LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

50
LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER KENOTARIATAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA JUAL BELI (PPAT) DI DESA SEMBUNG, KECAMATAN KERAMBITAN, KABUPATEN TABANAN TIM PENELITI 1. I Ketut Tjukup, SH. MH 2. I Ketut Artadi SH., SU 3. Nyoman A. Martana, SH., MH 4. I Ketut Sudjana, SH., MH 5. Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH. M.Kn DIBIAYAI DARI DANA DIPA-BLU MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS UDAYANA DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN NOMOR: 05.J/IX/MKn/UN.14.4/TPPM/2014 TANGGAL : 5 SEPTEMBER 2014 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS UDAYANA 2014

Transcript of LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Page 1: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER

KENOTARIATAN

JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA JUAL BELI (PPAT) DI

DESA SEMBUNG, KECAMATAN KERAMBITAN, KABUPATEN TABANAN

TIM PENELITI

1. I Ketut Tjukup, SH. MH

2. I Ketut Artadi SH., SU

3. Nyoman A. Martana, SH., MH

4. I Ketut Sudjana, SH., MH

5. Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH. M.Kn

DIBIAYAI DARI DANA DIPA-BLU MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS

UDAYANA

DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN

NOMOR: 05.J/IX/MKn/UN.14.4/TPPM/2014

TANGGAL : 5 SEPTEMBER 2014

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

Page 2: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

DANA PRODI MKn

1. Judul : Jual Beli Tanah yang dilakukan Tanpa Akte Jual

Beli PPAT di Desa Sembung, Kecamatan

Kerambitan, Kabupaten Tabanan

2. Ketua Peneliti

a. Nama lengkap dengan gelar : I Ketut Tjukup, SH. MH.

b. Jenis Kelamin : Laki-Laki

c. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Tk I/ IV b/19521231 198003 1 020

d. Jabatan Funsional : Lektor Kepala

e. Fakultas/ Jurusan/ Programm Studi : Hukum/ Acara/ Ilmu Hukum

f. Bidang Ilmu yang diteliti : Hukum Agraria

3. Jumlah Tim Peneliti : 5 (Lima) Orang

4. Lokasi Penelitian : Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan,

Kabupaten Tabanan.

5. Jangka waktu penelitian : 5 (lima) Bulan

6. Biaya yang Diperlukan : Rp.7.500.000

(Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

Mengetahui Denpasar, 2 September 2014

Ketua Pengelola Prodi. M.Kn Univ. UNUD Ketua Peneliti

Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., MH I Ketut Tjukup, SH. MH.

NIP. 19650221 199003 1 005 NIP. 19521231 198003 1 020

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.MH

NIP. 19530401 198003 1 004

Page 3: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

ABSTRAK

Peralihan hak atas tanah seperti jual beli harus menggunakan akta jual beli dari Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun masih ada praktek jual beli di bawah tangan. Praktek jual

beli tanah di bawah tangan ini masih terjadi di Desa Sembung Gede.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris, Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Data

yang diteliti adalah data primer (Primary data), dan data sekunder (Secondary data). Lokasi

penelitian di Desa Sembung. Teknik pengumpulan data adalah penelitian kepustakaan dan teknik

wawancara. Pengambilan sampel teknik Non Probality Sampling. Metode analisa data adalah

metode analisis kualitatif.

Status jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat. Jual beli tanah dalam hukum

adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang harus memenuhi tiga sifat : bersifat

tunai, terang, dan riil atau nyata. Cara penyelesaian jual beli tanah di bawah tangan di Desa

Sembung Gede ada tiga cara yaitu melalui kepercayaan, selembar kwitansi dan dihadapan

Kepala Desa. Untuk memperoleh alat bukti berupa sertifikat Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) membuat akta jual beli terlebih dahulu kemudian dibuat sertifikat tanah yang sesuai

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Kata kunci : Akte Jual Beli

Page 4: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

ABSTRACT

The transition of land rights such as the sale and purchase must use a deed of sale of the

Pejabat Pembuat Akta (PPAT). But there is still the practice of buying and selling at the bottom

of the hand. The practice of buying and selling land in the hand is still going on in the village of

Gede Sembung.

His study is an empirical research, this study is a descriptive nature. The data studied

were the primary data and secondary data. Research location in the village of Sembung.

Techniques of data collection is library research and interview techniques. Non probality

Sampling Sampling techniques. The method of data analysis is a method of qualitative analysis.

Status of land purchase deed done without the Pejabat Pembuat Akta (PPAT) according

to the national law of the land is rooted in customary law. Sale and purchase of land in

customary law is the legal act of transfer must satisfy three properties: is cash, bright, and real or

apparent. Ways settlement under the sale and purchase of land in the hands of Sembung Gede

village there are three ways: through trust, a sheet of receipts and before the chief. To obtain

evidence in the form of a certificate of the Pejabat Pembuat Akta (PPAT) made a deed of sale in

advance and then made the land titles as the Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah

Keywords: Purchase Deed

Page 5: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang HyangWidhiWaca/ Tuhan Yang

Maha Esa Laporan Kegiatan Penelitian dengan judul “Jual Beli Tanah yang dilakukan Tanpa

Akte Jual Beli PPAT di Desa Sembung Kec. Kerambitan, Kabupaten Tabanan” dapat

terselesaikan pada waktunya.

Kegiatan Penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar berkat bantuan dari berbagai

pihak baik secara langsung, maupun tidak langsung dan secara moril maupun materiil. Untuk itu

dalam kesempatan ini menyampaikan banyak terima kasih dengan segala hormat kepada:

1. Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

2. Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH, MH Ketua Program Kenotariatan Universitas

Udayana;

3. Nyoman A. Martana, SH., MH Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

4. I Gusti Nengah Sulandera Kepala Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan,

Kabupaten Tabanan;

5. I Gusti Made Ariyana Sekretaris Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan

Kabupaten Tabanan;

6. Seluruh Masyarakat Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten

Tabanan.

Semoga Laporan Penelitian ini dapat berguna sebagai ilmu pengetahuan, sebagai sarana

mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Akhir kata demikianlah Laporan Penelitian ini

dapat terselesaikan dengan segenap kekurangannya.

Denpasar, Oktober 2014

Ketua Pelaksana

Page 6: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL .............................................................................................................................. i

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ............................................................... ii

ABSTRAK ........................................................................................................................ iii

ABSTRACT ...................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi

DAFATAR TABEL .......................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................................. 16

IV. METODE PENELITIAN .......................................................................................... 18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 23

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Penggunaan Tanah di Desa Sembung Gede ........................................................ 23

Tabel 2 Fasilitas Umum di Desa Sembung Gede ............................................................. 27

Page 8: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting

untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Tanah mempunyai peranan yang sangat

penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena digunakan oleh manusia untuk bercocok

tanam, berternak, berkebun, tempat tinggal dan melakukan usaha lainnya. Oleh karena

pentingnya peranan tanah dalam kehidupan manusia, maka pemerintah mengatur tentang bumi,

air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Dalam konstitusi Negara kita tepatnya pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945, menentukan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk

peraturan pelaksananya tentang pemanfaatan tanah atau lahan agar tidak menimbulkan sengketa

dalam masyarakat, maka pada tanggal 24 September 1960 keluarlah peraturan perundang-

undangan tentang pertanahan, yang dikenal dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang Undang Pokok

Agraria (UUPA).

Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), adalah untuk

memberikan kepastian hukum tentang masalah pertanahan, karena sebelum keluarnya Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA), di Indonesia berlaku dua sistem hukum dalam masalah

pertanahan, yaitu hukum tanah yang berdasarkan atas hukum adat dan hukum tanah yang

berdasarkan hukum barat yang terdapat dalam BW (Burgerlijk Wetbook/Kitab Undang undang

Hukum Perdata). Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka dualisme aturan hukum yang terdapat dalam hukum tanah

sebelumnya hapus. Hukum agraria yang terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria merupakan hukum pertanahan nasional yang

tujuannya adalah :1

1 Penjelasan Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, 2002,

Djambatan, Jakarta , h 27

Page 9: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang akan

merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi

Negara dan rakyat terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan

makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam

hukum pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dalam masyarakat , perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan

pemindahan hak, yaitu dengan melalui jual beli. Pemindahan hak/Peralihan hak, adalah suatu

perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak, antara lain: Jual beli, Hibah, Tukar

menukar, Pemisahan dan pembagian harta bersama dan pemasukan dalam perusahaan atau

inbreng.2

Arti kata jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan, di mana seseorang

melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. Menurut Boedi

Harsono, ”Dalam Hukum Adat perbuatan pemindahan hak (jual– beli, hibah, tukar menukar)

merupakan perbuatan hukum yang bersifat tunai”. Jual–beli dalam hukum tanah dengan

pembayaran harganya pada saat yang bersamaan secara tunai.3

Kemudian menurut Hukum (BW) Pasal 1457 disebutkan bahwa jual beli tanah adalah

suatu perjanjian dimana penjual mengikatkan dirinya (artinya berjanji) untuk menyerahkan hak

atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang mengikatkan dirinya untuk membayar

kepada penjual harga yang telah disepakatinya.4

Semenjak diundangkanya UUPA, maka pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu

perjanjian seperti dalam Pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia, melainkan perbuatan

hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya

diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 tahun 1961 yang telah

diperbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah,

yang menentukan bahwa jual-beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan

2 John Salindeho, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 37.

3 Harun Al–Rashid, 1986, Sekilas Tentang Jual–Beli Tanah (Berikut Peraturan-Peraturanya), Ghia

Indonesia, Jakarta , h 51. 4Harun Al–Rashid, Ibid , h. 52.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat

(1) PP No. 24/1997 yang berbunyi: “tukar-menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan

perbuatan hukum pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan

akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang–undangan

yang berlaku”5

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:”

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta

sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.”6

Sehingga jual beli Hak atas Tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT). Hal demikian sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli sesuatu hak atas tanah

dan selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuat Akta Jual Belinya yang

kemudian diikuti dengan pendaftarannya pada Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan lokasi

tanah. Namun tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan masyarakat sehari-hari masih banyak jual

beli tanah yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan Pejabat Pembuat

Akta Tanah. Perbuatan ”Jual Beli di bawah tangan” terkadang hanya dibuktikan dengan

selembar kwitansi sebagai bukti telah terjadi jual beli dan tidak sedikit masyarakat yang hanya

memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang masih atas nama pemilik yang lama (penjual).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan dan untuk lebih terfokus dalam

membahas dalam tulisan ini, sehingga mampu menguraikan pembahasan dengan tepat, maka

disusun beberapa permasalahan. Adapun pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Kesadaran Masyarakat terhadap Pembuat Akta Tanah Dalam Pendaftaran Tanah di Desa

Sembung Gede Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan?

5 Boedi Harsono, 2002, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum Tanah,

Djambatan, Jakarta, h. 538–539. (Selanjutnya disebut Boedi Harsono I) 6Boedi Harsono I, Ibid , h. 677

Page 11: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

2. Bagaimanakah status Jual Beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT)?

3. Bagaimanakah cara penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pembeli, agar jual beli tanah

yang dilakukan tanpa akta PPAT dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti ?

Page 12: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah

1. Pengertian Tanah

Pada saat ini tanah merupakan aset penting bagi kehidupan dan pengembangan

masyarakat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan

ketersediaan tanah menjadi sangat tinggi pula. Hal ini mengingat akan kebutuhan masyarakat

terhadap tanah juga semakin tinggi. Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam

berbagai arti. Maka penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah

tersebut digunakan.

Menurut geologis-agronomis, pengertian tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi

paling atas yang dapat dimanfaatkan untuk menanami tumbuhan disebut tanah

garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan. Sedangkan tanah

bangunan digunakan untuk menegakkan rumah. Di dalam tanah garapan ini dari atas

ke bawah berturut-turut terdapat sisiran garapan sedalam irisan bajak, lapisan

pembentukan kukus dan lapisan dalam.7

Dalam hukum tanah kata “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian

yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Disebutkan dalam

Pasal 4 Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari Negara…ditentukan adanya macam-macam

hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

orang-orang…Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah

permukaan bumi.8

Selanjutnya penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bagian II (1)

menegaskan bahwa : dalam pada itu hanya permukaan bumi saja, yaitu yang disebut tanah, yang

dapat dimiliki oleh seseorang.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tanah adalah:

1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali

2. Keadaan bumi yang diberi batas

7 AP. Parlindungan, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, Alumni, Bandung, 1973, h. 35.

8 Boedi Harsono I, Op. Cit. h. 18

Page 13: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

3. Keadaaan bumi di suatu tempat

4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai lahan sesuatu (pasir, cadas, aspal).9

2. Pengertian Jual Beli

Dalam kehidupan manusia yang senantisa berkembang dari waktu ke waktu dan

berbagai nacam bentuk hubungan antar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup beraneka

ragam, salah satunya adalah perbuatan jual beli. Jual beli merupakan perbuatan hukum yang

paling banyak berlangsung di masyarakat.

Jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dimana

seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki.

Menurut ketentuan dari Pasal 1457 KUH Perdata, yang dimaksud dengan jual beli

adalah : ”suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

hak atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dalam

jual beli harus didasarkan atas perjanjian atau kesepakatan para pihak. Menurut Pasal 1313 KUH

Perdata dinyatakan bahwa : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Kesepakatan atau konsensus merupakan langkah awal dari para pihak yang membuat

suatu perjanjian. Jika kesepakatan itu merupakan langkah awal dari para pihak yang membuat

perjanjian maka timbul suatu permasalahan mengenai kapan saat terjadinya kesepakatan

tersebut. Ada beberapa teori yang menyatakan kapan terjadinya kesepakatan. Teori-teori itu

adalah:

a. Teori kehendak (Wils Theory), teori ini mengatakan bahwa terjadinya suatu

perjanjian atau konsensus adalah karena adanya persesuaian kehendak di para pihak

yang membuat perjanjian tersebut;

b. Teori pernyataan (Ultings Theory), teori ini rnenyatakan bahwa konsensus terjadi

sesuai dengan pernyataan yang telah diucapkan atau diumumkan oleh para pihak

yang membuat perjanjian tersebut;

9 Kamus Besar Bahasa Indonesia,1994, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,

Edisi ke II Cetakan Ke tiga, h 12

Page 14: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

c. Teori kepercayaan (Vertrouwens Theory), teori ini mengandung / menyatakan adanya

konsensus atau perjanjian didasarkan atas kepercayaan dan ucapan para pihak yang

layak dinyatakan dalam masyarakat.

Dalam hal jual beli tanah, jual beli telah dianggap terjadi walaupun tanah belum

diserahkan atau harganya belum dibayar. Untuk pemindahan hak itu masih diperlukan suatu

perbuatan hukum lain berupa penyerahkan yang caranya ditetapkan dengan suatu peraturan lain

lagi.

Jual beli tanah yang menyebabkan beralihnya hak milik tanah dari penjual kepada

pembeli untuk selama-lamanya disebut “jual lepas”. Ada beberapa pendapat tentang jual lepas

tersebut, diantaranya :

1. Van Vollenhoven, mengatakan bahwa jual lepas dari sebidang tanah atau perairan

ialah penyerahan dari benda itu dihadapan petugas Hukum Adat dengan pembayaran

sejumlah uang pada saat itu atau kemudian.10

2. Imam Sudiyat, mengatakan bahwa menjual lepas yaitu menyerahkan tanah untuk

menerima pembayaran uang secara tunai, tanpa hak menebus kembali. Jadi

penyerahan itu untuk seterusnya dan selamanya.11

3. S.A. Hakim, mengatakan bahwa penyerahan sebidang tanah (termasuk air) untuk

selama-lamanya dengan penerimaan uang tunai (atau dibayar dulu sebagian)

uangnya disebut uang pembelian.12

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24

September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli

tanah dapat diartikan sebagai jual beli tanah dalam pengertian Hukum Adat, mengingat Hukum

Agraria yang berlaku adalah Hukum Adat sebagaimana termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang

Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang berbunyi :

Hukum Agraria yang berlaku atas, bumi, air dan ruang angkasa adalah Hukum Adat,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang

berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan

peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan

perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang

bersandar pada hukum Agama .13

10

Hilman Hadikusuma, 1994, Hukum Perjanjian Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, h 108 11

Imam Sudiyat,1978, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, h 32 12

Imam Sudiyat, Ibid. h. 109 13

Sahat HMT Sinaga,2007, jual beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra,Bekasi, h. 18

Page 15: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Hilman Hadikusuma juga mengemukakan, bahwa pada umumnya jual beli itu berlaku

apabila pada saat yang sama penjual menyerahkan barang yang dibeli dan pembeli menyerahkan

pembayarannya.14

Boedi Harsono mengatakan, bahwa jual beli tanah dalam Hukum Adat merupakan

perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya harga yang disetujui

bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.15

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa jual beli adalah suatu persetujuan

kehendak antara penjual dan pembeli mengenai suatu barang dan harga, karena tanpa barang

yang dijual dan tanpa harga yang disetujui antara kedua belah pihak, maka tidak mungkin ada

perbuatan hukum jual beli. Dengan dilakukannya jual beli tanah tersebut, maka hak milik atas

tanah beralih kepada pembeli dan sejak saat itu menurut Hukum Adat pembeli telah menjadi

pemiliknya yang baru.

2.2. Jual Beli Tanah Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960, pada tanggal 24 September 1960, jual beli tanah di Indonesia mempergunakan

dua sistem hukum, yaitu sistem Hukum Barat bagi golongan Eropa dan sistem Hukum Adat bagi

golongan bumiputera atau pribumi. Menurut AP Parlindungan, sebelum berlakunya UUPA,

negara kita masih terdapat dualisme dalam Hukum Agraria, hal ini didasarkan pada kenyataan

bahwa masih berlakunya dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita,

yaitu Hukum Adat dan Hukum Barat sehingga terdapat dua macam tanah yaitu tanah adat dan

tanah barat.16

Hal ini dipengaruhi oleh sistem hukum yang bersifat kolonial dan feodal sebagai akibat

selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda, sehingga membedakan peralihan hak kepemilikan

tanah baik secara Hukum Adat maupun Hukum Barat dalam hal jual beli juga cara perlindungan

hukum dan kepasatian hukum bagi pemilik tanah yang bersangkutan.

14

Hilman Hadikusuma, Op. Cit. h. 78 15

Boedi Harsono I, Loc. Cit, h. 29 16

AP. Parlindungan, Op. Cit h. 40

Page 16: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

1. Menurut Hukum Barat

Belanda pada saat datang dan menjajah di Indonesia pada masa lalu juga membawa

perangkat Hukum Belanda untuk mengatur masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 1 Mei 1848

mulai diberlakukan suatu ketentuan Hukum Barat yang tertulis yaitu Burgelijk Wetboek (BW),

yang sampai sekarang masih kita kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan dari penjajah Belanda pada Tahun 1945,

maka berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, BW tersebut

dinyatakan masih berlaku di Indonesia sampai terbentuknya undang undang yang baru.17

Mengacu kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jual beli

adalah suatu perjanjian, di mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik

atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang

terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Sebagaimana Pasal

1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “jual beli adalah suatu persetujuan,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya utuk menyerahkan suatu kebendaaan dan

pihak yang lain untuk membayar harganya yang telah dijanjikan.”18

Dari Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatas bahwa dengan adanya

jual beli hak atas tanah belum berpindah, berpindahnya setelah adanya balik nama. Dengan

memperhatikan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tersebut dapat dipahami bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan

kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu.

Dengan ketentuan yang demikian jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah

pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang dijual belikan, demikian

harganya, sekalipun benda yang menjadi obyek jual beli belum diserahkan dan harganya belum

dibayar. Hak milik atas tanah yang menjadi obyek jual beli baru dapat beralih kepada pembeli

sebagai pemilik tanah yang baru jika dilakukan penyerahan yuridis yang wajib diselenggarakan

dengan pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian didaftarkan di kantor

pertanahan setempat.

17

Sahat HMT Sinaga, Op. Cit h. 11-12 18

Sahat HMT Sinaga Ibid, h. 12-13

Page 17: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

2. Menurut Hukum Adat

Pengertian Jual beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas

tanah kepada pihak lain/orang lain yang berupa rumah dari penjual kepada pembeli tanah.

Pengalihan hak-hak pemilikan atas tanah ini tidak hanya melaiui jual beli saja, tetapi

pengalihan hak pemilikan ini juga terjadi karena hibah, tukar-menukar, pemberian dengan surat

wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang bermaksud memindahkan hak pemilikan atas tanah.

Tetapi peralihan hak pemilikan itu terjadi demi hukum, misalnya karena pewarisan. Karena

Hukum pula segala harta kekayaan seseorang beralih menjadi harta warisan sejak saat orang

tersebut meninggal dunia. Karena itu beralihnya hak milik atas tanah apabila kita lihat dari segi

hukum dapat terjadi karena suatu tindakan hukum (antara lain perbuatan hukum) atau karena

suatu peristiwa hukum

Menurut Hukum Adat jual beli tanah bukan merupakan perjanjian seperti yang

dimaksudkan dalam Pasal 1457 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tersebut

diatas, melainkan suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan oleh

penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya pada pembeli menyerahkan harganya kepada

penjual.19

Tindakan hukum (rechhtshandelingen) termasuk jual beli, hibah, pemberian dengan

wasiat, penukaran, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan hukum lainnya. Sedangkan

beralihnya hak milik karena peristiwa hukum misalnya karena pewarisan. Pengertian jual-beli

menurut Hukum Adat dan Boedi Harsono, adalah perbuatan hukum pemindahan hak yang

bersifat tunai.20

Jual beli tanah dalam hukum adat, adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah

dengan pembayaran harganya pada saat yang bersamaan secara tunai dilakukan. Maka dengan

penyerahan tanahnya kepada pembeli dan pembayaran harganya kepada penjual pada saat jual-

beli dilakukan, perbuatan jual beli itu selesai dalam arti pembeli telah menjadi pemegang hak

yang baru.

19

Effendi Perangin,1994, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 15 20

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1, Djambatan, Jakarta, h. 333. (selanjutnya disebut

Boedi Harsono II)

Page 18: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Dalam masyarakat Hukum Adat jual beli tanah dilaksanakan secara terang dan tunai.

Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar dilaksanakan dihadapan Kepala

Adat atau Kepala Desa. Tunai, berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan secara

bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli dari penjual kepada

pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual terjadi serentak dan secara

bersamaan.21

Sehingga jika para pihak yang bersangkutan tunduk pada Hukum Adat, maka hukum

yang berlaku terhadap jual beli tersebut adalah Hukum Adat dan jika pihak-pihak yang

bersangkutan tunduk pada Hukum Barat, maka yang berlaku adalah Hukum Barat.

2.3. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional (Sesudah Berlakunya Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA)

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24

September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli

tidak sama dengan pengertian jual beli tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal

1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Boedi Harsono juga menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya Undang- Undang Pokok

Agraria (UUPA) dikenal lembaga hukum jual beli tanah. Ada yang diatur dalam KUH Perdata

yang tertulis dan ada yang diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis. 22

Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagaimana

dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria adalah :

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan

merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan keadaan bagi

negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka mewujudkan terciptanya

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam

hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi rakyat seluruhnya.23

21

Boedi Harsono II Ibid, h. 19 22

Boedi Harsono II Ibid, h. 27

Page 19: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum tanah

Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA), peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak

ditandatanganinya akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang

berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual.

Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang

berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli

tanah di bawah tangan yang dilakukan dihadapan kepala desa.

2.4 Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sebagai Pejabat Umum Yang Berwenang

Dalam Membuat Akta Jual Beli

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 24, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997,

disebutkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah sebagai pejabat umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah

dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan Hak

Tanggungan.24

Pejabat umum, adalah orang yang diangkat oleh instansi yang berwenang, dengan tugas

melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu. Pejabat Umum dalam bahasa

Belanda, adalah “Openbaar Ambtenaar” Openbaar artinya bertalian dengan pemerintahan,

urusan yang terbuka untuk umum, kepentingan umum, Openbaar Ambtenar berarti pejabat yang

bertugas membuat akta umum (openbare akten), seperti notaris dan jurusita.25

Dalam jabatannya itu tersimpul suatu sifat atau ciri khas, yang membedakannya dari

jabatan lainya dalam masyarakat, sekalipun untuk menjalankan jabatan-jabatan lainnya itu

kadang-kadang diperlukan juga pengangkatan atau izin dari pemerintah, misalnya pengangkatan

advokat, dokter, akuntan dan lain-lainnya, maka sifat dan pengangkatan itu sesungguhnya

pemberian izin, pemberian wewenang itu merupakan lisensi untuk menjalankan suatu jabatan.

Untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada PPAT dalam melakukan

perbuatan hukum mengenai tanah, dapat ditunjuk PPAT sementara. Yang ditunjuk sebagai PPAT

23

Mudjiono, 1997,Politik dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, h. 22 24

Budi Harsono II, Op. Cit, h.469 25

John Salehindo,1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, h..53

Page 20: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

sementara itu, adalah pejabat pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan:

yaitu Kepala Desa.

4.5. Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

pengertian pendaftaran tanah adalah : rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah serta terus-

menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan

penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda

bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan tertentu

yang membebaninya.26

Boedi Harsono menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian di atas bahwa kata-kata

“suatu rangkaian kegiatan” menunjukkan kepada adanya berbagai kegiatan dalam

penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain berurutan menjadi satu

kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka

menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat."27

Mengenai pentingnya pendaftaran tanah, Bachsan Mustafa berpendapat bahwa,

pendaftaran tanah akan melahirkan sertifikat tanah, mempunyai arti untuk memberikan kepastian

hukum, karena hukum jelas dapat diketahui baik identitas pemegang haknya maupun identitas

tanahnya. Jadi, apabila terjadi pelanggaran hak milik atas tanah maka pemilik tanah dapat

melakukan aksi penuntutan kepada si pelanggar berdasarkan hak miliknya itu.28

Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, seseorang akan memperoleh atau

mendapatkan surat bukti kepemilikan tanah yang biasa disebut sertifikat tanah. Dengan

dikeluarkannya sertifikat tanah tersebut seseorang dapat menghindari kemungkinan terjadinya

sengketa mengenai kepemilikan atas tanah.

26

Boedi Harsono II, Op. Cit. h. 474 27

Boedi Harsono II ,Ibid, h 72-73 28

Bachsan Mustafa,1984, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Remaja Karya CV, Bandung, h. 58.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara Umum Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan dan pemahaman di bidang

keilmuan, tepatnnya ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai

proses) dalam penggaliannya atas kebenaran dibidang obyeknya masing-masing, yang dalam

penelitian ini memfokuskan pada bidang hukum pertanahan sebagai salah satu materi dari ilmu

hukum.

2. Tujuan khusus

Dari permasalahan di atas, maka secara keseluruhan tujuan khusus penelitian adalah :

1. Diketahui Kesadaran Masyarakat terhadap Pembuat Akta Tanah Dalam

Pendaftaran Tanah di Desa Sembung Gede Kecamatan Kerambitan Kabupaten

Tabanan.

2. Diketahui status Jual Beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT).

3. Dapat diketemukan cara penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pembeli, agar

jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT dapat mempunyai kekuatan

hukum yang pasti.

3.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mencari penyebab adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam praktek jual

beli tanah yang dilakukan tanpa akte PPAT dan akibat hukumnya dari jual beli tersebut untuk

memperoleh sertifikat serta mengetahui cara cara penyelesaiannya supaya jual beli tanah tanpa

akte PPAT memperoleh sertifikat jual beli. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khusnya pada bidang Hukum

Pertanahan.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat

pada umumnya dan pembaca pada khususnya mengenai pembuatan sertifikat jual beli tanah yang

masih di bawah tangan.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

konstruksi yang dilakukan secara metodelogi, sistematis dan konsisten.29

Dalam bahasa Inggris

penelitian disebut dengan “research”, pada hakekatnya merupakan sebuah upaya pencarian.

Lewat penelitian (research) orang mencari (search) temuan-temuan baru, berupa pengetahuan

yang benar (true, truth knowledge), yang dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau

untuk memecahkan masalah. Seperti yang dinyatakan dalam buku Legal Research.30

Penelitian Hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak logis, metodis dan

sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, fakta empiris yang terjadi, atau yang ada di

sekitar kita untuk direkontruksikan guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi

kehidupan. Berpikir logis adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu

pengetahuan dengan bebas dan mendalam sampai kedasar persoalan guna mengungkapkan

kebenaran. Metodis adalah berpikir dan membuat menurut metode tertentu yang kebenarannya

diakui menurut penalaran. Sistematik adalah berpikir dan berbuat yang bersistem yaitu runtun,

beruntun dan tidak tumpang tindih.

Didalam dunia penelitian termasuk penelitian hukum, dikenal berbagai macam atau

jenis penelitian. Terjadinya pembedaan jenis penelitian itu berdasarkan sudut pandang dari

penelitian yang akan diteliti. Metodelogi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Metodelogi pada hakekatnya memberikan

pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami

lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.31

Penelitian ini adalah penelitian ilmuan hukum

dengan aspek empiris, di mana permasalahan akan dikaji secara yuridis empiris maksudnya

29

Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta ,h.42 30

Morris L. Cohen & Kent C. Olson, 2000, Legal Research, In A Nutsell, West Group, ST. Paul, Minn,

Printed in The United States of America, h.1. 31

Soemitro, Ronny Hanitjo,1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.

10

Page 24: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

mencari ketidaksesuaian antara das sollen dengan das sein yaitu kesenjangan antara keadaan

teoritis dengan fakta hukum atau kesenjangan teori dengan dunia realita.

4.2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif, dalam penelitian deskriptif pada umumnya

memiliki ciri yaitu:

1. memusatkan diri pada pemecahan maslah-masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah-maslah yang aktual.

2. data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa

(karena itu metode ini juga sering disebut metode analitik).32

4.3. Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan

data sekunder.

1. Data primer atau data dasar (Primary data), yaitu data yang diperoleh langsung dari

lokasi penelitian melalui wawancara atau interview dengan pihak-pihak yang terlibat

langsung dalam jual beli tanah di Desa Sembung, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten

Tabanan.

2. Data sekunder (Secondary data), yaitu data yang bersumber dari penelitian

kepustakaan/ library research, yang sudah terdokumen dalam bentuk bahan hukum.

Bahan hukum terdiri dari. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative

records),

a. Bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang Undang

Pokok Agraria (UUPA); Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang

Pendaftaran Tanah; Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

b. Bahan hukum sekunder (secondary resource atau not authoritative records),

bahan hukum yang terdiri dari buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, hasil-

32

Winarno Surakhman, 1982, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, h.140.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

hasil penelitian, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa yang

berkaitan dengan pembahasan tersebut diatas.

c. Bahan hukum tertier (tertiary resource), terdiri dari kamus hukum dan

ensiklopedia.

4.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dibatasi di Desa Sembung Gede yang merupakan salah satu

Desa di Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan di Desa Sembung

Gede dengan pertimbangan bahwa Desa Sembung Gede merupakan salah satu Desa yang berada

di lingkar luar Kabupaten Tabanan yang belakangan ini terdapat banyak transaksi jual beli tanah

yang dilakukan developer untuk membuat daerah perumahan yang dekat dengan Ibukota

Kabupaten..

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama, dapat berupa

himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau tempat, dengan

sifat atau ciri yang sama.33

Populasi dalam penelitian ini adalah Desa Sembung Gede,

Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.

4.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, dalam rangka penelitian ini maka teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian kepustakaan

Penelitian kepustakaan (Studi Dokumen) yang bertujuan untuk memperoleh data

sekunder dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data yang terdapat dalam

perundang-undangan, buku-buku, literatur, artikel, serta dokumen resmi, yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti dan menginventarisasikannya, menganalisa untuk kemudian

dikorelasikan menjadi tulisan yang integral.

2. Teknik wawancara

Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara (interview). Wawancara adalah cara

untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai (responden dan

33

Bambang Sunggono, 1997,Metodelogi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.118.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

informan) untuk mendapatkan data yang autentik tentang gambaran ”Jual Beli Tanah Dibawah

Tangan dan Akibat Hukumnya”. Data yang dikumpulkan melalui wawancara ini dilakukan

dengan cara tanya jawab secara sistematis dengan mengguanakan daftar pertanyaan yang telah

disusun sebelumnya.

4.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Non Probality

Sampling yaitu tidak memberikan kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi yang

dipilih,34

sedangkan teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu peneliti

menggunakan pertimbangannya sendiri untuk memilih anggota-angota sampel serta menentukan

responden yang dianggap dapat mewakili populasi, sehingga informasi yang dikehendaki bias

diperoleh sesuai tujuan penelitian.

Responden merupakan sumber informasi untuk memperoleh data yang diperlukan

dalam penelitian ini, yang meliputi:

1. Kepala Desa Sembung Gede

2. Sekretaris Desa Sembung Gede

3. Masyarakat Desa Sembung Gede

4.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

kualitatif yakni analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah

dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah atau keadaan

yang diteliti.35

Setelah data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan metode berpikir

deduktif, yaitu suatu pola berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum,

kemudian ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat khusus.

34

Nasution, 2007, Metode Riserch, Bumi Aksara, Jakarta, h.86.

35

Winarno Surakman, Op.cit, h.50.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Untuk data yang diperoleh dari studi pustaka, akan diadakan komparasi antara bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier,yang kemudian akan dianalisis

dengan menggunakan metode kualitatif.

Terhadap hasil penelitian lapangan akan diperoleh data responden dari hasil wawancara

yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan secara deskriptif yaitu

analisa dengan cara memberikan gambaran secara jelas mengenai objek permasalahan yang

diteliti.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Kesadaran Masyarakat terhadap Pembuat Akta Tanah Dalam Pendaftaran Tanah di

Desa Sembung Gede Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan

Desa Sembung Gede merupakan salah satu dari lima belas desa yang ada di wilayah

Kecamatan Kerambitan, terletak ± 15 km ke barat dari kota Tabanan. Apabila di lihat dari

kondisi geografisnya Desa Sembung Gede merupakan dataran sedang dengan ketinggian ± 170

meter dari permukaan air laut, dengan curah hujan sedang pertahunnya.

Wilayah Desa Sembung Gede memiliki lahan seluas ± 683 Ha. Dari jumlah wilayah

tersebut terbagi menjadi:

Tabel 1

Penggunaan Tanah di Desa Sembung Gede

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Tanah Sawah 406,204 Ha

2 Tanah Tegalan (Ladang) 240,793 Ha

3 Tanah Pekarangan 26.438 Ha

4 Fasilitas Umum 9.565 Ha

Jumlah 683,000 Ha

Sumber: Kantor Desa Sembung Gede

Jumlah penduduk desa Sembung Gede adalah sebanyak 4001 jiwa terdiri dari 1977

jiwa penduduk laki-laki dan 2024 Jiwa penduduk perempuan. Struktur penduduk menurut mata

pencaharian menunjukkan bahwa sebagian penduduk menggantungkan sumber kehidupannya di

sektor pertanian (45%), sektor perdagangan (28%) dan sektor lainnya seperti pegawai negeri

sipil, buruh bagunan, karyawan swasta dari berbagai sektor (27%) . Struktur penduduk menurut

agama menunjukkan sebagian besar beragama Hindu (99,8%), Islam ( 0,2%), Kristen Protestan

(0%) dan Budha (0%).

Page 29: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Sembung Gede, Kecamatan

Kerambitan, Kabupaten Tabanan dengan mewawancarai beberapa Pejabat Desa. Menurut Kepala

Desa Sembung Gede mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, bahwa keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat penting sekali,

keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah disini maksudnya adalah : bahwa dengan adanya

Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut akan memberikan pelayanan kepada semua masyarakat

yang memerlukan penjelasan-penjelasan yang menyangkut tentang peran Pejabat Pembuat Akta

Tanah kepada masyarakat tanpa membedakan golongan dari mana masyarakat tersebut berasal,

golongan itu dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu 36

:

1. Golongan dari masyarakat yang mampu ekonominya dan dari

2. Golongan masyarakat yang tidak mampu ekonominya.

Supaya peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut dapat diketahui oleh banyak

khalayak masyarakat yang belum seluruhnya mengetahui apa peran dari Pejabat Pembuat Akta

Tanah itu maka, disini penulis akan menguaraikan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut

yang telah diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 sebagaimana

berikut ini "Di dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai peranan selaku pejabat

yang ditugaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melaksanakan kegiatankegatan

tertentu yang menurut Peraturan Pemerintah dan perundangundangan yang bersangkutan

(pembuatan akta jual beli, tukar-menukar, hibah pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),

pembagian hak milik, pemberian hak guna bangunan / membebankan hak tanggungan".

Berdasarkan informasi yang didapat oleh masyarakat sangat kurang maka masih ada

masyarakat Desa Sembung Gede melakukan jual beli tanpa akta PPAT. Data yang didapat di

Desa Sembung Gede Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan bahwa jumlah akta jual beli

tanah yang telah dibuat sejak bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2014, yaitu sebanyak 8

akta, jadi bisa diperkirakan setiap bulannya terdapat sekitar 1 akta jual beli tanah, itu pun jual

beli tanah yang akan dipergunakan pembangunan perumahan dan pertokoan, karena wilayah

tersebut berada pada jalur jalan raya Denpasar-Gilimanuk. Kepala Desa Sembung Gede juga

menambahkan bahwa Januari samapai Agustus 2014 terjadi 10 kali jual beli tanah, maka dapat

36 Hasil wawancara pada tanggal 14 Agustus 20014 dengan I Gusti Nengah Sulendra selaku Kepala Desa

Sembung Gede

Page 30: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

disimpulkan dari 10 transaksi jual beli tanah, 8 dengan akta jual beli maka lagi 2 transaksi

dilakukan dengan dibawah tangan, atas sepengetahuan kepala desa saja.

Kepala Desa Sembung gede mengatakan dengan ketentuan Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor I / 2006 Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk

membantu masyarakat di dalam menghadapi permasalahannya yang masih biasa ditemui.

Permasalahan-permasalahan tersebut adalah : Belum mengertinya bagaimana yang benar dalam

mengurus keperluan pembuatan akta-akta antara lain akta jual beli tanah dan lain-lainnya dimana

keperluan pembuatan di dalam pembuatan akta jual beli tanah dan akta lainnya harus melibatkan

peranan PPAT, hal yang sedemikian di atas biasanya diabaikan oleh masyarakat begitu saja

tanpa memikirkan dampaknya bilamana terjadi sesuatu permasalahan dikemudian hari.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini berarti sekali bagi seluruh masyarakat

agar semakin memahami keuntungan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah bila masyarakat

menghadapi masalah yang ada hubungannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut.

Maka peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut hendaknya didukung oleh pihak-pihak yang

terkait yatu Kantor Pertanahan, masyarakat dan Pejabat Pembuat Akta Tanah sendiri, supaya

semakin jelas peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertujuan untuk memberikan

kelancaran, kemudahan kepada seluruh lapisan masyarakat dan dengan peranan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997) dapat mencegah terjadinya pemalsuan akta-

kata tanpa diketahui Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh orang-orang yang tidak bertanggung dan

hanya merugikan masyarakat.37

Selain peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah di atas, dalam kaitannya dengan

Pendaftaran Tanah sangat membatu kepala Kantor Pertanahan dan pendaftaran itu sendiri

diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional yang bertugas pelaksanaannya dilakukan oleh

kepala Kantor Pertanahan.

5.2.Status Jual Beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT)

Pendapatan masyarakat Desa Sembung Gede, masih lebih cenderung dari hasil

pertanian dalam arti luas, termasuk dari lahan basah dan lahan kering. Hal ini didukung oleh

penggunanan lahan pertanian masih mempunyai porsi yang terbesar yaitu sebanyak 64% dari

37 Ibid

Page 31: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

total penggunaan lahan desa. Persentase mata pencaharian dari penduduk Desa Kukuh masih

menggantungkan pada sector pertanian dalam arti luas yaitu lahan basah dan lahan kering

dengan komoditi padi dan sayuran di lahan basah (sawah) dan kelapa, kakao, cengkeh, kopi pada

lahan kering (tegalan).

Melihat monografi Desa sembung Gede Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan

yang sangat berpotensi sekali menjadi daerah perkembangan kota, mengingat letak geografisnya

yang berbatasan langsung dengan Kota Tabanan.

Adapun batas wilayah dari Desa Sembung Gede adalah sebagai berikut:38

Sebelah Utara : Desa Kesiut

Sebelah Timur : Tukad Yeh AB

Sebelah Selatan : Desa Kukuh

Sebelah Barat : Sungai Lating

Desa Sembung Gede memiliki lahan yang sangat luas untuk diberdayakan sebagai lahan

pemukiman selain terletak di pinggir Kota Tabanan Desa Sembung Gede juga memiliki fasilitas

yang memadai diantaranya:

Tabel 2

Fasilitas Umum di Desa Sembung Gede

No Fasilitas Jumlah

1. Jalan Desa 5,453 Km

2. Jembatan -

3. Sumber Air -

4. Pura 12 Buah

5. Sungai 1 Buah

6. Posyandu 10 Buah

7. Industri Kecil 1 Buah

8. Sekolah 4 Buah

38

Peraturan Desa Sembung Gede Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJMDes) Tahun 2010-2015

Page 32: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

9. Kantor 4 Buah

10. Puskesmas 1 Buah

11. Kuburan 5 Buah

Sumber: Kantor Desa Sembung Gede

Sebagai daerah lingkar luar Kota Tabanan, Desa Sembung Gede sangat berpotensi

sekali menjadi lokasi perkembangan kota. Saat ini sudah banyak didirikan pabrik-pabrik dan

perumahan di desa Sembung Gede. Melihat kondisi Desa Sembung Gede yang sangat strategis

tentu saja banyak lahan pertanian akan berubah menjadi pusat perumahan dan perekonomian.

Semenjak diundangkanya UUPA, maka pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu

perjanjian seperti dalam Pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia, melainkan perbuatan

hukum pemindahan hak untuk selama–lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya

diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 tahun 1961 yang telah

diperbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah,

yang menentukan bahwa jual–beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh

dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),

Dengan adanya aturan yang secara khusus mengatur terhadap setiap perbuatan hukum

yang berkaitan dengan hak atas tanah, maka perbuatan hukum yang dilakukan menyangkut

tentang hak atas tanah dalam banyak hal, terkadang menimbulkan kesulitan tersendiri bagi

sebagian masyarakat, terutama untuk masyarakat awam yang kurang mengetahui tentang aturan

hukum yang berkaitan tentang tanah.

Misalnya dalam praktek, banyak dikalangan masyarakat awam, dimana jual beli hak

atas tanah yang merupakan salah satu perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah

hanya dilakukan dengan bukti selembar kwitansi biasa saja. Sebenarnya hal ini tidak dilarang,

hanya saja hal ini tentunya akan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi si pembeli ketika dia

akan mendaftarkan hak atas tanahnya atau melakukan balik nama hak atas tanah yang telah

dibelinya ke kantor pertanahan, karena kantor pertanahan pasti akan menolak untuk melakukan

pendaftaran disebabkan tidak terpenuhinya syarat-syarat tentang pendaftaran tanah.

Masyarakat Desa Sembung Gede termasuk masyakat yang masih menggunakan aturan

Hukum Adat yang berlaku. Hal ini bisa dilihat dari cara hidup masyarakatnya yang masih

Page 33: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

melakukan praktek jual beli tanah dibawah tangan. Maksud di bawah tangan adalah suatu

perjanjian jual beli tanah dalam Hukum Adat dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa

pemindahan hak dengan pembayaran tunai maupun sebagian yang dilakukan atas kesepakatan

pihak masing-masing (penjual dan pembeli) yang dihadiri oleh Kepala Adat/ Kepala Desa.

Menurut I Gusti Nengah Sulandera, di Desa Sembung Gede ini masih terdapat praktek

jual beli tanah di bawah tangan. Menurut masyarakat di Desa Sembung Gede, mereka melakukan

jual beli tanah di bawah tangan disebabkan biayanya tidak terlalu banyak dan prosesnya sangat

mudah, yaitu cukup dihadiri oleh Kepala Adat/ Kepala Desa dan saksi-saksi, maka proses jual

beli tanah yang terjadi sudah sah.39

Dalam perjanjian (teori baru) menurut Van Dune sebagaimana telah dikemukakan

dalam Bab II yang tidak melihat perjanjian semata-mata tetapi dilihat pula perbuatan sebelumnya

atau yang mendahuluinya, yaitu olehnya dibagi dalam tiga tahap yaitu:40

1. Tahap adanya penawaran dan penerimaaan.

2. Tahap adanya persesuaian pernyataan kehendak antara pihak.

3. Tahap pelaksanaan perjanjian.

Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan

menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan

membayar sejumlah uang sebagai harganya.41

Untuk terjadinya perjanjian ini cukup apabila kedua belah pihak sudah mencapai

persetujuan tentang barang dan harganya. Pihak penjual mempunyai dua (2) kewajiban pokok

yaitu pertama menyerahkan barangnya serta menjamin pihak pembeli memiliki barang itu tanpa

ada gangguan dari pihak lain dan kedua bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang

tersembunyi. Sedangkan pihak pembeli wajib membayar harga pada waktu dan tempat yang

telah ditentukan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1513 KUH Perdata menyatakan bahwa

"kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat

sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian."

Berdasarkan definisi tersebut di atas kewajiban membayar harga merupakan kewajiban

yang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan harga bersama

39

Hasil wawancara pada tanggal 2 Agustus 20014 dengan I Gusti Nengah Sulendra selaku Kepala Desa

Sembung Gede 40

Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, 2007, Perancangan Kontrak dan Memorandum of

Understanding (MoU), Cetakan Kedua, PT Sinar Grafika, Jakarta. h. 126 41

R. Subekti, 1979, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta h.161-162

Page 34: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

dengan penyerahan barang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jual beli tak akan ada artinya tanpa

pembayaran harga. Oleh karenanya sangat beralasan kalau menolak melakukan pembayaran

berarta telah melakukan perbautan hukum. Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang

tersebut sebagai imbalan hak pembeli untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang

dibelinya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa perjanjian itu tuntas setelah

dilaksanakan hak dan kewajiban oleh para pihak, maka segala akibat hukum dan resikonya

termasuk keuntungannya menjadi beban dan hak pembeli.

Untuk terjadinya perjanjian jual-beli tanah, pada pelaksanaannya, dimana kedua belah

pihak yaitu antara penjual dan pembeli, telah terjadinya kesepakatan dan setuju mengenai benda

dan harga, Si Penjual menjamin kepada pembeli, bahwa, tanah yang akan dijual tersebut, tidak

akan mengalami, sengketa, kepada pembeli, sedangkan pembeli menyanggupi untuk membayar

sejumlah harga yang telah disepakati bersama.

Menurut ketentuan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jual Beli adalah

suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan hak atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan , sedangkan menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sahnya suatu

perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :

1. Adanya mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Terlebih dahulu kita lihat lengkapnya Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa

:

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

meyerahkan suatu kebendaan, dari pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan.”

Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457 tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

yaitu bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai

suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuataan hukum) pada detik tercapainya

sepakat penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essentiali) yaitu barang dan

Page 35: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

harga, biarpun jual beli itu mengenai barang yang tak bergerak. Sifat konsensuil jual beli ini

ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata yang berbunyi

: “Jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat

tentang barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum

dibayàr.”

Salah satu sifat yang penting lagi dari jual beli menurut sistem Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya “Obligatoir” saja, artinya, jual beli

itu belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan kewajiban pada kedua belah

pihak, yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas

barang yang dijual. Sifat ini nampak jelas dari Pasal 1459 KUH-Perdata, yang menerangkan

bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada sipembeli selama

penyerahannya belum dilakukan.42

Berbeda dengan jual beli menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum

adat, dimana apa yang dimaksud dengan jual beli bukan merupakan perbuatan hukum yang

merupakan perjanjian obligatoir. Jual beli (tanah) dalam hukum adat merupakan perbuatan

hukum pemindahan hak yang harus memenuhi tiga (3) sifat yaitu :43

1. Harus bersifat tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat

dilakukan jual beli yang bersangkutan.

2. Harus bersifat terang, artinya pemindahan hak tersebut dilakukan dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang atas obyek perbuatan hukum.

3. Bersifat riil atau nyata, artinya dengan ditanda tangani akta pemindahan hak

tersebut, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan sebagai bukti

dilakukan perbuatan hukum tersebut.

Dalam hal jual beli tanah, jual beli telah dianggap terjadi walapun tanah belum

diserahkan atau harganya belum dibayar. Untuk pemindahan hak itu masih diperlukan suatu

perbuatan hukum lain berupa penyerahan yang caranya ditetapkan dengan suatu peraturan lain

lagi.

42

R. Subekti,1998, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h. 80. 43

Boedi Harsono I, Op. Cit, h. 317

Page 36: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

5.3.Cara Penyelesaian yang Dapat Ditempuh, Agar Jual Beli Tanah yang Dilakukan di

Bawah Tangan Memiliki Kekuatan Hukum yang Pasti.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat bahwa apapun bentuk jual beli tanah di

bawah tangan yang dilakukan atas dasar saling percaya pada akhirnya akan mengakibatkan

kerugian terhadap pihakpihak yang bersangkutan, seperti pihak-pihak tersebut tidak memiliki

alat bukti yang berkekuatan hukum tetap berupa sertifikat tanah.

Melihat prakteknya Jual beli tanah di bawah tangan di Desa Sembung Gede yang masih

biasa dilakukan. Sebenarnya dari pihak perangkat desa sudah memberi himbauan kepada

masyarakat pada saat melakukan jual beli tanah, agar dilakukan sesuai dengan peraturan yang

berlaku meskipun harus menunggu biaya untuk mensertifikatkan tanahnya.

Untuk mempermudah masyarakat di desa agar jual beli tanah tidak dilakukan dengan

kepercayaan maupun melalui kwitansi sebenarnya di tiap-tiap desa sudah ada cara untuk

membuat alat bukti adanya jual beli tanah. Adapun cara pembuatan alat bukti jual beli tanah di

bawah tangan di desa, yaitu pihak yang bersangkutan (penjual dan pembeli) datang ke kantor

desa utuk membuat kesepakatan mengukur tanah yang dijual. Kepala desa dan perangkat-

perangkat desa disini juga sebagai saksi. Setelah tanah diukur, kemudian data ditulis dalam buku

desa. Setelah selesai, pembeli wajib membayar uang wajib dan uang sukarela. Uang wajib disini

adalah “Batu-batu”, yaitu uang yang harus dibayar oleh pembeli kepada kepala desa/ perangkat

desa setelah dilakukan pengukuran tanah dan data-data pengukuran tanah sudah ditulis oleh

perangkat desa. Uang tersebut sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah). Sedangkan uang

sukarela adalah uang yang diberikan oleh pembeli kepada kepala desa/ perangkat desa. Uang

sukarela disini mempunyai nilai minimal, yaitu sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

Setelah uang dibayarkan, para saksi yang terdiri dari : tetangga dari tanah yang diukur,

pembeli (suami-istri), penjual (suamiistri), kepala desa dan perangkat-perangkat desa

menandatangani surat pernyataan jual beli tanah tersebut. Jadi hal ini, juga berlaku bagi jual beli

tanah melalui kepercayaan dan jual beli tanah melalui kwitansi.

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, perjanjian yang

menyangkut peralihan hak atas tanah termasuk jual beli tanah, seharusnya dilakukan di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Maka dari itu, dalam melaksanakan transaksi jual beli,

pihak penjual dan pembeli harus datang menghadap bersama-sama ke kantor PPAT, untuk

kemudian membuat Akta Jual Beli Tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang dianggap oleh

Page 37: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional), yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta

peralihan hak atas tanah, termasuk akta jual beli tanah. Apabila transaksi jual beli tanah terjadi di

daerah yang belum/ masih jarang terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maka dapat

menghadap ke Camat dalam jabatan dan kapasitasnya selaku PPAT sementara. Hal yang perlu

diperhatikan oleh pihak penjual dan pihak pembeli tanah adalah, bahwa PPAT yang akan diminta

membuat akta perjanjian jual beli tanah adalah, PPAT yang berada dalam wilayah kedudukan

dan kewenangannya yang meliputi daerah keberadaan tanah yang dijadikan sebagai obyek

transaksi jual beli tersebut. Adapun proses pembuatan Akta Jual Beli Tanah di Kantor PPAT

adalah sebagai berikut :

1. Persyaratan Pembuatan Perjanjian Jual Beli di hadapan PPAT

Saat menghadap ke PPAT untuk membuat akta perjanjian jual beli tanah, maka ada

beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh pihakpihak terkait, yaitu :

a. Pihak penjual, diharapkan membawa :

1. Sertifikat asli hak atas tanah yang akan dijual.

2. KTP (Kartu Tanda Penduduk)

3. Bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan)

4. Surat Persetujuan suami/ isteri, bagi yang sudah berkeluarga.

5. KK (Kartu Keluarga).

b. Pihak Pembeli, diharapkan membawa :

1. KTP (Kartu Tanda Penduduk)

2. KK (Kartu Keluarga)

3. Uang pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai di hadapan PPAT, atau

surat perintah mengeluarkan uang kepada bank, yang telah disepakati antara

penjual dengan pembeli terkait.

2. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli Tanah

a. Sebelum membuat akta jual beli tanah PPAT harus melakukan pemeriksaan mengenai

keaslian sertifikat ke kantor pertanahan terkait.

b. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh), apabila harga jual tanah di atas Rp.

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) di bank atau kantor pos terkait.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

c. Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia

tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas maksimum.

d. Surat pernyataan dari penjual bahwa, tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.

e. PPAT menolak membuat akta jual beli, apabila tanah yang akan dijual sedang dalam

sengketa.

3. Pembuatan Akta Jual Beli Tanah

a. Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual oleh penjual dan calon pembeli, orang

yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.

b. Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.

c. PPAT membacakan akta, dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta

tersebut.

d. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli, maka akta ditanda tangani

oleh penjual, calon pembeli, saksisaksi serta PPAT.

e. Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar

hanya disampaikan ke kantor pertanahan, untuk keperluan pendaftaran.

f. Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan yang

merupakan jawaban dari permasalahan sebagai berikut:

1. Kesadaran Masyarakat Desa Sembung Gede akan pentingnya Akta PPAT berdasarkan

dua jenis golongan masyarakat yaitu Golongan dari masyarakat yang mampu

ekonominya dan dariGolongan masyarakat yang tidak mampu ekonominya. Ini terbukti

pada Januari samapai Agustus 2014 terjadi 10 kali jual beli tanah, maka dapat

disimpulkan dari 10 transaksi jual beli tanah, 8 dengan akta jual beli maka lagi 2 transaksi

dilakukan dengan dibawah

2. Status Jual Beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat, yang dimaksud dengan

jual beli bukan merupakan perbuatan hukum yang merupakan perjanjian obligatoir. Jual

beli (tanah) dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang harus

memenuhi tiga (3) sifat bersifat tunai, bersifat terang, dan bersifat riil atau nyata.

3. Cara penyelesaian jual beli tanah di bawah tangan di Desa Sembung Gede terdapat tiga

cara yaitu melalui kepercayaan, selembar kwitansi dan dihadapan Kepala Desa. Untuk

memperoleh alat bukti berupa sertifikat, PPAT membuat akta jual beli terlebih dahulu.

Kemudian dibuat sertifikat tanah yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

6.2.Saran

Dari hasil penelitian yang penulis peroleh , maka penulis memberikan suatu saran

adalah sebagai berikut :

1. Penyuluhan-penyuluhan secara intensif dari Kantor Kepala Desa kepada

masyarakat akan cara-cara mendaftarkan tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.

2. Bagi masyarakat yang belum memiliki sertifikat tanah, jika sudah memiliki biaya

segera mendaftarkan tanahnya untuk memperoleh sertifikat. Sertifikat sebagai alat

bukti kepemilikan tanah yang sah. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Al–Rashid, Harun, 1986, Sekilas Tentang Jual–Beli Tanah (Berikut Peraturan–Peraturanya),

Ghia Indonesia, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2002, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum

Tanah, Djambatan, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1, Djambatan, Jakarta.

Morris L. Cohen & Kent C. Olson, 2000, Legal Research, In A Nutsell, West Group, ST. Paul,

Minn, Printed in The United States of America.

Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Nasution, 2007, Metode Riserch, Bumi Aksara, Jakarta.

Notodisoerjo,R. Soegono, 1989, Tata Cara Pengangkatan Pejabat Umum, Intan Pariwara,

Jakarta.

Patrik, Purwahid 1986, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Badan Penerbit

UNDIP, Semarang.

Patrik,Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian

dan dari Undang-Undang), Mandar Maju Bandun.

Perangin, Effendi, 1987, Praktek Jual Beli Tanah, Rajawali Pers, Jakarta.

Pradjodikoro,Wirjono,1986, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung.

Ronny Hanitjio, Soemaitro, 1995, Metodelogi Penelitian Hukum Cetakan III, Ghia Indonesia,

Jakarta.

Salehindo, John, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta.

Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, 2007, Perancangan Kontrak dan Memorandum of

Understanding (MoU), Cetakan Kedua, PT Sinar Grafika, Jakarta.

Salindeho, Jhon, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta.

Setiawan,R, 1994, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

Soimin, Sudaryo 1994, Status Tanah Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta.

Subekti, R 1979, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, R. 1998, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 1997,Metodelogi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Surakhman, Winarno, 1982, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung.

Syamsudin Meliala,A. Qiram, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.

Tirtaamidjaja, MR 1970, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta.

Wantjik Saleh, K, 1977, Hak Anda Atas Tanah, Ghia Indonesia, Jakarta.

Yahya,M. Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

b. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang

lebih dikenal dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Pemerintah

Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Page 42: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAMPIRAN 1

CV PESETA PENELITIAN

Page 43: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …
Page 44: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAMPIRAN 2

DOKUMENTASI

Page 45: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAMPIRAN 3

LAPORAN PENGGUNAAN DANA PENELITIAN

A. Honor Panitia

No Nama Honor/Bula

n

Alokasi

Waktu

Jumlah

1 I Ketut Tjukup, SH. MH

Rp. 250,000 4 Rp.

1.000.000

2 I Ketut Artadi SH., SU

Rp. 200.000 4 Rp.800.000

3 Nyoman A. Martana, SH., MH

Rp. 200.000 4 Rp.800.000

4 I Ketut Sudjana, SH., MH

Rp. 200.000 4 Rp.800.000

5 Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH.,

M.Kn

Rp. 200.000 4 Rp.800.000

JUMLAH Rp.

4.200.000

B. Belanja Barang

No Uraian Volume Harga

Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

1 Kertas HVS A4 2 Rem 75.000 150.000

2 Tinta Printer 4 Catride 250.000 1.000.000

3 Flash Disk 1 bh 123.000 123.000

3 CD 5 Bh 7.000 35.000

4 Bolpoin 5 Bh 5.000 25.000

Page 46: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

5 Note Book 5 Bh 7.200 36.000

6 Foto Copy 700 lbr 200 140.000

7 Jilid Laporan 8 12.000 96.000

JUMLAH Rp. 1.605.000

C. Perjalanan dan Konsumsi

No Kegiatan Kuantitas Peruntuka

n

Harga

Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

1 Konsusms

i

6x1 Penjajagan

lokasi

Pengabdian

Masyarakat

15.000 90.000

2 Biaya

perjalanan

1x1 Penjajagan

lokasi

Pengabdian

Masyarakat

100.000 100.000

3 Konsusms

i

6x1 Pengabdian

Kepada

Masyarakat

15.000 90.000

4 Biaya

perjalanan

1x1 Pengabdian

Kepada

Masyarakat

100.000 100.000

5 Konsusms

i

6x1 Pengabdian

Kepada

Masyarakat

15.000 90.000

6 Biaya

perjalanan

1x1 Pengabdian

Kepada

Masyarakat

100.000 100.000

JUMLAH Rp. 570.000

Page 47: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAMPIRAN 4

LOG BOOK PENELITIAN

No Volume Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1 Rapat rencana pembuatan

proposal pengabdian

24 Juli 2014

2 Rapat penentuan lokasi

penelitian

28 Juli 2014

3 Penjajagan lokasi

penelitian ke Desa

Sembung Gede, Kecamatan

Kerambitan, Kabupaten

Tabanan

4 Agustus 2014

4 Rapat Pembuatan

instrument penelitian

14 Agustus 2014

5 Pengumpulan data primer

dengan wawancara

28 Agustus 2014

6 Pengumpulan data primer

dengan wawancara

3 September 2014

7 Pengumpulan data primer

dengan wawancara

10 September 2014

8 Pengolahan data primer

dengan wawancara

26 September 2014

9 Mencari data skunder

dengan membeli buku dan

pinjam di perpustakaan

1-3 Oktober 2014

10 Menganalisa Jual Beli

tanah yang dilakukan tanpa

akta Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT)

9 Oktober 2014

11 Menganalisa penyelesaian

yang dapat ditempuh oleh

pembeli, agar jual beli

tanah yang dilakukan tanpa

akta PPAT dapat

mempunyai kekuatan

hukum yang pasti

10 Oktober 2014

12 Penggandaan dan

penyerahan laporan hasil

penelitian

21 Oktober 2014

Page 48: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …

LAMPIRAN 5

NOTA DAN KWITANSI

Page 49: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …
Page 50: LAPORAN PENELITIAN DANA PRODI MAGISTER …