Laporan Pbl Blok

27
LAPORAN PBL BLOK Skenario 3 Ibuku Pelupa Kelompok 3 : Agatha Juniar Elen Agustiani Emalia Fitriani Firani Amazona M. Ajmal Unnas Shaffura Tri Eka Julianto A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

description

pbl

Transcript of Laporan Pbl Blok

LAPORAN PBL BLOKSkenario 3 Ibuku Pelupa

Kelompok 3 :Agatha JuniarElen AgustianiEmalia FitrianiFirani AmazonaM. Ajmal UnnasShaffuraTri Eka Julianto A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERUNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATICIREBON2011KASUS 3IBUKU PELUPA

Seorang perempuan usia 66 tahun dating ke poliklinik umum rumah sakit diantar oleh anaknya. Pasien adalah seorang pensiunan direktur perusahaan terkemuka di Jakarta dan sampai saat ini aktif dalam beberapa organisasi sosial. Anaknya mengeluhkan bahwa ibunya sejak 1 bulan ini sering murung dan terjadi perubahan mood, dari tenang menjadi ketakutan, kemudian menjadi marah secara tiba-tiba tanpa ada alas an yang jelas. Pasien menjadi pasif, kesehariannya hanya duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak ingin melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan. Keluhan ini dimulai sejak 5 tahun yang lalu pasien sulit mengingat informasi baru. Pasien sering tidak ingat jalan pulang ke rumah. Pasien mulai lupa dengan beberapa temannya dan lupa dalam beberapa hal, ia juga lalai dalam pekerjaannya. Hal tersebut dikeluhkan oleh teman-teman kerjanya. Apabila diingatkan pasien suka marah-marah. Padahal pasien dikenal sangat pintar, ramah, suka menolong, dan pekerja keras. Oleh keluarganya pasien diminta untuk berhenti dari segala kegiatan di luar rumah namun pasien menolak dengan sangat keras. Namun setahun yang lalu keadaan pasien semakin memburuk, kalimat dan tulisan pasien semakin sulit dipahami, sehingga sulit berkomunikasi dengan pasien. Suatu hari pasien meletakkan setrikaan di dalam kulkas, dan meletakkan jam tangan di dalam mangkok gula. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, kemudian pasien dirujuk ke dokter spesialis saraf.

Klarifikasi Istilah :1. Mood : emosi yang meresap dan mempertahankan yang dialami secara subjektif dan terlihat oleh orang lain.2. Sulit mengingat informasi baru : penurunan daya ingat tehadap informasi baru.3. Kalimat dan tulisan pasien sulit dipahami : tulisan sulit dibaca orang lain.

Rumusan Daftar Masalah :1. Mengapa sejak satu bulan ini terjadi perubahan mood, pasif, dan tidur lebih lama?2. Mengapa sejak setahun yang lalu pasien sulit berkomunikasi dan meletakkan benda tidak pada tempatnya?3. Mengapa sejak lima tahun yang lalu pasien sulit mengingat informasi baru?4. Apa gejala yang dialami pasien dari keluhan-keluhan diatas? Jelaskan!5. Jelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis!

Analisis Masalah :1,2,3. Proses degenerative pada sel-sel saraf gangguan pada fungsi luhur

Emosi (perubahan mood)memori kognisi profesi(sulit mengingat) tidak menempatkan benda pada tempatnya(SB)Bahasa (sulit berkomunikasi)

4. Demensia.5. Demensia :a. Definisi : suatu sindrom akibat penyakit gangguan otak yang bersifat kronik progresif dimana terjadi gangguan fungsi luhur kortikal termsuk emosi, memori, bahasa, kognisi, persepsi yang mengganggu sehari-hari (PPDGJ), disertai tanpa kesadaran.b. Etiologi : gangguan metabolik, infeksi, obat-obatan, emosional, tumor, trauma, arteriosklerosis.c. Klasifikasi :1) Demensia degeneratif primer.2) Demensia multi infark.3) Demensia yang reversibel/sebagian reversibel.4) Gangguan lain.5) Primer : Alzheimer.6) Sekunder : defisiensi zat makanan, alcohol, penyakit-penyakit lain.d. Patofisiologi : Tipe Alzheimer hubungan antar sel sarafMetabolisme di otakPerbaikan sel-sel saraf

Lingkungan Genetik (kromosom 21) prekursor amiloid plak saraf kematian neuron neurotransmitter gangguan fungsi luhur.e. Diagnosis Gejala klinis = daya ingat, sulit berkomunikasi, perubahan mood. Status mental = gangguan kesadaran (-), gangguan persepsi (+), gangguan orientasi (+). Pemeriksaan neurologi = reflek memegang, reflek menghisap (menete), reflek glabela. Pemeriksaan penunjang = MRI, CT scen. (SB)f. Penatalaksanaan : Prinsip penatalaksanaan a. Optimalkan fungsi dari penderitab. Kenali dan obati komplikasic. Upaya rumatan berkesinambungand. Upaya informasi medis bagi penderita dan keluargae. Upaya informasi pelayanan sosial bagi penderita dan keluarga

g. Prognosis : baik bila tergantung penyebab dan penanganannya.

Main Problemperubahan moodsulit berkomunikasi

DEMENSIAALZHEIMER meletakkan benda sulit mengingattidak pada tempatnya

Sasaran BelajarDemensia tipe AlzheimerDefinisi :a. Suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu di korteks otak. Terjadi sesuatu kekusutan neuro-fibriler (neuro-fibrillary tangles) dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daearah daerah tertentu di otak (Martono, 2009).b. Penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2005).c. Penurunan fungsi kognitif dari tingkat yang sebelumnya lebih tinggi dengan awitan bertahap dan terus menerus, mengakibatkan gangguan fungsi sosial dan okupasional (Brashers, Valentina L, 2007).

Etiologi :a. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau genetik (gen apolipoprotein E4), usia, riwayat keluarga, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam aluminium, akibat infeksi virus lambat atau pengaruh lingkungan lain (Martono dan Pranaka, 2009).b. Penyebab penyakit Alzheimer belum diketahui, faktor saat ini yang berhasil diidentifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini.1) Faktor genetik kasus familial (misalnya kromosom 21).2) Pengendapan suatu bentuk amiloid (-amiloid).3) Hiperfosforilasi protein tau. Tau adalah suatu protein intrasel yang terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intraakson.4) Ekspresi alel spesifik apoprotein E (apo E) dapat dibuktikan pada penyakit Alzheimer sporadik dan familial (kumar et all, 2007).c. Faktor infeksi, missal : aluminium, silikon, zinc. Aluminuim merupakan neurotoksik potensial pada SSP yang ditemukan neufibrillary tangles dan senile plaque.d. Faktor imunologis : kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein.e. Faktor trauma : akibat trauma kepala.f. Faktor neurotransmitter :1) Ach (asetilkolin) : Ach serta biosintesa asetilkolin, adanya defisit presineptik dan postsinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis, nucleus basalis.2) Noredrenalis : kadar metabolism norepinefrin.3) Dopamin : tidak ada perubahan aktivitas dopamin pada penderita Alzheimer. 4) Serotonin : kadar serotonin dan hasil metabolisme 5-hidroksi irdolacehi acid pada biopsy korteks serebri.5) MAO (monoamin oksidase) : MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin pada hipotalamus. MAO B meningkat pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis.

Faktor Risiko :1. Pertambahan usia.2. Jenis kelamin wanita.3. Genetika :a. Terdapat peningkatan risiko pada saudara kandung, bahkan risiko terbesar terdapat pada saudara kembar.b. Sebagian besar individu dengan trisomi 21 (sindrom down) akan mengalami penyakit Alzheimer setelah usia 40.c. Beberapa gen yang telah teridentifikasi sejauh ini :1) Gen protein precursor abeta-amyloid (APP) pada kromosom 21 (fragmen protein abeta-amyloid) ditemukan pada lesi struktural yang biasa ditemukan pada jaringan otak penyakit Alzheimer. 2) Gen presinilin 2 (PS 2) pada kromosom 1, dihubungkan dengan demensia awitan dini pada keluarga tertentu.3) Allele epsilon 4 pada gen apolipoprotein E (Apo E) kromosom 19, mutasi heterozigot menggandakan risiko penyakit Alzheimer.4. Juga ada bukti untuk kemungkinan lokus gen pada kromosom 12 yang masih harus terus diidentifikasi.5. Defek genetik primer untuk penyakit Alzheimer sporadik mungki terletak pada DNA mitokondria dengan defek dalam regulasi kalsium intrasel dan kematian sel prematur.

Gejala dan tanda :Gejala klinik demensia Alzheimer biasanya berupa awitannya yang gradual yang berlanjut secara lambat, biasanya dapat dibedakan dalam 3 fase :Fase I : Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spatial lingkungan yang biasa, menjadi seperti asing seperti : sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Pasien mengeluhkan agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fae dini ini rasa tilikan (insight) sering terganggu.Fase II :Terjadi tanda yang mengarahkan ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun tidak terlihat pada defisit yang khas. Simtom yang disebabkan oleh disfungsi lobus parientalis (misalnya : agnosia, disfraksia, dan akalkulia) sering terdapat. Gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal. Fase III :Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri sendiri atau orang yang dikenalnya. Berlanjutnya penyakit, penderita sering hanya berbaring ditempat tidur, inkontinen baik urin maupun alvi. Sering disertai serangan kejang epileptik gradual. Gejala neurologik menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah (gout), tonus otot dan gangguan yang mengarah pada sindrom Kluver-Bucy (apati, gangguan pengenalan, gerak mulut tak terkontrol, hiperseksualitas, amnesia dan bulimia). (Martono dan Pranaka, 2009).Gejala : kehilangan memori yang tidak disadari insidious dan bertahap disertai afraksia, afasia, dan gangguan visual kognitif; kesadaran penuh tanpa disertai halusinasi dan waham sampai pada akhir perjalanan penyakit; tidak ada asteriksis atau tremor (Brashers, Valentina L, 2007).

Patofisiologi.Menua adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.

Degenerasi sel-sel saraf pada lansia :1. Suatu proses yang telah ditentukan secara genetik pada setiap species.2. Adanya mutasi somatic yang beruntun secara berantai sehingga pada suatu waktu kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat meledak sebagai katastrop. Disini tersangkut kesalahan pada proses transkripsi dan translasi (pemeriksaan RNA dan protein).3. Adanya kerusakan sistem imun tubuh, berbentuk sebagai proses heteroimunitas maupun autoimunitas.4. Adanya kerusakan sel, jaringan, dan organ tubuh akibat radikal bebas yang dapat terbentuk dalam badan sendiri. Tubuh sendiri dapat menangkal hal ini dalam bentuk enzim seperti superoksida dismutase, katalase, gluration peroksida, dll. Pula ada zat-zat penangkal seperti vitamin C, E, beta karoten, dll.5. Peristiwa menua akibat metabolism badan sendiri, antara lain karena kalori yang berlebih/kurangnya aktivitas, dll. Pada proses penuaan yang normal, sel-sel araf otak tidak hilang dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, penyakit Alzheimer mengganggu tiga proses penting yaitu hubungan antar sel saraf, metabolism, dan proses perbaikan. Gangguan ini menyebabkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi, kehilangan kontak dengan sel-sel saraf lain dan mati. Awalnya, Alzheimer merusak saraf-saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya hipokampus dan struktur yang berhubungan dengannya. Sel-sel saraf hipokampus berhenti berfungsi sehingga menyebabkan kegagalan daya ingat jangka pendek, dilanjutkan dengan kegagalan kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan mudah dan tugas-tugas biasa. (Price dan Wilson, 2005). Bentuk khusus yang berat dari Alzheimer diturunkan secara autosomal dominan. Defek pada kromosom 1, 12, 14, 19, atau 21 ditemukan pada keluarga dengan penyakit ini. Gen yang rusak pada kromosom 19, misalnya yang mengkode apolipoprotein E (Apo E4), dan gen yang sesuai pada kromosom 21 untuk protein (prekursor amiloid-) yang dapat dipecah menjadi peptida amiloid kecil. Peptida amiloid kecil dapat saling menyatu menjadi fibril protein yang panjangnya 7-10 nm. Fibril amiloid selanjutnya membentuk kumpulan berdiameter 10 m hingga beberapa ratus m (plak senilis), ditemukan dalam otak pasien Alzheimer. Selain amiloid ekstrasel, plak ini mengandung dendrit dan akson yang rusak dengan neurofibril intrasel yang abnormal. Pembentukan unsure sitoskeleton yang atipikal ini mendahului kematian neuron. Mutasi gen prekursor amiloid- tertentu akan meningkatkan pembentukan plak senilis. Penimbunan amiloid dapat juga terjadi karena pengaruh dari faktor genetik atau faktor eksternal lainnya. Diperkirakan, misalnya : toksin dapat masuk ke otak melalui saraf olfaktorius dan menyebabkan penyakit. Penimbunan amiloid yang terjadi pada trisomi 21(Sindrom Down) yang dapat menyebabkan demensia. Fibril amiloid- dapat bereaksi dengan reseptor dipermukaan sel, seperti reseptor untuk advanced glycativa ead products (RAGE) dan reseptor scavenger (RA). Akibat radikal oksigen yang terbentuk, dapat meningkatkan konsentrasi Ca+2 intrasel neuron, mungkin melalui depolarisasi membran sel dan pengaktifan reseptor NMDA. Radikal O2 dan Ca+2 meningkatkan kematian sel. Pada sel microglia, pengaktifan LAGE dan RA masing-masing akan merangsang pembentukan atau pelepasan NO, prostaglandin, eksitotoksin sitokin, tumor necrosis faktor (TNF-), tumor growth faktor (TGF-) dan fibroblast growth faktor (b-FGF). Hal ini menyebabkan inflamasi yang juga merusak neuron. Peningkatan konsentrasi osmolit inositol menunjukkan gangguan pengaturan volume sel. Kematian neuron dipercepat oleh kekurangan MGF atau reseptor MGF, dan dapat diperlambat oleh NGF. Neuron kolinergik pada nucleus basal merynerl, hipokampus dan koteks enorhinal terutama dipengaruhi oleh kematian sel, tetapi neuron juga mati di area otak lainnya, seperti lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis anterior, korteks olfaktorius, hipotalamus, lobus caeruleus dan rale nucleus.Kematian neuron disertai oleh penurunan pembentukan dan konsentrasi neurotransmitter di otak. Asetilkolin sangat dipengaruhi : pada korteks serebri dan hipokampus terdapat penurunan konsentrasi asetilkolin transferase hingga 90%, yakni enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan asetilkolin. Konsentrasi neurotransmitter lain yang berkurng missal : miemnefrin, serotonin, somatotropin , substansi P, dan corticotrophin-releasing hormone (CRH) kortikoliberin. Akibat perubahan degeneratif, fingsi serebri yang hilang akan meningkat. Penyakit ini dimulai secara perlahan dengan defisit memory yang ringan. Tidak memperhatikan penampilan dan hygiene tubuh, fase kebingungan keputusan yang salah. Sejalan dengan progresifitsitas penyakit, amnestik anterograde akan dilkus oleh gangguan memori masa lalu serta memori procedural. Lesi pada sistem limbik membuat ekspresi dirinya berubah-ubah dengan perasaan gelisah dan lemah. Defisit motorik (gangguan bicara, tonus otot yang abnormal, afaksia, hiperkinesia) terjadi relatif lambat. (Srlbernagl dan Lang, 2006).

Pembentukan -amyloid Oksidaseexcitotoxicity agregasi -amyloid inflamasi hiperfos- forilasi protein tau plak senilis dengan aktivasi neurofibrillarykematian sel mikroglialtanglesneuron

defisit neurotransmitter abnormalitas kognitif dan prilaku (penyakit Alzheimer)Hipotesis kaskade amyloid yang menunjukkan konsekuensi sekunder akibat pembentukan dan deposisi amyloid (Sudoyo et all, 2006).

DNA mitokondriaKromosom 21Defek pada kromosom 19Regulasi kalsium Seluler protein prekursor amyloid abnormal ( dan sekretase)

Fragmen Abeta-amyloidApolipoprotein E Botormpemecahan oksigen=> radikal Efek metabolic neurotoksik bebas dan inflamasiDan inflamasi (simetri parietalKn-kr dlm metabolism glukosa) kehilangan sinaps pelepasan eksitotoksinKekusutan neurofibrilar plak neuritik penurunan neurotransmitterApoptosis dan atrofi

Demensia tipe Alzheimer

Teori pathogenesis Alzheimer (Brashers, Valentina, 2007).

Ada berbagai abnormalitas struktural yang dapat dijumpai pada jaringan otak penyakit Alzheimer : 1. Benang kusut neurofibrillar = bundle protein tau filamentosa dalam sitoplasma neuron.2. Plak neuritik = sekumpulan terminal saraf yang berdegenerasi dengan fragmen protein Abetamyloid yang paling banyak terjadi didaerah parietal-temporal dan hipokampus (memori).3. Degenerasi neuron kolinergik.

Inflamasi dengan produk radikal toksin jelas berperan, dan terdapat beberapa bukti kontribusi autoimun pada proses penyakit (peningkatan limfosit T). Eksitotoksin (glutamate dan aspartat) ditemukan dengan kadar tinggi pada lesi struktural Alzheimer, dan merusak sel. Beberapa neurotransmitter mengalami perubahan : perubahan terpenting 40%-90% penurunan asetiltransferase (ACH) yang terjadi bahkan pada tahun pertama gejala demensia. Perubahan metabolic meliputi penurunan metabolism glukosa parietal. Penurunan perfusi serebral dan kadar oksida nitrat juga memainkan peran (Brashers, Valentina L, 2007).

Penegakkan Diagnosis.A. Perkembangan defisit kognitif multifel yang dimanifestasikan oleh baik :1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :a. Afasia (gangguan bahasa).b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh).c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensoriknya utuh).d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak).B. Defisit kognitif dalam criteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus menerus.D. Defisit kognitif dalam criteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari berikut :1. Kognisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat dan kognisi (misalnya penyakit serebrovaskular, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tek.normal, tumor otak).2. Kondisi sistenik yang diketahui menyebabkan demensia (misalnya : hipotiroidisme, defisiensi vitamin B 12 atau asfolat, hiperkalsemia, infeksi HIV).3. Kondisi akibat zat.E. Defisiensi tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium.F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis 1 lainnya (misalnya gangguan defresi berat, skizofrenia).(Kaplan et al, 2010).

Anamnesis : Onset, lamanya, bagaimana laju penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Gejala memori, tetapi gejala awal : kesulitan mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata, peningkatan BB dan obsesi terhadap makanan mengarah pada fronto-temporal demensia, bukan Alzheimer.Untuk lower body = halusinasi visual, Parkinson, delirium, gangguan tidur (REM).Untuk demensia multi-infark : riwayat adanya stroke dengan progresi, hipertensi, fibrilasi atrium.Riwayat keluarga : penyakit Alzheimer, penyakit Huntington.

Pemeriksaan fisik dan neurologis : Dilakukan mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitif. Defisit sensorik sering terjadi.

Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatri : MMSE (the mini mental status examination) yang dapat digunakan untuk memantau perjalanan penyakit. MMSE, berupa 30 point test terhadap fungsi kognitif dan berisikan pula uji orietasi, memori kerja dan memori episodic, komprehensi bahasa, menyebutkan kata dan mengulang kata.

Pemeriksaan penunjang : CT-Scan, MRI, otopsi/biopsi otak, EEG, PET, SPECT.Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit dan VDRL direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin.Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah fungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di urin/darah dan apolipoprotein E.

Diagnosis Banding : Delirium Demensia tipe vaskuler Demensia tipe reversibel. Konfusio.

Penatalaksanaan :Tujuan utama : mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramu werdhanya.1. Non farmakologis :a. Melakukan olahraga.b. Mengendalikan hipertensi.c. Memperhatikan hygiene mulut dan gigi.d. Mengupayakan kaca mata dan alat bantu (gangguan penglihatan dan pendengaran).e. Memenuhi kebutuhan dasar pasien, seperti : nutrisi, mobilisasi dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus.f. Cegah cedera, terutama pada stadium lanjut saat disorietasi sudah memburuk.g. Pertahankan nutrisi yang baik.h. Rujuk keluarga ke organisasi pendukung.2. Farmakologis :a. Kolinesterasi inhibitor (donepezil, rivastigmin, galantamin).Efek farmakologis : peningkatan kadar Ach di jaringan otak.Donepezil : 5 mg/hari, dinaikkan menjadi 10 mg/hari setelah 1 bulan pemakaian.Rivastagmin : 1,5 mg 2x /hari 3 mg 2x/hari 4,5 mg 2x/hari sampai dosis maximal 6 mg 2x/hari.b. Antioksidan : alfa tokoferol (Vitamin E). Memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih berat. Dikombinasikan dengan kolinesterase inhibitor.c. Memantin : antagonis N-metil-0-aspartat.

Terapi lain :a. Anti inflamasi.b. Terapi sulih estrogen.

Pencegahan :a. Secara teratur mrmreiksa tekanan darah, dan mengupayakan agar tekanan darah yang tinggi dan risiko vaskuler lain dikendalikan dengan baik.b. Pencegahan dan perlindungan terjadinya cedera kepala terutama yang berat.c. Mengupayakan diet yang cukup vitamin E, apabila diet tidak mencukupi, dianjurkan suplemen tetapi tidak lebih dari 400 u/hari.d. Tetap melakukan kegiatan yang merangsang intelen dan mengupayakan aktivitas sosial dan aktivitas untuk menghibur diri.e. Mengupayakan makanan yang sehat, jangan terlalu banyak lemak.f. Tidak merokok.

Komplikasi :1. Perubahan prilaku : efek samping memantin + placebo, dapat diminimalisir dengan kombinasi memantin + kolinesterase inhibitor.2. Gejala-gejala GI Tract (dari obat kolinesterase inhibitor).3. Hepatotoksik => akibat dari tacrine.

Prognosis :Tergantung dari tiga faktor yaitu berat atau tidaknya penyakit, variabilitas gangguan klinis, perbedaan individual seperti usia, riwayat keluarga. Pasien dengan Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun seseudah diagnosis. Pada biasanya meninggal akibat infeksi sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo ; Setiyohadi, Bambang, dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jil III Ed IV.Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.

Martono, H.Hadi dan Pranarka, Kris.2009.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.

Brashers dan Valentina L.2007.Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Managemen Ed.2.EGC.Jakarta.PP.293-297.

Kaplan, HI, BJ.Sadoct dan JA.Grebb.2010.Sinopsis Psikiatri Jil.1.Binarupa Aksara.Tangerang.PP.529-546.

Kumar, Vinay, RS.Cotran dan S.L.Robbins.2007.Buku Ajar Patologi Ed.7 Vol.2.EGC.Jakarta.PP.938-941.

Price, Syma A. dan L.M.Wilson.2005.Patofisiologi konsep klinis Proses-Proses Penyakit Ed.6 Vol.2.EGC.Jakarta.PP.1134-1137.

Silbernagl, Stefan dan F. Lang.2006.Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC.Jakarta.PP.348-349.