laporan pbl

19
BLOK PREVENTIVE DENTISTRY LAPORAN PBL “MALOKLUSI” Disusun Oleh : Nama : Charmelita Clara Siahaan NIM : G1G010020 Kelompok : 3 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

fl

Transcript of laporan pbl

Page 1: laporan pbl

BLOK PREVENTIVE DENTISTRY

LAPORAN PBL

“MALOKLUSI”

Disusun Oleh :

Nama : Charmelita Clara Siahaan

NIM : G1G010020

Kelompok : 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN2012

Page 2: laporan pbl

Maloklusi

A. KasusSeorang pasien wanita (usia 24 tahun 7 bulan) datang ke RSGM untuk

merapihkan giginya yang tidak rata. Berikut ini adalah hasil pemeriksaan di bagian ortodonsi:Foto Profil :

Foto Intraoral :

Model studi :

Rdiografi Periapikal :

Page 3: laporan pbl

Sefalometri dan Hasil Tracing :

B. Definisi MaloklusiMenurut Strang maloklusi yaitu suatu penyimpangan gigi-gigi dari

oklusi normal. Sedangkan menurut Dewey tidak jauh berdeba, maloklusi yaitu penyimpangan dari oklusi normal yang mengganggu fungsi yang sempurna dari gigi-gigi. (Sulandjari, JCP.H, 2008)

C. Klasifikasi MaloklusiDr. EH Angle membagi hubungan antara gigi-gigi rahang atas dan

rahang bawah menjadi 3 kelompok, yaitu : Klas I ,Klas II, dan Klas III. Lisher juga membagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Netroklusi (= klas I Angle), Distoklusi (= klas II Angle), dan Mesioklusi (= klas III Angle).1. Netroklusi (Klas I Angle), yaitu hubungan antara gigi-gigi rahang bawah

terhadap gigi-gigi rahang atas di mana cusp mesiobukal molar satu permanen atas berkontak dengan mesiobukal groove molar satu permanen bawah, cusp mesiopalatal molar satu atas terletak di central fossa molar satu bawah, cusp distobukal molar satu atas terletak diantara embrassure molar satu dan molar dua bawah dan caninus rahang atas terletak interlock pada caninus dan premolar satu rahang bawah.Dr.Martin Dewey membagi klasifikasi angle kelas I menjadi 5 tipe menurut, yaitu:a. Tipe 1: Gigi2 insisiv ber-jejal2 dan gigi caninus sering terletak di labial. b. Tipe 2: Protrusi atau labioversi dan insisiv atas. c. Tipe 3: Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas lebih ke arah lingual

terhadap gigi insisiv bawah. (cross bite gigi depan/anterior cross bite).d. Tipe 4: Cross bite pada gigi2 molar atau premolar (posterior cross bite)e. Tipe 5: Mesial drifting karena tanggalnya gigi depannya. (Sulandjari,

JCP.H, 2008)

Page 4: laporan pbl

Gambar 1.1 Klasifikasi Angle kelas I

2. Distoklusi (Klas II Angle), yaitu hubungan antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana lekuk mesiobukal molar satu permanen bawah berada lebih ke distal dari tonjol mesiobuka l molar satu permanen atas. Kelas II maloklusi Angle dibagi menjadi:a. Divisi 1: distoklusi bilateral dengan protrusi pada insisivus atas. Dapat

pula terjadi subdivisi yaitu distoklusi divisi 1 unilateral atau hanya terkena pada satu sisi saja.

b. Divisi 2: distoklusi bilateral dengan insisivus atas retrusi atau steep bite. Dapat pula terjadi subdivisi yaitu distoklusi divisi 2 unilateral atau hanya terkena pada satu sisi saja.

3. Mesioklusi Klas III Angle), yaitu hubungan antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana lekuk mesiobukal molar satu permanen bawah berada lebih ke mesial dari tonjol mesiobuka l molar satu permanen atas. Maloklusi kelas III dapat terjadi bilateral ataupun unilateral.Maloklusi kelas III dibagi menjadi:a. Tipe 1: hubungan incisovusnya edge to edge. b. Tipe 2: insisivus atas menumpang pada insisivus bawah, seperti

hubungan yang normal dan insisivus bawah agak berjejal.c. Tipe 3: Insisiv atas linguoversi atau cross bite. (Iman, Prihandini,

2008)D. Garis Oklusi

Garis oklusi adalah garis imajiner dari lengkung gigi yang mulus, tidak terputus dan simetris. Garis ditarik dari gigi molar pertama kanan ke kiri. Garis lengkung gigi atas ditarik dari fossa sentral gigi molar dan sepertiga incisal dari insisivus dan garis lengkung gigi bawah ditarik dari cusp bukal molar dan tepi insisivus.

Page 5: laporan pbl

E. Cara DiagnosaMenurut Schwarz diagnosis ortodontik dibagi menjadi :

1. Diagnosis Biogenetik (Biogenetic diagnosis), yaitu diagnosis terhadap kelainan oklusi gigi-geligi (maloklusi) berdasarkan atas faktor-faktor genetik atau sifat-sifat yang diturunkan (herediter) dari orang tua terhadap anak-anaknya. Misalnya : Orang tua yang mempunyai dagu maju atau prognatik dengan maloklusi Klas III Angle tipe skeletal (oleh karena faktor keturunan) cenderung akan mempunyai anak-anak prognatik dengan ciri-ciri yang khas atau dengan kemiripan yang sangat tinggi dengan keadaan orang tuanya.

2. Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric diagnosis), yaitu diagnosis mengenai oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala), misalnya: maloklusi klas II Angle tipe skeletal ditandai oleh relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II (distoklusi) yang disebabkan oleh karena posisi rahang atas lebih ke anterior atau rahang bawah lebih ke posterior dalam hubungannya terhadap basis kranium. Pada sefalogram dengan analisis sefalometrik Steiner (1953) hasil pengukuran sudut ANB > 2 (standar normal 2)Titik A : titik sub spinale yaitu titik terdepan basis alveolaris maksilaTitik N/Na : titik Nasion yaitu titik terdepan sutura frontonasalisTitik B : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis alveolaris mandibularis

3. Diagnosis Gigi geligi (Dental diagnosis ), yaitu diagnosis yang ditetapkan berdasarkan atas hubungan gigi-geligi hasil pemeriksaan secara klinis atau intra oral atau pemeriksaan pada model studi. (Iman, Prihandini, 2008)Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil

pemeriksaan secara sistematis, Data diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat menetapkan diagnosis adalah data pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi, sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi :1. Kriteria Dignostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)

a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)b. Pemeriksaan atau Analisis klinis :

1) Umum atau general : Jasmani, Mental 2) Khusus atau lokal : Intra oral, Extra oral

c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:

Page 6: laporan pbl

1) Lebar mesiodistal gigi-gigi2) Lebar lengkung gigi3) Panjang atau Tinggi lengkung gigi4) Panjang perimeter lengkung gigi

d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis): Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi:1) Tipe profil2) Bentuk muka3) Bentuk kepala

e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):1) Foto periapikal2) Panoramik3) Bite wingBila dianggap perlu bisa dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan

tambahan yang disebut sebagai :2. Kriteria Diganostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)

a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):1) Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil2) Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial

b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahui abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.

c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan.

d. Pemeriksaan Laboratorium : Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dan lain-lain. (Iman, Prihandini, 2008)

F. Etiologi MaloklusiEtiologi maloklusi dapat dibagi menjadi dua faktor yang mempengaruhi,

yaitu:1. Faktor Ekstrinsik

a. Keturunan (hereditair)

Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai banyak maloklusi

b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial diostosis, cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.

Page 7: laporan pbl

Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip, celah langit-langit (cleft palate).1) Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga

tidak dapat tegak mengkibatkan asimetri muka.2) Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula

baik sebagian atau seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti dengan terlambatnya penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan rahang bawah protrusi.

3) Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot yang disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai akibat kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada otot-otot pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi tidak normal.

4) Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan terjadinya kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan

c. Pengaruh lingkungan1) Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal

dan sebagainya.2) Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan

sebagainya.d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit

1) Gangguan keseimbangan endokrin, misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan kritinisme dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi tetap

2) Gangguan metabolism3) Penyakit infeksi

e. Kekurangan nutrisi atau gisi, misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-beri (kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.

f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.1) Cara menetek yang salah2) Mengigit jari atau ibu jari3) Menekan atau mengigit lidah4) Mengigit bibir atau kuku5) Cara penelanan yang salah6) Kelainan bicara

Page 8: laporan pbl

7) Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)8) Pembesaran tonsil dan adenoid9) Psikkogeniktik dan bruksisem

g. Posture tubuhh. Trauma dan kecelakaan. (Iman, Prihandini, 2008)

2. Faktor Intrinsik :a. Kelainan jumlah gigib. Kelainan ukuran gigic. Kelainan bentukd. Kelainan frenulum labiie. Prematur losf. Prolong retensig. Kelambatan tumbuh gigi tetaph. Kelainan jalannya erupsi gigii. Ankilosisj. Karies gigik. Restorasi gigi yang tidak baik (Iman, Prihandini, 2008)

G. Malrelasi dan Malposisi Pada Kasus serta etiologi pada kasusMalrelasi yang terjadi pada kasus adalah adnya deep bite pada gigi 11

dan 21 terhadap gigi 41, 42, 31, 32. Selain itu terdapat open bite pada gigi 12 terhadap gigi 43 dan 42. Malposisi yang terjadi pada kasus adalah:1. Gigi 13 : distolabiotorsoversi2. Gigi 12 : labioversi3. Gigi 11 : palatoversi4. Gigi 21 : palatoversi5. Gigi 22 : distolabiotorsiversi6. Gigi 23 : labioversi7. Gigi 25 : palatoversi8. Gigi 31 : linguoversi9. Gigi 41 : linguoversi10. Gigi 43: labioversi11. Gigi 44 : linguoversi

Etiologi maloklusi pada kasus adalah sebagai berikut:1. Gigi 12 mengalami labioversi diperkirakan penyebabnya karena

persistensi pada gigi 52 sehingga gigi 12 tumbuh lebih ke labial.2. Gigi 11 dan 21 mengalai palatoversi diperkirakan penyebabnya karena

kebiasaan menghisap bibir atau bias pula karena tonus otot bibir yang terlalu besar.

Page 9: laporan pbl

3. Gigi 22 mengalami distolabiotorsoversi diperkirakan penyebabnya karena tumbuhnya gigi 23 sehingga mendesak distal gigi 22 lebih ke labial.

4. Gigi 23 mengalami labioversi diperkirakan penyebabnya karena adanya premature loss gigi desidui premolar satu dan premolar dua sehingga ruanganannya berkurang untuk tumbuhnya gigi permanen.

Maloklusi kelas II divisi 2 yang terjadi pada kasus diperkirakan penyebabnya karena adanya mesial drifting akibat premature loss pada gigi desidui sehingga cusp mesiobukan molar pertama atas lebih ke distal.

H. Pemeriksaan Ekstra Oral dan Foto Wajah1. Pemeriksaa Ekstra Oral

a. Bentuk kepala : digolongkan menjadi brachicephalic atau bentuk kepala lebar dan pendek, mesocephalic atau bentuk kepala sedang dan dolicochepalic atau bentuk kepala panjang dan sempit. Klasifikasi indeks kepala menurut Sukadana (1976) : Dolicochepali 70,0 – 74,9Mesochepali 75,0 – 79,9Brachicephali 80,0 – 84,9Pengelompokan bentuk kepala berdasarkan indeks kepala dengan jalan pengukuran lebar kepala dan panjang kepala (Martin, 1954 cit. Salzmann, 1966 : Olivier, 1971 : Sukadana, 1976), dengan rumus : Indeks kepala = Lebar kepala maksimum x 100

Panjang kepala maksimum(Sulandjari, JCP.H, 2008)

b. Foto WajahAnalisis terhadap muka dan profil pasien dapat dilakukan langsung pada pasien dalam pemeriksaan klinis. Tetapi untuk tujuan dokumentasi mengenai keadaan wajah pasien diperlukan juga foto wajah perlu disertakan pada laporan status pasien. Analisis foto muka pasien dilakukan untuk mendiagnosis adanya abnormalitas mengenai bentuk profil dan tipe muka pasien: 1) Tipe profil : cembung, lurus, cekung.2) Bentuk muka: Brahifasial, Mesofasial, Oligofasial.3) Bentuk kepala: Brahisefali, Mesosefali, Oligosefali Foto profil wajah diambil dari sisi depan dengan mulut tertutup, sisi depan dengan mulut tersenyum dan sisi lateral kanan atau kiri. Foto diambil dari sisi depan dengan bibir tertutup dilakukan untuk melihat kesimetrisan wajah, dan kompeten atau tidaknya bibir pasien. Foto diambil dari sisi depan dengan tersenyum juga bertujuan untuk melihat kesimetrisan wajah kemudian dari sisi lateral kanan atau kiri untuk

Page 10: laporan pbl

melihat profil muka pasien. Biasanya foto tampak samping diambil dari sisi kanan karena bertujuan untuk pembanding dengan sefalometri dan dapat membantu menunjukan jaringan lunak pasien apabila pada sefalometri kurang jelas, namun dapat pula diambil dari sisi kiri apabila terdapat kestidaksimetrisan dari wwajah pasien.Dari foto profil muka dilakukan pengukuran dengan memakai garis tegak lurus bidang FHP melalui titik Glabela (G) sebagai referensi, posisi maksila (titik Subnasale atau Sn) dan mandibula (titik Pogonion atau Pog) ditetapkan terhadap garis referensi G FHP:1) Maksila normal : titik Sn berjarak 6 + 3 mm, protrusif >9 mm,

retrusif < 3 mm2) Mandibula normal : titik Pog.berjarak 0 + 4 mm, proturusif > 4

mm, retrusif < 0 mm atau negatif. (Iman, Prihandini, 2008)I. Fungsi Sefalometri dan Foto Radiografi

1. SefalometriFoto sefalometri dapat diambil dengan tehnik :

a. Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profilb. Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasialAnalisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan, fungsi dari foto sefalometri adalah untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:a. Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasialb. Tipe muka atau fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunakc. Posisi gigi-gigi terhadap rahangd. Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis cranium.

(Iman, Prihandini, 2008)2. Foto Radiografi

Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang keadaan jaringan dentoskeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung secara klinis, seperti:a. Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tida ada, apakah karena

telah dicabut, impaksi atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap permukaan rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu erupsi, untuk membandingkan ruang yang ada dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi

b. Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu Ro foto, untuk menentukan urutan erupsi gigi, dan lain-lain.

Page 11: laporan pbl

c. Bite wing : Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal. (Iman, Prihandini, 2008)

J. Pengertian TracingTracing adalah penapakan pada outline dari foto sefalometri dengan

penempatan beberapa titik dan dilakukan pengukuran linear serta angular untuk menganalisa ukuran dan bentuk skeletal. (Foster, TD., 1997)

Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 8x10 inci dipakai untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape (agar dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis. (Iman, Prihandini, 2008)

Page 12: laporan pbl

DAFTAR PUSTAKAFoster, T.D. 1997. Buku Ajar Ortodonsi. Jakarta: EGC.Iman, Prihandini. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

Gigi UGM.Ribeiro, Paulo. RC. 2010. Case Report: Angle Class II, Division 2, malocclusion

with deep overbite. Dental Press J. Orthod. v. 15, no. 1, p: 132-143.Sulandjari, JCP.H. 2008. Buku Ajar Ortodonisa I. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

Gigi UGM.