Laporan Penelitian Rakhmat Dwi Haryanto - Dody Guntama

download Laporan Penelitian Rakhmat Dwi Haryanto - Dody Guntama

of 80

Transcript of Laporan Penelitian Rakhmat Dwi Haryanto - Dody Guntama

  • iPEN/TK/2011/27

    LAPORAN PENELITIAN

    PENINGKATAN KUALITAS TEPUNG PISANG DENGAN

    VARIABEL PROSES SUHU PENGERINGAN DAN

    KONSENTRASI ZAT ADITIF ASAM SITRAT

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Kimia

    Disusun Oleh:

    RAKHMAT DWI HARYANTO (08521002)

    DODY GUNTAMA (08521015)

    JURUSAN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

    YOGYAKARTA

    2011

  • ii

    PEN/TK/2011/27

    LAPORAN PENELITIAN

    PENINGKATAN KUALITAS TEPUNG PISANG DENGAN

    VARIABEL PROSES SUHU PENGERINGAN DAN

    KONSENTRASI ZAT ADITIF ASAM SITRAT

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Kimia

    Disusun Oleh:

    RAKHMAT DWI HARYANTO (08521002)

    DODY GUNTAMA (08521015)

    JURUSAN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

    YOGYAKARTA

    2011

  • iii

  • iv

  • vKATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat

    dan kanuria-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah

    Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi

    penerusnya hingga akhir zaman. Amin.

    Alhamdulillah, penyusun dapat menyeesaikan penelitian ini dan

    sekaligus penyusun laporan penelitian yang berjudul Peningkatan

    Kualitas Tepung Pisang Dengan Variabel Proses Suhu Pengeringan

    Dan Konsentrasi Zat Aditif Asam Sitrat.

    Penelitian ini merupakan salah satu mata kuliah yang diwajibkan

    oleh jurusan Teknik Kimia Konsentrasi Teknik Kimia, Universitas Islam

    Indonesia dengan tujuan sebagai prasyarat untuk dapat mengambil tugas

    akhir (skripsi).

    Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih

    kepada pihak pihak yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya,

    sehingga baik langsung maupun tidak langsung turut membantu penulis

    dalam menyelesaikan Laporan Penelitian ini. Ucapan terima kasih ini

    penulis haturkan kepada :

  • vi

    1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia serta

    kemudahan kepada kami sehingga mampu menyelesaikan

    semuannya ini.

    2. Gumbolo Hadi Susanto,Ir., MSIE. selaku Dekan Fakultas Teknologi

    Industri yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian

    ini.

    3. Dra. Kamariah Anwar, MS selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia -

    Tekstil yang telah berkenaan membuka cakrawala keilmuan Teknik

    Kimia.

    4. Sukirman, Ir., MM. selaku Dosen Pembimbing, atas bimbingan dan

    waktu yang disediakan selama bimbingan

    5. Terima kasih banyak kepada orang tua tersayang (bapak, ibu,

    kakak & adik) yang mendoakan kami dan senantiasa sabar

    mendukung selama kerja praktek), seluruh keluarga besar kami

    yang sudah men-support selama ini.

    6. Terima kasih kami ucapkan kepada ketua laboratorium kimia

    proses mbak Retno yang telah membantu dan membimbing selama

    penelitian di Laboratorium kimia proses.

    7. Terima kasih ucapkan kepada pak Pardi dan mas Cecep yang telah

    menguji analisis hasil tepung pisang kami.

    8. Untuk teman-teman kampus (FTI) khususnya Teknik Kimia08

    (Arum, Linda, Eka, Ajenk, Wiwit, Nurul, Mela, Putra, Riki, Dhani,

  • vii

    Adit, Jamar, Ahmad, Nanang, Bayu, Sayid) yang sudah memberi

    support dan informasi serta teman dari luar jurusan dan fakultas

    yang mensuport kami.

    9. Terimakasih kepada teman-teman kos (Hena, Hafish, Arief) yang

    sudah membantu.

    10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam

    pelaksanaan penelitian maupun dalam penyusunan laporan yang

    tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, untuk

    itu penulis mohon maaf sebesar besarnya. Akhirnya penulis berharap

    semoga laporan penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan

    bagi pembaca pada umumnya. Amiin Yaa Robbal Aalamin.

    Wassalamualaikum Wr.Wb

    Yogyakarta, Desember 2011

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL................................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ........................ ii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS PENELITIAN..... iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

    DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

    DAFTAR TABEL ..................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi

    ABSTRAKSI ............................................................................................ xii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah.............................................. 1

    1.2. Rumusan Masalah ....................................................... 6

    1.3. Batasan Masalah........................................................... 6

    1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................. 7

    1.4.1. Tujan Penelitian...................................................... 7

    1.4.2. Manfaat Penelitia.................................. 8

    BAB II TINJAUN PUSTAKA ........................................................... 9

    2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................ 9

    2.2. Hipotesa Penelitian ........................................................ 35

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................... 36

    3.1. Metodologi Pengumpulan Data................................... 36

  • ix

    3.1.1. Metode Studi Pustaka............................................ 36

    3.1.2. Metode Studi Laboratorium.................................. 36

    3.2. Metodologi Pengambilan Sampel................................ 36

    3.3. Alat dan Bahan Yang Digunakan ................................ 36

    3.3.1. Alat-Alat Yang Digunakan..................................... 36

    3.3.2. Bahan-bahan Yang Digunakan............................. 37

    3.4. Prosedur Penelitian........................................................ 37

    3.4.1. Proses Pengeringan..................................... ...... 37

    3.4.2. Uji Kadar Air ..................................................... 40

    3.4.3. Uji Spektrofotometer..................................... ... 41

    3.4.4. Analisis Kadar Karbohidrat............................... 42

    3.4.5. Analisis Kadar Lemak Total. 45

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............. 47

    4.1. Hasil Penelitian............................................................... 47

    4.2. Pembahasan .................................................................... 53

    BAB V PENUTUP. ......................................................................... 57

    5.1. Kesimpulan ..................................................................... 57

    5.2. Saran ............................................................................. 59

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xDAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Kandungan Karbohidrat (gula dan tepung) Buah Pisang 16

    Tabel 2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang ( per 100 gram bagian

    yang dapat dimakan ).. 17

    Tabel 2.3Syarat Mutu Tepung Pisang. 32

    Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai

    Varietas Pisang. 34

    Tabel 2.5. Perbandingan Komposisi Kimia Pisang Segar, Tepung

    Pisang, Beras, dan Kentang..... 34

    Tabel 4.1. Hasil uji analisis % kekeringan. 47

    Tabel 4.2 hasil uji lemak total metode shoxletasi-grafimetri.. 51

    Tabel 4.3 hasil uji karbohidrat total metode spektrofotometer

    UV/UV-VIS. 52

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. A. Pisang Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk 10

    Gambar 2.2. Bagian-bagian dari pohon pisang (Soenarjono, 1998)... 13

    Gambar 2.3. Rumus bangun Amilopektin. (Sumber : Tarigan (1983) 31

    Gambar 4.1. Grafik 4.1 Hubungan suhu pengeringan terhadap %

    kekeringan. 47

    Gambar 4.2. Grafik 4.2 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat

    terhadap tingkat kecerahan. 48

    Gambar 4.3. Grafik 4.3 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat

    terhadap ordinat arah warna tak tampak 49

    Gambar 4.4. Grafik 4.4 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat

    terhadap tingkat ordinat arah warna tampak. 50

    Gambar 4.5. Grafik 4.5 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap

    kadar lemak total.. 51

    Gambar 4.6. Grafik 4.6 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap

    kadar karbohidrat total. 52

  • xii

    ABSTRAKSI

    Permasalahan paska panen yang dialami oleh petani pisang di Indonesia adalah menurunnya harga pisang di pasaran diakibatkan melimpahnya buah pisang, dan mudahnya terjadi pembusukan buah pisang sehingga dapat terbuang percuma. Oleh karena itu perlu dikembangan cara untuk menambah harga jual pisang tersebut dipasaran dan menambah waktu simpan pisang tersebut, disamping awet juga mempunyai kualitas yang baik pula. Salah satu cara yangbisa dilakukan yaitu dengan membuat tepung pisang dari buah pisang. Dari berbagai jenis pisang yang mempunyai potensi penepungan yang baik, kami akan meneliti buah pisang kepok, karena mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah: jenis pisang ini mudah ditanam disemua tempat atau mudah didapatkan, memiliki nilai jual yang rendah sehinggah bagus untuk dijadikan bahan baku, mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, dan mempunyai nilai lemak yang rendah, karena itu potensial untuk dikembangkan. Pada penelitian digunakan proses perendaman dengan asam sitrat untuk mendapatkan warna makanan yang bagus, dalam proses pembuatan larutan digunakan pelarut aquadest, karena asam sitrat larut dalam air. Dalam Proses perendaman sebagai variable independentnya adalah dilakukan dengan variasi konsentrasi (3%, 4%, 5%) dan cara pengeringan potongan-potongan pisang yang sudah direndam dioven dengan varisi suhu (800C, 900C , 1000C) . Sedang variable dependent atau responya adalah diawali uji kekeringan, analisis warna tepung pisang dilakukan dengan UV- Visible sektrofotometer, analisis kadar karbohidrat total, analisis kadar lemak total pada hasil tepung pisang yang didapatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variasi suhu (800C, 900C, 1000C) didapatkan nilai % kekeringan rata-rata suhu 800C yaitu 6.73, suhu 90 0C yaitu 6.6, dan pada suhu 100 0C yaitu 6.4. Pada uji spektofotometer warna yang lebih bagus pada konsentrasi 5% dan suhu pengeringan 100 0C. Dari analisis kadar lemak total yang paling bagus pada variasi asam sitrat 5% suhu pengeringan 90 0C. Dari uji analisis kadar karbohidrat didapatkan pada variasi 4% asam sitrat dengan suhu pengeringan 800C.

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

    Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di

    AsiaTenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke

    Afrika(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pisang adalah nama

    umum yang diberikan kepada tumbuhan terna raksasa berdaun besar

    memanjang dari suku musaceae. Buah pisang merupakan salah satu jenis

    komoditi holtikultura dalam kelompok buah-buahan yang memiliki nilai

    sosial dan ekonomi cukup tinggi bagi masyarakat Indonesia karena antara lain

    :

    1. pisang sebagai sumber pro vitamin A yang baik.

    2. pisang sebagai sumber kalori utama disamping alpukat dan durian

    3. pisang cukup dikenal oleh masyarakat luas

    4. budidaya pisang dapat dilakukan dimana saja dan cepat tumbuhnya.

    Selain itu, komoditas pisang juga mempunyai peluang besar untuk

    dimanfaatkan dalam aneka industri. Sehingga apabila ditangani secara

    sungguh-sungguh pisang akan menjadi salah satu sumber devisa yang

    potensial. Buah pisang juga mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan,

    seperti dapat mengobati pendarahan rahim, sariawan usus, ambeien, cacar air,

    diare, disentri, dan masih banyak lagi (Sulistiya, dkk 2008).

    Pisang merupakan komoditas tropis yang sangat berlimpah. Akan

    tetapi, diversifikasi pemanfaatannya selama ini belum banyak dilakukan.

  • 2Pengolahan pisang menjadi tepung pisang merupakan salah satu alternative

    untuk mengurangi kehilangan pasca panen. Selain mengandung pati yang

    dapat dicerna, tepung pisang juga mengandung komponen serat pangan

    seperti pati resistant (17,5 %), polisakarida non-pati (non-starch

    polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber) (Juarez-

    garcia et al, 2006 ; dan Ovando-martinez, et al, 2009).

    Peningkatan produksi pisang mengakibatkan adanya surplus atau

    kelebihan pisang, terutama didaerah daerah penghasil buah tersebut. Jika

    tertunda penggunaanya dan tidak semua pisang dapat dipasarkan atau

    dikonsumsi, maka akan menjadi lewat masak dan busuk, sehingga tidak dapat

    di makan. Hal ini menyebabkan banyak pisang dijual dengan harga yang

    rendah, bahkan dapat terbuang percuma.

    Pisang mengandung polifenol oleh karena itu mudah mengalami reaksi

    pencokelatan apabila kontak dengan udara. Salah satu metode yang dapat

    digunakan untuk mencegah pencokelatan adalah penggunaan asam-asam

    organik maupun anorganik seperti asam sitrat dan asam sulfat. Beberapa

    peneliti melaporkan bahwa penggunaan asam sulfat atau asam sulfit dalam

    pengolahan pangan kurang menguntungkan bagi penderita asmatik. Oleh

    karena itu, dalam percobaan ini dipilih asam sitrat. Selain itu, asam sitrat juga

    mempunyai keuntungan lain seperti mudah didapat dan sudah biasa

    digunakan dalam pengolahan pangan dalam skala rumah tangga (home-

    cooking) maupun skala industri (Nurdjanah, 2009).

    Keadaan diatas memerlukan adanya kombinasi antara penanganan,

    pemasaran pisang segar dan pengolahan pisang segar menjadi berbagai

  • 3produk olahan, baik olahan jadi (langsung dikonsumsi) maupun produk

    setengah jadi (menjadi bahan baku untuk produk olahan bahan lain). Produk

    olahan setengah jadi yang baik dikembangkan adalah Tepung Pisang.

    Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk

    olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat di terapkan di daerah

    perkotaan maupun pedesaan. Tepung pisang memiliki rasa dan bau yang khas

    sehingga dapat digunakan untuk formulasi kue, makanan bayi dan aneka

    makanan lain dari tepung namun demikian, tepung pisang belum begitu

    dikenal masyarakat. Tepung pisang tidak sepopuler tepung Gandum / tepung

    terigu, tetapi tepung pisang memiliki potensi dan menjadi peluang usaha yang

    layak untuk di kembangkan, mengingat potensi buah pisang yang berlimpah

    di negara kita.

    Tepung pisang dapat dijadikan bahan campuran makanan khususnya

    makanan bayi karena mempunyai sifat mudah dicerna. Berdasarkan sifat

    mudah dicerna tersebut, tepung pisang baik pula untuk dikonsumsi oleh

    mereka yang mengalami hambatan atau gangguan dalam pencernaannya atau

    mengalami sakit pencernaa. Selain mudah dicerna, tepung pisang juga dapat

    dijadikan sumber kalori karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Pada

    industri makanan bayi yang menggunakan pisang (misalnya rasa pisang),

    pemenuhan kebutuhan bahan bakunya berupa tepung pisang masih dilakukan

    melalui impor. Impor ini dilakukan karena belum adanya industri tepung

    pisang ang cukup handal untuk memenuhi permintaan tersebut. Seiring

    dengan makin berkembangnya industri makanan bayi yang ada di Indonesia

    mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap tepung pisang. Harga

  • 4tepung pisang impor yang mahal dan diperkirakan sekitar Rp. 16.000 per kg

    (Leksowati, 1991) memberi peluang untuk digantikan dengan produksi dalam

    negeri yang harganya jauh lebih murah.

    Tujuan utama pemberdayaan tepung pisang adalah sebagai bahan baku

    dan bahan substitusi terigu untuk industri makanan olahan. Daya substitusi

    tepung pisang ini sangat tergantung dari produk yang akan dihasilkan.

    Sebagai contoh untuk produk roti tawar 10%, mie 15-20%, cookies 50%

    (tergantung jenis cookies) dan cake 50-100% (tergantung jenis cakenya).

    Keuntungan lain yang akan didapat adalah penghematan penggunaan gula

    sebesar 20% bila dibandingkan dengan pembuatan kue dari 100% terigu

    Dengan demikian, penggunaan dan kemampuan substitusi tepung pisang akan

    mampu menekan biaya produksi untuk industri makanan olahan

    dibandingkan dengan yang menggunakan bahan baku terigu.

    Di sisi lain, pemberdayaan tepung pisang ini tentunya akan mengurangi

    impor terigu yang dari tahun ke tahun terdapat kecenderungan yang semakin

    meningkat. Keadaan ini secara tidak langsung memberikan implikasi adanya

    peluang penghematan devisa negara, yang dapat digunakan untuk keperluan

    lain yang lebih bermanfaat.. Pemberdayaan tepung pisang sebagai bahan

    substitusi terigu secara nasional ternyata mampu menghemat impor terigu

    sekitar 1 395 000 ton atau penghematan devisa negara senilai 301,9 juta $ AS.

    Penghematan devisa sebesar itu tentunya memberikan peluang bagi negara

    untuk dipergunakan untuk aktivitas ekonomi lain yang lebih bermanfaat bagi

    upaya peningkatan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini

    berarti pula ada potensi permintaan terhadap tepung lain selain terigu

  • 5sebanyak 1.395.000 ton per tahun. Jika 1 % saja dari permintaan tersebut

    merupakan tepung pisang, maka jumlah permintaan tepung pisang

    berdasarkan penggunaan terigu tersebut sekitar 13.950 ton per tahun.

    Permintaan ini masih jauh di atas kapasitas produksi tepung pisang dalam

    kajian ini yaitu 300 ton per tahun.

    Untuk itulah penyusun tertarik ingin mempelajari ataupun meneliti

    tentang pembuatan dan peningkatan tepung pisang yang kualitasnya lebih

    baik dan lebih aman di konsumsi. Sehingga nantinya ada perbaikan

    pemanfaatan bahan alam yang selama ini tidak begitu dihiraukan dan

    memiliki harga yang rendah, dapat menjadi bahan pangan pilihan oleh semua

    kalangan masyarakat. Dalam penelitian ini penyusun akan mengangkat

    tentang tepung pisang dari pisang jenis kepok. Untuk itulah penyusun ingin

    meneliti tentang pengaruh suhu pengeringan dan konsenstrasi zat aditif asam

    sitrat terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan.

    Untuk mengetahui kualitas tepung pisang dari pisang kepok yang

    dihasilkan tersebut, dilakukan dengan variabel suhu pengeringan dan

    konsentrasi zat aditif asam sitrat dengan melakukan , uji kekeringan, uji

    spektrofotometer, analisis kadar protein, analisis kadar karbohidrat, dan

    analisis kadar lemak.

    1.2. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana pengaruh variasi dari berbagai suhu pengeringan (80 0C, 90

    0C, dan 100 0C ) terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan ?

    2. Bagaimana pengaruh variasi dari berbagai konsentrasi ( 3 %, 4 %, dan 5

    % ) zat aditif asam sitrat terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan ?

  • 61.3. BATASAN MASALAH

    Dalam penelitian ini masalah yang akan di bahas di beri batasan-

    batasan yang bertujuan agar lebih jelas dan terarah, maka penulisin

    memberikan batasan-batasan sebagai berikut :

    1. Pisang yang dipakai pada penelitian ini berupa pisang kapok putih tapi

    belum matang.

    2. Kondisi pisang kapok yang digunakan adalah pisang kapok yang sudah

    tua.

    3. Variasi suhu (80 0C, 90 0C, dan 100 0C) yang digunakan selam proses

    pengeringan dalam pembuatan tepung pisang.

    4. Variasi konsentrasi ( 3%, 4%, dan 5%) zat aditif asam sitrat yang

    digunakan selama proses perendaman dalam pembuatan tepung pisang.

    5. Analisis hasil tepung pisang dengan uji kekeringan, uji

    spektrofotometer, uji analisis kadar karbohidrat, uji analisis kadar

    protein, dan uji analisis kadar lemak.

    Variasi suhu pengeringan dan konsentrasi zat aditif asam sitrat pada

    proses pembuatan tepung pisang ini di lakukan untuk mendapatkan kualitas

    tepung pisang yang terbaik. Yang menjadi Variabel dalam penelitian adalah

    sebagai berikut :

    Variasi suhu pengeringan 800C, 900C, 1000C dan konsentrasi zat

    aditif asam sitrat 3 %, 4%, dan 5%, sebagai variable

    perubah(indepeden).

    Hasil uji kekeringan, uji spektrofotometer, analisis kadar

    kahbohidrat, protein dan lemak, sebagai variable respon (dependen).

  • 71.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    1.4.1. Tujuan Penelitian

    Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk :

    1. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tepung pisang

    dengan variabel proses suhu pengeringan dan konsentrasi zat aditif

    asam sitrat.

    2. Pemanfaatan bahan baku pangan yang bernilai ekonomi rendah

    menjadi bernilai ekonomi tinggi dan menambah waktu simpan buah

    pisang pasca panen.

    1.4.2. Manfaat Penelitian

    1. Meningkatnya nilai ekonomi bahan baku pangan yang bernilai ekonomi

    rendah menjadi bernilai ekonomi tinggi dan bertambahnya waktu simpan

    buah pisang pasca panen.

    2. Memperoleh kualitas tepung pisang yang tinggi pada proses

    pembuatan tepung pisang dari pisang kapok.

  • 8BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pisang

    2.1.1. Klasifikasi Pisang

    Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara

    dan tersebar di Spanyol, Italia, India, Amerika, dan Cina. Tumbuh di

    daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan

    laut (Rukmana, 1999).

    Tanaman pisang adalah tanaman daerah tropis, kemampuan berdaptasi

    tanaman ini sangat baik karena dapat ditanam di dataran rendah sampai

    dataran tinggi (pegunungan) pada ketinggian 1000 meter di atas

    permukaan laut (mdpl). Tanaman ini pada umumnya tumbuh dan

    berproduksi optimal didaerah dengan ketinggian antara 400 - 600 mdpl.

    Keadaan lingkungan tumbuh yang ideal pada suhu antara 15 - 35 C, suhu

    optimum 27C, tipe iklim basah sampai kering dengan curah hujan 1.400 -

    2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, cukup mendapat sinar

    matahari atau tempat terbuka (Rukmana, 1999).

    Menurut Rukmana (1999) kedudukan tanaman pisang dalam sistematika

    (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    8

  • Ordo : Scitaminae

    Famili : Musaceae

    Subfamili : Muscodeae

    Genus : Musa

    Spesies

    Varietas : Musa saba banana

    A

    Gambar 2.1.

    2.1.2 Morfologi Pisang

    1. Akar

    Sistem perakaran pisang keluar dari bonggol

    bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok

    menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam

    hingga 4 - 5 m. namun daya jangkau akar

    : Scitaminae

    : Musaceae

    : Muscodeae

    : Musa

    : Musa paradisiaca Linn

    Musa saba banana (pisang kepok )

    B

    A. Pisang Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk

    Pisang

    Sistem perakaran pisang keluar dari bonggol (corm) bagian samping dan

    bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok

    menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam

    5 m. namun daya jangkau akar hanya 1.5 - 2 m (Rukmana, 1999)

    9

    C

    Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk

    bagian samping dan

    bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok

    menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam

    2 m (Rukmana, 1999)

  • 10

    2. Batang

    Batang pisang dibedakan menjadi dua macam, yaitu asli ( bonggol atau

    corm ) dan palsu (semu). Bonggol terletak di bawah permukaan tanah dan

    mempunyai beberapa mata (pink eye) yang dapat tumbuh menjadi tanaman

    baru dan sebagai tempat melekatnya akar (Rukmana, 1999). Ashari (1995)

    menambahkan bahwa batang pisang semu yang berasal dari pelepah daun

    tumbuh saling melingkar dan tinggi batang semu dapat mencapai 2 - 9 m.

    3. Daun

    Daun tanaman pisang tersebar, panjang tangkai 30 - 40 cm dengan helaian

    lanset panjang. Daun barunya menggulung, muncul di tengah batang semu dan

    terus memanjang hingga keluar dari atas kanopi (Ashari, 1995). Umunya daun

    pisang berbentuk lonjong panjang dengan lebar tidak sama, ujungnya tumpul

    dengan tepi rata (Rukmana, 1999). Dikemukakan oleh Morton (1987) bahwa

    tangkai daun pisang tebal , jumlahnya 4 -5 hingga 15 helai yang tersusun

    spiral. Panjang daun dewasa hingga 2.75 m dan lebarnya 0.6 m.

    4. Bunga

    Bunga pisang yang disebut jantung (ontong) keluar dari ujung batang.

    Susunannya terdiri atas daun pelindung (bractea) warna merah kecoklatan dan

    bunga - bunga yang terdapat pada tiap ketiak diantara bractea yang

    membentuk sisir (Rukmana, 1999), Morton (1987) menambahkan bahwa,

    bunga pisang berumah satu, letak bunga betina di bagian pangkal tandan, dan

    jantannya terdapat pada baris terujung. Beberapa baris setelah bunga betina

    mungkin terdapat hemaprodit. Sekitar sehari setelah kelopak bunga membuka,

  • 11

    bunga jantan dan bractea terujung yang tidak membuka dan masih

    mengandung bunga jantan.

    Tiap kelompok bunga (sisir) berjumlah 12 - 20 buah, ke semuanya

    tersusun rapi dalam satu tandan. Panjang bunga betina hingga 10 cm, punya 3

    ruang yang menyatu di dalam bakal buahnya, membentuk segitiga. Bunga

    jantan punya 5 benang sari yang jarang mengahasilkan tepung sari, panjang

    bunga jantan mencapai 6 cm.

    5. Buah

    Buah pisang membengkok, berukuran 6 - 35 cm x 2.5 - 5 cm. Warnanya

    bervariasi antara hijau, kuning, dan coklat (Ashari, 1995). Buah yang tersusun

    dalam tandan terdiri dari beberapa sisir dan tiap sisir 6 - 22 buah (tergantung

    varietas). Umumnya buah tidak berbiji dan bersifat 3n karena mengalami

    partenokarpi, kecuali pisang Batu dan Klutuk yang 2n. ukuran buah bervariasi,

    berkisar 10 - 18 cm dengan dengan diameter 2.5 - 4.5 cm. buah berlinggir 3 - 5

    alur, bengkok dengan ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging

    buah (mesokarp) tebal dan lunak. Kulit buah (epikarp) yang masih muda

    berwarna hijau namun setelah tua berubah kuning dan strukturnya tebal

    sampai tipis (Rukmana, 1999).

  • Gambar 2.2.

    2.1.3 Kandungan Gizi Pisang

    Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh

    belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi

    yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70

    % air, karbohidrat 27 %, serat kasar 0.5 %, pr

    0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan

    oleh Direktorat Gizi (1979,

    menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,

    vitamin B, Vitamin C,

    energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang

    dapat menggantikkan posisi ubi kayu.

    Gambar 2.2. Bagian-bagian dari pohon pisang (Soenarjono, 1998)

    .1.3 Kandungan Gizi Pisang

    Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh

    belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi

    yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70

    % air, karbohidrat 27 %, serat kasar 0.5 %, protein 1.2 %, lemak 0.3 %, abu

    0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan

    oleh Direktorat Gizi (1979, dalam Widjanarko dan Suwarno, 1994)

    menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,

    vitamin B, Vitamin C, dan dari 100 gram daging buah pisang dihasilkan

    energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang

    dapat menggantikkan posisi ubi kayu.

    12

    Daun

    Tandan

    Buah

    Jantung

    Batang

    Bonggol

    Akar

    pohon pisang (Soenarjono, 1998)

    Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh

    belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi

    yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70

    otein 1.2 %, lemak 0.3 %, abu

    0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan

    Widjanarko dan Suwarno, 1994)

    menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,

    dan dari 100 gram daging buah pisang dihasilkan

    energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang

  • 13

    Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik , antara lain menyediakan

    energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah - buahan lain. Pisang kaya

    mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga

    mengandung vitamin yaitu C, B kompleks, B6 dan serotin yang aktif sebagai

    neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Anwar, 2003).

    a. Energi Instan

    Nilai energi pisang sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara

    keseluruhan berasal dari karbohidrat. Nilai energi pisang dua kali lipat lebih

    tinggi daripada apel. Apel dengan berat sama (100 gram) hanya mengandung

    54 kalori. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah

    tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan

    kebutuhan kalori sesaat (Anwar, 2003).

    Karbohidrat pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat dibandingkan

    dengan gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit, dan sejenis

    roti. Oleh sebab itu, banyak atlet saat jeda atau istirahat mengonsumsi pisang

    sebagai cadangan energi. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat

    kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat

    menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat pisang

    merupakan cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara

    cepat tersedia bagi tubuh (Anwar, 2003).

    Gula pisang meupakan gula buah, yaitu terdiri dari fluktosa yang

    mempunyai indek glikemik lebih rendah dibandingkan dengan glukosa,

    sehingga cukup baik sebagai penyimpan energi karena sedikit lebih lambat di

    metabolism. Sehingga bekerja keras atau berfikir, selalu timbul rasa kantuk.

  • 14

    Keadaan ini merupakan tanda - tanda otak kekurangan energi, sehingga

    aktivitas secara biologis juga menurun (Anwar, 2003).

    Untuk melakukan aktivitasnya, otak memerlukan energi berupa glukosa,

    glukosa darah sangat vital bagi otak untuk dapat berfungsi baik, antara lain

    diekspresikan dalam kemampuan daya ingat. Glukosa tersebut terutama

    diperoleh dari sirkulasi darah otak karena glikogen sebagai cadangan glukosa

    sangat terbatas keberadaannya. Glukosa darah terutama didapat dari asupan

    makanan sumber karbohidrat. Pisang adalah alternative terbaik untuk

    menyediakan energi di saat - saat istirahat atau jeda, pada waktu otak sangat

    membutuhkan energi yang cepat tersedia untuk aktivitas biologis (Anwar,

    2003).

    Namun, kandungan protein dan lemak pisang ternyata kurang bagus dan

    sangat rendah, yaitu hanya 2.3 % dan 0.13 %. Meski demikian, kandungan

    lemak dan protein pisang masih lebih tinggi dari apel, yang hanya 0,3 %.

    Karena itu, tidak perlu takut kegemukan walau mengosumsi pisang dalam

    jumlah banyak (Anwar, 2003).

    b. Kaya Mineral

    Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi.

    Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang,

    khususnya besi, hampir seluruhnya (100%) dapat diserap tubuh. Berdasarkan

    berat kering, kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan seng

    0,8 mg. bandingkan dengan apel yang hanya mengandung 0.2 mg besi dan 0.1

    mg seng untuk berat 100 gram (Anwar, 2003).

  • 15

    Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu

    betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel

    hanya 15 mg. pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tilamin, riboflavin,

    niasin dan vitamin B6 (piridoxin). Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi,

    yaitu sebesar 0.5 mg per 100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk

    beberapa reaksi dalam metabolism, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan

    metabolisme protein, khusunya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif

    sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Vitamin B6 juga

    berperan dalam metabolism energi yang berasal dari karbohidrat. Peran

    vitamin B6 ini jelas mendukung ketersediaan energi bagi otak untuk aktivitas

    sehari - hari (Anwar, 2003).

    Khasiat lain dari buah pisang adalah untuk obat luka lambung, menurukan

    kolesterol darah, mencegah kanker usus, menjaga kesehatan jantung,

    membantu melancarkan pengiriman oksigen ke dalam otak, menyuburkan

    rambut, menghaluskan kulit, dan sebagainya (Rukmana, 1997).

    Perbandingan kandungan karbohidrat (gula dan tepung) pada pisang

    mentah dan pisang matang ditunjukkan pada Tabel 1 :

    Tabel 2.1 . Kandungan Karbohidrat (gula dan tepung) Buah Pisang

    Jenis Pisang KarbohidratGula Tepung

    Pisang mentah 0.1 - 2 % 19.5 - 21.5 %Pisang matang 20 % 1 %

    Selain karbohidrat, pisang juga mengandung vitamin (C, A, dan B) dan Na,

    Ca, Mn, Fe, Mg, P, Cl, dan I (Marlina, 1990)

  • 16

    Tabel 2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang ( per 100 gram bagian yang dapat

    dimakan )

    Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan R.I. 1979

    2.2 Penepungan

    2.2.1 Penepungan Secara Umum

    Proses penepungan merupakan proses pengecilan ukuran (size

    reduction) suatu bahan padat secara mekanis tanpa diikuti dengan

    perubahan sifat kimia dari bahan yang digiling. Misalnya tepung beras,

    tepung tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan.

    Dengan adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung

    yang sangat halus, permukaan bidangnya menjadi sangat lebar.

    Penepungan menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis,

    yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah

    menyerap uap air. Namun keuntungan dari penepungan yang paling

    tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan menjadi

    sangat mencolok (Fennema, 1996).

    Jenis pisang Kalori

    (kal)

    Protein

    (g)

    Lemak

    (g)

    Karbo

    hidrat (g)

    K

    (mg)

    P

    (mg)

    Fe

    (mg)

    Vit. A

    (S.I)

    Vit. B1

    (mg)

    Vit. C

    (mg)

    Air

    ( g)

    b.d.d

    (%)

    Ambon 99 1.2 0.2 25.8 8 28 0.5 146 0.08 3 72.0 75

    Angleng 68 1.3 0.2 17.2 10 26 0.6 76 0.08 6 80.3 75

    Lampung 99 1.3 0.2 25.6 10 19 0.9 618 4 72.1 75Mas 127 1.4 0.2 33.6 7 25 0.8 79 0.09 2 64.2 85

    Raja 120 1.2 0.2 31.8 10 22 0.8 950 0.06 10 65.8 70

    Raja sere 118 1.2 0.2 31.1 7 29 0.3 112 4 67.0 85Raja Uli 146 2.0 0.2 38.2 10 28 0.9 75 0.05 3 59.1 75

  • 17

    Tujuan pengecilan ukuran adalah untuk membuat bahan menjadi

    ukuran tertentu baik untuk keperluan konsumen ataupun untuk proses

    berikutnya. Ada dua kategori pengecilan ukuran yaitu extreme size

    reduction (penepungan) dan pengecilan ukuran dengan ukuran yang

    relatif besar dan bentuk yang tertentu. Pembuatan tepung bertujuan

    untuk mencegah timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupun

    kualitatif (mutu). Berkurangnya kualitas adalah satu-satunya bentuk

    kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk

    kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan

    membentuk kerusakan tepung yang lebih serius.

    Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pengecilan ukuran

    bahan yaitu :

    1. Semakin lama waktu penggilingan dan penggayakan, maka bahan

    akan semakin halus dan semakin sedikit % bahan yang tertinggal

    2. Ukuran dan bentuk bahan, semakin besar ukuran dan bentuk bahan,

    maka proses pengecilan ukuran akan semakin sulit

    3. Struktur bahan, bahan yang berstruktur rendah/kristal lebih

    menguntungkan karena pemecahan lebih mudah terjadi sepanjang

    rontokan, selain itu gaya tekan lebih efisien

    4. Jenis mesin yang digunakan performanya lebih baik maka proses

    pengecilan ukuran akan berlangsung lebih cepat

    5. Kadar air, semakin banyak kadar air makan bahan akan mengumpal

    dan proses pengecilan ukuran akan berlangsung lebih lama

  • 18

    6. Suhu pada mesin akan meningkat dengan adanya gaya gesekan

    yang cepat sehingga mengurangi efisiensi energi yang dipakai.

    7. Kekerasan bahan, bahan yang keras sukar untu dihancurkan dan

    bila permukaan kasar menyebabkan mesin cepat aus.

    2.2.2 Tepung Pisang

    Untuk menjaga agar buah pisang lebih awet tetapi mutunya tetap

    bahkan nilainya lebih tinggi, pisang dapat diolah menjadi berbagai makanan

    misal sale, keripik, dan tepung pisang (Atang, 1988)

    Tepung pisang adalah hasil penggilingan buah pisang kering (chip

    pisang). Produk ini dapat digunakan sebagai formulasi kue dan makanan

    bayi, pembuatan tepung ini belum begitu dikenal, akan tetapi cukup mudah

    dilakukan dan biayanya tidak begitu mahal (Departemen Pertanian, 2003)

    Kadar air buah pisang sebesar 60 - 84 %, di mana nilai tersebut

    menunjukkan kandungan air dalam buah. 16 - 40 % sisanya ialah

    karbohidrat, vitamin dan mineral. Sedangkan kadar air tepung pisang rata-

    rata ialah 6 - 7 % (Satuhu, et al., 2002).

    Tepung pisang menggunakan bahan dasar buah pisang (daging), pada

    umumnya semua jenis pisang dapat digunakan. Kriteria buah pisang yang

    dapat digunakan Bahan baku dalam pembuatan tepung pisang adalah pisang

    yang masih mentah namun sudah cukup tua (tingkat kematangan 70-80%).

    Jenis pisang yang dapat dijadikan tepung adalah kepok dan cavendis buah

    pisang kapok mempunyai warna tepung yang paling baik, yaitu putih.

  • 19

    Tahap-tahap dalam pembuatan tepung pisang adalah sebagai berikut

    (Departemen Pertanian, 2009 ) :

    1. Pemanasan dan pengupasan

    Pemanasan pendahuluan (Blanching) dilakukan untuk mencegah

    terjadinya perubahan performansi produk yaitu mengurangi getah

    buah, dan memudahkan pengelupasan kulit buah (Kordylas, 1991).

    Pisang dipanaskan ( 15 menit ), kulitnya menjadi kusam dan layu,

    serta kulitnya tidak bergetah. Pisang yang telah dingin dikupas dengan

    pisau atau dengan bilah bambo yang dibentuk seperti mata pisau.

    2. Pengirisan

    Pisang diiris dengan ketebalan irisan 3 mm. Proses pengirisan dapat

    dilakukan secara manual dengan pisau stainless steel atau dengan

    mesin perajang buah pisang yang akan menghasilkan ketebalan irisan

    lebih seragam. Semakin kecil ukuran irisan semakin baik, karena akan

    semakin cepat kering jika dikeringkan.

    3. Perendaman Asam Sitrat

    Irisan buah pisang di rendam dalam larutan Asam Sitrat 3%, 4%, 5%

    asam sitrat selama 10 menit. Perendaman dalam larutan Asam Sitrat

    bertujuan untuk mencegah reaksi pencoklatan (browning) pada irisan

    buah, sehingga dapat memperbaiki warna tepung pisang yang

    dihasilkan.

    4. Pengeringan

    Irisan pisang dihamparkan di atas tampah atau nyiru, setelah itu

    dilakukan penjemuran sampai kering, selain itu pengeringan dapat

  • 20

    dilakukan dengan alat pengering. Pengeringan dilakukan sampai

    bahan benar-benar kering ditandai dengan bahan mengeras, tapi

    mudah dipatahkan (rapuh). Hasil pengeringan ini berupa chip pisang.

    5. Penggilingan

    Chip pisang digiling dengan alat penggiling, sampai halus ( biasanya

    80 mesh ). Hasil penggilingan ini disebut dengan tepung pisang.

    Tepung pisang dapat digunakan sebagai bahan campuran pada semua

    makanan yang berbahan dasar tepung (beras, terigu) sebagai salah satu

    bahannya. Tepung pisang dapat menggantikan sebagian atau seluruh tepung

    tersebut.

    2.3 Reaksi Pencoklatan ( Browning )

    Reaksi pencoklatan akan menghasilkan warna dari kuning sampai

    coklat tua atau hitam, tergantung tipe produk dan tingkat reaksinya (Paul and

    Palmer, 1972). Menurut Eskin, Handerson and Townsend (1971), reaksi

    pencoklatan berpengaruh pada flavor, kenampakan, nilai nutrisi, warna dan

    aroma dari produk yang diinginkan.

    Reaksi Pencoklatan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu

    proses pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi

    pada buah- buahan yang mengandung banyak substrat senyawa fenolik.

    Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim fenol oksidase dan oksigen

    yang harus berhubungan dengan substrat (Winarno, 1984).

  • 21

    2.3.1 Pencoklatan Enzimatis

    Pencoklatan pada sayur sayuran pada dasarnya merupakan akibat dari

    proses oksidasi yang terjadi pada jaringan biologis sel bila sayur tersebut

    mengandung kadar enzim yang mencukupi. Pencoklatan tersebut merupakan

    akibat dari reaksi fenol yang berlangsung secara enzimatis (Widjanarko,

    1991).

    Mekanisme reaksi pencoklatan enzimatis dapat dibagi beberapa tahap

    (Apandi, 1994), yaitu:

    1. Hidroksilasi pertama

    2. Oksidasi

    3. Hidroklisasi kedua

    4. Reaksi tridoksi benzene dengan O-Quinon

    5. Polimerisasi

    Susanto dan Saneto (1994), melaporkan bahwa ada beberapa cara

    pencegahan proses pencoklatan enzimatis antara lain :

    1. Pemanasan

    Penggunaan suhu tinggi selama waktu tertentu mampu menginaktifkan

    fenolase dan semua enzim yang ada pada bahan hasil pertanian. Namun

    pemanasan yang biasa digunakan dalam proses ini adalah blanching yaitu

    uap panas selama 5 menit.

    2. Pencegahan kontak dengan oksigen

    Cara yang biasa digunakan adalah meredam hasil pertanian yang telah

    mengalami perlakuan mekanis kedalam air sebelum bahan dimasak.

    Dengan demikian bahan itu tidak akan berhubungan dengan udara.

  • 22

    3. Penggunaan asam

    Asam-asam yang umum digunakan dalam pencegahan pencoklatan

    enzimatis adalah asam sitrat, asam malat dan asam askorbat. Asam-asam

    ini mampu menurunkan pH penyebab pencoklatan berada, sehingga

    aktifitas terhambat.

    4. Pemberian Inhibitor

    Inhibitor enzim folase yang kuat adalah sulfit. Pemakaaian ini memiliki

    keuntungan karena selain sebagai inhibitor juga bersifat antiseptic dan

    dapat mempertahankan vitamin C dalam bahan.

    2.3.2 Pencoklatan Non Enzimatis

    Menurut Hui (1992), molekul tannin merupakan molekul yang kompleks.

    Pada dasarnya ada 2 tipe tanin, yaitu proantocyanidin sebagai tannin

    teroksidasi dan asam hexahydroxydipHenic sebagai tannin terhidrolisa.

    Pencoklatan enzim terjadi pada bahan yang mengandung senyawa fenolik,

    dimana tannin merupakan salah satu senyawa yang dapat bertindak

    sebagai substrat proses pencoklatan (Winarno, 1992).

    Kecepatan reaksi pencoklatan dipengaruhi oleh suhu, pH, irradiasi, tipe

    gula dan persen katalis. Reaksi pencoklatan semakin cepat dengan makin

    meningkatnya suhu. Pengembangan warna meningkat dengan makin

    meningkatnya pH. pH berpengaruh juga pada efektifitas sulfit dalam

    menekan pengembangan warna (Paul and Palmer, 1972).

  • 23

    2.4 ASAM SITRAT

    Asam Sitrat Asam sitrat adalah asam organik yang larut dalam air dengan

    citarasa yang menyenangkan dan banyak digunakan dalam industri pangan.

    Asam sitrat merupakan suatu asidulan yaitu senyawa kimia yang bersifat asam

    yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.

    Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi

    after taste yang tidak disukai. Penambahan asam dapat menurunkan pH

    makanan sehingga menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Penurunan

    pH juga berfungsi untuk menghambat reaksi pencoklatan enzimatis yang

    optimal pada pH 6-7 dan pencoklatan non enzimatis.

    Asam sitrat dapat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan

    mikroorganisme Aspergillus niger, yaitu jamur yang digunakan secara

    komersial pertama kali pada tahun 1923. Guna memenuhi permintaan yang

    terus meningkat, maka efisiensi proses ferementasi terus dipelajari. Pengukuran

    kesetimbangan massa dipelajari agar dapat ditentukan banyaknya substrat yang

    digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Asam sitrat memiliki fungsi

    seperti dapat menstabilkan warna makanan, mengurangi kekeruhan, mengubah

    sifat mudah mencair atau meningkatkan pembentukan gel. Asam sitrat

    termasuk zat pengikat logam yang merupakan bahan penstabil yang digunakan

    sebagai pengolahan bahan makanan. Asam sitrat mengikat logam dalam bentuk

    ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam

    tersebut dalam bahan. Asam sitrat digunakan pada minuman selain berfungsi

    sebagai pengasam juga berguna untuk mangikat logam yang dapat

    mengkatalisis komponen cita rasa/warna (Margono, 1993).

  • 24

    2.5 Pengeringan

    2.5.1 Proses Pengeringan

    Pengeringan didefinisikan sebagai operasi pemindahan panas dan massa

    secara simultan dengan perubahan fase untuk memisahkan sejumlah relatif kecil

    air dan cairan lainnya dari suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen,

    sehingga diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air

    yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dalam

    suatu proses pengolahan sebelum pengemasan, agar menghasilkan bahan yang

    lebih cocok untuk penyimpanan. Karena itu pengeringan diartikan sebagai

    pengurangan kandungan air dari nilai awal ke suatu nilai akhir yang dapat

    diterima (Sagara, 1989).

    Menurut Hasibuan (2004), proses pengeringan bahan secara umum

    merupakan. proses yang amat rumit, karena melibatkan berbagai fenomena.

    Sampai sekarang penjelasan secara terperinci bagaimana pengeringan dapat

    terjadi masih belum diketahui, terutama untuk menjelaskan proses pengeringan

    hasil pertanian yang melibatkan beberapa proses lain seperti proses peragian,

    pengoksidasian dan sebagainya. Pengeringan melibatkan proses pelepasan air dari

    sel-sel bahan yang dikeringkan, sehingga pengeringan tersebut bukan saja

    melibatkan fenomena fisika tetapi juga melibatkan fenomena biologi dan kimia

    atau ketiga-tiganya.

    Bahan yang mengalami proses pengeringan secara umum dapat dibagi

    menjadi dua yaitu: bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang dikandungnya

    seperti tekstil, dan bahan yang tidak dapat mengeluarkan semua yang

    dikandungnya seperti biji-bijian. Bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang

  • 25

    dikandungnya dinamakan bahan tak higroskopik, sedangkan bahan yang masih

    menyimpan sebagian air yang dikandungnya dinamakan bahan higroskopik

    (Hasibuan, 2004).

    Bahan tak higroskopik dikeringkan sampai semua air yang dikandungnya

    keluar. Seandainya bahan tersebut masih mengandung uap air, kemungkinan

    bahan tersebut rusak disebabkan terjadinya proses kimia atau biologi. Bahan

    higroskopik perlu menyimpan sebagian air yang dikandungnya, karena air

    tersebut akan bertindak sebagai agen pengikat sehingga sel-sel di dalam bahan

    tersebut tidak pecah. Bahan higroskopik kebanyakan merupakan bahan hasil

    pertanian, seperti jenis biji-bijian padi, coklat. kopi, dan lada; jenis daun seperti

    tembakau dan teh; jenis buah seperti mangga dan pisang; atau jenis ikan, udang,

    dan cumi-cumi (Hasibuan, 2004).

    Peristiwa yang terjadi selama pengeringan tersebut meliputi proses

    perpindahan panas dan perpindahan massa

    1. Proses perpindahan panas

    Bila di dalam sistem terdapat gradien suhu atau bila dua buah benda yang

    suhunya berbeda dalam kontak termal, maka panas akan mengalir dari benda yang

    suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah atau akan terjadi

    perpindahan energi. Proses tersebut dikenal sebagai proses perpindahan panas.

    Proses perpindahan panas dibutuhkan pada proses menguapkan air dari dalam

    bahan atau proses perubahan bentuk cair ke bentuk uap.

    Kalor diberikan kepada pengeringan dengan tujuan sebagai berikut :

    a. Memanaskan bahan sampai pada suhu penguapan

    b. Menguapkan zat cair

  • 26

    c. Memanaskan zat padat sampai pada suhu produk.

    Tiga cara perpindahan panas secara umum menurut Earle (1969) adalah

    konduksi, konveksi dan radiasi.

    a. Perpindahan panas konduksi

    Merupakan perpindahan panas dengan energi berpindah tempat

    dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah

    melalui lapisan benda atau zat padat. Panas berpindah akibat

    perpindahan energi karena gerakan molekul yang berdekatan.

    Perpindahan panas konduksi akan terjadi jika pada benda tersebut

    terdapat gradien suhu

    b. Perpindahan panas konveksi

    Perpindahan panas konveksi terjadi karena perpindahan energi

    panas antara permukaan solid dan fluida sebagai akibat dari

    gerakan fluida.

    c. Perpindahan panas radiasi

    Perpindahan panas secara terjadi akibat adanya perpindahan

    energi panas antara dua benda melewati ruang dalam bentuk

    gelombang elektromagnetis.

    2. Proses perpindahan massa

    Proses perpindahan massa yaitu aliran unsur larutan fluida

    dari daerah yang konsentrasinya lebih tinggi ke daerah yang

    konsentrasinya lebih rendah.

    Perpindahan panas pada alat pengering langsung terjadi

    karena kontak langsung antara bahan basah dan udara pengering.

  • 27

    Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas bersinggungan

    langsung dengan bahan dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini

    berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari

    bahan hanya diberikan oleh udara pengering dengan perpindahan

    kalor secara konveksi tanpa tambahan energi dari luar. Ketika

    udara kering menghembus bahan basah, sedangkan panas udara

    pengering diubah menjadi panas laten sampai menghasilkan uap air

    (Hasibuan, 2004).

    Cairan dalam bahan basah akan menguap dan terbawa secara bersama-

    sama dengan media pemanas keluar dari pengering. Karena perpindahan panas

    yang terjadi pada pengeringan langsung sebagian besar adalah perpindahan panas

    secara konveksi maka pengeringan langsung disebut juga pengering konveksi.

    2.5.3 Kadar Air Bahan

    Pada awal proses pengeringan bahan memiliki kadar air yang tinggi dan

    permukaan akan lapisan oleh air. Kecepatan pengeringan pada kondisi ini tetap

    dan biasanya ditentukan oleh sifat permukaan bahan (Henderson and Perry, 1976).

    Menurut Taib (1988), kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan

    air persatuan bobot bahan. Jumlah air dalam suatu bahan dimaksudkan sebagai

    berat air dan biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam hal ini terdapat dua

    metode untuk menetukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering

    (wk) dan bobot basah (wb). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian

    biasanya dilakukan berdasarkan bobot basah. Dalam perhitungan berlaku rumus

    sbb:

  • 28

    kawb = x 100% ....................................................................(1)

    kadb = x 100%....................................................................(2)

    2.6 Penggilingan

    2.6.1 Pengertian Pengecilan Ukuran

    Bahan mentah seringkali berukuran lebih besar dari kebutuhan

    sehingga menyulitkan proses pengolahannya. Untuk itu, bahan tersebut

    perlu diperkecil ukurannya sehingga dapat mempermudah proses

    pengolahan selanjutnya. Pengecilan ukuran merupakan usaha untuk

    mengurangi atau meminimalkan ukuran dari bahan padat dengan kerja

    mekanis, yaitu membagi bahan menjadi partikel - partikel yang lebih

    kecil (Earle, 1969).

    2.6.2 Mesin Penggilingan

    Disk mill merupakan suatu alat penepungan yang berfungsi

    untuk menggiling bahan serealia menjadi tepung. Disk mill

    memperkecil bahan dengan tekanan dan gesekan antara dua piringan

    yang satu berputar dan yang lainnya tetap (Hardjosentono,1981).

    Menurut Hardjosentono (1981), mesin penepung disk mill yang

    digunakan pada penelitian ini memiliki 6 (enam) bagian utama yaitu:

    1. Masukan (hopper)

    2. Rumah penepungan yang didalamnya terdapat pisau penepung,

    penutup pisau penepung dan saringan mesh

    3. Sistem transmisi dan dudukannya yang terdiri dari poros, puli,

    sabuk v-belt, dudukan bearing dan bearing

  • 29

    4. Saluran pengeluaran tepung hasil penepungan

    5. Motor penggerak

    6. Rangka penyangga

    2.7 Pati

    Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.

    Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C

    yang dimiliki, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati

    terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa

    mempunyai struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedang

    amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa sebanyak 4

    5 % dari berat total (Winarno, 1992).

    Gambar 2.3. Rumus bangun Amilopektin. (Sumber : Tarigan (1983)

    Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan

    merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia.

    Komposisi amilosa dan amilopektin berada dalam pati berbagai bahan

    makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah yang besar.

    Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam

    butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk

  • 30

    semi kristal, yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat

    pencernaannya oleh amilase pankreas. Cabang-cabang dalam amilopektinlah

    yang terutama menyebabkannya dapat membentuk gel yang cukup stabil

    proses pemasakan pati disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan

    melunakkan dan memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya dalam

    proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukisa (Almatsier,

    2004).

    2.8. Syarat kualitas tepung pisang

    Dalam pembuatan tepung pisang ini, untuk menjaga kualitas produk

    tepung pisang yg dihasilkan, maka kualitas tepung pisang ini mengacuh pada

    SNI yang di buat oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI) , aturan yg

    dikeluarkan untuk standar tepung pisang yaitu no : SNI 01-3841-1995

    Tabel 2.3Syarat Mutu Tepung Pisang

    No Kriteria Uji SatuanPersyaratan

    Jenis A Jenis B

    1 2 3 4 5

    I Keadaan

    I.1 Bau - Normal normal

    I.1 Rasa - Normal normal

    I.3 Warna - Normal normal

    2. Benda Asing - Tidak boleh ada Tidak boleh ada

    3. Serangga (dalam segala

    bentul stadia dan potongan

    potonganya

    - Tidak boleh ada Tidak boleh ada

    4. Jenis pati lain selain tepung

    pisang

    - Tidak boleh ada Tidak boleh ada

  • 31

    5. Kehalusan lolos ayakan 60

    mesh

    % b/b Min 95 Min 95

    6. Air % b/b min 5 Min 12

    7. Bahan tambahan makanan - Sesuai dengan

    SNI 01-0222-1987

    Sesuai dengan SNI

    01-0222-1987

    8. Sulfit (SO2) Mg/kg Negative Maks.10

    9. Cemaran logam :

    9. Cemaran logam :

    9.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,0 Maks 1,0

    9.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 10,0 Maks. 10,0

    9.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0

    9.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0.05 Maks. 0.05

    10. Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5

    11. Cemaran mikroba :

    11.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 104 Maks. 106

    11.2 Bakteri bentuk coli APM/ g 0 0

    11.3 Escherichin coli Koloni/g 0 Maks. 106

    11.4 Kapang dan kamir - Maks.102 Maks.104

    11.5 Salmonella /25 gram - negatif -

    11.6 Stafilococcus aureus/g - negatif -

    Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai Varietas Pisang

    Varietas WarnaKadar Air

    (%)

    Kadar Asam

    (%)

    Karbohidrat

    (%)

    Kepok Putih 6.08 1.85 76.47

    Nangka Putih Coklat 6.09 0.85 79.84

    Ambon Putih Abu-

    abu

    6.26 1.04 78.99

    Raja Bulu Putih Coklat 6.24 0.84 76.47

    Ketan Putih Abu-

    abu

    6.24 0.78 75.33

  • 32

    Lampung Putih 8.39 0.49 70.10

    Siam Kuning

    Coklat

    7.62 1.00 77.13

    Sumber : Murtiningsih dan Imam Muhajir (1988)

    Tabel 2.5. Perbandingan Komposisi Kimia Pisang Segar, Tepung Pisang, Beras,

    dan Kentang

    Komposisi KimiaPisang

    Segar

    Tepung

    PisangBeras Kentang

    Air (%) 70 3 12 78

    Karbohidrat (%) 27 88.6 80.2 19

    Serat Kasar (%0 0.5 2 0.3 0.4

    Protein (%) 1.2 4.4 6.7 2

    Lemak (%) 0.3 3 4 0.1

    Abu (%) 0.9 3.2 0.5 1

    - karoten (ppm) 2.4 760 - 13Kalori (kkal/100 g) 104 340 363 82

    Sumber : Suyanti Sutuhu dan Ahmad Supriyadi ( 1995)

    II.2. Hepotesa Penelitian

    1. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kualitas tepung pisang yang

    dihasilkan.

    2. Konsentrasi zat aditif asam sitrat akan memepengaruhi kualitas tepung

    pisang yang dihasilkan.

  • 33

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. METODOLOGI PENGUMPULAN DATA

    3.1.1. Metode Studi Pustaka

    Yaitu mengumpulkan data-data dengan cara membaca, dari

    internet dan memepelajari buku-buku atau diktat kuliah yang

    berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.

    3.1.2. Metode Studi Laboratorium

    Cara pengambilan data dengan percobaan langsung pada sampel

    yang diteliti serta pengujian sampel hasil percobaan di laboratorium.

    3.2. METODOLOGI PENGAMBILAN SAMPEL

    Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah

    pengambilan tepung sebanyak 500 gram pada setiap konsentrasi Asam sitrat

    (3%, 4%, 5%) sebanyak 10 gram pada masing-masing variasi suhu untuk

    uji kadar air, uji spektrofotometer, analisis kadar lemak dan karbohidrat.

    3.3. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

    3.3.1 Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

    a. Timbangan Listrik

    b. Pisau

    c. Talenan

    33

  • 34

    d. Tabung reaksi

    e. Oven

    f. Grinder

    g. Ayakan

    h. Screening

    i. Pipet

    j. Erlemmeyer

    3.2.2. Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

    a. Pisang Kepok

    b. Aquadest

    c. Asam Sitrat

    3.4. PROSEDUR PENELITIAN

    3.4.1. Proses Pembuatan Tepung Pisang

    a. Bahan yang digunakan

    Pisang Kepok

    Aquadest

    Asam Sitrat

    b. Alat yang digunakan

    Timbangan analitik

    Kompor listrik

  • 35

    Gelas beker 1000 ml

    Oven

    Ayakan

    Grinder

    Pipet

    Screening

    Erlemeyer

    Pisau

    c. Cara Kerja

    1. Sebelum proses pengeringan, bahan baku harus melalui

    beberapa tahapan yaitu pengupasan, perendaman dengan asam

    sitrat, dan setelah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan

    grinder dan di ayak dengan screening.

    2. Pisang segar ditimbang dengan berat masing masing 500

    gram.

    3. Setelah ditimbang, kemudian pisang segar dikupas lalu

    dipotong setebal 1 cm.

    4. Kemudian pisang yang sudah dipotong potong tadi, direndam

    di dalam larutan asam sitrat selama 10 menit.

    5. Pisang yang sudah direndam tadi kemudian dimasukkan ke

    dalam oven dalam suhu yang divariasikan.

    6. Setelah dioven, kemudian pisang dihaluskan dengan grinder

    dan di ayak dengan screening.

  • 36

    7. Tepung yang sudah jadi di uji kadar air, uji spektrofotometri,

    dan uji protein, lemak, dan karbohidrat.

    Menimbang 500 gram bahan baku buah pisang

    Mengupas buah pisang dan memotong buah

    pisang setebal 1 cm.

    Merendam potongan pisang dalam larutan asam sitrat konsentrasi ( 3%, 4% dan 5%) dengan

    perbandingan pisang dan larutan asam sitrat 1:2 selama 10 menit dan tanpa perantara dalam

    larutan asam

    Mengeringkan dengan oven pada suhu yang

    divariasikan (80 0C, 90 0C, dan 100 0C)

    Menghaluskan dengan grinder dan di ayak dengan ayakan ukuran 60 mesh

    Mengamati uji kadar air, uji spektrofotometri, uji

  • 37

    3.4.2. Uji kadar air

    a. Bahan yang digunakan

    Tepung pisang

    b. Alat yang digunakan

    Oven

    Timbangan analitik

    Cawan aluminium

    Eksikator

    Tang penjepit

    c. Cara kerja

    1. Keringkan cawan aluminium dalam oven selama 1 jam pada

    suhu 105C.

    2. Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan

    timbang beratnya.

    3. Tambahkan ke dalam cawan aluminium tersebut sejumlah 5

    gram tepung pisang.

    4. Masukkan cawan + sample ke dalam oven selama 3 jam pada

    suhu 105C.

    5. Masukkan ke dalam eksikator selama 15 menit dan timbang.

  • 38

    3.4.3. Uji spektrofotometer

    a. Bahan yang digunakan

    Tepung pisang

    b. Alat yang digunakan

    Sendok

    Spektrofotometer UV- visible

    Tisu

    Mengeringkan cawan aluminium dalam

    oven selama 1 jam pada suhu 105C

    Mendinginkan cawan dalam eksikator

    Menambahkan ke dalam cawan tersebut

    sejumlah 5 gram tepung pisang

    Memasukkan cawan + sample ke dalam

    oven selama 3 jam pada suhu 105C

    Memasukkan ke dalam eksikator selama

    15 menit dan menimbang

  • 39

    c. Cara kerja

    1. Mengambil tepung pisang sebanyak 5 gram.

    2. Kemudian dimasukkan kedalam spektrofotometer.

    3. Hasil yang didapat berupa kurva dari wavelength dan absorsi.

    3.4.4. Analisis kadar karbohidrat

    a. Alat yang digunakan

    Spektofotometer UV-Vis

    Labu ukur 100 ml

    Labu ukur 10 ml (7 buah)

    Pipet volume 10 ml

    Magnetig stirrer (hot plate)

    Gelas beker

    Mengambil 5gram tepung pisang untuk

    masing-masing suhu (800C, 900C, 100C)

    Kemudian dimasukkan kedalam

    spektrofotometer

    Hasil yang didapatkan berupa tabel tingkat

    kecerahan warna, warna tak tampak dan warna

    tampak.

  • 40

    b. Bahan yang digunakan

    Tepung pisang

    D-Glukosa

    Fenol

    H2SO4 pekat

    Aquadest

    c. Cara kerja

    1. Timbang 2 gram sampel tepung pisang, kemudian masukkan

    kedalam gelas beker 100 ml dan tambahkan aquadest 50 ml

    lalu diaduk selama 1 jam.

    2. Timbang 5 gram fenol kemudian larutkan dalam aquadest

    sampai volume 100 ml.

    3. Larutkan 5 mg D-glukosa, dengan aquadest sampai volume 50

    ml kemudian buatlah seri kadar larutan standart dengan

    mengambil masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 4,0 ml; 8,0

    ml; dan 1,0 ml dari larutan stok glukosa ke dalam labu ukur 10

    ml.

    4. Ambil masing-masing 2 ml larutan standart yang telah dibuat

    dan masukkan kedalam tabung reaksi kemudian tambahkan 2

    ml larutan fenol dan 10 ml H2SO4 pekat.

    5. Lakukan inkubasi terhadap larutan tersebut selama 5 menit

    pada temperatur 90C dan dinginkan pada suhu kamar.

    6. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.

  • 41

    7. Lakukan prosedur yang sama seperti prosedur diatas hanya

    larutan standart diganti dengan sampel cair.

    Menimbang 2 gram sampel tepung pisang, kemudian memasukkan

    kedalam gelas beker 100 ml dan menambahkan aquadest 50 ml

    lalu mengaduk selama 1 jam

    Menimbang 5 gram fenol kemudian melarutkan dalam aquadest

    sampai volume 100 ml

    Mengmbil masing-masing 2 ml larutan standart yang telah

    dibuat dan memasukkan kedalam tabung reaksi kemudian

    menambahkan 2 ml larutan fenol dan 10 ml H2SO4 pekat

    Melakukan inkubasi terhadap larutan tersebut selama 5 menit

    Melarutkan 5 mg D-glukosa, dengan aquadest sampai volume 50 ml

    kemudian membuat seri kadar larutan standart dengan mengambil

    masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 4,0 ml; 8,0 ml; dan 1,0 ml dari

    larutan stok glukosa ke dalam labu ukur 10 ml

    Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm

    Melakukan prosedur yang sama seperti prosedur diatas hanya

  • 42

    3.4.5. Analisis kadar lemak total

    a. Bahan yang digunakan

    Tepung pisang

    N-heksan

    Kertas saring

    b. Alat yang digunakan

    1 set Shoxletasi

    Evaporator Buchi

    Alat gelas

    Timbangan analitik

    c. Cara kerja

    1. Sampel ditimbang masing-masing 5 gram.

    2. Membungkus sampel dengan kertas saring.

    3. Sampel yang sudah dibungkus kemudian disoklet.

    4. Setelah disoklet, kemudian sampel dimasukkan ke dalam

    evaporator.

    5. Keluar dari evaporator, sampel ditimbang.

  • 43

    Menimbang sampel masing- masing 5 gram

    Membungkus sampel dengan kertas saring

    Mensoklet sampel yang sudah dibungkus

    Memasukkan sampel ke dalam evaporator

    Menimbang sampel

  • 44

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1.HASIL PENELITIAN

    Dari penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:

    a. Hasil uji analisis % kekeringan pada tepung pisang

    Tabel 4.1 Hasil uji analisis % kekeringan

    SAMPEL%

    KEKERINGANKONSENTRASI ASAM SITRAT

    SUHU PENGERINGAN

    3% 80 0C 7.20%4% 80 0C 6.40%5% 80 0C 6.60%3% 90 0C 6.60%4% 90 0C 7.00%5% 90 0C 6.40%3% 100 0C 6.20%4% 100 0C 6.60%5% 100 0C 6.40%

    Grafik 4.1 Hubungan suhu pengeringan terhadap % kekeringan

    5,60%

    5,80%

    6,00%

    6,20%

    6,40%

    6,60%

    6,80%

    7,00%

    7,20%

    7,40%

    80 c 90 c 100 c

    % K

    EKER

    ING

    AN

    SUHU PENGERINGAN

    HUBUNGAN SUHU PENGERINGAN PEMBUATAN TEPUNG PISANG TERHADAP % KEKERINGAN

    asam sitrat 3%

    asam sitrat 4%

    asam sitrat 5%

    44

  • 45

    Dari grafik di atas menunjukkan bahwa hasil tepung pisang yang

    didapatkan memiliki persen kekeringan tepung pisang yang sangat bervariasi

    dengan rata-rata persen kekeringan yang diperoleh berkisar antara 6.2% sampai

    7.2 %, sedangkan persen kekeringan yang dipersyaratkan untuk tepung pisang

    kepok putih adalah 6.2% -8.4%. Jadi dapat disimpulkan persen kekeringan tepung

    pisang yang dihasilkan masih berada di ambang persen kekeringan yang

    dipersyaratkan dan apabila dirata - ratakan semakin tinggi suhu pengeringan

    tepung pisang semakin turun kadar air yang terkandung dalam tepung pisang

    tersebut.

    b. Hasil uji analisis warna menggunakan spektrofotometer UV- visible

    1. Grafik uji analisis light (kecerahan) pada spektrofotometer UV-visble

    Grafik 4.2 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat kecerahan.

    Pada grafik uji analisis light (kecerahan) pada spektrofotometer UV-visible

    didapatkan hasil tingkat kecerahan tepung pisang antara 110.59 -119.72.

    Hal ini membuktikan bahwa tingkat kecerahan tepung pisang yang

    110

    112

    114

    116

    118

    120

    122

    0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%

    LIG

    HT

    % ASAM SITRAT

    HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP TINGKAT KECERAHAN

    80c90c100c

  • 46

    didapatkan mendekati white atau putih, karena white terletak pada titik

    100. Dapat dismpulkan semakin besar asam sitrat yang di berikan pada

    masing-masing perlakuan suhu pengeringan, maka didapatkan tingkat

    kecerahan yang tinggi pula atau mendekati white dan pada suhu

    pengeringan 100 0C merupakan tingkat kecerahan yang paling baik.

    2. Grafik uji analisis warna tak tampak pada spektrofotometer UV-visible.

    Grafik 4.3 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat ordinat

    warna tak tampak

    Pada grafik hubungan antra konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat warna tak

    tampak dapat kita lihat bahwa warna tak tampak pada tepung pisang yang

    dihasilkan bergerak dari arah warna merah ke arah warna hijau, karena

    apabila nilai warna tak tampak semakin negatif maka warna tak tampak

    semakin bergerak kearah hijau, tetapi apabila warna tak tampak lebih

    positif maka warna tak tampak bergerak ke arah merah. Jadi, dapat

    disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi asam sitrat yang

    diberikan, maka warna tak tampak menuju ke warna hijau.

    -2-1,8-1,6-1,4-1,2

    -1-0,8-0,6-0,4-0,2

    0

    0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%

    war

    na ta

    k ta

    mpa

    k

    konsentrasi asam sitrat

    HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP WARNA TAK TAMPAK

    80c90c100c

  • 47

    3. Grafik uji analisis warna tampak pada spektrofotometer UV-visible.

    Grafik 4.4 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat ordinat

    arah warna tampak

    Pada grafik hubungan antra konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat warna

    tampak dapat kita lihat bahwa warna tampak pada tepung pisang yang

    dihasilkan bergerak dari arah warna biru ke arah warna kuning, karena

    apabila nilai warna tampak semakin negatif maka warna tampak semakin

    bergerak ke arah biru, tetapi apabilah warna tampak lebih positif maka

    warna tampak bergerak ke arah kuning. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

    semakin banyak konsentrasi asam sitrat yang diberikan, maka warna

    tampak menuju ke warna kuning dan dapat disimpulkan juga bahwa

    warnah tepung yang kita hasilkan adalah kearah warna kuning, karena

    nilai warna tampak lebih besar dari nilai warna tak tampak yang

    didapatkan.

    c. Hasil uji analisis lemak total pada tepung pisang dengan metode shoxletasi-

    grafimetri

    -25

    -20

    -15

    -10

    -5

    0

    0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%

    WAR

    NA

    TAM

    PAK

    KONSENTRASI ASAM SITRAT

    HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP ORDINAT ARAH WARNA TAMPAK

    80c90c100c

  • 48

    Tabel 4.2 Hasil uji lemak total metode shoxletasi-grafimetri

    SAMPELKADAR

    LEMAK TOTALKONSENTRASI ASAM SITRAT

    SUHU PENGERINGAN

    3% 80 0C 1.33 %4% 80 0C 2.91 %5% 80 0C 0.90 %3% 90 0C 1.48 %4% 90 0C 6.01 %5% 90 0C 0.78 %3% 100 0C 2.81 %4% 100 0C 3.19 %5% 100 0C 2.17 %

    Grafik 4.5 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar lemak total

    Dari grafik hubungan suhu pengeringan dan kadar lemak total,

    diketahui bahwa pada variasi suhu (800C, 900C,1000 ) didapatkan nilai lemak

    total tepung pisang sangat bervariasi, mulai dari 0,78% -6.01%, sedangkan

    nilai lemak total yang dipersyaratkan pada tepung pisang adalah 0.8%. Jadi

    dapat kita simpulkan bahwa pada variasi 5% asam sitrat dan suhu

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    80c 90c 100c

    Kada

    r Le

    mak

    Tot

    al

    HUBUNGAN ANTARA SUHU PENGERINGAN TERHADAP KADAR LEMAK TOTAL

    asam sitrat 3%

    asam sitrat 4%

    asam sitrat 5%

  • 49

    pengeringan 900C merupakan variasi yang nilai lemaknya memenuhi kadar

    lemak yang dipersyaratkan pada tepung pisang

    d. Hasil uji analisis karbohidrat total pada tepung pisang dengan metode

    spektrofotometer UV/UV-VIS

    Tabel 4.3 Hasil uji karbohidrat total metode spektrofotometer UV/UV-VIS

    SAMPEL KADAR KARBOHIDRAT

    TOTALKONSENTRASI ASAM

    SITRATSUHU PENGERINGAN

    3% 80 0C 18.31 %4% 80 0C 19.02 %5% 80 0C 18.61 %3% 90 0C 18.71 %4% 90 0C 18.63 %5% 90 0C 18.61 %3% 90 0C 18.28 %4% 90 0C 18.74 %5% 90 0C 18.13 %

    Grafik 4.6 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar karbohidrat total

    17,6

    17,8

    18

    18,2

    18,4

    18,6

    18,8

    19

    19,2

    80c 90c 100c

    KAD

    AR K

    ARBO

    HID

    RAT

    TOTA

    L

    HUBUNGAN ANTARA SUHU PENGERINGAN DAN KADAR KARBOHIDRAT TOTAL

    asam sitrat 3%

    asam sitrat 4%

    asam sitrat 5%

  • 50

    Pada grafik hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar

    karbohidrat total didapatkan nilai rata- rata tepung pisang per variasi suhu

    sebagai berikut, pada suhu 80 0C rata- rata kadar karbohidratnya adalah

    8.65%, pada suhu 90 0C adalah 8.64, dan pada suhu100 0C adalah 18.38.

    Dari grafik tersebut dapat di simpulkan bahwa semakin tinggi suhu

    pengeringan maka semakin kecil pula kadar karbohidrat yang terdapat pada

    tepung pisang tersebut.

    4.2. PEMBAHASAN

    Dari penelitian yang kami lakukan dapat dibahas sebagai berikut,

    bahwa dalam penelitian ini kami menggunakan buah pisang kepok sebagai

    bahan pembuatan tepung pisang. Pisang kepok sangat potensial untuk

    dikembangkan, karena di Indonesia pisang kepok muda untuk didapatkan dan

    juga muda untuk di kembangbiakan. Pisang kepok memiliki karbohidrat yang

    tinggi sehingga dapa menjadi bahan pengganti dan pisang ini juga sebagai

    sumber pro vitamin A. Untuk mendapatkan hasil tepung pisang yang

    memiliki kualitas tinggi kami mencoba dengan memvariasikan kosentrasi

    asam sitrat dan juga suhu pengeringan. Konsentrasi asam sitrat yang kami

    pakai adalah 3%, 4%, dan 5%, sedangkan variasi suhu yang kami pakai

    adalah suhu 80 0C, 90 0C, dan 100 0C.

    Pada proses pembuatan tepung pisang suhu pengeringan yang kami

    gunakan adalah80 0C, 90 0C, dan 100 0C, setelah itu untuk mengetahui kadar

    air yang ada pada tepung pisang yang kami hasilkan kami melakukan uji

    analisis kekeringan tepung pisang, didapatkan hasil % kekeringan yang cukup

    stabil antara 6.2% - 7.2%, hal ini masih di ambang % kekeringan yang

  • 51

    dipersyaratkan yaitu 6.2% - 8.4%. Pada uji kekeringan ini didapatkan adanya

    penurunan % kekeringan pada setiap variable suhu yang diperlakukan, karena

    semakin besar suhu pengeringan maka semakin kecil juga % kekeringan yang

    didapatkan, ini disebabkan pada proses pengeringan yang suhunya semakin

    tinggi maka tepung pisang itu semakin mendekati kondisi optimal

    kekeringannya, karena air yang ada dalam pisang itu sudah teruapkan

    sempurna pada proses pengeringan awal pembuatan tepung pisang. Sehingga

    dapat disimpulkan bahwa kadar air pada tepung pisang berbanding lurus

    dengan suhu pengeringan.

    Pada proses pembuatan tepung ini kami juga menginginkan tepung

    pisang yang meiliki kualitas warna yang baik, sehingga kami melakukan

    perlakuan awal sebelum potongan- potongan pisang ini di keringkan di dalam

    oven, yaitu dengan melakukan perendaman menggunakan asam sitrat.

    Penggunaan asam sitrat ini bertujuan untuk mencegah proses browning pada

    pisang, dengan penambahan asam sitrat ini dapat menurunkan PH dan

    nantinya dapat menghambat proses pencoklatan enzimatis. Setelah

    menggunakan asam sitrat ini maka untuk mengetahui hasil yang didapatkan

    kami melakukan uji warna spektrofotometer UV- Visible, didapatkan hasil

    warna yang bervariasi dari beberapa konsentrasi asam sitrat yang di berikan.

    Pada tingkat kecerahan atau light setelah melakukan pengamatan pada setiap

    konsentrasi asam sitrat dan suhu didapatkan pada suhu 100 0C tingkat

    kecerahan yang mendekati putih semua dibandingkan dengan suhu yang lain,

    dan kami juga mengamati pada konsentrasi asam sitrat 5% didapatkan tingkat

    kecerahan yang paling tinggi dibandingkan pada konsentrasi 3% dan 4%.

  • 52

    Sehingga kami dapat menyimpulankan bahwa semakin besar konsentrasi

    asam sitrat maka semakin tinggi tingkat kecerahannya, karena asam sitrat ini

    bekerja untuk menghambat proses pencoklatan pada pisang.

    Pada ordinat warna yang didapatkan adalah Putih kekuning- kuningan,

    pada suhu 100 0C dan konsentrasi 5% merupakan kondisi ordinat warna yang

    paling bagus karena mendekati ke warna putih, tetapi pada konsentrasi asam

    sitrat rendah dan suhu rendah maka warna yang didapatkan mendekati biru

    seperti pada suhu 80 0C dengan konsentrasi asam sitrat 3%. Sehingga

    semakin besar konsentrasi asam sitrat semakin putih tepung pisang yang

    didapatkan. Perbedaan warna pada tepung pisang ini dipengaruhi oleh

    beberapa faktor diantaranya : konsentrasi asam sitrat yang di berikan pada

    proses pengeringan, suhu pada proses pengeringan, tingkat kematangan buah

    pisang, dan lama pengovenan. Beberapa faktor inilah yang mempengaruhi

    proses warna pada tepung pisang yang dihasilkan. Cara yang dapat dilakukan

    untuk memperbaiki warna ini dengan cara perendaman menggunakan asam

    sitrat agar proses browning dapat dicegah dan tepung pisang yang dihasilkan

    lebih putih.

    Dari grafik hubungan suhu pengeringan dan kadar lemak total,

    diketahui bahwa pada variasi suhu (80 0C, 90 0C,100 0C) didapatkan nilai

    lemak total tepung pisang sangatlah bervariasi, mulai dari 0,78% -6.01%,

    sedangkan nilai lemak total yang di persyaratkan pada tepung pisang adalah

    0.8%. Pada variasi konsentrasi asam sitrat 5% dan suhu pengeringan 90 0C,

    merupakan tepung pisang yang memiliki kadar lemak total yang paling

    sedikit. Kandungan lemak pada tepung pisang tergolong sangat kecil.

  • 53

    Winarno(2002), mengatakan bahwa lemak dan minyak terdapat pada hampir

    semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dan

    minyak merupakan sumber energi yang efektif dibanding dengan karbohidrat

    dan protein, maka lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting

    untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Bahkan lemak dan minyak sering

    ditambahkan dengan sengaja pada bahan makanan dengan berbagai tujuan

    (menambah kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan). Tetapi,

    apabila ingin digunakan untuk bahan pengganti nasi untuk pengidap diabetes,

    tepung pisang memiliki kadar lemak yang rendah yang seharusnya dipilih.

    Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa perlakuan perbedaan asam sitrat maupun

    suhu pengeringan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karena

    perbedaan konsentrasi asam sitrat maupun suhu pengeringan pada dasarnya

    hanya untuk menginaktifkan enzim untuk mencegah reaksi pencoklatan,

    sehingga tidak sampai berdampak pada perubahan kadar lemak suatu produk.

    Uji karbohidrat total dilakukan untuk mengetahui kadar karbohidrat total

    dalam tepung pisang yang dihasilkan. Hal ini penting dilakukan agar nilai

    karbohidrat pada hasil penepungan pisang dikatahui. Pada data uji

    kandungan kadar karbohidrat menggunakan spektrofotometer UV/UV-VIS,

    didapatkan bahwa nilai kandungan karbohidrat pada tepung pisang semakin

    tinggi suhu pengeringan nilai kandungan karbohidrat semakin menurun. Hal

    ini disebabkan oleh semakin tinggi suhu pengeringan, maka kadar karbohidrat

    akan rusak oleh panas. Maka dari itu kadar karbohidratnya semakin rendah

  • 54

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian yang kami lakukan dapat ditarik

    kesimpulan sebagai berikut:

    1. Pada uji kekeringan tepung pisang yang memiliki kadar air yang

    rendah yaitu pada tepung pisang yang suhu pengeringan

    pembuatannya pada suhu 100 0C.

    2. Dari Percobaan yang dilakukan dengan variasi suhu pengeringan,

    diketahui bahwa semakin tinggi suhu pengerinagan tepung pisang maka

    kadar air yang terdapat pada tepung pisang semakin sedikit.

    3. Pada uji warna dengan spektrofotometer UV-Visible warna yang

    lebih bagus bahan baku yang direndam dengan asam strat 5% dan

    suhu pengeringan 1000C.

    4. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi konsentrasi asam

    sitrat, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam sitrat

    warna yang dihasilkan akan semakin kekuning-kuningan menuju

    putih.

    5. Hasil uji lemak total pada tepung pisang, menunjukkan bahwa nilai

    kadar lemak total pada tepung pisang variasi asam sitrat 5 % suhu

    pengeringan 90 0C yang berada di nilai lemak yang dipersyaratkan.

    54

  • 55

    6. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi konsentrasi asam

    sitrat dan suhu pengeringan, diketahui bahwa variasi tersebut tidak

    mempengaruhi kondisi lemak total di tepung pisang tersebut

    karena lemak dan minyak selalu ada didalam jenis makanan untuk

    sebagai pemberi rasa dan bau.

    7. Dari hasil uji kadar karbohidrat total yang dilakukan terhadap

    tepung pisang dapat diketahui bahwa didapatkan kadar

    karbohidrat yang relative konstan, pada variasi 4% asam sitrat dan

    suhu pengeringan 80 0C didapatkan kadar karbohidrat yang paling

    besar.

    8. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi suhu pengeringan,

    diketahui bahwa semakin tinggi suhu pengeringan kadar

    karbohidrat rata-rata yang dihasilkan akan semakin berkurang,di

    akibatkan suhu yang tinggi akan merusak karbohidrat dalam

    tepung pisang.

    9. Dari hasil penelitian kualitas tepung pisang dapat disimpulkan

    bahwa untuk mendapatkan warna yang baik harus menggunakan

    asam sitrat yang tinggi dan suhu pengeringan yang tinggi, tetapi

    hal ini dapat berdampak pada hilangnya karbohidrat dan lemak.

    10. Pada penelitian ini proses pencegahan terjadinya browning

    menggunakan asam sitrat, karena asam sitrat terbuat dari sari jeruk

    yang tidak menyebabkan penyakit kanker pada tubuh manusia.

  • 56

    5.2. Saran

    Saransaran yang dapat diberikan untuk penelitian

    selanjutnya adalah :

    1. Penggunaan bahan baku pisang jenis lain untuk pembuatan

    tepung pisang.

    2. Dalam penelitian ini belum dilakukan uji logam yang terkandung

    dalam tepung pisang yang dihasilkan.

    3. Disarankan untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut, agar

    dapat diketahui berbagai keuntungan pembuatan tepung pisang

    pada masa yang akan datang.

  • 57

    DAFTAR PUSTAKA

    Almatsir,S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Anwar, F. 2003. Pisang Membuat Otak Segar. Depkes RI. Verified 6 Juli 2005.

    (http://depkes.qo.id)Atang. 1988. Serba - serbi Tanaman Pisang dalam Kumpulan Kliping Pisang.

    Halaman : VII. Bali Pos. Pusat Informasi Pertanian Trubus. Trubus. Jakarta.

    Cahyadi. W . 2006. BahanTambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.Deman, J. M. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Penerjemah K.Padmawinata.

    ITB-Press. Bandung.Departemen Pertanian. 2009. Standar Operasional Prosedur Pengolahan

    Tepung Pisang. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. JakataHasibuan, R. 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library 6..Satuhu, Suyanti dan Ahmad. 2002. Pisang, Budidaya, Pemanenan dan

    Pengolahannya. Penebar Swadaya. JakartaSudarmadji, S, B. Haryanto dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan

    Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.Taib, G. G, Said, S, Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan

    Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Taringan. P.1983.Kimia Organik Bahan Makanan. Alumni.Bandung. Widjanarko, S.B. 1991. Biokimia Pangan. Program Pasca Sarjana. Universitas

    Brawijaya. MalangWinarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.------------------. 2004. Kerusakan Bahan Pangan dan Pencegahannya.

    Gramedia. Jakartawww.google.comwww.wikipedia.com

  • 58

    LAMPIRAN PERHITUNGAN

    A. Pembuatan larutan asam sitrat untuk perendaman1. Larutan 3% asam sitrat dalam 1000 ml aquadest

    Asam sitrat yang dibutuhkan :

    x 1000 = 30 gram

    2. Larutan 4% asam sitrat dalam 1000 ml aquadestx 1000 = 40 gram

    3. Larutan 5% asam sitrat dalam 1000 ml aquadest x 1000 = 50 gram

    B. Perhitungan % kekeringan pada tepung pisang1. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 80 C

    % kekeringan :

    . x 100% = 7.2%

    2. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 80 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.4%

    3. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 80 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.6 %

    4. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 90 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.6%

    5. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 90 C

  • 59

    % kekeringan :

    . x 100% = 7%

    6. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 90 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.4%

    7. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.2%

    8. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.6%

    9. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :

    . x 100% = 6.4%

  • 60

    RANGKAIAN ALAT PEMBUATAN TEPUNG PISANG

    1. PENIMBANGAN ASAM SITRAT

    2. MEMBUAT LARUTAN ASAM SITRAT

    3. PENIMBANGAN PISANG MENTAH

    4. PEMOTONGAN PISANG MENJADI TEBAL 1 CM

    5. PERENDAMAN PISANG DENGAN LARUTAN ASAM SITRAT

  • 61

    6. SETELAH DI RENDAM PI KERINGKAN AIR NYA DENGAN DI SARING

    7. SETELAH ITU DI OVEN

    8. SETELAH KERING DI GRINDER

  • 62

    9. SETELAH ITU DI DAPATLAH TEPUNG PISANG DAN DI SCRENING

    10. DAN DIDAPATKANLAH TEPUNG PISANG DENGAN MESE YANG DI SYARATKAN

    11. SETELAH ITU DI UJI KEKERINGANNYA, WARNA, DAN KADAR KARBOHIDRAT SERTA LEMAK TOTAL.

  • 63

  • 64

  • 65

  • 66

  • 67

  • 68

    judul.pdfisi.pdf