Laporan Pendahuluan Ppok Presentasiquw
-
Upload
jufriansyah-juf -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
Transcript of Laporan Pendahuluan Ppok Presentasiquw
LAPORAN PENDAHULUAN PPOM
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru. (Smeltzer & Bare, 2002)
PPOK adalah suatu gangguan yang mempengarui pergerakan udara dari
dan keluar paru, yang meliputi bronskrutis kronik, empisema dan asma
bronkhiale. (Brunner & Sudaart, 2002)
I. BRONKITIS KRONIS
A. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.
Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis
kronik. Kisaran infeksi virus, bakteri dan mikro plasma yang luas dapat
menyebabkan episode bronkitis.
(Smeltzer & Bare, 2002)
B. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia
menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat
bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang
berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.
Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.
1
Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik
yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan
paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan
bronkiektasis. ( Smeltzer & Bare, 2002)
C. Tanda dan Gejala
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin. Batuk
mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin dan lembab. Pasien
biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi
pernafasan.
(Mansjoer,Arif.2001)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma
normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas
paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
(Smeltzer & Bare.2002)
II. BRONKIEKTASIS
A. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari
saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Smeltzer & Bare,2002)
B. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan
struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang
akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang
2
secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan
peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang
berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas
melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau
segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps
(ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi
menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien
mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital,
penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap
kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
(Corwin.2009)
C. Tanda dan Gejala
1. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang
sangat banyak
2. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten
negatif terhadap tuberkel basil
(Mansjoer,Arif.2001)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkografi
2. Bronkoskopi
3. CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
(Smelzer & Bare.2002)
3
III.EMFISEMA
A. Pengertian
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Smeltzer & Bare,
2002)
B. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas
yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang
berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus
serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak
ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada
tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring
kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan
ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan
(kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar
menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak
mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan
sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru
yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran
masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan
4
heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-
paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif
dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama
ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani
aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya
otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan
iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest)
pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena
adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.
(Smeltzer&Bare.2002)
C. Tanda dan Gejala
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. Kelemahan
(Smeltzer & Bare)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran
interkosta dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV
(Mansjoer,Arif.2001)
5
IV. ASMA
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. (Smeltzer & Bare, 2002)
B. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-
A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa
dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial
diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma
idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang
oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini
secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan
asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang , terjadi
bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik
dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan
6
tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa
penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan
konstriksi otot polos.
(Corwin.2009)
C. Tanda dan Gejala
1. Batuk
2. Dispnea
3. Mengi
4. Hipoksia
5. Takikardi
6. Berkeringat
7. Pelebaran tekanan nadi
(Manjoer,arif.2001)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
Biasanya normal
Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak
menurun
(Mansjoer, arif.2001)
7
Stimulan Perubahan kesehatan
cemas
Imunitas menurun
Reaksi alergi
Histamin & satmediator dilepas
aktifitas
Inflamasi brochiolus
Sekret meningkat
MK: bersihan jalan nafas tidak efektif
bronkospasme
Obstruksi jalan nafas
Ekspirasi menurun
CO2 meningkt, O2 menurun
lemas
MK: intoleransi aktifitas
anoreksia
MK:nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
BMR
MK: kerusakan pertukaran gas
MK: resiko tinggi infeksi
V. PATHWAY
(Smelzer & Bare. 2002)
8
ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
1. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan
juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor
pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala
yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan
perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan
gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika
mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup
waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa
pusing (dizzy) (Loukenaffe, M.A, 2000).
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas
sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan
darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
9
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu
pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi social
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan
mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan
primer dan sekunder, penyakit kronis.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dyspnea
e. Defisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay
dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
( Doengoes.2000)
3. Intervensi
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, bersihan jalan
nafas efektif
10
KH:
- Bunyi nafas bersih
- Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
1) Kaji /pantau frekuensi pernafasan
R: Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan
pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2) Auskultasi bunyi nafas
R: Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3) Kaji pasien untuk posisi ygnyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan
duduk pada sandaran tempat tidur.
R: .Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas
serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai
alat ekspansi dada.
4) Bantu latihan nafas abdomen .
R: Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan
udara
5) latih untuk batuk efektif
R: Mengeluarkan sekret yang tertahan
6) beri minum yang banyak dan hangat
R: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah
pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
7) Berikan obat sesuai indikasi.
R:. Mempercepat proses penyembuhan.
11
b. Pola nafas tidak efektif berhubunagn dengan hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pola nafas
efektif KH:
- RR dalam batas normal 18-24xpermenit
- tidak ada pegunana otot bantu pernafasan
- irama frekuensi nafas dalam batas normal
Intervensi :
1) kaji frekuensi dan kedalaman frekuensi pernafasan
R: .kecepatan biasanya meningkt,kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
2) posisikan pasien semi fowler
R: membantu pernafasan berfungsi secara maksimal
3) pantau respirasi dan status O2
R: memonitor kebutuhan O2
4) ajarka pasien nafas dalam dan balatihan batuk efektif
R: dapat meningktkan / banyaknya sputum dimana gaguan ventilasi
dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
5) bantu pasien mengatasi rasa takut/ansietas
R: perasaan takut/ansietas berhubungan denagn ketidak mampuan
bernafas dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
6) beri oksigen tambahan 4Lpermenit
R: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
7) bantu fisioterapi dada
R: memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase
sekret dari segemen paru
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nutrisi
terpenuhi dengan KH:
- Nafsu makan pasien meningkat
- Diit RS habis
- menunjukan peningkatan BB
12
Intervensi :
1) auskultasi bunyi usus
R: penurunan BU menunjukan penurunanan motilitas gaster dan
konstipasi yang berhubunagn dengan pembatasan masukan cairan dan
makanan
2) berikan perawatan oral, berikan wadah sekali pakai dan tisu
R:. .rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap
nafsu makan.
3) berikan makan porsi kecil tapi sering
R: .membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan
4) hindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
R: suhu ekstrim dapat meningkatkan spasme batuk
5) sajikan makanan hangat dan bervariasi
R: .meningkatkan nafsu makan
6) timbang BB
R: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori
7) kolaborasi dengan tim ahli gizi untuk memberikan makanan sesuai
kebutuhan
R: .metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan apada situasi ndan
kebutuahn individu
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan
primer dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeks.
Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
13
Intervensi
1) Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering,
dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran
sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
4) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen
dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
Kolaborasi
5) Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab
dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
6) Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara
profilaktik karena resiko tinggi.
e. Deficit self care berhubunagn dengan kelemahan fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatna 3x24jam,perawatan diri
terpenuhi,
KH :- melakukan perawatan diri sendiri
- mampu melakukan perawatan tanpa sesak nafas
14
Intervensi :
1) Diskusikan tingkat umum sbelum timbul penyakit dan potensial yang
sekarang diantisipasi
R: mungkin dapat melanjutkan aktifitas umum deangn melakukan
adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini
2) Pertahankan mobilitas dan kontrol program latihan
R: .mendukung kemandirian fisik dan emosional
3) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam pertawatan diri
R: menyikan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri
4) Anjurkan untk mencoba melakukan perwatan diri sendiri
R: dengan gerakan akan melatih Rom pasien untuk melakukan ADL
5) Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi
R :berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan
pasien
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay
dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan,
dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
15
2) Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
3) jelaskan pentingnya istirahjat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktifitas dan istirahat
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
4) berikan lingkunagn yang tenang dan nyaman dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres
dan pengalih yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan ,
meningkatkan istirahat.
(Dongoes.2000)
16
DAFTAR PUSTAKA
- A.price Sylvia dan M.wilson Lorraine.2005. patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit ; Jakarta, penerbit buku kedokteran.EGC
- Diane C. Baughman dan Joann C. hockley.2000. keperawatan medical bedah
buku saku brunner and suddart ; Jakarta , penerbit buku kedokteran,EGC.
- Doengoes E. Marylynn, et all.2001.Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Alih Bahasa:I
Made Kariasa. Jakarta: EGC.
- Mansjoer,Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran: Jakarta. Media
Aesculapius.
- NANDA,Panduan Diagnosa Keperawatan; definisi dan klasifikasi.2005-2006
- Smeltzer C. Suzanne & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta : EGC
17
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
DISUSUN OLEH :
ERNI WAHYU SETIOWATI
J230 123 085
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
18