LAPORAN PENDAHULUAN

40
LAPORAN PENDAHULUAN “ILEUS PARALITIK dan MANAJEMEN NYERI di RUANG RAWAT C RS WAVA HUSADA” Disusun Oleh : DETTY FITRIYANTI 201210461011028

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN

“ILEUS PARALITIK dan MANAJEMEN

NYERI di RUANG RAWAT C RS WAVA

HUSADA”

Disusun Oleh :

DETTY FITRIYANTI

201210461011028

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

November 2012

LP ILEUS PARALITIK

A.Definisi

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan

tanda adanya obstruksi usus akut.

Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai

saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus

terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang

usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin

seperti diabetes melitus atau ganggua neurologis seperti

penyakit parkinson.

Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa

kembung, distensi usus karena usus tidak dapat bergerak

(mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai

keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami

motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air

besar.

B. Anatomi & Fisiologi

1. Usus Halus

Makan   Lambung  usus dua belas jari (duodenum)

melalui sfingter pilorus menuju duodenum untuk

megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti

mengalirkan makanan.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN

Usus halus terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum

(usus 12 jari), jejunum, dan ileum.

Duodenum berfungsi mencerna secara kimiawi. Jejunum

dan ileum berfungsi sebagai usus penyerap sari-sari

makanan.

Sari-sari makanan  pembuluh darah

Ampas   usus besar.

Gerakan yang berperan dalam pengaliran makanan ini

juga adalah gerak peristaltik.

2. Usus Besar

Usus besar terdiri dari :

a.  Kolon asendens (kanan).

b.  Kolon transversum.

c.  Kolon desendens (kiri).

d.  Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar

berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga

berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.

Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa

penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi

yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan

terjadilah diare.

3.  Kelenjar Empedu

Empedu memiliki 2 fungsi penting :

Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,

terutama hemoglobin (Hb) yang berasal dari

penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol

4. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung

usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,

dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus

terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian

lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani)

menjaga agar anus tetap tertutup.

C.Etiologi

1. Pembedahan Abdomen.

2. Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding usus

meluas kelumen usus atau tumor di luar usus menyebaban

tekanan pada dinding usus.

3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis.

4. Pneumonia.

5. Sepsis.

6. Serangan Jantung.

7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium.

8. Kelainan metabolic yang mempengaruhi fungsi otot.

9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi.

10. Mesenteric ischemia.

D. Klasifikasi

1. Ileus mekanik

a. Lokasi Obstruksi

- Letak tinggi: Duodenum – Jejenum.

- Letak tengah: Ileum terminal.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN

- Letaak rendah: Colon – sigmoid – rectum.

b. Stadium

- Parsial: menyumbat lumen sebagian.

- Simple/ Komplit: menyumbat lumen total.

- Strangulasi: simple dengan jepitan vasa.

2. Ileus Neurogenik

a. Adinamik: Ileus paralitik.

b. Dinamik: Ileus spastik.

3. Ileus Vaskuler: Intestinal ischemia.

E.Manifestasi Klinis

1. Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen

bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah

berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang

timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus,

tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada

obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya

menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi

usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi

pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin

kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,

semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus

dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat

dehdrasi dan kehilangan volume plasma.

2. Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam

kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi

intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir

terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien

dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat

menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari.

Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus

besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN

abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen

bawah.

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN

F.PATOFISIOLOGI

Pembedahan abdomen,

ketidakseimbangan

Menurunkan aliran air dan natrium dari

lumen ke darah

Obstruksi usus

Lumen usus tersumbat secara

progresif mekanik

Penimbunan intra lumen (akumulasi

gas dan cairan didalam lumen

sebelah proksimal dari letak obstruksi

Distensi

paralitik

Tekanan intralumen

Pelepasan bakteri & toksin dari usus yang nekrotik ke

dalam peritoneum &

Peritonitis septikemia

Hilangnya cairan menuju ruang

Iskemia dinding usus

Hilangnya H2O

& elektroli

Edema jaringan

Proliferasi bakteri yang berlangsung

Fungsi sekresi dn absorpsi membrn

mukosa usus

Volume ECF

Resiko ketidakseimbangan volume

cairan

Dinding usus edema & kongesti

Peristaltik kacau

Konstipasi

Proses infeksi pada usus halus

Nyeri

Kontaminasi

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN

Lanjutan:

 

G. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi

dan perkusi, yaitu:

a. Inspeksi

Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.

Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum

menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi

dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya

adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi

sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor,

invaginasi, hernia, rectal toucher.

Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah

bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.

Proses usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu

Mempengaruhi rangsangan nervus

vagus dalam menyampaikan

Sekresi asam Lambung meningkat

dan akan merangsang

thalamus bagian

Sari-sari makanan yang menurun

sehingga nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan

Nafsu makan berkurang

Laparotomi (post op)

Luka sayatan

Resiko infeksi

Luka terbuka

Portal of entery mikroorganisme

Sel rusak

Nyeri Gangguan pola tidur

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN

Sistem Urogenital Warna BAK

b. Palpasi

Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di

daerah epigastrium.

Sistem Kardiovaskuler: Pengisian kapiler.

Sistem Integumen Ptechiae.

c. Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi.

Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah

sampai hilang.

d. Perkusi

Hipertimpani.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Analisis gas darah

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam

menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu

memberikan penilaian berat ringannya dan membantu

dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil

laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya

hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang

abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.

Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi,

tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi

dibandingkan 27%-44% pada obstruksi nonstrangulata.

Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.

Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.

Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis

metabolik  bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila

ada tanda–tanda shock, dehidrasi dan ketosis

2. Foto abdomen

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN

Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai

rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi

memberikan gambaran herring bone appearance

(gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus

halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran

vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan

gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak

di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-

pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder

appearance di usus halus dan air fluid level panjang-

panjang dikolon.

3. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

I. Penatalaksaan Umum

1. Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase

akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest

2. Konservatif

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis

seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan

guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara

usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan

tindakan laparatomi.

J. Pohon Masalah penyakit

Material masuk ke dalam rongga abdomen

Kontaminasi bakteri

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN

Edema jaringan

Peningkatan eksudat

Cairan rongga abdomen menjadi keruh

Hipermortilitas

Ileus paralitik

K. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus

paralitik adalah sebagai berikut:

1. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, dan suku

bangsa.

2. Riwayat keperawatan.

a. Riwayat kesehatan sekarang meliputi apa yang

dirasakan klien saat pengkajian.

b.  Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang

pernah diderita, apakah sebelumnya pernah

mengalami penyakit yang sama.

c. Riwayat kesehatan keluarga meliputi apakah dari

keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.

3. Riwayat Psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi,

pola pertahanan pola pertahanan diri, pola kognitif, pola

emosi dan nilai kepercayaan klien.

4. Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi

lingkungan yang mendukung kesehatan klien.

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN

5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola

nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene,pola aktivitas

sehari – hari dan pola aktivitas tidur.

6. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi,

auskultasi, dan perkusi, yaitu:

a. Inspeksi

Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur dan

steifung. Benjolan pada region inguinal, femoral dan

skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada

Intussuspsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk

sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas

luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti

pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain

itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :

- Sistem penglihatan: posisi mata simetris atau

asimetris, kelopak mata normal atau tidak,

pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva

anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sclera

ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor,

reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.

- Sistem pendengaran: daun telinga, serumen, cairan

dalam telinga.

- Sistem pernafasan: pernafasan dalam atau dangkal,

ada atau tidak batuk, dan pernafasan sesak atau

tidak.

- Sistem hematologi: ada atau tidak pendarahan, warna

kulit.

- Sistem pencernaan keadaan mulut, gigi, stomatitis,

lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feses.

- Sistem urogenital warna BAK.

- Sistem integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit,

keadaan kulit, keadaan rambut.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN

b. Palpasi

- Sistem pencernaan abdomen, hepar, nyeri tekan di

epigastrium.

- Sistem kardiovaskuler pengisian kapiler.

- Sistem integumen ptechiae.

c. Auakultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borbor

hygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic

melemah dan sampai hilang.

d. Perkusi

Hipertimpani

e. Rectal Toucher

- Isi rectum menyemprot : Hirschprung disease.

- Adanya darah dapat menokong adanya stragulasi,

neoplasma.

- Feces yang mengeras : skibala.

- Feces negative : Obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolap : curiga obstruksi.

- Nyeri tekan : local atau general peritonitis.

2. Diagnosa Keperawatan

1)Nyeri akut b.d agen cedera fisik (post op ileus

paralitik).

2)Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d

faktor biologis (mual & muntah).

3)Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus

gastrointestinal.

4)Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur.

5)Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d obstruksi

intestinal.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN

6)Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan tubuh

primer yang tidak adekuat (trauma jaringan).

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN

3.Intervensi

N

o

Tgl/

Jam

NOC NIC TTD

1 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2 x 24 jam, skala nyeri

berkurang dengan kriteria hasil sbb:

No

NOC Score

1 Melaporkan nyeri

4

2 Frekuensi nyeri

4

3 Lama episode nyeri

4

4 Ekspresi wajah saat nyeri

4

5 Perubahan RR

5

6 Perubahan HR

5

7 Perubahan 5

Manajemen nyeri:

1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas nyeri, intensitas dan faktor

presipitasi.

2. Observasi ketidaknyamanan non verbal.

3. Kolaborasi: pemberian analgesik.

4. Kaji faktor yang meningkatkan dan

mengurangi nyeri.

5. Kontrol faktor lingkungan yeng

mempengaruhi respon ketidaknyamanan

klien.

6. Kurangi faktor-faktor yang yang dapat

menimbulkan nyeri.

7. Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN

tekanan darah

untuk mengurangi nyeri.

8. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri ketika

memilih strategi pengurangan nyeri.

9. Anjurkan istirahat adekuat untuk mengurangi

nyeri.

2 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam status nutrisi:

intake makanan dan cairan terpenuhi

dengan kriteria hasil:

N

o

NOC Scor

e

1 Intake makanan oral 5

2 Intake cairan 5

Terapi nutrisi:

1. Kaji kebutuhan nutrisi klien.

2. Berikan pasien makanan tinggi kalori, protein,

kalisum sesuai kebutuhan.

3. Monitor intake makanan dan cairan setiap

hari.

4. Monitor diet yang sesuai untuk kebutuhan

harian pasien.

5. Lakukan perawatan mulut sebelum makan.

Monitor nutrisi:

1. Monitor berat badan.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN

2. Monitor level energi dan kelemahan.

3. Monitor turgor kulit.

4. Moniotr intake kalori dan nutrisi.

5. Monitor mual dan muntah

3 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam, perawatan

diri: pola BAB kembali normal

dengan kriteria hasil:

N

o

NOC Scor

e

1 Pola eliminasi dbn. 4

2 Tidak terjadi

konstipasi.

4

3 Konsumsi cairan 5

Bowel manajemen:

1. Monitor persitaltik usus.

2. Monitor tanda dan gejala konstipasi.

3. Kaji dan catat frekuensi, warna dan

konsistensi feces.

4. Anjurkan pasien makan tinggi serat.

5. Anjurkan pasien untuk minum sesuai

kebutuhan.

6. Kolaborasi pemberian onat pencahar.

4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, 

kulaitas   tidur   membaik   dengan   kriteria   hasil 

sebagai berikut:

Peningkatan tidur:

1. Kaji pola/ kebiasaan tidur pasien.

2. Monitor dan catat pola tidur dan jam tidur

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN

N

o

NOC Scor

e

1 Waktu (jam tidur) 5

2 Kualitas tidur 5

3 Pola tidur 5

4 Tidak ada gangguan

tidur

5

pasien (lama tidur).

3. Monitor penyebab gangguan tidur pasien,

misalnya nyeri.

4. Bantu pasien untuk mengurangi situasi yang

menyebabkan stress.

5. lakukan relaksasi, masase, posisikan dan

sentuhan.

5 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x24 jam,

keseimbangan cairan baik dengan

kriteria hasil sbb:

N

o

NOC Scor

e

1 TD dbn. 5

2 Intake dan output

cairan dalam 24 jam

seimbang

5

3 Mukosa kulit lembab 5

Manajemen cairan dan elektrolit:

1. Monitor TTV.

2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.

3. Monitor intake dan output cairan.

4. Monitor berat badan klien.

Monitor jumlah cairan yang hilang misalnya

melalui muntah.

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN

6 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x24 jam, deteksi

terhadap resiko infeksi dapat

dilakukan dengan baik, dengan

kriteria hasil sbb:

N

o

NOC Scor

e

1 Mengenali tanda dan

geala indikasi resiko

infeksi

5

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x24 jam, kontrol

terhadap resiko infeki dengan

kriteria hasil sbb:

N NOC Scor

Control infeksi:

1. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda

dan gejala infeksi.

2. Berika antibiotik sesuai kebutuhan.

3. Lakukan rawat luka dengan tehnik steril.

4. Lakukan deteksi dini terhadap proses infeksi

dan atau pengawasan penyebuhan luka

sebelumnya.

5. Ciptakan lingkungan yang bersih.

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN

o e

1 Monitor faktor resiko

lingkungan.

5

2 Menggunakan strategi

penanggulangan

resiko.

5

3 Modifikasi lifestyle 4

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN

LP MANAJEMEN NYERI

A. Definisi

Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan

maupun berat yang hanya dapat dirasakan oleh individu

tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup

pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan

hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting

yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan

fisiologikal.

B. Tipe Nyeri

Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus

Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga

tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut,

penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan

dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa

penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik

keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker

atau proses penyakit lain yang progresif.

C. Respon Terhadap Nyeri

Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon

perilaku. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya

peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan denyut nadi,

peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin,

respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan

berkonsentrasi, ketakutan dan disstress. Sedangkan pada

nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah

normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal,

kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN

ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak

ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis

ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi

tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.

D. Karakteristik Nyeri

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat

keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali

diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,

sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda

bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis

ini juga sulit untuk dipastikan.

1. Lokasi

Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :

- Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial

- Posisi atau lokasi nyeri

- Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan

oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam

(viscera) lebih dirasakan secara umum. Nyeri dapat pula

dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan

dengan lokasi

- Nyeri terlokalisir: nyeri dapat jelas terlihat pada area

asalnya

- Nyeri Terproyeksi: nyeri sepanjang saraf atau serabut

saraf spesifik

- Nyeri Radiasi: penyebaran nyeri sepanjang area asal yang

tidak dapat dilokalisir

- Reffered Pain (Nyeri alih): nyeri dipersepsikan pada area

yang jauh dari area rangsang nyeri.

2. Intensitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri: Distraksi atau

konsentrasi dari klien pada suatu kejadian; Status

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN

kesadaran klien; Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat

atau tak tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri dapat

menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.

3. Waktu dan Lama (Time & Duration)

Perawat perlu mengetahui/ mencatat kapan nyeri mulai

timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya dan juga

interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.

4. Kualitas

Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui:

nyeri kepala mungkin dikatakan “ada yang membentur

kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris

pisau”.

5. Perilaku Non Verbal

   Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara

lain: ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah

dan lain-lain.

6. Faktor Presipitasi

Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri :

lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor

fisik dan emosi.

E. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat

harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa

kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan

mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka

mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus

dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat

atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2.  Jenis kelamin

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak

berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru

lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-

laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya

mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu

daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat

yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,

jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4.  Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang

terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada

nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill

(1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan

nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik

relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk

mengatasi nyeri.

6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri

bisa menyebabkan seseorang cemas.

7.  Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa

lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan

lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya

seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa

lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang

mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang

maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung

kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk

memperoleh dukungan dan perlindungan

F. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah

nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri

sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam

intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

0 :Tidak nyeri

1-3: Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6: Nyeri sedang: Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9: Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

10: Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

G. Klasifikasi Nyeri

Menurut Tempat

a.  Periferal Pain

1. Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN

2. Deep Pain (Nyeri Dalam)

3. Reffered Pain (Nyeri Alihan)

b. Central Pain

Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat,

spinal cord, batang otak  dll

a. Psychogenic Pain

Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari

trauma psikologis.

b. Phantom Pain

Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang

sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain

timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat

dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh

karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area

yang telah diangkat.

c. Radiating Pain

Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke

jaringan sekitar.

Menurut Sifat

a. Insidentil: timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

b. Stead : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu

yang lama

c. Paroxysmal: nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat

sekali dan biasanya menetal 10 – 15 menit, lalu menghilang

dan kemudian timbul kembali.

d. Intractable Pain: nyeri yang resisten dengan diobati atau

dikurangi. Contoh pada    arthritis, pemberian analgetik

narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya

penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

Menurut Berat Ringannya

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN

a. Nyeri ringan: dalam intensitas rendah.

b. Nyeri sedang: menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan

psikologis.

c. Nyeri Berat: dalam intensitas tinggi.

Menurut Waktu Serangan

a. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri

pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut baisanya

menunjukkan gejala-gejala antara lain: perspirasi

meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat,

dan pallor.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam

waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak

kapan nyeri mulai dirasakan.

L.Cara Mengatasi Nyeri

1.Tindakan Farmakologis

Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi

farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade

transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi

dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri

Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :

a. Analgesik Narkotik

Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan

untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang

hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat

bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien

yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitive

terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN

dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyeri

(Long,1996).

Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan

menimbilkan depresi pada fungsi – fungsi vital lainya,

termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk.

Sebagian dari reaksi ini menguntungkan contoh:

hemoragi, sedikit penurunan tekanan darah sangan

dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan

menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.

b. Analgesik Lokal

Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf

saat diberikan langsung ke serabut saraf.

c. Analgesik yang dikontrol klien

Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus

yang diisi narkotik menurut resep, dipasang dengan

pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian

analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol

agar masuk sejumlah narkotik. Cara ini memerlukan alat

khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang

belum ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini

penggunaanya lebih sedikit dibandingkan dengan cara

yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan

narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien

dengan nyeri pasca bedah, nyeri kanker, krisis sel.

d. Obat – obat nonsteroid

Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama

terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada

dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis

tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai

tambahan dari khasiat analgesik. Prinsip kerja obat ini

adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari

dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN

yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID

digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai

sedang.

2.Tindakan Non Farmakologis

Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis

untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan

nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari

beberapa tindakan penaganan berdasarkan :

a. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:

1. Stimulasi Kulit (Cutaneus)

Kompres hangat

Dapat dilakukan dengan menempelkan kantong

karet yang diisi air hangat atau handuk yang telah

direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang

nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan

atau pemijatan.

Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah

pelunakan jaringan fibrosa, membuat  otot tubuh lebih

rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri,

dan memperlancar pasokan aliran darah.

Kompres dingin

Yang digunakan adalah kantong berisi es batu

(cold pack), bisa juga berupa handuk yang dicelupkan

ke dalam air dingin.

Dampak fisiologisnya

adalah vasokonstriksi (pembuluh darah penguncup)

dan penurunan metabolik, membantu mengontrol

perdarahan dan pembengkakan karena trauma,

mengurangi nyeri, dan menurunkan aktivitas ujung

saraf pada otot.

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN

Melakukan kompres harus hati-hati karena dapat

menyebabkan jaringan kulit mengalami nekrosis

(kematian sel). Untuk itu dianjurkan melakukan

kompres dingin tidak lebih dari 30 menit.

2. Massase

Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan

dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini

dipercaya akan merangsang serabut berdiameter

besar, sehingga mampu mampu memblok atau

menurunkan impuls nyeri.

3. Stimulasi electric (TENS)

Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu

pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin,

sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan

dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan

kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan

(TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation).

TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan

menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan

melalui elektroda luar.

2. Plasebo

Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin

menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan

farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien

sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi

dan sebagainya.

b. Intervensi perilaku kognitif meliputi :

1. Intervensi

Page 31: LAPORAN PENDAHULUAN

Secara umum intervensi yang dapat dilakukan untuk

mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

1. Farmakologi Intervention

2. Non Farmakologik intervention: Distraksi, Relaksasi,

Stimulasi Kutaneus

Relaksasi

Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan

nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang

mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu

diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal.

Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi

terhadap nyeri.

Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik

dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

- Relaksasi akan menurunkan ansietas yang

berhubungan dengan nyeri atau stress

- Menurunkan nyeri otot

- Menolong individu untuk melupakan nyeri

- Meningkatkan periode istirahat dan tidur

- Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain

- Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang

timbul akibat nyeri

Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik

relaksasi berikut :

- Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam

paru

- Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan

tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal

tersebut

Page 32: LAPORAN PENDAHULUAN

- Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa

waktu

- Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan

secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak

kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk

mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa

ringan dan hangat.

- Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada

lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot lain

- Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas

secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat

bernafas secara dangkal dan cepat.

2. Umpan balik biologis

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan

individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara

untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut.

Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot,

dengan cara memasang elektroda pada pelipis.

- Hipnotis

Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh

sugesti positif.

- Distraksi

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk

nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV

atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar

musik), distraksi sentuhan (massase, memegang

mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main

catur). Beberapa teknik distraksi, antara lain :

Nafas lambat, berirama

Massage and Slow, Rhythmic Breathing

Rhytmic Singing and Tapping

Page 33: LAPORAN PENDAHULUAN

Active Listening

Guide Imagery

3. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)

Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang

menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan

ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila

klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan.

Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman

dan tidak sedang nyeri akut.