Laporan Pemicu 4
-
Upload
siska-akia -
Category
Documents
-
view
77 -
download
8
Transcript of Laporan Pemicu 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Bapak Tono 60 tahun seorang petani dengan koreng yang tidak sembuh di pipi
kanan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya tumbuh benjolan tidak nyeri, datar berwarna
hitam sebesar biji jagung yang makin lama makin besar sejak 2 tahun yang lalu.
Gambaran makroskopik di pipi kanan tampak benjolan biru kehitaman dengan
diameter 2cm, diatasnya terdapat ulkus dengan diameter 1 cm, tepi tidak rata dan
meninggi, bergaung, dengan krusta hitam. Kulit disekitar terlihat normal. Selain itu di
leher pak Tono, di temukan beberapa benjolan kecil hiperkeratotik dan papul
berwarna coklat multipel, tersebar diskret.
1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah
1. Ulkus : Luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
2. Koreng : Infeksi pada kulit yang dapat menimbulkan luka dan biasanya
meninggalkan bekas
3. Papul : Suatu massa padat, sirkumskrip, menonjol diatas permukaan kulit
4. Krusta : Cairan badan yang mengering dan dapat bercampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing
5. Diskret : Terpisah satu dengan yang lain
6. Hiperkeratotik : Suatu lesi dengan skuama yang lebih
1.3 Kata Kunci
1. Petani, laki-laki 60 tahun
2. Pipi
Awal
Benjolan tidak nyeri
Lesi datar hitam
Gatal, nyeri
Sebesar biji jagung
Koreng yang tidak sembuh
1
Sekarang
Benjolan biru kehitaman
Diameter 2 cm
Ulkus
Membesar dalam 2 tahun
3. Leher
Benjolan kecil hiperkeratotik
Papul berwarna coklat multipel
Tersebar diskret
1.4 Rumusan Masalah
Bapak Tono, (petani) 60 tahun memiliki koreng di pipi kanan yang tidak sembuh
sejak 4 tahun yang lalu, yang awalnya berupa benjolan datar semakin lama semakin
besar sejak 2 tahun yang lalu, serta ditemukan benjolan kecil hiperkeratotik dan papul
berwarna coklat multipel dan tersebar diskret pada leher.
2
1.5 Analisis Masalah
1.6 Hipotesis
Bapak Tono (petani) 60 tahun pada wajah mengalami karsinoma sel basal dan di
leher mengalami keratosis senilis.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Karsinoma sel basal
a) Definisi
b) Etiologi
c) Epidemiologi
d) Patofisiologi
e) Gejala klinis
f) Prognosis
g) Gambaran histopatologi
h) Tata laksana
3
Laki-laki 60 tahun, petani
Pipi kanan
- Benjolan datar tak nyeri - Warna hitam sebesar biji
jagung (2 tahun lalu)
Kulit terpajan matahari
- Benjolan membesar- Koreng tidak sembuh (sejak 4 bulan)- Benjolan biru kehitaman Ø 2cm- Ulkus pada puncak Ø 1cm- Tepi tidak rata, meninggi- Krusta hitam - Sekitaran normal
- Benjolan kecil hiperkeratotik- Papul berwarna multipel- Tersebar diskret
Usia tua, profesi terpajan matahari
DD: - Veruka vulgaris?- Keratosis seboroik?
Curiga keganasan
LeherKulit terpajan matahari
DD: - Karsinoma sel basal?- Karsinoma sel skuamosa?- Lainnya?
Pemeriksaan penunjang:
- Biopsi?- Lainnya?
Dari sebesar
biji jagung
menjadi 2 cm
dalam 2
Pertumbuhan cepat?
i) Pencegahan
2. Karsinoma sel skuamosa
a) Definisi
b) Etiologi
c) Epidemiologi
d) Patofisiologi
e) Gejala klinis
f) Prognosis
g) Gambaran histopatologi
h) Tata laksana
i) Pencegahan
3. Keratosis seboroik
a) Definisi
b) Etiologi
c) Epidemiologi
d) Patofisiologi
e) Gejala klinis
f) Prognosis
g) Gambaran histopatologi
h) Tata laksana
i) Pencegahan
4. Keratosis senilis
a) Definisi
b) Etiologi
c) Patofisiologi
d) Gejala klinis
e) Prognosis
f) Tata laksana
g) Pencegahan
5. Tumor
a) Definisi
b) Klasifikasi
c) Etiologi
6. Jelaskan tentang tumor jinak?
4
7. Jelaskan tentang tumor ganas?
8. Penyebab koreng tidak sembuh?
9. Bagaimana perubahan tumor jinak menjadi tumor ganas?
10. Sistem pertahanan tubuh terhadap sinar UV?
11. Pemeriksaan penunjang untuk tumor?
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karsinoma Sel Basal
2.1.1 Definisi
Karsinoma sel basal adalah kanker superfisial sel-sel epitel imatur.
Tumor ini biasanya tumbuh lambat dan jarang bermetastasis walaupun dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lokal.1
2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini masih belum diketahui pasti penyebabnya. Dari
beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor predisposisi yang memegang
peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor predisposisi yang
diduga sebagai penyebab yaitu2:
a. Faktor internal : umur, ras, genetik, dan jenis kelamin.
b. Faktor eksternal : radiasi UV (UV B 290-320 nm), radiasi ionisasi,
bahan-bahan karsinogenik seperti arsen inorganik, zat-zat kimia,
hidrokarbon polisiklik, dan trauma mekanis kulit, seperti bekas vaksin,
bekas luka bakar, iritasi kronis, dll.2
2.1.3 Epidemiologi
Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari
pada kulit berwarna dan paparan sinar matahari yang lama dan kuat berperan
dalam perkembangannya. Lebih sering dijumpai pada pria dan wanita dan
biasanya timbul setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel basal dapat
juga dijumpai pada anak-anak dan remaja walaupun jarang.3
Predileksi kanker ini adalah di daerah muka yang terpajan sinar
matahari (sinar UV). Daerah muka yang paling sering terkena ialah daerah
antara dahi dan sudut bibir, dari daerah ini 2/3 atas yang paling sering
terkena. Dari penyelidikan yang dilakukan di Indonesia ternyata terdapat
predileksi sebagai berikut: pipi dan dahi 50%; hidung dan lipatan hidung
28%; mata dan sekitarnya 17%; bibir 5%.3
6
2.1.4 Patofisiologi
Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa stuktur (folikel
rambut, kelenjar ekstrin). Terjadinya didahului dengan regenerasi dari
kolagen yang sering dijumpai pada orang yang sedikit pigmennya dan sering
mendapat paparan sinar matahari, sehingga nutrisi pada epidermis terganggu
dan merupakan prediksi terjadinya suatu kelainan kulit. Melanin berfungsi
sebagai energi dapat menyerap energi yang berbeda jenisnya dan menghilang
dalam bentuk panas. Jika energi masih terlalu besar dapat merusak sel dan
mematikan sel atau mengalami mutasi untuk selanjutnya menjadi sel kanker.3
Beberapa peneliti mengatakan terjadinya karsinoma sel basal
merupakan gabungan pengaruh sinar matahri, tipe kulit, warna kulit dan
faktor predisposisi lainnya. Peningkatan radiasi UV dapat menginduksi
terjadinya keganasan kulit pada manusia melalui efek imunologi dan efek
karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas akibat radiasi UV diperkirakan
berhubungan dengan terjadinya perubahan pada DNA yaitu terbentuknya
photo product yang disebut dimer primidin yang diduga berperan pada
pembentukan tumor. Reaksi sinar UV menyebabkan efek terhadap proses
karsinogenik pada kulit antara lain: induksi timbulnya menjadi sel kanker,
menghambat immunosurveillance dengan menginduksi limfosit T yang
spesifik untuk tumor tertentu.3
2.1.5 Gejala Klinis
Karsinoma sel basal umumnya mudah didiagnosis secara klinis. Ruam
dari karsinoma sel basal terdiri dari satu atau beberapa nodul kecil seperti
lilin, semitransulen berbentuk bundar dengan bagian tengah lesi cekung dan
bisa mengalami ulserasi dan pendarahan, sedangkan bagian tepi meninggi
seperti mutiara yang merupakan tanda khas pada pinggiran tumor ini. Pada
kulit sering dijumpai tanda-tanda kerusakan seperti telangektasi dan atropi.
Lesi tumor ini tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya ulkus menandakan
suatu proses kronik yang berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
dan ulkus ini secara perlahan-lahan dapat bertambah besar.3
7
Gambaran klinik karsinoma sel basal bervariasi. Terdapat 5 tipe dan 3
sindroma klinik, yaitu3:
1. Tipe nodular-ulseratif (ulkus rodens)
Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2-4 mm, transulen, warna pucat
seperti lilin. Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan
pembuluh darah superficial melebar (telangektasi). Permukaan nodil
mula-mula rata tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan ditengahnya
dan pinggir lesi menyerupai bintil-bintil seperti mutiara. Nodus mudah
berdarah pada trauma ringan dan mengadakan erosi spontan yang
kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian sentral lesi.3
2. Tipe pigmented
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, adanya pada jenis ini
berwarna coklat atau berbintik-bintik atau homogen kadang-kadang
menyerupai melanoma. Banyak dijumpai pada orang dengan kulit gelap
yang tinggal pada daerah tropis.3
3. Tipe morphea-like atau fibrosing
Merupakan jenis agak jarang ditemukan. Lesinya berbentuk plakat yang
berwarna kekuningan dengan tepi tidak jelas, kadang-kadang tepinya
meninggi. Pada permukaanya tampak beberapa folikel rambut yang
mencekung sehingga memberikan gambaran seperti sikatriks. Kadang-
kadang tertutup krusta yang melekat erat. Jarang mengalami ulserasi.
Tepi ini cendrung invasif ke arah dalam. Tepi ini menyerupai morphea
atau skleroderma.3
4. Tipe superfisial
Berupa bersak kemerahan dengan skuama halus dan tepi yang meninggi.
Lesi dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya
multipel, terutama pada badan, kadang-kadang pada leher dan kepala.3
5. Tipe fibroepitelial
8
Berupa satu atau beberapa nodul yang keras dan sering bertangkai
pendek, permukaannya halus dan sedikit kemerahan. Terutama dijumpai
dipunggung. Tipe ini sangat jarang ditemukan.3
2.1.6 Prognosis
Prognosisnya cukup baik, bila diobati sesuai dengan cara yang ditekuni
oleh masing-masing bagian.4
2.1.7 Gambaran Histopatologi
Sifat – sifat histopatologis dari karsinoma sel basal bervariasi, namun
pada umumnya mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan
sedikit sitoplasma. Sel pada karsinoma sel basal mirip dengan sel basal pada
stratum basal epidermis hanya rasio antara inti dengan sitoplasma lebih besar
atau tidak tampak adanya jembatan antara sel. Inti dari sel karsinoma sel
basal lebih seragam (tidak banyak berbeda dalam ukuran dan intensitas
pewarnaan) dan tidak tampak gambaran anaplastik.3
Parenkim tumor pada karsinoma sel basal selalu dikelilingi oleh stroma
yang sering tampak sebagai jaringan dengan banyak fibroblas muda. Hal ini
disebabkan parenkim tumor berasal dari sel epitelial dan stroma berasal dari
mesoderm yang berperan dalam pembentukan adneksa kulit.3
Berdasarkan gambaran histopatologis Lever (1993) membagi
karsinoma sel basal dalam dua golongan3:
A. Berdiferensiasi
- Jenis Keratotik
- Jenis diferensiasi sebasea
- Jenis adenoid
B. Tidak Berdiferensiasi
- Jenis solid
Bentuk solid ini juga dibagi menjadi dua sub kelompok :
1. Sirkumskrip
2. Infiltratif
Berdasarkan sifat pertumbuhan antara lain bentuk :
9
1. Noduler
2. Noduler infiltratif,
3. Infiltratif
4. Multifokal
2.1.8 Tata Laksana
Penanganan karsinoma sel basal termasuk kuretase dengan
elektrodesikasi, skalpel bedah, iradiasi, bedah kimia, dan bedah beku. Kanker
sel basal kecil dengan diameter kurang dari 2 cm biasanya ditangani dengan
eksisi skalpel atau elektrodesikasi dan kuretase setelah dilakukan biopsi
untuk memastikan diagnosis. Angka kesembuhannya adalah 95%. Terapi
sinar roentgen boleh diberikan pada pasien yang telah berusia 60-70 tahun
dengan tumor yang sangat besar di sekitar kelopak mata, daun telinga, atau
bibir. Bedah kimia mohs berguna untuk mengobati kanker besar yang
berinfiltrasi serta sering kambuh, terutama di sekitar telinga, lipat nasolabial,
dan mata. Pada bedah kimia, eksisi mikroskopik pada tumor dilakukan
dengan memisahkan tumor selapis demi selapis dengan skalpel; dibuat
preparat irisan beku, dan dibentuk peta dari tumor tersebut; kemudian lapisan
bawah masing-masing irisan beku yang telah diangkat tadi selanjutnya
diperiksa untuk menemukan bukti adanya kanker sel basal. Tekhnik ini
adalah yang paling melelahkan, efektif, dan mahal, tetapi angka
kesembuhannya melebihi 97%. Bedah beku memakai nitrogen cair, dan
angka kesembuhannya sama dengan kuretase dan elektrodesikasi.2
2.1.9 Pencegahan
Oleh karena sinar matahari predisposisi utama untuk terjadi kanker
kulit maka perlu diketahui perlindungan kulit terhadap sinar matahari,
terutama bagi orang-orang yang sering melakukan aktifitas diluar rumah
dengan cara memakai sunscreens (tabir surya) selama terpajan sinar
matahari. Penggunaan tabir surya untuk kegiatan diluar rumah di perlukan
tabir surya dengan SPM yang lebih tinggi (>15-30). Adanya hubungan antara
terbentuknya berbagai radikal bebas antara lain akibat sinar UV pada
beberapa jenis kanker kulit, telah banyak dilaporkan. Pemakaian antioksidan
dapat berfungsi untuk menetralkan kerusakan atau mempertahankan fungsi
10
dari serangan radikal bebas. Telah banyak bukti bahwa terpaparnya jaringan
dengan radikal bebas dapat mengakibatkan berbagai gejala klinik atau
penyakit yang cukup serius. Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA
menimbulkan mutasi yang akhirnya menyebabkan kanker. Diantara
antioksidan tersebut adalah ; betakaroten, vitamin E, dan vitamin.3
2.2 Karsinoma sel skuamosa
2.2.1 Definisi
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan
merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma.5 Diagnosis banding dari KSS adalah keratoankatoma, aktinik
keratosis, pseudoepitelomatosa hiperplasia, karsinoma sel basal, dan
granuloma kutaneus.5,6
2.2.2 Etiologi
a. Iritasi
Iritasi kronik dan minar matahari (2900 Å- 3000 Å) masih merupakan
faktor yang paling menonjol sebagai penyebab karsinoma sel skuamosa.
Pada daerah-daerah terpapar lebih banyak ditemukan kasus keganasan
ini.7
b. Ras/Bangsa.
Orang kulit putih lebih banyak daripada orang kulit berwarna. 7
c. Keturunan
Kasus paling menonjol tampak pada xeroderma pigmentosum (X.P.).
Pada X.P. ditemukan defek pembentukan DNA oleh karena pengaruh
sinar ultraviolet. 7
d. Bahan kimia
Arsen inorganik yang terdapat dalam alam (air sumur), maupun yang
dipakai sebagai obat. Keganasan umumnya timbul di bagian badan.
Batubara, Ter dan Hidrokarbon7
e. Radiasi
sinar-X atau sinar gamma7
11
f. Jaringan Parut
Sikatriks, keloid, ulkus kronik, fistula (osteomielitis).7
2.2.3 Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas kulit ke dua yang paling
sering dijumpai pada orang kulit putih.insiden tertinggi pada usia 40-50
tahun. Frekuensi pada pria lebih banyak daripada wanita dengan
perbandingan 2:1.7
2.2.4 Patofisiologi
KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang
menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen,
yang akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-
perubahan tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana
terjadinya pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses
neoplastik mula-mula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar
sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal
keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan epitelium
normal. Setelah beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi membran
dasar jaringan epitel menandakan awal kanker invasif.8
2.2.5 Gejala Klinis
KSS (Karsinoma Sel Skuamosa) pada umumnya lebih sering terjadi
pada daerah yang lebih sering terpapar sinar matahari seperti wajah, telinga,
bibir bawah, punggung, tangan, dan tungkai bawah.5
Secara klinis ada dua bentuk KSS, yaitu5:
1. KSS in situ
Karsinoma sel skuamosa ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada
berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis,
kronis radiasi keratosis, , hidrokarbon keratosis, arsenikal keratosis,
kornu kutanea, penyakit bowen, dan eritroplasia queyrat. KSS in situ
dapat menetap di epidermis dalam jangka waktu yang lama dan tidak
12
dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke dermis dan
selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening regional.5
2. KSS invasif
KSS invasif ini dapat berkembang dari KSS in situ dan dapat juga dari
kulit normal, walaupun jarang. KSS invasif yang muncul awalnya
berupa nodul kecil dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama
dengan warna kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya mula –
mula lembut kemudian berkembang menjadi verukosa atau
papilomatosa. Ulserasi biasanya timbul di dekat pusat dari tumor,
dapat terjadi cepat atau lambat, seirng sebelum tumor berdiameter 1-2
cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah berdarah,
sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras. Pada ulkus
dapat dijumpai krusta.5
2.2.6 Prognosis
Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung pada:
1. Diagnosis dini
2. cara pengobatan dan keterampilan dokter
3. kerjasama antara pasien dan dokter
Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh diatas kulit normal (de
novo), sedangkan tumor yang ditemukan di kepala dan leher, prognosisnya
lebih baik daripada ditempat lainnya. Demikian juga prognosis yang
ditemukan di ekstremitas bawah, lebih buruk daripada di ekstremitas atas.4
2.2.7 Gambaran Histopatologi
Secara histopatologi, KSS terdiri
dari massa yang irreguler dari sel
– sel epidermis yang berproliferasi
dan menginvasi ke dermis. KSS
yang berdiferensiasi baik
menunjukkan keratinisasi yang cepat dari lapisan sel skuamosa. Sel – sel
tumor tersusun secara fokal dan konsentris disertai massa keratin sehingga
13
terbentuklah mutiara tanduk (pearl horn) yang khas pada KSS yang
berdiferensiasi baik.6
Pada KSS berdiferensiasi buruk menunjukkan keratinisasi yang
terbatas atau kurang sel – sel atipik dengan gambaran mitosis yang abnormal.
Tidak dijumpai interseluler bridge juga.6
2.2.8 Tata Laksana
Pengobatan KSS tergantung dari ukuran tumor, bentuk dan lokasi
tumor, sifat dasar dari kulit dimana tumor itu dapat timbul, kedalaman
jaringan yang diinvasi tumor tersebut. Sebaiknya pemilihan cara
pengangkatan KSS ini menghasilkan seminimal mungkin cacat dan
gangguan pada pasien. Ada 4 metode pengobatan yang umumya dilakukan
pada KSS yaitu bedah listrik, bedah eksisi, radiasi, dan kemoterapi.5
2.2.9 Pencegahan
1. Proteksi dari sinar matahari
Pemberian tabir surya, pemakaian topi dan baju lebih tertutup, dan
penghindaran diri untuk terpapar sinar matahari pada saat puncaknya
sangat baik dilakukan untuk menghindari kejadian KSS.6
2. Pengobatan lesi prekursor
Pengobatan aktinik keratosis dengan cryotherapy nitrogen cair dan
topical kemoterapi yang menggunakan 5-fluorouracil, diclofenac, dan
imiquimod. 6
3. Pencegahan lainnya
Penggunaan kondom, pengurangan konsumsi rokok dan alkohol,
penggunaan immunostimulan seperti interferon dapat mencegah insidensi
KSS karena mengurangi faktor predisposisi KSS tersebut terpapar di
tubuh. 6
2.3 Keratosis seboroik
2.3.1 Definisi
14
Keratosis seboroika adalah tumor jinak kulit yang berasal dari
proliferasi epidermis dan keratin menumpuk diatas permukaan kulit sehingga
memberikan gambaran yang (menempel) sering dijumpai pada orang tua usia
40-50 tahun keatas, terutama pada orang berkulit putih.9
2.3.2 Etiologi
Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa faktor keturunan memegang peranan penting.
Beberapa kasus menurun melalui autosomal dominan. Ada pula yang
mengatakan bahwa terpapar sinar matahari secara kronis yang menjadi
penyebabnya. Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan
gambaran klinis kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40
kasus keratosis seboroik genital dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non
genital (76%).6
2.3.3 Epidemiologi
Pada tahun 1963, Tindall dan Smith meneliti populasi dari individu
yang sudah berusia lebih dari 64 tahun di Carolina Utara dan mendapatkan
hasil bahwa 88 % dari populasi tersebut setidaknya memiliki paling kurang
satu lesi keratosis seboroik. Dalam penelitian ini, keratosis seboroik
ditemukan pada 38 % wanita kulit putih dan 54 % pada pria kulit putih, dan
sekitar 61 % pada pria kulit hitam dan sekitar 10 % lebih pada wanita kulit
hitam.6
Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di anti
jompo Orthodox Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3 % pria
dan 37,9 % pada wanita memiliki lesi keratosis seboroik. Keratosis seboroik
sering didapat pada usia pertengahan sampai tua dan dapat muncul pertama
kali di usia remaja.6
2.3.4 Patofisiologi
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti
terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang
15
nyata dari ekspresi reseptor immunoreactive growth hormone di keratinosit
pada epidermis normal dan keratosis seboroik.10
Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor
tyrosine kinase FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan
pada beberapa tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor
gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat
dalam reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta dalam
memberika sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi,
migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis
seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis
seboroik adenoid.10
Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada
pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi
dari melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating
cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan
melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah
satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis
seboroik.10
2.3.5 Gejala Klinis
Keratosis Seboroika biasanya dimulai dengan lesi datar, berwarna
coklat muda sampai tua, berbatas tegas dengan permukaan licin seperti lilin
atau hiperkeratotik bisa mengelupas berulangkali. Diameter lesi bervariasi
biasanya antara beberapa milimeter sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan
menebal, dan memberi gambaran yang khas yaitu menempel (stuck on) pada
permukaan kulit. Lesi yang telah berkembang penuh sering tampak
mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.
Bentuk klinis yang lain berupa nodul soliter berwarna coklat kehitaman
dengan tumpukan keratin. Bentuk seperti papel kecil bertangkai biasanya
pada leher dan daerah aksila. Predileksi pada daerah seroboika yaitu dada
punggung, perut, wajah dan leher.9
2.3.6 Prognosis
16
Baik, lesi tidak pernah berubah menjadi ganas.11
2.3.7 Gambaran Histopatologi
Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis
untuk keratosis seboroik6,10:
1. Common Seborrheic Keratosis
Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis.
Jenis ini dianggap sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan
epidermis hiperplastik dan berbatas tegas yang menggantung di sekitar
kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel basaloid yang seragam. Kista-kista
keratin kadang lebih banyak, dan bisa tampak didalam folikel dan diluar
folikel. Melanosit terkadang muncul dalam jumlah banyak, dan produksi
pigmennya menghasilkan warna luka hitam. Perpindahan pigmen ke
keratinosit kelihatan cukup normal.6,10
2. Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid turun
dari dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma
kolagen eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel
basaloid dan dapat membentuk lesi yang banyak.6,10
3. Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis,
serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.
Stucco keratosis muncul berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit
atau benjolan berwarna putih abu-abu yang muncul di tungkai bagian
bawah. Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja
mengelilingi inti kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan
keranjang. Keratinosit yang bervakuola yang ada pada veruka vulgaris
tidak ditemukan pada lesi ini, meskipun secara klinis lesi ini bisa
menyerupai kutil virus yang kecil.6,10
4. Clonal Seborrheic Keratosis.
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang
tidak selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di
17
dalam jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah
keratinosit, sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah
besar. Keratinosit ini ukurannya bisa bermacam-macam.6,10
5. Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma.
Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis seboroik yang khas.
Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan
trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis
seboroik memperlihatkan bagian-bagian dari perubahan inflamasi, banyak
lingkaran atau pusaran dari sel-sel eosinofilik skuamous yang merata dan
tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel
karsinoma bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah mereka,
kecilnya ukuran, dan bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu
keratosis seboroik yang iritasi menunjukan tingginya tingkat keratinisasi
atau keratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan common
seborrheic keratosis.6,10
6. Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic.
Lesi tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowen’s atau karsinoma
sel squamous yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan
tersebut, baik itu akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel
squamous. Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya.6,10
7. Melanoacanthoma.
Sinonim: pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap
dari pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi
melanosit dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin,
sebaliknya di sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin.
Melanosit dapat berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan
basal ke lapisan superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi
ganas.6,10
8. Dermatosis Papulosa Nigra.
18
Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang
tampak pada orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang
berkulit lebih gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari keratosis
seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah
dan leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran
histologis seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih
kecil.6,10
9. The Sign of Leser-Trelat
Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-
Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies yang
tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang paling
sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan
payudara. Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor,
termasuk limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan
bahwa berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak
kaki terkait dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis
nigricans.6,10
Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin menunjukkan
peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan
keratosis seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja,
dibutuhkan keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada
pasien dengan dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal.
Kemoterapi, khususnya citarabine, bisa menyebabkan peradangan
keratosis seboroik, khususnya ketika dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat.
Maligna acanthosis nigricans muncul sebanyak 35% pasien dengan tanda
Leser-Trelat, yang menunjukkan kesamaan mekanisme. Namun,
hubungan sebenarnya antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan
keganasan organ dalam masih harus dijelaskan.6,10
2.3.8 Tata Laksana
Karena letaknya yang superfisial, lesi mudah dihilangkan dengan
kuretase, dan kemudian dasarnya dapat dikauterisasi superfisial,
19
elektrokoagulasi, atay diobati dengan solusio hemostatik, seperti perak nitrat
atau feri subsulfat (solusio Mensel). Pengobatan dengan nitrogen cair selama
15-25 detik juga memberikan hasil yang efektif.11
2.4 Keratosis Senilis
2.4.1 Definisi
Keratosis senilis (keratosis aktinik) adalah displasia dikulit yang
biasanya terjadi akibat terpajan sinar matahari secara kronis dan berkaitan
dengan penimbunan berlebihan keratin.12
2.4.2 Etiologi
Lesi ini disebabkan oleh pajanan kronik sinar matahari, terutama pada
pasien berusia lanjut.2
2.4.3 Patofisiologi
Neoplasma prakanker ini dapat berubah menjadi karsinoma sel
skuamosa. Sebelum keganasan timbul di epidermis, secara nyata terdapat
serangkaian perubahan displastik progresif, suatu fenomena yang analog
dengan atipia yang mendahului karsinoma sel skuamosa pada serviks
uterus.2,12
2.4.4 Gejala Klinis
Sering ditemukan pada orang paruh baya berkulit cerah, pada daerah
kulit yang terpapar sinar matahari. Karakteristik klnis dan patologisnya
bervariasi. Terdapat plak bersisik yang terisolasi dengan dasar eritem.
Diameternya berkisar antara beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter. Biasanya terdapat beberapa lesi yang terdistribusi secara luas
ataupun lokal. Bisa tampak seperti papulonodul, plak atropik, atau dengan sel
tanduk kutan.13
2.4.5 Prognosis
Angka perubahan ke arah keganasan masih diperdebatkan. Dahulu
20
dilaoprkan terjadi sampai 20%, namun Mark dkk. (tahun 1988) melaporkan
resiko perubahan keganasan dari keratosis senilis menjadi karsinoma sel
skuamosa < 1/1000 dalam 1 tahun. Pada tahun 1986, Marks dkk. melaporkan
regresi spontan pada keratosisi senilis mencapai 25%.11
2.4.6 Tata Laksana
Bentuk pengobatan yang dipilih sangat bervariasi, tergantung ukuran,
durasi, lokasi, dan aggresivitas lesi. Ada 2 metode utama yang dipakai11:
1. Metode pembedahan11
- Bedah beku dengan memakai nitrogen cair.
- Elektrodesikasi dengan kuretase: dipakai pada lesi-lesi dengan batas
yang tidak jelas.
- Dermabrasi digunakan bila kerusakan kulit luas dan lesinya
multipel. Cara ini tidak dianjurkan pada lesi di leher, lengan, tangan,
dan dada.
- Eksisi.
2. Kemoterapi topikal11
- Krim 5-flurourasil 1% dan 5% dipakai 2 kali sehari selama 3-4
minggu, efektif pada keratosis senilis yang mengenai daerah yang
luas seperti wajah, lengan, dorsum tangan, kaki.
- Krim 5-flurourasil dan tretinoin 0,05% topikal.
- Kombinasi tretinoin, 5-flurourasil dan asam trikliroasetat.
- Asan alfa hidroksi.
2.4.7 Pencegahan
Dianjurkan untuk memakai tabir surya yang dapat menghambat sinar
UVB dan sinar UVA dengan faktor proteksi 15 atau 30 (presun, solbar,
sundown, bain de solei).2
21
2.5 Tumor
2.5.1 Definisi
Tumor adalah pertumbuhan baru jaringan yang multiplikasi selnya
tidak terkontrol dan progresif.14
2.5.2 Klasifikasi
Tumor kulit dapat dibagi menjadi 3, yaitu4:
a. Tumor jinak
Tumor jinak adalah tumor yang berdiferensiasi normal (matang).
Pertumbuhannya lambat dan ekspansif serta kadang-kadang berkapsul.4
b. Tumor prakanker
Prakanker berarti mempunyai kecenderungan berkembang menjadi
kanker. Secara histopatologik ditemukan perubahan yang menyimpang dari
polarisasi sel normal.4
c. Tumor ganas
Dilihat dari segi histopatologik, maka tumor ganas mempunyai struktur
yang tidak teratur dengan diferensiasi sel dalam berbagai tingkatan pada
kromatin, nukleus dan sitoplasma.4
2.5.3 Etiologi
Secara klinis maupun percobaan binatang, ternyata faktor-faktor yang
memegang peranan pada neoplastik kulit dapat diuraikan dalam 2 hal, yaitu4:
a. Faktor Luar
Faktor luar meliputi bahan karsinogen (zat kimia), cahaya matahari, radiasi,
lingkungan/pekerjaan, dan virus.4
b. Faktor Dalam
Faktor dalam meliputi: genetik, imunologik, ras dan jenis kelamin.4
2.6 Tumor Jinak
Tumor jinak adalah tumor yang berdiferensiasi normal (matang).
Pertumbuhannya lambat dan ekspansif serta kadang-kadang berkapsul. Tumor
jinak umumnya tidak menimbulkan persoalan, akan tetapi perlu diketahui
22
beberapa jenis yang sering ditemukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam tata cara
diagnosis, maupun penatalaksanaannya. Beberapa jenis tumor jinak antara lain4:
a. Keratosis seboroik
Asalnya dari bagian epidermis, dimana predileksinya di tubuh bagian atas dan
muka. Manifestasi klinisnya berupa papul berwarna coklat sampai hitam,
dapat terjadi generalisata, dan jika diraba terasa kenyal.4
b. Nevus pigmentosus
Asalnya dari Krista neuralis, dimana predileksinya di muka dan badan lainnya.
Manifestas klinisnya berupa papul berbatas tegas dan berkilat umumnya
berambut. Atas dasar histopatologik ditemukan bentuk berupa itradermal,
nevus verukosus, blue nevus, compound nevus, dan junctional nevus.4
c. Siringoma
Asalnya dari kelnjar ekrin, dimana predileksinya di kelopak mata, pipi, dan
dahi. Manifestasi klinisnya berupa papul-papul miliar dan lentikular serta
berwarna putih.4
d. Trikoepitelioma soliter
Asalnya dari folikel rambut, dimana predileksinya di muka dan badan.
Manifestasi klinis berupa papul-papul coklat, telangiektasis, mliar, dan
lentikular.4
e. Adenoma sebaseus
Asalnya dari jaringan ikat vascular, dimana predileksinya di muka sekitar
hidung. Manifestasi klinisnya berupa papul-papul coklat dan kenyal.4
f. Dermatofibroma
Asalnya dari jaringan ikat, dimana predileksinya di badan dan ekstremitas.
Manifestasi klinisnya berupa nodus, kadang-kadang bertangkai, datar
berwarna kecoklatan, dan perabaannya keras.4
g. Keloid
Asalnya dari jaringan ikat yang umumnya karena trauma dan terjadi pada
orang yang memang punya bakat keloid, dimana predileksinya di daerah dada,
punggung, ekstremitas. Manifestasi klinisnya berupa lesi keras, berbatas tegas,
tak teratur, dan coklat keputihan.4
2.7 Tumor Ganas
23
Dilihat dari segi histopatologik, maka tumor ganas mempunyai struktur yang
tidak teratur dengan diferensiasi sel dalam berbagai tingkat pada kromatin,
nukleus dan sitoplasma.2
Umumnya pertumbuhannya cepat (kecuali basalioma) dengan gambaran
mitosis yang abnormal. Tumor ganas bersifat ekspansif, infiltrat sampai merusak
jaringan disekitarnya serta bermetastasis melalui pembuluh darah atau pembuluh
getah bening. Jenis yang ditemukan di kulit umumnya karsinoma atau sarkoma.
Tumor ganas kulit dapat primer dan sekunder (metastasis dari alat-alat dalam).2
Adapun ciri-ciri dari tumor ganas, yaitu2:
a. Pertumbuhan infiltrative
Pertumbuhan infiltrative yaitu tumbuh bercabang menyebuk ke dalam
jaringan sehat sekitarnya, menyerupai jari kepiting sehingga disebut
kanker, karena itu tumor ganas biasanya sulit digerakkan dari dasarnya.2
b. Residif
Tumor ganas sering tumbuh kembali (residif) setelah diangkat atau
diberi pengobatan dengan penyinaran. Keadaan ini disebabkan adanya sel
tumor yang tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar membentuk
tumor di tempat yang sama.2
c. Metastase
Walaupun tidak semua, umumnya tumor ganas sanggup mengadakan
anak sebar di tempat lain melalui peredaran darah ataupun cairan getah
bening.2
d. Pertumbuhan yang cepat
Secara klinik tumornya cepat membesar dan secara mikroskopik
ditemukan mitosis normal (bipolar) maupun abnormal (atipik). Sebuah sel
membelah menjadi dua dengan membentuk bipolar spindle pada tumor
yang ganas terjadi pembelahan multiple pada saat yang bersamaan
sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat anak sel.
Pembelahan abnormal ini memberikan gambaran mikroskopik mitosis
atipik seperti mitosis tripolar atau multipolar.2
e. Tumor ganas bila tidak diobati akan menyebabkan kematian
24
Berbeda dengan tumor jinak biasanya tidak menyebabkan kematian
bila letaknya tidak berada di daerah vital.2
Jenis tumor ganas kulit yang banyak ditemukan di seluruh dunia ialah2:
a. Karsinoma sel basal
b. Karsinoma sel skuamosa
c. Melanoma maligna
2.8 Penyebab Koreng Tidak Sembuh
Definisi Luka Kanker
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut. definisi luka kanker adalah sebagai kerusakan integritas kulit
yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Luka kanker disebabkan oleh
pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan/atau
epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak
beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan
yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah
terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap.15
Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit merusak
lapisan kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan kanker, luka
kanker juga akan menyebabkan penghambatan dan merusak pembuluh darah
tipis, dimana daerah tersebut kekurangan oksigen. Hal ini akan menyebabkan
kulit dan jaringan menjadi mati (nekrosis). Selain jaringan menjadi nekrosis,
bakteri atau kuman juga akan mudah menginfeksi luka sehingga luka akan
berbau.15
Luka kanker merupakan luka kronik yang sukar sembuh. Luka kronik
adalah luka yang gagal mengalami perbaikan untuk mngembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. Seperti luka
yang lainnya, luka kanker juga mengalami tahapan proses penyembuhan
luka. Luka kanker ada pada tahap poliferasi yang memanjang dimana akan
terjadi penurunan fibroblast, penurunan produksi kolagen dan berkurangnya
25
angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada kondisi
hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik.15
Patofisiologi Luka Kanker
Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker
menuju epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang
24 jam dengan bentuk seperti cauliflower. Luka kanker dapat pula
berkembang dari tumor local menuju epithelium. Selain itu, luka kanker
dapat terjadi akibat metastase kanker.15
Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan.
Sel kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas
kapiler akan terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan
kulit. Sel kanker tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit,
menghambat dan merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah ke
jaringan kulit. Akibatnya jaringan dan lapisan kulit akan mati (nekrosis)
kemudian timbul luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat dilihat pada gambar.
Jaringan nekrosis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
baik bakteri aerob atau anaerob. Proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi
pada luka kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan
melepaskan volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung
jawab terhadap malodor dan pembentukan eksudat pada luka kanker.15
Luka Kanker Sukar Sembuh
Luka kanker akan tetap mengalami proses penyembuhan seperti pada
luka lainnya, namun pada tahap proliferasinya akan memanjang dibanding
luka lain, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung lama ataupun
gagal. Hal ini berkaitan dengan penurunan fibroblast, penurunan produksi
kolagen dan berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker
terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik.
Selain itu sel-sel kanker akan terus menginfiltrasi jaringan, sehingga jaringan
akan semakin rusak.15
2.9 Perubahan Tumor Jinak Menjadi Tumor Ganas
26
Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang
menyebabkan gen tersebut mengalami mutasi pada sel DNA. Karsinogenesis
akibat mutasi materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak
terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma. Gen yang mengalami
mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat
menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya,
sementara sel tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan
pertumbuhan sel berlangsung tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami
perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang akhirnya
menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel. Tumor
diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang bersifat
jinak dan tidak menyebar ke jaringan di sekitarnya. Sebaliknya, maligna
disinonimkan sebagai tumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan
menyerang jaringan lain sehingga dapat disebut sebagai kanker.16
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi.
Bahkan pada kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen
tertentu diperlukan untuk mengubah suatu sel normal menjadi sel-sel kanker.
Hanya mutasi pada gen tertentu yang berperan penting pada divisi sel,
apoptosis sel dan DNA repairyang akan mengakibatkan suatu sel kehilangan
regulasi terhadap poliferasinya. Hampir semua sel neoplasma berasal dari
satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel tersebut mengalami proses
evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra pada sel
desendens mutan. Sel-sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk
menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor.16
2.10 Sistem Pertahanan Tubuh Terhadap Sinar UV
Secara alamiah kulit sudah mempunyai perlindungan terhadap sinar surya,
yaitu dengan adanya stratum korneum, melanin, dan asam urokanat. Ketebalan
stratum korneum berfungsi merintangi sinar surya dengan cara menyerap atau
menghamburkan, sehingga makin tebal stratum korneum akan semakin sulit
ditembus oleh sinar UV. Adanya melanin berfungsi menyerap dan
menghamburkan sinar UV, disamping berfungsi sebagai penangkap gugus
radikal bebas, serta sebagai filter optic DNA pada nucleus. Asam urokanat
27
dijumpai pada keringat,diduga bekerja sebagai protector terhadap sinar UV-B,
akan tetapi saat ini peran asam urokanatini diragukan karena Cis-asam urokanat
mempunyai efek imunosupresi yang bahkan diperkirakan berperanan pada
pembentukan kanker kulit.
Adanya radiasi UV ini dapat menimbulkan reaksi yang bersifat akut atau
segera akibat sekali pajanan dengan energi yang berlebihan, dan reaksi tertunda
akibat pajanan yang kronis. Respon kulit yang dapat terlihat setelah pajanan
dengan sinar UV dapat dibedakan menjadi respons eritema, respons pigmentasi,
dermatoheliosis, dan foto karsinogenesis.
1. Eritema
Spektrum UV yang eritematogenik adalah sinar UV-B dan UV-A 2,
walaupun pajanan dengan sinar kasat mata dan sinar inframerah dapat
pula menyebabkan kemerahan pada kulit yang segera tampak dan segera
hilang pada akhir radiasi. Eritema ini juga dapat ditimbulkan oleh sinar
UV-C yang terdapat dalam lampu untuk sterilisasi. Radiasi sinar UV-B
merupakan penyebab terjadinya terbakar surya yang terjadi secara akut.
Pada individu berkulit terang diperlukan sekitar 20-70 mJ/cm2 untuk
menimbulkan reaksi eritema yang dapat terlihat oleh mata (MED =
minimal erythema dose atau DEM = dosis eritem minimal). Radiasi sinar
UV-A juga dapat menimbulkan terbakar surya walaupun kapasitas
eritematogenik dari sinar UV-A ini sangat lemah, yaitu 600-1000 kali
lebih lemah dibandingkan dengan sinar UV-B. Diperlukan 20-100
J/cm2Sinar UV-A untuk menimbulkan eritema. Eritemaini segera tampak
sesudah pajanan, intensitasnya optimal setelah 10-12 jam dan masih
tetap tampak sampai 24 jam. Sinar UV-A dengan panjang gelombang
320-340 nm disebut pula sinar UV-A 2, sedang sinar UV-A dengan
panjang gelombang 340-400 disebut sinar UV-A1. Sinar UV-A2
mempunyai efek eritematogenik dan melanogenik yang mirip dengan
sinar UV-B. Perbandingan sinar UV-A mempunyai peran yang cukup
berarti pada proses terbakar surya.15
2. Pigmentasi
Respon pigmentasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pigmentasi segera
dan pigmentasi lambat. respons pigmentasi ini diransang oleh sinar UV-
28
A, UV-B maupun sinar tampak. Radiasi sinar UV-A terhadap kulit
manusia dapat segera menimbulkan reaksi pigmentasi
(immediate pigment-darkening = IPD). Reaksi tampak beberapa menit
sesudah pajanan dan reaksi ini bergantung kepada jumlah melanin yang
telah ada serta dosis radiasi. Reaksi IPD atau pigmentasi cepan (PC) ini
merupakan foto-oksidasi dari melanin yang telah ada. Pigmen hasil
radiasi sinar UV-A ini hanya tersebar pada stratum basale. Reaksi
pigmentasi lambat (delayed tanning) disebabkan oleh sinar UV-B atau
UV yang eritematogenik. Reaksi pigmentasi lambat ini merupakan hasil
dari reaksi yang kompleks pada melanosit termasuk proliferasi, sintesis
baru melanin, serta redistribusi melanin dalam melanosit dan keratinosist
sekitarnya. Reaksi ini dimulai beberapa jam setelah pajanan, dimana
melanin pada stratum basale mengalami oksidasi dan bermigrasi ke
permukaan. Puncak reaksi terjadi 10 jam, dan akan menghilang 100-200
jam. Sedang proses melanogenesis dimulai dari oksidasi gugus sulfhidril
oleh energi dari sinar UV, yang mengaktifkan tirosinase, kemudian
terbentuk DOPA, dan akhirnya terbentuknya melanin. Reaksi ini dimulai
sekitar 2 hari sesudah pajanansinar UV dan mencapai puncaknya setelah
2-3 minggu.15
3. Dermatoheliosis
Dermatoheliosis adalah reaksi pada kulit yang bersifat polimorfik dari
berbagaikomponen kulit yaitu komponen vaskuler, komponen
keratinosit, melanosit, dan komponen jaringan ikat. Reaksi pada
komponen vaskular didermis berupa dilatasi sementara
sampaiteleangiektasis. Pada keratinosit berupa hiperplasia epidermal
yang atipik, misalnya terjadi keratosis aktinik. Pada melanosit berupa
pigmentasi, yaitu freckles, lentigo solaris, dan hipopigmentasi gutata.
Sedangkan pada jaringan ikat dermis berupa kulit keriput dan kasar, serta
elastosis aktinik.15
4. Fotokarsinogenesis
Fotokarsinogenesis sinar UV mempunyai hubungan erat dengan
pathogenesis karsinomasel basal. Karsinoma sel skuamosa dan
melanoma maligna, sedangkan di Indonesia tampaknyahal ini hanya
berlaku bagi karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal.
29
Spektrum karsinogenik dari sinar surya identik dengan spektrum
eritematogenik. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa radiasi
polikromatik antara 200-400 nm dapat menimbulkan tumor kulit. Patut
diperhatikan bahwa proses kerusakan kulit akibat sinar surya ini bersifat
kumulatif dan telah dimulai sejak lahir.15
2.11 Pemeriksaan Penunjang Untuk Tumor
Pemeriksaan penunjang untuk tumor antara lain sebagai berikut17,18:
1. USG
Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari struktur dermis
yang dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar limfe. USG secara
umum mempunyai keterbatasan untuk mengevaluasi ukuran dan penyebaran
hemangioma. Dikatakan juga bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan
untuk densitas pembuluh darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/ m2)
dan perubahan puncak arteri. Pemeriksaan menggunakan alat ini merupakan
pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mengenali suatu hemangioma
infantil dan membedakannya dari massa jaringan lunak lain.17,18
2. MRI
MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu mengetahui lokasi
dan penyebaran baik hemangioma kutan dan ekstrakutan. MRI juga dapat
membantu membedakan hemangioma yang sedang berproliferasi dari lesi
vaskuler aliran tinggi yang lain (misalnya malformasi arteriovenus).17,18
3. CT scan
Pada sentral yang tidak mempunyai fasilitas MRI, dapat merggunakan CT
scan walaupun cara ini kurang mampu menggambarkan karakteristik atau
aliran darah. Penggunaan kontras dapat membantu membedakan hemangioma
dari penyakit keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.17,18
4. Foto polos
Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai untuk melihat
apakah hemangioma mengganggu jalan nafas.17,18
5. Biopsi kulit
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan
hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit keganasan. Pemeriksaan
30
immunohistokimia dapat membantu menegakkan diagnosis. Komplikasi yang
dapat terjadi pada tindakan biopsi ialah perdarahan.17,18
BAB III
KESIMPULAN
HIPOTESIS DITERIMA DENGAN PERBAIKAN:
Bapak Tono (petani) 60 tahun pada wajah diduga mengalami karsinoma sel basal
dan di leher mengalami keratosis senilis dan diperlukan pemeriksaan penunjang
(biopsi).
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin EJ. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC; 2009. h. 136-138.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: Tumor
Kulit; Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. h. 1455-1461.
3. Budi PI. Karsinoma Sel Basal. Medan: FK USU, RSUP H. Adam Malik; 2008
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Tumor Kulit.
Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. h. 229-237.
5. Partogi D. Karsinoma Sel Skuamosa. Sumatera Utara: FK USU; 2008. h. 50:37-52.
6. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest SA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine; 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.1033.
7. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; Ed.2. Jakarta: EGC; 2005.
8. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and Treatment.
Edinburgh: Wright; 2004. h. 194-250.
9. Arnolt KA, Bowers KE. Keratosis: Manual of Dermatologic Therapentics; 6th ed.,
Philadelphia USA: Lippincott William & Wilkins; 2002. p.154.
10. Balin KA. Seborrheic Keratosis; 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
11. Marwali H. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi: Kulit; Edisi 7. Jakarta:
EGC; 2007. h. 894-896.
13. Jane M, Kels G. Color Atlas of Dermatopathology: Informa Healthcare; 2007.
h.206, 208.
14. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011.
h. 1129.
32
15. Misnadiarly AS. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kulit:
Cermin dunia kedokteran; no. 152. Jakarta: Pusat penelitian dan pengembangan
biomedis dan farmasi, badan penelitian dan pengembangan kesehatan departeman
kesehatan RI; 2006.
16. Cipto H, Pratomo US, et al. Deteksi dan Pentalaksanaan Kanker Kulit Dini.
Jakarta: FKUI; 2001.
17. Bruckner AL, Frieden IJ. Infantile hemangioma. USA: JAm Acad Dermatol;
2006. h. 55:671-82.
18. Buckmiller LM. Update on hemangiomas and vascular malformations; Curr Opin
Otolaryngol Head Neck Surg. USA: JAm Acad Dermatol; 2004. h. 12:476-87.
33