Laporan Pendahuluan
-
Upload
alia-ladziina -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Laporan Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien
adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini dimungkinkan
karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi
yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila
tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan
yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ,
terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan tindakan keperawatan yang
komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan
benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas termasuk persiapan
pemahaman mengenai informed consent tindakan operatif dan pemahaman mengenai
hal-hal yang harus dilakukan sebelum dan setelah operasi..
Tanggung jawab perawat dalam kaitan dengan Informed Consent adalah
memastikan bahwa informed consent yang di berikan dokter di dapat dengan sukarela
dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang dan jelas mengenai
pembedahan dan kemungkinan resiko.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendidikan Kesehatan Pre dan Post Operasi
Tindakan pembedahan menjadi pengalaman menegangkan bagi sebagian
pasien, hal ini dikarenakan kurang pengetahuan mengenai tindakan perawatan
maupun tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya, perawat bertanggung
jawab dalam memberikan informasi dan atau penyuluhan terkait dengan tindakan
pembedahan yang akan di terimanya. Informasi yang diberikan sebagai tindakan
suportif dan pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam
meningkatkan kesehatan sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Tuntutan pasien
akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan, tambahan
pengetahuan, keterampilan, dan perubahan perilaku.
Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan pendidikan
yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam meningkatkan
kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Tuntutan klien akan bantuan
keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan, tambahan pengetahuan,
keterampilan,dan perubahan perilaku.
Penyuluhan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan diberikan
dangan tujuan meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian
prosedur pembedahan sehingga klien diharapkan lebih kooperatif, berpartisipasi
dalam perawatan post operasi, dan mengurangi resiko komplikasi post operasi.
Dalam memberikan penyuluhan klien pre operasi perlu dipertimbangkan
masalah waktu, jika penyuluhan diberikan terlalu lama sebelum pembedahan
memungkinkan klien lupa, demikian juga bila terlalu dekat dengan waktu
pembedahan klien tidak dapat berkonsentrasi belajar karena adanya kecemasan atau
adanya efek medikasi sebelum anastesi.
B. Tujuan Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan Pre dan Post Operasi
Peran perawat sebagai pendidik untuk merubah perilaku pasien dalam
pencapaian tujuan, yaitu dengan memberikan penyuluhan pre operasi pasien yang
dapat mengadopsi berbagi strategi guna peningkatan kemampuan adaptasi pasien post
operasi sehingga kemandirian segera tercapai dan dapat mempersingkat hari
perawatan.
Penyuluhan pre operasi diperlukan agar perilaku pasien post operasi dapat
berubah dari ketidaktahuan menjadi paham akan perawatan dirinya, dan khususnya
mengenai mobilisasi post operasi sehingga pasien mempunyai gambaran atau
pengetahuan perawatan post operasi. Untuk itu tindakan penyuluhan pasien pre
operasi perlu dipersiapkan dengan baik, sehingga partisipasi aktif pasien post operasi
dalam meningkatkan kesehatan dirinya akan lebih baik.
C. Faktor Resiko Terhadap Pembedahan
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat
mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat
mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain:
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada
usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap
pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama
pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C,
vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan
untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan
lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas
meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi
dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena
tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring
dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler,
endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori
untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes
mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria.
Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi
adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter
anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
D. Persiapan Pasien di Unit Perawatan
1. PERSIAPAN FISIK
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
antara lain:
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada
kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut
yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa
lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar
perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
2. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter
bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan
pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah
dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan
untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu
dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium
terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan
(clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan
hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun
tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
3. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan
untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal:
penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi
muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan
obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus
ringan yang akan mengalami appendiktomi.
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus
dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa
yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya:
insufisiensi koroner atau infark miokard.
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa
yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya:
insufisiensi koroner atau infark miokard.
Mortality (%) : 50.
4. INFORMED CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali
tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi
pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan
komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang
kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun
segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien
wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun
tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien
maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
5. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Contoh perubahan
fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien dengan
riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga
operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi
dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa
harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi
pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan
tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam
menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain:
Takut nyeri setelah pembedahan
Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image)
Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama.
Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi
dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan
yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur,
sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu
mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi /
mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait
dengan persiapan operasi, antara lain:
1. Pengalaman operasi sebelumnya
Berkaitan dengan persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan
tindakan operasi, pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan
operasi baik fisik maupun penunjang.
2. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak
jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian
datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini
berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan
beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung
oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat
dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi,
memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan
mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1) Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada
pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh
pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar
operasi, dll.
2) Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi,
meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki
pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien.
3) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan.
Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien
harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil
darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari
pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan
pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami
oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental
pasien dengan baik
4) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-
sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
5) Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan
dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
6) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien
tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
7) Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di
kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan
diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk
memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu
yang terletak di depan kamar operasi.
E. Obat-Obatan Pre Medikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
F. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan Post Op
1. Latihan Post Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Pendidikan mengenai latihan post operasi yang diberikan pada pasien sebelum
operasi antara lain:
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret tersebut.
c. Latihan Gerak Sendi
Mobilisasi setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan
setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai
dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan
ke luar kamar.
Mobilisasi Post Operasi merupakan suatu aspek yang terpenting
pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
mobilisasi Post Operasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian
sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi Post Operasi
yang merupakan pengembalian secara berangsur – angsur ke tahap
mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi.
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien
sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai
pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut
luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena
justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan
lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih
cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Tujuan dari mobilisasi menurut, antara lain:
Mempertahankan fungsi tubuh
Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan
luka
Membantu pernafasan menjadi lebih baik
Mempertahankan tonus otot
Memperlancar eliminasi urin
Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali
normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi
Manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi adalah :
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
Dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali
normal sehingga otot p[erutnya menjadi kuat kembali dan dapat
mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan
merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga
membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
Mempercepat pemulihan missal kontraksi uterus post secarea,
dengan demikian pasien akan cepat merasa sehat dan bias merawat
anaknya dengan cepat
Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
Tahap-tahap Mobilisasi Post Operasi
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien dengan pasca pembedahan menurut
Rustam Muchtar (1992), meliputi :
1) Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa
melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring
kanan – miring kiri sudah dapat dimulai.
2) Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, disuruh latihan
pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
3) Pada hari ke 3 - 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian
berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi Post Operasi dilakukan secara bertahap
berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi Post Operasi pada pasien post
operasi seksio sesarea :
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi seksio
sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi Post Operasi yang bisa
dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan
ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan
kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli
3) Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk
4) Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan
Sedangkan Menurut Beyer, 1997:
1) Tahap I : mobilisasi atau gerakan awal : nafas dalam dan
batuk, ekstremitas
2) Tahap II : mobilisasi atau gerak berputar
3) Tahap III : mobilisasi atau gerakan duduk tegak
4) Tahap IV : mobilisasi atau gerakan turun dari tempat tidur
(3x/hari)
5) Tahap V : mobilisasi atau gerakan berjalan dengan bantuan
(2x/hari)
6) Tahap VI : mobilisasi atau gerakan naik ke tempat tidur
7) Tahap VII : mobilisasi atau gerakan bangkit dari duduk ditempat
tidur.
d. Kontrol dan Medikasi Nyeri
Disamping penyuluhan diatas pasien di berikan penjelasan tentang anastesi
(bagian anastesi akan menjelaskan lebih rinci), diberikan penjelasan
mengenai obat-obatan untuk mengontrol nyeri dan mungkin akan
diberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan.Kontrol kognitif atau
strategi kognitif dapat bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan,
ansietas yang berlebihan dan relaksasi, strategi yang di gunakan
seperti “Imajinasi”,pasien dianjurkan untuk berkonsentrasi pada
pengalaman yang menyenangkan atau pemandangan yang
menyenangkan. “Distraksi”, Pasien di anjurkan untuk memikirkan cerita
yang dapat dinikmati atau berkesenian, puisi dan lain-lain.“Pikiran
optimis-diri” Menyatakan pikiran pikiran optimistik semua akan berjalan
lancar di anjurkan.
e. Nutrisi
Nutrisi adalah makanan yang mengandung cukup nilai gizi dan
tenaga untuk perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan secara optimal.
Diet pasca operasi adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah
menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan
tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.
Karena tujuan diet pasca-operasi adalah untuk mengupayakan agar
status gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara
sebagai berikut:
1) Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energy, protein).
2) Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.
3) Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
4) Mencegah dan menghentikan perdarahan.
Jenis Makanan Yang Baik Untuk Penyembuhan Luka Post Operasi
Diantara makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral dan air yang cukup, maka yang paling penting untuk
penyembuhan luka adalah protein dan vitamin C.
Alasannya: protein dan vitamin C sangat penting peranannya dalam
proses penyembuhan luka. Selain itu vitamin C punya peranan penting
untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan luka.
Contoh makanan yang perlu diperhatikan untuk penyembuhan luka
o Protein; terbagi menjadi: nabati dan hewani. Contoh nabati yaitu
tempe, tahu, kacang-kacangan dll. Contoh protein hewani, hati, telur,
ayam, udang dll.
o Vitamin C adalah kacang-kacangan, jeruk, jambu, daun papaya,
bayam, tomat, daun singkong dll
Tata Cara Pelaksanaan untuk Pemenuhan Nutrisi
1) Tingkatan konsumsi makanan yang mengandung protein dan
vitamin C.
2) Bila mual:
a) Makanlah dengan porsi sedikit tapi sering
b) Sajikan ketika masih hangat
c) Sebelum makan, minum air hangat
d) Hindari makanan dengan berbumbu tajam
Tahapan diet pasca bedah
1) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah :
Pasca-bedah kecil : setelah sadar dan rasa mual hilang
Pasca-bedah besar : setelah sadar dan rasa mual hilang serta
ada tanda-tanda usus mulai bekerja
Cara Memberikan Makanan
Selama 6 jam sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air
putih, the manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih.
Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat mungkin, karena
kurang dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan
parenteral sesuai kebutuhan.
2) Diet Pasca-Bedah II (PDB II)
Diet pasca-bedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca Bedah I
Cara Memberikan Makanan:
Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih,
sirup, sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari
selama pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung
keadaan dan kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan makanan
parenteral bila diperlukan. DPB II diberikan untuk waktu sesingkat
mungkin karena zat gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh
diberikan pada diet pasca-bedah II adalah air jeruk dan minuman
yang mengandung karbondioksida.
3) Diet Pasca-Bedah III
Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca-bedah II.
Cara Memberikan Makanan:
Makanan yang diberikan berupa makanan saring ditambah susu
dan biscuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari.
Selain itu dapat memberikan makanan parenteral bila diperlukan.
Makanan yang tidak dianjurkan adalah makanan dengan bumbu
tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida.
4) Diet Pasca-Bedah IV
Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada :
Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca-bedah
Pasien pascabedah besar, setelah diet Pasca-Bedah III
Cara Memberikan Makanan:
Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3
kali makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.
Contoh Diet Pada Macam-Macam Tindakan Pembedahan
1) Diet Untuk Bedah Kantung Empedu dan Kombinasi dengan
Abdomino-Perineal
Bedah pada kantung empedu yang dikombinasikan dengan
Abdomino-Perineal, oral feeding biasanya diberikan di awal.
Berikut adalah sebuah contoh jadwal diet yang sederhana:
Hari pertama (hari saat operasi): dipenuhi kebutuhan transfusi dan
formula infus yang cukup.
Hari kedua : ditambah sejumlah kecil cairan (teh, gelatin, dan air
jahe) tanpa susu atau jus buah.
Hari ketiga : cairan, termasuk susu skim dan jus buah boleh
diberikan. Pemberian makanan pembuluh darah melalui infus
dilanjutkan, kecuali glukosa dalam air, ditambah vitamin dapat
digantikan dengan bagian dari larutan garam.
Hari keempat : sejumlah kecil campuran cairan yang mengandung
tinggi protein boleh ditambahkan. Pada hari ini 1 liter protein
hidrolisat dapat dihilangkan dari pemberian makanan bagi
pembuluh darah.
Hari kelima : jumlah makanan boleh ditingkatkan, setidaknya 70-
100 gram. Protein harus tersedia dalam oral feeding. Pemberian
vitamin secara oral sudah bisa diberikan. Pemberian makan
pembuluh darah melalui infus dapat dihentikan.
Hari keenam : Diet makanan biasa sudah bisa diberikan kepada
pasien.
Beberapa pasien yang kantung empedunya dioperasi, mungkin
lebih merasa nyaman dengan diet rendah lemak untuk beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah operasi..
2) Diet pacsa-operasi anus/dubur
Pemberian makan biasanya dilakukan dalam waktu 24 jam atau
sesegera mingkin, tergantung pada ansietas yang telah diatur.
Pengaturan pasca operasi beragam. Beberapa pembedahan lebih
suka memberi diet rendah serat, dengan sisa terbatas untuk
mengurangi pergerakan isi perut. Hal ini yang diperbolehkan diet
normal dan menambah defekasi yang dibantu dengan minyak
mineral.penggunaan jangka panjang minyak mineral dapat
mengurangi karena mengganggu penyerapan beberapa mineral dan
vitamin.
3) Diet pasca-operasi umum
Diet telah ditentukan untuk pasien yang mempunyai riwayat bedah
tulang atau gigi, atau yang telah mengalami kecelakaan kecil, dapat
diberi lebih dulu program diet yang lebih cepat dibandingkan
dengan program diet pasca-operasi gastrointestinal. Secara
bertahap, pasien dapat mengkonsumsi diet berupa cairan penuh
pada hari kedua setelah operasi, diet makanan lunak pada hari
ketiga, dan diet makanan biasa pada hari ke empat. Kondisi pasien
menentukan diet yang akan di konsumsi. Yang perlu diperhatikan
adalah diet tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan kalori dan
protein. Vitamin secara bertahap diberikan sebagai suplemen.
4) Diet Pasca Operasi Mulut dan atau Esofagus
Setelah operasi mulut atau esofagus, pemberian makanan secara
parenteral yang biasanya diberikan pada pasien di awal, dengan
pemberian makan dengan menggunakan tabung. Sejak pasien
tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu yang cukup lama, yang
paling utama adalah formula diet yang akan diberikan harus
memenuhi kebutuhan semua zat gizi. Kebutuhan cairan dapat
dipenuhi secara oral, jenisnya dapat diperoleh dengan
mengencerkan makanan padat, seperti kentang, daging cincang,
sayuran dan buah dengan cara diblender atau disaring dan
ditambahkan cairan.
5) Diet Pasca Patah Tulang dan Trauma Lainnya
Pasien yang patah tulang memerlukan peningkatan
pemecahan protein dalam pemberian asupan gizi yang baik bagi
individu, yang dapat diperburuk kondisinya hingga menjadi tidak
dapat bergerak, hanya mampu beraktivitas di atas kasur saja.
Kehilangan protein (kehilangan nitrogen) dibarengi dengan
kehilangan kalium, fosfor dan sulfur. Perkembangan osteoporosis
bertepatan dengan kehilangan kalsium yang dapat menyebabkan si
penderita tidak dapat bergerak.
Pengaturan diet patah tulang: Protein, kalori dan semua zat
gizi yang dibutuhkan diperoleh dalam jumlah bebas. Dibutuhkan
sekitar 50 gram protein ditambah 3000 kalori kalori non protein.
Pemindahan cairan dan elektrolit juga dibutuhkan. Jika pasien tidak
mampu makan tetapi membutuhkan sejumlah makanan yang tinggi
protein dan tinggi kalori, maka minuman bisa diberikan diantara
waktu makan.
Penyembuhan patah tulang yang kurang baik ketika jaringan
telah habis. Protein bebas dalam diet menyokong kalsium dalam
tulang dan membentuk tulang yang baik.
2. ,
3. L
4. K;
5. L
6. K
7.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan pendidikan
yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam meningkatkan
kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Penyuluhan pada pasien
yang akan dilakukan tindakan pembedahan diberikan dangan tujuan meningkatkan
kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian prosedur pembedahan
sehingga klien diharapkan lebih kooperatif, berpartisipasi dalam perawatan post
operasi, dan mengurangi resiko komplikasi post operasi
Persiapan pasien di unit perawatan: persiapan fisik, pemeriksaan penunjang,
pemeriksaan status anastesi, dan informed consent. Berbagai persiapan fisik yang
harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain: Status kesehatan fisik
secara umum, Status Nutrisi, Keseimbangan cairan dan elektrolit, Kebersihan
lambung dan kolon, Pencukuran daerah operasi, Personal Hygine, Pengosongan
kandung kemih, Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial
maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun psikologis.
Pendidikan/penyuluhan kesehatan post op: latihan post operasi, Latihan Nafas
Dalam, Latihan Batuk Efektif, Latihan Gerak Sendi, pemahaman tentang nutrisi.
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Latihan batuk efektif
juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan
anstesi general. Mobilisasi setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan
setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa
turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar. Diet
pasca operasi adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam
pembedahan dan jenis penyakit penyerta.
B. Saran
Peran perawat sebagai pendidik untuk merubah perilaku pasien dalam pencapaian
tujuan, yaitu dengan memberikan penyuluhan pre operasi pasien yang dapat
mengadopsi berbagi strategi guna peningkatan kemampuan adaptasi pasien post
operasi sehingga kemandirian segera tercapai dan dapat mempersingkat hari
perawatan. Oleh karena itu, perawat hendaknya dapat menjadi media dan sumber
informasi bagi pasien khususnya yang akan menjalani operasi/tindakan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Beyer, Dudes. 1997. The Clinical Practice Of Medical Surgical Nursing 2 nd. Biston: Brown Co.
Carpenito, Linda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Kperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Dini, Kasdu. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses Menghadapi Operasi.
Yogyakarta: Sahabat Setia.
Mochtar, Rustam. 1992. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 1982. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia.
Roper, N., Logan, W.W., Tierney, A.J. 1996. The Elements Of Nursing: A Model For Nursing
Based On A Modelfor Living. (4th Edn). London: Churchill Livingstone.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta.
Yogyakarta: Tidak dipublikasikan.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 1.
Jakarta: EGC.
Susan J. Garrison, 2004. Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik. Jakarata : Hypocrates.
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK. Surabaya: Airlangga
University Press.