LAPORAN PENDAHULUAN

50
LAPORAN PENDAHULUAN A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian a. Meningitis Tuberkulosis Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000). Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain. Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier. Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan

description

LP NTB

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

a. Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang

disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy,

2000).

Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah

peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna

yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis

adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain.

Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi

infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.

Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis

tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim

otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai akibat penyebaran

infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-paru.

b. Tuberkulosis (TB)

TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk

kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru,

kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain

melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran

langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson 1995 : 753)

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN

2. Etiologi

Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur

yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium yaitu

Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis yang biasanya

menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia.

Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,

berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.

Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan

predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal

dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan

terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang menggunakan campuran asam klorida-

etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada

dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis

meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai

panjang yang disebut asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat

dengan double time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan

waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.

3. Manifestasi Klinik

Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan.

Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki TB

aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat badan

beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi susunan saraf pusat

muncul.

Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya

mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise),

demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah.

Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri

kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang berhubungan dengan rangsang

meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial dan defisit

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN

neurulogik fokal (parese pada nervus kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri

pada basis kranii disertai penyempitan dan pembentukan trombus pada

lumennya menimbulkan iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit

neurologi sebagai akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering

mengalami kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi

gerakan involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi

hidrosefalus.

Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa

kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau rigiditas

dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan serebrospinalis.

4. Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi

tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru.

Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi

utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang

terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis

paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium

tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup

masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran

nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi

melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.

Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam

ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi.

Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer

pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut

kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk

kedalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.

Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas

selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini

untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit

mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN

dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian

terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi

jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.

Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang

sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan

fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran

hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai

tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih cukup

efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan

mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien

dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi

tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan

tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan

akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan

pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke jaringan

disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf

pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.

Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan

dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai “Focus

Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil

Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel,

sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN

PATHWAY

Patofisiologi Meningitis TuberkulosisInhalasi kuman TB

Paru-paru

Penyebaran limfohematogen

TB paru primer Dorman di otak Organ lain

Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang

Tuberkel melunak dan pecah

Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid

Terbentuk eksudat

Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2

Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan : - lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN

- lapisan dalam mengandung makrofag

Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks

Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron

Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus kranial II, III, IV, VI, VII, VIII

Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi LCS

Hidrosefalus komunikan

Bagan 1 Patofisiologi

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN

5. Klasifikasi

Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi

meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan

tuberkulosis.

a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau

menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis,

limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.

b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme

bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus influenza.

c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium

tuberkulosis.

Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan perubahan

yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2 golongan yaitu :

a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater yang

disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah Mycobacterium

tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma dan ricketsia.

b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater yang

meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus

pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),

Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli, Klebsiella pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa.

Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis

penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai berikut :

Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis

meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik

dan kesadaran yang penuh.

Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III

Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan

terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN

6. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain

a. Sistem Pernafasan

Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur pernafasan

sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas berubah

sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang, yang berakhir

dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada jaringan susunan saraf

pusat akan menghambat proses transportasi oksigen sehingga otak

kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya kematian sel-sel jaringan

otak, distres pernafasan terjadi akibat penekanan pusat pernafasan di medulla

oblongata oleh peningkatan tekanan intrakranial.

b. Sistem Kardiovaskular

Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada jaringan

selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan pola nafas

menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga perfusi jaringan

menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada beberapa bagian tubuh

tekanan darah meningkat atau menurun dan frekuensi nadi meningkat.

c. Sistem Pencernaan

Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk menangani

dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan dari hipotalamus.

Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi asam lambung yang

menyebabkan hiper asiditas yang akan menimbulkan mual, muntah dan nafsu

makan berkurang. Pada kondisi yang kronis keadaan ini akan menimbulkan

iskemi mukosa lambung dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah

perdarahan lambung (stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi

klien tidak adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.

d. Sistem Perkemihan

Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada

kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme

terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN

e. Sistem Persarafan

Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan

intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol kesadaran

yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi penekanan pada

saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola nafas tidak efektif.

Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek

menelan, nervus optikus yang dapat mengganggu fungsi visual, kerusakan

nervus III, IV, VI yang dapat mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan

nervus VIII yang dapat mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses

peradangan akan menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks

sesebri dan dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang

ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II, serta

laseque positif.

f. Sistem muskuloskeletal

Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan dalam

perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan otot-otot dan

terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat melakukan aktifitas

gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya kontraktur dapat

memperberat kondisi.

g. Sistem Integumen

Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga

timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan, selain itu klien

dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien

harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan integritas

kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi

pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.

Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan

gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thoraks,

kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi.

Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya

hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma. Gambaran rontgent

thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis tuberkulosis.

b. Tes Tuberkulin

Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak

menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk

mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih kurang

sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak memiliki

nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya menandakan adanya

riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan dapat memberikan arah

untuk pemeriksaan selanjutnya.

c. Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif

untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal

yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:

1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.

2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan

predominan limfosit.

3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai

glukosa darah.

4) Peningkatan kadar protein.

d. Bakteriologi

Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki

akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis

tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN

cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan

dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.

e. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium atau

respon tubuh penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong

pemeriksaan biokimia antara lain:

1) Bromide Partition Test (BPT)

2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)

3) Tuberculostearic Acid

f. Tes Immunologis

Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan

serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis antara

lain:

1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)

2) Polymerase Chain Reaction (PCR)

8. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:

a. Perawatan umum

Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan

dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit,

kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta

perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi klien.

b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis

Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah

menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya,

mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps,

mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi terhadap

obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.

Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda

dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa

pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN

yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan ekstraselular. Beberapa obat

yang biasa digunakan untuk meningitis tuberkulosis adalah :

1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.

2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.

3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.

4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai dengan

1500 mg / hari.

5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis 30-

50 mg / kg BB / hari.

6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena

dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini terutama

jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik maka dosis dapat

diturunkan secara bertahap.

Efek samping OAT

(a) Isoniazid (H)

Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5%

dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah

pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat dilaksanakan

kembali

Efek samping ringan berupa

(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri

otot

(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra

(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal

(b) Rifampisin (R)

Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-

kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan gagal

ginjal

Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri

tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.

(c) Pyrazinamid (Z)

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN

Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan

kadang-kadang serangan penyakit gout.

(d) Ethambutol (E)

Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman

penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN

B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis

Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami

gangguan sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir

kritis, karena tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran, sehingga

perawat bekerja sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat tetap harus

menggunakan metoda pendekatan pemecahan masalah (problem solving) melalui

proses keperawatan.

Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk

menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam

rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara

optimal.tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif yang

saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana pada

tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil

wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan keperawatan

atau tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk

mendapatkan diagnosa keperawatan yang merupakan masalah klien. Tahap

pengkajian ini terdiri dari :

a. Pengumpulan data

1) Identitas

a) Identitas klien

Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit meningitis

adalah:

- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat

terjadi pada semua umur, dewasa maupun anak.

- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi terhadap

pengetahuan klien tentang penyakit meningitis

- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena dapat

menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh klien

rendah dan mudah jatuh sakit.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN

b) Identitas penanggung jawab meliputi:

Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan

klien.

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama

adalah adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang disertai

kejang.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan

keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan menggunakan

analisa PQRST.

P: Provokatif/paliatif

Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta

memberatkan keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis biasanya

disebabkan oleh adanya iritasi meningen. Nyeri di rasakan bertambah

bila beraktivitas dan berkurang jika beristirahat.

Q : Quantity / Quality

Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa sering

keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan sangat berat.

R: Region / Radasi

Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan sejauh

mana.

S : Scale

Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang dan

berat. Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat (skala : 5),

dikarenakan adanya iritasi meningen yang disertai kaku kuduk.

T : Timing

Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang,

dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan nyeri dirasakan

menetap/terus menerus karena iritasi meningen.

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN

c) Riwayat kesehatan dahulu

Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol, riwayat

batuk lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak atau tanpa

dahak (dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan penderita TBC.

Apakah klien punya riwayat trauma kepala atau tulang belakang.

Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan mastoiditis.

d) Riwayat kesehatan keluarga.

Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita

penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai kejang.

Adanya penyakit menular seperti TBC.

3) Pemeriksaan fisik

a) Sistem pernafasan

Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan

dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya pernafasan

cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak, ronkhi

positif.

b) Sistem Kardiovaskuler

Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan

tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pada kasus lebih

lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan capillary refil time

(CRT) lebih dari 3 detik.

c) Sistem Percernaan

Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah serta

anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus kranial pada

nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan. Pada

kondisi ini akan menimbulkan hipersekresi HCl iskemia mukosa

lambung dan kerusakan barrier mukosa erosi hemoragik lambung

(perdarahan lambung) sehingga terjadi penurunan berat badan dan jatuh

pada kondisi kurang kalori protein (KKP).

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN

d) Sistem Perkemihan

Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia urine.

Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses

katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.

e) Sistem Muskuloskeletal

Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada

kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di kaji

rentang gerak dari ekstremitas.

f) Sistem Integumen

Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai dampak

infeksi sistemik, selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi

penurunan kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat

tidur dan dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari

berbaring yang lama.

g) Sistem persarafan

Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan dengan

sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit meningitis terjadi

peradangan selaput otak dan parenkim otak yang merupakan pusat

sistem persarafan. Gangguan yang muncul tersebut antara lain:

kerusakan saraf pengontrol kesadaran yang dapat mengakibatkan

penurunan kesadaran, pola nafas tidak efektif akibat peningkatan

tekanan intrakranial yang menekan pusat pernafasan dan kerusakan

pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan

reflek menelan, nervus kranial lain yang umum terkena adalah nervus I,

III, IV, VI, VIII. Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas

yaitu tanda-tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II

positif, kernig dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering

terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg

diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi

perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak responsif

dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat area fokal kortikal

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN

yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien meningitis juga

mengalami "foto fobia" atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

4) Pola aktivitas sehari-hari

a) Nutrisi

Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anoreksia dan

bila pasien mengalami penurunan kesadaran, reflek menelan terjadi

penurunan, sehingga klien harus dipasang naso gastric tube (NGT).

b) Eliminasi

Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi

inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.

c) Istirahat tidur

Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala hebat

akibat peningkatan tekanan intra kranial. Hal ini merupakan

mecanoreceptor terhadap reticular activating system ( RAS ) sebagai

pusat tidur jaga.

d) Personal hygiene

Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal

hygiene akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan penurunan

kesadaran.

5) Data psikologis

Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena

perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah sakit

akibat hospitalisasi.

Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah akibat

perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak berharga, rendah

diri dan kehilangan peran.

Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit

meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.

6) Data sosial

Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas disekitarnya baik

ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli

dan lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya.

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN

7) Data spiritual

Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan,

kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan

yang dianut oleh klien ataupun keluarga klien.

8) Data Penunjang

a) Laboratorium

(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.

(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.

Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis

tuberkulosis adalah :

(a) Warna CSF jernih

(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.

(c) Biokimia:

- Kalium meningkat

- Klorida menurun

- Glukosa menurun

- Protein meningkat

b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya penyakit

saluran nafas sebagai infeksi primer.

c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga sinus

yang mengalami sinusitis.

d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak dan

medulaspinalis.

b. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data

tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.

Merupakan suatu proses berpikir yang meliputi kegiatan pengelompokkan

data dan menginterpretasikan kelompok data dan membandingkan dengan

standar yang normal serta menentukan masalah atau penyimpangan yang

merupakan suatu kesimpulan.

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis adalah:

Menurut Doenges, 1993 : 311-319

1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi

kuman patogen.

2) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan oedema serebral.

3) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan kesadaran

4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf

pusat.

5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler.

6) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.

7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

8) Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut Tucker (1993:522-524).

9) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat

kesadaran.

10) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hypertermia berhubungan

dengan proses inflamasi.

11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah

baring lama.

2. Perencanaan

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi dan

rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan

lingkungan klien.

a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman

patogen secara hematogen.

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.

Kriteria :

- Suhu tubuh normal 36-37°C

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN

- Klien ditempatkan di ruang isolasi

No

.

Intervensi Rasional

1 2 3

1. Berikan tindakan isolasi sebagai

tindakan pencegahan

Pada fase awal meningitis

meningokokus atau infeksi

ensepalitis lainnya, isolasi mungkin

diperlukan sampai organismenya

diketahui/dosis antibiotik yang

cocok telah diberikan untuk

menurunkan resiko penyebaran

pada orang lain.

2. Pertahankan teknik aseptik dan

teknik cuci tangan yang tepat

baik klien atau pengujung

maupun staf. Pantau dan batasi

pengunjung/staf sesuai kebutuhan.

Menurunkan resiko klien terkena

infeksi sekunder. Mengontrol

penyebaran sumber infeksi,

mencegah pemajanan pada

individu terinfeksi (misalnya:

individu yang mengalami infeksi

saluran pemafasan atas).

3. Pantau suhu secara teratur. Catat

munculnya tanda-tanda klinis dari

proses infeksi.

Terapi obat biasanya akan

diberikan terus selama kurang dari

5 hari setelah suhu turun (kembali

normal) dan tanda-tanda klinisnya

jelas. Timbulnya tanda klinis yang

terus menerus merupakan indikasi

perkembangan dari

meningokosemia akut yang dapat

bertahan sampai berminggu-

minggu/berbulan-bulan atau terjadi

penyebaran patogen secara

hematogen/sepsis.

4. Teliti adanya keluhan dari dada,

berkembangnya nadi yang tidak

teratur/disritmia atau demam yang terus

menerus.

Infeksi sekunder seperti

miokarditis/perikarditis dapat

berkembang dan memerlukan

intervensi

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN

1 2 3

lanjut.

5. Auskultasi suara nafas. Pantau

kecepatan pernafasan dan usaha

pernafasan.

Adanya rorchi/mengi, takhipne dan

peningkatan kerja pernafasan

mungkin mencerminkan adanya

akumulasi sekret dengan resiko

terjadinya infeksi pernafasan.

6. Ubah posisi klien dengan teratur dan

anjurkan untuk melakukan nafas dalam.

Mobilisasi sekret dan

meningkatkan kelancaran sekret

yang akan menurunkan resiko

terjadinya komplikasi terhadap

pernafasan.

7. Catat karakteristik urine, seperti warna,

kejernihan dan bau

Urine statis, dehidrasi dan

kelemahan umum meningkatkan

resiko terhadap infeksi kandung

kemih/ginjal/awitan sepsis.

8. Kolaborasi

Berikan terapi antibiotik IV sesuai

indikasi: penisilin G, Ampisilin,

Kloramfenikol, Gentamisin,

Amfoterisin B.

Obat yang dipilih tergantung pada

tipe infeksi dan sensitifitas

individu. Catalan: Obat intratekal

mungkin diindikasikan untuk

basilus Gram-negatif, jamur,

amuba.

b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan oedema serebral.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral

Kriteria :

- Tingkat kesadaran membaik

- Tanda-tanda vital stabil

- Tidak adanya nyeri kepala

- Tidak adanya tanda peningkatan TIK

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN

No

.

Intervensi Rasional

1 2 3

1. Tentukan faktor-faktor yang

berhubungan dengan keadaan tertentu

atau yang menyebabkan koma /

penurunan perfusi jaringan otak dan

potensial peningkatan TIK

Menentukan pilihan intervensi. Penurunan

tanda/gejala neurologis atau kegagalan

dalam pemulihannya setelah serangan awal

menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke

perawatan intensif untuk mementau tekanan

TIK atau pembedahan.

2. Pantau status neurologis secara teratur

dan bandingkan dengan nilai standar

(misalnya: GCS)

Mengkaji adanya kecenderungan pada

tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

TIK dan bermanfaat dalam menentukan,

lokasi, perluasan dan perkembangan

kerusakan SSP.

3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD,

Nadi, Respirasi

Peningkatan tekanan darah sistemik yang

diikuti oleh penurunan tekanan darah

diastolik merupakan tanda adanya

peningkatan TIK nafas yang tidak teratur

dapat menunjukan lokasi gangguan serebral

dan tanda adanya peningkatan serebral.

4. Bantu klien untuk menghindari

manuver valsava, seperti batuk,

mengejan.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan

intra thoraks yang akan meningkatkan TIK

5 Perhatikan adanya gelisah yang

meningkat, peningkatan keluhan dan

tingkah laku yang tidak sesuai.

Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya

peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.

6 Kaji adanya peningkatan rigiditas,

regangan, peka rangsang, serangan

kejang.

Merupakan indikasi dari iritasi meningeal

yang dapat terjadi sehubungan dengan

kerusakan dari duramater atau

perkembangan infeksi.

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN

7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat

sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala

sehingga akan mengurangi kongesti dan

oedema atau resiko peningkatan TIK.

8 Kolaborasi untuk pemberian obat

sesuai indikasi seperti dexametason

Menurunkan inflamasi yang selanjutnya

menurunkan oedema jaringan.

c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang

akibat iritasi korteks serebral.

Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.

Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Monitor adanya kejang/ kedutan pada

tangan, kaki dan mulut atau otot wajah

yang lain.

Mencerminkan adanya iritasi SSP

secara umum yang memerlukan

evaluasi segera dan intervensi yang

mungkin untuk mencegah

komplikasi.

2. Berikan keamanan pada klien

dengan memberi bantalan pada

penghalang tempat tidur,

pertahankan penghalang

tempat tidur tetap terpasang

dan pasang jalan nafas buatan

plastik atau gulungan lunak

dan alat penghisap.

Melindungi klien jika terjadi kejang.

Catatan: Memasukan jalan nafas

buatan/ gulungan lunak hanya jika

rahangnya relaksasi, jangan dipaksa,

memasukan ketika giginya mengatup

karena dapat merusak jaringan lunak.

3. Kolaborasi dengan medik untuk

pemberian obat sesuai indikasi,

seperti Fenitoin (dilantin),

diazepam (valium),

fenobarbital (luminal)

Merupakan indikasi untuk

penanganan dan pencegahan kejang.

Catatan: Fenobarbital dapat

menyebabkan depresi pernafasan dan

sedatif serta menutupi tanda/ gejala

dari peningkatan TIK.

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN

d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.

Tujuan : Nyeri hilang

Kriteria :

- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Berikan lingkungan yang tenang,

ruangan agak gelap sesuai indikasi

Menurunkan reaksi terhadap

stimulasi dari luar atau sensitivitas

pada cahaya dan meningkatkan

istirahat/relaksasi.

2. Letakan kantung es pada kepala,

pakaian dingin di atas mata.

Meningkatkan vasokontriksi,

menumpulkan persepsi sensori yang

selanjutnya akan menurunkan nyeri.

3. Dukung untuk menemukan posisi yang

nyaman, seperti kepala agak tinggi

sedikit.

Menurunkan iritasi meningeal,

resultan ketidak nyamanan lebih

lanjut.

4. Berikan latihan rentang gerak

aktif/pasif secara tepat dan lakukan

massase otot daerah bahu atau leher.

Dapat membantu merelaksasikan

ketegangan otot yang meningkatkan

reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman

tersebut.

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN

e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat

kelemahan atau kerusakan neuromuskular.

Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.

Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Periksa kembali kemampuan dan

keadaan secara fungsional pada

kerusakan yang terjadi.

Mengidentifikasi kemungkinan

kerusakan secara fungsional dan

mempengaruhi dan pilihan intervensi

yang akan dilakukan.

2. Kaji derajat imobilisasi klien

dengan menggunakan skala

ketergantungan

Klien mampu mandiri (nilai 0) atau

memerlukan bantuan/ peralatan yang

minimal (nilai 1); memerlukan bantuan

sedang dengan pengawasan / diajarkan

(nilai 2); memerlukan bantuan / peralatan

yang terus menerus dan alat khusus (nilai

3); atau tergantung secara total pada

pemberian asuhan (nilai 4). seseorang da

lam semua kategori sama-sama

mempunyai resiko kecelakaan namun

kategori dengan nilai 2-4 mempunyai

resiko terbesar untuk terjadinya bahaya

tersebut sehubungan dengan imobilisasi.

3. Berikan atau bantu untuk

melakukan latihan rentang

gerak/ROM.

Mempertahankan mobilisasi dan fungsi

sendi / posisi normal ekstremitas dan

menurunkan terjadinya vena yang statis

4. Berikan perawatan kulit dengan

cermat, masase dengan pelembab

dan ganti linen / pakaian yang

basah dan pertahankan linen

tersebut tetap bersih dan bebas

dari kerutan.

Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas

kulit dan menurunkan resiko terjadinya

ekskoriasi kulit

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN

f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.

Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori

Kriteria :

- Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan

fungsi persepsi

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Evaluasi secara teratur perubahan

orientasi, kemampuan berbicara, alam

perasaan/afektif, sensorik dan proses

pikir.

Fungsi serebral bagian atas biasanya

terpengaruh lebih dulu oleh adanya

gangguan sirkulasi, oksigenasi.

2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon

sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul,

dan kesadaran terhadap gerakan dan

letak tubuh, perhatikan adanya masalah

penglihatan atau sensasi yang lain.

Informasi penting untuk keamanan

klien. Semua sistem sensorik dapat

terpengaruh dengan adanya

perubahan yang melibatkan

peningkatkan atau penurunkan

sensitifitas atau kehilangan

sensasi/kemampuan untuk

menerima dan berespon secara

sesuai dengan stimulus.

3. Berikan stimulasi yang bermanfaat

secara verbal, penciuman, taktil,

pendengaran .

Membantu klien untuk memisahkan

pada realitas dari perubahan

persepsi, gangguan fungsi kognitif

dan atau penurunan penglihatan

dapat menjadi potensi timbulnya

disorientasi dan ansietas.

4. Berikan kesempatan yang lebih banyak

untuk berkomunokasi dan melakukan

aktifitas.

Menurunkan frustrasi yang

berhubungan dengan perubahan

kemampuan atau pola respon yang

menunjang.

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN

g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

kesadaran.

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria :

- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt

- Irama nafas reguler.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Kaji dan pantau frekuensi pola dan

irama nafas

Perubahan pola nafas tidak efektif

merupakan tanda berat adanya

peningkatan tekanan intrakranial

yang menekan medulla oblongata

2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan

melakukan pembersihan jalan nafas

seperti pengisapan lendir dan oral

hygiene.

Lendir yang berlebihan akan

menumpuk dan menimbulkan

obstruksi jalan nafas.

3. Berikan O2 sesuai order dan monitor

efektifitas pemberian oksigen tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dalam darah dan jaringan.

4. Pertahankan kepatenan jalan nafas

dengan leher dan posisi netral.

Posisi leher yang ekstensi /

menekuk mengakibatkan jalan

nafas terhambat.

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN

h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan

proses inflamasi

Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.

Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak merasakan

panas badan.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Berikan kompres dingin pada daerah

yang banyak pembuluh darah sampai

suhu badan kembali normal.

Kompres dingin dapat

menimbulkan proses konduksi

dimana terjadi perpindahan panas

dari satu objek ke objek lain dengan

kontak fisik antara kedua objek

tersebut.

2. Anjurkan pada klien untuk

mengenakan pakaian tipis dan

menyerap keringat.

Dengan pakaian tipis

memudahkan penyerapan keringat

dan memberi rasa nyaman.

3. Observasi tanda-tanda vital suhu,

tensi, respirasi, dan nadi.

Untuk mengetahui lebih lanjut

tindakan yang akan dilakukan.

4. Kolaborasi pemberian terapi

antipiretik.

Antipiretik berfungsi

menghambat panas pada

hipotalamus.

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN

i. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah

baring lama.

Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti :

kemerahan dan lecet pada kulit.

No

.

Intervensi Rasional

1 2 3

1. Atur dan rubah posisi tidur klien

setiap 2 jam.

Dapat mengurangi tekanan yang terus

menerus yang menimbulkan sirkulasi

yang optimal pada daerah penekanan.

2. Berikan bantalan pada area tubuh yang

menonjol dan berada pada permukaan

tempat tidur.

Dengan diberikan bantalan pada daerah

penekanan akan mengurangi tekanan

efek sirkulasi yang tidak lancar.

3. Lakukan masase pada daerah

penekanan seperti bokong, siku dan turn

it setiap hari.

Tindakan masase sebagi stimulus

terhadap vasodilatasi bagi vaskuler

yang mengalami kontriksi pada

permukaan sehingga akan membantu

melancarkan sirkulasi pada daerah

tersebut.

4. Observasi tanda dekubitus seperti

lecet, kemerahan pada siku, tumit,

bokong dan daerah punggung setiap hari

Bila ditemukan tanda-tanda dekubitus

segera ambil tindakan untuk

mengantisipasi terjadinya kerusakan

jaringan kulit yang berlebihan.

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN

j. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien dirumah.

Tujuan : cemas dapat diatasi

Kriteria :

- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.

- Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan kecemasan

seperti gelisah)No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari

klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal

atau non verbal.

Gangguan tingkat kesadaran dapat

mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi

tidak menyangkal keberadaannya.

Derajat ansietas akan dipengaruhi

bagaimana informasi tersebut diterima

oleh individu.

2. Berikan penjelasan hubungan antara proses

penyakit dan gejalanya.

Meningkatkan pemahaman,

mengurangi rasa takut karena

ketidaktahuan dan dapat membantu

menurunkan ansietas.

3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan

prosedur sebelum dilakukan.

Dapat meringankan ansietas terutama

ketika pemeriksaan tersebut melibatkan

otak.

4. Libatkan klien/keluarga dalam

perawatan, perencanaan

kehidupan sehari-hari,

membuat keputusan sebanyak

mungkin.

Meningkatkan perasaan kontrol terhadap

diri dan meningkatkan kemandirian.

Page 31: LAPORAN PENDAHULUAN

k. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah dan

anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

- Disfagia dapat diatasi

- Tidak terjadi aspirasi.

- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Timbang berat badan seminggu

sekali.

Untuk mengetahui efektivitas therapi.

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

membantu perencanaan makanan.

Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang

dapat membantu kebutuhan nutrisi

klien dan langsung mempersiapkan

kebutuhan nurisi kliennya.

3. Jika masukan makanan hanya

sedikit, BB terus menerus turun

selama 5 hari, status

menunjukkan kekurangan

nutrisi kolaborasi dengan

dokter untuk pemberian nutrisi

parenteral total (NPT).

NPT mensuplai protein dan

kalori,asam lemak dan vitamin dapat

diberikan IV bersama-sama larutan

NPT, protein, Karbohidrat dan lemak

penting untuk fungsi dan

perkembangan sel.

4. Bila terjadi disfagia kolaborasi

dengan dokter untuk pemasangan

NGT.

Dengan NGT dapat menghindari

terjadinya aspirasi karena kelemahan

reflek menelan.

5. Kolaborasi pemberian obat H2

reseptor antagonis sesuai advis.

H2 reseptor antagonis dapat

menghambat produksi HCl atau

menetralisir asam lambung.

Page 32: LAPORAN PENDAHULUAN

l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi

berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan

peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.

Kriteria :

- Membran mukosa lembab.

- Turgor kulit baik.

- Pengisian kapiler cepat.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1. Kaji perubahan tanda vital. Peningkatan suhu /

demam meningkatkan laju dan

kehilangan cairan tubuh melalui

evaporasi.

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran

mukosa.

Indikator langsung keadekuatan

volume cairan, meskipun

membran mukosa mulut mungkin

kering karena nafas melalui mulut

dan oksigen tambahan.

3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah. Adanya gejala menurunkan

masukan oral.

4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang

keadekuatan volume cairan dan

kebutuhan pengganti.

5. Tekankan cairan sedikitnya 2500

ml/hari sesuai kondisi

Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.

6. Berikan obat sesuai indikasi,

misalnya antipiretik,

antiemetik.

Berguna untuk menurunkan

kehilangan

cairan.

7. Berikan cairan tambahan melalui IV

sesuai dengan kebutuhan.

Adanya penurunan masukan/banyak

kehilangan, penggunaan parenteral

dapat memperbaiki / mencegah

Page 33: LAPORAN PENDAHULUAN

1 2 3

kekurangan cairan.

3. Pelaksanaan

Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang telah

ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan dalam

memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien dengan cara

menilai tujuan yang ditetapkan.