LAPORAN PBL KELOMPOK 6
Click here to load reader
-
Upload
ditha-fadhila -
Category
Documents
-
view
329 -
download
31
Transcript of LAPORAN PBL KELOMPOK 6
Sistem Endokrin & Metabolisme
LAPORAN PBL
MODUL 2 : KEGEMUKAN
KELOMPOK 6
Aflah Dhea Bariz YastaAndi Muhammad Fadlillah F
Ardy AriadiArina Mardiyah
Arliawan Arsadi AliAstri JuniarsihAulia AfrianiDitha Fadhila
HikbanIsna Mustika
Kartika PelangoNoor AdnanSteni RCH
Ulfi Madina
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
SKENARIO
Seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin.
Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok,
Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm, TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan
lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl,
asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal.
A. KATA KUNCI
1. Pria 44 tahun
2. Ibu menderita diabetes
3. Tidak merokok
4. Pemeriksaan fisis :
TB = 160 cm
BB = 78 kg
LP = 95 cm
TD = 150/95 mmHg
5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
GDP = 110 mg/dl
Kol. tot. = 280 mg/dl
LDL-kol = 180 mg/dl
HDL-kol = 32 mg/dl
Asam urat = 9 mg/dl
B. KLARIFIKASI KATA SULIT
-
C. PERTANYAAN
1. Interpretasi data pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pasien
3. Hormon yang berperan dengan peningkatan BB
4. Mekanisme peningkatan BB
5. Komplikasi obesitas
6. Differential Diagnosis
7. Penatalaksanaan
8. Pencegahan
D. PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan Fisis
TB = 160 cm BB = 78 kg
BBI = (TB-100)-10% (TB-100)
= (160-100)-10%(160-100)
= 54 kg
Pasien kelebihan 24 kg dari berat badan idealnya
IMT = BB/TB2
= 78/1,62
= 30,4 kg/m2
Status gizi pasien ialah Obesitas I
LP = 95 cm
Lingkar pinggang pasien melebihi batas normal.
TD = 150/95 mmHg
Tekanan darah pasien melebihi normal/hipertensi
BMI (kg/m2) Status Gizi
< 18,5 Underweight
18,5 – 22,9 Normal weight
23 – 24,9 At Risk of Obesity
25 – 29,9 Obesity class 1
³ 30 Obesity class 3
IOTF (International Obesity Taskforce) – proposed classification of BM1
catogories for Asia
Waist Circumference based on ethnic according to IDF (International
Diabetes Federation) 2005
Negara/grup etnis Lingkar Pinggang (cm) pada
obesitas
Eropa Pria > 94 Wanita > 80
Asia Selatan (populasi China,
Melayu, Asia-India
Pria > 90 Wanita > 80
China Pria > 90 Wanita > 80
Jepang Pria > 85 Wanita > 90
Amerika Tengah Rekomendasi Asia Selatan
Sub-Sahara Afrika Rekomendasi Eropa
Timur Tengah Rekomendasi Eropa
Pemeriksaan Laboratorium
GDP 110 mg/dl
Pasien memiliki kadar glukosa darah tinggi.
Kolesterol Total 280 mg/dl
Pasien memiliki kadar kolesterol tinggi
LDL-kolesterol 180 mg/dl
Pasien memiliki kadar LDL-kolesterol tinggi
HDL-kolesterol 32 mg/dl
Pasien memiliki kadar HDL-kolesterol rendah
Asam Urat 9 mg/dl
Pasien memiliki kadar asam urat tinggi
Kadar Glukosa Darah Puasa
(mg/dl)
Interpretasi
< 110 Normal
110 - 125 Berisiko DM
³ 126 DM
National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP
ATP III)
Kadar Kolesterol
Total
Interpretasi
< 200 mg/dl Desirable
200 – 239 mg/dl Borderline High
³ 240 mg/dl High
Kadar LDL-kolesterol Interpretasi
< 100 mg/dl Optimal
100 – 129 mg/dl Near Optimal
130 – 159 mg/dl Borderline
160 – 189 mg/dl High
³ 190 mg/dl Very High
Kadar HDL-kolesterol Interpretasi
< 40 mg/dl Low
³ 60 mg/dl High
Kadar HDL-kolesterol Interpretasi
< 40 mg/dl Low
³ 60 mg/dl High
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pasien
Abdominal obesity* (waist circumference)†
Men > 90 cm Women > 80 cm Triglycerides > 150 mg/dl High-density lipoprotein cholesterol Men < 40 mg/dl Women < 50 mg/dl Blood pressure > 130 / > 85 mmHg Fasting glucose > 110 mg/dl
3. Hormon yang berperan dalam peningkatan berat badan
a. Hormon insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang
dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai
dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan
bantuan peptidase, proinsulin diuraikanlagi menjadi insulin dan peptida-C (C-
Peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersama-sama
melalui membran sel.
Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis dalam tubuh terutama
menyangkut metabolisme karbohidrat Hormon ini berfungsi dalam proses utilisasi
glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate) yang terdapat pada membran sel.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang
berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa dalam sel otot dan lemak,
dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Bebera hal diketahui, diantaranya
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4) pada membran sel
karena proses translokasi GLUT-4 dari dalm sel diaktivasi oleh adanya transduksi
signal. Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme glukosa di
jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk mendapatkan metabolisme
glukosa yang normal diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin
yang berlangsung normal.
b. Hormon Tiroid
LAKI >= 45 TAHUN, WANITA >= 55 TAHUN
KEBIASAAN MEROKOK
Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu tiroksin (T4), mencapai 90 %
dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-iodotironin (T3) disekresi dalam
jumlah kecil. Jika TSH mengikat reseptor sel folikel, maka akan mengakibatkan
terjadinya sintesis dan sekresi tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin,
ke dalam lumen folikel.
Iodium yang tertelan bersama makanan dibawa aliran darah dalam bentuk ion
iodida menuju kelenjar thyroid. Sel-sel folikuler memisahkan iodida dari darah
dan mengubahnya menjadi molekul unsur iodium. Molekul iodium bereaksi
dengan tirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk molekul monoiodotirosin dan
diiodotirosin, dua molekul diiodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul
monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar
T3 dan T4 disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat
hormon thyroid akan dilepas di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik
memisahkan hormon dari tiroglobulin. Hormon berdifusi dari lumen folikel
melalui sel-sel folikular dan masuk ke sirkulasi darh. Sebagian besar hormon
thyorid yang bersirkulasi bergabung dengan protein plasma.
Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir semua sel tubuh. Hormon
ini menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran energi terutama
dalam bentuk panas. Pertumbuhan dan maturasi normal tulang gigi, jaringan ikat,
dan jaringan saraf bergantungpada hormon-hormon thyroid. Fungsi thyroid diatur
oleh hormon perangsang thyroid (TSH) hipofisis, di bawah kendali hormon
pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-
hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah
kadar hormon thyroid yang berdirkulasi dan laju metabolik tubuh.
c. Hormon Kortisol
Mineralokortikoid disintesis dalam zona glomerolus. Aldosteron merupakan
mineralokortikoid terpenting mengatur keseimbangan air dan elektrolit melalui
pengendaliankadar natrium dan kalium dalam darah. Sekresi aldosteron diatur
oleh kadar natrium darah tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin.
Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi
kortikosteron, kortisol, dan kortison. Yang terpenting adalah kortisol.
Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk
membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme. Hormon ini
meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat (glukoneogenesis).
Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan penningkatan kadar glukosa darah.
Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta menghambat
ambilan asam amino dan sintesis protein. Hormon ini juga menstabilisasi
membran lisosom untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
Glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik
negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional.
Stres misalnya trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf
ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin
(CRH) yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar
pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH bersirkulasi dalam darah meuju
kelenjar adrenal dan mengeluarkan sekresi glukokortikoid. Glukokortikoid
mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino, lemak, dan glukosa dalam
darah untuk membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan karena stres dan
menstabilkan membran lisosom untukmencegah kerusakan lebih lanjut.
Gonadokortikoid (steroid kelamin) disintesis pada zona retikularis dalam jumlah
yang relatif sedikit, steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor untuk
pengubahan testosteron dan esterogen oleh jaringan lain.
d. Hormon pertumbuhan
GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH) adalah sejenis hormon
protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel tubuh yang mampu memperbesar
ukuran dan jumlah disertai efek utama pada pertumbuhan tulang dan massa otot
rangka. GH mempercepat laju sintesis protein pada seluruh sel tubuh dengan cara
meningkatkan pemasukan asam amino melalui membran sel. GH juga
menurunkan laju penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan demikian
menambah glukosa darah. GH menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dan
pemakaian lemak untuk energi. Selain itu, GH menyebabkan hati (mungkin juga
ginjal) memproduksi somatomedin, sekelompok faktor pertumbuhan dependen-
hipofisis yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan kartilago.
Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi melalui sekresi dua hormon
antagonis. 1. stimulus untuk pelepasan, hormon pelepas hormon pertumbuhan
(GHRH) dari hipotalamus dibawa melalui saluran portal hipotalamus-hipofisis
menuju hipofisis anterior tempatnya menstimulasi sintesis dan pelepasan GH.
Stimulus tambahan untuk pelepasan GH melalui stress, malnutrisi, dan aktivitas
yang merendahkan kadar gula darah seperti puasa dan olahraga. 2. Inhibisi
pelepasan, sekresi GHRH dihambat oleh peningkatan kadar GH dalam darah
melallui mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hotmon penghambat
hormon pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju hipofisis anterior
melalaui sistem portal. Hormonm ini menghambat sintesis dan pelepasan GH.
Stimulus tambahan untuk inhibisi GH meliputi obesitas dan peningkatan kadar
asam lemak darah.
e. Hormon epinefrin
Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah untuk mempersiapkan tubuh
terhadap aktivitas fisik yang merespon stres, kegembiraan, cedera, latihan dan
penurunan kadar gula. Efek epinefrin yang lain, yaitu meningkatkan frekuensi
jantung, metabolisme, dan komsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat
melalui stimulasi glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh
darah pada kulit dan organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh di otot
rangka dan otot jantung berdilatasi.
4. Mekanisme peningkatan berat badan
a. Faktor emosi dan stress
Sebagian orang menganggap bahwa makan merupakan salah satu alat pelepas
ketegangan sehingga kondisi emosi atau stress dapat meningkatkan nafsu makan.
Selain itu, kemungkinan faktor emosi/stess ini berpengaruh terhadap stimulasi α-
adrenergik yang dapat menstimulasi pelepasan growth hormon. Dimana GH ini
berlawanan dengan kerja inisulin dalam hal ambilan gula dan pelepasan asam
lemak dan sesuai dengan kerja anabolik insulin dalam hal ambilan asam amino.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang
menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang
kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola
makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah
sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam
hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge
mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat
banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali
apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak.
Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi
hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam
hari.
b. Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan
Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan akibat peningkatan asupan nutrisi
disertai dengan kurangnya beraktivitas. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan
merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas
di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan
lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.
Jika jumlah energi dalam bentuk makanan yang memasuki tubuh melebihi jumlah
yang dikeluarkan, maka berat badan akan meningkat. Oleh sebab itu, obesitas
karena jumlah energi yang masuk lebih banyak daripada jumlah energi yang
keluar. Untuk setiap 9,3 Kalori kelebihan energi yang memasuki tubuh maka 1
gram lemak disimpan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan
bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas,
terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak
sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya
normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat
badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam
setiap sel
c. Gangguan endokrin tertentu
Terjadinya gangguan berupa kelebihan atau kekurangan pada salah satu hormon
yang berpengaruh terhadap regulasi berat badan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya akan dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Obat-obat tertentu,
misalnya steroid dan beberapa anti-depresi juga bisa menyebabkan penambahan
berat badan.
d. Gangguan pusat pengaturan makan di hipotalamus
Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat badan. Beberapa regio hipotalamus
diimplikasi pada rasa lapar dan kenyang. Perangsangan inti ventromedialis
hipotalamus akan menyebabkan rasa sangat keyang, oleh karena itu disebut
sebagai pusat kenyang. Sedangkan inti lateral hipotalamus dikenal sebagai pusat
lapar atau pusat makan.
Selain pusat lapar dan pusat kenyang yang telah disebutkan, masih banyak daerah
lain di otak yang berpengaruh terhadap pengaturan asupan makanan. Sebagai
contoh, lesi pada nukleus paraventrikular sering menyebabkan makan yang
berlebihan dan telah ditegaskan secara khusus menyebabkan makan karbohidrat
yang berlebihan. Sebaliknya, lesi pada nukleus dorsomedial hipotalamus biasanya
menekan makan. Selain itu, lesi di dalam atau perangsangan daerah bagian otak
bagian bawah, seperti area postrema, nukleus media kaudal traktus solitarius,
atau saraf vagus, dapat mempengaruhi derajat makan.
Pusat yang lebih tinggi dari hipotalamus juga memainkan peranan penting dalam
mengendalikan makan, terutama dalam pengendalian nafsu makan. Pusat ini
khususnya mencakup amigdala, dan korteks prefrontal.
e. Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik.
Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan
gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Hal ini dapat berupa
kebiasaan makan banyak, tiga kali sehari dan setiap kali makan harus penuh yang
didapatkan dari orang tua sejak kecil. Dan kebiasaan ini berlangsung sepanjang
hidupnya hingga menyebakan obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor
gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata
faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
5. Komplikasi obesitas
a. Diabetes Melitus
Obesitas merupakan faktor yang sangat penting untuk timbulnya Diabetes
Melitus. Pada orang obes kandungan lemak tubuhnya sangat tinggi sehingga dapat
menyebabkan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana terjadi defek kerja
insulin. Pada keadaan ini insulin membutuhkan jumlah yang lebih banyak dari
keadaan normal untuk melakukan fungsi metabolismenya terutama metabolisme
glukosa. Insulin juga berperan mengatur kecepatan sintesa glukosa oleh sel hati
melalui proses glukoneogenesis. Karena kadar insulin yang dibutuhkan untuk
metabolisme glukosa lebih banyak, maka kerja insulin yang menghambat
glukoneogenesis di hati akan berkurang sehingga sintesa glukosa bertambah.
Keadaan ini memicu kembali sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin. Pada
keadaan yang berlangsung lama akan menyebabkan kelelahan sel beta pankreas
sehingga terjadi hipoinsulinemia yang kemudian diikuti dengan hiperglikemia.
b. Hipertensi
BMI (Body Mass Index) yang tinggi merupakan ciri masyarakat yang hipertensif.
Hubungan antara tekanan darah dan berat badan lebih nyata untuk tekanan sistolik
dibanding tekanan diastolik. Orang dengan tekanan darah tinggi cenderung
menjadi gemuk, dan orang gemuk dengan tekanan darah normal akan cenderung
hipertensif. Pada orang gemuk terjadi peningkatan konsumsi O2 dan denyut
jantung menjadi meningkat (palpitasi).
Adanya kenaikan volume darah yang beredar berhubungan dengan curah jantung
yang meningkat dan peningkatan kerja ventrikel kiri. Volume darah yang
meningkat pada orang gemuk disebabkan karena meningkatnya volume darah
dalam jaringan lemak. Adanya kenaikan curah jantung sebanding dengan
konsumsi O2 dan derajat kegemukan. Meningkatnya curah jantung akan
menyebabkan peninggian tekanan darah yang dikeluarkan oleh jantung. Keadaan
inilah yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi.
c. Penyakit Kardiovaskuler
Pada orang gemuk terjadi peningkatan kadar O2 yang dikonsumsi, isi sekuncup
juga meningkat sesuai derajat kegemukannya. Pada orang sangat gemuk dapat
terjadi tanda overload dan fungsi ventrikel kiri berkurang sebanding dengan
kegemukannya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya payah jantung dan kelainan
koroner.
d. Hipoventilasi alveolar
Hipoventilasi Alveolar sering terjadi pada orang gemuk yang pada keadaan berat
dapat menyebabkan timbulnya sindrom Pickwickian (obes, somnolensia, edema,
kelainan pernapasan berat disertai periode apnea dengan sianosis). Kelainan
sirkulasi yang ditemukan adalah karena adanya kenaikan volume darah total dan
volume darah paru. Perfusi normal tetapi ventilasi paru berkurang. Tekanan akhir
diastolik kiri meninggi walaupun peninggiannya tidak ditemukan pada semua
pasien. Hipoventilasi Alveolar dan Asidemia akan menyebabkan pembesaran
ventrikel kanan dan kor pulmonal dengan dekompensasi. Kelainan tersebut mulai
tampak pada kelainan obes simpel dan perubahan tersebut membaik dengan
adanya penurunan berat badan.
e. Batu Empedu
Belum jelas diketahui kaitan antara kegemukan dan batu empedu, diduga ada
korelasi bermakna antara lipatan kulit subskapular dan patela dengan insiden batu
empedu. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa aktivitas fisik dan makanan turut
mempengaruhi insiden penyakit batu empedu tersebut.
f. Gangguan pada Kehamilan
Wanita hamil dengan kegemukan cenderung lebih mudah terkena hipertensi dan
DM. Penyelidikan terhadap wanita hamil ditemukan kemungkinan anaknya lahir
dengan BB 4000 g (dua kali kondisi normal). Insiden persalinan yang lebih lama
dari 24 jam setelah amniotomi juga meningkatkan keadaan hemoragi post partum
primer, asfiksia neonatal dan pireksia purpural.
g. Resiko Lainnya
Semua organ tubuh dapat terpengaruh oleh obesitas dan menimbulkan penyakit
pada organ terkait misalnya pada perlemakan hati. Orang gemuk karena BB lebih
akan terjadi lipatan kulit yang banyak dengan kelembaban yang tinggi hingga
mempermudah infestasi jamur pada daerah tersebut terutama pada aksila, perineal
serta dibawah lipatan payudara. Osteoartritis lebih sering terjadi terutama pada
persendian yang menopang beban BB. Pada anak dengan kegemukan dapat terjadi
genu valgum, menstruasi tidak teratur, oligomenore, fibrosis uterus bahkan
karsinoma endometrium. Obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi endotel
dan respon inflamasi yang meningkat.
6. Differential diagnosis
a. Dislipidemia, yaitu gangguan metabolisme lemak yang ditandai dengan
meningkatnya kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatnya kadar LDL-
kolesterol kecil padat, serta menurunnya kadar HDL-kolesterol.
b. Obesitas, yaitu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme
energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik dan spesifik. Secara
fisiologis, obesitas merupakan keadaan akumulasi lemak yang tidak normal atau
berlebihan dijaringan adiposa sehinggan mengganggu kesehatan atau dengan kata
lain obesitas adalah derajat berapapun kelebihan lemak yang memberi resiko
kesehatan.
c. Sindrom Metabolik, yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau
sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas
dan DM tipe 2. The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment
Panel (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor
risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan
intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif).
d. Cushing’s Sindrom, yaitu penyakit yang trrjadi karena peningkatan kadar
kortisol yang cukup signifikan. Efek dari peningkatan hormon kortisol akan
berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak, protein, dan
keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi.
7. Penatalaksanaan
a. Cushing Disease
-Terapi Farmakologi
ketokonazole, mitotane, aminoglutemid
-Terapi Non Farmakologi
Modifikasi gaya hidup termasuk menurunkan BB, tidak merokok, olahraga
teratur, mengurangi makanan berlemak
b. Sindrom metabolic
-Terapi Farmakologi
Menekan tingginya LDL
Statin family (lovastatin, fluvastatin , rosuvastatin)
Gemfibrozil and fenofibrate , niacin
Angiotensin-converting enzyme inhibitors dan angiotensin receptor blockers
Metformin
-Terapi Non Farmakologi
Modifikasi gaya hidup termasuk menurunkan BB, tidak merokok, olahraga
teratur, mengurangi makanan berlemak
c. Dislipidemia
-Terapi Farmakologi
Niacin
Probucol
Gemfibrozil, Fenofibrate, Clofibrate
Lovastatin, Pravstatin
Ezetimibe
-Terapi Non Farmakologi
Therapeutic Lifestyle Change (TLC)
Olahraga
Konsumsi suplemen bernutrisi dan menurunkan kadar lemak (minyak ikan)
d. Obesitas
-Terapi Farmakologi
Sibutramine (Meridia) and Orlistat (Xenical
Phentermine (Adipex-P, Ionamin)
-Terapi Non Farmakologi
Diet dan modifikasi gaya hidup
Operasi (Adjustable band, Gastric bypass)
8. Pencegahan
Olahraga secara teratur
Tidak merokok
Konsumsi makanan dan diet seimbang rendah lemak jenuh serta tinggi serat
(buah-sayur)
Ajarkan anak-anak untuk melakukan aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat
pilihan Mengenali diri memiliki warisan genetik diabetes, penyakit jantung, dan
sindrom metabolik
Check up kesehatan teratur dan pencegahan dini untuk tekanan darah tinggi
9. Pada kasus, seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan
kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit
diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95
cm, TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil, yaitu GDP = 110 mg/dl,
kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam
urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal. Berdasarkan gejala-gejala yang
dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut:
♂44
thn
RK-
DM
Obe
s
Hiper
tensi
GDP
TDislipidemia
Hiperurisemi
a
Cushing’s
Sindrom + ± - + + + - ±
Sindrom
Metabolik+ + + + + + + ±
Obesitas + + + + + + + ±
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa
Differensial Diagnosis utama adalah Sindrom metabolik dan obesitas. Sindrom
metabolik dan obesitas memiliki manifestasi klinis yang sesuai dengan skenario,
yaitu kelebihan berat badan, hipertensi, Gula darah puasa terganggu, dislipidemia,
dan hiperurisemia. Kriteria sindrom metabolik, yaitu peningkatan kadar
trigliserida lebih dari 150 mg/dl, penurunan kadar kolesterol HDL kurang dari 40
mg/dl pada laki-laki dan 50 mg/dl pada perempuan, peningkatan tekanan darah
lebih dari 130/85 mmHg, dan peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari
100 mg/dl, tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada
sebab terdapat individu yang tidak obes tetapi memiliki resistensi insulin dan
faktor resiko metabolik terutama pada individu yang memilki kedua orang tua
yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes. Pada
penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang menyebabkan timbulnya
bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan karena banyaknya lemak yang
terdapat pada jaringan adiposa sel dapat memblok reseptor insulin sehingga
insulin tidak mampu berikatan dengan reseptornya untuk memungkinkan
pengaktifan glucose transporter yang dapat membawa glukosa masuk ke dalam
sel, terutama sel otot untuk dimetabolisme. Hal ini menyebabkan kadar glukosa
dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin
ini kemudian mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai komplikasi pada
penderita obesitas dan sindrom metabolik.
Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin Aldostrone System
(RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya vasokonstriksi otot polos
vaskular dengan menaikkan tekanan darah sehingga dapat terjadi hipertensi dan
penyempitan pembuluh darah. Selain itu, angiotensin merangsang pelepasan
norepinefrin dan epinefrin yang dapat menyebakan vasokonstriksi arteri tertentu.
Selain itu, Hiperglikemia kronik dapat meningkatkan sintesis diacylgliserol
(DAG). Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas Protein Kinase C
(PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya
vasokonstriksi. Kenaikan tekanan darah dan vasokonstriksi ini dapat
menyebabkan tejadinya penyakit jantung koroner.
Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi.
Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat digunakan, sehingga
hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif dan lipolisis
trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan
trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (FFA) secara
berlebihan. Asam lemak ini kemudian akan memasuki sirkulasi darah, sebagian
akan digunakan sebagai sumber energi melalui beta oksidasi maupun siklus sitrat,
dan sebagian akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida hati dan
kemudian menjadi bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol digunakan untuk
glukoneogenesis di hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan
resistensi insulin akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya trigliserid atau
LDL besar (enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL).
Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol
ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL yang hidrolisis dari
VLDL oleh enzim lipoprotein lipase. LDL adalah liporotein yang paling banyak
mengandung kolesterol yang sebagian dari kolesterol tersebut akan dibawa ke
jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan ovarium. Yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL.
Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang
kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh
LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa meningkat pada keadaan
resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat, yang dikenal
dengan LDL kecil padat (small dene LDL). Partikel LDL kecil padat berifat
mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Banyaknya kolesterol LDL
kecil padat menyebabkan makin banyak kolestrol LDL yang dapat dioksidasi dan
ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel
busa (foam cell). Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga
dapat terjadi hipertensi.
Trigliserid VLDL juga dipertukarkan dengan kolesterol ester pada HDL dengan
bantuan enzim Cholesterol ester transfer protein (CETP) dan menghasilkan HDL
miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL yang demikian lebih
mudah dikatabolime oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum rendah. Kenaikan
kadar VLDL besar, LDL kecil padat, trigliserida, dan penurunan HDL ini
menandai terjadinya disiplidemia.
Cushing’s Sindrom tidak dapat dijadikan diagnosis utama karena tidak semua
gejala-gejala yang terdapat dalam scenario terdapat pada manifestasi klinis
Cushing’s Sindrom. Pada Cushing’s Sindrom, penderita tidak memiliki riwayat
penyakit Diabetes Mellitus dan tidak mengalami dislipidemia seperti dalam
skenario.