Laporan Pencahayaan Ruangan
-
Upload
ganjar-wijaya -
Category
Documents
-
view
611 -
download
2
description
Transcript of Laporan Pencahayaan Ruangan
LAPORAN PRAKTIKUM
KELISTRIKAN PERTANIAN
(Pencahayaan Ruangan)
Oleh:
Nama : Devika Fahrunisa (240110110002)
Deni Mardiansyah (240110110003)
Risti Wahidah (240110110004)
Farah Nuranjani (240110110027)
Ganjar Wijaya (240110110030)
Wina Juniar (240110110037)
Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 18 November 2013
Waktu/Shift : 13.00 - 14.50 WIB/4
Co. Ass : Frans Jeckson
Primayoga Harsana
M. Arief Ma’ruf
Farid Baraba
Adinda Nur Fadillah
LABORATORIUM INSTRUMENTASI DAN ELEKTRONIKA
TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cahaya merupakan salah satu unsur penting yang diperlukan manusia untuk
melakukan aktivitasnya. Secara garis besar cahaya bisa dibagi menjadi cahaya
alami yaitu yang bersumber dari cahaya matahari dan cahaya buatan meliputi
cahaya listrik, cahaya dari gas, lampu minyak maupun lilin yang digunakan
sebagai sarana pelengkap untuk penerangan di dalam buatan. Cahaya merupakan
gelombang elektomagnetik yang dapat dibangkitkan oleh gejala kelistrikan dan
kemagnetan, karenanya pencahayaan di dalam ruangan dapat bersumber dari
cahaya buatan yang diasilkan oleh energi listrik.
Pencahayaan suatu ruangan ditentukan pada jenis aktivitas yang akan
dilakukan dalam ruangan tersebut oleh karena itu cahaya yang dibutuhkan di
setiap ruangan akan berbeda, baik intensitas maupun jenisnya. Pencahayaan yang
baik dapat ditentukan oleh jumlah titik lampu yang dipasang atau pada tempat dan
jarak pemasangannya. Untuk memahami sistem pencahaan yang baik untuk
sebuah ruangan yang dapat menunjang aktivitas kerja manusia maka dilakukanlah
praktikum pencahayaan ruangan ini, agar dapat diketahui seberapa banyak cahaya
yang dibutuhkan untuk menyinari ruangan sehingga pencahayaan tersebut bisa
disebut optimal dan tidak boros energi.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
1. Mamahami sistem pencahayaan di dalam ruangan.
2. Mendata faktor-faktor aksitektural yang mempengaruhi pencahayaan.
3. Mengetahui fungsi visual dan tingkat pencahayaan.
4. Mengetahui sistem penchayaan yang akan digunakan.
5. Mengetahui jenis-jenis lampu yang dipakai di dalam ruangan.
6. Mengetahui jumlah dan posisi lampu di dalam ruangan.
7. Mengetahui peletakan kontrol.
8. Mengetahui faktor estetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Mengenai Cahaya
Cahaya hanya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang
elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang
dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya
dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda
dengan fenomena sebagai berikut:
1. Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan
sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi
semakin putih jika suhu naik.
2. Muatan Listrik: Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan
molekumemancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik
dari elemen yang ada.
3. Electro luminescence: Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui
padatatertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
4. Photoluminescence: Radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap,
biasanya olesuatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang
gelombang. Bila radiasi yandipancarkan kembali tersebut merupakan
fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebudisebut fluorescence atau
phosphorescence.
Cahaya nampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum elektromagnetik,
diberikan dalam Gambar 1, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya
ultraviolet (UV) dan energi inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut
mampu merangsang retina mata, yanmenghasilkan sensasi penglihatan yang
disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatamemerlukan mata yang berfungsi
dan cahaya yang nampak.
Gambar 1. Radiasi yang Tampak
(Sumber : Biro Efisiensi Energi, 2005)
Kita dapat melihat suatu benda, karena adanya cahaya yang dipantulkan oleh
benda tersebut.
Efektivitas cahaya adalah jumlah cahaya yang diterima pada suatu
permukaan, per satuan daya input, yang dikendalikan oleh beberapa variable.
Beberapa variable yang mempengaruhi efektivitas cahaya, antara lain :
1. Jenis sumber cahaya (seperti lampu pijar, fluorescent, dan HID).
2. Lingkungan yang memantulkan dan menyebarkan cahaya.
3. Jarak dari lampu.
Ada dua jenis ukuran/satuan yang saling berhubungan dengan cahaya yaitu:
1. Lumen: Satuan flux cahaya; flux dipancarkan didalam satuan unit sudut
padatan oleh suatu sumber dengan intensitas cahaya yang seragam satu
kandela. Satu lux adalah satu lumen permeter persegi. Lumen (lm) adalah
kesetaraan fotometrik dari watt, yang memadukan respon mata“pengamat
standar”. 1 watt = 683 lumens pada panjang gelombang 555 nm.
2. Lux: Merupakan satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan.
Cahaya rata-rata yang dicapai adalah rata-rata tingkat lux pada berbagai titik
pada area yang sudah ditentukan. Satu lux setara dengan satu lumen per
meter persegi.
2.1.1 Hukum Kuadrat Terbalik
Hukum kuadrat terbalik mendefinisikan hubungan antara pencahayaan dari
sumber titik dan jarak. Rumus ini menyatakan bahwa intensitas cahaya per satuan
luas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumbernya (pada dasarnya jari-
jari).
E = I / d2
Dimana
E = Emisi cahaya,
I = Intensitas cahaya dan
d = jarak
Bentuk lain dari persamaan ini yang lebih mudah adalah:
E1 d1² = E2 d2²
Jarak diukur dari titik uji ke permukaan yang pertama-tama kena cahaya – kawat
lampu pijar jernih, atau kaca pembungkus dari lampu pijar yang permukaannya
seperti es.
2.1.2 Hukum Cosinus
Bila pancaran cahaya mengenai suatu permukaan, dengan membentuk
sudut, maka akan melingkupi area yang lebih besar, dibandingkan dengan
pancaran yang tegak lurus pada permukaan. Intensitas cahaya akan mengikuti
hukum cosinus yaitu:
Cahaya = Level sumber
Kuadrat Jarakx cosinus sudut pancaran
2.2 Jenis Sumber Cahaya (Lampu)
Jenis sumber cahaya/lampu yang umum digunakan pada lingkungan
bangunan universitas dan kampus ada 3 jenis, yaitu lampu pijar, lampu
fluorescent, dan lampu HID. Berikut ini penjelasan dari masing-masing jenis
lampu tersebut diatas.
2.2.1 Lampu Pijar
Jenis lampu pijar dikatakn sebagai jens lampu incandescent, yang artinya
menyala/berpijar desebabkan oleh panas. Saat arus listrik mengalir pada filament
dari lampu pijar, filament akan memanas, karena adanay “heating effect”. Jika
arus yang mengalir cukup besar, maka filament akan berpijar, menghasilkan
cahaya. Hanya sekitar 6 – 12% pancaran energi lampu pijar berupa cahaya
tampak, sebagian besar radiasi berada pada daerah infra merah.
Lampu pijar saat ini memiliki efisiensi sekitar 20 lumen per watt, dengan
bola lampu yang besar lebih efisien disbanding yang kecil. Lampu pijar bertindak
sebagai ‘badan abu-abu’ yang secara selektif memancarkan radiasi, dan hampir
seluruhnya terjadi pada daerah nampak. Bola lampu terdiri dari hampa udara atau
berisi gas, yang dapat menghentikan oksidasi dari kawat pijar tungsten, namun
tidak akan menghentikan penguapan. Warna gelap bola lampu dikarenakan
tungsten yang teruapkan mengembun pada permukaan lampu yang relatif dingin.
Dengan adanya gas inert,akan menekan terjadinya penguapan, dan semakin besar
berat molekulnya akan makin mudah menekan terjadinya penguapan. Untuk
lampu biasa dengan harga yang murah, digunakan campuran argon nitrogen
dengan perbandingan 9/1. Kripton atau Xenon hanya digunakan dalam penerapan
khusus seperti lampu sepeda dimana bola lampunya berukuran kecil, untuk
mengimbangi kenaikan harga, dan jika penampilan merupakan hal yang penting.
Gas yang terdapat dalam bola pijar dapat menyalurkan panas dari kawat
pijar, sehingga daya hantar yang rendah menjadi penting. Lampu yang berisi gas
biasanya memadukan sekering dalam kawat timah. Gangguan kecil dapat
menyebabkan pemutusan arus listrik, yang dapat menarik arus yang sangat tinggi.
Jika patahnya kawat pijar merupakan akhir dari umur lampu, tetapi untuk
kerusakan sekering tidak begitu halnya.
Gambar 2. Lampu pijar dan Diagram Alir Energi Lampu Pijar
(Sumber : Biro Efisiensi Energi, 2005)
Tabel 1. Karakteristik Lampu Pijar
Daya(W)
Lumen Awal(lm)
LLD(%)
Usia pakai(jam)
25 233 79 250040 455 87.3 150060 860 93 1000100 1740 90.5 750150 2880 89 750200 4000 89.5 750300 6360 87.5 750500 10600 89 1000
Sumber : IES Lighting Hand Book, 1984
Seiring dengan bertambahnya waktu pakai lampu pijar, permukaan dalam
lampu akan menghitam, yang disebabkan oleh endapan bahan filamen, dan terjadi
penurunan lumen. Hal ini dinyatakan dengan faktor depresiasi lumen lampu
(“LLD”, lamp lumen depreciation factor).
Perkalian antara LLD dengan nilai lumen awal, menghasilkan keluaran
berupa nilai lumen yang diharapkan pada 70% usia pakai lampu yang umum
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan nilai lumen.
LLD x nilai lumen awal = lumen pada 70% usia pakai
2.2.2 Lampu Fluorescent
Lampu fluorescent mempunyai beberapa keunggulan, disbanding dengan
lampu pijar, antara lain :
1. Efisiensi lumen, dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan lampu
pijar, hal ini berarti biaya untuk energi lebih hemat 50% dari lampu pijar.
2. Panas yang dihasilkan per lumen lebih rendah.
3. Cahaya yang dihasilkan tidak terlalu silau dibandingkan cahaya lampu pijar.
4. Pada penggunaan yang umum, usia pakai lebih dari 5 kali usia pakai lampu
pijar
Beberapa kekurangan lampu fluorescent :
1. Sangat sensitif untuk dioperasikan pada suhu rendah (<100C)
2. Diperlukan kotak pelindung, pada daerah yang lembab.
3. Usia pakai akan berkurang dengan seiringnya frequensi nyala dan matinya
lampu.
4. Biaya awal lebih mahal.
Gambar 3. Diagram alir energi lampu neon
(Sumber : Biro Efisiensi Energi, 2005)
Tabel 2. Karakteristik Lampu Fluorescent
Daya (W) Lumen (lm) LLD (%) Usia pakai (jam)
20 1270 85 900030 2200 79 750040 3150 82 2000090 6400 85 9000
Sumber : IES Lighting Hand Book, 1984
2.2.3 Lampu HID
Jenis lampu HID (High Intensity Discharge), adalah lampu yang
mempunyai efisiensi lumen per watt yang paling tinggi. Yang termasuk gologan
lampu ini adalah lampu merkuri (30 – 65 lm/watt), metal halide (60 – 80 lm/watt)
dan high pressure sodium (60 – 140 lm/watt).
Kekurangan dari jenis lampu ini adalahmembutuhkan waktu yang cukup
lama sebelum cahaya optimum dihasilkan. Diperlukan waktu start sekitar 10
menit, setiap kali dinyalakan, dan biaya awal cukup tinggi.
a. Lampu Merkuri
Lampu uap merkuri merupakan model tertua lampu HID. Walaupun
mereka memiliki umur yang panjang dan biaya awal yang rendah, lampu ini
memiliki efficacy yang buruk (30 hingga 65 lumens per watt, tidak
termasuk kerugian balas) dan memancarkan warna hijau pucat.
Isu paling penting tentang lampu uap merkuri adalah bagaimana
caranya supaya digunakan jenis sumber HID atau neon lainnya yang
memiliki efficacy dan perubahan warna yang lebih baik. Lampu uap merkuri
yang bening, yang menghasilkan cahaya biru-hijau, terdiri dari tabung
pemancar uap merkuri dengan elektroda tungsten di kedua ujungnya.
Lampu tersebut memiliki efficacy terendah dari keluarga HID, penurunan
lumen yang cepat, dan indeks perubahan warna yang rendah. Disebabkan
karakteristik tersebut, lampu jenis HID yang lain telah menggantikan lampu
uap merkuri dalam banyak penggunaannya.
Walau begitu, lampu uap merkuri masih merupakan sumber yang
populer untuk penerangan taman sebab umur lampunya yang mencapai
24.000 jam dan bayangan taman yang hijaunya terlihat seperti gambaran
hidup. Pemancar disimpan di bagian dalam bola lampu yang disebut tabung
pemancar. Tabung pemancar diisi dengan gas merkuri dan argon murni.
Tabung pemancar tertutup di dalam bola lampu yang berada diluarnya, yang
diisi dengan nitrogen. Ciri-ciri :
Efficacy – 50 - 60 lumens/Watt ( tidak termasuk dari bagian L).
Indeks Perubahan Warna – 3.
Suhu Warna – Menengah.
Umur Lampu – 16.000 – 24.000 jam, perawatan lumen buruk.
Gir pengendali alat elektroda ketiga lebih sederhana dan lebih mudah
dibuat. Beberapa negara telah menggunakan MBF untuk penerangan
jalan dimana lampu kuning SOX dianggap tidak pantas.
Tabung pemancar mengandung 100 mg gas merkuri dan argon.
Pembungkusnya adalah pasir kwarsa.
Tidak terdapat pemanas awal katoda, elektroda ketiga dengan celah
yang lebih pendek untuk memulai pelepasan.
Bola lampu bagian luar dilapisi fospor. Hal ini akan memberi cahaya
merah tambahan dengan menggunakan UV, untuk mengkoreksi bias
pelepasan merkuri.
Pembungkus kaca bagian luar mencegah lepasnya radiasi UV.
b. Lampu Metal Halide
Halida bertindak sama halnya dengan siklus halogen tungsten.
Manakala suhu bertambah maka terjadi pemecahan senyawa halida
melepaskan logam ke pemancar. Halida mencegah dinding kuarsa diserang
oleh logam-logam alkali. Ciri-ciri :
Efficacy – 80 lumens/Watt.
Indeks Perubahan Warna – 1A –2 tergantung pada campuran halide.
Suhu Warna – 3.000K – 6.000K.
Umur Lampu – 6.000 – 20.000 jam, perawatan lumen buruk
Pemanasan – 2-3 menit, pencapaian panas – dalam waktu 10-20
menit.
Pemilihan warna, ukuran, dan nilainya lebih besar untuk MBI
daripada jenis lampu lainnya. Jenis ini merupakan versi yang
dikembangkan dari dua lampu pelepas dengan intensitas tinggi, dan
cenderung memiliki efficacy yang lebih baik.
Dengan menambahkan logam lain ke merkuri, spektrum yang berbeda
dapat dipancarkan.
Beberapa lampu SBI menggunakan elektroda ketiga untuk memulai
penyalaan, namun untuk yang lainnya, terutama lampu peraga yang
lebih kecil, memerlukan denyut penyalaan tegangan tinggi.
c. Lampu High Pressure Sodium (HPS)
Lampu sodium tekanan tinggi (HPS) banyak digunakan untuk
penerapan di luar ruangan dan industri. Efficacy nya yang tinggi
membuatnya menjadi pilihan yang lebih baik daripada metal halida,
terutama bila perubahan warna yang baik bukan menjadi prioritas. Lampu
HPS berbeda dari lampu merkuri dan metal halida karena tidak memiliki
starter elektroda; sirkuit balas dan starter elektronik tegangan tinggi.
Tabung pemancar listrik terbuat dari bahan keramik, yang dapat menahan
suhu hingga 2372F. Didalamnya diisi dengan xenon untuk membantu
menyalakan pemancar listrik, juga campuran gas sodium – merkuri. Ciri-
ciri:
Efficacy – 50 - 90 lumens/Watt (CRI lebih baik, Efficacy lebih
rendah)
Indeks Perubahan Warna – 1 – 2
Suhu Warna - Hangat
Umur Lampu – 24.000 jam, perawatan lumen yang luar biasa
Pemanasan – 10 menit, pencapaian panas – dalam waktu 60 detik
Mengoperasikan sodium pada suhu dan tekanan yang lebih tinggi
menjadikan sangat reaktif.
Mengandung 1-6 mg sodium dan 20mg merkuri
Gas pengisinya adalah Xenon. Dengan meningkatkan jumlah gas akan
menurunkan merkuri, namun membuat lampu jadi sulit dinyalakan.
Arc tube (tabung pemacar cahaya) didalam bola lampu mempunyai
lapisan pendifusi untuk mengurangi silau.
Makin tinggi tekanannya, panjang gelombangnya lebih luas, dan CRI
nya lebih baik, efficacy nya lebih rendah.
2.3 Sistem Pencahayaan
Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka
diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem
pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5
macam yaitu :
2.3.1 Sistem Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang
perlu diterangi. Sistm ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan,
tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang
mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.
Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada
didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan.
2.3.2 Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan
sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui
bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean
pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan antara 5-
90%.
2.3.3 Sistem Pencahayaan Difus (General Diffus Lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu
disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dindng. Dalam
pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan
setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan
dan kesilauan masih ditemui.
2.3.4 Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang
optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan
baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat
dikurangi.
2.3.5 Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh
langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan
pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan
bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total
yang jatuh pada permukaan kerja.
Tabel 3. Tingkat Pencahayaan Lingkungan KerjaJENIS
KEGIATANTINGKAT
PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)
KETERANGAN
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
100 Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun
Pekerjaan agak halus
500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus
1500Tidak menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci
3000Tidak menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
2.4 Kalkulasi Pencahayaan Ruangan
Manfaat kalkulasi pencahayaan, secara umum adalah untuk mengetahui
jumlah titik lampu yang dibutuhkan, untuk menyediakan sejumlah cahaya
tertentu, atau jumlah cahaya yang akan dihasilkan oleh beberapa titik tertentu.
Kalkulasi pencahayaan membutuhkan dua jenis data, yaitu data photometric dan
data environmental. Data photometric adalah deskripsi dari sifat pancaran cahaya
dari peralatan pencahayaan (lampu dengan kelengkapannya). Sedangkan, data
environmental adalah data yang berkaitan dengan interaksi cahaya dengan
permukaan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk kalkulasi pencahayaan
pada titik tertentu, yang dapat digunakan. Untuk keperluan perhitungan ruangan
ini dapat dipakai metode “Zonal Cavity”, metoda ini mengasumsikan distribusi
pencahayaan yang merata dari sumber cahaya, pada suatu area atau ruang. Secara
teori, tingkat pencahayaan dapat dihitung dengan membagi output sumber cahaya,
dengan area yang akan diterangi.
Pencahayaan Efektif (Lux) = Output lumen xCU x LLF
Area (m2 )
Jika level pencahayaan yang diinginkan dan jenis lampu yang akan
digunakan diketahui, rumus dapat dirubah untuk mendapatkan area per titik lampu
(dan juga jarak antar titik lampu).
Area Per Titik Lampu (m2) = Output lumenx CU x LLF
LevelCahaya seharusnya (Lux)
Untuk menghitung jumlah lampu per titik area dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Jumlah Titik Lampu = Total Area
LevelCahaya ¿¿
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
a. Meteran
b. Lux (light meter)
3.2 Prosedur Praktikum
a. Dimensi ruangan diukur.
b. Tata letak lampu di dalam ruangan diamati.
c. Jumlah lampu di dalam ruangan dihitung.
d. Jenis lampu yang digunakan ditentukan.
e. Jarak antar lampu diukur.
f. Jarak antara lampu dengan dinding diukur.
g. Intensitas cahaya di ruangan tersebut diukur.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Hasil
Ukuran Ruangan: 40 m x 40 m ; Dimensi = 8,84 m x 7,24 m
Fluks (intensitas cahaya) = 231 ; 319 ; 288 = Rata-rata = 279,33 Lx
Jumlah lampu = 13 buah
Jenis Lampu = neon
Jarak antar lampu = ( di gambar)
Jarak Lampu dengan dinding = (di gambar)
4.1.2 Gambar Denah Ruangan
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pencahayaan di dalam ruangan. Praktikan
menganalisis sumber penerangan di dalam ruangan laboratorium sehingga dapat
diketahui apakah pencahayaan dalam ruangan tersebut baik atau tidak. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.1405, pencahayaan adalah jumlah penyinaran
pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara
efektif. Pencahayaan merupakan upaya untuk mendapatkan lingkungan yang
aman dan nyaman yang berkaitan dengan produktivitas manusia karena
pencahayaan yang baik akan memungkinkan seseorang dapat melihat objek secara
jelas.Pencahayaan dalam ruangan laboratorium ini merupakan pencahayaan
buatan yaitu pencahayaan yang sumber cahayanya berasal dari cahaya listrik
sebagai sumber penerangan. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik
karena cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikan dan kemagnetan.
Ruangan praktikum memiliki dimensi 8,84 m x 7,24 m, dengan ukuran
gedung 40 m x 40 m. Penerangan berasal dari lampu jenis neon yang berjumlah
13 buah. Jarak antar lampu beragam, dari mulai 90 cm sampai 360 cm. Sedangkan
jarak dari lampu dengan dinding ada yang 70 cm, 110 cm dan juga 120 cm.
Ukuran dan letak ruangan dapat menentukan berapa banyak lampu yang
dibutuhkan. Selain itu jenis kerja yang akan dilakukan pada ruangan
berpencahayaan mempengaruhi dalam seberapa daya lampu yang harus dipasang
agar lampu bersinar terang sesuai dengan kebutuhan. Banyaknya lampu, jarak
pemasangannya, penempatan dan daya yang dihasilkan lampu akan menjadi
landasan apakah ruangan tersebut telah memiliki pencahayaan yang optimal atau
tidak.Pencahayaanyang baik apalagi pencahayaan buatan diupayakan agar tidak
menimbulkan silau, dan intensitas cahayanya sesuai dengan yang
dibutuhkan.Penempatan lampu haruslah ditata dengan baik seperti pada jarak
pemasangannya, sehingga menghasilkan penyinaran yang optimum dan lampu
Nama : Devika Fahrunisa
NPM : 240110110002
tersebut harus dirawat dan sering dibersihkan.Lampu yang mulai tidak berfungsi
segera diganti, begitu juga dengan jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa
kondisinya untuk menjamin keamanan.Sistem pencahayaan yang baik, akan
menempatkan sejumlah cahaya yang cukup dengan jenis yang sesuai pada tempat
yang tepat.
Jumlah cahaya yang diperlukan, tergantung pada jenis aktivitas yang akan
dilakukan, cahaya yang dibutuhkan di setiap ruangan akan berbeda, baik intensitas
maupun jenisnya. Pencahayaan yang baik sangatlah penting bagi kesehatan,
kenyamanan, maupun keamanan kita. Efektivitas cahaya, adalah jumlah cahaya
yang diterima pada suatu permukaan, per satuan daya input, yang dikendalikan
oleh beberapa variabel. Variabel yang mempengaruhi efektivitas cahaya, antara
lain jenis sumber cahaya, lingkungan yang memantulkan dan menyebarkan
cahaya dan jarak/penempatan dari lampu.
Lampu yang dipakai adalah lampu neon, yaitu jenis lampu fluorecent. Lampu
fluorecent adalah lampu listrik yang memanfaatkan gas neon dan lapisan
Fluorescent sebagai pemendar cahaya pada saat dialiri arus listrik. Tabung lampu
ini diisi oleh semacam gas yang pada saat elektrodanya mendapat tegangan tinggi
gas ini akan terionisasi sehingga menyebabkan elektron-elektron pada gas tersebut
bergerak dan memendarkan lapisan fluorescent pada lapisan tabung lampu.
Lampu fluorescent memiliki efisiensi lumen dua sampai tiga kali lipat
dibandingkan dengan lampu pijar, yang berarti biaya untuk energi lebih hemat 50
% dari lampu pijar. Panas yang dihasilkan per lumennya lebih rendah dan cahaya
yang dihasilkan tidak terlalu silau dibanding cahaya lampu pijar. Pada
penggunaan yang umum, usia pakai lampu ini lebih dari 5 kali usia pakai lampu
pijar. Namun, lampu ini sangat sensitif untuk dioperasikan pada suhu rendah
misalnya kurang dari 10oC dan diperlukan kotak pelindung, pada daerah yang
lembab. Usia pakainya akan berkurang dengan seringnya frequensi nyala dan
matinya lampu juga biaya awal lebih mahal atau harga dari lampu neon ini lebih
mahal daripada lampu pijar.
Lux (lx) merupakan satuan intensitas cahaya pada suatu titik. Dari 3 kali
pengukuran Lux dalam ruangan pada 3 titik yang berbeda, diperoleh rata-rata lux
adalah 279,33 lx. 1 lux adalah 0,001496 watts/m2. Luas ruangan adalah 64,0016
m2, maka daya di satu titik dalam ruangan adalah 26,745 watt.Untuk mengetahui
jumlah titik lampu yang dibutuhkan, untuk menyediakan sejumlah cahaya
tertentu, atau jumlah cahaya yang akan dihasilkan oleh beberapa titik lampu
tertentu maka dilakukan kalkulasi pencahayaan.Menurut SNI, daya pencahayaan
maksimum untuk ruang kantor/industri adalah 15 watt/ m2, berarti daya yang
dibutuhkan untuk menerangi ruangan laboratorium ini maksimal 15 watt/m2
namun kenyataannya daya yang dihasilkan adalah 26,745 watt/m2 yang berarti
pencahayaan dalam ruangan ini sangat tidak optimal.
Untuk membuat pencahayaan menjadi optimal maka diperlukan pengurangan
jumlah lampu yang dipasang atau perubahan pada jarak penempatan
lampu.Menempatkan deretan lampu dari dinding terdekat maksimal 1/3 dari jarak
antar titik lampu. Untuk jenis lampu fluorescent, jarak ujung deret terhadap
dinding maksimal 0,6 m. Lalu jumlah lampu juga perlu dikurangi karena terdapat
2 buah jendela yang penempatannya menghadap keluar depan gedung. Sehingga
cahaya matahari yang merupakan sumber cahaya alami dapat dimanfaatkan untuk
penerangan di siang hari.Dan apabila setelah dilakukan pengurangan jumlah
waktu tapi pencahayaan masih dirasa terlalu terang atau kurang terang, kita dapat
menyiasati dengan mengganti lampu dengan watt yang lebih tinggi atau lebih
rendah.
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai Pencahayaan Ruangan dimana
praktikan mengukur besarnya nilai cahaya dalam satuan lux. Praktikan mengukur
besarnya cahaya pada masing-masing lampu agar mengetahui apakah intensitas
pencahayaan pada ruangan laboratorium sudah baik dan sesuai atau belum.
Pertama praktikan menggambar denah ruangan laboratoriuum beserta barang-
barang yang terdapat didalamnya, seperti lemari, letak pintu , jendela, dll.
Praktikan juga menggambarkan letak lampu pada ruangan dan posisi praktikan
untuk mengukur seperti terlihat pada denah hasil . Kemudian praktikan mulai
mengukur dimensi ruangan pada laboratorium yaitu panjang dan lebar dari
ruangan laboratorium tersebut. Setelah diketahui dimensi ruangan maka praktikan
mulai menghitung besarnya caya pada masing-masing lampu secara bergantian.
Praktikan melakukan pengukuran sebanyak 3 kali pengukuran yaitu pada 3
titik tempat pada ruangan tersebut. Setelah melakukan pengukuran maka
diperoleh nilai besaran cahaya pada masing-masing titik, yaitu pada titik pertama
didapat nilai intensitas cahaya sebesar 231 Lx , titik kedua sebesar 319 Lx dan
titik ketiga sebesar 288 Lx, maka didapat hasil rata-rata sebesar 279,33 Lx.
Besarnya nilai cahaya tersebut salah satunya dapat dipengaruhi oleh jarak
praktikan dari lampu ke alat saat melakukan pengukuran , selain itu posisi lampu
yang terletak pada dekat jendela juga berpengaruh terhadap besarnya cahaya yang
terbaca pada alat. Seperti pada titik 2 dan yang posisi lampunya terletak pada sisi
dekat dengan jendela sehingga besarnya cahaya yang terbaca pada alat lebih besar
dari titik yang lain . Hal ini dipengaruhi oleh bantuan cahaya matahari dari luar
jendela yang ikut terbaca oleh alat sehingga besarnya bertambah.
Sedangkan pada titik 1 merupakan titik yang memiliki besar cahaya paling
kecil yaitu hanya 231 Lx, hal ini dikarenakan posisi titik pengukuran berada pada
bagian belakang pintu yang tidak terlalu terang sehingga memiliki nilai cahaya
Nama : Deni Mardiansyah
NPM : 240110110003
yang lebih rendah dari yang lainnya. Terlihat pada hasil perhitungan pencahayaan
efektif bahawa diperoleh nilai sebesar 312 Lux , sedangkan menurut literatur yang
bersumber dari Granjean bahwa standarisasi pencahayaan untuk ruangan kerja
laboratorium itu berkisar antara 400-500 Lux. Sehingga sebenarnya pencahayaan
pada ruangan Laboratorium ini belum sesuai.
Berdasarkan hasil perhitungan seharusnya lampu yang dibutuhkan dalam
ruangan laboratorium yaitu sebanyak 12 lampu agar cahaya yang dihasilkan
sesuai dengan literatur yaitu 450 Lux. Namun apabila melihat kondisi ruangan
laboratorium yang tidak terlalu luas karena terdapat barang-barang lain, maka
sepertinya tidak memungkinkan jika dilakukan penambahan titik pemasangan
lampu di dalam ruangan. Tetapi solusi lain yaitu bisa dilakukan dengan
menambah jumlah lampu yang terdapat pada setiap titik yang sudah terpasang.
Misalnya pada setiap titik lampu yang sudah terpasang dilakukan penambahan 2
buah lampu. Sehingga yang semula satu titik hanya terdapat 1 lampu kemudian
menjadi 2 lampu. Dengan begitu pencahayaan di ruangan laboratorium akan
sesuai dengan ketentuan seharusnya dan dapat meningkatkan ketajaman serta
produktivitas praktikan yang sedang melakukan berbagai macam kegiatan di
dalam Laboratorium.
Selama praktikum tidak ditemukan kendala yang berarti, namun setelah
melakukan praktikum ini semua praktikan mengetahui berapa besar pecahayaan
yang diperlukan pada ruangan Laboratorium.
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pencahayaan, praktikan akan mengukur
pencahayaan di ruangan praktikum. Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan didapatkan rata-rata nilai hasil intensitas cahaya (fluks) di dalam
ruangan praktikum sebesar 279,33 Lx. Sedangkan untuk ruangan kerja dengan
jenis kegiatan pekerjaan dengan perakitan kasar dan dengan menggunakan mesin
membutuhkan intensita cahaya sebesar 200 Lx. Untuk ruangan praktikum jika
dilihat membutuhkan intensitas cahaya berkisar di antara 200 Lx sampai 300 Lx
berdasarkan standar pencahayaan KEPMENKES RI. No.
1405/MENKES/SK/XI/02.
Berdasarkan data tersebut maka intensitas pencahayaan yang terdapat di
ruangan praktikum telah sesuai standar pencahayaan. Jika dalam watt maka
besarnya intensitas cahaya 279,33 × 0,001496 = 0,41787768 watt. Sedangkan
untuk ruangan kerja dengan 200-300 Lx berarti sama dengan 0,2992 watt sampai
0,4488 watt. Penempatan lampu di ruangan sudah bagus, karena penempatan tepat
di bawah meja kerja praktikan. Pada saat praktikum, praktikan dapat bekerja
dengan nyaman. Penerangan di ruangan sudah memenuhi standar dan juga
ditambah dengan beberapa jendela yang juga menambah penerangan di dalam
ruangan praktikum. Pencahayaan di ruangan ini menerangi seluruh sisi-sisi
ruangan.
Sistem pencahayaan di ruangan ini dapat dikategorikan sebagai sistem
pencahayaan semi tidak langsung. Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke
langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian
bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan
perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis
tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Untuk mengetahui jumlah titik lampu
yang dibutuhkan, untuk menyediakan sejumlah cahaya tertentu, atau jumlah
Nama : Risti Wahidah
NPM : 240110110004
cahaya yang akan dihasilkan oleh beberapa titik tertentu maka dilakukan kalkulasi
pencahayaan ruangan.
Lampu di ruangan berbeda di setiap titiknya, seperti pada pengukuran ynag
dilakukan pada saat praktikum. Dilakukan di tiga titik dalam ruangan praktikum
dan didapatkan hasil sebesar 231 Lx, 319 Lx dan 288 Lx. Hal tersebut dapat
dikarenakan lampu-lampu yang besar nilai intensitas cahayanya berkurang karena
waktu pemakaian dari lampu-lampu tersebut. Dari pengukuran praktikum
didapatkan jarak antar lampu 240 cm secara horizontal dan 360 cm secara vertikal
dan ukuran ruangan adalah 40 m × 40 m.
4.2 Pembahasan
Praktikum listrik kali ini mengenai pencahayaan pada ruangan. Ruangan yang
akan diamati adalah laboratorium. Pengukuran dilakukan dengan mengukur
dimensi laboratorium. Laboratorium memiliki dimensi 8,84 m x 7,24 m.
Selanjutnya, menghitung jumlah lampu yang ada di dalam laboratorium. Total
lampu yang terdapat di laboratorium adalah sebanyak 13 buah. Pemasangan
lampu dilakukan dengan fitting sebanyak 7 buah yang masing-masing berisikan 2
buah lampu kecuali terdapat 1 buah fitting yang berisikan 1 lampu. Lampu yang
digunakan adalah lampu neon atau fluoresen.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pencahayaan memenuhi
persyaratan kesehatan, antara lain:
a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan
kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya.
b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.
c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk
tidak menggunakan lampu neon.
d. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum
dan bola lampu sering dibersihkan.
e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.
Dalam pencahayaan yang baik terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan, antara lain kuantitas cahaya (lighting level) atau tingkat kuat
penerangan, distribusi kepadatan cahaya (luminance distribution), pembatasan
agar cahaya tidak menyilaukan (limitation of glare), arah pencahayaan dan
pembentukan bayangan (light directionality and shadows), kondisi dan iklim
ruang, serta warna cahaya dan refleksi warna (light colour and colour rendering).
Nama : Farah Nuranjani
NPM : 240110110027
Lampu yang digunakan di laboratorium adalah lampu neon atau fluoresen.
Lampu fluoresen terdiri dari tabung kaca yang tersekat, dilapisi warna putih di
dalamnya dan diisi dengan gas inert dan sedikit mercury. Jenis yang umum adalah
lampu fluoresen dan lampu fluoresen kompak. Semua lampu fluoresen
membutuhkan ballast untuk menyalakan (start) dan mengontrol proses
pencahayaan. Ballast merupakan alat yang menghubungkan antara suplai daya
dan satu atau lebih lampu fluoresen atau lampu pelepasan gas lainnya. Ballast
terutama untuk membatasi arus ke nilai yang diminta, mengubah suplai tegangan
dan memberikan kondisi yang diperlukan untuk menyalakan lampu.
Efisiensi lampu fluoresen melebihi lampu pijar 5 sampai 8 kali, tergantung
pada sistem pencahayaan. Lampu fluoresen membutuhkan investasi tinggi
(sampai 10 kali), tetapi umur pemakaiannya 10 sampai 15 kali lebih lama. Selain
itu, lampu fluoresen cocok digunakan untuk perkantoran dan area komersial.
Lampu flouresen memiliki beberapa warna, salah satunya yang digunakan di
laboratorium berwarna putih.
Kemudian dilakukan pengukuran fluks cahaya di laboratorium pada 3 titik
yang berbeda. Rata-rata fluks yang didapatkan sebesar 279,33 Lux. Berdasarkan
literatur, tingkat pencahayaan minimal untuk laboratorium adalah 500 Lux. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pencahayaan pada laboratorium ini masih kurang
karena nilainya yang kurang dari 500 Lux. Total daya maksimum pada
laboratorium yang diukur adalah sebesar 26,745 W/m2. Berdasarkan literatur,
daya maksimum per meter yang dibutuhkan pada laboratorium adalah sebesar 13
W/m2. Artinya, daya listrik di laboratorium melebihi daya listrik maksimum
sehingga lampu yang digunakan harus dikurangi jumlahnya. Namun, daya listrik
tersebut disesuikan dengan luas laboratoriumnya sehingga semakin besar
laboratorium maka akan semakin besar daya listrik yang dibutuhkannya dengan
ketentuan tidak lebih dari 13 W/m2. Tinggi ruangan juga dapat mempengaruhi
penyebaran cahaya di dalam suatu ruangan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
dikatakan jika pencahayaan di laboratorium dapat dikatakan masih kurang baik.
Lampu yang digunakan perlu dikurangi agar tidak terlalu menyilaukan dan dapat
berdampak pada kesehatan salah satunya adalah mata lelah.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kita melakukan pengukuran pencahayaan pada
sebuah ruangan atau tempat. Pada umumnya sebuah rumah atau bangunan
haruslah memiliki pencahayaan dan aliran listrik yang mencukupi agar
kegiatan yang ada bisa berjalan dengan lancer dan baik.
Pencahaayaan yang baik dan benar sangatlah berpengaruh bagi sebuah
rumah bangunan atau pun ruangan yang ada. pada praktikum kali ini kita
menghitung jumlah pencahayaan yang ada pada ruangan laboratorium system
instrumentasi dan elektronika. Didapatkan dalam ruangan yang berukuran
40m x 40m ini mempunyai jumlah lampu sebanyak 13 buah. Lampu tipe jenis
neon panjang.
Selanjutnya praktikan mengukur jarak antar lampu dengan sisi ruangan atau
dinding dan mengukur jarak antar titik letak lampu yang satu dengan yang
lainnya, dengan menggunakan alat ukur meteran, setelah itu digambar seperti
gambar pada bab hasil.
Setelah itu praktikan mengukur nilai cahaya atau nilai iluminasi pada
ruangan dengan menggunakan alat lux, dimana pada pengukuran ini ditentukan
pada tujuh titik didalam ruangan, yang telah ditentukan dan diketahui pada
gambar hasil, nilai pada titik ke satu yaitu 231 lux, nilai pada titik kedua yaitu
sebesar 319 lux, nilai pada titik ketiga yaitu sebesar 288 lux.
Nilai rata-rata yang dihasilkan pada pengukuran cahaya atau iluminasi
setelah mengukur cahaya atau iluminasi tujuh titik dengan menggunakan alat
lux yaitu dihasilkan sebesar 279,33 lux. Nilai cahaya atau iluminasi yang
diukur mengalami perbedaan nilai antar titik disebabkan karena adanya objek
yang menghalangi alat lux atau adanya cahaya dari ruangan lain dan cahaya
dari luar jendela.
Dalam mengukur nilai jumlah titik lampu yang sebenarnya pada
ruangan ini dapat menggunakan rumus : N =E x L x W
Ø x LLF x Cu x n
Nama : Ganjar Wijaya
NPM : 240110110030
Dimana nilai dari E, L, W, θ, LLF, Cu, dan n, telah ditentukan hasil nilai
jumlah titik lampu yang didapatkan pada perhitungan yaitu 6,89 ~ 7 titik
lampu untuk ruangan. Pada ruangan ini tata letak lampu sudah dalam keadaan
baik, jumlah titik lampu pada ruangan ini yaitu empat titik lampu dimana
peletakkan antar titik lampu tersebut telah rapih. Pencahayaan ruangan
dikatakan merata, jika variasi level cahaya pada setiap lokasi diruangan itu,
tidak lebih dari 1/6 dari level rata-rata, baik diatas maupun dibawahnya.
Cara praktis yang umum, untuk mendapatkan keseragaman level, adalah:
1. Menempatkan deretan lampu dari dinding terdekat, maksimal 1/3
dari jarak antar titik lampu.
2. Untuk jenis lampu fluorescent, jarak ujung deret terhadap dinding
maksimal 0,6 m
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kelistrikan pertanian ini, praktikan mengamati pencahayaan
ruangan khususnya pada laboratorium instrumentasi dan elektronika FTIP Unpad.
Hal yang pertama dilakukan yaitu mengukur besarnya cahaya pada masing-
masing lampu untuk mengetahui apakah intensitas pencahayaan pada
laboratorium sudah memenuhi standar atau belum dalam satuan lux.
Sebelum mengukur intensintas cahaya pada lampu, terlebih dahulu praktikan
membuat denah ruangan dan mengukur dimensi pada laboratorium. Laboratorium
memilik dimensi 8,84 m x 7,24 m. Tidak lupa posisikan barang-barang yang ada
pada laboratorium. Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiga titik tempat yang
berbeda agar dapat diketahui rata-ratanya. Didapatkan rata-rata intensitas cahaya
dalam ruangan tersebut adalah sebesar 279,33 Lx. Besarnya nilai cahaya tersebut
salah satunya dapat dipengaruhi oleh jarak praktikan dari lampu ke alat saat
melakukan pengukuran dan posisi lampu ke alat saat pengukuran. Berdasarkan
literatur, tingkat pencahayaan minimal untuk laboratorium adalah 500 Lux. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pencahayaan pada laboratorium ini masih kurang
karena nilainya yang kurang dari 500 Lux. Total daya maksimum pada
laboratorium yang diukur adalah sebesar 26,745 W/m2. Berdasarkan literatur,
daya maksimum per meter yang dibutuhkan pada laboratorium adalah sebesar 13
W/m2. Artinya, daya listrik di laboratorium melebihi daya listrik maksimum
sehingga lampu yang digunakan harus dikurangi jumlahnya. Namun, daya listrik
tersebut disesuikan dengan luas laboratoriumnya sehingga semakin besar
laboratorium maka akan semakin besar daya listrik yang dibutuhkannya dengan
ketentuan tidak lebih dari 13 W/m2. Menurut SNI, daya pencahayaan maksimum
untuk ruangan dalam kantor adalah sebesar 15 W/m2, sedangkan pada ruangan
daya yang dihasilkan sebesar 26,745 W/m2. Hal tersebut berarti pencahayaan
dalam ruangan tidak optimal. Perlu dilakukan pengurangan jumlah lampu neon
atau dengan menyiasati dengan mengganti lampu dengan watt yang lebih rendah.
Nama : Wina Juniar
NPM : 240110110037
Kemudian menghitung jumlah lampu yang ada pada laboratorium, dan
didapatkan total lampu sebanyak 13 buah. Lampu yang digunakan adalah lampu
neon (fluoresen) yang terdiri dari tabung kaca yang tersekat dilapisi warna putih
di dalamnya dan diisi dengan gas inert dan sedikit merkuri. Efisiensi lampu ini
dapat melebihi lampu pijar 5 sampai 8 kali tergantung pada sistem
pencahayaannya dan cocok digunakan dalam perkantoran atau area komersial.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pencahayaan memenuhi
persyaratan kesehatan. Dalam pencahayaan yang baik juga terdapat beberapa
kriteria yang harus diperhatikan antara lain kuantitas cahaya, distribusi kepadatan
cahaya, pembatasan cahaya agar tidak menyilaukan, arah pencahayaan dan
pembentukan bayangan, kondisi dan iklim ruang, serta warna cahaya dan refleksi
warna.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah:
1. Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
2. Jumlah cahaya yang diperlukan, tergantung pada jenis aktivitas yang
akan dilakukan, cahaya yang dibutuhkan di setiap ruangan akan berbeda,
baik intensitas maupun jenisnya.
3. Lampu yang dipakai adalah lampu neon, yaitu jenis lampu fluorecent.
Lampu fluorecent adalah lampu listrik yang memanfaatkan gas neon dan
lapisan Fluorescent sebagai pemendar cahaya pada saat dialiri arus
listrik.
4. Menurut SNI, daya yang dibutuhkan untuk menerangi ruangan
laboratorium maksimal 15 watt/m2 namun kenyataannya daya yang
dihasilkan adalah 26,745 watt/m2 yang berarti pencahayaan dalam
ruangan ini sangat tidak optimal.
5. Untuk membuat pencahayaan menjadi optimal maka diperlukan
pengurangan jumlah lampu yang dipasang atau perubahan pada jarak
penempatan lampu.
5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk praktikum ini adalah:
1. Praktikan melakukan pengukuran tidak dengan perkiraan seperti pada
saat mengukur jarak lampu.
2. Peralatan yang dibutuhkan dalam pengukuran disediakan agar praktikan
dapat melakukan pengukuran dengan tepat.
Nama : Devika Fahrunisa
NPM : 240110110002
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Besarnya nilai cahaya salah satunya dapat dipengaruhi oleh jarak
praktikan dari lampu ke alat saat melakukan pengukuran , selain itu
posisi lampu yang terletak pada dekat jendela juga berpengaruh
terhadap besarnya cahaya yang terbaca pada alat.
2. Nilai cahaya yang paling besar terdapat pada titik 2 yaitu sebesar
319 Lux.
3. Nilai cahaya yang paling rendah terdapat pasa titik 1 yaitu sebesar
231 Lux.
4. Berdasarkan hasil perhitungan seharusnya lampu yang dibutuhkan
dalam ruangan laboratorium yaitu sebanyak 12 lampu agar cahaya
yang dihasilkan sesuai dengan literatur yaitu 450 Lux.
5. Solusi untuk menambah intensitas cahaya pada ruang
Laboratorium yaitu bisa dilakukan dengan menambah jumlah
lampu yang terdapat pada setiap titik yang sudah terpasang.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini :
1. Praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan dan membaca
angka pada alat.
2. Praktikan harus menunggu angka yang muncul pada alat hingga
stabil agar data yang diperoleh akurat.
3. Keterbatasan alat menghambat jalannya praktikum.
Nama : Deni Mardiansyah
NPM : 240110110003
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikm dapat ditarik kesimpulan seperti di bawah ini :
1. Untuk ruangan praktikum jika dilihat membutuhkan intensitas cahaya
berkisar di antara 200 Lx sampai 300 Lx berdasarkan standar
pencahayaan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02.
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan rata-rata
nilai hasil intensitas cahaya (fluks) di dalam ruangan praktikum sebesar
279,33 Lx.
3. Jika dalam watt maka besarnya intensitas cahaya 279,33 × 0,001496 =
0,41787768 watt. Sedangkan untuk ruangan kerja dengan 200-300 Lx
berarti sama dengan 0,2992 watt sampai 0,4488 watt.
4. Sistem pencahayaan di ruangan ini dapat dikategorikan sebagai sistem
pencahayaan semi tidak langsung. Pada sistem ini 60-90% cahaya
diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya
diarahkan ke bagian bawah.
5.2 Saran
Hal-hal yang disarankan dalam pelaksanaan praktikum :
1. Perhitungan intensitas cahaya dalam ruangan dilakukan di tiga titik
yang berjauhan agar nilai yang didapat beragam dan lebih akurat.
2. Pencahayaan di dalam ruangan disesuaikan dengan kebutuhan dan
pekerjaan yang dilakukan di dalam ruangan tersebut.
Nama : Risti Wahidah
NPM : 240110110004
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum tersebut, maka dapat disimpulkan:
a. Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan
dapat dilakukan secara alami atau buatan tergantung kebutuhan.
b. Pencahayaan yang baik adalah dengan memperhatikan kuantitas cahaya
(lighting level) atau tingkat kuat penerangan, distribusi kepadatan
cahaya (luminance distribution), pembatasan agar cahaya tidak
menyilaukan (limitation of glare), arah pencahayaan dan pembentukan
bayangan (light directionality and shadows), kondisi dan iklim ruang,
serta warna cahaya dan refleksi warna (light colour and colour rendering).
c. Untuk laboratorium, tingkat pencahayaan minimal adalah 500 Lux dengan
daya listrik maksimum per meter persegi sebesar 13 W/m2.
d. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan, tingkat pencahayaan di
laboratorium sebesar 279,33 Lux dengan daya listrik per meter persegi
sebesar 26,745 W/m2. Oleh karena itu, pencahayaan di labotatorium
tergolong kurang baik.
e. Jumlah lampu yang digunakan harus disesuaikan dengan dimensi ruangan
agar pencahayaan dapat terdistribusi dengan baik dan tidak mengganggu
kesehatan salah satunya adalah mata lelah.
5.2 Saran
Ketika melakukan praktikum tersebut, diharapkan:
a. Praktikan mengetahui daya lampu yang digunakan di laboratorium.
Nama : Farah Nuranjani
NPM : 240110110027
b. Ketika melakukan pengukuran fluks cahaya, alatnya dikondisikan agar
tidak terhalangi karena akan mempengaruhi hasil fluks.
c. Praktikan dapat memahami cara perhitungan daya listrik yang dibutuhkan
suatu ruangan dan banyaknya lampu yang seharusnya dibutuhkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dihasilkan pada praktikum kali ini adalah :
1. Hasil nilai jumlah titik lampu sebenarnya (N) yang didapatkan pada
perhitungan yaitu 6,89 ~ 7 titik lampu untuk ruangan.
2. Lampu yang digunakan pada ruangan ini adalah lampu dengan spesifikasi
36watt/72 lm.
3. Nilai rata-rata yang dihasilkan pada pengukuran cahaya atau iluminasi
setelah mengukur cahaya atau iluminasi tujuh titik dengan menggunakan
alat lux yaitu dihasilkan sebesar 237,43 lux.
4. Nilai cahaya atau iluminasi yang diukur mengalami perbedaan nilai antar
titik disebabkan karena adanya objek yang menghalangi alat lux atau
adanya cahaya dari ruangan lain dan cahaya dari luar jendela.
5. Dalam mengukur nilai jumlah titik lampu yang sebenarnya pada ruangan
ini dapat menggunakan rumus : N =E x L x W
Ø x LLF x Cu x n
6.Pencahayaan ruangan dikatakan merata, jika variasi level cahaya pada
setiap lokasi diruangan itu, tidak lebih dari 1/6 dari level rata-rata, baik
diatas maupun dibawahnya.
5.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah :
1. Perlu ketelitian dalam praktikum kali ini yaitu pada saat pengukuran jarak
titik lampu dengan sisi ruangan atau jarak antar titik lampu.
2. Praktikan harus memahami metodelogi praktikum sehingga dapat
mengurangi kecelakaan kerja.
Nama : Ganjar Wijaya
NPM : 240110110030
3. Pada praktikum kali ini praktikan harus mengetahui jenis lampu yang
digunakan pada ruangan yang dianalisis
4. Dalam melakukan pengukuran cahaya dengan menggunakan lux sebaiknya
lux tidak terhalang dan penentuan titik harus benar-benar sesuai prosedur
agar nilai yang dihasilkan lebih baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pencahayaan ruangan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pencahayaan yang baik adalah dengan memperhatikan kuantitas cahaya,
distribusi keadatan cahaya, pembatasan cahaya agar menyilaukan, arah
pencahayaan dan pembentukan bayangan, kondisi iklim dan ruang, serta
warna cahaya dan refleksinya.
2. Pencahayaan pada laboratorium instrumentasi dan elektronika kurang
optimal dan kurang baik karena seharusnya tingkat pencahayaan minimal
adalah 500 Lx dan daya listrik maksimum per meter persegi sebesar 13
W/m2.
3. Berdasarkan praktikum, didapatkan rata-rata nilai hasil intensitas cahaya
(fluks) di dalam ruangan praktikum sebesar 279,33 Lx.
5.2 Saran
Praktikan dapat menyarankan beberapa hal berikut:
1. Pembacaan nilai pada alat harus dilakukan secara cermat.
2. Pengukuran intensitas cahaya seharusnya dilakukan pada tiga titik yang
berjauhan agar lebih akurat.
3. Pencahayaan dengan lampu seharusnya lebih memperhatikan arah sinar
matahari agar tidak terlalu boros dalam pemakaian.
Nama : Wina Juniar
NPM : 240110110037
DAFTAR PUSTAKA
Biro Efisiensi Energi Kementrian Ketenagaan. 2005. India
Kaufman, John E. 1984. IES Lighting Hand Book. Published Illuminating Engineering Society of North America : New York
UNEP. 2006. Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia. India
Prabu. 2009. Sistem dan Standar Pencahayaan Ruanagn. Terdapat pada : http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/06/sistem-dan-standar-pencahayaan-ruang/ . Diakse s pada Sabtu, 23 Nopember 2013 pukul 18:37 WIB
LAMPIRAN
Gambar 1. Jenis lampu yang dipakai untuk pencahayaan(Dokumen pribadi)
Gambar 3. Kondisi jendela dan jarak antar lampu(Dokumen pribadi)
Gambar 2. Kondisi lampu di dalam ruangan(Dokumen pribadi)