Laporan Penyuluhan Hipertensi t.ubi

37
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 2006). Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120– 140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada 1

Transcript of Laporan Penyuluhan Hipertensi t.ubi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 2006).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120140 mmHg tekanan sistolik dan 80 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Sustrani, 2004).

Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 2009, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk.Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2008, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2009 sekitar 15-20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia, pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%) (Depkes RI, 2010).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang tidak terlepas dari gaya hidup. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi faktor pencetus munculnya hipertensi, atau bahkan memperparah kejadian hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang tersedia hanya membantu untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi sekunder. Hal yang terpenting adalah mengeradikasi penyakit primer yang mencetuskan hipertensi (Sustrani, 2004).

Puskesmas Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, melaporkan pasien Hipertensi yang melakukan pengobatan di wilayah kerja sepanjang bulan Desember 2014 menempati tiga besar kasus penyakit yang ada di wilayah tersebut. Sebagian besar jumlah penderita tersebut adalah para lansia atau dalam masa geriatri. Pentingnya pemahaman yang benar mengenai hipertensi secara menyeluruh, agar para pasien dapat menjalankan pola hidup sehat guna meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu diperlukan suatu tindakan penyuluhan kepada para masyarakat agar masyarakat dapat mencapai keadaan sehat.

1.2 TujuanAdapun tujuan dilakukan penyuluhan adalah sebagai berikut :1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Hipertensi.2. Meningkatkan tindakan pencegahan komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Menurut WHO (2006) hipertensi adalah tekanan darah yang berada diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (Halim, 2003). Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya. (Susalit, 2002)

Tabel 2. Batasan Normal Tekanan Darah dari Usia.

UsiaBatas normal

20 - 60 tahun90 - 100 mm Hg

Di atas 65 tahun100 - 110 mm Hg

Sumber : Sumosardjuno, 2008

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Umur 18 tahun menurutJNC VII dan JNC VIKategori tekanan darah (JNC VII) Kategori tekanan darah (JNC VI) Tekanan darah sistolik (mmHg) dan/atau Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal Optimal < 120 dan < 80

Pre Hipertensi - 120-139 atau 80-89

- Normal < 130 dan < 85

- Normal-tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi Hipertensi

Derajat 1 Derajat 1 140-159 atau 90-99

Derajat 2 - 160 atau 100

- Derajat 2 160-179 atau 100-109

- Derajat 3 180 atau 110

2.2 Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal (Waluyo, 2004).

a. Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30 50 tahun.

b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, dengan menghentikan obat atau mengobati/mengoreksi penyakit yang menyertai merupakan tahap awal penanganan hipertensi sekunder.

2.3 Faktor Risiko Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain (Tambayong, 2002):

a. KeturunanDari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki laki dibawah 55 tahun.

b. UsiaBeberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.1 Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya usia (Susalit, 2001).

c. Jenis kelaminJenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.

d. MerokokMerokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Smeltzer & Bare, 2001).

e. ObesitasKelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan (Martono, 2004).

f. StressHubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.

g. Aktifitas FisikOrang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.

h. Asupan1) Asupan NatriumNatrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.

2) Asupan KaliumKalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

3) Asupan MagnesiumMagnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The joint national Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.

4) KalsiumSejumlah penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara diet kalsium dengan prevalensi hipertensi. Hubungan diet kalsiun dengan hipertensi tampak pada perempuan ras Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per hari (untuk total asupan kalsium 1500 mg per hari) tidak memberikan pengaruh terhadap tekanan darah pada laki-laki. Dengan demikian, peran suplementasi kalsium untuk mencegah hipertensi tidak terbukti. Namun, JNC VI merekomendasikan peningkatan asupan kalium, magnesium dan kalsium untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Asupan kalsium yang direkomendasikan sebesar 1000 sampai 2000mg par hari.

2.4 Patogenesis

Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain (Waluyo, 2004):a. Curah jantung dan tahanan periferKeseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.

b. Sistem Renin-AngiotensinGinjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

c. Sisten Saraf OtonomSirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

d. Disfungsi EndoteliumPembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

e. Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

f. HiperkoagulasiPasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

g. Disfungsi diastolikHipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

2.5 Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Underwood, 2000).

Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.

2.6 Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah; pemeriksaan funduskopi; pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT); pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Selain pemeriksaan fisik diperlukan juga tes laboratorium dan prosedur diagnostik lainnya. Tes laboratorium meliputi urinalisis rutin; Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk memeriksa keadaan ginjal, pengukuran kadar elektrolit terutama kalium untuk mendeteksi aldosteronisme, pemeriksaan kadar glukosa darah untuk melihat adanya diabetes mellitus, pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida untuk melihat adanya risiko aterogenesis, serta pemeriksaan kadar asam urat berkaitan dengan terapi yang memerlukan diuretik. Sedangkan prosedur diagnostik lain seperti rontgen bagian dada (elektrokardiografi) juga diperlukan untuk melihat keadaan jantung dan pembuluh darah aorta serta memberikan informasi tentang status kerja jantung (Lewis and Collier, 1983).

2.7 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.8 Penatalaksanaan hipertensi

a. Penatalaksanaan farmakologisPada umumnya pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Hal yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Ayu, 2008).Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah (Ayu, 2008; Sani, 2008; Tjay dan Rahardja, 2002):1) DiuretikDiuretik tiazid merupakan terapi lini pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Di sisi lain diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun. Contoh: hidroklortiazid, indapamid, dan klortalidon.2) Adrenergik InhibitorsPenghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif diberikan pada penderita usia muda, penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada) dan sakit kepala migrain. Sedangkan golongan alfa bloker yang sering digunakan adalah prazosin, doxazosin dan terazosin. Selain itu penghambat adrenergik juga ada obat-obat golongan agonis alfa yang biasa digunakan seperti klonidin, reserpin, dan guanfasin.3) Angiotensin Converting Enzim Inhibitors (ACE Inhibitors)ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain. Beberapa contoh obat ini adalah kaptopril, analapril maleat, benazepril, imidapril, dan silazapril.4) Angiotensis II BlockerMenyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. Contoh: losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan.5) Antagonis KalsiumAntagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat sakit kepala migren. Contoh: amlodipin maleat, amlodipin busilat, diltiazem HCl, nifedipin, felodipin, dan nimodipin.6) VasodilatorVasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya. Contoh obat golongan ini adalah minoksidil, hidralazin, dan dihidralazin.b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet 1) Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. 2) Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral3) Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol dalam darah. 4) Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :1) Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang2) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita3) Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar dietKonsumsi garam dapur tidak lebih dari - sendok teh/hr atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium.

2.9 Pencegahan hipertensi

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi dapat dikurangi dengan cara:a. Memeriksa tekanan darah secara teraturb. Menjaga berat badan dalam rentang normalc. Mengatur pola makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan berserat, rendah lemak dan mengurangi garam.d. Hentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohole. Berolahraga secara teraturf. Hidup secara teraturg. Mengurangi stress dan emosih. Jangan terburu-burui. Mengurangi makanan berlemak

III. LAPORAN KEGIATAN

3.1 SasaranAnggota Posyandu Lansia Rejosari, Kelurahan Talang Ubi Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.

3.2 KegiatanPenyuluhan tentang hipertensi kepada anggota Posyandu Lansia Rejosari, Kelurahan Talang Ubi Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.

3.3 Waktu dan TempatWaktu penyuluhan dilaksanakan pada hari Minggu , 23 Februari 2014 Pkl. 15.00 WIB Pkl. 16.30 WIB.Tempat penyuluhan di balai desa Rejosari Kelurahan Talang Ubi Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.

3.4 TemaPenyuluhan yang dilakukan bertemakan :Deteksi Dini Hipertensi dan Pencegahan Komplikasi.

3.5 Media PenyuluhanMedia penyuluhan yang digunakan adalah sebagai berikut :-Lembar bolak-balik- Leaflet

3.6 Hasil KegiatanKegiatan penyuluhan dilakukan selama kurang lebih 1 jam dan berjalan lancar serta tertib. Adapun antusias dari peserta penyuluhan sangat baik. Dilakukan diskusi dan tanya jawab setelah penyuluhan selesai.

IV. PENUTUP

4.1 KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil kegiatan penyuluhan adalah sebagai berikut :1. Bapak dan Ibu anggota Posyandu Lansia Rejosari Kelurahan Talang Ubi Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan , mulai mengetahui dan memahami mengenai hipertensi.2. Anggota Posyandu Lansia Rejosari mulai menyadari akan pentingnya deteksi dini hipertensi dan melakukan pola hidup sehat untuk mencegah komplikasi dari hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli., Bahar, Asril. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan IPD FKUI. Jakarta. Halaman 988-100

Asep Pajario, 2002. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia. Jakarta : EGC

Bustan, 2000Diet Pencegah Hipertensi

Depkes RI, 2005. Profil Kesehatan Indonesia Sehat 2010

Depkes RI, 2011. Profil Indonesia Sehat. Jakarta, PT Rineka Cipta

Depkes Sumbar, 2010. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Halim, 2003. Diet Sehat untuk Penderita Hipertesni. Jakarta, PT Rineka Cipta

Katzung, Betram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8 Jilid III. Salemba Medika. Jakarta. Halaman 91-101

Martono, 2004. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta Gramedia

Mycek, Mary J dkk.1995. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.Widya Medika. Jakarta. Halaman 335-340

Notoatmodjo, Metedologi Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta

Nugroho, 2008.Panduan Kesehatan untuk Lansia. Jakarta Gramedia

Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. Halaman 131 144 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta

Sadoso Sumosardjuno, 2008, Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga 3. Jakarta. Gramedia

Susalit, 2002. Hipertensi Pada Lansia.Bandung. PT Citra Aditya

Susanto, 2010.Hindari Hipertensi, Konsumsi Garam 1 Sendok per Hari.Jakarta Gramedia

Sustrani, 2004.Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). Jakarta. Raja Grasindo Pers

Tambayong, 2002. Penyakit di Usia Lanjut.Renata. Jakarta: EGC

Waluyo, 2004. Antisipasi Hipertensi pada Lansia.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Wardoyo, 2006.Kesehatan Lansia dan Masalahnya. Jakarta. Citra Parsindo

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

9