Laporan Pendahuluan Cks

19
LAPORAN PENDAHULUAN “CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)” disusun untuk memenuhi tugas profesi ners Departemen Emergency di Ruang UGD RS. Dr. Syaiful Anwar oleh: Amildya Dwi Arisanti NIM. 140070300011155 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

CKS

Transcript of Laporan Pendahuluan Cks

Page 1: Laporan Pendahuluan Cks

LAPORAN PENDAHULUAN

“CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)”

disusun untuk memenuhi tugas profesi ners

Departemen Emergency di Ruang UGD RS. Dr. Syaiful Anwar

oleh:

Amildya Dwi Arisanti

NIM. 140070300011155

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Laporan Pendahuluan Cks

CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)

1. DEFINISI

Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang

terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera

kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena, fraktur

tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, laserasi dan perdarahan

serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Cedera

kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi

terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil.

2006).

Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala

adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang

dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala

adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara

langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan

terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.

Cedera kepala sedang (CKS) adalah kehilangan kesadaran atau amnesia

dengan nilai GCS 9-12 retrograde lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

Pasien dengan trauma kepala mempunyai resiko untuk terjadinya kerusakan otak

dan kematian. Risiko kematian kemungkinan meningkat karena pasien jatuh ke

dalam koma yang lama.

2. KLASIFIKASI

Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:

a. Cedera kepala terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau

luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa

dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang

tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter

saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala

terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.

Page 3: Laporan Pendahuluan Cks

b. Cedera kepala tertutup

Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang

mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian

serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup

meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.

Klasifikasi cedera kepala

Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan nilai

dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;

a. Ringan

1) GCS = 13 – 15

2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

3) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

b. Sedang

1) GCS = 9 – 12

2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam.

3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

1) GCS = 3 – 8

2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

3. ETIOLOGI

Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

3. Cedera akibat kekerasan.

4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak.

5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.

6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

4. PATHWAY

(terlampir)

Page 4: Laporan Pendahuluan Cks

5. MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi

cedera otak.

1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau

lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau

hahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit

neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan.

3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera

terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area

tersebut.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :

Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam

setelah injuri

2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang

Page 5: Laporan Pendahuluan Cks

6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal cidera kepala dapat dilakukan dengan

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis

sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.

3. Pemberian analgetik.

4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa

40% atau gliserol.

5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidazole.

6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama

dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

7. Pembedahan.

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah

dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing

dan miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.

1.      Menilai jalan nafas: bersihkan jalan nafas dari debris dan

muntahan;lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn

badan dgnmemasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir.

Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.

2.      Menilai pernafasan: tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.

Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki

dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif,

hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi

3.      O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan

terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%

mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi

serta diventilasi oleh ahlianestesi.

4.      Menilai sirkulasi: otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan

semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera

Page 6: Laporan Pendahuluan Cks

intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan

darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan

koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

5.      Obati kejang: Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan

harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan

dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan

fenitoin15mg/kgBB.

6.      Menilai tingkat keparahan: CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan

cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi

A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan

bahwa seluruh keservikal C1-C7normal.Pada semua pasien dg cedera

kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl

0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular

daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri-

Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia

darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi

adanya: 1. Hematoma epidural, 2. Darah dalam sub arachnoid dan

intraventrikel, 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak, 4. Edema cerebri,

5. Pergeseran garis tengah, 6. Fraktur cranium, 7.Pada pasien yg koma

(skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan: Elevasi kepala

30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.

Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis

semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul

bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom

epidural besar,hematom sub dural, cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1

diplo).

8. KOMPLIKASI

Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan

hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari

cedera kepala adalah;

1. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin

berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan

dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang

berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat

tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk

Page 7: Laporan Pendahuluan Cks

memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,

denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang,

tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus

dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan

tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan

vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan

ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses

berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan

karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Peningkatan TIK

Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan

herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang

mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan

komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal

jantung serta kematian.

3. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.

Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan

menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping

tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus

memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah

cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah

pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan

dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada

system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama

pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur

tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek

meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan,

diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.

Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.

5. Infeksi

Page 8: Laporan Pendahuluan Cks

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cederadan

mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vitala.

1. Aktifitas dan istirahat

Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan

Tanda :

a. Perubahan kesadaran, letargi

b. Hemiparese

c. ataksia cara berjalan tidak tegap

d. masalah dlm keseimbangan

e. cedera/trauma ortopedi

f. kehilangan tonus otot

2. Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac.

3. Integritas ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.

4. Eliminasi

Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguanfungsie.

5. Makanan/cairan

Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda : muntah, gangguan menelanf.

6. Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,

sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan

seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,

gangguan pengecapan dan penciuman

Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,

Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman

lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama

Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat,

merintih.

8. Pernafasan

Page 9: Laporan Pendahuluan Cks

Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,

mengii.

9. Keamanan

Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

10. Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda batledi sekitar telinga, adanya

aliran cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang

gerak, Demam

2. PRIORITAS DIAGNOSA

No. Diagnosa

1. Gangguan Ventilasi Spontan b/d keletihan otot pernapasan

2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b/d materi asing dalam jalan

napas.

3. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b/d cedera otak

4. Nyeri Akut b/d agen cedera fisik

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

Dx.Kep Tujuan dan KH Intervensi

1. Gangguan ventilasi spontan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 menit, masalah keperawatan gangguan ventilasi spontan dapat diatasi melalui :KH :1. Pasien dapat bernapas dengan

adekuat.2. TTV menunjukkan angka normal.3. Tidak terdapat efek samping pada

pemasangan ventilator.4. SaO2, PaO2, PCO2,

menunjukkan angka yang normal.

NOC :Mechanical Ventilation Response : AdultIndikator 1 2 3 4 5RRFiO2PaO2PaCO2pH

√√√√√

NIC : Mechanical Ventilation Management : Invasive1. Kaji kondisi klien yang

membutuhkan bantuan ventilator (Trauma Kepala).

2. Lakukan pengaturan dan pemasangan ventilator secara tepat.

3. Monitor adanya kegagalan respirasi.

4. Dapatkan data pengkajian klien.

5. Pastikan alarm pada ventilator menyala.

6. Jelaskan kepada pasien dan keluarga rasional dari pemasangan ventilator (untuk membantu klien bernapas).

7. Cek semua konektor pada ventilator secara regular.

8. Cek TTV klien sebelum dan selama dipasangi ventilator.

Page 10: Laporan Pendahuluan Cks

SaO2 √ 9. Cek FiO2, PaO2, PaCo2, pH dan SaO2 klien.

10. Monitor volum exhale dan peningkatan tekanan inspirasi.

11. Monitor aktivitas yang bisa meningkatkan konsumsi O2 (kejang).

12. Kolaborasikan pemberian antikonvulsan dengan medis .

13. Monitor gejala yang mengindikasikan peningkatan usaha pernapasan klien (peningkatan RR, peningkatan TD, diaforesis.)

14. Berikan perawatan untuk menghilangkan distres pada klien (posisi, tracheobronchial toileting).

15. Monitor kemajuan klien16. Monitor efek samping dari

pemasangan ventitator (deviasi . trakea, infeksi, barotrauma, volutrauma, penurunan CO, distensi lanbung, dan emfisema subkutan.)

17. Monitor adanya kerusakan mukosa, nasal, tekanann cuff tinggi, atau ekstubasi tidak terncana.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 menit, masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat diatasi melalui :KH :1. Tidak terdapat sekret kental.2. Tidak terdapat suara napas

tambahan (ronkhi).3. TTV normal (TD,RR. dan nadi).NOC :Respiratory Status : Airway Patency

Indikator 1 2 3 4 5RR √

NIC : Airway Management1. Posisikn klien untuk

memaksimalkan ventilasi.2. Hilangkan sekret dengan

suction.3. Auskultasi suara nafas.4. Monitor TTV (RR, nadi, TD).5. Kolaborasi pemberian nebul

kembali apabila jalan napas masih tersumbat.

6. Monitor status resprasi dan oksigenasi

NIC : Airway Suctioning1. Tentukan kebutuhan

Page 11: Laporan Pendahuluan Cks

Suara nafas tambahan

Kemampuan mengeluarkan sputum

Ability to clear secreation, suara nafas

RR

1

2

3

4

5

Severe

Substansial

Moderate

Mild

Normal

36-40 x/’

31-35 x/’

26-30 x/’

21-25 x/’

16-20 x/’

terhadap suction oral dan/atau tracheal

2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction

3. Gunakan peralatan steril sekali pakai untuk tiap prosedur tracheal suction

4. Pilih selang suction setengah diameter tracheostomi tube pasien

5. Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (level MAP dan ritme jantung) segera sebelum, selama dan setelah suction

6. Hentikan tracheal suction dan berikan oksigen tambahan jika pasien mengalami bradikardi, peningkatan venticular ectopy, dan/atau desaturation

7. Catat tipe dan jumlah sekret3. Penurunan

kapasitas adaptif intrakranial

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 menit, masalah keperawatan penurunan kapasitas adaptif intrakranial dapat diatasi melalui :KH :1. Tingkat kesadaran klien

meningkat.2. Tidak ada kejang.3. Tekanan Intrakranial (ICP) dan

CPP menjadi normal.4. Tekanan darah sistolik kembali

normal.5. Tekanan darah diastolik kembali

normal.6. Klien tidak gelisah.7. Alat pemantau ICP berfungsi

dengan baik.8. Tidak ada leukositosis.9. Tidak terdapat sumbatan pada

selang ICP. NOC : Neurological status

NIC : Intracranial Presssure Monitoring1. Monitor status neurologis

secara ketat dan bandingkan dengan baseline.

2. Monitor TTV3. Monitor ICP dan CPP4. Analisis gelombang ICP.5. Cegah perubahan posisi alat.6. Pelihara sterilitas sistem

monitoring.7. Monitor selang tekanan

terhadap adanya bekuan darah, debris, atau gelembung udara.

8. Monitor tempratur dan jumlah leukosit.

9. Posisikan klien dengan kepala dan leher pada posisi netral, hindari extreme hip flexion.

10. Sesuaikan kepala tempat

Page 12: Laporan Pendahuluan Cks

Indikator 1 2 3 4 5Tingkat kesadaran

Kejang √

NOC : Tissue perfussion : cerebralIndikator 1 2 3 4 5ICP dan CPP √Tekanan darah sistol

Tekanan darah diastol

Gelisah √Demam √

tidur untuk mengoptimalkan perfusi cerebri.

11. Monitor level CO2.12. Jaga TD sistemik13. Kolaborasikan pemberian

agen farmakologis untuk menjaga kenormalan ICP.

4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 menit, masalah keperawatan nyeri akut dapat diatasi melalui :KH :Tidak terdapat tanda nonverbal yang menunjukkan nyeri (ekspresi grimace).Tidak terjadi peningkatan RR.TD dalam batas normal.Klien tidak gelisah.

NIC : Pain management1. Observasi tanda nonverbal

klien terhadap nyeri.2. Batasi jam berkunjung.3. Kontrol faktor lingkungan

yang bisa menstimulus nyeri.4. Kolaborasikan pemberian

analgesik untuk mengurangi nyeri klien.

5. Tingkatkan istirahat/tidur klien.

6. Monitor TTV.7. Monitor keberhasilan terapi

farmakologis.Indikator 1 2 3 4 5Ekspresi nonverbal nyeri

RR √Gelisah √TD √

Page 13: Laporan Pendahuluan Cks

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan vol 3. EGC, Jakarta

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Heller, J. L., dkk,Subdural Hematoma , MedlinePlus Medical Encyclopedia, 2012.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC;

1996

Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga

Sastrodiningrat, A. G. 2006.  Memahami Fakta-Fakta pada Perdarahan

Subdural  Akut . Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39, No.3 Halaman

297- 306.FK USU: Medan.

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta

Tom, S., dkk,Subdural Hematoma in Emergency Medicine, Medscape

Reference,2011.