LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

26
i LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENELITI I PUTU RASMADI ARSHA PUTRA, SH., MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2015

Transcript of LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

Page 1: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

i

LAPORAN PENELITIAN

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER

YANG MENGAKIBATKAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENELITI

I PUTU RASMADI ARSHA PUTRA, SH., MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2015

Page 2: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

ii

Page 3: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

iii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, kerena

berkat Anugrahnya sehingga pelaksanaan kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan lancar

dan semstinya sesuai dengan rencana dan jadwal yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian ini, dituangkan dalam bentuk laporan yang Berjudul

“PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT” Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak

terlepas dari bantuan dn kerjasama dari para pihak diantaranya :

1. Tim Peneliti yang telah meluangkan banyak waktu dalam pelaksanaan penelitian

ini.

2. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, yang

tidak dapat diungkapkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa kegiatan dan laporan Penelitian ini jauh dari sempurna, akan

tetapi diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik kalangan

akademis maupun praktisi yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan yang dikaji

dalam penelitian ini.

Denpasar, Agustus 2015

Tim Peneliti

Page 4: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ……………………………….. ……… ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iv

I. PENDAHULUAN ..…………………….……………………………………….. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………... 5

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………………….………………… 9

IV. METODE PENELITIAN ……………………………………………………..... 10

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………….. 12

VI. SIMPULAN DAN SARAN ………..………………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

v

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai lembaga pengemban amanat UU No 5 tahun 1999, KPPU berkewajiban

untuk memastikan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Indonesia.

Untuk tujuan tersebut KPPU periode pertama (2000-2005) telah meletakan lima program

utama, yakni pengembangan penegakan hukum, pengembangan kebijakan persaingan,

pengembangan komunikasi, pengembangan kelembagaan dan pengembangan sistem

informasi. Dalam periode 2006-2011 kelima program tersebut tetap menjadi program KPPU,

tetapi penekananan lebih dilakukan terhadap dua fungsi utama KPPU yaitu melakukan

penegakan hukum persaingan dan memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah terkait

dengan kebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No 5 tahun 1999.

Fungsi penegakan hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan

persaingan berupa perilaku bisnis yang tidak sehat. Sementara proses pemberian saran

pertimbangan kepada Pemerintah akan mendorong proses reformasi regulasi menuju

tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di seluruh sektor ekonomi. Selama ini, baik

dalam proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan Pemerintah, seringkali

ditemui bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya berbagai praktek persaingan usaha

tidak sehat di beberapa sektor. Memperhatikan perkembangan ini, maka kebijakan persaingan

menempati prioritas utama KPPU ke depan melalui program regulatory reform, dengan

bentuk upaya internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam setiap kebijakan

Pemerintah.

Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam

kebijakan Pemerintah, KPPU selama ini memainkan perannya dengan senantiasa melakukan

regulatory assessment dalam perspektif persaingan usaha, terhadap berbagai kebijakan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah ataupun lembaga regulator. Hasil dari aktivitas tersebut

kemudian disampaikan kepada Pemerintah atau lembaga regulator melalui proses advokasi

dan harmonisasi kebijakan. Dalam hal inilah maka sebagian besar program KPPU senantiasa

disinergikan dengan program-program Pemerintah di sektor ekonomi.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

vi

Dalam beberapa tahun terakhir, dalam kerangka sinergi program KPPU dengan

agenda Pemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan di sektor yang

memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektor yang memiliki

keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi, energi, kesehatan dan

transportasi. KPPU juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagai kebijakan

tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsi yang berdampak

buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertanian sampai saat ini masih

menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya.

Penetapan sektor-sektor Prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran KPPU

dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalam gilirannya akan

menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pada akhirnya, melalui kegiatan-kegiatan utama tersebut, KPPU memberikan andil

dalam pembangunan perekonomian nasional, dengan meminimalkan hambatan persaingan

dalam bentuk hambatan bagi inovasi pelaku usaha dan hambatan bagi efektifitas dunia usaha

itu sendiri, baik dalam bentuk private restraint maupun government restraint. Upaya KPPU

untuk mendorong reformasi kebijakan sektor-sektor pelayanan publik, infrastruktur serta

review terhadap tataniaga komoditas pertanian akan sejalan dengan program Pemerintah

untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, proses

harmonisasi kebijakan persaingan yang dilakukan KPPU diharapkan mampu mempertegas

fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun badan

regulator sektoral.

Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan

efektifitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan terjamin

adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar, menengah dan kecil.

Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri

sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan

demikian, maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum persaingan dan implementasi

kebijakan persaingan yang efektif akan menjadi pengawal bagi terimplementasinya sistem

ekonomi pasar yang wajar, yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat

Indonesia.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

vii

Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU telah dijalankan selama beberapa

tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari

masyarakat mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 % dari kasus

yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan tender. Fakta tersebut

menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih banyak diwarnai

perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakan-tindakan anti

persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan

kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang.1

Berbagai kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan

kolusi di Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah. Keadaan

yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan penggunaan sumber

daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kinerja industri

dan perkembangan ekonomi.

Dalam konteks persaingan inilah, KPPU menjalankan fungsinya sebagai pengawas

yang menelusuri pembuktian dugaan persekongkolan yang terjadi pada setiap tahapan proses

pengadaan. Berkaitan dengan upaya penciptaan iklim usaha yang sehat di bidang pengadaaan

barang dan jasa, KPPU berusaha mengetahui sejauh mana kebijakan yang ada telah sesuai

dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terutama terhadap aspek pemberian

kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha. Persekongkolan sering terjadi dalam

tender-tender pemerintah. Untuk menghindari persekongkolan vertikal terus berlangsung,

pihak KPPU sudah memberikan masukan pada pemerintah agar berhati-hati dalam

pelaksanaan tender, juga dalam persyaratan tender. Harus hati-hati, jangan sampai mengarah

ke pelaku usaha tertentu.

1 http://hukum-peraturan.blogspot.com/(diakses 18 Desember 2010)

Page 8: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

viii

1.2 Rumusan Masalahan

Berdasarkan pemaparan singkat dalam latar belakang masalah tersebut diatas, maka

dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah Dampak Persekongkolan

Dalam Tender Yang Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Page 9: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

ix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Banyak sarjana yang mengemukakan pandangannya tentang hukum dan tujuan

pemberlakuannya di masyarakat. Hubungan hukum dan masyarakat tidak pernah dapat

dipisahkan karena berinterdependensi satu sama lain. Untuk menganalisis data yang

dikumpulkan guna menjawab permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka penelitian ini

menggunakan teori Economic Analysis of Law yang dikembangkan oleh Richard Posner.

Paling tidak ada tiga keuntungan menggunakan teori Economic Analysis of Law, yaitu: 2

1. Ilmu ekonomi membantu para sarjana hukum dalam memperoleh suatu perspektif dari

luar disiplin ilmu mereka.

2. Pada tingkat normatif, ilmu ekonomi membantu menjelaskan konflik-konflik nilai

dengan menunjukkan berapa banyak satu nilai, khususnya efisiensi, harus dikorbankan

untuk mencapai nilai yang lain.

3. Pada tingkat analisis positif, ilmu ekonomi memberikan kontribusi untuk pemahaman

yang mendasari alasan-alasan keputusan hukum tertentu.

Pendekatan ekonomi pada hukum pertama kali diperkenalkan kurang lebih 40 tahun

yang lalu oleh Ronald H. Coase yang menulis tentang Biaya Sosial (The Problem of Social

Cost) dan Guido Calabresi yang membahas tentang Perbuatan Melawan Hukum (torts) pada

awal tahun 1960-an. Analisis ekonomi diterapkan secara sistematis pada masalah-masalah

hukum yang tidak berhubungan sama sekali dengan pengaturan masalah-masalah ekonomi.

Selanjutnya pendekatan ini benar-benar menjadi teori dalam ilmu hukum setelah Posner

menerbitkan bukunya yang berjudul Economic Analysis of Law pada tahun 1986.3

Posner memahami ilmu ekonomi sebagai ilmu pilihan yang dibuat oleh aktor-aktor

rasional dan mempunyai kepentingan diri sendiri di dunia dimana sumber daya (resources)

terbatas.4 Analisis mikro ekonomi modern mendalilkan bahwa aktor-aktor rasional akan

2 Nick Hanley, Jason F. Shogren, dan Ben White, Environmental Economics: In Theory and Practice, (New York: Plgrave

Macmilan, 1997), h. 24-26, dalam Riyatno, “Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”, h. 14.

3 Jeffrey L. Harrison, Law and Economics, (USA: West Publishing Co, 1995), h.1 dalam Hikmahanto Juwana, “Analisa

Ekonomi Atas Hukum Perbankan”, Hukum dan Pembangunan, Nomor 1-2 Tahun XXVIII, 1998, h. 84. 4 Richard A. Posner, The Economics of Justice, (Cambridge:Harvard University Press, 1981), h. 1, dalam Riyatno,

“Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”, h. 3-4.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

x

berusaha memaksimalkan kesejahteraan mereka dari ketersediaan sumber daya yang terbatas.

Posner mengasumsikan bahwa orang adalah pemaksimal rasional kepuasan mereka,5 dan

berupaya menerapkan asumsi ini dan disiplin ilmu ekonomi yang dibangun atas dasar asumsi

tersebut kepada bidang hukum. Apabila rasionalitas tidak dibatasi secara tegas terhadap

transaksi pasar, maka konsep-konsep yang dibangun oleh ahli ekonomi untuk menjelaskan

market behavior dapat digunakan juga untuk menjelaskan non market behavior.6

Dasar dari Economic Analysis of Law adalah gagasan efisiensi dalam alokasi sumber

daya. Posner mendefinisikan efisiensi dengan mengatakan, “...that allocation of resources in

which value is maximated”. Posner berupaya menggunakan teori ekonomi untuk

merekonstruksi transaksi pasar dalam situasi dimana pertukaran terjadi secara tidak sukarela.

Economic Analysis of Law mempunyai unsur baik positif maupun normatif. Walaupun Posner

menegaskan bahwa karyanya tersebut menekankan analisis positif, unsur normatif juga ada

sebagai suatu teori bagaimana hukum seharusnya. Posner menganut normative directive

bahwa hukum seharusnya mempromosikan efisiensi. Aspek normatif dari Economic Analysis

of Law berpendapat bahwa ”social wealth maximization” merupakan sasaran yang berguna.

Pemerintah seharusnya menciptakan suatu sistem untuk melindungi hak-hak tersebut.

Posner menggambarkan analisis ekonomi dari hukum sebagai teori hukum, akan

tetapi analisis ekonomi tersebut juga dapat dipandang sebagai teori keadilan ketika dia

mengatakan bahwa ”the most common meaning of justice is efficiency”. Posner memahami

efisiensi ekonomi sebagai konsep etika, dan walaupun Posner menyadari bahwa ”there is

more to justice than economics”, Para ahli ekonomi menghadapi suatu permasalahan ketika

mencoba membandingkan tingkat kepuasan antar individu. Mereka belum menentukan alat

untuk mengukur kepuasan relatif guna menetapkan kapan seseorang mendapatkan kepuasan

lebih dari urusan sosial-politik negara tertentu dengan alokasi khusus sumber daya atas pihak

lain. Tanpa upaya semacam ini, para ahli ekonomi tidak dapat menentukan kapan individu-

individu dalam masyarakat memperoleh kepuasan yang lebih besar dan oleh karenanya, tidak

dapat menganjurkan perubahan yang akan mengakibatkan agregat kepuasan yang lebih besar.

Kesulitan dalam menentukan kapan satu urusan negara superior daripada urusan yang lain

dalam hal kepuasan terbesar bagi individu-individu dalam masyarakat memerlukan introduksi

5 Richard A. Posner, h Op. cit., h. 14-15. 6 Ibid, h. 2.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xi

Pareto criteria. Posner mendefinisikan ”a Pareto-superior transaction as one that makes at

least one person...better off and no one worse off” (tidak ada orang dapat dibuat lebih baik

lagi tanpa membuat seseorang lain lebih buruk lagi)7.

Dalam teorinya, Posner mengganti konsep Kaldor-Hicks (nama dua ahli ekonomi

Inggris) yang dia rujuk sebagai ”potential Pareto superiority: the transaction would only be

Pareto superior if the transacting parties compensated third parties for any harm suffered by

them”.8 Konsep Kaldor-Hicks didasarkan atas kemungkinan memberikan kompensasi

individu-individu yang dihilangkan dari sumber daya atau dirugikan oleh pihak lain,9 tidak

mempersoalkan apakah suatu realokasi sumber-sumber akan menyebabkan seseorang tertentu

akan menjadi lebih buruk, melainkan apakah manfaat bagi masyarakat secara menyeluruh

telah diperbesar. Realokasi sumber-sumber disebut efisiensi, jikalau mereka yang mendapat

alokasi, memperoleh cukup untuk dapat secara penuh mengkompensasi mereka yang

kehilangan alokasi, meskipun tidak diharuskan adanya kompensasi yang sesungguhnya.

Berdasarkan konsep Kaldor-Hicks, maka kompensasi diasumsikan untuk dibuat tanpa biaya

terkait. Ini merupakan gagasan efisiensi Kaldor-Hicks yang digunakan Posner dalam teorinya.

Kerangka teori adalah alur pemikiran secara garis besar atau butir-butir pendapat

mengenai suatu peristiwa dan permasalahan yang menjadi bahan perbandingan di dalam suatu

penelitian ilmiah. Dalam melihat sejauh mana pelaksanaan dari competition policy di

Indonesia, maka perlu dilihat institusi yang paling berwenang dalam penyelenggaraan

kebijakan persaingan tersebut, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).10

KPPU didirikan pada tanggal 7 Juni 2000 merupakan institusi independen yang

bertugas untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.11

Sebagai suatu institusi yang

masih relatif baru, KPPU harus berusaha untuk menunjukkan eksistensinya dengan dukungan

sumber daya yang relatif masih serba terbatas.

Salah satu indikator yang cukup penting dalam melihat aspek kemampuan

(affordability) adalah adanya persaingan di dunia usaha menyebabkan perusahan perusahaan

7 Richard A. Posner, Economic Analysis of Law…, Op. Cit. h. 14. 8 Ibid, h. 14-15 9 Jules Coleman, “Economic and the Law: A Critical Review of the Foundations of the Economic Approach to Law”,

Ethics, Vol. 94, 1984, h. 649 dan 651 dalam Riyatno, “Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”, h. 17. 10 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 11 Ibid

Page 12: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xii

yang ada di indonesia memutar otak untuk bersaing mendapatkan konsumen dalam dunia

usahanya. Salah satunya dengan cara melakukan persekongkolan dalam tender yang dapat

menimbulkan suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Biasanya permasalahan ini sering

terjadi dalam proyek-proyek Pemerintah. Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)

dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat alam usaha

memenangkan tender proyek tersebut, persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang

terjadinya monopoli orang atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan

dengan pemerintah dan pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Hal ini merupakan

salah satu tantangan dari KPPU dalam melaksanakan peranannya dalam mengawasi

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xiii

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan dan pemahaman di

bidang keilmuan, tepatnnya ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu

sebagai proses) dalam penggaliannya atas kebenaran dibidang obyeknya masing-masing, yang

dalam penelitian ini memfokuskan pada bidang Hukum persaingan bisnis.

Tujuan Khusus

Sehubungan dengan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus yang ingin dicapai

lebih lanjut dari penelitian ini adalah mengetahui dampak hukum persekongkolan dalam

tender yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan proposal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian di bidang ilmu hukum, khususnya

persaingan usaha

Manfaat Praktis

Bahwa penulisan ini dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti

dan diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pihak atau pembaca terutama yang

bergelut dalam hukum perdata serta mendorong penyusunan untuk lebih giat berusaha

melakukan penelitian dalam bidang ilmu hukum. Selain itu hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai masukan kepada pemerintah serta penegak hukum, dan menjadi pedoman

pengetahuan masyarakat.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xiv

BAB IV

METODE PENULISAN

4.1 Jenis Penelitian

Penyusunan penelitian ini memperguanakan jenis penelitian normative, “Penelitian

hukum normative disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian hukum acapkali

hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in

books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas”12

Peraturan perundang-undangan yang menjadi

objek penelitian adalah Undang undang Nomor UU No 5 tahun 1999.

4.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan

perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan perbandingan (comparative Approach)

dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach).

Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.

13 Pendekatan perbandingan (comparative Approach) pendekatan perbandingan dilakukan

dengan mengadakan studi perbandingan hukum.14

pendekatan konseptual (Conceptual Approach) beranjak dari pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan-pendekatan tersebut

dipergunakan dalam penelitian ini, mengingat adanya karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu

sui gerneris, yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu jenis tersendiri.15

12 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 4 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.118 13 Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 96 14 Ibid, h. 132. 15 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2008, Argumentasi Hukum, Cet 3, Gaja Mada Universiti Press,

Yogyakarta, h.1

Page 15: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xv

4.3 Sumber Bahan Hukum

Sebagai karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka dipergunakan bahan

hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Bahan hukum yang dipakai terdiri dari

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat” 16

Jika ditinjau dari

sumber hukum nasional, maka bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Nomor UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangan

usaha tidak sehat.

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan

hukum primer. Contohnya buku, artikel, laporan penelitian dan berbagai karya tulis ilmiah

lainnya. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah berupa

buku-buku literature, karya ilmiah/pendapat para sarjana dan artikel yang erat kaitannya

dengan bahasan yang dibahas dalam permasalahan.

4.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis

normative, artinya mengacu pada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-

undangan, yurisprudensi, serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17

4.5 Teknik Analisa Bahan Hukum

Dalam menganalisa bahan hukum yang diperoleh dipergunakan teknik analisa bahan

hukum dengan teknik evaluasi. Teknik evaluasi yakni penelitian berupa tempat atau tidak

tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah, oleh peneliti terhadap suatu

pandangan, proporsi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan

primer maupun dalam bahan hukum sekunder.

16 Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 113 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1979, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di Dalam Penelitian Hukum, Pusat

Dokumentasi UI, Jakarta, h. 18

Page 16: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xvi

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persekongkolan Dalam Tender Yang Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sistem perekonomian masa kini yang mengglobal dan sangat terintegrasi

memberikan peluang dan masalah bagi bangsa Indonesia. Secara umum, kekayaan sumber

daya alam Indonesia dan dimensi pasarnya menjanjikan sejumlah keunggulan dalam

persaingan global, investasi asing dan pasar ekspor. Namun perkembangan perekonomian

dunia yang semakin kompleks telah menimbulkan persaingan yang ketat dalam perdagangan

internasional, baik perdagangan barang maupun jasa. Berbagai praktik untuk memenangkan

persaingan sering dilakukan oleh para pelaku bisnis diberbagai negara di dunia termasuk

dengan menggunakan praktik-praktik perdagangan yang tidak sehat (unfair trade practices).

Terdapat adagium bahwa transakasi perdagangan termasuk perdagangan

internasional harus dilakukan secara „fair‟ diantara semua pihak yang bertransaksi. Oleh

karena itu jika suatu pihak ternyata tidak „fair‟ maka pihak yang tidak „fair‟ tersebut pantas

menerima sanksi. Karena praktik dagang yang tidak „fair‟ ini akan dapat mengakibatkan

timbulnya hambatan dalam arus perdagangan.Pada tahun 1999 Negara Republik Indonesia

mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Monopoli dalam Undang-undang ini diartikan sebagai

penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu

oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau

sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan

kesempatan kepada orang lain untuk ikut ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai suatu hak

istimewa (previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga

akan menciptakan penguasaan pasar. Pengertian monopoli dalam Black’s Law Dictionary

“Monopoly is a previlege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies,

consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade,

Page 17: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xvii

manufacture a particular article, or control the sale of the wholesupply of a particular

commodity.18

Monopoli dapat pula terjadi karena memang dikehendaki oleh hukum, sehingga

timbullah apa yang disebut sebagai monopoly by the law. Dalam UUD 1945 juga dibenarkan

adanya monopoli jenis ini, yaitu dengan memberi hak monopoli oleh negara untuk menguasai

bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi

yang menyangkut hajat hidup orang banyak.Sistem ekonomi Pancasila yang ada di Indonesia

mencoba untuk menghilangkan ciri-ciri negatif yang terkandung dalam sistem liberalisme dan

sosialisme. Dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat dilihat ciri positif yang hendak dicapai dalam

sistem perekonomian kita. Hal ini dapat dilihat realisasinya dalam penguasaan yang dilakukan

oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bidang-bidang tertentu yang menyangkut

hajat hidup orang banyak dan mempunyai nilai strategis.

Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ini, para pengusaha

harus lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian yang berhubungan dengan penguasaan

pasar dan menentukan kerja sama dalam penanganan suatu proyek tertentu terlebih apabila

lagi proyek tersebut berasal dari suatu tender yang dilakukan oleh suatu perusahaan besar.

Sebelum dikeluarkannnya UU Nomor 5 Tahun 1999, sering kali terjadi dimana dalam suatu

tender proyek besar dilakukan dengan tidak transparan, artinya sebelum tender dilakukan

telah diketahui siapa yang bakal menjadi pemenang tender, walaupun pelaksanaan tender itu

tetap dilaksanakan dengan beberapa peserta tender, hal ini mengakibatkan pelaku usaha yang

bergerak dalam bidang pemborongan proyek tersebut merasa diperlakukan tidak jujur

(unfair). Keadaan ini dapat terjadi karena adanya persekongkolan (conspiracy) diantara

pemberi borongan dan atau pelaku usaha pemborongan tersebut.

Persekongkolan yang dilarang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

adalah mencakup persekongkolan untuk mengatur pemenang tender atau tindakan bid rigging

(Pasal 22), persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang yang

dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan (Pasal 23), dan persekongkolan untuk

menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya

18 Perancang Muda, Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI)

Page 18: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xviii

dengan tujuan agar barang dan atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta

terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (Pasal 24).

Persekongkolan dalam tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disebut juga

dengan istilah bid rigging. Bid rigging adalah praktek anti persaingan yang bisa terjadi

diantara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan pesaing dalam suatu lelang.19

Secara sederhana bid rigging dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan yang menyamarkan

adanya persaingan untuk mengatur pemenang dalam suatu penawaran lelang (tender) melalui

pengelabuan harga penawaran.

Dengan berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan dalam tender (bid

rigging) seperti tersebut di atas jelas sangat dilarang berdasarkan Pasal 22, yang berbunyi

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

sehat.”Pengawasan terhadap tindakan persekongkokal tersebut di atas diatur dalam Pasal 30

UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut

KPPU), KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintahan serta pihak lain dan juga mempunyai kekuasaan legislatif, yudikatif, dan

eksekutif. KPPU inilah yang menentukan apakah pelaku usaha bersekongkol untuk

memenangkan tender sehingga mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat , dan juga

memberikan putusan sebagai akibat dipenuhinya unsur melanggar Pasal 22 UU Nomor 5

Tahun 1999 tersebut. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara

bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang

dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti

perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli,

predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian

dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

19 Arie Siswanto, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Ghia Indonesia Jakarta,h. 45.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xix

2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui

pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang

dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau

menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang segala bentuk cara persekongkolan

oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan tujuan mengatur atau menentukan pemenang

suatu tender. Hal itu jelas perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainya.

Sebab sudah inherent dalam istilah „tender‟ bahwa pemenangnya tidak dapat diatur

melainkan siapa yang melakukan bid yang baik dialah yang menang.20

Karena itu segala

bentuk persengkongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender dapat

mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan Pasal 22 dari

UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud tender adalah tawaran untuk mengajukan harga

untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk

mengadakan suatu jasa. Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengasumsikan

bahwa persekongkolan terjadi diantara para pelaku usaha, dengan demikian penerapan

ketentuan tersebut harus menyepakati dua kondisi, yaitu pihak-pihak tersebut harus

berpartisipasi, dan harus menyepakati persekongkolan.

Persekongkolan ini ditujukan untuk mengakibatkan tender kolusif, artinya para

pesaing sepakat untuk mempengaruhi hasil tender demi kepentingan salah satu pihak dengan

tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran pura-pura.21

Manipulasi tender

adalah kesepakatan antara para pihak agar pesaing memenangkan suatu tender.22

Kesepakatan

ini dapat dicapai oleh satu atau lebih peserta tender yang sepakat menahan diri untuk tidak

mengajukan penawaran atau oleh para peserta tender yang menyepakati satu peserta dengan

dengan harga lebih rendah dan kemudian menawarkannya di atas harga perusahaan yang

direncanakan (dan dinaikkan). Proses pelelangan dirancang untuk meningkatkan keadilan dan

20 Munir Fuady, 2000, Hukum Anti-Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya Bakti, Bandung:, h. 85. 21 A.M. Tri Anggraini, Op.cit. h. 303. 22 Bank Dunia Washington D.C., dan OECD Paris, Kerangka Rancangan dan Pelaksanaan Undang-undang dan Kebijakan

Persaingan, h. 28.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xx

menjamin bahwa harga yang serendah mungkin yang diterima. Manipulasi harga dalam suatu

tender akan menghancurkan proses kompetitif ini. Kasus ini sering terjadi atas proyek-proyek

pemerintah.23

Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pemerintah telah

menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam usaha memenangkan tender proyek tersebut,

persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau perusahaan

tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan pada gilirannya

merugikan masyarakat umum. Mekanisme manipulasi dalam tender sangat beragam dan

bervariasi, tetapi umumnya termasuk dalam kategori berikut ini:24

1. tekanan penawaran. Satu atau lebih pesaing setuju menahan diri untuk tidak mengikuti

tender atau untuk menarik penawaran yang telah diajukan sebelumnya agar

perusahaan lain dapat memenangkan pelelangan itu. Pihak-pihak dalam kesepakatan

secara administratif atau melalui pengadilan dapat menantang penawaran perusahaan-

perusahaan yang bukan merupakan pihak dalam kesepakatan atau dengan cara lain

berupaya mencegah mereka mengikuti lelang, misalnya dengan menolak untuk

mensuplai bahan-bahan atau surat penawaran untuk sub kontrak.

2. penawaran pelengkap. Perusahaan-perusahaan yang bersaing sepakat diantara mereka

sendiri siapa yang seharusnya memenangkan lelang dan kemudian setuju bahwa yang

lainnya akan mengajukan harga-harga penawaran yang pura-pura tinggi untuk

menciptakan penampilan persaingan yang bersemangat, atau perusahaan-perusahaan

yang kalah dapat mengajukan harga-harga kompetitif tetapi disertai dengan syarat-

syarat lain yang tidak dapat diterima.

3. rotasi penawaran. Para pesaing bergiliran menjadi pemenang lelang, sedangkan yang

lain mengajukan harga yang tinggi.

Persengkongkolan tender terjadi apabila pesaing menyepakati mempengaruhi hasil

tender untuk kepentingan salah satu pihak, dengan cara tidak mengajukan penawaran atau

mengajukan penawaran yang pura-pura saja, dengan penawaran harga tertinggi yang

terkoordinasi, yang mengharap bahwa kontrak diberikan kepada penawar yang memasukkan

penawaran tertinggi. Perilaku tersebut biasanya didasarkan pada harapan bahwa pihak yang

23 Ibid. 24 Munir Fuady , Op.Cit. h. 7

Page 21: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxi

tidak mengikuti tender bersangkutan akan mendapatkan giliran pada tender yang akan datang

berdasarkan kegiatan kolusif yang dilakukan. Tender kolusif biasanya bermaksud untuk

meniadakan persaingan harga dan menaikkan harga. Oleh karena itu, hambatan hukum untuk

memulai penyelidikan hal ini berbeda, yaitu bahwa dalam persekongkolan antara pelaku

persaingan usaha harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi terjadinya

pembatasan kebebasan bertindak pihak luar kartel dan/atau pihak lawan dalam pasar, dan

dalam persekongkolan antara pembeli dan pemasok pun harus ditegaskan tentang

kemungkinan yang cukup bagi pembatasan peluang terciptanya pasar para pesaing dari pelaku

usaha yang menyebabkan hal tersebut. Persyaratan-persyaratan inilah yang selalu ada dalam

persekongkolan untuk mencapai tender kolusif.

Kegiatan persekongkolan dalam tender yang mengakibatkan persaingan usaha yang

tidak sehat merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persekongkolan

tersebut terjadi bilaman ada kerjasama antara dua orang atau lebih dalam rangka

memenangkan peserta tender tertentu. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur

dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat. Hal tersebut unsur-unsur dalam persekongkolan tender dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Pelaku Usaha Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan

berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

2. Bersekongkol merupakan kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak

lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta

tender tertentu. Unsur lainnya dapat berupa :

a. kerjasama antara dua pihak atau lebih

b. secara terang-terangan mapun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian

dokumen dengan peserta lain

c. membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan

Page 22: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxii

d. menciptakan persaingan semu

e. menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan

f. tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau

sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur

dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu

g. pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait

secara langsung mapun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti

tender dengan cara melawan hukum.

3. Pihak lain Persekongkolan tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti dilakukan dengan

pihak lain. Pihak lain di sini adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang

melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta dan atau subjek

hukum lainnya yang terkait dengan tender tertentu.

4. Mengatur dan atau Menentukan Pemenang Tender Maksud dari unsur ini ialah suatu

perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang

bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan atau untuk

memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau

penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan

kriteria pemenang, persayaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan

sebagainya.

5. Persaingan Usaha Tidak Sehat Yaitu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalakan

kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan

cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengelompokkan persekongkolan tender sebagai Pasal

yang menggunakan pendekatan Rule of Reason. Dalam pendekatan Rule of reason

pelanggaran pasal terjadi bila terdapat akibat yang merugikan pesaing, menghambat

persaingan dan kepentingan umum. Pembuktian dalam hal ini meliputi :

a. ada tidaknya pelanggaran

b. akibat pelanggaran itu yang berupa akibat ekonomis yang dapat berupa

kerugian pada pesaing, persaingan, dan konsumen.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwasanya dalam indikasi persekongkolan

tender harus dibuktikan ada tidaknya kerugian atau keberatan dari pelaku usaha lain. Artinya

Page 23: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxiii

setelah pengumuman pemenang tender tidak terdapat sanggahan dari peserta lain maka

peserta lain dianggap menerima. Sebelumnya Peserta pemilihan penyedia barang/jasa yang

merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya, dapat

mengajukan surat sanggahan kepada pengguna barang/jasa apabila ditemukan :

a. penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam

dokumen pemilihan penyedia barang/jasa;

b. rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat;

c. penyalahgunaan wewenang oleh panitia/pejabat pengadaan dan/atau pejabat

yang berwenang lainnya;

d. adanya unsur KKN di antara peserta pemilihan penyedia barang/jasa;

e. adanya unsur KKN antara peserta dengan anggota panitia/ pejabat pengadaan

dan/atau dengan pejabat yang berwenang lainnya.

Persekongkolan dalam tender ini menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dapat berdampak buruk bagi konsumen antara lain :

a. Konsumen membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya

b. Barang dan atau jasa yang diperoleh sering kali lebih rendah dari yang akan

diperoleh apabila tender dilakukan secara jujur

c. Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh

kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender.

d. Nilai proyek menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan oleh pihak-

pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek

pemerintah yang pembiayaannya melalui APBN, maka persekongkolan

tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi baiay tinggi.

Yang penting dari dampak tersebut ialah pada pengadaan barang dan atau jasa

pemerintah, indikasi persekongkolan yang terjadi dalam evaluasi dan penetapan pemenang

lelang maka harga penawaran peserta yang terendah dan menguntungkan bagi negara justru

tidak dimenangkan. Padahal tujuan awal ialah memperoleh pemenang lelang dengan harga

penawaran terendah dengan kualitas bagus dan menguntungkan negara

Page 24: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxiv

PENUTUP

6.1 Simpulan

Persekongkolan dalam tender atau dikenal dengan bid rigging adalah praktek anti

persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan

pesaing dalam suatu lelang. Dimana Persekongkolan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak

lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Persekongkolan yang marak terjadi belakangan ini

merupakan persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki akses ke

pemerintahan. Hal ini mengakibatkan semakin tidak terkendalikannya praktik Korupsi,

Kolusi, Nepotisme (KKN). Ini merupakan tugas berat bagi Komisi Pengawasan Persaingan

Usaha (KPPU) dalam eksistensinya mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

6.2 Saran

Perlunya peran ekstra dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalam

eksistensinya mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam menanggulangi

permainan persekongkolan dalam tender terutama yang terjadi di proyek pemerintahan, dan

perlunya kerjasama KPPU dengan instansi terkait seperti Polisi dan KPK dalam

pelaksanaannya

Page 25: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxv

DAFTAR PUSTAKA

Black, Henry Campbell. Black Law Dictionary: 6th ed. St. Paul, Minnesotta: 1990.

Bank Dunia Washington D.C., dan OECD Paris, Kerangka Rancangan dan

Pelaksanaan Undang-undang dan Kebijakan Persaingan.

Fuady, Munir. Hukum Anti-Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Jeffrey L. Harrison, Law and Economics, (USA: West Publishing Co, 1995), hal.1

dalam Hikmahanto Juwana, “Analisa Ekonomi Atas Hukum Perbankan”, Hukum dan

Pembangunan, Nomor 1-2 Tahun XXVIII, 1998.

Jules Coleman, “Economic and the Law: A Critical Review of the Foundations of the

Economic Approach to Law”, Ethics, Vol. 94, 1984, hal. 649 dan 651 dalam Riyatno,

“Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”.

Nick Hanley, Jason F. Shogren, dan Ben White, Environmental Economics: In Theory

and Practice, (New York: Plgrave Macmilan, 1997), hal. 24-26, dalam Riyatno,

“Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”.

Nusantara, Abdul Hakim Garuda dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan

Undang-undang Anti Monopoli: Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, yakarta,

2005

Richard A. Posner, The Economics of Justice, (Cambridge:Harvard University Press,

1981), hal. 1, dalam Riyatno, “Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER …

xxvi