laporan penelitian 2012.pdf

43

Transcript of laporan penelitian 2012.pdf

Page 1: laporan penelitian 2012.pdf
Page 2: laporan penelitian 2012.pdf

LAPORAN HASIL PENELITIAN INDIVIDU

KARAKTERISTIK STRUKTUR KRISTAL PADA

BAHAN Ni0.3Zn0.7Fe2O4 DENGAN VARIASI LAMA

MILLING

SITTI AHMIATRI SAPTARI

19770416 2005 01 2 008

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2012

Page 3: laporan penelitian 2012.pdf

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Sitti Ahmiatri Saptari

NIP : 19770416 2005 01 2 008

Judul Penelitian : Karakteristik Struktur Kristal pada Bahan

Ni0.3Zn0.7Fe2O4 dengan Variasi Lama Milling

Peneliti,

Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si

NIP. 197704162005012008

Menyetujui,

Ketua Program Studi Fisika Ketua P3M FST

Drs. Sutrisno, M.Si Dr. Elpawati Ir. MP

NIP. 195902021982031005 NIP. 196412041992032001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hiayatullah Jakarta

Dr. Syopiansyah Jaya Putra M.Sis

NIP. 196801172001121001

Page 4: laporan penelitian 2012.pdf
Page 5: laporan penelitian 2012.pdf

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Azza Wa Jalla, Robb Alam Semesta. Yang

tidak ada ilah yang pantas disembah kecuali Allah. Yang seluruh detail alam

semesta bersaksi bahwa pernyataan tersebut adalah benar adanya. Kemudian

sholawat dan salam semoga tercurah bagi Muhammad bin Abdullah, satu-satunya

manusia yang mendahului manusia dalam setiap kebaikan. Tidak ada satupun

kebaikan kecuali kita telah diajarkan dan tidak ada satupun kebaikan kecuali kita

telah dilampaui oleh Rosulullah saw.

Penulis bersyukur kepada Allah SWT karena hanya atas rahmat dan

petunjuk-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

kesempatan dan dukungan dana penelitian ini

Penulis sadar bahwa laporan hasil penelitian ini tidak luput dari

kekurangan, namun penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat luas.

Jakarta, September 2012

Sitti Ahmiatri Saptari

Page 6: laporan penelitian 2012.pdf

iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Ferit 4

2.2. Mechanical Alloying 5

2.3. Teori Dasar Sinar X 7

2.4. Kristal 13

2.5. Ukuran Butir 18

BAB 3 EKSPERIMEN 19

3.1. Alur Penelitian 19

3.2. Tempat, Waktu, dan Metode Penelitian 20

3.3. Preparasi Bahan-bahan Dasar 20

3.4. Pembuatan Sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 21

3.5. Karakterisasi Sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

BAB 5 KESIMPULAN 36

DAFTAR ACUAN 37

Page 7: laporan penelitian 2012.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan

ferit, yakni oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen utama.

Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet

dihilangkan. Ada dua jenis ferit yang banyak digunakan dalam teknologi, yakni

ferroxcube dan ferroxdure. Ferroxcube pertama kali dibuat di Laboratorium

Phillips oleh Snoek pada tahun 1946. Sifat-sifat khas ferroxcube antara lain

resistivitas listrik tinggi, koersivitas rendah, dan permeabilitas magnetic tinggi.

Karena itu fcrroxcube digolongkan dalam kelas bahan soft magnet. Penggunaan

ferroxcube terutama dalam bidang elektronika frekuensi tinggi, yakni sebagai

induktan dan transformator frekuensi tinggi [1]. Ferit jenis ini memiliki formula

MFe2O4 dimana M= Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti

mineral spinel.

Ni-Zn ferit termasuk material soft magnetic dan memiliki struktur spinel.

Material ini telah digunakan secara luas untuk alat elektronika dan telekomunikasi

[2], sehingga Ni-Zn ferit menjadi topic yang sangat menarik bagi para peneliti di

seluruh dunia. Ni-Zn ferit dapat disintesis dengan berbagai macam metode

misalnya dengan solution state reaction serperti yang dilakukan oleh Rao dan

Setty [2], coprecipitation technique yang dilakukan oleh Velmurugan et all [3],

combution reaction dilakukan oleh Turtella et all [4], sol gel method dilakukan

oleh Xiao Liang et all [5], dan mechanical alloying dilakukan oleh Jalaly et all

[6]. Metode mechanical alloying diketahui sangat efektif untuk mereaksikan

senyawa oksida.

Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mengetahui struktur kristal dari

sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 yang diproduksi melalui metode mechanical alloying

Page 8: laporan penelitian 2012.pdf

2

dengan variasi lama milling. Struktur kristal sampel dapat diketahui dengan

melakukan karakterisasi menggunakan XRD.

1.2. Perumusan Masalah

Secara umum perumusan masalahnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Bagaimana proses yang dilakukan untuk pembuatan sampel

Ni0.3Zn0.7Fe2O4 dari bahan dasar Ni, ZnO, dan Fe2O3.

Bagaimana pola difraksi sinar X dari masing-masing sampel

Ni0.3Zn0.7Fe2O4 dengan variasi waktu milling 2jam, 5 jam, 7 jam, 10 jam,

15 jam, dan 20 jam.

Bagaimana struktur kristal sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan yang dibahas diatas, maka penelitian ini

memiliki tujuan sebagai berikut :

Untuk mengetahui proses pembuatan bahan Ni0.3Zn0.7Fe2O4.

Untuk mengetahui struktur kristal bahan Ni0.3Zn0.7Fe2O4 .

Untuk mengetahui ukuran kristal (butir) bahan Ni0.3Zn0.7Fe2O4.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika didalam penulisan laporan hasil penelitian ini terdiri

atas:

Bab 1: Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Tinjauan literatur

Bab ini mencakup penjelasan mengenai beberapa penelitian terdahulu

mengenai Ni-Zn Ferit dan beberapa karakteristiknya yang menunjang

pengetahuan dan hasil analisa penelitian .

Bab 3: Eksperimen

Page 9: laporan penelitian 2012.pdf

3

Bab ini berisi tentang eksperimen yang dilakukan terdiri atas tempat,

waktu, metode yang dipakai, preparasi sampel, alat-alat yang diperlukan serta

diagram alur penelitian.

Bab 4: Hasil dan Pembahasan

Bab ini menampilkan hasil penelitian karakterisasi sampel berupa hasil

pola difraksi sinar X dan pengolahan data. Serta pembahasan hasil eksperimen

yang telah diperoleh.

Bab 5: Kesimpulan

Kesimpulan merupakan sebuah intisari dari seluruh kegiatan ini yang

mengacu pada tujuan awal penelitian.

Page 10: laporan penelitian 2012.pdf

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ferit

Selain bidang elektronik dan informasi, material magnetik mengambil

peranan penting dalam kehidupan modern. Saat ini material magnetik digunakan

di berbagai bidang. Meskipun fungsi magnetik diperlukan untuk tujuan masing-

masing, namun secara umum magnet terbagi menjadi dua yaitu magnet keras dan

magnet lunak. Magnet lunak dapat tertarik magnet permanen, sedangkan magnet

keras dapat menjadi magnet permanen.

Material magnetik terbagi menjadi material magnetik logam dan material

magnetik oksida (keramik). Meskipun permeabilitas awal dan densitas fluks

magnetik dari material magnetik logam tinggi namun kehilangan arus eddy cukup

besar pada frekuensi tinggi, hal ini disebabkan karena resistivitas listriknya

rendah. Karena alasan tersebut pada umumnya material magnetik logam

digunakan dalam bentuk inti multilayer pelat tipis yang digulung.

Oksida kompleks yang terdiri dari ion besi trivalen merupakan bahan

utama yang umum disebut ferrite. Grup ini umumnya menunjukkan sifat

ferimagnetik yang diaplikasikan dalam industri secara luas.Baru-baru ini,

karakteristik frekuensi tinggi yang melebihi ferit dengan mengalikan lapisan tipis

telah diperoleh.

Ferit lunak memiliki karakteristik menarik pada frekuensi tinggi karena

resitivitas listriknya tinggi sehingga sering digunakan sebabagai induktor dan

material inti pada transformer. Ferit keras sering digunakan sebagai magnet

permanen pada speaker dan motor.

Dari sudut pandang bidang yang diterapkan, ferit lunak digunakan dalam

medan magnet bolak-balik. Sifat magnetik sangat baik pada frekuensi tinggi

dibandingkan material magnetik logam sejak ferit menunjukan resistivitas listrik

lebih tinggi dan kehilangan arus eddy yang lebih kecil. Oleh karena itu, pada pita

frekuensi tinggi material ferit banyak digunakan.

Page 11: laporan penelitian 2012.pdf

5

Pada ferit lunak terdapat dua formula kimia, yaitu tipe spinel (MeFe2O4)

dan tipe garnet (Me3Fe5O12), dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Ferit lunak memiliki

gaya koersivitas kecil, dan permeabilitas yang penting. Densitas fluks magnetic

besar dan magnetokristalin anisotropi dan magnetoristrik kecil menjadikan

permeabilitas meningkat. Struktur tipe spinel, magnetokristalin anisotropinya

lebih kecil sehingga permeabilitas tinggi. Karakteristik yang diinginkan dari ferit

adalah temeperatur Curie tinggi, permeabilitas tinggi, dan stabilitas tinggi, tapi

tidak semua karakteristik tersebut ada pada satu material, sehingga berbagai

macam tipe spinel dari ferit digunakan tergantung tujuannya.

Tabel 2.1. Sifat magnetic dari ferit [7]

2.2. Mechanical Alloying

Proses mechanical alloying dengan mekanisme mechanical milling

atau pun dengan menggunakan high energy ball milling (HEBM) pada

prinsipnya adalah pengurangan ukuran butir atau partikel dan proses

substitusi yang diakibatkan oleh tumbukan yang terus menerus antar bola

logam (ball mill) dan sampel di dalam alat milling, seperti pada Gambar 2.1.

Page 12: laporan penelitian 2012.pdf

6

Gambar 2.1. Prinsip dan tahapan dari mechanical alloying [8]

Ball mill adalah alat yang baik untuk grinding banyak material menjadi

bubuk halus. Ball Mill digunakan untuk menggiling berbagai jenis tambang dan

bahan lainnya. Ada dua jenis proses grinding yaitu proses kering dan proses

basah. Setelah bahan mengalami proses grinding maka bahan padat akan berubah:

ukuran, bentuk partikelnya, dan lain-lainnya.Keuntungan dari penggunaan ball

mill adalah sederhana dan dapat menghasilkan kapasitas produksi yang cukup

besar dan ekonomis [8]

Page 13: laporan penelitian 2012.pdf

7

2.3. Teori Dasar Sinar-X

Sinar-X adalah salah satu bentuk dari radiasi gelombang elektromagnetik

yang memiliki panjang gelombang antara 0,01 – 100 Ǻ. Karena berbentuk

gelombang maka energi yang dimiliki oleh foton sinar-X ini dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan [9] berikut:

(2.1)

Dengan h konstanta planck ( 6,626 x 10-34

[J.s] ), c kecepatan cahaya ( 3 x 108

[m/s] ) dan λ sebagai panjang gelombang [m]. Sehingga untuk sinar-X dengan

panjang gelombang 1 Ǻ ( 10-10

[m] ) akan memiliki energi sebesar 1,9898 x 10-15

[J] atau 12400,8 eV. Dengan energi yang demikian besar, sinar-X dapat

mengionisasi elektron terdalam dari beberapa unsur ringan seperti pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.2. Energi ionisasi beberapa atom ringan

Atom Energi Ionisasi (eV)

I II III IV V VI VII

H 14 1

He 25 55 4

Li 5 76 123 9

Be 9 18 154 218 16

Be 8 25 38 260 341 25

C 11 24 48 64 393 492 36

N 14 30 48 78 98 523 668 49

Sinar-X ditemukan dengan tidak sengaja oleh seorang professor Fisika

Wilhelm K. Rontgen 8 November 1895 ketika sedang melakukan percobaan

dalam laboratorium yang berada di lantai dua apartemennya di Würzburg, Bavaria

(sekarang bagian dari German). Dia melakukan percobaan dengan menggunakan

tabung sinar katoda dengan sumber tegangan DC sebesar 20 Volt dan dengan

Page 14: laporan penelitian 2012.pdf

8

menggunakan koil dia dapat menaikan tegangan sampai 35000 Volt dengan cara

memutus secara periodik aliran arus ke rangkaian sebanyak 8 kali per detik. Dia

menyimpulkan bahwa radiasi dengan kemampuan tembus yang besar dapat

ditimbulkan jika elektron dengan energi kinetik yang besar menumbuk materi.

Radiasi ini dapat menembus bahan dengan mudah, menyebabkan bahan

fosforesen berkilau dan menghitamkan plat foto. Karena sifat-sifat dari radiasi ini

belum diketahui maka pada saat itu dinamakan sinar-X. Daya tembus sinar-X

akan bertambah dangan bertambahnya energi kinetik elektronnya, juga intensitas

yang makin besar dengan bertambahnya jumlah elektron.

Pada Gambar 2.2 diperlihatkan skema dari produksi sinar-X didalam

sebuah tabung katoda. Beda potensial Ua akan mempercepat gerakan elektron dari

katoda ke target anoda, sedangkan Uh menentukan banyaknya elektron yang

terlepas dari katoda. Elektron yang terlepas akan menumbuk target anoda

sehingga akan kehilangan sebagian besar atau seluruh energi kinetiknya ketika

mengalami tumbukan dengan dengan atom target; energi inilah yang berubah

menjadi sinar-X.

Gambar 2.2. Skema produksi sinar-X

Page 15: laporan penelitian 2012.pdf

9

Proses terjadinya sinar-X dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

2.3.1 Brehmsstrahlung

Elektron yang bergerak cepat dari katoda akan mengenai target anoda dan

mengalami penghentian mendadak. Berdasarkan teori elektromagnetik, muatan

listrik yang mengalami percepatan akan meradiasikan gelombang elektromagnetik

dan elektron yang bergerak cepat yang tiba-tiba dihentikan jelas mengalami

percepatan. Sinar-X brehmsstrahlung atau “breaking radiation” merupakan

produksi sinar-x yang dihasilkan dari penghentian elektron yang bergerak dengan

kecepatan yang tinggi oleh inti atom target. Kekuatan sinar-x yang dihasilkan

merupakan selisih energi kinetik elektron mula-mula dan energi elektron setelah

mengalami penghentian. Gambar 2.3 menjelaskan bagaimana proses terjadinya

sinar-X bremsstarhlung dan spektrum sinar-X tungsten pada berbagai potensial

pepercepat.

Gambar 2.3. Sinar-X bremsstarhlung

Page 16: laporan penelitian 2012.pdf

10

2.3.2. Sinar-X karakteristik

Pada Gambar 2.4 terlihat dua puncak dengan intensitas yang tajam pada

panjang gelombang tertentu dari target unsur molybdenum. Puncak-puncak ini

timbul pada berbagai panjang gelombang tertentu untuk masing-masing bahan

target dan asalnya adalah penataan kembali struktur elektron atom target setelah

diganggu oleh tembakan elektron energi tinggi.

Gambar 2.4. Sinar-X karakteristik

Elektron dari katoda yang bergerak dengan percepatan yang cukup tinggi,

dapat mengenai elektron dari atom target (anoda) sehingga menyebabkan elektron

tereksitasi dari atom, selanjutnya elektron lain yang berada pada sub kulit yang

lebih tinggi akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh elektron tersebut

dengan memancarkan sinar-X yang memiliki energi sebanding dengan selisih

level energi elektronnya.

Mekanisme munculnya K dan K adalah ketika kekosongan terjadi pada

kulit kulit-K (n=1), elektron dari kulit di atasnya (L, M, N dst) akan turun mengisi

kekosongan tersebut sambil memancarkan foton dengan energi yang merupakan

selisih energi dari kulit elektron asal (L,M,N dst) dan kulit-K . Sinar-X yang

dihasilkan oleh elektron dari L ke K dinamakan sinar-X Kα dan sinar-X Kβ untuk

dari M ke K. Sedangkan pada kulit-L akan menghasilkan sinar-X Lα untuk

transisi M ke L dan Lβ untuk transisi N ke L dan seterusnya. Sedangkan

Page 17: laporan penelitian 2012.pdf

11

kekosongan pada kulit yang ditinggalkan elektron untuk mengisi level energi

dibawahnya akan diisi oleh elektron dengan level energi yang ada diatasnya dan

seterusnya sehingga dihasilkan sinar-X dengan berbagai panjang gelombang.

2.3.3. X-Ray Diffraktometer (XRD)

Pada tahun 1912, Max Von Laue menyatakan bahwa panjang gelombang

sinar-X ternyata bersesuaian dengan jarak antar atom-atom dalam kristal. Dengan

alasan itu dia mengusulkan untuk menggunakan kristal untuk mendifraksikan

sinar-X dengan kisi kristal berlaku sebagai kisi tiga dimensi.

Sebuah kristal terdiri dari deretan atom yang teratur letaknya, masing-

masing atom dapat menghamburkan gelombang elektromagnetik yang

mengenainya. Berkas sinar-X monokromatik yang jatuh pada sebuah kristal akan

dihamburkan ke segala arah, tetapi karena keteraturan letak atom-atom, pada arah

tertentu gelombang hambur itu akan berineraksi konstruktif sedangkan yang lain

berinteraksi destruktif. Atom-atom dalam kristal membentuk keluarga bidang

datar dengan masing-masing keluarga mempunyai jarak tertentu untuk tiap

komponen bidangnya. Analisis ini diusulkan oleh W. L. Bragg pada tahun 1913,

yang kemudian bidang-bidang tersebut dinamai bidang Bragg.

Ketika suatu bidang kristal disinari, maka akan terjadi dua kemungkinan

interferensi akibat difraksi atom-atom penyusun kristalnya; pertama interferensi

konstruktif: berkas sinar yang didifraksikan saling menguatkan karena

mempunyai fasa yang sama dan kedua intrferensi destruktif: berkas sinar yang

didifraksikan saling melemahkan. Kedua jenis interferensi tersebut dapat dilihat

pada gambar berikut:

Page 18: laporan penelitian 2012.pdf

12

Gambar 2.5. Berkas sinar-x konstruktif dan destruktif

Gambar 2.6. Hamburan sinar-X pada kristal

Syarat yang diperlukan agar sinar-x membentuk interaksi konstruktif dapat

dilihat pada Gambar 2.5. diatas. Suatu berkas sinar-x dengan panjang gelombang

jatuh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan keluarga bidang Bragg

yang jarak diantaranya d. Berkas sinar mengenai atom Z pada bidang pertama dan

atom B pada bidang berikutnya, dan masing-masing atom akan menghamburkan

sebagian berkas tersebut pada arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi

antara sinar yang terhambur sejajar dengan beda jarak jalannya tepat dan

seterusnya. Jadi beda jarak jalan harus n , dengan n sebagai bilangan bulat.

Page 19: laporan penelitian 2012.pdf

13

Maka syarat Bragg untuk berkas hamburan konstruktif adalah

- Sudut jatuh dan sudut hambur kedua berkas harus sama

- 2d sin θ = n ; n = 1, 2, 3, ... dst

karena sinar II harus menempuh 2d sin θ lebih jauh dari sinar I,

bilangan bulat n menyatakan orde berkas sinar yang dihamburkan.

Gambar 2.7. Skema XRD [10]

2.4. Kristal

Zat padat yang terdapat di alam ini bila ditinjau secara mikrostruktur dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu zat padat yang memiliki susunan

atom tidak teratur ( non kristal ) dan zat padat yang memiliki susunan atom yang

teratur (kristal).

Kristal didefinisikan sebagai material padat yang letak atom-atomnya

membentuk barisan yang teratur rapih secara periodik dalam pola tiga dimensi,

sehingga memiliki sifat fisika maupun kimia serba sama di seluruh bagiannya,

Page 20: laporan penelitian 2012.pdf

14

adapun yang termasuk bahan-bahan kristal seperti: semua logam, sebagian besar

keramik dan beberapa polimer.

2.4.1. Kisi kristal

Cara paling sederhana untuk memahami kisi kristal adalah dengan

membayangkan atom-atom dalam kristal berupa titik-titik. Setiap titik-titik

mempunyai lingkungan yang serba sama, sehingga satu sama lain tidak dapat

dibedakan walaupun dipandang dari segala arah. Bila tiap-tiap titik tersebut

dihubungkan maka akan diperoleh kisi-kisi yang teratur dan periodik memenuhi

ruang. Berikut ilustrasi yang menunjukan kisi sebuah suatu sistem kristal:

Gambar 2.8. Sistem dan kisi kristal

2.4.2. Parameter Kisi

Panjang tiap-tiap ruang sel yang searah dengan sumbu kristalografi disebut

dengan tetapan kisi (lattice constant), dan dinamakan dengan parameter kisi

sumbu a, b, dan c. Sudut yang dibentuk oleh garis bc, ac, dan ab berturut-turut

disebut dengan α, β, λ . Berikut adalah ilustrasi dari parameter kisi:

Page 21: laporan penelitian 2012.pdf

15

Gambar 2.9. Parameter kisi

2.4.3. Sistem kristal

Terdapat tujuh system kristal yang dikembangkan menjadi empat belas

kisi bravais dalam pengelompokan struktur kristal.

Pengelompokan ini berdasarkan pada karakteristik unit selnya, antara lain sifat-

sifat vector basis, sudut antar vector basis dan karakteristik elemen simetrinya.

Pada karakteristik unit sel terdapat sifat-sifat geometri kristal antara lain ; indeks

Miller, bidang kristal (hkl) dan konstanta kisi. Pada gambar 2.10 ditunjukkan

tujuh system krsital berikut pengembangan empat belas kisi bravaisnya.

Page 22: laporan penelitian 2012.pdf

16

Gambar 2.10. Sistem kristal dan 14-kisi bravais [11]

2.4.4. Indeks Miller

Misalkan x adalah fraksi perkalian dari vector basis a, y adalah fraksi

perkalian dari vector b dan z adalah perkalian dari vector basis c, maka invers dari

ketiga fraksi dapat dikalikan dengan suatu bilangan sedemikian rupa sehingga

ketiga fraksi (triplet) menghasilkan bilangan bulat terkecil. Triplet atau set

bilangan bulat ini disebut indeks miller, diberi symbol (hkl). Hubungan ketiga

indeks miller ini akan membentuk bidang yang disebut dengan bidang Bragg.

Page 23: laporan penelitian 2012.pdf

17

Gambar 2.11. Bidang kristal pada berbagai indeks miller

2.4.5. Jarak Bidang Kristal ( d )

Untuk mengetahui jarak antara bidang di dalam kristal adalah harus

mengetahui indeks miller dari bidang-bidang tersebut. Misalkan jarak antar

bilangan diberi symbol dhkl , maka secara matematis hubungan antara dhkl dengan

indeks miller basis kostanta kisi untuk sistem orthorombik, dapat ditulis sebagai

berikut:

(2.2)

dimana : h k l itu merupakan bidang kristalografi atau indeks miller.

Page 24: laporan penelitian 2012.pdf

18

2.5. Ukuran Butir

Difraktometer sinar-X dapat digunakan untuk mengidentifikasi ukuran

butir pada suatu sistem kristal dengan cara menukur lebar setengah puncak pada

sudut 2 tertentu menggunakan metode Debye Scherrer.

(2.3)

Dengan :

t = ukuran butir

K = konstanta faktor koreksi (0.9)

B = lebar puncak pada setengah intensitas maksimum

λ = panjang gelombang sinar X

θ = sudut pusat dari puncak

Hal tersebut didasarkan pada prinsip interferensi konstruktif dari butur-butir

kristal yang memiliki parameter kisi yang sama sehingga akan mendifraksikan

sinar-X pada arah yang sam pula. Menurut Cullity [12] pelebaran garis difraksi

sinar-X dapat terjadi karena adanya strain kisi akibat mengecilnya ukuran grain

kristal, selain itu dislokasi (pergeseran) dan vakansi (kekosongan) pada kisi-kisi

kristal memberikan kontribusi yang cukup signifikan.

cosB

Kt

Page 25: laporan penelitian 2012.pdf

19

BAB 3

EKSPERIMEN

3.1. Alur Penelitian

Alur penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Preparasi Material

Serbuk Ni, ZnO, dan Fe2O3

Pencampuran (Mixing)

Variasi lama milling

2, 5, 7, 10, 15, dan 20 jam

Proses mechanical milling

Kompaksi

XRD

Sintering

Pengolahan data dan Analisis

Page 26: laporan penelitian 2012.pdf

20

3.2. Tempat, Waktu, dan Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat, yakni:

Laboratorium Departemen Fisika UI, Depok.

Milling Centre Services

Labotatorium BATAN, Serpong, Tangerang

Penelitian berlangsung selama empat bulan, metode yang digunakan adalah

metode eksperimen

3.3. Preparasi Bahan-bahan Dasar dan Komposisinya

Bahan-bahan dasar yang dipergunakan untuk membuat sampel

Ni0.3Zn0.7Fe2O4 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Bahan dasar sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4

No Nama Formula

Kimia Produk Mr Kemurnian

1. Nikel Ni Merck 58,71 99,0 %

2. Seng Oksida ZnO Merck 81,41 99,0 %

3. Besi (III) Oksida Fe2O3 Merck 159,69 95,0 %

Pencampuran bahan dasar Ni, ZnO, dan Fe2O3 yang berbentuk serbuk agar

terbentuk sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 sebanyak 30 gram, perhitungan komposisi

massa bahan mengunakan prinsip stokiometri dengan persamaan reaksi sebagai

berikut:

A Ni(s) + B ZnO(s) + C Fe2O3(s) D Ni0.3Zn0.7Fe2O4 + E O2

Komposisi massa

Massa Ni =

Page 27: laporan penelitian 2012.pdf

21

Massa ZnO =

Massa Fe2O3 =

Mr Ni0.3Zn0.7Fe2O4 = 239,08

Tabel 3.2. Komposisi masssa sampel

No Nama Massa (gram)

1. Nikel 2,21

2. Seng Oksida 7,15

3. Besi (III) Oksida 20,04

3.4. Pembuatan Sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4

3.4.1. Proses Milling

Setelah mengetahui persamaan reaksi dan komposisi massa sampel dan

massa bahan-bahan dasar, bahan-bahan dasar ditimbang dengan menggunakan

neraca digital type Libror AE-210 merek Shimadzu dengan kapasitas 200,0000

gram, skala terkecil 0,0001 gram (Gambar 3.2).

Page 28: laporan penelitian 2012.pdf

22

Gambar 3.2. Neraca digital Shimadzu

Setelah ke-tiga massa bahan-bahan dasar di timbang, bahan-bahan dasar

tersebut dicampur dan dihaluskan melalui proses mechanical alloying untuk

waktu milling efektif 20 jam dengan Planetary Ball Mill. Saat dimilling material

dicuplik ketika waktu milling 2, 5, 7,10, 15, dan 20 jam.

Komponen peralatan Planetary Ball Mill terdiri dari:

1. Vial

2. bola-bola logam (ball mill)

3. Planetary Ball Mill

Peralatan Planetary Ball Mill ini, pada prinsipnya digunakan untuk mencampur

bahan-bahan dasar dan menghaluskannya agar menghasilkan butiran-butiran

relatif lebih halus (bahan nanostructur) serta terbentuknya struktur yang

metastabil.

Vial adalah wadah (tempat) serbuk bahan-bahan dasar akan dicampurkan,

berbentuk silinder dibuat dari bahan stainless stell (SS) lengkap dengan tutup dan

dudukannya. Vial akan dipasangkan pada alat penggetar (vibration) saat kita akan

menghaluskan bahan-bahan dasar tersebut. Vial yang kita buat terdiri atas 3

tabung agar dapat mengerjakan milling 3 sampel sekaligus. Vial dilengkapi bola-

bola logam (ball mill) dengan tiga (3) ukuran berbeda ; besar, sedang dan kecil.

Bola logam ukuran besar dan bola logam ukuran sedang digunakan untuk

menumbuk campuran agar serbuk menjadi lebih halus, sedang bola kecil

Page 29: laporan penelitian 2012.pdf

23

berfungsi meratakan, mengaduk campuran agar cepat bersatu dan rata pada setiap

bagian (homogen). Perbandingan massa sampel dan massa bola-bola logam

minimum adalah 1 : 10, agar didapatkan proses miling yang lebih efektif dan

efisien.

3.4.2. Proses Pemanasan

Sebelum dipanaskan, semua sampel dikompaksi terlebih dahulu dengan

menggunakan alat pencetak pellet (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Alat kompaksi

Kemudian semua sampel yang telah dikompaksi dipanaskan sampai

temperatur 1200oC dengan menggunakan tube furnace High Temperature Furnace

merk Termolyne (Gambar 3.4). Kesemua sampel pellet menjalani proses

pemanasan dengan pola seperti pada Gambar 3.5.

Page 30: laporan penelitian 2012.pdf

24

Gambar 3.4. High temperature Furnice Thermolyne 46100

Gambar 3.5. Pola perlakuan pemanasan

3.5. Karakterisasi Sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4

Analisa kuantitas dan kualitas fasa-fasa yang ada dalam sampel

menggunakan XRD merek Philips, type 1710. Berkas sinar-x dihasilkan dari tube

anode Cu, dengan panjang gelombang 1,5405 °A, mode: continous-scan, step

size: 0,2 dan timer per step 0,5 detik, dilakukan di BATAN, Serpong.

1200oC

8 jam 2 jam

Furnace cooling

T

waktu

Page 31: laporan penelitian 2012.pdf

25

Gambar 3.6. Alat Difraksi sinar-X (XRD)

Page 32: laporan penelitian 2012.pdf

26

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola difraksi sinar X dari seluruh sampel dengan variasi lama milling

dapat dilihat dalam Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Pola difraksi sinar X sampel dengan variasi lama milling

Dari hasil pola difraksi tersebut kita perlu mengetahui apakah hasil sintesis sudah

menghasilkan fasa tunggal atau belum (masih ada fasa bahan-bahan dasar). Oleh

karena itu dilakukan identifikasi awal dari masing-masing sampel dengan

menggunakan program Match seperti yang ada dalam Gambar 4.2.

Page 33: laporan penelitian 2012.pdf

27

Gambar 4.2 . Identifikasi fasa pola XRD pada sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 dengan

program Match

Group ruang dari fasa Fe2O4Zn adalah f d -3 m , system kristalnya cubic

dengan parameter kisi a = b = c = 8,4412 Å dengan α = β = γ = 90o. Group ruang

dari fasa Fe2O3 adalah R -3 c , dengan parameter kisi a = b = 5,0380 Å dengan α =

β = 90o

dan γ = 120o. Group ruang dari fasa NiO adalah f m -3 m , system

kristalnya cubic dengan parameter kisi a = b = c = 6,849 Å dengan α = β = γ =

90o. Group ruang dari fasa Fe2O4 (Ni,Zn) adalah f d -3 m , system kristalnya cubic

dengan parameter kisi a = b = c = 8,4025 Å dengan α = β = γ = 90o.

Setelah didapatkan perkiraan jenis fasa yang terkandung di dalam sampel

disertai parameter kisi dan grup ruang nya, maka untuk memastikan apakah fasa

yang terkandung di dalam sampel tersebut memang benar serta untuk menentukan

fraksi berat masing-masing fasa tersebut maka perlu dilakukan analisis lebih

lanjut lagi dengan menggunakan software GSAS (General Structure Analysis

System). Hasil refinement untuk masing-masing sampel ditunjukkan pada Gambar

4.3. sampai Gambar 4.8.

Page 34: laporan penelitian 2012.pdf

28

Gambar 4.3. Hasil refinement sampel milling 2 jam (χ2

=1,251).

Page 35: laporan penelitian 2012.pdf

29

Gambar 4.4 . Hasil refinement sampel milling 5 jam (χ2

=1,286).

Page 36: laporan penelitian 2012.pdf

30

Gambar4.5. Hasil refinement sampel milling 7 jam (χ2

=1,289).

Page 37: laporan penelitian 2012.pdf

31

Gambar 4.6. Hasil refinement sampel milling 10 jam (χ2

=1,208).

Page 38: laporan penelitian 2012.pdf

32

Gambar 4.7. Hasil refinement sampel milling 15 jam (χ2

=1,178).

Page 39: laporan penelitian 2012.pdf

33

Gambar 4.8. Hasil refinement sampel milling 20 jam (χ2

=1,053).

Page 40: laporan penelitian 2012.pdf

34

Hasil refinement dari seluruh sampel dengan variasi lama milling

memberikan informasi bahwa belum terbentuk sampel fasa tunggal

Ni0.3Zn0.7Fe2O4, kecuali pada sampel dengan lama milling 20 jam (Tabel 4.1).

Dari hasil refinement ini juga nampak bahwa fasa ZnFe2O4 adalah fasa paling

dominan dan juga paling stabil, karena semakin lama waktu milling fraksi

massanya bertambah. Namun saat sampel telah dimilling selama 20 jam ternyata

terbentuk fasa tunggal Ni0.3Zn0.7Fe2O4. Hal ini menunjukan bahwa fasa NiO

berdifusi ke dalam fasa ZnFe2O4 untuk menghasilkan struktur Ni-Zn ferit.

Mekanisme ini sama seperti yang telah dilaporkan oleh Jalaly et all [6].

Hasil refinement juga memberikan informasi mengenai stuktur kristal Ni-

Zn ferit yakni kubik dengan grup ruang f d -3 m. Parameter kisi a = b = c =

8,4344 Å dengan α = β = γ = 90o

Tabel 4. 1. Fasa yang terbentuk dalam sampel hasil sintesa

Fasa

Lama milling (jam)

ZnFe2O4 NiO Fe2O3 Ni0.3Zn0.7Fe2O4

2 0,700 0,180 0,120 0

5 0,765 0,159 0,076 0

7 0,809 0,096 0,095 0

10 0,842 0,105 0,053 0

15 0,884 0,059 0,057 0

20 0 0 0 1

Ukuran butir dari kristal dapat diperoleh dengan menggunakan metode

Scherer [12]. Bentuk umum dari persamaan Scherer adalah :

(4.1)

Dengan :

t = ukuran butir

K = konstanta faktor koreksi (0.9)

B = lebar puncak pada setengah intensitas maksimum

cosB

Kt

Page 41: laporan penelitian 2012.pdf

35

λ = panjang gelombang sinar X

θ = sudut pusat dari puncak

Ukuran butir juga dapat dicari dengan menggunakan hasil GSAS mengikuti

persamaan berikut [13] :

λ (4.2)

Dengan menggunakan persamaan (4.2) diperoleh ukuran butir sampel

Ni0.3Zn0.7Fe2O4 yang telah sefasa adalah sekitar 910 Å.

Page 42: laporan penelitian 2012.pdf

36

BAB 5

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

1. Sampel Ni0.3Zn0.7Fe2O4 fasa tunggal terbentuk setelah dilakukan milling

selama 20 jam. Hasil XRD menunjukkan mekanisme pembentukan sampel

diawali dengan pembentukkan Zn ferit kemudian diikuti dengan

pembentukan Ni-Zn ferit.

2. Struktur kristal Ni-Zn ferit adalah kubik dengan grup ruang f d -3 m.

Parameter kisi a = b = c = 8,4344 Å dengan α = β = γ = 90o .

3. Ukuran butir sampel Ni-Zn ferit yang telah sefase adalah 910 Å.

5.2. Saran

Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya diteliti pula

1. Karakterisasi sifat magnetic bahan Ni-Zn ferit.

2. Karakterisai struktur morfologi dengan menggunakan SEM

Page 43: laporan penelitian 2012.pdf

37

DAFTAR ACUAN

[1] Marsongkohadi, et all, Proceedings ITB 19, (1986)

[2] P. B. C Rao and S. P.Setty, Int. J.Eng. Sci. and Tech. 2, (2010)

[3] K. Velmurugan et all, Material Research 13, (2010)

[4] E. Turtella et all, Material Research 7, (2004)

[5] Xiao Liang et all, Transf. Nonferrous Met. Soc. China 17, (2007)

[6] M. Jalaly, et all, Journal of Alloys and Compounds 480, (2009)

[7] Somiya, Handbook of Advanced Ceramics, (2003)

[8] C. Suryanarayana, Mechanical Alloying and Milling, (2004)

[9] Beisser, Konsep Fisika Modern, (1987)

[10] Hikam, Catatan Kuliah Kristalografi & Teknik Difraksi, (2007)

[11] C. Kittel, Introduction of Solid State, (1999)

[12] B.D. Cullity, Element of XRD, (1978)

[13] GSAS Manual Book