Laporan PBL Blok ECCE 1

29
Laporan PBL Blok ECCE 1 Hipertensi Disusun oleh : Kelompok : 1 Rini Puspitasari K1A006011 Septiana Eka Y K1A006023 Meirina Suryo Saputri K1A006026 Evan Silalahi K1A006050 Sukra Ramadhani K1A006113 Agus Heryana G1A007 Dosen Pembimbing : Nama : dr.Yudhi Wibowo UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN

description

ikm

Transcript of Laporan PBL Blok ECCE 1

Page 1: Laporan PBL Blok ECCE 1

Laporan PBL Blok ECCE 1

Hipertensi

Disusun oleh :

Kelompok : 1

Rini Puspitasari K1A006011

Septiana Eka Y K1A006023

Meirina Suryo Saputri K1A006026

Evan Silalahi K1A006050

Sukra Ramadhani K1A006113

Agus Heryana G1A007

Dosen Pembimbing :

Nama : dr.Yudhi Wibowo

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2010

Page 2: Laporan PBL Blok ECCE 1

BAB I

PENDAHULUAN

PBL merupakan suatu metode pembelajaran diskusi kelompok yang di fasilitasi oleh

seorang tutor yang digunakan dalam blok ECCE 1dengan menggunakan masalah terkait

penyakit ECCE 1 yang secara epidemiologi menjadi maslah utama di Indonesia sebagai pemicu

dasar pembelajaran terintegrasi horizontal maupun vertical.

Kasus pada PBL ini dikemas dalam urutan beberapa potong informasi yang disertai

beberpa pertanyaan terkait kasus dan konsep/materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan.

Sedangkan level kompetensi yang digunkan dalam setiap kasus sesuai dengan SKDI level 3 dan

4.

Tujuan dari pelaksanaan PBL adalah agar mahasiswa dapat menguasai terminology,

fakta dan konsep. PBL tidak akan memberikan manfaat jika tidak dapat digunakan untuk

memecahkan masalah. Melalui diskusi kasus, mahasiswa dilatih untuk menggunakan

pemahaman konseptual mereka guna memecahkan masalah.

Berdasarkan segitiga kompetensi Miller, kegiatan susbstitusi perkuliahan ini ditujukan

untuk mencapai tingkat kompetensi: know dan know how. Terdapat 2 kasus PBL pada blok

ECCE 1 ini dengan pelaksanaan PBL memakai cara 7-jump dengan 2 kali tutorial seperti yang

selama ini dilakukan di blok-blok sebelumnya.

Dibawah ini merupakan informasi kasus pada PBL 1 blok ECCE 1:

LAJANG KEGATALAN

Jono, seorang anak laki-laki usia 17 tahun datang ke Family Clinic dengan keluhan gatal

membandel. Dia sudah lama menderita “eczema” sejak masa anak-anak dan gejala terakhir

tampaknya berhubungan dengan meluasnya “eczema” tersebut. Jono menyampaikan bahwa

daerah yang gatal kemerahan, bekas kering di berbagai bagian tubuhnya dan sangat gatal.

Tampak bekas garukan yang begitu berat, karena gatal yang teramat sangat sehingga tidak

dapat menghindar untuk tidak menggaruk. Jono telah berusaha memakai cream hydrocortisone

1% (yang sudah digunakan untuk eczema), dan sensasi gatalnya berkurang minimal. Jono

sangat jengkel dengan penyakit gatalnya yang tdaik kunjung sembuh.

Jono menambahkan bahwa dia juga menderita alergi musiman (bersin-bersin) yang

terkontrol dengan antihistamin. Sementara ibu Jono memiliki riwayat serupa dengan Jono yaitu

alergi musiman dan sejak 3 tahun menderita DM, sedangkan Bapak dan kedua adiknya sehat

atau baik-baik saja.

Jono tinggal bersama kedua orangtuanya dan kedua adiknya. Jono adalah seorang

siswa SLTA dan aktif dalam kegiatan kepencintaalaman di sekolahnya. Rumahnya cukup asri di

Page 3: Laporan PBL Blok ECCE 1

daerah kawasan industri. Kedua orangtuanya bekerja sebagai karyawan perusahaan tekstil di

sekitar kawasan industri tersebut.

Pemeriksaan fisik :

Jono seorang laki-laki yang secara aktif menggaruk tangannya namun di lain waktu

tampka distress. Tekanan darahnya 126/68 mmHg, nadi 62x/menit, temperatur 37,1 C, dan RR

16x/menit. Pemeriksaan kulit tampak tebal, merah, kering pada bagian fleksor dari pergelangan

tangan, siku, lutut, dan pergelangan kaki, tanpa pustule dan papul

Page 4: Laporan PBL Blok ECCE 1

BAB II

PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI MASALAH

Identitas Pasien

Nama : Jono

Usia : 17 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Keluhan Utama

Gatal membandel

Riwayat Penyakit Se karang

Onset : sejak masa anak-anak

Lokasi : di berbagai bagian tubuh (fleksor pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan

kaki)

Kualitas : daerah yang gatal kemerahan dan bekas keringnya sangat gatal

Kuantitas : gatal teramat sangat (sehingga tidakd apat menghindar untuk tidak menggaruk)

Radiasi : meluas

Memperingan : cream pelembab dan cream hydrocortisone 1 %

Memperberat : -

Penyerta : -

Riwayat penyakit Dahulu

Riwayat sakit : gatal-gatal sejak kecil, alergi musiman (bersin-bersin)

Riwayat obat : antihistamin (untuk alergi musimannya), cream hydrocortisone 1% (untuk gatal-

gatalnya)

Operasi : -

Opname : -

Alergi : alergi musiman

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu : alergi musiman, menderita DM sejak 3 tahun

Bapak : -

Adik-adik : -

Riwayat Sosial Ekonomi

Page 5: Laporan PBL Blok ECCE 1

Komunitas : tinggal bersama kedua orangtua dan kedua adiknya

Lingkungan : rumah di kawasan industri, dekat pabrik tekstil

Hobi : aktif keghiatan kepencintalaman

Pekerjaan :siswa SLTA, orangtua sebagai karyawan perusahaan tekstil

Kebiasaan : pecinta alam

Makanan : -

Obat : -

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak distress, aktif menggaruk tangan

Tekanan darah : 126/68 mmHg

Nadi : 62x/menit

Temperatur : 37,1 C

RR : 16x/menit

Mata : -

Telinga : -

Leher : -

Thorax : -

Abdomen : -

Ekstrimitas : pemeriksaan kulit tebal, merah, kering pada bagian fleksor

pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki. Tanpa pustul dan papul

B. DIAGNOSIS HOLISTIK

1. Aspek Personal

Keluhan utama : gatal membandel pada bagian fleksor pergelangan tangan, siku, lutut,

pergelangan kaki.

Keterangan : daerah yang gatal kemerahan dan bekas keringnya sangat gatal

Kecemasan : sangat merasa gatal sehingga tidak dapat menghidar untuk tidak

menggaruk/ sangat jengkel dengan penyakit gatalnya yang tidak kunjung sembuh

Harapan : berharap penyakit gatalnya kunjung sembuh

2. Aspek Klinis

Tampak dari pemeriksaan kulit tebal, merah, kering. Tanpa papul dan pustul pada bagian

fleksor pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki

Diagnosis kerja : Pruritus et causa Dermatitis atopik dan alergi musiman

Diagnosis banding : Dermatitis kontak alergika

Neurodermatitis

Psoriasis

Page 6: Laporan PBL Blok ECCE 1

Rinitis alergika (dari sindrom alergi musiman berupa bersin-bersin)

3. Aspek Faktor Resiko Internal

- usia 17 tahun (imunitas rentan untuk terkena penyakit kulit atau keadaan alergi)

- laki-laki

- perilaku sakit tidak dapat menahan untuk tidak menggaruk (akan semakin

memperberat keluhan dan keadaan kulit yang gatal, misalnya terjadi luka)

- punya alergi musiman (terkait imunitas)

- hobi sebagai pecinta alam kondisi kelembaban berpengaruh terhadap adaptasi

kulit)

- genetika ibu punya alergi musiman dan 3 tahun menderita DM (alergi dapat

menurun karena bersifat atopik. Sedangkan DM resiko mudah gatal pada ekstrimitas

akibat gula darah yang tinggi)

4. Aspek Faktor Resiko Eksternal

- Psikososial : aktif sebagai pecinta alam (kegiatan pecinta alam yang sering

berhubungan dengan alam mudah digigit serangga, paparan udara dingin, keringat)

- Ekonomi : orangtua kerja di pabrik tekstil (sebagai buruh, membiayai 3 orang

anak diperkirakan cukup sulit) kurangnya memperhatikan kesehatan karena terkait

biaya

- Pekerjaan : siswa SLTA (mudah berkeringat karena aktivotas tinggi)

- Lingkungan : tinggal berlima, yaitu : ayah, ibu, pasien, dan dua adik dalam satu

rumah (pengaruh kelembaban, keringat, pemakain benda bersama, sirkulasi udara

terhadap kulit pasien)

- tinggal di kawasan industri (kondisi udara dan air yang kurang higienis)

5. Aspek Skala Fungsi Sosial

Skala fungsional rincian keterangan

Fungsi sosial seseorang Aktivitas menjalankan

fungsi sosial dalam

kehidupan

Kemampuan dalam

menjalani kehidupan untuk

tidak tergantung pada

orang lain

Skala 1 Mampu melakukan pekerjaan

seperti sebelum sakit (tidak

ada kesulitan)

Perawatan diri, bekerja di

dalam dan di luar rumah

(mandiri)

Skala 2 Mampu melakukan pekerjaan

ringan sehari-hari di dalam

Mulai mengurangi aktivitas

kerja (pekerjaan kantor)

Page 7: Laporan PBL Blok ECCE 1

dan luar rumah (sedikit

kesulitan)

Skala 3 Mampu melakukan

perawatan diri. Tapi mampu

melakukan pekerjaan ringan

(beberapa kesulitan)

Perawatan diri masih bisa

dilakukan, hanya mampu

melakukan pekerjaan ringan

Skala 4 Dalam keadaan tertentu

masih mampu merawat diri,

namun sebagian besar

pekerjaan hanya duduk dan

berbaring (banyak kesulitan)

Taak melakukan aktivitas

kerja, tergantung pada

keluarga

Skala 5 Perawatan diri dilakukan

orang lain, tak mampu

berbuat apa-apa berbaring

pasif (tidak dapat berbuat

apapun)

Tergantung pada pelaku

rawat

Pasien masih dalam skala 1 karena masih dapat melakukan aktivitas sehari-harinya.

C. PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA

1. Personal care : individual, menghormati pasien, hubungan & komunikasi

intim, personal & privacy setting, alokasi waktu cukup

2. Primary care : kewenangan di layanan primer, tempat kontak pertama dgn

pasien, peran sebagai gate keeper

3. Comprehensive care : tidak hanya fokus pada disease, sickness & illness,

semua aspek manusia (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)àwhole person,

semua level pencegahan dari konsep Level & Clark, tidak hanya fokus pada

konten tapi konteks.

4. Continuity of care : tidak hanya di ruang periksa, konsultan untuk seluruh

keluarga, fokus pada monitoring risk factors, mencegah keadaan memburuk

Peran masing-masing :

1. Primary care

Kewenangan di layanan primer

Berperan sebagai gate keeper

Tempat kontak pertama dengan pasien

2. Personal care

Page 8: Laporan PBL Blok ECCE 1

Menganggap pasien adalah manusia seutuhnya

Diperlukan komunikasi yang intim

Pengaturan pribadi dan personal bisa sebagai teman,

konselor

Alokasi waktunya cukup

Menghormati pasien

3. Comprehensif care

Tidak hanya berfokus pada penyakitnya saja

Meliputi semua aspek: bio psikososial, ekonomi, culture,

spiritual

Meliputi semua level: mulai dari preventif sampai paliatif

Meliputi 5 level pencegahan

4. Continuity care

Tidak hanya diruang periksa

Ada team konsultan

Monitoring faktor rresiko

Mencegah kondisi menjadi lebih berat

Bagaimana mendoronng continuity care:

Hubungan dokter-pasien : menjaga hubungan baik

diantara keduanya, misalnya pada pasien kronik antara

dokter dengan pasien harus ada hubungan yang baik

agar pasien taat dan patuh dalam melakukan

pengobatan

Tugas konsultasi: pemahaman pasien terhadap

penyakitny, sehingga pasien memilih pendapat sendiri

Waktu konsultasi: jika ada pasien yang konsultasi

tentang penyakkitnya ataupun tidak harus tetap

memberikan waktu untuk mereka

Edukasi kesehatan

Cara memfasilitasi continuity care

Rekam medik

Perjanjian dan sistem panggilan

Jam praktetk harus jelas

Orientasi staff

Page 9: Laporan PBL Blok ECCE 1

D. DERMATITIS ATOPIK

Dermatitis atopik adalah suatu peradangan menahun ( kronik residif ) pada lapisan atas

kulit (epidermis) yang menyebabkan rasa gatal, seringkali terjadi pada bayi dan anak-

anakdengan riwayat atopik pada individu dan keluarganya (asma, rhinitis alergi, konjungtivitis

alergi, dan DA ). Juga disertai lesi eritem, ekskoriasi dan likenifikasi pada tempat-tempat

predileksi.penderita rinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota

keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma. Diperkirakan angka kejadian di

masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada

anak  meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir.

Etiologi

Terdapat beberapa teori yang dapat dikaitkan dengan etiologi DA :

1. Faktor Herediter

Riwayat keluarga ditemukan sekitar 70% pada semua kasus. Pada kondisi atopi kontrol dari

produksi IgE di bawah pengaruh suatu gen dominan pada kromosom 11q13.

2. Imunologik

Adanya peningkatan dari antibodi IgE total dan IgE spesifik di dalam serum terhadap antigen

dari makanan atau inhalasi.

Faktor Pencetus

1. Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir 40%

bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan.

Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar

IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif

terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap

makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi

terhadap makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.

2. Alergen hirup

Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji

tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat

pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%

penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada

penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan

oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di

negara-negara dengan 4 musim.

Page 10: Laporan PBL Blok ECCE 1

3. Infeksi kulit

Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya

Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi

penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut.

Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai

superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.

Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika

terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.

Patogenesis dan Patofisiologis Tanda dan Gejala penyakit

Terdiri dari 3 teori, yaitu :

a. Teori Genetik

Dasar imunopatogenesis penyakit dermatitis atopik diatur oleh gen atau lokus genetik.

Meskipun demikian ada 4 dasar fenomena imunopatogenesis penyakit dermatitis atopik yang

diatur oleh gen atau lokus genetik :

1. Peningkatan IgE spesifik

2. Peningkatan respon IgE total

3. Peningkatan aktifitas sel-sel inflamasi, misalnya sel mast, basofil dan eosinofil, serta sel

helpet 2 (Th2) setelah paparan allergen

4. Hiperaktifitas jaringan

b. Teori Imunologi

Teori imunologik didasarkan pada :

1. Sebagian besar (75%) menderita dermatitis atopik yang mempunyai riwayat atopik pada

diri sendiri atau keluarganya.

2. Penderita Dermatits atopik sering memberikan reaksi positif pada uji klinik yang memakai

antigen makanan dan antigen lingkungan.

3. Kira-kira 80% penderita dermatitis atopik memberikan reaksi positif terhadap lebih dari 1

alergen pada uji kulit tipe cepat.

c. Teori Psikosomatik

Teori psikosomatik menyatakan bahwa dermatitis atopik disebabkan oleh neurosis yang

mengakibatkan respon vegetatif abnormal yang menahun. Neurosis itu dapat disebabkan

oleh kecemasan, perasaan bermusuhan, frustasi, perasaan bersalah dan sebagainya.

Patogenesis dermatitis atopik belum diketahui secara pasti, namun telah disepakati

bahwa penyakit ini berhubungan dengan hipersensitivitas seseorang terhadap alergen

lingkungan, hal ini didasari oleh perubahan keseimbangan aktivitas sel limfosit T helper 1 (Th1)

dan sel limfosit T helper 2 (Th2) yang didominasi oleh peran sel Th2 yang menyebabkan

Page 11: Laporan PBL Blok ECCE 1

peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE), interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-5 (IL-5), ke tiganya

merupakan mediator utama dalam patogenesis dermatitis atopik. Oleh karena itu dermatitis

atopik disebut juga Th2 mediated disease.

Penyebab perubahan keseimbangan Th1-Th2 dan hipersensitivitas terhadap alergen

pada dermatitis atopik belum diketahui dengan pasti namun disepakati merupakan mekanisme

multiorgan, selain mekanisme imunologis, sistem saraf pusat, sistem saraf otonom dan sistem

endokrin juga berperan dalam pengendalian respon imun. Hal ini tampak dengan manifestasi

klinis berupa gangguan sekresi kelenjar keringat dan kepucatan kulit.

Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa faktor stresor, baik stresor psikis,

fisik dan biologis berperan dalam kekambuhan dermatitis atopik. Stresor akan diterima oleh saraf

pusat sebagai stress perception, kemudian akan menimbulkan stress responses melalui

beberapa jalur terutama jalur hipothalamus dan sistem saraf simpatetik, hasil akhir dari respon ini

akan menyebabkan meningkatnya sintesis kortisol dan norepinefrin. Ke dua hormon ini sangat

berpengaruh terhadap homeostatis tubuh.

Reaksi imunologis DA

Page 12: Laporan PBL Blok ECCE 1

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari Dermatitis Atopik adalah :

adanya perasaan gatal

adanya makula eritematosa, papel, atau papulovesikel,

daerah eksematous yang berkrusta, likenifikasi dan eksoriasi.

Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder.

Berdasarkan gambaran klinis dan umur penderita, Dermatitis Atopik terbagi dalam 3

type, yaitu :

1. Tipe Bayi ( infantil )

Biasanya timbul pada usia 2 bulan - 2 tahun. Umumnya diawali sebagai suatu plak

eritematous yang cukup gatal pada pipi disertai dengan berkembangnya vesikel-vesikel

intraepidermal yang kemudian ruptur dan pecah menghasilkan lesi kulit basah dengan

daerah berkrusta.

Predileksinya biasa terdapat pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan,

lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair.

2. Tipe Anak-anak ( Childhood )

Biasanya timbul pada usia 4-10 tahun. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul

dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut

bagian depan atau di belakang lutut. Lesi biasanya kurang eksudatif atau tidak basah dan

dimulai dengan eritem yang cukup gatal, papel infiltrat dengan sedikit bersisik (skuama).

Bila proses berlangsung kronis sering terlihat adanya likenifikasi awal serta hiperpigmentasi.

3. Tipe Dewasa ( adult )

Merupakan tipe lanjutan infantil, ataupun dapat timbul pertama kali. Bentuk lesi dari tipe ini

selalu kering, diawali dengan lak eritem, vesikel atau papel, bersisik (squama) disertai gatal

hebat dan adanya likenifikasi.

Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa cubiti dan poplitea, leher depan

dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata.

Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:

1. Stres emosional

2. Perubahan suhu atau kelembaban udara

3. Infeksi kulit oleh bakteri

4. Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol).

5. Pada beberapa anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.

Page 13: Laporan PBL Blok ECCE 1

Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan

antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki

kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan

(misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :

IgE serum

IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada penderita dermatitis

atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi

( alergi )

Eosinofil

Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore

berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju nke tempat peradangan dan

kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian

kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.

TNF-a

Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan

penderita asma bronkhial.

Sel T

Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang

normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat

aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis

dermatitis atopik.

Uji tusuk

Pajanan alergen udara (100kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes intradermal yang

dapat memacu terjadinya hasil positif.

Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman

Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme

patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi

penderita.

b. Dermatografisme Putih

Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis

merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar,

kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi

Page 14: Laporan PBL Blok ECCE 1

lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul

edema.

c. Percobaan Asetilkolin

Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada

orang normal. Pada orang DA. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.

d. Percobaan Histamin

Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita D.A. eritema akan berkurang, jika

disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.

 

Diagnosis Kerja Dermatitis Atopik

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977 :

a. Kriteria mayor ( > 3)

- Pruritus

- Morfologi dan distribusi khas : dewasa (likenifikasi fleksura)

dan bayi dan anak (lokasi kelainan di daerah muka dan

ekstensor)

- Dermatitis bersifat kronik residif

- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

b. Kriteria minor ( > 3)

- Xerosis

- Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris

- Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat

- Peningkatan kadar IgE

- Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas

selular

- Dermatitis pada areola mammae

- Keilitis

- Konjungtivitis berulang

- Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita

- Keratokonus

- Katarak subskapular anterior

- Hiperpigmentasi daerah orbita

- Kepucatan/eritema daerah muka

- Pitiriasis alba

- Lipatan leher anterior

- Gatal bila berkeringat

- Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven

Page 15: Laporan PBL Blok ECCE 1

- Gambaran perifolikular lebih nyata

- Intoleransi makanan

- Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi

- White dermographism/delayed blanch

   Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita dermatitis atopik berat. Penentuan gradasi

berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Langeland sebagaimana tabel

berikut :

  I. Luasnya lesi kulit  

  fase anak/dewasa  

  < 9% luas tubuh 1

  9-36% luas tubuh 2

  > 36 % luas tubuh3

  fase infantile  

  < 18% luas tubuh 1

  18-54% luas tubuh 2

  > 54% luas tubuh 3

  II. Perjalanan penyakit  

  remisi > 3 bulan/tahun 1

  remisi < 3 bulan/tahun 2

  Kambuhan3

  III. Intensitas penyakit  

  gatal ringan, gangguan tidur + 1

  gatal sedang, gangguan tidur + 2

  gatal berat, gangguan tidur + 3

   

         

Penilaian skor

3-4 : ringan

5-7 : sedang

8-9 : berat

 

E. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN PARIPURNA

a. Patient centered

Penderita DA lebih rentan terhadap iritan dibandingkan orang normal sehingga perlu

diidentifikasi dan sieliminasi faktor yang memperberat dan mencetuskan siklus gatal-garuk,

antara lain :

Page 16: Laporan PBL Blok ECCE 1

Gunting kuku untuk mengurangi abrasi pada kulit

Sabun/deterjen:harus bersifat menghilangkan minyak seminimal mungkin, pH netral dan

tidak bersifat iritan.

Bahan kimia: alkohol dan astringen pada produk kosmetik dapat menyebabkan kulit

kering

Pakaian : baju harus dicuci terlebih dahulu untuk mengurangi formaldehid dan bahan

kimia lainnya dan dibilas sebersih mungkin karena deterjen yang tersisa dapat bersifat

iritan, begitu juga pakaian berbulu/kasar dapat menyebabkan iritasi.

Lingkungan : panas, kelembaban dan keringat juga dapat merangsang gatal

Olahraga : keringat dapat merangsang gatal

Sinar matahari : Walaupun sinar matahri dapat bermanfaat pada sebagian penderita DA

sebainya menggunakan tabir surya yang non iritatif.

Mengurangi aktivitasnya sebagai pecinta alam

Alergen Spesifik

Makanan : makanan sering dianggap berperan dalam patogenesis DA terutama pada

bayi dan anak kecil. Makanan yang dicurigai berpotensi sebagai pencetus

diidentifikasi melalui kulit, namun hasilnya seringkali tidak berkorelasi dengn gejala

klinis sehingga dikonfirmasi dengan eliminasi makanan namun hal ini dapat

menimbulkan malnutrisi. Masih diperdebatkan apakah pantang makanan tertentu

pada DA bermanfaat.

Tungau debu rumah : pada penderita DA yang alergi dnegn tungau debu rumah

diupayakan untuk menghilangkannya. Anak yang lebih besar dan orang dewasa

cenderung lebih sensitif terhadap aeroalergen lingkungan dibandingkan dengan bayi

dan anak kecil.

Stress Emosional

Walaupun bukan penyebab tetapi stress emosional dapat menyebabkan

kekambuhan. Stres ini mengakibatkan berbagai variasi perkembangan lingkungan anak

sehingga konflik dengan orang tua di sekolah dan tempat lainnya dapat memicu eksaserbasi

gatal pada penderita, sehingga diperlukan diskusi masalah tersesbut kepad apihak guru dan

orang tua.

Dari penelitian ditemukan bahwa pada kebanyakan anak penderita DA yang tidak

sembuh dihubungkan dengan faktor psikis dan dalam penanganan yang efektif dari keadaan

ini maka faktor psikis harus mendapat perhatian. Pada kondisi dimana penderita sangat

dipengaruhi oleh faktor stres emosional maka perlu dilakukan evaluasi psikolgis ataupun

konseling serta pemberian obat penenang yang mungkin dapat membantu.

Page 17: Laporan PBL Blok ECCE 1

Infeksi

Penderita DA rentan terhadap berbagai mikroba dan infeksi ini dapat menjadi

pencetus atau memperberat penyakitnya.

Pengobatan Kausatif

Penanganan Dermatitis Atopik memerlukan pendekatan secara sistematik dan

multidimensi oleh karena faktor penyebab tidak diketahui dengan pasti. Untuk itu diperlukan

tindakan untuk mengatasi kekeringan kulit yang timbul, menghilangkan inflamasi,

mengurangi gatal, mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus berbagai pengobatan

yang baru.

1. Hidrasi Kulit

Untuk mengatasinya dapat dilakukan:

- Hidrasi kulit berupa mandi atau berendam 2-3 kali sehari dengan air hangat yang

dicampur dengan minyak selama paling sedikit 20 menit. Hidrasi dengan mandi air hangat

atau balut basah dimaksudkan untuk dapat meningkatkan penetrasi kortikosteroid topikal di

daerah transepidermal. Cara balut basah ini dianjurkan untuk DA yang berat atau kronik

sebagai perawatan kulit kemudian diikuti dengan penggunaan emolient/minyak secara oklusif,

ini efektif dalam membantu mempersiapkan perbaikan kembali barier dari stratum korneum

dan mengurangi keperluan steroid topikal. Akan tetapi kadang-kadang pula emolient oklusif

ini tidak disukai karena mempengaruhi fungsi kelenjar keringat dan dapat menyebabkan

berkembangnya folikulitis.

2. Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi inflamasi pada

penderita DA. Penggunaan steroid topikal, yaitu suatu bahan yang bekerja dan bersifat

inflamasi merupakan dasar terapi untuk pengobatan lesi-lesi eksematosa. Akan tetapi dalam

penggunaannya akan tergantung pada lokasi dan keadaan lesi kulit serta aman untuk

digunakan sehingga penderita harus diintruksi secara hati – hati untuk menghindari potensi

efek samping, terutama potensi kuat harus dihindarkan dari wajah, genitalia dan daerah

intertrigo dan secara umum preparat potensi ringan direkomendasikan pada daerah ini. Oleh

karena itu penggunaan steroid topikal ini ditekankan hanya pada lesi DA saja sedangkan

pada kulit yang tidak terlibat cukup dengan emolient untuk menghindari kulit kering dan

proses inflamasi. Kegagalan kadang – kadang terjadi oleh karena tidak adekuatnya

pemberian glukortikoid ini.

Beberapa kortikosteroid topikal yang terbaru dianggap mampu untuk menghambat

migrasi eosinofil ke jaringan inflamsi dan menghambat fungsi sel T dalam mengatur sitokin

yang mempengaruhi eosinofil sehingga akan memblok reaksi hipersensitivitas yang ada pada

DA. Karena pengobatan pada DA ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Sebaiknya hindari

Page 18: Laporan PBL Blok ECCE 1

penggunaan kortikosteroid topikal berlama-lama,karena dapat terjadi superinfeksi bakteri dan

virus pada lesi eksemanya. Pemakaian kortikosteroid bergantian dengan atau tanpa steroid

di pagi hari dan malam hari atau selang satu hari atau dua hari. Pada anak dan dewasa

dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamnisolon.

3. Anti Pruritus

Antihistamin sistemik secara primer bekerja dengan membloking H1 di dermis dan

menempati reseptor itu secara kompetitif sehingga mengurangi rasa gatal yang timbul oleh

pelepasan histamin . Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin klasik dengan

efek sedatif dan antihistamin non sedatif.

Pruritus biasanya lebih berat di malam hari, sehingga antihistamin dengan efek sedatif

akan sangat membantu bila digunakan pada saat tidur. Efek pemblokiran oleh antihistamin

pada resptoir histamin H1 dan H2 dapat diperoleh dengan menggunakan dosis oral 10-75 mg

pada malam hari atau lebih 75 mg 2 kali sehari pada penderita dewasa. Pada anak jangan

diberikan antihistamin yang non sedatif seperti cefrerizine, loratadin, astemizol, terfenadin

(bersama dengan eritromisin karena bisa menimbulkan anemia)

4. Pengobatan nonsteroid

Pengobatan ini dapat berupa antifagositik antimikrobial

- Preparat Tar:

Pix lithantracis (5-10%)

Liquor carbones dtergens (2-20%)

Ichthamol 2-10%

- Antiseptik

- Antibiotik

- Aminoglikosid : gentamisin, basitrasin

- Makrolid : eritromsin, klindamisin

- Klortetrasiklin 2-5%

- Asam fusidat

5. Pengobatan lain

Beberapa imunodilator diduga dapat berguna pada pengobatan DA seperti :

- Interferon-gamma

IFN-gamma menekan respon IgE dan menurunkan funsi dan proliferasi sel Th2

- Imunosupression

Kalsineurin topikal inhibitor

a. Tacrolimus

Menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA, yaitu: sel langerhans, sel T, sel

mast dan keratinosit.

b. Pimakrolimus

Page 19: Laporan PBL Blok ECCE 1

Bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor

sitosolik imunofilin.

b. Family focused

1. Memberikan dukungan dan selalu memberikan suport kepada pasien

2. Memberikan penjelasan bahwa anaknya mempunyai resiko DM

3. Memberikan saran kepada orang tuanya bahwa seharusnya kalau ganti baju di

tempat kerja agar molekul atau zat yang dapat menimbulkan alergen tidak di

bawa di rumah

c. Community oriented

1. Di sarankan agar pindah rumah

2. Menjaga kebersihan rumah

3. Ventilasi rumah harus baik

F. EDUKASI

Hindari semua faktor luar yang menimbulkan manifestasi klinis :

Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan

mempunyai pH netral.

Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan

formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas

dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan.

Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya

digunakan pada kolam renang.

Stress psikis juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA

Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan

katun lebih baik.

Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembabb; hindari pembersih antibakterial

karena beresiko menginduksi resistensi.

G. PENCEGAHAN

Tujuan utama adalah menghindarkan faktor-faktor alergenik dan psikogenik, yang

membuat penderita menggaruk. Exposure terhadap semua stimulus pruritik dan atopen harus

dihindarkan: hawa udara panas, pakainan tebal dari wol/flanel, sabun yang mengandung

detergens, air kolam renang, air hujan, bahan – bahan kimia ( penting bila seorang atopiker

mencari pekerjaan, misalnya sebuah pabrik )

Dokter harus sangat berhati-hati dalam memberi obat-obat yang effending, misalnya

penicilin atau anti-tetanus serum. Penderita atopik lebih banyak kemungkinan mendapat reaksi

Page 20: Laporan PBL Blok ECCE 1

anafilatik, seperti shock. Inokulasi sesuatu vaksin yang mengandung telur dapat

membahayakan, bila anak atofik sensitif terhadap telur. Infeksi lokal harus dicari dan diobati,

misalnya caries dentis, tonsilitis chronika dan sinusitis para-nasalis. Psikoterapi sederhana

dapat diberikan oleh setiap dokter umum.

Page 21: Laporan PBL Blok ECCE 1

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan pada PBL 1 blok ECCE 1 adalah :

1. Terdapat 5 aspek yang digunakan dalam diagnostik holistik suatu kasus pada

seorang pasien.

2. Diagnosis klinis dari pasien ini adalah pruritus et causa dermatitis atopik dan

alergi musiman.

3. Differential diagnosis dari pasien ini antara lain dermatitis kontak alergi,

psoriasis, dan rinitis alergika.

4. Penatalaksanaan seorang pasien harus secara komprehensif dan paripurna

berikut dengan cara pencegahannya.

Page 22: Laporan PBL Blok ECCE 1

Daftar Pustaka

Anonymus. Dermatitis Atopik. Available at

http://medicastore.com/penyakit/76/Dermatitis_Atopik.html

Anonymus. Dermatitis Atopik. Available at

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/dermatitis-atopik/

Aswar, Azrul.1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.

Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, Longo DL, Hauser SL, Jameson JL, et al.

Editors. 2007. Harrison’s principles of internal medicine, 17th edition. New

York : McGraw Hill

Muninjaya G. 1999. Manajemen Kesehatan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Nitra, Nirwani . 2008. Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta :

IKK FKUI

Neal, Micheal J. 200.6 Farmakologi Medis At a Glance, Edisi Kelima. Jakarta : EMS.

Siregar, R. 2005. Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. Jakarta : EGC

Sulistia G. Ganiswara. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Bagian

Farmakologi FKUI.