775. Tagihan Lainnya 0 34 14 5 10 5 3 4.6066. Penyertaan 0 0 0 0 0 0 0 5207. Kewajiban pada BI 5 1 1 1 0 0 0 818. Kewajiban pada Bank Lain 188 301 326 387 51 31 77 1699. Surat Berharga yg Diterbitkan 1 1 4 5 6 8 6 410. Pinjaman yg Diterima 3 6 9 5 10 28 44 64511. Kewajiban Lainnya 73 61 67 71 62 103 127 19012. Setoran Jaminan 18 15 12 10 11 14 21 5413. Agunan yg Diambil Alih 6 1 4 1 1 5 5 20

VIII POS LABA RUGI LAINNYA1. Pendapatan Operasional 330 465 636 733 886 1.092 1.259 7622. Pendapatan Bunga 273 396 551 643 753 947 1.102 7103. Beban Operasional 723 865 1.110 944 917 1.088 1.483 6594. Beban Bunga 558 660 807 601 435 541 777 2705. Biaya Tenaga Kerja 80 100 145 174 207 239 286 1626. Biaya Pendidikan & Pelatihan 1 2 2 1 3 6 6 107. Pendapatan Non Operasional 396 359 370 264 210 287 476 1408. Beban Non Operasional 23 30 44 45 54 111 183 839. Laba Sebelum Pajak 134 137 174 177 251 274 69 19710. Taksiran Pajak Penghasilan 5 8 11 16 18 20 21 4311. Laba Setelah Pajak 34 47 81 114 163 159 146 15312. Rugi 40 35 46 23 20 31 37 37

IX REKENING ADMINISTRATIF1. Fas. Pinjaman yg Blm Ditarik 185 229 278 350 456 404 549 8282. AP yg Dihapusbukukan 132 210 196 147 301 202 262 309

2004 20072005No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 155: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

141

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 5.775 7.037 7.043 7.699 8.236 9.344 11.206 13.155II DANA PIHAK KETIGA 4.977 5.858 6.353 6.925 7.694 8.652 10.047 11.335

1. Giro 752 1.017 1.275 1.372 1.586 1.453 2.007 2.234a. Rupiah 527 702 877 1.044 1.296 1.132 1.622 1.868b. Valas 226 315 398 328 291 321 386 366

2. Tabungan 1.884 2.010 2.248 2.931 3.627 3.555 4.149 5.153a. Rupiah 1.874 2.010 2.248 2.930 3.625 3.551 4.147 5.152b. Valas 10 0 0 1 2 4 1 1

3. Deposito 2.341 2.831 2.831 2.622 2.481 3.644 3.891 3.948a. Rupiah 2.031 2.478 2.507 2.351 2.248 3.375 3.571 3.644b. Valas 309 353 324 271 233 269 320 304

III KREDIT 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.5101. Jenis Penggunaan 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510

a. Modal Kerja 438 483 610 836 1.198 1.532 1.729 2.204i. Rupiah 407 464 594 709 1.021 1.304 1.545 1.873ii. Valas 31 20 16 127 177 228 184 330

b. Investasi 150 152 179 328 462 599 804 888i. Rupiah 149 116 158 318 446 581 788 873ii. Valas 1 36 21 10 16 19 16 15

c. Konsumsi 276 560 703 935 1.349 1.919 1.992 2.419i. Rupiah 276 559 699 935 1.349 1.919 1.991 2.417ii. Valas 0 1 4 0 0 0 1 3

2. Sektor Ekonomi 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510a. Pertanian 37 18 33 31 64 68 88 85b. Pertambangan 0 0 1 1 0 1 2 1c. Industri 161 229 290 381 425 488 490 552d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 1 1 1 1e. Konstruksi 14 10 15 30 42 63 94 74f. Perdagangan 219 178 273 470 762 937 1.132 1.439g. Angkutan 4 8 18 50 84 69 63 71h. Jasa Dunia 61 93 85 89 175 372 477 704i. Jasa Sosial 42 53 71 111 98 119 171 149j. Lainnya 325 606 706 936 1.357 1.934 2.006 2.434

3. Kolektibilitas 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510a. Lancar 786 1.107 1.378 1.966 2.861 3.683 4.065 5.078b. Dalam Perhatian Khusus 64 74 89 104 103 248 253 320c. Kurang Lancar 5 7 9 15 23 60 62 17d. Diragukan 2 2 3 8 4 10 21 21e. Macet 6 5 12 7 17 50 124 75

IV RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 13 13 24 29 45 120 207 113b. Rasio (%) 1,50 1,11 1,63 1,39 1,49 2,95 4,58 2,05

2. Loan to Deposit Ratio (%) 17,34 20,39 23,48 30,31 39,10 46,82 45,03 48,61

2004 20072005

Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 156: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

142

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 736 897 1.464 1.467 1.642 1.846 2.446 2.594II DANA PIHAK KETIGA 707 851 1.193 1.417 1.592 1.787 2.379 2.483

1. Giro 111 169 150 201 194 256 335 422a. Rupiah 69 124 114 169 166 221 290 384b. Valas 42 45 36 33 29 35 46 38

2. Tabungan 318 398 679 875 1.049 1.065 1.454 1.480a. Rupiah 318 398 679 875 1.049 1.065 1.454 1.480b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Deposito 278 285 364 340 349 466 590 581a. Rupiah 248 259 341 319 326 421 563 544b. Valas 30 26 24 22 23 44 27 37

III KREDIT 107 158 391 494 664 856 1.031 1.2291. Jenis Penggunaan 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229

a. Modal Kerja 48 68 183 242 332 384 482 585i. Rupiah 48 68 183 221 299 356 456 558ii. Valas 0 0 0 21 33 28 26 27

b. Investasi 9 22 46 60 77 130 142 137i. Rupiah 9 22 46 60 77 114 131 125ii. Valas 0 0 0 0 0 16 11 11

c. Konsumsi 50 68 162 192 254 342 406 508i. Rupiah 50 68 162 192 254 342 406 508ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Sektor Ekonomi 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229a. Pertanian 1 2 12 19 49 36 32 40b. Pertambangan 0 0 1 4 6 19 18 4c. Industri 2 6 27 43 52 64 92 102d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 29 35 41 62 105 118 136 141f. Perdagangan 13 23 84 96 125 196 255 316g. Angkutan 0 1 2 2 1 1 1 2h. Jasa Dunia 1 0 29 38 46 46 59 87i. Jasa Sosial 4 12 12 13 15 16 12 12j. Lainnya 58 80 184 217 263 359 425 526

3. Kolektibilitas 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229a. Lancar 106 157 373 474 636 809 980 944b. Dalam Perhatian Khusus 1 1 14 14 20 29 32 42c. Kurang Lancar 0 0 2 3 5 12 6 3d. Diragukan 0 0 1 1 1 3 2 2e. Macet 0 0 1 2 2 3 10 239

IV RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 0 1 4 6 8 17 18 244b. Rasio (%) 0,39 0,53 1,10 1,18 1,15 2,04 1,78 19,85

2. Loan to Deposit Ratio (%) 15,13 18,60 32,81 34,84 41,69 47,87 43,31 49,51

2004 20072005

Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 157: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

143

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 56 89 490 412 469 519 754 802II DANA PIHAK KETIGA 37 58 293 357 397 440 679 733

1. Giro 9 13 19 35 32 30 64 82a. Rupiah 9 13 19 35 32 29 64 81b. Valas 0 0 0 0 0 1 1 1

2. Tabungan 20 26 215 275 325 352 533 543a. Rupiah 20 26 215 275 325 351 533 543b. Valas 0 0 0 0 0 1 0 0

3. Deposito 8 19 59 47 40 58 82 109a. Rupiah 8 19 59 47 40 58 82 109b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

III KREDIT 48 61 219 268 324 398 422 5061. Jenis Penggunaan 48 61 219 268 324 398 422 506

a. Modal Kerja 4 6 93 111 129 162 185 234i. Rupiah 4 6 93 111 129 162 185 234ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0

b. Investasi 3 4 26 35 49 57 51 45i. Rupiah 3 4 26 35 49 57 51 45ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0

c. Konsumsi 41 50 101 122 146 178 186 227i. Rupiah 41 50 101 122 146 178 186 227ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0

2. Sektor Ekonomi 48 61 219 268 324 398 422 506a. Pertanian 0 0 30 32 35 42 54 68b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 3 3 11 14 13 17 10 13d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 1 3 2 1 1 1 1f. Perdagangan 2 5 48 63 83 105 101 145g. Angkutan 0 1 1 1 1 1 0 0h. Jasa Dunia 1 1 24 33 41 50 59 25i. Jasa Sosial 0 0 0 1 1 1 1 2j. Lainnya 41 51 102 124 148 181 196 251

3. Kolektibilitas 48 61 219 268 324 398 422 506a. Lancar 47 60 211 253 306 371 399 484b. Dalam Perhatian Khusus 0 1 5 11 13 21 18 18c. Kurang Lancar 0 0 1 2 2 2 2 1d. Diragukan 0 0 1 1 1 2 1 1e. Macet 0 0 1 1 2 2 3 3

IV RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 0 0 3 4 5 6 6 4b. Rasio (%) 0,45 0,60 1,46 1,56 1,47 1,50 1,37 0,88

2. Loan to Deposit Ratio (%) 130,79 104,70 74,97 75,02 81,54 90,45 62,18 69,04

2004 20072005

Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 158: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

144

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 43 82 307 273 314 343 461 485II DANA PIHAK KETIGA 39 76 229 255 289 316 434 444

1. Giro 7 34 16 21 17 27 68 48a. Rupiah 7 34 16 21 17 27 68 48b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Tabungan 23 33 157 201 243 256 329 362a. Rupiah 23 33 157 201 243 256 329 362b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Deposito 10 10 56 33 28 32 37 34a. Rupiah 10 10 56 33 28 32 37 34b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

III KREDIT 36 46 143 170 207 263 309 3451. Jenis Penggunaan 36 46 143 170 207 263 309 345

a. Modal Kerja 3 3 44 56 70 83 96 108i. Rupiah 3 3 44 56 70 83 96 108ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Investasi 2 2 10 14 17 29 29 26i. Rupiah 2 2 10 14 17 29 29 26ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Konsumsi 31 41 89 100 121 151 184 211i. Rupiah 31 41 89 100 121 151 184 211ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0

2. Sektor Ekonomi 36 46 143 170 207 263 309 345a. Pertanian 0 1 11 14 16 19 22 25b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 0 0 2 3 2 2 2 3d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 1 1 2 3 2 1 2 2f. Perdagangan 2 2 22 30 45 54 63 74g. Angkutan 0 0 0 0 0 14 12 8h. Jasa Dunia 0 0 0 1 1 1 2 2i. Jasa Sosial 0 0 1 1 1 1 1 0j. Lainnya 31 41 104 117 139 171 203 231

3. Kolektibilitas 36 46 143 170 207 263 309 345a. Lancar 36 45 138 163 201 251 294 334b. Dalam Perhatian Khusus 0 1 2 4 4 4 6 7c. Kurang Lancar 0 0 2 1 1 1 0 1d. Diragukan 0 0 0 0 0 1 1 1e. Macet 0 0 1 2 1 6 6 3

IV RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 0 0 3 3 2 8 8 5b. Rasio (%) 0,19 0,42 2,26 2,01 1,19 3,08 2,64 1,30

2. Loan to Deposit Ratio (%) 91,95 60,05 62,41 66,81 71,81 83,28 71,09 77,78

2004 20072005

Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 159: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

145

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 115 172 190 236 283 330 412 468II DANA PIHAK KETIGA 87 128 158 213 244 269 368 388

1. Giro 8 30 53 77 74 82 119 100a. Rupiah 8 30 53 77 74 82 119 100b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Tabungan 68 84 90 120 153 167 228 262a. Rupiah 68 84 90 120 153 167 228 262b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Deposito 12 14 15 16 16 21 21 25a. Rupiah 12 14 15 16 16 21 21 25b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

III KREDIT 89 122 153 191 235 285 330 3971. Jenis Penggunaan 89 122 153 191 235 285 330 397

a. Modal Kerja 35 50 48 66 80 91 104 127i. Rupiah 35 50 48 66 80 91 104 127ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Investasi 4 6 7 10 23 32 37 37i. Rupiah 4 6 7 10 23 32 37 37ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Konsumsi 49 66 97 115 132 161 189 233i. Rupiah 49 66 97 115 132 161 189 233ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0

2. Sektor Ekonomi 89 122 153 191 235 285 330 397a. Pertanian 26 28 3 5 8 10 11 24b. Pertambangan 0 0 0 0 1 1 1 1c. Industri 1 1 0 1 2 3 3 6d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 0 0 0 1 1 1 1f. Perdagangan 9 12 18 66 82 98 114 120g. Angkutan 0 0 0 1 1 1 1 1h. Jasa Dunia 1 13 1 2 7 7 8 8i. Jasa Sosial 0 0 32 1 1 2 2 2j. Lainnya 50 68 98 116 133 163 190 235

3. Kolektibilitas 89 122 153 191 235 285 330 397a. Lancar 82 120 147 185 226 272 315 380b. Dalam Perhatian Khusus 4 1 4 3 6 9 8 10c. Kurang Lancar 1 0 0 1 1 1 1 1d. Diragukan 1 0 0 1 1 1 1 2e. Macet 0 0 0 1 1 2 4 4

IV RASIO1. Non Performing Loans

a. Nominal 3 1 1 3 2 4 7 7b. Rasio (%) 2,94 0,88 0,84 1,32 1,06 1,33 1,98 1,83

2. Loan to Deposit Ratio (%) 101,26 95,49 96,25 89,87 96,33 105,58 89,67 102,55

2004 20072005

Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006

Page 160: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

146

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 154 244 406 640 907 1.015 1.128 1.454II DANA PIHAK KETIGA 105 167 294 469 630 726 821 1.067

1. Tabungan 45 62 91 145 191 211 240 3532. Deposito 60 105 202 324 439 514 581 715

III KREDIT 123 195 295 450 692 832 861 1.0701. Jenis Penggunaan 123 195 295 450 692 832 861 1.070

a. Modal Kerja 77 119 184 277 375 415 378 465b. Investasi 5 6 7 9 17 25 56 87c. Konsumsi 42 70 104 164 300 392 427 518

2. Sektor Ekonomi 123 195 295 450 692 832 861 1.070a. Pertanian 4 6 7 11 15 17 18 23b. Industri 2 4 5 8 12 13 16 21c. Perdagangan 61 95 150 217 282 305 278 351d. Jasa-jasa 12 18 25 43 73 95 98 123e. Lain-lain 44 72 107 172 310 402 452 552

3. Kolektibilitas 123 195 295 450 692 832 861 1.070a. Lancar 112 183 278 428 649 760 772 986b. Kurang Lancar 3 5 6 10 18 23 26 25c. Diragukan 3 4 7 10 19 25 24 16d. Macet 5 4 4 4 6 25 39 43

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 118,00 116,42 100,58 95,97 109,88 114,69 104,93 100,262. Non Performing Loans

a. Nominal 11 12 18 23 42 72 90 84b. Rasio (%) 9,13 6,26 5,98 5,04 6,11 8,70 10,41 7,86

Indikator Bank Perkreditan Rakyat DIY

20072001 2002 2003No U r a i a n 2000 2004 2005 2006

Page 161: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

147

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 10 10 14 26 41 64 107 164II DANA PIHAK KETIGA 6 6 8 18 28 40 69 120

1. Tabungan 2 3 4 5 8 9 12 212. Deposito 4 3 4 13 21 31 56 99

III KREDIT 9 8 11 21 35 54 88 1311. Jenis Penggunaan 9 8 11 21 35 54 88 131

a. Modal Kerja 5 3 5 8 14 16 38 67b. Investasi 0 0 0 0 1 1 5 5c. Konsumsi 4 5 7 12 20 37 45 59

2. Sektor Ekonomi 9 8 11 21 35 54 88 131a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 1 2b. Industri 0 0 0 0 1 0 2 3c. Perdagangan 4 3 4 7 13 16 31 41d. Jasa-jasa 0 0 0 0 1 1 2 7e. Lain-lain 4 5 7 13 21 38 52 79

3. Kolektibilitas 9 8 11 21 35 54 88 131a. Lancar 7 8 11 20 29 51 79 122b. Kurang Lancar 0 0 0 0 3 2 6 5c. Diragukan 0 0 0 0 2 1 2 2d. Macet 1 0 0 0 0 0 2 2

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 69,42 69,51 70,62 85,10 81,77 73,66 128,58 109,592. Non Performing Loans

a. Nominal 2 0 0 1 5 3 9 9b. Rasio (%) 19,53 5,74 4,31 3,72 15,20 5,74 10,60 7,21

Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kota Yogyakarta

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006

Page 162: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

148

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 105 167 250 376 533 585 605 739II DANA PIHAK KETIGA 75 121 187 296 393 435 466 563

1. Tabungan 31 43 57 91 124 136 140 1832. Deposito 44 78 130 205 269 299 326 380

III KREDIT 85 133 192 274 399 477 467 5371. Jenis Penggunaan 85 133 192 274 399 477 467 537

a. Modal Kerja 52 81 119 165 220 237 188 200b. Investasi 1 2 2 2 7 10 33 37c. Konsumsi 32 50 71 106 172 230 247 300

2. Sektor Ekonomi 85 133 192 274 399 477 467 537a. Pertanian 2 3 4 5 7 9 10 9b. Industri 1 1 2 3 5 4 6 7c. Perdagangan 41 65 98 130 157 170 139 150d. Jasa-jasa 8 11 14 24 49 57 52 59e. Lain-lain 33 52 74 112 181 238 261 312

3. Kolektibilitas 85 133 192 274 398 477 467 537a. Lancar 78 124 180 263 384 440 429 496b. Kurang Lancar 2 4 4 5 7 12 13 13c. Diragukan 2 2 5 4 6 12 10 8d. Macet 3 2 3 2 2 13 16 20

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 88,57 91,05 97,29 108,32 98,44 91,11 100,34 95,512. Non Performing Loans

a. Nominal 7 8 12 11 15 37 39 41b. Rasio (%) 8,06 6,30 6,27 4,01 3,72 7,76 8,31 7,68

Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Sleman

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006

Page 163: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

149

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 27 50 90 159 212 223 252 319II DANA PIHAK KETIGA 17 31 59 102 138 162 184 245

1. Tabungan 8 12 19 27 42 45 62 912. Deposito 9 19 41 75 96 117 122 154

III KREDIT 21 40 67 109 158 173 176 2161. Jenis Penggunaan 21 40 67 109 158 173 176 216

a. Modal Kerja 14 25 41 67 89 92 86 94b. Investasi 3 4 5 6 6 9 13 21c. Konsumsi 4 11 21 36 63 73 78 100

2. Sektor Ekonomi 21 40 67 109 158 173 176 216a. Pertanian 1 3 3 3 3 4 3 4b. Industri 1 2 3 3 4 6 5 6c. Perdagangan 12 18 32 53 72 70 67 76d. Jasa-jasa 3 6 8 14 16 21 22 28e. Lain-lain 4 11 21 37 64 73 80 102

3. Kolektibilitas 21 40 67 109 158 173 176 216a. Lancar 19 37 62 100 140 147 143 191b. Kurang Lancar 0 1 2 4 7 6 5 5c. Diragukan 1 1 1 5 9 10 7 3d. Macet 1 1 1 1 3 10 21 17

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 82,22 78,35 89,04 93,08 86,97 93,24 95,99 88,182. Non Performing Loans

a. Nominal 2 3 4 9 19 26 34 25b. Rasio (%) 10,60 7,03 6,42 8,53 11,86 15,27 19,13 11,53

2001 2002 2003 2004 20072005 2006

Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Bantul

No U r a i a n 2000

Page 164: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

150

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 6 10 41 63 94 110 116 167II DANA PIHAK KETIGA 2 5 32 43 56 72 80 106

1. Tabungan 1 2 10 19 12 15 16 442. Deposito 1 3 22 24 44 57 64 62

III KREDIT 5 8 15 32 76 98 92 1391. Jenis Penggunaan 5 8 15 32 76 98 92 139

a. Modal Kerja 3 5 10 23 32 46 49 84b. Investasi 0 0 0 1 2 3 4 17c. Konsumsi 2 3 5 9 42 48 39 38

2. Sektor Ekonomi 5 8 15 32 76 98 92 139a. Pertanian 0 0 1 3 5 5 4 7b. Industri 0 0 0 2 2 2 2 4c. Perdagangan 2 3 7 15 21 26 25 68d. Jasa-jasa 0 1 2 5 6 15 20 21e. Lain-lain 2 3 5 9 42 50 41 38

3. Kolektibilitas 5 8 15 32 76 98 92 139a. Lancar 4 8 14 31 73 93 87 134b. Kurang Lancar 0 0 0 1 1 3 1 1c. Diragukan 0 0 0 0 1 2 4 2d. Macet 0 0 0 0 0 0 0 2

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 51,88 62,66 214,69 130,89 74,04 74,09 114,10 131,082. Non Performing Loans

a. Nominal 0 0 1 1 3 5 5 5b. Rasio (%) 9,02 4,86 4,29 4,05 3,58 4,96 5,31 3,73

Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Kulonprogo

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006

Page 165: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

151

Lampiran

Miliar Rp

I ASET 5 7 12 17 26 33 48 65II DANA PIHAK KETIGA 4 5 8 11 15 17 22 34

1. Tabungan 1 2 3 4 6 7 9 142. Deposito 2 3 5 7 9 10 13 20

III KREDIT 4 7 11 14 23 29 37 461. Jenis Penggunaan 4 7 11 14 23 29 37 46

a. Modal Kerja 4 6 10 13 20 24 18 21b. Investasi 0 0 0 0 1 2 2 5c. Konsumsi 1 1 1 1 2 4 18 20

2. Sektor Ekonomi 4 7 11 14 23 29 37 46a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 1b. Industri 0 0 0 0 0 0 0 1c. Perdagangan 3 5 9 13 20 24 16 16d. Jasa-jasa 1 0 0 1 1 1 2 8e. Lain-lain 1 1 1 1 2 4 19 21

3. Kolektibilitas 4 7 11 14 23 29 37 46a. Lancar 4 6 10 14 23 28 35 43b. Kurang Lancar 0 0 0 0 0 0 1 1c. Diragukan 0 0 0 0 0 0 1 1d. Macet 0 0 0 0 0 0 0 1

IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 88,80 76,18 72,27 77,55 62,53 56,46 168,18 137,472. Non Performing Loans

a. Nominal 0 0 0 0 1 1 3 3b. Rasio (%) 2,21 2,91 2,13 2,23 2,81 3,25 7,55 7,00

Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Gunungkidul

No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006

Page 166: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

152

Lampiran

Juta

Rup

iah

I P

END

APA

TAN

911.

559

1.30

7.19

9

143,

40

69

3.82

8

727.

837

10

4,90

57

6.93

5

602.

646

10

4,46

50

6.70

8

522.

393

10

3,10

775.

716

82

3.19

0

106,

12

595.

090

61

5.79

0

103,

48

4.05

9.83

5

4.59

9.05

4

113,

28

A P

end

apat

an A

sli D

aera

h42

0.56

8

48

9.87

5

11

6,48

46.2

41

57

.230

123,

76

22.2

29

28

.878

129,

92

35.3

44

38

.338

108,

47

94

.896

120.

951

12

7,46

10

4.16

3

114.

239

10

9,67

72

3.44

1

84

9.51

2

11

7,43

1 P

ajak

Dae

rah

378.

916

434.

899

114,

77

8.10

4

10.1

92

12

5,75

3.97

4

5.10

5

128,

47

3.

148

3.

367

10

6,95

42.0

00

50

.288

119,

73

49

.274

54.7

83

11

1,18

485.

417

558.

634

115,

08

2 R

estr

ibus

i Dae

rah

14.7

22

16

.985

115,

37

27.3

30

30

.808

112,

73

13

.920

15.0

93

10

8,43

20.5

85

22

.356

108,

60

39

.299

40.9

66

10

4,24

29.0

93

29

.197

100,

36

14

4.94

9

15

5.40

6

10

7,21

3 H

asil

Peng

elol

aan

Kek

ayaa

n D

aera

h ya

ng D

ipisa

hkan

12.3

72

11

.928

96,4

1

2.88

1

3.01

5

104,

62

1.

700

2.

401

14

1,25

4.33

2

3.50

5

80,9

2

5.63

4

5.82

2

103,

34

8.

800

8.

783

99

,82

35.7

19

35.4

54

99,2

6

4 L

ain

- la

in P

enda

pata

n A

sli D

aera

h14

.558

26.0

64

17

9,03

7.

925

13

.215

166,

75

2.

635

6.

278

23

8,27

7.27

9

9.11

0

125,

15

7.

963

23

.876

299,

84

16

.997

21.4

75

12

6,35

57.3

57

100.

018

174,

38

B P

end

apat

an T

ran

sfer

488.

668

480.

923

98,4

2

639.

246

65

7.79

0

102,

90

546.

707

55

9.44

8

102,

33

471.

088

48

2.71

1

102,

47

68

0.82

0

694.

563

10

2,02

44

2.08

8

442.

077

10

0,00

3.

268.

617

3.

317.

511

10

1,50

1 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Pusa

t -

Dan

a Pe

rimba

ngan

488.

668

480.

923

98,4

2

593.

245

602.

943

101,

63

52

9.71

8

53

8.03

5

10

1,57

435.

660

441.

230

101,

28

61

5.29

5

62

1.56

1

10

1,02

442.

088

439.

159

99,3

4

3.

104.

673

3.

123.

852

10

0,62

a D

ana

Bagi

Has

il Pa

jak

51.2

82

43

.544

84,9

1

21.2

43

30

.941

145,

65

20

.245

23.3

16

11

5,17

18.7

81

20

.928

111,

43

62

.079

68.3

45

11

0,09

49.7

05

46

.843

94,2

4

22

3.33

5

23

3.91

7

10

4,74

b D

ana

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k (S

DA

)6

-

-

-

-

-

45

5

30

9

67

,92

-

-

-

-

-

-

55

3

48

7

87

,99

1.01

4

795

78,4

4

c D

ana

Alo

kasi

Um

um43

7.37

9

43

7.37

9

10

0,00

52

4.29

3

52

4.29

3

10

0,00

459.

851

465.

244

101,

17

37

4.76

0

37

8.14

5

10

0,90

543.

065

543.

065

100,

00

36

5.04

2

36

5.04

2

10

0,00

2.70

4.39

0

2.71

3.16

8

100,

32

d D

ana

Alo

kasi

Khu

sus

-

-

-

47

.709

47.7

09

10

0,00

49.1

67

49

.167

100,

00

42

.119

42.1

57

10

0,09

10.1

51

10

.151

100,

00

26

.788

26.7

88

10

0,00

175.

934

175.

972

100,

02

2 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Pusa

t -

Lain

nya

-

-

-

17

.500

22.1

43

12

6,53

-

-

-

13.5

00

12

.150

90,0

0

8.00

0

8.00

0

100,

00

-

2.91

8

-

39.0

00

45.2

11

115,

92

a D

ana

Oto

nom

i Khu

sus

-

-

-

-

-

-

-

-

-

13

.500

12.1

50

90

,00

-

-

-

-

-

-

13

.500

12

.150

90

,00

b D

ana

Peny

esua

ian

-

-

-

17

.500

22.1

43

12

6,53

-

-

-

-

-

-

8.

000

8.

000

10

0,00

-

2.

918

-

25

.500

33

.061

12

9,65

3 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Prov

insi

-

-

-

28

.502

32.7

04

11

4,75

16.9

89

21

.412

126,

04

21

.928

29.3

31

13

3,76

57.5

25

65

.001

113,

00

-

-

-

12

4.94

4

14

8.44

9

11

8,81

a P

enci

ptaa

n Ba

gi H

asil

Paja

k-

-

-

28.5

02

32

.704

114,

75

16

.989

21.4

12

12

6,04

15.9

28

17

.531

110,

06

48

.925

52.2

02

10

6,70

-

-

-

110.

344

123.

850

112,

24

b P

enci

ptaa

n Ba

gi H

asil

Lain

nya

-

-

-

-

-

-

-

-

-

6.

000

11

.800

196,

67

8.

600

12

.800

148,

83

-

-

-

14

.600

24

.600

16

8,49

C L

ain

-lai

n P

end

apat

an Y

ang

Sah

2.32

3

336.

401

14.4

83,8

9

8.34

0

12.8

17

15

3,68

8.

000

14

.320

178,

99

275

1.34

4

488,

46

-

7.67

6

-

48.8

38

59

.474

121,

78

67.7

77

432.

030

637,

43

1 P

enda

pata

n H

ibah

2.32

3

336.

401

14.4

83,8

9

250

450

180,

10

8.

000

13

.175

164,

69

27

5

10

7

38

,93

-

2.06

2

-

4.98

9

6.28

9

126,

06

15

.836

35

8.48

4

2.

263,

66

2 P

enda

pata

n La

inny

a-

-

-

8.09

0

12.3

67

15

2,86

-

1.

145

-

-

1.23

7

-

-

5.61

4

-

43.8

50

53

.185

121,

29

51

.940

73

.547

14

1,60

II B

ELA

NJA

1.09

2.98

7

977.

994

89,4

8

717.

350

64

4.85

7

89,8

9

58

4.84

9

575.

684

98

,43

537.

650

49

2.69

3

91,6

4

896.

839

75

2.11

2

83,8

6

68

3.28

1

571.

480

83

,64

4.51

2.95

6

4.01

4.82

0

88,9

6

A B

elan

ja O

per

asi

764.

516

675.

981

88,4

2

608.

416

54

5.46

6

89,6

5

41

9.15

0

426.

991

10

1,87

42

3.58

3

398.

747

94

,14

70

7.80

5

614.

947

86

,88

559.

069

47

8.92

8

85,6

7

3.

482.

539

3.

141.

061

90

,19

1 B

elan

ja P

egaw

ai35

5.83

5

31

4.04

6

88

,26

46

7.04

2

42

3.00

4

90

,57

304.

033

322.

183

105,

97

30

9.06

7

29

2.87

9

94

,76

53

3.82

3

46

8.66

9

87

,79

392.

724

332.

976

84,7

9

2.

362.

523

2.

153.

758

91

,16

2 B

elan

ja B

aran

g26

1.55

8

22

2.53

9

85

,08

94

.971

79.3

98

83

,60

92.6

54

77

.890

84,0

7

82

.079

74.3

93

90

,64

11

7.57

7

98

.462

83,7

4

10

2.45

5

87

.196

85,1

1

75

1.29

3

63

9.87

7

85

,17

3 B

elan

ja B

unga

64

64

100,

00

120

106

88,5

7

77

76

99

,21

108

85

78

,94

14

4

13

7

94

,85

707

707

100,

00

1.

220

1.

176

96

,35

4 B

elan

ja S

ubsi

di-

-

-

-

-

-

-

-

-

170

170

100,

00

7.

750

7.

741

99

,88

307

307

99,9

0

8.

227

8.

218

99

,89

5 B

elan

ja H

ibah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1.

230

1.

230

10

0,00

-

-

-

-

-

-

1.23

0

1.23

0

100,

00

6 B

elan

ja B

antu

an S

osia

l66

.460

58.9

57

88

,71

46

.283

42.9

58

92

,82

22.3

86

26

.841

119,

90

7.

997

7.

674

95

,96

48

.511

39.9

38

82

,33

62.8

76

57

.742

91,8

4

25

4.51

3

23

4.11

0

91

,98

7 B

elan

ja B

antu

an K

euan

gan

& B

agi H

asil

Kpd

Pem

. Lai

n80

.600

80.3

75

99

,72

-

-

-

-

-

-

22

.932

22.3

17

97

,32

-

-

-

-

-

-

10

3.53

2

10

2.69

2

99

,19

B B

elan

ja M

od

al12

1.98

3

10

4.22

1

85

,44

78

.639

73.4

85

93

,45

130.

305

11

7.44

2

90,1

3

11

1.78

3

93.7

27

83

,85

15

3.23

4

109.

560

71

,50

100.

666

89

.997

89,4

0

69

6.61

0

58

8.43

2

84

,47

C B

elan

ja T

idak

Ter

du

ga

45.0

59

36

.363

80,7

0

2.01

3

546

27,1

5

4.

817

1.

856

38

,54

2.28

4

219

9,59

7.

933

-

-

23.5

47

2.

555

10

,85

85.6

53

41.5

40

48,5

0

D T

ran

sfer

161.

429

161.

429

100,

00

28

.282

25.3

59

89

,66

30.5

77

29

.395

96,1

3

-

-

-

27.8

66

27

.604

99,0

6

-

-

#D

IV/0

!24

8.15

5

24

3.78

7

98

,24

III S

UR

PLU

S/D

EFIS

IT(1

81.4

29)

32

9.20

5

(1

81,4

5)

(2

3.52

2)

82

.980

(352

,77)

(7

.914

)

26

.962

(340

,69)

(3

0.94

2)

29

.700

(95,

98)

(121

.122

)

71.0

78

(5

8,68

)

(8

8.19

2)

44

.310

(50,

24)

(453

.121

)

58

4.23

4

(1

28,9

4)

IV P

EMB

IAY

AA

N18

1.42

9

20

1.25

1

11

0,93

69.4

27

68

.712

98,9

7

49

.872

49.7

92

99

,84

30.9

42

25

.553

82,5

8

121.

130

12

4.98

3

103,

18

88.1

92

88

.240

100,

05

540.

992

556.

421

102,

85

A P

ener

imaa

n D

aera

h20

1.04

8

21

0.87

0

10

4,89

88.4

69

88

.469

100,

00

52.2

71

52

.192

99,8

5

39

.168

33.7

78

86

,24

13

5.51

8

139.

378

10

2,85

90

.610

90.6

10

10

0,00

60

7.08

4

61

3.18

7

10

1,01

1 S

isa

Lebi

h Pe

rhitu

ngan

Ang

gara

n (S

iLPA

)20

1.04

8

21

0.87

0

10

4,89

88

.469

88.4

69

10

0,00

48.3

03

48

.303

100,

00

30

.678

30.6

78

10

0,00

135.

518

135.

518

100,

00

90

.610

90.6

10

10

0,00

594.

626

604.

448

101,

65

2 P

enca

iran

Dan

a C

adan

gan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3 H

asil

Penj

uala

n K

ekay

aan

Dae

rah

yang

Dip

isahk

an-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

4 P

ener

imaa

n Pi

njam

an D

aera

h-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5 P

ener

imaa

n K

emba

li Pe

mbe

rian

Pinj

aman

-

-

-

-

-

-

3.

968

3.

888

97

,99

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3.

968

3.

888

97

,99

6 P

ener

imaa

n Pi

utan

g D

aera

h-

-

-

-

-

-

-

-

-

8.48

9

3.09

9

36,5

1

-

1.

751

-

-

-

-

8.

489

4.

850

57

,13

7 P

ener

imaa

n La

inny

a-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2.10

9

-

-

-

-

-

2.10

9

-

B P

eng

elu

aran

Dae

rah

19.6

19

9.

619

49

,03

19

.041

19.7

56

10

3,76

2.

399

2.

399

10

0,00

8.

225

8.

225

99

,99

14

.388

14.3

95

10

0,05

2.

419

2.

371

98

,02

66.0

92

56.7

65

85,8

9

1 P

embe

ntuk

an D

ana

Cad

anga

n-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2 P

enye

rtaa

n M

odal

(Inv

esta

si) P

emer

inta

h19

.519

9.51

9

48,7

7

18.9

26

19

.641

103,

78

2.

330

2.

330

10

0,00

5.78

3

5.78

3

100,

00

9.

750

9.

750

10

0,00

-

-

-

56.3

08

47.0

23

83,5

1

3 P

emba

yara

n Po

kok

Hut

ang

100

100

100,

00

115

115

100,

00

69

69

10

0,00

92

91

99,3

3

138

138

99,8

2

95

9

95

9

10

0,00

1.47

3

1.47

3

99,9

4

4 P

embe

rian

Pinj

aman

Dae

rah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2.

350

2.

350

10

0,00

4.50

0

4.50

0

100,

00

1.

460

1.

412

96

,71

8.31

0

8.26

2

99,4

2

5 L

ainn

ya-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

8

8

10

0,00

-

-

-

8

8

100,

00

1)Se

belu

m A

udit

T o

t a

l

Rea

lisa

si A

PBD

1

Pem

erin

tah

Prov

insi

, K

abup

aten

dan

Kot

aTa

hun

2007

1

Kab

up

aten

Ku

lon

pro

go

Kab

up

aten

Sle

man

Ko

ta Y

og

yaka

rta

Kab

up

aten

Gu

nu

ng

kid

ul

Ket

eran

gan

:

RA

PBD

20

07U

r a

i a

nN

o

Kab

up

aten

Ban

tul

Rea

lisas

i A

PBD

%

Pro

vin

si

RA

PBD

20

07 R

ealis

asi

APB

D

Rea

lisas

i A

PBD

%

R

APB

D

2007

RA

PBD

20

07R

APB

D

2007

RA

PBD

20

07R

APB

D

2007

%

Rea

lisas

i A

PBD

%

Sum

ber

: BPK

D P

rovi

nsi D

IY

Rea

lisas

i A

PBD

%

R

ealis

asi

APB

D

%

Rea

lisas

i A

PBD

%

Page 167: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

153

Lampiran

Juta

Rup

iah

I P

END

APA

TAN

911.

559

1.08

6.66

3

19,2

1

693.

828

95

8.53

1

38,1

5

576.

935

65

0.65

5

12,7

8

506.

708

53

4.64

8

5,51

77

5.71

6

835.

915

7,

76

59

5.09

0

679.

624

14

,21

4.

059.

835

4.

746.

035

16

,90

A P

end

apat

an A

sli D

aera

h42

0.56

8

49

8.26

4

18

,47

46

.241

48.4

29

4,

73

22

.229

25.2

40

13

,55

35

.344

36.1

89

2,

39

94.8

96

97

.907

3,17

104.

163

11

9.30

1

14,5

3

723.

441

825.

329

14,0

8

1 P

ajak

Dae

rah

378.

916

440.

061

16,1

4

8.10

4

8.80

8

8,68

3.97

4

4.53

4

14,0

9

3.

148

3.

607

14

,59

42

.000

44.9

00

6,

90

49

.274

63.4

24

28

,72

48

5.41

7

56

5.33

5

16

,46

2 R

estr

ibus

i Dae

rah

14.7

22

15

.574

5,78

27.3

30

30

.376

11,1

5

13.9

20

14

.860

6,76

20.5

85

22

.069

7,21

39.2

99

41

.004

4,34

29.0

93

30

.694

5,51

144.

949

154.

578

6,64

3 H

asil

Peng

elol

aan

Kek

ayaa

n D

aera

h ya

ng D

ipis

ahka

n12

.372

12.6

14

1,

95

2.

881

3.

597

24

,85

1.

700

2.

680

57

,65

4.33

2

4.94

4

14,1

5

5.63

4

5.96

2

5,81

8.80

0

8.19

5

(6,8

8)

35.7

19

37.9

92

6,36

4 L

ain

- la

in P

enda

pata

n A

sli D

aera

h14

.558

30.0

16

10

6,19

7.

925

5.

648

(2

8,74

)

2.63

5

3.16

5

20,1

3

7.

279

5.

568

(2

3,52

)

7.96

3

6.04

1

(24,

14)

16

.997

16.9

88

(0

,05)

57

.357

67

.425

17

,55

B P

end

apat

an T

ran

sfer

488.

668

585.

298

19,7

7

639.

246

69

5.07

5

8,73

546.

707

60

7.39

2

11,1

0

471.

088

49

7.23

3

5,55

68

0.82

0

721.

100

5,

92

44

2.08

8

539.

066

21

,94

3.

268.

617

3.

645.

163

11

,52

1 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Pusa

t -

Dan

a Pe

rimba

ngan

488.

668

585.

298

19,7

7

593.

245

666.

573

12,3

6

529.

718

586.

698

10,7

6

43

5.66

0

47

5.09

1

9,

05

61

5.29

5

67

2.17

5

9,

24

44

2.08

8

49

5.82

0

12

,15

3.

104.

673

3.

481.

655

12

,14

a D

ana

Bagi

Has

il Pa

jak

51.2

82

54

.492

6,26

21.2

43

25

.956

22,1

9

20.2

45

21

.423

5,82

18.7

81

19

.296

2,74

62.0

79

69

.430

11,8

4

49

.705

52.3

25

5,

27

22

3.33

5

24

2.92

1

8,

77

b D

ana

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k (S

DA

)6

-

(100

,00)

-

-

-

455

-

(1

00,0

0)

-

-

-

-

-

-

55

3

-

(100

,00)

1.01

4

-

(100

,00)

c D

ana

Alo

kasi

Um

um43

7.37

9

51

1.33

8

16

,91

52

4.29

3

58

3.16

9

11

,23

45

9.85

1

50

4.39

6

9,

69

37

4.76

0

40

3.65

7

7,

71

54

3.06

5

59

2.59

5

9,

12

36

5.04

2

41

1.25

7

12

,66

2.

704.

390

3.

006.

412

11

,17

d D

ana

Alo

kasi

Khu

sus

-

19

.468

-

47

.709

57.4

48

20

,41

49

.167

60.8

79

23

,82

42.1

19

52

.138

23,7

9

10.1

51

10

.151

-

26.7

88

32

.238

20,3

4

175.

934

232.

322

32,0

5

2 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Pusa

t -

Lain

nya

-

-

-

17

.500

-

(1

00,0

0)

-

-

-

13

.500

5.71

4

(57,

67)

8.

000

-

(100

,00)

-

-

-

39.0

00

5.71

4

(85,

35)

a D

ana

Oto

nom

i Khu

sus

-

-

-

-

-

-

-

-

-

13

.500

5.71

4

(57,

67)

-

-

-

-

-

-

13.5

00

5.71

4

(57,

67)

b D

ana

Peny

esua

ian

-

-

-

17

.500

-

(1

00,0

0)

-

-

-

-

-

-

8.00

0

-

(1

00,0

0)

-

-

-

25

.500

-

(1

00,0

0)

3 T

rans

fer

Pem

erin

tah

Prov

insi

-

-

-

28

.502

28.5

02

-

16

.989

20.6

94

21

,81

21.9

28

16

.428

(25,

08)

57

.525

48.9

25

(1

4,95

)

-

43

.245

-

12

4.94

4

15

7.79

4

26

,29

a P

enci

ptaa

n Ba

gi H

asil

Paja

k-

-

-

28.5

02

28

.502

-

16.9

89

20

.640

21,4

9

15

.928

16.4

28

3,

14

48

.925

48.9

25

-

-

41.2

58

-

110.

344

155.

753

41,1

5

b P

enci

ptaa

n Ba

gi H

asil

Lain

nya

-

-

-

-

-

-

-

54

-

6.

000

-

(100

,00)

8.60

0

-

(1

00,0

0)

-

1.

988

-

14.6

00

2.04

2

(86,

02)

C L

ain

-lai

n P

end

apat

an Y

ang

Sah

2.32

3

3.10

0

33,4

7

8.34

0

215.

027

2.

478,

13

8.

000

18

.024

125,

30

275

1.22

6

345,

63

-

16.9

08

-

48

.838

21.2

57

(5

6,47

)

67.7

77

275.

543

306,

55

1 P

enda

pata

n H

ibah

2.32

3

3.10

0

33,4

7

250

184.

941

73.8

76,2

8

8.00

0

18.0

24

12

5,30

27

5

1.

226

34

5,63

-

16

.487

-

4.98

9

20.3

32

30

7,56

15

.836

24

4.11

0

1.

441,

44

2 P

enda

pata

n La

inny

a-

-

-

8.09

0

30.0

86

27

1,88

-

-

-

-

-

-

-

42

1

-

43

.850

925

(97,

89)

51

.940

31

.433

(3

9,48

)

II B

ELA

NJA

1.09

2.98

7

1.48

5.95

0

35,9

5

717.

350

74

2.19

7

3,46

584.

849

55

6.24

2

(4,8

9)

53

7.65

0

565.

533

5,

19

896.

839

88

1.02

4

(1,7

6)

68

3.28

1

750.

942

9,

90

4.

512.

956

4.

981.

887

10

,39

A B

elan

ja O

per

asi

764.

516

1.26

2.29

7

65,1

1

608.

416

73

9.10

5

21,4

8

419.

150

55

2.74

2

31,8

7

423.

583

47

5.65

9

12,2

9

707.

805

87

9.98

9

24,3

3

55

9.06

9

734.

542

31

,39

3.

482.

539

4.

644.

335

33

,36

1 B

elan

ja P

egaw

ai35

5.83

5

37

4.23

6

5,

17

46

7.04

2

52

7.90

5

13

,03

30

4.03

3

39

3.00

7

29

,26

309.

067

355.

073

14,8

9

533.

823

594.

493

11,3

7

39

2.72

4

46

2.50

0

17

,77

2.

362.

523

2.

707.

213

14

,59

2 B

elan

ja B

aran

g26

1.55

8

29

4.88

2

12

,74

94

.971

103.

913

9,42

92.6

54

95

.429

2,99

82.0

79

77

.876

(5,1

2)

117.

577

127.

853

8,74

102.

455

100.

280

(2,1

2)

751.

293

800.

233

6,51

3 B

elan

ja B

unga

64

55

(14,

15)

12

0

12

0

-

77

77

-

10

8

10

8

-

144

144

-

707

97.6

50

13

.709

,53

1.

220

98

.154

7.

943,

48

4 B

elan

ja S

ubsi

di-

-

-

-

-

-

-

-

-

170

140

(17,

65)

7.

750

83

.819

981,

51

307

-

(1

00,0

0)

8.

227

83

.959

92

0,48

5 B

elan

ja H

ibah

-

26

3.58

8

-

-

10

.787

-

-

41

5

-

1.

230

8.

210

56

7,75

-

-

-

-

24

.603

-

1.

230

30

7.60

3

24

.918

,51

6 B

elan

ja B

antu

an S

osia

l66

.460

113.

719

71,1

1

46.2

83

51

.702

11,7

1

22.3

86

28

.862

28,9

3

7.

997

12

.011

50,1

9

48.5

11

43

.670

(9,9

8)

62

.876

49.5

10

(2

1,26

)

254.

513

299.

474

17,6

7

7 B

elan

ja B

antu

an K

euan

gan

& B

agi H

asil

Kpd

Pem

. Lai

n80

.600

215.

817

167,

76

-

44

.678

-

-

34

.952

-

22.9

32

22

.242

(3,0

1)

-

30

.010

-

-

-

-

10

3.53

2

34

7.69

9

23

5,84

B B

elan

ja M

od

al12

1.98

3

20

6.65

3

69

,41

78

.639

-

(1

00,0

0)

13

0.30

5

-

(1

00,0

0)

11

1.78

3

88.3

91

(2

0,93

)

15

3.23

4

-

(1

00,0

0)

100.

666

-

(100

,00)

696.

610

295.

044

(57,

65)

C B

elan

ja T

idak

Ter

du

ga

45.0

59

17

.000

(62,

27)

2.

013

3.

091

53

,57

4.

817

3.

500

(2

7,33

)

2.28

4

1.48

2

(35,

10)

7.93

3

1.03

4

(86,

96)

23

.547

16.4

00

(3

0,35

)

85.6

53

42.5

08

(50,

37)

D T

ran

sfer

161.

429

-

(1

00,0

0)

28

.282

-

(1

00,0

0)

30

.577

-

(1

00,0

0)

-

-

-

27.8

66

-

(100

,00)

-

-

-

248.

155

-

(100

,00)

III S

UR

PLU

S/D

EFIS

IT(1

81.4

29)

(3

99.2

87)

12

0,08

(23.

522)

216.

334

(1

.019

,70)

(7

.914

)

94

.413

(1.2

93,0

0)

(30.

942)

(30.

885)

(0,1

9)

(121

.122

)

(45.

109)

(62,

76)

(8

8.19

2)

(7

1.31

8)

(1

9,13

)

(453

.121

)

(2

35.8

51)

(47,

95)

IV P

EMB

IAY

AA

N18

1.42

9

39

9.28

7

12

0,08

69.4

27

81

.562

17,4

8

49.8

72

37

.803

(24,

20)

30

.942

30.8

85

(0

,19)

12

1.13

0

45.1

09

(6

2,76

)

88.1

92

71

.318

(19,

13)

54

0.99

2

66

4.84

7

22

,89

A P

ener

imaa

n D

aera

h20

1.04

8

42

2.38

4

11

0,09

88.4

69

83

.677

(5,4

2)

52

.271

46.6

72

(1

0,71

)

39.1

68

38

.519

(1,6

6)

135.

518

72

.224

(46,

71)

90

.610

82.6

59

(8

,78)

60

7.08

4

74

5.01

8

22

,72

1 S

isa L

ebih

Per

hitu

ngan

Ang

gara

n (S

iLPA

)20

1.04

8

41

4.68

0

10

6,26

88

.469

83.6

77

(5

,42)

48.3

03

43

.792

(9,3

4)

30

.678

32.3

20

5,

35

13

5.51

8

52

.652

(61,

15)

90

.610

82.5

09

(8

,94)

59

4.62

6

70

9.63

1

19

,34

2 P

enca

iran

Dan

a C

adan

gan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3 H

asil

Penj

uala

n K

ekay

aan

Dae

rah

yang

Dip

isah

kan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

4 P

ener

imaa

n Pi

njam

an D

aera

h-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

19.5

71

-

-

-

-

-

19.5

71

-

5 P

ener

imaa

n K

emba

li Pe

mbe

rian

Pinj

aman

-

-

-

-

-

-

3.

968

2.

880

(2

7,42

)

-

-

-

-

-

-

-

150

-

3.

968

3.

030

(2

3,65

)

6 P

ener

imaa

n Pi

utan

g D

aera

h-

6.58

8

-

-

-

-

-

-

-

8.

489

6.

199

(2

6,98

)

-

-

-

-

-

-

8.

489

12

.786

50

,62

7 P

ener

imaa

n La

inny

a-

1.11

6

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1.

116

-

B P

eng

elu

aran

Dae

rah

19.6

19

23

.097

17,7

3

19.0

41

2.

115

(8

8,89

)

2.39

9

8.86

9

269,

66

8.22

5

7.63

4

(7,1

9)

14.3

88

27

.115

88,4

6

2.

419

11

.341

368,

86

66

.092

80

.171

21

,30

1 P

embe

ntuk

an D

ana

Cad

anga

n-

1.57

5

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1.

575

-

2 P

enye

rtaa

n M

odal

(Inv

esta

si) P

emer

inta

h19

.519

16.5

00

(1

5,47

)

18.9

26

2.

000

(8

9,43

)

2.33

0

8.80

0

277,

68

5.78

3

7.54

2

30,4

2

9.75

0

9.85

0

1,03

-

10

.446

-

56

.308

55

.138

(2

,08)

3 P

emba

yara

n Po

kok

Hut

ang

100

100

-

11

5

11

5

-

69

69

-

92

92

-

138

138

-

959

895

(6,6

7)

1.47

3

1.40

9

(4,3

4)

4 P

embe

rian

Pinj

aman

Dae

rah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2.

350

-

(100

,00)

4.50

0

5.00

0

11,1

1

1.

460

-

(100

,00)

8.31

0

5.00

0

(39,

83)

5 L

ainn

ya-

4.92

2

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

8

12.1

27

16

0.36

3,83

-

-

-

8

17

.049

22

5.48

7,05

1)Se

belu

m A

udit

%

RA

PBD

20

08

%

Sum

ber

: BPK

D P

rovi

nsi D

IY

RA

PBD

20

08

%

RA

PBD

20

08

%

RA

PBD

20

08

%

RA

PBD

20

08

%

APB

D 2

007

APB

D

2007

APB

D

2007

APB

D

2007

APB

D

2007

Ket

eran

gan

:

APB

D

2007

U r

a i

a n

No

Kab

up

aten

Ban

tul

RA

PBD

20

08

%

Pro

vin

si

APB

D 2

007

RA

PBD

20

08

T o

t a

l

Ren

cana

APB

DPe

mer

inta

h Pr

ovin

si,

Kab

upat

en d

an K

ota

Tahu

n 20

08

Kab

up

aten

Ku

lon

pro

go

Kab

up

aten

Sle

man

Ko

ta Y

og

yaka

rta

Kab

up

aten

Gu

nu

ng

kid

ul

Page 168: Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi tentang

Halaman ini sengaja dikosongkan.