LAPORAN PENELITIAN PEMBERIAN PAKAN DENGAN ...
Transcript of LAPORAN PENELITIAN PEMBERIAN PAKAN DENGAN ...
LAPORAN PENELITIAN
PEMBERIAN PAKAN DENGAN KOMBINASI YANG BERBEDAUNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS
(Channa striata Blkr)
Oleh :Rukmini
NIP. 19650407 199203 2 002
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS PERIKANAN
BANJARBARU2013
2
KATA PENGANTAR
Atas berkat dan rahmat Allah SWT laporan penelitian yang berjudul
”Pemberian Pakan dengan Kombinasi yang Berbeda untuk Pertumbuhan
Benih Ikan Gabus (Channa striata Blkr)” ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
banyak membantu dalam penelitian ini sehingga laporan penelitian ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis sangat mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan dalam penyusunan laporan penelitian ini. Akhirnya penulis
berharap semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua
amin.
Banjarbaru, Juli 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………....... iii
DAFTAR ISI………………………………………………………................. iv
DAFTAR TABEL...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
A. Ikan Gabus................................................................................ 4
B. Makanan.......................................................................... ........... 7
C. Pertumbuhan..............................................................................8
D. Konversi Makanan...................................................................... 9
E. Kualitas Air .................................................................................. 9
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..........................................13
A. Tujuan Penelitian ......................................................................13
B. Manfaat Penelitian ....................................................................13
IV. METODE PRAKTIK.......................................................................... 14
A. Waktu dan Tempat....................................................... .............14
B. Alat dan Bahan.......................................................................... 14
C. Manajemen Penelitian .............................................................. 15
D. Metode Penelitian....... .............................................................. 16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 21
A. Pertumbuhan Relatif................................................................... 21
B. Laju Pertumbuhan Spesifik ........................................................ 23
C. Konversi Pakan ......................................................................... 29
D. Mortalitas ................................................................................... 31
4
Halaman
E. Kualitas Air........................................................................ ........... 32
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 35
A. Kesimpulan.................................................................................... 35
B. Saran............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37
LAMPIRAN............................................................................................. .... 40
5
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rerata Berat Awal, Berat Akhir Pertambahan Berat dan LajuPertumbuhan Relatif (%) Benih Ikan Gabus (Channa striata Blkr).......22
2. Rerata Panjang Awal, Panjang Akhir Pertambahan Panjang dan LajuPertumbuhan Relatif (%) Benih Ikan Gabus (Channa striata Blkr)........24
3. Rerata Total Makanan, Pertambahan Berat, dan Konversi MakananBenih Ikan Gabus (Channa striata Blkr) dari Masing-masingPerlakuan ....................................................................................... .. 30
4. Mortalitas Rata-rata Individu Benih Ikan Gabus (Channa striata Blkr).. 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ikan Gabus (Channa striata Blkr)............................................ 5
2. Tata Letak Unit Pemeliharaan …………………………………. 17
3. Grafik Pertumbuhan Berat Relatif (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-masing Perlakuan ……………………………………… 23
4. Grafik Pertumbuhan Panjang Relatif (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-masing Perlakuan ……………………………………… 25
5. Grafik Pertumbuhan Berat Spesifik (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-masing Perlakuan ……………………………………… 27
6. Grafik Pertumbuhan Panjang Spesifik (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-masing Perlakuan ……………………………………… 28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Foto Kegiatan Penelitian......................................................... 40
6
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Potensi pengembangan lahan basah di Kalimantan Selatan cukup
besar. Antara lain perairan laut 3.034.687 ha, perairan umum 1.000.000 ha,
areal budidaya tambak 82.800 ha dengan panjang pantai 1.331,091 km
(Kotot, 1999). Hal ini menjadikan Kalimantan Selatan kaya akan ikan-ikan
lokal yang bernilai ekonomis cukup tinggi yang belum dibudidayakan dan
produksinya yang terbatas tergantung pada musim-musim penangkapan.
Salah satu hasil dari perairan umum (rawa, sungai dan danau) yang
tergolong ikan komersial dan digemari oleh masyarakat Kalimantan Selatan
adalah ikan Gabus (Channa striata Blkr) yang pada akhir-akhir ini
keberadaan benih dan induk ikannya cenderung berkurang. Hal ini
dikarenakan adanya usaha penangkapan yang berlebih dengan
menggunakan bahan-bahan beracun, bahan peledak dan accu strum serta
adanya perluasan daerah industri dan pemukiman penduduk. Saputra
(1988) menyatakan jika kegiatan penangkapan ikan di perairan umum terjadi
secara terus-menerus dengan tanpa mengendalikan aspek lingkungan maka
tidak mustahil produksi ikan pada perairan itu akan menurun dan pada
akhirnya bisa menjadi langka.
Ikan Gabus (Channa striata Blkr) mempunyai kemampuan hidup
tahan terhadap kadar O2 rendah dan tidak memerlukan air yang deras,
7
sehingga biaya operasionalnya akan lebih murah dan cocok dibudidayakan
oleh petani (Anonim, 1994).
Sumantadinata (1979) menyebutkan, ruang lingkup kegiatan
budidaya ikan mencakup pengendalian serta pengembangbiakan yang
bertujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik, lebih banyak dan lebih
tinggi daripada ikan itu dibiarkan hidup secara alami. Menurut Bardach et al
(1972), faktor penentu dalam keberhasilan usaha tersebut antara lain
ditentukan oleh kualitas air yang sesuai, kesuburan tanah dan ketersediaan
makanan.
B. Rumusan Masalah
Ikan gabus adalah jenis ikan yang bersifat karnivora. Makanan
utamanya berupa ikan-ikan kecil, cacing tanah dan hewan lainnya.
Mengingat bahwa makanan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan maka
perlu dicari jenis bahan makanan yang memenuhi sumber gizi, tepat dan
sesuai dengan sifat ikan tersebut. Selanjutnya selain faktor makanan, dalam
usaha budidaya juga memerlukan tersedianya bibit dalam jumlah yang
cukup dan tepat waktu serta mempunyai daya adaptasi yang kuat terhadap
lingkungan dimana sekarang ini masih dirasakan sulit untuk
mendapatkannya. Tjarmana dan Sukma (1984) menyatakan dalam usaha
budidaya, ada beberapa tahapan dalam pemeliharaan terutama untuk benih
ikan yang tergantung pada ukuran ikan yang ditebarkan dan lamanya waktu
pemeliharan. Benih ikan yang biasa dipanen setelah pemijahan adalah
benih ukuran 1 – 3 cm (umur benih ± 1 bulan), pada pendederan pertama
8
akan diperoleh benih ukuran 3 – 5 cm begitu seterusnya sampai ikan-ikan
tersebut menjadi ikan ukuran konsumsi atau calon induk.
Pada umumnya pakan yang diberikan untuk benih ikan berukuran
burayak (larva) masih berupa pakan alami seperti artemia, daphnia dan
moina. Kendala yang dihadapi adalah perlunya pembibitan massal pakan
alami yang memerlukan biaya yang mahal dan pengamatan yang serius
serta cermat. Untuk mengatasi kendala di atas, maka dalam penelitian ini
dicoba makanan pengganti berupa udang papay dan pakan udang yang
terlebih dahulu dihaluskan. Pakan-pakan tersebut sesuai dengan sifat ikan,
mudah untuk didapatkan serta mengandung protein yang cukup tinggi.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Gabus (Channa striata Blkr)
Taksonomi dan sistematik ikan gabus menurut Weber dan
Beaufort (1931) yang direvisi oleh Ng dan Lim (1990) didalam Kottelat
et al (1993) adalah :
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Labirynthici
Sub Ordo : Channoidei
Family : Channidae
Species : Channa striata Blkr
Weber dan Beaufort (1931) di dalam Saanin (1986)
menggambarkan ikan gabus sebagai berikut : Kepala simetris seperti ular
dan bersisik, sebelah depan agak gepeng dengan mulut lebar dan dapat
dijulurkan, langit-langit mulut memiliki dua baris gigi kecil dan runcing, badan
silindris, sirip punggung panjang dan bersatu serta berjari-jari lemah
sebanyak 37 – 43 buah, sirip dubur berjari-jari lemah sebanyak 21 – 27
buah, mempunyai labirin, sisik pada rusuk 52 – 57 lembar, berwarna hitam
dengan sedikit belang pada bagian gigi dan punggung, dan putih pada
bagian bawah.
10
Kottelat et al (1993) menyatakan bahwa ikan gabus pada sisi
badannya mempunyai pita warna berbentuk “<”, mengarah ke depan bagian
atas umumnya tidak jelas pada jenis dewasa. Tidak ada gigi berbentuk
taring pada vomer dan palatine. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Gabus (Channa striata Blkr)
Ikan gabus yang matang telur memijah pada tepi perairan yang
banyak terdapat tanaman air. Telur-telur tersebut kemudian dibuahi dan
warnanya berubah menjadi kuning terang berbentuk bulat transparan,
mengapung dan tidak melekat satu dengan yang lainnya. 1 – 2 hari setelah
dibuahi, telur yang baik akan berubah dari kuning menjadi kehitam-hitaman,
sedangkan yang rusak berwarna kuning keruh. Menurut Chen (1976) di
dalam Anonim (1983) pada hari ketiga atau keempat telur menetas menjadi
larva dengan stadia sebagai berikut :
a. Ukuran prolarva pada stadia hari 1 – 3 adalah berkisar antara 3,8 – 4,3
mm. Pada fase ini larva hanya memakan kuning telur.
11
b. 4 – 7 hari setelah penetasan ukuran berubah menjadi 4,2 – 5,1 mm,
warnanya masih tetap kecoklat-coklatan, tetapi mulai aktif mencari
makan.
Setelah fase atau stadia larva ini berakhir maka larva-larva tersebut
berubah menjadi anak-anak ikan yang kemudian berubah lagi menjadi ikan
muda dan akhirnya menjadi ikan dewasa, Anonim (1983). Ikan gabus
dewasa hidupnya di perairan yang agak dalam dengan air yang agak tenang
dan terlindung oleh tanaman air karena tanaman ini berfungsi sebagai
tempat pengintaian dari mangsanya. Ikan ini sering membenamkan dirinya
di dalam lumpur yang tebal, juga dapat memanfaatkan lubang pada tepi
saluran atau tepi perairan yang dibuat oleh hewan vertebrata lainnya untuk
menyembunyikan diri dan menunggu mangsanya. Menurut Kottelat et al
(1993) ikan gabus lebih menyenangi hidup di daerah rawa.
Daerah penyebaran ikan gabus di Indonesia meliputi Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi serta beberapa daerah lainnya dengan nama
yang berbeda sesuai dengan daerah dimana ikan tersebut ditemukan. Di
Sumatera disebut “rayong”, “deluk” di Banten, kemudian “Kapuran” di Jawa
Barat, dan Kalimantan disebut “haruan” (Anonim, 1975). Sedangkan
menurut Kottelat et al (1993) penyebaran ikan gabus meliputi Sunda,
Sulawesi, Maluku, India, Indochina, Srilangka, Philipina dan China. Dalam
perdagangan ikan gabus dikenal dengan nama snake head.
12
B. Makanan
Untuk menaikkan produksi ikan secara optimal perlu diberikan pakan
yang berkualitas tinggi, yang berarti bahwa pakan harus memenuhi
kebutuhan nutrisi atau kebutuhan gizi bagi ikan tersebut. Pakan merupakan
salah satu penunjang dalam perkembangbiakan ikan, dimana fungsi utama
pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Djajasewaka,
1985). Selanjutnya menurut Mudjiman (1994), agar kita dapat menyediakan
makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan
serta memenuhi syarat gizi dan pencernaan, maka perlu diberi makanan
buatan.
Untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang baik harus terus-
menerus diberikan pakan yang dapat dimakan oleh ikan baik pakan alami
atau buatan. Adapun jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan kepada
ikan erat hubungannya dengan ukuran dan banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti : suhu, ukuran ikan, kualitas air dan beberapa
faktor lain.
Yang dimaksud “udang papay” (ebi) adalah udang segar yang
telah mengalami perlakuan (perebusan, pembuangan kulit penggaraman)
dan dikeringkan dengan panas matahari atau alat pengering lainnya. Udang
kering (ebi) tersebut berdasarkan pengolahannya digolongkan menjadi 4
golongan jenis mutu (Anonim, 1989), yaitu :
1. Direbus dengan air garam, dikupas dan dikeringkan.
2. Direbus dengan air garam, dikeringkan dan dikupas.
13
3. Dikupas, direbus dalam air garam dan dikeringkan.
4. Dikeringkan dengan kulit tanpa direbus.
Yang termasuk udang papay atau rebon adalah semua jenis udang
yang kecil yang meliputi jenis-jenis udang Mysidaceae, Sergestidae dan
udang paneid yang post larvanya berwarna putih abu-abu atau kemerahan.
Sedangkan dalam penelitian ini digunakan udang papay dengan jenis mutu
no. 4 yakni dikeringkan dengan kulit tanpa direbus.
Nama Daerah : Udang papay
Indonesia : Udang rebon
Latin : Mysidaceae, Sergestidae, post larva paneid
Inggris : Mysids
Fungsi utama vitamin adalah untuk mempertahankan fungsi
berbagai jaringan tubuh, mempengaruhi pertumbuhan sel-sel baru dan
membantu dalam pembuatan zat-zat tertentu dalam tubuh (Djajasewaka,
1985). Pellet udang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari PT.
Gold Coin karena merupakan jenis makanan buatan yang banyak digunakan
baik untuk makanan udang maupun untuk makanan ikan. Pellet udang ini
mempunyai protein yang tinggi sehingga sangat baik digunakan pada
pertumbuhan benih ikan.
C. Pertumbuhan
Menurut Asmawi (1985), kecepatan pertumbuhan tergantung pada
sejumlah makanan yang dikonsumsikan, suhu, ruang dalam air dan faktor
14
lainnya. Zonneveld (1991) mengemukakan bahwa laju pertumbuhan akan
rendah dengan bertambahnya ukuran tubuh (umur), sehingga umur akan
mempengaruhi kebutuhan energi untuk pertumbuhan.
Dari sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan lebih kurang 10 %
saja yang digunakan untuk pertumbuhan atau menambah berat, sedangkan
selebihnya untuk tenaga atau memang tidak dapat dicerna. Oleh karena itu
pertumbuhan maksimal dapat dicapai jika makanan yang diberikan dapat
dikonsumsi dengan baik oleh ikan (Mudjiman, 1994)
D. Konversi Makanan
Nilai konversi makanan berguna untuk mengetahui kualitas
makanan yang diberikan baik atau tidak baik bagi pertumbuhan ikan
(Djajasewaka, 1985). Besar kecilnya konversi makanan merupakan hasil
dari jumlah makanan yang diberikan dengan pertambahan berat populasi
makanan dalam satu interval waktu. Makin kecil nilai konversi makanan
tersebut, maka tingkat efisiensi makanan tersebut baik. Sebaliknya bila nilai
konversi makanan besar, maka tingkat efisiensi makanan tersebut kurang
baik.
E. Kualitas Air
Menurut Boyd (1981) kualitas air untuk keperluan budidaya ikan
adalah setiap perubah (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan dan
kelangsungan hidup, perkembangbiakan, pertumbuhan dan produksi ikan.
15
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas air untuk kegiatan
usaha budidaya yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Suhu air
Suhu air yang rendah akan mempengaruhi pertumbuhan proses
metabolisme di dalam tubuh ikan, sehingga pada batas-batas suhu air
terendah kadang-kadang menyebabkan ikan tidak mau makan. Untuk ikan
yang berukuran kecil konsumsi makanan harus lebih banyak daripada ikan
yang berukuran besar, berhubungan dengan kecepatan metabolismenya
(Djajasewaka, 1985).
Suhu air yang optimum berpengaruh terhadap berbagai parameter,
seperti pertumbuhan, perkembangan, konversi makanan dan ketahanan
penyakit, suhu dapat mempengaruhi dalam batasan tertentu, dimana laju
metabolisme kebutuhan energi sebanding dengan konsumsi O2. Suhu air
merupakan faktor terpenting dalam pemberian makanan. Pada suhu tinggi
ikan akan mencerna lebih banyak makanan dimana konversi makanan
menjadi daging dibanding pada suhu rendah (Zonneveld, 1991). Shao
Wen Ling (1977) menyatakan suhu optimal untuk kehidupan ikan gabus
berkisar antara 26 – 30oC.
2. Kadar Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut sangat penting untuk kehidupan ikan dan hewan air
tawar lainnya. Apabila oksigen terlarut dalam air sangat rendah, maka
perairan tersebut tidak baik untuk kehidupan ikan dan makhluk lainnya.
Kandungan oksigen di perairan akan mempengaruhi kecepatan makan ikan
(Asmawi, 1983).
16
Ikan gabus masih dapat bertahan pada perairan yang kandungan
oksigennya rendah, yaitu kurang dari 5 ppm. Di Kalimantan Selatan, ikan
gabus umumnya hidup di rawa-rawa yang mempunyai kandungan oksigen
terlarut antara 2,0 – 3,7 ppm (Anonim, 1983).
3. Karbondioksida Terlarut (CO2)
Menurut Boyd (1982), ikan mempunyai toleransi yang baik terhadap
konsentrasi karbondioksida yang tinggi dalam air tetapi ikan akan
menghindar bila konsentrasi 5 ppm. Sebagian besar spesies-spesies ikan
tahan dalam air yang mempunyai kandungan CO2 sampai 60 ppm selama
beberapa hari dengan ketersediaan oksigen terlarut melimpah. Anonim
(1983), menyatakan ikan gabus akan hidup lebih baik jika perairan dengan
kandungan karbondioksida tidak lebih dari 12 mg/lt.
5. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Cholik dkk (1986), secara alami pH perairan dipengaruhi
oleh konsentrasi CO2 dan senyawa bersifat asam. Phytoplankton dan
tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses fotosintesa
sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun
pada malam hari.
pH air yang lebih rendah dari 5,0 menyebabkan penggumpalan
lendir pada ikan sehingga ikan akan mati lemas sedangkan pH yang lebih
tinggi dari 9,0 akan menyebabkan ikan tidak mempunyai nafsu makan
(Sumardi, 1980). Sedangkan Asmawi (1983), menyatakan ikan gabus di
alam hidup pada perairan yang pH nya berkisar antara 4,5 – 6,0 dan ada
juga yang hidup di perairan payau.
17
5. Nitrogen dalam bentuk Amonia (NH3)
Organisme perairan yang pada umumnya menggunakan protein
sebagai sumber energi menghasilkan amonia dalam metabolisme. Sumber
dari senyawa ini adalah ekskresi organik maupun timbunan organik. Amonia
merupakan hasil akhir metabolisme protein dan di sisi lain amonia
merupakan hasil akhir metabolisme protein (Zonneveld, 1991).
Cholik, dkk (1986), menyatakan konsentrasi NH3 yang tertinggi
biasanya terjadi setelah phytoplankton mati, kemudian diikuti dengan
penurunan pH karena konsentrasi CO2 meningkat. Sedangkan menurut
Anonim (1985), di daerah Kalimantan Selatan dimana banyak ditemukan
ikan gabus, kandungan amoniak berkisar antara 0,014 sampai 0,074 ppm,
pada keadaan ini ikan gabus masih dapat hidup walaupun mungkin
berpengaruh terhadap pertumbuhan.
18
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kombinasi pemberian pakan yang berbeda
terhadap pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata Blkr) yang
dipelihara.
B. Manfaat Penelitian
Informasi dari hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi semua pihak
yang berkaitan dengan kegiatan pembesaran ikan gabus, sehingga
diharapkan budidaya ikan gabus dapat berhasil dengan maksimal.
19
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kolam di Gambut Kabupaten Banjar.
Masa penelitian berlangsung lebih kurang 2,5 bulan.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Ikan Uji
Ikan uji dalam penelitian ini adalah benih ikan gabus yang
berukuran 2 cm ± 2 cm. Kepadatan ikan setiap hapa adalah 15 ekor/15
liter.
2. Pakan
Makanan yang diberikan pada ikan uji adalah makanan buatan
berupa udang papay cincang 100 % + 0 % pellet udang (tanpa bahan lain),
tepung udang papay 100 % + vitamin mix, tepung udang papay 25 % +
pellet udang 75 %, tepung udang papay 50 % + pelet udang 50 %, tepung
udang papay 75 % + pellet udang 25 % dan pellet udang 100 %. Untuk
pellet udang terlebih dahulu dihaluskan.
3. Wadah dan Air yang digunakan
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah hapa dengan
ukuran 60 x 30 x 30 cm, sebanyak 18 buah.
20
4. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, DO
meter, Thermometer, Timbangan (Triple beam balance), Blender, alat
pengukur panjang, serok, timah pemberat dan alat tulis.
C. Manajemen Penelitian
Pada hari pertama setelah ikan ditebar ikan-ikan diberi pakan.
Makanan yang diberikan adalah pakan uji yang sebelumnya telah di
aklimatisasi selama satu minggu. Sedangkan banyaknya makanan yang
diberikan berdasarkan atas pengamatan selama pemberian makanan
sampai ikan kelihatan kenyang yaitu ditandainya ikan meninggalkan
makanan. Frekuensi pemberian makanan pada burayak ikan adalah tiga
kali sehari yakni pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 07.30, siang hari pukul
12.00 – 12.30 dan sore hari pada pukul 17.00 – 17.30.
Apabila ada ikan gabus yang mati pada masa pemeliharaan satu
minggu pertama, maka ikan yang mati tersebut diganti dengan ikan gabus
yang berukuran sama sehingga dapat memperkecil error yang terjadi dan
tidak dicatat sebagai data mortalitas. Untuk mengetahui pertumbuhan dari
ikan yang dipelihara, maka setiap 10 hari dilakukan sampling terhadap
panjang total, yakni panjang yang diukur dari ujung yang terdepan bagian
kepala sampai batas ujung ekor serta dilakukan penimbangan berat dengan
menggunakan neraca empat lengan.
21
D. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental. Menurut Nazir
(1988), metode penelitian eksperimental adalah observasi di bawah kondisi
buatan (artificial condition), dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh
peneliti. Dengan demikian, penelitian eksperimental ini merupakan
penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek
penelitian.
1. Perlakuan dan Ulangan
Perlakuan yang diterapkan adalah variasi pemberian pakan yang
berbeda. Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan yaitu :
Perlakuan A : Pemberian pakan dari udang papay 100 % + 0 % pellet
udang (tanpa bahan lain)
Perlakuan B : Pemberian pakan tepung udang papay 100 % dengan
penambahan vitamin mix
Perlakuan C : Pemberian tepung udang papay 25 % + pellet udang 75 %
Perlakuan D : Pemberian tepung udang papay 50 % + pellet udang 50 %
Perlakuan E : Pemberian tepung udang papay 75 % + pellet udang 25 %
Perlakuan F : Udang papay 0 % + pellet udang 100 %
Untuk pellet udang terlebih dahulu dihaluskan dan mendapatkan
nilai dengan galat percobaan dan nilai tengah perlakuan, maka pada
masing-masing perlakuan dikenakan ulangan sebanyak tiga kali.
Penempatan perlakuan dilakukan dengan acak menurut Gomez dan
22
Gomez, 1984. Berdasarkan hasil pengacakan didapatkan bagan penelitian
seperti terlihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Tata letak unit pemeliharaan anak ikan gabus (Channa striataBlkr)
2. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
lengkap (RAL), dengan faktor tunggal yaitu makanan yang terdiri dari 6
perlakuan dan 3 ulangan. Sedangkan menurut Srigandono (1981) model
umum dari rancangan acak lengkap adalah :
Dimana :
Xij : angka pengamatan ke-i dan ulangan ke-j
x : nilai tengah dari seluruh perlakuan
xi : pengaruh perlakuan ke-i (merupakan selisih nilai tengah
perlakuan i dengan nilai tengah umum).
ij : error acak penyimpangan yang timbul secara acak yang diambil
oleh pengamatan ke-j dan perlakuan ke-j dan perlakuan ke-i
Xij = x + Xi + ij
D3
D1
D2
F1
F3
F2
C1
C2
C3
E2
E1
E3
A2
A3
A1
B1
B2
B3
23
i : perlkuan ke-i (1, 2, … i, …k) dari sejumlah K perlakuan.
j : ulangan ke-j (1, 2, …, j, …n) dari sejumlah n perlakuan.
3. Pengamatan
a. Pengamatan pertumbuhan meliputi panjang dan berat ikan uji.
b. Pengamatan mortalitas anak ikan uji dilakukan setiap hari dengan
parameter yang dianalisa dalam penelitian meliputi :
1. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), menurut Effendi, (1978)
perumusannya dinyatakan sebagai berikut :
dimana : h : Kecepatan Pertumbuhan Relatif
Wt : Berat akhir interval (g)
W0 : Berat awal interval (g)
2. Laju Pertumbuhan Spesifik
dimana Wt : Berat akhir ikan (g)
W0 : Berat awal ikan (g)
3. Mortalitas
dimana Nt : Jumlah ikan uji pada akhir penelitian
N0 : Jumlah ikan uji pada awal penebaran
Wt - W0
h = x 100 %W0
ln Wt - ln W0
LPS = x 100 %Jumlah hari
N0 - Nt
M (%) = x 100 %N0
24
4. Konversi Pakan
dimana :
k : konversi makanan
F : jumlah pakan yang diberikan pada populiasi di dalam plot (g)
W0 : Total berat awal populasi di dalam plot (g)
Wt : Total berat akhir populasi di dalam plot (g)
D : Total berat ikan yang mati di dalam plot (g)
Sebagai penunjang data dilakukan pengukuran terhadap kualitas air
yang menjadi media pemeliharaan, yang meliputi ; suhu, oksigen terlarut,
pH, CO2 dan NH3-N.
6. Analisa Data
Untuk pengujian hipotesis uji Analysis of Variance (ANOVA). Agar
kesimpulan yang diambil tidak meleset beberapa asumsi dasar harus
dipenuhi.
Menurut Steel dan Torrie (1989), asumsi dasar perlakuan itu adalah
1. Pengaruh perlakuan di lingkungan aditif.
2. Galat percobaan bersifat acak, menyebar normal di sekitar nilai tengah
nol dan ragam yang sama.
Untuk menguji apakah norma-norma di atas telah terpenuhi maka
data yang didapat (pertambahan panjang dan berat) diuji dengan perangkat
uji berikut :
1. Uji normalitas dengan prosedur Lilliefors (Nasoetion dan Barizi, 1985),
dengan kaidah pengujian sebagai berikut :
Fk =
(Wt + D ) – W0
25
2. Uji Homogenitas dengan prosedur Bartlett dengan kaidah pengujian
sebagai berikut :
Apabila data memenuhi asumsi-asumsi di atas, maka sebelum
dilakukan analisis ragam data, tetapi jika terjadi sebaliknya, data harus
ditransformasikan dahulu ( x ). Data yang telah memenuhi asumsi diatas,
maka dapat dianalisa keragamannya dengan Analisa Sidik Ragam
(ANOVA). Jika F hitung > F tabel 5 %, maka dilanjutkan dengan uji
lanjutan yaitu Tuckey Test (BNJ).
L (n), terima H0 , data normalJika L-hit
> L (n), terima H1 , data normal
X2 (1-) (k-1), terima H0 , data homogenJika X2-hit
> X2 (1-) (k-1), terima H1 , data tidak homogen
26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada aquarium di laboratorium basah,
pada hari ke-15 ternyata semua ikan uji terserang penyakit. Sehingga
penelitian dilaksanakan di kolam (dalam hapa). Hasil pengamatan dan
pengukuran selama 40 hari masa pemeliharaan terhadap objek penelitian
tentang uji coba enam variasi pakan terhadap pertumbuhan benih ikan
Gabus (Channa striata Blkr) yang dipelihara di dalam hapa. Data yang
didapat meliputi pertumbuhan, berat, pertumbuhan panjang, kelangsungan
hidup, konversi pakan serta data kualitas air sebagai data penunjang dalam
penelitian ini. Sebelum melakukan uji analisis keragaman, data terlebih
dahulu diuji kehomogenannya. Prosedur uji kehomogenan menggunakan uji
homogenitas ragam Bartlett dengan hipotesis data homogen apabila 2
hitung lebih kecil daripada 2 tabel.
A. Pertumbuhan Relatif
A.1. Berat
Data rerata pertumbuhan berat dan pertumbuhan relatif berat
individu benih ikan Gabus selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada
tabel 1. Masing-masing perlakuan menunjukkan kenaikan berat yang
berbeda-beda. Pertambahan berat tertinggi terlihat pada perlakukan B
(12,143 g), diikuti perlakuan A (11,343 g), kemudian perlakuan F (10,840
g), kemudian perlakuan D (10,307 g), kemudian perlakuan E (10,223 g) dan
terendah perlakuan C (9,990 g).
27
Tabel 1. Rerata Berat Awal, Berat Akhir Pertambahan Berat danLaju Pertumbuhan Relatif (%) Benih Ikan Gabus (Channastriata Blkr) Selama Masa Pemeliharaan
PerlakuanRerata Berat (g) Pertambahan
Berat (gr)LPR (%) LPS (%)Awal Akhir
A 1,027 12,270 11,343 1104,479 6,005
B 1,023 13,167 12,143 1186,999 6,185C 1,013 11,003 9,990 986,180 5,772D 1,023 11,410 10,387 1015,347 5,795E 1,003 11,227 10,223 1019,242 5,804F 1,010 11,850 10,840 1073,267 5,933
Dari Tabel 1 terlihat pertumbuhan relatif (%) rata-rata individu benih
ikan Gabus berkisar antara 986,180% – 1186,999%. Dimana pertumbuhan
relatif tertinggi terlihat pada perlakuan B (1186,999%), kemudian perlakuan
A (1104,479%), kemudian perlakuan F (1073,267%), kemudian perlakuan
E (1019,242%), kemudian perlakuan D (1015,347%) dan terendah pada
perlakuan C (986,180%).
Hasil uji kehomogenan dengan uji Homogenitas Ragam Bartlett
terhadap pertumbuhan relatif berat ikan Gabus menunjukkan bahwa data
homogen atau terima H0 karena 2 hitung = 7,4321 kurang dari 2 tabel 1%
= 9,21. Hasil analisis keragaman (ANOVA) pertumbuhan relatif berat
individu benih ikan Gabus menunjukkan Fhitung = 7,834 lebih dari dari Ftabel 1
% (5,06), yang berarti tolak H0 dan terima H1. Jadi perlakuan berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan relatif berat benih ikan Gabus. Kemudian hasil
uji lanjutan BNJ menunjukkan bahwa perlakuan B berbeda nyata dengan
D,C,E. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan
pertumbuhan relatif dapat dilihat pada grafik 3.
28
Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Berat Relatif (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-Masing Perlakuan
Dari grafik dapat dilihat bahwa masing-masing perlakukan dari
periode ke periode berikutnya selama masa pertumbuhan selalu meningkat,
hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan burayak ikan Gabus pada
percobaan B (1186,999%) yang diberi pakan berupa udang papay + vitamin
mix, kemudian perlakukan A (1104,479%) pakan udang papay 100 %,
kemudian F (1073,267%) diberi pakan udang papay 0% + pellet udang
100% , kemudian E (1019,242%) diberi pakan tepung udang papay 75% +
pellet udang 25%, kemudian perlakuan D (1015,347%) yang diberi pakan
tepung udang papay 50% + pellet udang 50% dan yang terendah pada
Perlakuan C (986,180%) diberi pakan tepung udang papay 25% + pellet
udang 75%. Data pertumbuhan berat (g), rata-rata awal dan akhir kenaikan
berat (gr), rata-rata laju pertumbuhan relatif (%) berat.
02 0 04 0 06 0 08 0 0
1 0 0 01 2 0 01 4 0 0
1 0 2 0 3 0 4 0H A R I K E -
PERT
UMBU
HAN
RELA
TIF
(%) A
BCDEF
29
A.2. Panjang
Tabel 2. Rerata Panjang Awal, Panjang Akhir, PertambahanPanjang dan Laju Pertumbuhan Relatif (%) Benih IkanGabus (Channa striata Blkr) Selama Masa Pemeliharaan
PerlakuanRerata Panjang (mm) Pertambahan
Panjang (mm)LPR(%) LPS(%)Awal Akhir
A 90,8 231,8 141,0 155,286 2,343
B 91,0 247,8 156,8 172,308 2,504C 90,6 204,1 113,5 125,276 2,030D 90,1 212,4 122,3 135,738 2,144E 91,6 217,6 126,0 137,555 2,163F 91,0 218,9 127,9 140,549 2,194
Dari Tabel 2 terlihat pertumbuhan relatif (%) rata-rata individu benih
ikan Gabus berkisar antara 986,180% – 1186,999%. Dimana pertumbuhan
relatif tertinggi terlihat pada perlakuan B (1186,999%), kemudian perlakuan
A (1104,479%), kemudian perlakuan F (1073,267%), kemudian perlakuan
E (1019,242%), kemudian perlakuan D (1015,347%) dan terendah pada
perlakuan C (986,180%).
Hasil uji kehomogenan dengan uji Homogenitas Ragam Bartlett
terhadap pertumbuhan relatif panjang ikan Gabus menunjukkan bahwa data
homogen atau terima H0 karena 2 hitung = 4,3163 kurang dari 2 tabel 1%
= 9,21. Hasil analisis keragaman (ANOVA) pertumbuhan relatif berat
individu benih ikan Gabus menunjukkan Fhitung = 0,1257 lebih kecil dari Ftabel
5 % (3,11). Jadi antara perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata.
Pertumbuhan relatif dapat dilihat pada Gambar 4.
30
020406080
100120140160180200
10 20 30 40
HARI KE-
PERT
UMBU
HAN
RELA
TIF
(%)
ABCDEF
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Relatif (%) Benih Ikan Gabuspada Masing-Masing Perlakuan
Dari grafik dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan dari
periode ke periode berikutnya selama masa pertumbuhan selalu meningkat,
hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pada perlakuan B (172,311%),
kemudian perlakukan A (155,285%), kemudian F (140,553%), kemudian E
(137,556%), kemudian perlakuan D (135,741%) dan terendah Perlakuan C
(126,258%). Pertumbuhan adalah suatu proses hayati yang terus menerus
terjadi di dalam tubuh ikan, pertumbuhan ini biasanya ditandai dengan
pertambahan berat badan dan panjang ikan (Djajasewaka, 1985).
Pemberian makanan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan relatif berat, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan relatif panjang. Pertumbuhan berat faktor utamanya adalah
ditunjang oleh asam amino (protein), sedangkan pertumbuhan relatif
panjang memerlukan zat kapur.
31
B. Laju Pertumbuhan Spesifik
B.1. Berat
Laju pertumbuhan spesifik (%) rata-rata individu ikan Gabus tertinggi
pada perlakuan B (6,185%), diikuti perlakuan A (6,005%), kemudian
perlakuan F (5,933%), kemudian perlakuan E (5,804%), kemudian
perlakuan D (5,795%) dan terendah pada perlakuan C (5,722%). Dari Tabel
2 terlihat pertumbuhan relatif (%) rata-rata individu benih ikan Gabus
berkisar antara 986,180% – 1186,999%. Dimana pertumbuhan relatif
tertinggi terlihat pada perlakuan B (1186,999%), kemudian perlakuan A
(1104,479%), kemudian perlakuan F (1073,267%), kemudian perlakuan E
(1019,242%), kemudian perlakuan D (1015,347%) dan terendah pada
perlakuan C (986,180%).
Hasil uji kehomogenan dengan uji Homogenitas Ragam Bartlett
terhadap pertumbuhan relatif berat ikan Gabus menunjukkan bahwa data
homogen atau terima H0 karena 2 hitung = 7,4953 kurang dari 2 tabel 1%
= 9,21. Hasil analisis keragaman (ANOVA) pertumbuhan relatif berat
individu benih ikan Gabus menunjukkan Fhitung = 0,9231 kurang dari Ftabel 5
% (3,11). Jadi antara perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata
terhadap pertumbuhan spesifik berat benih ikan Gabus. Untuk memberikan
gambaran yang jelas mengenai perbedaan pertumbuhan spesifik dapat
dilihat pada Grafik Gambar 5.
32
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Berat Spesifik (%) Benih Ikan Gabus padaMasing-Masing Perlakuan
Dari grafik dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan dari
periode ke periode berikutnya selama masa pertumbuhan dari hari ke-10
sampai ke-40 menurun. Adanya penurunan kecepatan pertumbuhan
spesifik ini di duga karena faktor luar yakni makanan dan lingkungan
perairan. Menurut Effendie (1997), untuk daerah tropik suhu perairan
berada dalam batas kisar optimum untuk pertumbuhan. Pada suhu
optimum apabila ikan tidak mendapat makanan maka ikan tidak dapat
tumbuh. Keberhasilan mendapatkan makanan akan menentukan
pertumbuhan. Selain itu kekeruhan perairan berpengaruh terhadap
pandangan ikan mencari makanan sehingga menyebabkan pertumbuhan
ikan terganggu.
B.2. Panjang
0
2
4
6
8
10
12
14
16
10 20 30 40
HARI KE-
PE
RT
UM
BU
HA
N S
PE
SIF
IK (
%)
ABCDEF
33
Dari Tabel 2 terlihat pertumbuhan spesifik panjang (%) rata-rata
individu benih ikan Gabus berkisar antara 2,005% – 2,505%. Dimana
pertumbuhan relatif tertinggi terlihat pada perlakuan B (2,505%), perlakuan
A (2,343%), perlakuan F (2,195%), perlakuan E (2,163%), perlakuan D
(2,120%) dan terendah pada perlakuan C (2,005%). Hasil uji kehomogenan
dengan uji Homogenitas Ragam Bartlett terhadap pertumbuhan relatif berat
ikan Gabus menunjukkan bahwa data homogen atau terima H0 karena X2
hitung = 8,8176 lebih kecil dari X2 tabel 1% = 9,21. Hasil analisis
keragaman (ANOVA) pertumbuhan relatif berat individu benih ikan Gabus
menunjukkan Fhitung = -2,5588 lebih kecil dari Ftabel 5 % (3,11) dan Ftabel 1 %
(5,06). Jadi perlakuan tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan spesifik
berat benih ikan Gabus. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai
perbedaan pertumbuhan spesifik dapat dilihat pada Grafik Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Panjang Spesifik (%) Benih Ikan Gabuspada Masing-Masing Perlakuan
0
1
2
3
4
5
6
10 20 30 40HAR I KE-
LAJU
PER
TUM
BUHA
N SP
ESIF
IK (%
) A
B
C
D
E
F
34
Dari grafik dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan selama
masa pertumbuhan selalu menurun, pertumbuhan B (2,505%) yang diberi
pakan berupa udang papay + vitamin mix, kemudian perlakukan A (2,343%)
pakan udang papay 100 %, F (2,195%) diberi pakan udang papay 0% +
pellet udang 100%, E (2,163%) diberi pakan tepung udang papay 75% +
pellet udang 25%. Pada perlakuan D (2,120%) yang diberi pakan tepung
udang papay 50% + pellet udang 50% dan Perlakuan C (2,005%) diberi
pakan tepung udang papay 25% + pellet udang 75% ada peningkatan
pertumbuhan, hal ini di duga pakan yang diberikan dioptimalkan untuk
pertumbuhan spesifik.
B. Konversi Pakan
Pertumbuhan ikan sangat berkaitan erat dengan pakan yang
diberikan dimana pakan yang berkualitas baik akan memberikan efek
pertumbuhan yang baik. Untuk itu nilai konversi pakan dapat digunakan
sebagai petunjuk terhadap kualitas pakan yang diberikan. Besar kecilnya
konversi makanan merupakan gambaran tingkat efisiensi makanan tersebut.
Sebaliknya bila nilai konversi pakan tinggi maka tingkat efisiensi makanan
tersebut kurang baik (Mudjiman, 1994). Besarnya nilai konversi pakan
masing-masing perlakuan selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Dimana nilai konversi pakan yang terendah selama masa pemeliharaan
diperoleh pada perlakuan B (1,688), perlakuan A (1,866), perlakuan F
(2,012), perlakuan E (2,012), perlakuan D (2,013) dan perlakuan C (2,309).
35
Tabel 2. Rerata Total Makanan, Pertambahan Berat dan KonversiPakan Benih Ikan Gabus dari Masing-MasingPerlakuan
Perlakuan Total Makanan(gr)
PertambahanBerat(gr)
Konversi Pakan
A 21,397 11,343 1,886
B 20,503 12,143 1,688C 22,735 9,990 2,276D 20,905 10,387 2,013E 20,568 10,223 2,012F 21,811 10,840 2,012
Nilai konversi makanan dari perlakuan A dan B tersebut adalah baik.
Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ichsan (1978), bahwa
nilai konversi makanan lebih kecil dari 2 adalah baik dikarenakan efisiensi
makanan lebih baik. Pada perlakuan A dan B merupakan pakan yang tahan
mengapung dipermukaan, diduga sangat cocok untuk benih ikan Gabus
karena mengandung protein yang tinggi. Uji Homogenitas Ragam Bartlett
terlihat bahwa data Homogen karena X2 hitung = 9,17 lebih kecil daripada
X2 tabel = 9,21. Hasil uji analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa
Fhitung = 0,8631 lebih kecil dari Ftabel 5 % (3,48) dan Ftabel 1 % (6,06). Hal ini
menunjukkan bahwa setiap perlakuan tidak berbeda nyata. Terjadinya
perbedaan tingkat konversi makanan diduga karena perbedaan kandungan
protein dalam bahan makanan yang diberikan. Menurut Zonneveld (1991)
ikan mempunyai sistem yang efisien untuk ekskresi buangan, makanan yang
mengandung protein yang tinggi dapat dengan aman digunakan. Sumber
energi (protein) dalam makanan ikan harus dijaga sehingga pada kondisi
36
minimum masih menjamin pertumbuhan yang cukup dari konversi makanan.
Ikan Gabus bersifat karnivora sehingga lebih menyukai pakan udang papay.
C. Mortalitas
Mortalitas merupakan tingkat kematian dalam prosentase selama
masa pemeliharaan. Dalam penelitian ini selama masa pemeliharaan 40
hari hanya terjadi pada hari ke 40 yakni pada perlakuan F ulangan ke 3.
Kematian pada ikan dikarenakan kompetisi sesamanya. Hal ini sesuai
dengan Royer (1973) di dalam Mariatul (1983) bahwa mortalitas dipengaruhi
oleh adanya faktor dalm dan faktor luar. Faktor luar yang paling dominan
mempengaruhi mortalitas adalah kompetisi antar sesama jenis yang sama,
meningkatnya predator, kekurangan makanan baik kualitas maupun
kuantitas, pemangsaan dan penangkapan. Pemangsaan dan penangkapan
dalam hal ini pada saat melakukan sampling, yang memungkinkan adanya
ikan pemeliharaan yang meloncat keluar dari wadah sehingga menyebabkan
kematian bagi ikan. Sedangkan jumlah pemberian pakan diduga dalam hal
ini sudah mencukupi karena pemberian secara satiasi.
Tabel 5. Mortalitas Rata-rata Individu Benih Ikan Gabus pada MasaPemeliharaan
Perlakuan Mortalitas (%)
A 0
B 0C 0D 0E 0F 0,3
37
D. Kualitas Air
Air merupakan medium tempat hidup ikan, memiliki sifat fisika, kimia
dan biologi yang merupakan komponen penting dalam pemeliharaan ikan
dimana secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan serta organisme yang hidup
dalam perairan tersebut. Parameter kualitas air yang dianalisa pada
perairan dimana penelitian ini dilaksanakan antara lain adalah : suhu,
oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), Amoniak (NH3) dan pH.
1. Suhu Perairan
Pada penelitian ini rerata suhu air setiap sampling selama masa
pemeliharaan, berkisar antara 25,5 – 27 oC pada pagi hari dan sore hari
antara 27,5 - 30 oC. Kisaran suhu pada penelitian ini masih dalam kisaran
yang menunjang bagi pertumbuhan ikan. Pada hasil pengukuran tersebut
maka suhu air secara keseluruhan berkisar antara 25 – 30 oC. Hal ini
sesuai dengan pendapat Heru Susanto (1993), perbedaan suhu ideal untuk
kehidupan ikan adalah tidak boleh melebihi 5oC.
Dari hasil analisis kualitas air mengenai suhi air yang terdapat dalam
perairan berada dalam batas yang dapat ditoleransi oleh ikan. Hal ini
sependapat dengan Shao Wen Ling (1977), bahwa suhu optimal untuk
kehidupan ikan Gabus berkisar antara 26 – 30 oC. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kisaran suhu air adalah baik untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan benih ikan Gabus selama masa pemeliharaan.
38
2. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) adalah faktor yang penting untuk menentukan
bagi kehidupan ikan. Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini
berkisar antara 1,2157 – 4,81 mg/lt. Menurut Pescod (1973) di dalam
Suhaili Asmawi (1983) agar ikan dapat hidup maka perairan harus
mengandung sekurang-kurangnya 1 mg/lt. Selanjutnya menurut Jangkaru
dan Djajadiredja (1976), oksigen terlarut optimal untuk kehidupan ikan
adalah 5 mg/lt dan akan lebih baik jika mencapai 7 mg/lt. Khusus ikan
Gabus masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan kandungan
oksigen yang rendah, kurang dari 5 mg/lt. Ikan Gabus merupakan salah
satu jenis ikan rawa yang dapat hidup pada perairan yang miskin oksigen,
karena tergolong dalam Genus Labyrinthici yaitu mempunyai alat pernafasan
tambahan yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara bebas.
3. Karbondioksida (CO2)
Pengukuran kandungan CO2 selama masa pemeliharaan berkisar
antara 1,375 – 2,75 mg/lt. Kisaran tersebut berada dalam batas kriteria
kualitas air untuk budidaya ikan. Hal ini berarti berada dalam kisaran hidup
ikan Gabus yang akan hidup lebih baik jika pada perairan dengan
kandungan karbondioksida lebih tidak lebih dari 12 mg/lt (Anonim, 1983).
4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) digunakan untuk mengetahui asam atau
basanya suatu perairan. Kisaran pH perairan selama pemeliharaan adalah
antara 5,5 – 6,3. Menurut Hickling (1971) di dalam Marliani (1998) batas
minimal pH yang dapat ditolerir oleh ikan air tawar adalah 4,0 – 11,0.
39
Sedangkan menurut Suhaili Asmawi (1983), ikan Gabus di alam hidup
pada perairan yang pHnya berkisar antara 4,5 – 6,0. Dengan demikian
maka batas kisaran derajat keasaman selama masa pemeliharaan masih
berada dalam batas-batas yang dapat ditolerir oleh ikan.
5. Amoniak (NH3)
kadar amoniak terlarut pada penelitian ini berkisar antara 0,00 -
0,1325 kisaran amoniak yang dihasilkan relatif cukup rendah, sehingga tidak
membahayakan bagi kehidupan ikan Gabus yang dipelihara dalam Hapa.
Hal ini ditunjang oleh Pescod (1973) di dalam Suhaili (1986),
mengemukakan bahwa kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan
organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 mg/l.
40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan hasil analisis data terhadap objek
penelitian, maka dapat diambil kesimpulan :
1. Laju pertumbuhan relatif (%) berat yaitu pada perlakuan B (1186,73)
kemudian perlakuan A (1105,25), perlakuan F (1073,36) perlakuan E
(1019,01), perlakuan C (985,95) yang terendah pada perlakuan D
(982,72). Berarti LPR yang terbaik adalah pada perlakuan B
dibandingkan dengan perlakuan A,F,E, dan D. Dari hasil ANOVA
terhadap LPR berat antara keenam perlakukan yang menunjukkan
adanya perbedaan yang sangat nyata kemudian dilanjutkan uji BNJ,
Tuckey, karena perlakuan B berbeda sangat nyata dengan D,C,E.
Perlakuan B berbeda nyata dengan F, sedangkan perlakuan A berbeda
nyata dengan perlakuan D dan C.
2. Laju pertumbuhan spesifik (%) selama masa pemeliharaan yang tertinggi
adalah pada perlakuan B (6,386), perlakukan A (6,221), perlakuan D
(6,001) kemudian perlakuan C (5,963). Berarti LPS yang terbaik pada
perlakuan B.
3. Nilai konversi pakan yang terendah selama masa pemeliharaan terdapat
pada perlakuan B (1,792), kemudian perlakukan A (1,931), perlakuan F
(2,004), perlakuan D (2,006), perlakuan E (2,012) dan perlakuan C
(2,389).
41
4. Selama masa pemeliharaan 40 hari mortalitas yang terjadi hanya sedikit.
Hal ini disimpulkan karena ikan Gabus merupakan ikan yang tahan
(memiliki alat pernapasan tambahan berupa labirin), walau dalam kondisi
lingkungan perairan yang kurang baik.
5. Kualitas air selama masa pemeliharaan masih berada pada batas
kisaran yang diinginkan bagi pertumbuhan benih ikan Gabus.
B. Saran
1. Untuk budidaya ikan lokal yakni pada benih ikan Gabus (Channa striata
Blkr) sebaiknya diberikan pakan udang papay ditambah vitamin.
2. Diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama.
42
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1975. Standar Statistik Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan.Jakarta. 207 halaman.
Anonim, 1983. Laporan Survey dan Pengembangan Ikan Gabus PusatPenelitian. UNLAM. Banjarmasin. 241 halaman.
Anonim, 1985/1986. Buletin Laporan Pertanian. Bacaan Untuk PenyuluhanPertanian. Jakarta. 24 halaman.
Anonim, 1989. Rencana Pembangunan Lima Tahun ke Lima. Th.1989/1990-1993/1994. Percetakan Negara RI. Jakarta. 615halaman.
Anonim, 1994. Potensi dan Prospek Sub Sektor Perikanan di Kal-Sel padaEra Globalisasi PJP II. Dinas Perikanan Tk. I. Kal-Sel. 14halaman.
Akhmad Mudjiman, 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. AnggotaIKPAI. Jakarta. 190 halaman.
Bardach, CF., J.M. Rhyter and W.O. Mc. Larney., 1972. Aquaculture. TheFarming and Husbandry of Fresh water and Marine Organisme.John Willey and Sons, Inc. New York. 869 pages.
Boyd. C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture.Department of Fisheries and Allied Aquaculture. AurburnUniversity Alabama. Agricultural Experiment Station. 318 page.
Fuad Cholik, Artati dan Rachmat Afirudin, 1986. Water Quality Managementin Pond Fish Culture/Pengolahan Kualitas Air Kolam Ikan.Direktorat Jenderal Perikanan. Bekerjasama dengan InternasionalDevelopment Research Centre. Jakarta. 52 halaman.
Gomez, K. dan Gomez, A., 1983. Statistical Prosedur for AgriculturalResearch and Internasional Research Institute Book. A Wiley-International Publication. New York. 680 pages.
Hidayat Djajasewaka, 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). Yasaguna.Jakarta. 47 halaman.
Komar Sumantadinata, 1979. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan diIndonesia. Satra Hudaya. Bogor. 117 halaman.
43
Kottelat, Maurice et al, 1993. Fresh water Fishes of Western Indonesia andSulawesi. Ikan Air Tawar Barat dan Sulawesi. Periplus Edition(HK) Ltd Bekerjasama dengan Proyek EMDI. Kantor MenteriNegara Kependudukan dan Lingkungan Hidup RI. Jakarta. 293halaman.
Moehammad Ichsan Effendi, 1978. Biologi Perikanan. Study NaturalHistory. Fakultas Perikanan. IPB Bogor. 105 halaman.
Moch. A. Rismunandar, 1986. Perikanan Darat. Penerbit CV. Sinar Baru.Bandung. 107 halaman.
Nasoetion, A.H. dan Barizi, 1985. Metode Statistik Untuk PerikananKesimpulan. Penerbit Gramedia Jakarta. 233 halaman.
Nazir, M.,1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622halaman.
Nurdjojo Kotot, 1999. Studi Kasus Pengelolaan dan Pemanfaatan LahanBasah di Daerah TK.I Kalimantan Selatan. Seminar RegionalLahan Basah. Banjarbaru. 22 Nopember 1999. 9 halaman.
Ondi Mulyadi Sukma dan Maman Tjarmana, 1984. Budidaya Ikan. CV.Yasaguna. 76 halaman.
Shao Wen Ling, 1977. Aquaculture in South East Asia A HistoricalOverview. University of Washington. 108 pages.
Sumardi, S., 1980. Perencanaan Air Terhadap Ikan Konversi Alam (2-3).Balai Informasi Pertanian LON LIPI. Jakarta. Halaman 47-63.
Suhaili Asmawi, 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT. Gramedia.Jakarta. 223 halaman.
Suhaili Asmawi, 1985. Ekologi Ikan. Penerbit Media Kampus di Indonesia.Sastra Hudaya. 117 halaman.
Saanin, 1986. Taksonomi dan Identifikasi Ikan. Bagian I. Bina Cipta.Bogor. 255 halaman.
Saputra Hendra, 1988. Membuat dan Membudidayakan Ikan DalamKantong Jaring Apung. CV. Simplek. Jakarta. 71 halaman.
Srigandono, Bambang, 1989. Rancangan Percobaan (EksperimentalDesign). Universitas Diponegoro. Semarang. 105 halaman.
44
Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H., 1989. Prinsip dan Dasar Statistik. SuatuPendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta. 748 halaman.
Zonneveld, W., Huisman, G., Boon J.H., 1991. Prinsip-Prinsip danBudidaya Ikan Gramedia Jakarta. 318 halaman.
45
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
Hapa wadah pemeliharaan
Udang rebon (udang papay) Pellet yang dihaluskan
Pengukuran kualitas air Pengukuran dan Penimbangan benih gabus