Laporan PA

download Laporan PA

of 51

Transcript of Laporan PA

BAB I ACUTE APPENDICITIS

1.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

1.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

1

2

1.3 latar belakang Obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. (Ahmad, 2008) 1.4 Epidemiology Survei menunjukkan bahwa sekitar 10% orang di amerika serikat dan negara barat menderita apendisitis dalam suatu saat. Semua usia dapat terkena, tetapi insidensi puncak addalah pada dekade kedua dan ketiga, walaupun puncak kedua yang lebih kecil ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena dari pada perempuan. 1.5 Etiologi Hiperplasia limfonodi sub mukosa dinding apendiks Fekalith Benda asing Tumor (Ahmad, 2008) 1.6 Patogenesis Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman kedinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. (Ahmad, 2008) 1.7 Tanda & gejala Tanda : demam, nyeri tekan pada titik McBurney (1/3 garis dari spina iliaka anterior superior ke umbilikus). Adanya defans dan nyeri lepas menunjukan peradangan peritoneum parietal. Dapat ditemukan nyeri sewaktu hiperekstensi pasif paha (tanda psoas) dan nyeri tekan pada pemeriksaan rektum. Kolik ureter dapat dirangsang oleh apendiks yang terletak disamping ureter kanan. Adanya massa di RIF memberi dugaan terbentuknya abses. Gejala : adanya nyeri dengan ciri dimulai dari periumbilikal dan mengarah ke RIF, setelah peritoneum viseral dan periatal secara berturut-turut terkena. Sering didapatkan mual, muntah dan anoreksia serta konstipasi. Pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang. (Hayes, 1997) 1.8 Pemeriksaan fisik Nyeri tekan Mc. Burney, Rovsing sign, Psoas sign, Obturator sign. (Ahmad, 2008)3

1.9 Pemeriksaan penunjang Lekositosis, lekosit > 10.000 /mm3, Netrofilia. (Ahmad, 2008) Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98%). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Meskipun terdapat beberapa pemeriksaan tambahan seperti diatas yang dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis, namun gejala klinis sangat memegang peranan yang besar. (Gopar, 2009) 1.10 Penatalaksanaan Terapi yang standar adalah pembedahan dini. Pada kasus ringan atau bila pembedahan dikontraindikasikan, perbaikan dapat dicapai dengan pemberian cairan iv dan antibiotik, namun pemantauan yang cermat adanya deteriorisasi atau tandatanda perforasi sangatlah penting. Massa yang terfiksasi menunjukan pembentukan abses akibat perforasi yang dirapatkan kembali dan pengobatan yang tepat adalah pengobatan konservatif dan menunda operasi. Perforasi menyebabkan angka kematian yang bermakna dan resolusi dari abses apendiks mungkin memerlukan waktu beberapa minggu. (Hayes, 1997) 1.11 Prognosis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. (FKUI, 2000)

4

BAB II TUBERKULOSIS

2.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

2.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

5

6

2.3 Epidemiologi Diperkirakan bahwa diseluruh dunia 1,7 milyar orang terinfeksi, dengan 8 hingga 10 juta kasus baru dan 3 juta kematian pertahun. WHO memperkirakan tuberkulosis menyebabkan 6 % dari semua kematian di seluruh dunia, yang menyebabkannya menjadi penyebab tersering kematian akibat infeksi tunggal. Di dunia barat, kematian akibat tuberkulosis memuncak pada tahun 1800 dan secara terus menerus turun sepanjang tahun 1800-an dan 1900-an. Namun, pada tahun 1984 penurunan pada kasus baru berhenti mendadak, suatu perubahan yang terjadi akibat peningkatan insiden tuberkulosis pada pengidap infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Sekitar 80% populasi dinegara asia dan afrika tertentu memperlihatkan hasil tuberkulin yang positif. Sebaliknya, pada tahun 1980, hanya 5 % hingga 10 % populasi AS yang bereaksi positif terhadap tuberkulin, yang mengisyaratkan adanya perbedaan mencolok dalam angka pajanan ke basil tuberkel. Secara umum, 3% hingga 4% orang yang dahulu belum terpajan mengalami tuberkulosis aktif selama tahun pertama setelah konversi tuberkulin, dan tidak lebih dari 15%nya kemudian. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi mengalami penyakit aktif. (adhitama, 1994) 2.4 Ethiologi Tuberklosis itu disebabkan oleh basil atau kuman yang diberi nama mycobacteriumtuberclosis. Memang semua makhluk hidup di muka bumi ini termasuk manusia,binatang tanaman dan juga bakteri diberi nama ilmiah dalam bahasa latin yang sistematis dan telah di akui secara internasional yang disebut binominal nomenkelatur. Basil penyebab tubrklosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan jerman bernama Robert Koch di tahun 1882, lebih dari seratus tahun yang lalu. Basil tuberklosis berukuran sangat kecil tentunya, sebagaimana juga ukuran kuman yang lan, dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjang basil ini hanyalah sekitar satu sampai empat micron dan lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Basil tuberklosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 370C, yang memang kebetulan sesuai dengan suhu tubuh manusia. Untuk berkembang biak basil ini melakukan pembelahan dirinya, dan dari satu basil membelah menjadi dua dibutuhkan waktu 14 sampai 20 jam lamanya. Kalau dilihat struktur kimia tubuhnya ia terdiri dari lemak dan protein. (adhitama, 1994) 2.5 Tanda & gejala Keluhan dan gejala pada penderita tuberklosis paru dapat dibagi menjadi gejala local di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum. Keluhan di paru

7

dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum. Keluhan di parupun akan banyak tergantung pada jaringan paru yang sudah rusak karena tuberkulosis. Keluhan paru yang paling sering dirasakan penderita biasanya memang adalah batuk yang berdahak. Keluhan ini biasanya berlangsung beberapa minggu. Karena itu banyak Negara termasuk Indonesia, yang menganjurkan warganya supaya segera memeriksakan dahaknya karena kemungkinan tuberklosis bila seorang batuk berdahak, batuk darah memang cukup sering dijumpai pada penderita Tuberklosis paru. Batuk berdahak timbul karena ada peradangan tuberklosis pada saluran nafas. Karena peradangan maka timullah penumpukan cairan/dahak di saluran napas dan paru. Banyaknya penumpukan dahak di paru ini akan menyebabkan penderitanya mengalami reflex batuk untuk mengeluarkan dahak itu. Batuk pada

dasarnyamemang suatu reflex tubuh kita untuk mengeluarkan sesuatu benda dari dalam saluran napas di paru kita. Sementara itu, proses tuberklosis dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di dalam paru sehingga terkumpulnya darah di dalam saluran napas, yang kemudian akan dibatukkan penderitanya menjadi batuk darah. Batuk darah ini dapat hanya sedikit saja, berupa bercak merah bercampur dahak. Selain batuk, penderita juga kadang kadang mengeluh nyeri dada. Kadang kadang nyeri ini bertambah bila orang batuk. Sesak nafas juga dapat terjadi, khususnya bila kerusakan paru yang terjadi telah cukup luas. Sesak napas juga dapat terjadi bila yubreklosisnya telah menyerang selaput paru dan menimbulkan penimbunan cairan di dalam rongga dada yang menekan paru sehingga parunya susah bergerak danpenderitanya sesak napas.Cairan yang timbul ini biasanya berwarna kuning jernih, dan jumlahnyandapat sampai beberapa liter banyaknya. (adhitama, 1994) 2.6 Pemeriksaan fisik & penunjang Untuk mengetahui adanya tuberklosis, dokter biasanya berpegang pada tiga patokan utama. Pertama, hasil wawancara tentang keluhan pasien dan hasil pemeriksaan yang dilakukannya pada pasien itu. Kedua, hasil pemeriksaan laboratorium untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan/atau basil tuberklosis secara pembiakan/kultur. Ketiga, gambaran paru orang yang diperiksanya. Selain ketiga patokan utama ini kadang juga dokter juga mengumpulkan data tambahan dari hasil pemeriksaan darah dan pemeriksaan tambahan yang lain. Pemeriksaan lainnya berupa pemeriksaan lab.Mikrobiologi dan foto rontgen. (adhitama, 1994) 2.7 Penatalaksanaan Pengobatan tuberklosis diberikan dalam bentuk sunyikan streptomisin ditambah obat INH dan obat-obatan lainnya. Pengobatan dengan cara ini memakan waktu sekitar satu sampai seratus kali. Belakangan dengan ditemukannya rifampisin

8

di sekitar 1967 maka mulailah era baru dalam pemberian obat anti tuberklosis yeng disebut pengobatan jangka pendek. Penderita biasanya mendapat rifampisin, dan INH, di tambah degan pbat lain seperti pirazinamid dan etambutol, tanpa perlu suntikan sama sekali. Pengobatan ini hanya memerlukan waktu enam bulan saja dan punya hasil penyembuhan yang lebih baik dari pengobatan dengan cara suntikan seratus kali. Kini, pengobatan jangka pendek ini digunakan secara luas diseluruh dunia. (adhitama, 1994) 2.8 Prognosis Pada dasarnya penelitian berbagai obat anti tuberklosis masih dikembangkan para ahli dari berbagai segi tuberklosis ,masih dikembangkan para ahli dari berbagai segi dan sampai saat ini memang belum ada hasil yang definitive. Tuberklosis cukup dapat ditangani dengan cara berobat jalan saja. Asal dengan obat dikonsumsi setiap hari maka TBC dapat diobati. (adhitama, 1994)

9

BAB III CHOLESTEROL-ESTER GRANULOMA

3.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

3.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

10

11

3.3 latar belakang Aterosklerosis merupakan penyakit yang melibatkan aorta,cabang-cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian ekskrimitas,otak,jantung dan organ dalam utama. Penyakit ini multifocal,dan lesi unit atau ateroma (juga dinamakan bercak aterosklerosis) terdiri dari massa massa bahan lemak dengan jaringan ikat fibrosa. (price, 2006) 3.4 Epidemiologi Penyakit kardiovaskuler menjadi masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. Di samping itu, sebagai penyebab kematian utama di dunia sampai tahun 2020, termasuk juga penyakit jantung koroner dan pembuntuan pembuluh darah otak yang diantaranya disebabkan oleh aterosklerosis.(sarbini, 2007) 3.5 Etiologi Pada autopsy yang dilakukan pada orang dewasa muda yang meninggal akibat trauma sering menunjukkan adanya lesi aterosklerosis. Endapan lemak paling dini dapat terlihat pada ank-anak kecil dan cenderung bertambah seiring pertambahan usia. Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma dipengaruhi oleh berbagai factor. Factor genetic penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi dalam keluarga.n seseorang dengan kadar kolestrol serum yang tinggi dan pada penderita diabetes mellitus akan lebih mudah mendapatkan aterosklerosis. Tekanan darah merupakan factor penting bagi insiden dan beratnya aterosklerosis. Pada umumnya penderita hypertensi akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah,walaupun dalam batas normal. Aterosklerosis tidak terlihat pada arteria pulmonalis (biasanya bertekanan rendah),kecuali jika tekanannya meningkat secara abnormal,keadaan ini dinamakan hipertensi pulmonal. Factor resiko lain didalam perkembangan aterosklerosis adalah merokok. Merokok merupakan factor lingkungan utama yang menyebabkan aterosklerosis semakin memburuk. (price, 2006) 3.6 Pathogenesis Pathogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses infeksi yang kompleks dan hingga saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons komponen didnding pembuluh darah dengan pengaruh unik dengan berbagai stressor (sebagian diketahui sebagai factor resiko) yang terutama dipertimbangkan. Teori pathogenesis yang mencakup konsep ini adalah hipotesis respons terhadap cedera dengan beberapa bentuk cedera tunika intima yang mengawali inflamasi kronis dinding. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam hidup

12

keseharian.diantaranya adalah factor-faktor hemodinamik, hipertensi,hiperlipidemia, serta derivate merokok dan toksin (misalnya hemosistein atau LDL-C teroksidasi). Agen infeksis juga bisa menyebabkan cedera. Dari semua agen ini efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolestromia dianggap merupakan factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Kepentingan teori pathogenesis respons terhadap cedera adalah cedera endotel kronis yang menyebabkan respons inflamasi kronis dinding arteri dan timbulnya aterosklerosis. Berbagai kadar stress yang berkaitan dengan turbulensi sirkulasi normal dan menguatnya hipertensi diyakini menyebabkan daerah fokal disfungsi endotel. Misalnya ostia pembuluh darah,titik percabangan,dan dinding posterior aorta abdominalis dan aorta desendes telah diketahui sebagai tempat utama berkembangnya plak ateroskleroma. (price, 2006) 3.7 tanda dan gejala Tanda dan gejala aterosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat. Pertama, gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat, ketika arteri tidak dapat menyuplai cukup oksigen dan nutrisi kepada otot. Gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita aterosklerosis ringan dapat mengalami gejala infark miokard dan pasien yang menderita aterosklerosis tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada perbedaan gejala-gejala klinis antara aterosklerosis yang ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis dapat menjadi kronik dengan menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun merupakan sebuah penyakit sistemik yang menglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk masing-masing penderita. Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yangterjadi akibat aterosklerosis : Adanya penyempitan diameter pembuluh darahakibat penumpukan jaringan fibrous (plaque) yang makin lama makin besar.Penyempitan dapat mencapai hingga nilai 50-70% dari diameter pembuluh awal. Halini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang membutuhkan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. 3.8 Pemeriksaan fisik dan penunjang Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik,besar jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi ventrikel kiri.terdapat alongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tandatanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.

13

Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah Ht serta ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorim urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal. Pada EKG tampak tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain. Elektrokardiografi dapatmendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup dini kelainan anatomic dan fungsional. Jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelainan EKG dan radiologi. (FKUI, 2000) 3.9 Penatalaksanaan pengobatan ditunjukkan untuk menurunkan tekanan darah menjadi

normal,mengobati payah jantungkarena hipertensi,mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular dan menurunkan factor resiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin. Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis,yaitu menurunkan isi cairan intravascular dan Na darah dengan diuretic,menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergic dengan obat dan golongan antisimpatis dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator. (FKUI, 2000) 3.10 Prognosis Deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrosa menjadi ateroma yang dapat mengalami perdarahan,ulserasi,kalsifikasi,atau thrombosis,dan

menyebabkan infark miokardium. Aterosklerosis dapat mempengaruhi arteri manapun dalam tubuh, termasuk pembuluh darah di jantung, otak, tangan, kaki, dan panggul dan sebagai hasilnya, penyakit yang berbeda dapat mengembangkan berdasarkan yang arteri yang terkena, seperti penyakit arteri koroner, penyakit arteri karotis dan perifer penyakit arteri. Penyakit arteri koroner (CAD) atau penyakit jantung terjadi ketika plak terbentuk di arteri koroner yang memasok darah kaya oksigen ke jantung - ketika aliran darah ke jantung berkurang atau diblokir, bisa menyebabkan nyeri dada dan serangan jantung - CAD adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat gejala CAD adalah sesak napas dan aritmia (detak jantung tidak teratur). Angina adalah nyeri dada atau ketidaknyamanan yang terjadi ketika otot jantung tidak mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen dan mungkin merasa seperti tekanan atau nyeri meremas di dada dan juga di bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung - nyeri cenderung memburuk dengan aktivitas dan pergi ketika beristirahat - stres emosional juga dapat dapat memicu rasa sakit.

14

Penyakit arteri karotid terjadi ketika plak terbentuk di arteri karotid yang memasok darah kaya oksigen ke otak - ketika aliran darah ke otak berkurang atau diblokir, bisa menyebabkan stroke - gejala termasuk mati rasa tiba-tiba, kelemahan, dan pusing. Penyakit arteri perifer (PAD) terjadi ketika plak terbentuk di arteri utama yang memasok darah kaya oksigen ke kaki, lengan, dan panggul - ketika aliran darah ke bagian-bagian tubuh berkurang atau diblokir, dapat menyebabkan mati rasa, rasa sakit, dan infeksi kadang-kadang berbahaya. Namun, beberapa orang dengan aterosklerosis tidak memiliki tanda-tanda atau gejala dan tidak dapat didiagnosis sampai setelah serangan jantung atau stroke.

15

BAB IV LEPROSY4.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

4.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

16

17

4.3 latar belakang Leprosy adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, berbentuk batang basil leprae. Leprosy dapat dianggap 2 penyakit Koneksi yang terutama mempengaruhi permukaan jaringan, terutama kulit dan saraf perifer. Awalnya, infeksi mikobakteri menyebabkan beragam respon imun selular. Peristiwa ini kemudian menimbulkan kekebalan tahap kedua dari penyakit ini, neuropati perifer dengan potensi konsekuensi jangka panjang. (darvin, 2011) 4.4 Epidemiology Menurut data WHO, prevalensi terdaftar global kusta pada awal tahun 2005 adalah 286.063 kasus. Global tingkat deteksi tahunan telah menurun dari 2001 sampai 2004, ketika 763.262 dan 407.791 kasus baru dilaporkan, masing-masing. Kusta masih dianggap masalah kesehatan masyarakat di 9 negara: Angola, Brasil, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, India, Madagaskar, Mozambik, Nepal, dan Republik Tanzania. Negara-negara ini mencapai 84% kasus yang dilaporkan. Selanjutnya, lebih dari 94% dari kasus baru kusta di Amerika Latin dilaporkan di Brasil. Kusta jarang fatal, dan konsekuensi utama infeksi adalah saraf dan gejala sisa gangguan melemahkan. Menurut sebuah penelitian, 33-56% dari pasien yang baru didiagnosis sudah ditampilkan tanda-tanda fungsi saraf terganggu. Menurut perkiraan, 3 juta orang yang telah menyelesaikan terapi multidrug untuk kusta telah menderita cacat akibat kerusakan saraf. Meskipun kedua kusta lepromatosa dan kusta tuberkuloid melibatkan kulit dan saraf perifer, kusta tuberkuloid memiliki lebih manifestasi parah. Hasil keterlibatan saraf pada hilangnya fungsi sensorik dan motorik, yang dapat menyebabkan sering trauma dan amputasi. Di seluruh dunia, kusta dianggap sebagai penyebab paling umum melumpuhkan tangan, yang disebabkan oleh keterlibatan ulnaris saraf. Keterlibatan saraf peroneal dapat menyebabkan drop kaki, keterlibatan saraf tibialis posterior, dan jari kaki bercakar. Kusta umumnya lebih umum pada laki-laki daripada perempuan, dengan rasio pria-perempuan 1,5:1. Di beberapa daerah di Afrika, prevalensi kusta di antara wanita adalah sama atau lebih besar dari itu pada laki-laki. Kusta dapat terjadi pada semua usia, tetapi, di negara berkembang, insidensi spesifik umur puncak kusta pada anak lebih muda dari 10 tahun, yang jumlahnya 20% dari kusta kasus. Kusta adalah sangat jarang pada bayi, namun mereka berada pada risiko yang relatif tinggi tertular kusta dari ibu, terutama dalam kasus kusta lepromatosa atau kusta mid border line.(darvin, 2011)

18

4.5 Etiology Mycobacterium leprae adalah agen penyebab berhubungan dengan kusta, yang telah diakui sebagai penyakit menular untuk ribuan tahun 2 terakhir. M leprae ditemukan sebagai agen penyebab pada tahun 1873. Cepat asam, basil gram positif adalah organisme intraseluler obligat dengan kecenderungan untuk sel Schwann dan makrofag. M leprae belum berhasil ditumbuhkan dengan media buatan. Rute penularan belum definitif didirikan, meskipun manusia ke manusia aerosol penyebaran sekresi hidung dianggap modus yang paling mungkin penularan dalam banyak kasus. Kusta tidak menyebar melalui sentuhan, karena mikobakteri tidak mampu melintasi kulit utuh. Tinggal di dekat penderita kusta dikaitkan dengan transmisi meningkat. Di antara kontak rumah tangga, risiko relatif untuk kusta meningkat 8 - sampai 10 kali lipat dalam multibasiler dan 2 - 4 kali lipat dalam bentuk paucibacillary. (darvin, 2011) 4.6 Patogenesis Penyakit ini progresif lambat yang menyebabkan efek serius oleh kerusakan saraf perifer masih tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Infeksi tersebut diperoleh dengan kedekatan, kontak yang lama dan karena Mycobacterium leprae, asam tipis dan alkohol-cepat bacillus. penyakit ini menyajikan dalam dua bentuk ekstrim dan kontras dengan kasus tipe menengah. (robin, 2005) 4.7 Tanda dan Gejala Patch kulit tanpa rasa sakit disertai hilangnya sensasi tapi tidak gatal (Hilangnya sensasi adalah fitur kusta tuberkuloid, tidak seperti kusta lepromatosa, dimana sensasi yang diawetkan.) Patch mati rasa kronis terlihat dalam mage di bawah ini. Hilangnya sensasi atau parestesia dimana saraf perifer terkena didistribusikan

Kehilangan dan kelemahan otot Kaki runtuh atau mencakar tangan (mungkin akibat dari rasa sakit neuritik dan kerusakan saraf perifer yang cepat

Ulserasi pada tangan atau kaki (ulkus di kepala metatarsal terlihat dalam gambar di bawah)

Lagophthalmos, iridocyclitis, ulserasi kornea, dan / atau katarak sekunder akibat kerusakan saraf dan kulit bacillary langsung atau invasi mata.

Gejala pada reaksi

Tipe 1 (pembalikan) - onset mendadak kemerahan kulit dan lesi baru Tipe 2 (eritema nodosum leprosum [ENL]; seperti yang terlihat pada gambar di bawah) - Banyak nodul kulit, demam, kemerahan mata, nyeri otot, dan nyeri sendi.

19

Perjalanan: Kusta harus dipertimbangkan dalam setiap orang yang telah tinggal di daerah tropis atau yang telah melakukan perjalanan untuk jangka waktu ke daerah-daerah endemik.

Pemajanan: Masa inkubasi kusta yang panjang, mulai dari beberapa bulan sampai 20-50 tahun. Waktu inkubasi rata-rata diperkirakan 10 tahun untuk kusta lepromatosa dan 4 tahun untuk kusta tuberkuloid. Lambat Waktu organisme membagi (sekali setiap 2 minggu) memberikan kontribusi untuk tantangan epidemiologis menghubungkan eksposur terhadap perkembangan penyakit.

Karena alasan imunologi, hanya sekitar% dari populasi 5-10 diperkirakan rentan terhadap infeksi. (darvin, 2011)

4.8 Laboratorium Studi Penelitian laboratorium meliputi:

Biopsi kulit, pap hidung, atau keduanya digunakan untuk menilai untuk asamcepat basil menggunakan Fite noda. Biopsi harus ketebalan kulit penuh diambil dari tepi lesi yang muncul paling aktif.

Tes serologi dapat digunakan untuk mendeteksi fenolik glikolipid-1 (khusus untuk M leprae) dan lipoarabinomannan (sering terlihat di mikobakteri).

Probe molekuler mendeteksi 40-50% dari kasus yang hilang pada evaluasi histologis sebelumnya. Sejak probe membutuhkan jumlah minimum bahan genetik (yaitu, 104

salinan DNA), mereka bisa gagal untuk mengidentifikasi

kusta paucibacillary. (darvin, 2011) 4.9 Penatalaksanaan Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk memberantas infeksi, untuk mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi morbiditas. Rencana terapi multidrug direkomendasikan oleh WHO dapat digunakan untuk merencanakan terapi yang berdasarkan pada jenis kusta (paucibacillary atau multibasiler) dan apakah itu diawasi bulanan atau self-administered harian. Antimycobacterial Agen, Agen ini memiliki aktivitas bakterisidal dan bakteriostatik terhadap mikobakteri. Dapson (Avlosulfon), Bakterisida dan bakteriostatik terhadap mikobakteri; mekanisme tindakan adalah mirip dengan sulfonamid, di mana antagonis kompetitif PABA mencegah pembentukan asam folat, menghambat pertumbuhan bakteri. Bagian dari rejimen 2-obat untuk pengobatan kusta paucibacillary; bagian dari rejimen 3-obat untuk pengobatan kusta multibasiler. Rifampisin (Rifadin, Rimactane), Untuk digunakan dalam kombinasi dengan setidaknya 1 obat antituberkulosis lainnya; menghambat DNA-dependent polimerase bakteri tetapi tidak mamalia RNA. Kebanyakan obat yang digunakan bakterisida terhadap M

20

leprae. Resistansi silang dapat terjadi. Perlakukan selama 6-9 bulan atau sampai 6 bulan telah berlalu dari konversi dahak-budaya negatif. Bagian dari 2-obat regimen untuk pengobatan kusta paucibacillary; bagian dari 3-obat regimen untuk pengobatan kusta multibasiler. Clofazimine (Lamprene) Menghambat pertumbuhan mikobakteri, mengikat preferentially DNA mikobakteri. Memiliki sifat antimikroba, tetapi mekanisme aksi tidak diketahui. Bagian dari 3-obat regimen untuk pengobatan kusta multibasiler. Minocycline Digunakan untuk mengobati lepra pada pasien yang tidak dapat mentoleransi clofazimine. 4.10 Prognosis Pemulihan dari penurunan neurologis adalah terbatas, tetapi lesi kulit umumnya jelas dalam tahun pertama terapi. Perubahan warna dan kerusakan kulit biasanya bertahan. Terapi fisik, bedah rekonstruksi, saraf dan transplantasi tendon, dan bedah pelepasan kontraktur memiliki kontribusi untuk meningkatkan kemampuan fungsional pada pasien dengan kusta. Sebuah deformitas sisa umum adalah kaki tidak sensitif, seperti yang terlihat pada orang dengan diabetes. (darvin, 2011)

21

BAB V MOLLUSKUM KONTAGIOSUM5.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

5.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

22

23

5.3 Latar Belakang Molluskum Kontagiosum merupakan infeksi virus poks yang menimbulkan papula berumbilikasi, yang umumnya hilang secara spontan setelah berbulan-bulan.(Hayes, 1997)

5.4 Epidemiologi Moluskum kontagiosum virus (MCV) dapat ditemukan di seluruh dunia dengan distribusi yang tinggi di daerah tropis. Penyakit ini endemik dengan insiden yang lebih tinggi dalam lembaga-lembaga dan komunitas di mana kepadatan penduduk, kebersihan yang buruk, dan kemiskinan mempotensiasi penyebarannya selama 30 tahun terakhir. Insiden telah meningkat, terutama sebagai penyakit menular seksual, dan sangat merajalela sebagai akibat dari immunodeficiency virus bersamaan manusia (HIV) . Insiden di seluruh dunia diperkirakan antara 2% dan 8%. Kurang dari 5% dari anak-anak di Amerika Serikat diyakini terinfeksi. (Hanson dkk, 2003) 5.5 Etiologi Moluskum kontagiosum, letusan kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus Molluscipox, pertama kali dijelaskan dan kemudian ditegaskan namanya oleh Bateman pada awal abad kesembilan belas pada 1841. Henderson dan Paterson menggambarkan badan inklusi intrasitoplasma sekarang dikenal sebagai moluskum atau tubuh Henderson-Paterson. Pada awal abad kedua puluh., Juliusberg, Wile, dan Kingery mampu mengekstrak virus filterable dari lesi dan petunjuk

transmisibilitas.Goodpasture kemudian dijelaskan kesamaan dari moluskum dan vaccinia. Meskipun umumnya dianggap hanya menginfeksi manusia, kasus laporan dari virus terjadi pada hewan lain telah dipublikasikan. (Hanson dkk, 2003) 5.6 Pathogenesis Penyakit ini menular terutama melalui kontak kulit langsung dengan individu yang terinfeksi. Fomites telah diusulkan sebagai sumber infeksi, dengan moluskum kontagiosum dilaporkan diperoleh dari handuk mandi, alat tato, dan di salon kecantikan dan mandi Turki. Waktu inkubasi rata-rata adalah antara 2 dan 7 minggu dengan kisaran memperluas keluar sampai 6 bulan. Infeksi virus ini menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari epidermis. Core virus gratis telah ditemukan di seluruh lapisan epidermis. Pabrik virus yang disebut berada di lapisan Malphigi sel dan granular. Mayat moluskum mengandung sejumlah besar virion dewasa. Ini terkandung intrasel dalam struktur saclike kolagen lemak kaya yang diduga untuk mencegah pengakuan imunologi oleh tuan ruma. Pecahnya dan debit dari virusdikemas sel menular terjadi di tengah lesi. MCV menginduksi tumor jinak bukan lesi cacar biasa nekrotik terkait dengan poxvirus lain. (Hanson dkk, 2003)

24

5.7 Penatalaksanaan Moluskum cantagiosum adalah penyakit self-terbatas, yang, tidak diobati, pada akhirnya akan menyelesaikan pada host imunokompeten tetapi mungkin berlarut-larut pada individu atopik dan immunocompromised. Beberapa pasien memilih dan menggaruk pada lesi, kebiasaan yang dapat menyebabkan jaringan parut. Selain itu, beberapa sekolah dan pusat penitipan anak tidak akan mengakui anak-anak dengan papula moluskum terlihat. Ketika pasien mencari bantuan medis dan keinginan untuk membersihkan diri dari papula, ada beberapa cara pemusnah terapi untuk membantu resolusi kecepatan. Keputusan apakah pengobatan diperlukan tergantung pada kebutuhan pasien, perlawanan dari penyakit mereka, dan kemungkinan perawatan untuk meninggalkan perubahan pigmen atau jaringan parut. Sebagian besar perawatan umum terdiri dari berbagai cara untuk melukai lesi. Pengobatan antivirus dan kekebalan-modulasi baru saja ditambahkan ke pilihan. Berikut ini adalah ringkasan singkat dari beberapa perawatan lebih umum. Pengeluaran isi, Metode yang mudah untuk menghilangkan lesi ini eviscerating inti dengan alat seperti pick, gigi pisau bedah yang tajam, ujung slide gelas, atau instrumen lain mampu menghilangkan inti umbilicated. Karena

kesederhanaannya, pasien, orang tua, dan pengasuh bisa diajarkan metode ini sehingga lesi baru bisa diobati di rumah. Metode ini sederhana tetapi tidak dapat ditoleransi oleh anak-anak. Kuretase, adalah metode lain penghapusan. Hal ini dapat digunakan dengan dan tanpa electrodessication cahaya. Metode ini lebih menyakitkan, dan disarankan krim anestesi topikal diterapkan pada lesi sebelum prosedur untuk mengurangi rasa sakit. Metode ini memiliki keuntungan dari memberikan sampel jaringan yang dapat diandalkan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Podoflin dan podofiloks, Suspensi 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat diterapkan seminggu sekali. Pengobatan ini memerlukan beberapa tindakan pencegahan. Ini berisi dua mutagen, kuersetin dan kaempherol. Beberapa efek samping yang terdaftar termasuk kerusakan erosif parah pada kulit normal berdekatan yang dapat menyebabkan jaringan parut dan efek sistemik seperti neuropati perifer, kerusakan ginjal, illeus adinamik, leukopenia, dan trombositopenia, terutama jika digunakan dengan murah hati pada permukaan mukosa. Podofilox merupakan alternatif yang lebih aman untuk podoflin dan dapat digunakan oleh pasien di rumah. Penggunaan yang direkomendasikan biasanya terdiri dari penerapan 0,05 ml podofiloks 5% dalam etanol buffered laktat dua kali sehari selama 3 hari. Agen aktif mutlak dikontraindikasikan pada kehamilan.25

Cantharidin, (larutan 0,9% dari collodian dan aseton) telah digunakan dengan sukses dalam pengobatan MCV. Agen melepuh-merangsang diterapkan hati-hati dan hemat ke kubah lesi dengan atau tanpa oklusi dan didiamkan selama minimal 4 jam sebelum dibersihkan. Cantharidin bisa menyebabkan pelepuhan parah. Perlu diuji pada lesi individual sebelum mengobati sejumlah besar lesi. Ini tidak boleh digunakan pada wajah. Bila ditoleransi, pengobatan ini diulang setiap minggu sampai lesi jelas. Biasanya perawatan 1-3 diperlukan.

Yodium solusi dan plester asam salisilat, Sebuah solusi yodium 10% ditempatkan pada papula molluscum dan, ketika kering, situs ini ditutupi dengan potongan-potongan kecil plester asam salisilat 50% dan tape. Proses ini diulang setiap hari setelah mandi. Setelah lesi menjadi eritematosa dalam 3-7 hari, hanya larutan iodin diterapkan. Resolusi telah dilaporkan dalam rata-rata 26 hari.Maserasi dan erosi dapat hasil.

Tretinion krim 0,1% telah digunakan dalam pengobatan MCV. Hal ini diterapkan dua kali sehari ke lesi. Resolusi dilaporkan oleh hari 11. Eritema jejak pada tempat lesi sebelumnya adalah efek samping mencatat Tretinion krim 0,05% juga telah digunakan dengan sukses dan penurunan iritasi.

Cimetidine oral telah berhasil digunakan pada infeksi yang luas. Para antagonis reseptor histamin 2-merangsang tertunda-jenis hypersensivity. Karena

cimetadine berinteraksi dengan obat sistemik banyak, tinjauan dari obat lain pasien dianjurkan. Imiquimod krim 5% telah digunakan secara topikal untuk mengobati MCV dengan menginduksi tingginya kadar IFN- dan sitokin lain secara lokal. Ini agen imunomodulator poten ditoleransi dengan baik, meskipun aplikasi iritasi situs adalah umum. Hal ini tidak memiliki efek sistemik atau beracun dikenal pada anak-anak. Hal ini diterapkan ke daerah setiap malam selama 4 minggu. Kliring dapat berlangsung hingga 3 bulan. Sidofovir adalah analog nukleosida yang memiliki sifat antiviral yang manjur. Beberapa penelitian kecil dan laporan kasus menggambarkan keberhasilan penggunaan sidofovir dioleskan atau diberikan melalui suntikan intralesi pada beberapa penyakit kulit virally diinduksi krim sidofovir 3% telah berhasil digunakan untuk mengobati MCV dalam studi,. (Hanson dkk, 2003) 5.8 Prognosis Molluscum contagineus merupakan penyakit yang apabila tidak di obati akan sembuh dengan sendirinya. (Hanson dkk, 2003)

26

BAB VI HIDROPIC CHANGE

6.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

6.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

27

28

6.3 latar belakang Definisi kehamilan ektopik adalah kehamilan di atas rongga uterus >90% terjadi di tuba fallopi. (FKUI, 2000) 6.4 Epidemiologi Hal ini menunjukan meskipun kejadian kehamilan ektopik sekarang lebih sering di bandingkan jumlah dahulu, tapi angka kematian lebih dapat di tekan,karena diagnosis ini cepat diketahui dengan berbagai alat bantu diagnosis dan penunjang. Penurunan angka kematian mencapai 90%. (FKUI, 2000) 6.5 Etiologi Etiologi kehamilan etropik ini telah banyak di selidiki, tetapi sebagia besar penyebabnya tidak di ketahui.faktor-faktor yang memegang peran dalam hal ini adalah : 1. Faktor tuba,yaitu salphingitis ,perlekatan tuba, kelainan kongenital tuba, pembedahan sebelumnya ,endometriosis,tumor yang mengubah bentuk tuba dan kehamilan ektopik sebelumnya. 2. 3. 4. 5. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malfarmasi Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembesaran ovarium. Penggunaan hormon eksogen Faktor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD

(FKUI, 2000) 6.6 Patogenesis Kehamilan ektopik dapat beruba kehamilan interuterin dapat terjadi bersamaan dengan kehamilan ektopik.disebut combined ectoic pregnancy jika kehamilan ektopik terjadi bila dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi

litepodion . Hasil konsepsi berindikasi kolumnar dan biasanya akan terganggu pada kehamilan 6-10 minggu berupa ; a. b. c. d. Hasil konsepsi mati dan di resorbsi Abortus kedalam lumen tuba Ruptur dinding tuba Uterus menjadi besar dan lembak,endometrium juga dapat di temukan venomena aias-stella (FKUI, 2000) 6.7 Prognosis Dengan diagnosis dini dan darah yang cukup,kematian karena kehamilan ektopik cendrung turun.sebagian wanita menjadi sterill setelah mengalami kehamilan ektopik,atau mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi lain.angka lain.angka kehamilan ektopik berulang di laporkan 0-14,6%. (FKUI, 2000)

29

6.8 Tanda Dan Gejala Amenore Gejala kehamilan muda Nyeri perut bagian tubuh. Pada ruptur tuba,nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat menyebabkan penderita pingsan sampai syok,pada abotus tuba ,nyeri mula-mula pada satu sisi,menjalar ke tempat lain.bila darah sampai ke diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu.dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri bahu . dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri nyeri defeksi. pendarahan pervaginaan berwarna coklat tua pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks di gerakka ,nyeri pada perabaan dan kavum doglasi menonjol karena ada bekuan darah. (FKUI, 2000) 6.9 Penatalaksaan Pemeriksaan laboratorium : kadar hemoglobin leoukosit,tes kehamilan bila baru terganggu. Dilatasi kuratase Kuldosintesis,yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di dalam kavum douglasi terdapat darah Ultrasonografi berguna pada 5-10 %.kasus bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus. Laparoskopi atau laparatomi sebagipendekatan diagnosis akhir.

(FKUI, 2000)

30

BAB VII HYALINE CHANGE

7.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

7.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

31

32

7.3 latar belakang Leiomioma adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas. Umumnya tumor ini terdiri dari otot polos dan sebagian jaringan fibrosa. (Horner, 2012) 7.4 Patofisiologi Leiomioma berasal dari otot dartos skrotum dan labia majora, serta mereka yang berasal dari otot ereksi dari puting susu, diklasifikasikan sebagai leiomioma kelamin. Tumor pada klasifikasi masing-masing memiliki karakteristik klinis dan / atau histologis yang berbeda. Patogenesis leiomioma tetap tidak jelas.

Angioleiomyomas dan leiomioma genital biasanya terjadi sebagai lesi soliter, sedangkan piloleiomyomas dapat berupa soliter atau multiple yang berjumlah ribuan. Otot arrector pili, dan piloleiomyomas, menempel proksimal ke folikel rambut dan distal untuk beberapa titik sambungan dalam dermis papiler dan retikuler, serta membran basal. Piloleiomyomas dapat muncul dari berbagai titik penyisipan dan membentuk beberapa tumor. Beberapa lesi dapat diwariskan sebagai sifat autosomal dominan dengan penetrasi-variabel, atau dapat terjadi secara sporadis. Sayangnya, hanya sedikit yang diketahui tentang pathophysiologic atau genetik dari potensi leiomioma lainnya. (Horner, 2012) Patogenesis rasa sakit yang terkait dengan lesi ini juga masih menjadi misteri. Beberapa penulis telah menyarankan bahwa nyeri dapat terjadi akibat tekanan lokal oleh tumor pada saraf kulit. Namun, temuan histologis tidak menunjukkan bahwa serat saraf menonjol berhubungan dengan tumor ini. Sedangkan yang lain berteori bahwa sel-sel infiltrasi tertentu mungkin memainkan peran, salah satu penelitian terhadap 24 angioleiomyomas mengungkapkan bahwa tumor yang menyakitkan memiliki sel mast lebih sedikit dari yang tanpa gejala. Namun yang lain berpendapat bahwa kontraksi otot mungkin penting dalam induksi nyeri. (Horner, 2012) 7.5 Epidemiologi Di Amerika Serikat leiomioma jarang terjadi. Leiomioma genital cenderung menjadi yang paling umum dari 3 jenis. Secara internasional, data frekuensi internasional tidak berbeda dengan data frekuensi AS. (Horner, 2012) Sebuah kecenderungan ras tidak dijelaskan, kecuali yang menyangkut angioleiomyomas lisan, yang rasio putih-ke-hitam telah dilaporkan menjadi 3:1. Kejadian piloleiomyomas pada pria dan wanita tampaknya seimbang. Perempuan yang memiliki kulit piloleiomyomas beberapa juga mungkin memiliki leiomioma uteri. Pasien yang memiliki kondisi keluarga dengan leiomyomatosis Cutis et uteri atau sindrom Reed diperkirakan diwariskan sebagai sifat autosomal dominan dengan penetrasi lengkap. Angioleiomyomas lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dengan perbandingan 2:1 secara keseluruhan, namun subtipe padat terjadi lebih

33

sering pada wanita (3:1), subtipe vena terjadi lebih umum pada laki-laki. Karena leiomioma genital jarang terjadi, data untuk menentukan apakah suatu

kecenderungan seksual tidak memadai. (Horner, 2012) Leiomioma kulit lebih mungkin terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Namun, laporan leiomioma kulit pada anak-anak juga ada, termasuk yang melibatkan jenis nonspecified dari leiomyoma kutaneus soliter pada tumit dari neonatus saat lahir. Beberapa piloleiomyomas umumnya terjadi pada mereka yang berusia 10-30 tahun. Sebagai contoh, dalam serangkaian 28 leiomioma kulit soliter, usia pasien rata-rata pada presentasi adalah 53 tahun. Angioleiomyomas paling sering terjadi pada usia 20-60. Dalam analisis retrospektif terhadap 562 klinikopatologi angioleiomyomas, usia rata-rata pasien adalah 47 tahun; rentang usia mereka secara keseluruhan adalah 12-84 tahun. (Horner, 2012) 7.6 Etiologi Penelitian terbaru telah mengungkapkan lokasi gen untuk transmisi dominan diwariskan, piloleiomyomas kulit dikaitkan dengan leiomioma uteri pada anggota keluarga perempuan. Gen itu terkait dengan pita 1q42.3-Q43. Haplotype konstruksi dan analisis rekombinasi lokus menyempit untuk interval sekitar 14-sentromer terletak antara D1S517 di sisi centromeric dan D1S2842 di sisi telomeric. Pada kromosom 1, gen ini mengkode untuk fumarat hydratase (FH), enzim dari siklus asam trikarboksilat, yang bertindak sebagai penekan tumor. Dalam keluarga dengan kulit dan beberapa leiomyomata rahim (MCUL) dan

leiomyomatosis keturunan dan ginjal kanker sel (HLRCC), FH missense sering terjadi mutasi pada residu yang berfungsi dalam mengikat sebuah situs-substrat mengikat B-situs, atau subunit yang berinteraksi pada wilayah tersebut. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas enzim yang menurun, menunjukkan bahwa peran penekan tumor FH terkait dengan aktivitas enzimatik nya. (Horner, 2012) 7.7 Penatalaksanaan Medika Mentosa Karena semua leiomioma adalah tumor, manajemen medis memiliki peran yang terbatas dalam resolusi atau penghancuran lesi ini. Namun, intervensi farmakologis dapat mengurangi rasa sakit yang terkait. Beberapa peneliti melaporkan bahwa calcium channel blockers, terutama nifedipin, mengurangi rasa sakit yang terkait dengan banyak kasus piloleiomyomas. (Horner, 2012) Sesuai namanya, obat-obatan di kelas ini menghambat pergerakan ion kalsium ekstraselular melintasi membran sel ke dalam sel otot polos, kontraksi otot sehingga menghambat. Data ini mendukung teori bahwa kontraksi otot adalah entah bagaimana bertanggung jawab untuk sakit setidaknya pada beberapa tumor. (Horner, 2012)

34

7.8 Penatalaksanaan non medika mentosa Eksisi bedah atau ablasi mungkin berguna untuk beberapa gejala. Eksisi sering efektif dengan leiomyoma soliter. Eksisi piloleiomyomas kosmetik bermasalah dan kurang efektif dibandingkan eksisi leiomioma soliter. Kekambuhan lesi lebih sering terjadi dengan beberapa piloleiomyomas dibandingkan dengan lesi tunggal. Satu melaporkan hasil yang menjanjikan mengungkapkan untuk

menghilangkan rasa sakit dengan ablasi laser karbon dioksida dari leiomioma selama beberapa gejala tindak lanjut selama 3-9 bulan. Hanya anestesi lokal diperlukan untuk prosedur ini. (Horner, 2012)

35

BAB VIII PYOGENIK GRANULOMA

8.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

8.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

36

37

8.3 Latar Belakang Piogenik granuloma (PG) adalah lesi vaskular jinak yang terjadi paling umum pada kulit acral anak. Awalnya, lesi ini diduga disebabkan oleh infeksi bakteri, namun etiologi untuk penyakit ini belum ditentukan. Penampilan histopatologi karakteristik tampak jelas; merupakan lesi, dan hemangioma kapiler lobular. (Crowe Mark, 2009) 8.4 Patogenesis Meskipun sebagian besar pasien (74,2%) tidak memiliki riwayat trauma atau predisposisi kondisi dermatologi, dalam banyak kasus, riwayat trauma terbaru dapat menjadi penyebabnya. Sejumlah besar lesi dapat terjadi karena kerusakan pada kulit daerah difus dengan luka bakar atau trauma lainnya. Sebuah mekanisme oksida sintase yang tergantung nitrat diperkirakan berkontribusi pada angiogenesis dan pertumbuhan yang cepat dari granuloma piogenik. Mereka merupakan proliferations vaskular jinak, tetapi patofisiologi spesifik dari lesi ini tidak diketahui. (Crowe Mark, 2009) 8.5 Epidemiologi Di Amerika Serikat piogenik granuloma menyebabkan 0,5% dari lesi kulit pada bayi dan anak-anak dan juga ditemukan di mukosa mulut pada 2% wanita hamil. Granuloma piogenik paling tidak menunjukkan gejala kecuali nyeri ringan dan kecenderungan untuk berdarah dengan trauma sedikit atau tidak ada. Mereka adalah jinak dan mudah diobati. Jarang, granuloma piogenik di lokasi yang tidak biasa seperti usus dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan atau komplikasi utama lainnya. Tidak ada perbedaan substansial dalam kejadian ditemukan antara ras. Satu studi dari 178 pasien yang lebih muda dari 17 tahun melaporkan rasio laki-perempuan sebagai 3:2. Pada orang dewasa, granuloma piogenik lebih sering terjadi pada wanita karena berhubungan dengan lesi pada kehamilan. Granuloma piogenik yang paling umum adalah 5 tahun pertama kehidupan. (Crowe Mark, 2009) 8.6 Etiologi Awalnya, granuloma piogenik yang diduga disebabkan oleh infeksi bakteri; namun etiologi belum ditentukan. Etiologi mendalilkan termasuk faktor virus, hormonal, dan, baru-baru faktor angiogenik. (Crowe Mark, 2009) Granuloma piogenik disebabkan oleh suatu proliferasi abnormal jaringan granulasi. Tumor timbul pada tempat tarauma yang baru terjadi. Timbul nodul-nodul lembab berwarna merah atau ungu bertangkai. Tumor jinak ini kadang-kadang berdarah dan diobati dengan pembedahan. (Price, 2006) pada kenyataannya merupakan

38

8.7 Pemeriksaan Mendapatkan biopsi dari setiap lesi yang dicurigai sebagai granuloma piogenik (PG) untuk mengkonfirmasi diagnosis. (Crowe Mark, 2009) 8.8 Penatalaksanaan Pengobatan piogenik granuloma (PG) yang paling umum terdiri dari mencukur, penghapusan dan eksisi elektrokauter atau bedah dengan penutupan primer. Penghapusan lesi diindikasikan untuk perdarahan akibat trauma,

ketidaknyamanan, gangguan kosmetik, dan diagnostik biopsi. Lesi dapat sepenuhnya dihapus selama biopsi. Untuk lesi soliter, mencukur dan eksisi elektrokauter dengan anestesi lokal adalah pengobatan pilihan. Untuk memberikan angka kesembuhan yang cukup, semua jaringan granulasi vascular harus dibuang atau dibakar. Untuk lesi yang besar atau berulang, eksisi bedah dengan penutupan primer mungkin lebih efektif. Satu studi melaporkan tingkat kekambuhan 43,5% dalam 23 lesi diobati dengan mencukur (intradermal) eksisi dan kauterisasi atau kauterisasi saja. Lesi diobati dengan eksisi dan penutupan linear tidak terulang kembali. Terapi dengan laser pulsed-dye di pembuluh darah khusus 585 nm sangat selektif, biasanya tidak memerlukan anestesi, dan menghasilkan hasil kosmetik yang sangat baik. Laser pulsed-dye bekerja cukup baik untuk granuloma piogenik intraoral, seperti yang diamati pada perempuan hamil. Walaupun pengobatan layak, pengobatan selama kehamilan tidak diperlukan karena lesi dapat kambuh selama kehamilan dan biasanya diatasi selama persalinan. Berbagai laser lainnya juga telah terbukti efektif dalam mengobati granuloma piogenik. Cryotherapy atau terapi nitrat perak mungkin efektif untuk lesi yang sangat kecil, namun, pengobatan memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Meskipun terjadi nekrosis, berbau , dan drainase purulen dengan piogenik granuloma (PG), terapi antibiotik jarang diperlukan. (Crowe Mark, 2009) 8.9 Tanda dan gejala Granuloma piogenik muncul sebagai nodul tegas halus, dengan atau tanpa crusts, dan memiliki warna merah terang atau gelap. Mereka biasanya soliter, juga berbatas, berbentuk kubah, dengan diameter 1-10 mm, dan sessile atau pedunkulata. Pada anak-anak, granuloma piogenik yang paling sering terletak di kepala dan leher (62,4%) dan pada trunkus (19,7%), ekstremitas atas (12,9%), dan ekstremitas bawah (5%). Sebagian besar (88,2%) terjadi pada kulit, dan sisanya melibatkan selaput lendir rongga mulut dan konjungtiva.

39

Pada wanita hamil, granuloma piogenik yang paling sering ditemukan pada mukosa gingiva. Tetapi pada umumnya muncul di daerah nonoral seperti jari-jari dan lipatan inguinal. (Crowe Mark, 2009) 8.10 Prognosis Prognosis sangat baik setelah penghapusan sederhana dan perawatan luka. (Crowe Mark, 2009)

40

BAB IX ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS GOUT)

9.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

9.2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

41

42

9.3 Latar Belakang Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar dseluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat superasturasi asam urat didalam carian ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati).(sudoyo, 2009) 9.4 Epidemiologi Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja (adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria african american lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria caucasian. Diindonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan belanda bernama van der horst telah melaporkan 15 pasie artritis pirai dengan kecacatan (lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di jawa tengah. Penelitian lain mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri (self medication). Satu study yang lama di massachussetts (framingham study) mendapatkan lebih sari 1 % dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg / 100 ml pernah mendapat serangan artritis gout akut. (sudoyo, 2009) 9.5 Patologi Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi disekeliling kristal terutama terdiri dari sel mononuklear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen disekeliling tofi. Kristal dalam tofi berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier. Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung kristal monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal didalam lekosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis. (sudoyo, 2009) 9.6 Patogenesis Awitan onset serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang

43

mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alkohol berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum. Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding0. Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi

metatarsofalaneal dan lutut yang sebelummnya tidak pernah mendapat serangna akut. Dengan demikian gout seperti juga pseudogout, dapat timbul pda keadaan asimptomatik. Terdapt peranan temperatur, PH dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Penelitian simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke dalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalui pembentukan dari dari protonated solid phases. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan dengan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi pembentukan kristal MSU sendi. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah : Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab Menncegah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.

Peradngan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu kristal monosodium urat pada sendi. mekanisme peradangna ini belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen (C) dan seluler. (sudoyo, 2009)44

9.7 Penatalaksanaan Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet, istrahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluha nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat orikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin mendapatkan obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg. Pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Disamping efek anti inflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS yang banyak dipakai pada artritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parenteral. Indikasi pemberian adalah pada artritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik yang lain. (sudoyo, 2009) 9.8 Etiologi Asam urat adalah stadium akhir produk sampingan dari metabolisme purin. Manusia mengeliminasi asam urat terutama oleh ekskresi ginjal. Bila ekskresi tidak cukup untuk menjaga kadar asam urat serum di bawah tingkat kejenuhan sebesar 6,8 mg / dL (dengan beberapa variasi tergantung pada suhu dan pH), hiperurisemia dapat mengembangkan, dan urat dapat mengkristal dan deposit di jaringan lunak. Sembilan puluh persen pasien dengan gout menyimpan urat berlebihan karena ketidak mampuan untuk mengeluarkan jumlah yang cukup asam urat normal diproduksi dalam urin (underexcretion). Para pasien yang tersisa baik purin secara berlebihan atau menghasilkan jumlah yang berlebihan dari asam urat endogen (overproduksi). Dalam kasus yang jarang, kelebihan produksi asam urat adalah yang utama, karena kelainan genetik. Gangguan ini termasuk hipoksantin-guanin kekurangan fosforibosiltransferase (sindrom Lesch-Nyhan), glukosa-6-fosfatase defisiensi (von

45

Gierke penyakit), fruktosa 1-fosfat kekurangan Aldolase, dan PP-ribosa-P varian sintetase. Ia telah mengemukakan bahwa ada hubungan antara beberapa gangguan dominan autosomal dan pengembangan asam urat. Namun, belum ada penanda genetik tertentu bagi mereka cenderung untuk mengembangkan asam urat. Kelebihan produksi asam urat juga dapat terjadi pada gangguan yang menyebabkan pergantian sel tinggi dengan pelepasan purin, yang hadir dalam konsentrasi tinggi dalam inti sel. Gangguan ini termasuk gangguan

myeloproliferative dan lymphoproliferative, psoriasis, anemia hemolitik, anemia pernisiosa, dan eritropoiesis tidak efektif (seperti dalam B-12 defisiensi). Lisis sel dari kemoterapi untuk kanker, terutama dari sistem hematopoietik atau limfatik, dapat meningkatkan kadar asam urat, demikian juga olahraga berlebihan dan obesitas. Penyebab umum dari gout sekunder karena underexcretion asam urat termasuk insufisiensi ginjal, nefropati timbal (muram gout), kelaparan atau dehidrasi, hipotiroidisme, hiperparatiroidisme, narkoba, dan etanol kronis (terutama bir dan minuman keras) penyalahgunaan. Gangguan ini harus diidentifikasi dan diperbaiki, jika mungkin. Komorbiditas, termasuk hipertensi, diabetes, insufisiensi ginjal,

hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia, diabetes, obesitas, dan menopause dini, yang berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi dari asam urat. perkembangan gout individu sering dipicu oleh peningkatan akut atau

penurunan kadar asam urat yang dapat menyebabkan eksposur, produksi, atau penumpahan kristal yang tidak dilapisi dengan apo apo B atau E. Hal ini dapat terjadi akibat konsumsi alkohol akut, akut pemakaian yg berlebihan dalam makanan tinggi purin, penurunan berat badan yang cepat, kelaparan, trauma, stres emosional, atau perdarahan. (Rothschild, 2012) 9.9 Prognosa Gout dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar, dengan bagian akut sering menyebabkan menderita cacat. Namun, asam urat yang diobati dini dan benar membawa prognosis yang sangat baik jika kepatuhan pasien baik.

Dengan pengobatan dini, asam urat harus benar-benar dikontrol. Jika serangan berulang, sukses asam urat penyesuaian (yang membutuhkan penggunaan seumur hidup obat uricosuric atau allopurinol) biasanya menekan aktivitas lebih lanjut. Selama 6-24 bulan pertama terapi uricosuric atau allopurinol, serangan akut gout dapat terjadi. Cedera kronis intra-artikular tulang rawan daun sendi lebih rentan terhadap infeksi sendi berikutnya. Pengeringan tophi bisa menjadi sekunder

46

terinfeksi. Gout kronis tophaceous tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan sendi yang berat dan gangguan ginjal. Pengendapan kristal MSU di ginjal dapat menyebabkan peradangan dan fibrosis, yang menyebabkan fungsi ginjal berkurang atau nefropati kronis Jarang, asam urat dapat menghasilkan pelampiasan sumsum tulang belakang ketika deposisi pada jaringan menghasilkan massa lokal.. Serangan akut pseudogout biasanya diselesaikan dalam waktu 10 hari. Prognosis untuk resolusi serangan akut sangat baik. Beberapa pasien mengalami kerusakan sendi yang progresif dengan keterbatasan fungsional. Hyperuricemia dan asam urat yang dikaitkan dengan kemungkinan secara keseluruhan peningkatan mortalitas. Apakah ini langsung terkait dengan

hiperurisemia atau gout atau asam urat terkait penyakit (misalnya, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe 2, obesitas perut, hiperkolesterolemia, hipertensi) telah banyak diperdebatkan. Meskipun tidak ada bukti telah menunjukkan bahwa gout atau hiperurisemia menyebabkan salah satu dari gangguan ini, kadar asam urat tinggi telah terbukti berkorelasi dengan tekanan darah pada remaja [46] Di antara pria paruh baya., Hiperurisemia dengan gout adalah risiko independen yang signifikan untuk kematian akibat penyakit jantung. Dalam sebuah penelitian 2010, Kuo et al menunjukkan bahwa asam urat, tetapi tidak hiperurisemia, terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi dari semua penyebab dan penyakit kardiovaskular. Analisis 1.383 kematian di antara 61.527 subyek Taiwan menunjukkan bahwa rasio hazard (HR) dari semua penyebab mortalitas adalah 1,46, dan HR yang disesuaikan kematian kardiovaskular adalah 1,97 pada orang dengan gout dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat normal asam urat. Antara individu dengan hiperurisemia, HR dari semua penyebab mortalitas adalah 1,07 dan HR yang disesuaikan kematian kardiovaskular adalah 1,08. (Rothschild, 2012)

47

BAB X SKIN CICATRIX

10.1 Gambaran Makroskopik (Sakit)

10. 2 Gambaran Mikroskopik (Sehat)

48

49

10.3 Epidemiologi Keloid Cuma ditemukan pada manusia dan terjadi 5-15% pada luka. Cenderung dipengaruhi jenis kelamin, insiden tinggi pada wanit, mungkin sekunder untuk implikasi komestik berasosiasi tanpa batas. Frekuensi keloid terjadi pada orang dengan pigmentasi kulit tinggi 15 kali lebih tinggi pada orang dengan sedikit pigmentasi. Rata-rata onset usia adalah 10-30 tahun. (D. Jansen, 2012).10.4 Patogenesis

Keloid adalah lesi fibrosis kulit yang bervariasi kulitnya pada proses penyembuhan luka. Luka hipertropik dan keloid termasuk spectrum gangguan fibroproliferasi. Luka abnormal dihasilkan dari hilangnya control mekanisme yang normalnya diatur keseimbangannya pada perbaikan jaringan dan regenerasi. Proliferasi berlebihan pada proses penyembuhan luka normal dihasilkan pada luka hipertropik dan keloid. Produksi protein matriks ekstraselular, kolagen, elastin, proteoglikan agaknya sepanjang proses inflamasi luka. Luka hipertropi meningkat, eritema, lesi fibrosis. (D. Jansen, 2012). 10.5 Tanda dan gejala Ketika pasien datang dengan luka abnormal, diferensiasi keloid membentuk luka hipertropik itu penting. Kebanyakan pasien datang berobat terpusat pada komesis, meskipun beberapa datang dengan nyeri pruritik atau sensasi terbakar di sekitar luka. Keloid biasnaya dimanifestasikan dengan lesi eritema mengahancurkan folikel rambut dan jaringan kalenjar lainnya. Konsistensinya dapat berubah dari lembut jadi keras.tumbuh lambat selama berbulan sampai satu tahun, area luka pada subkutan. Kebanyakan keloid berhenti tumbuh dengan sendirinya. (D. Jansen, 2012). 10.6 Penatalaksanaan Tidak terdapat satu-satunya pengobatan yang ditentukan terbukti paling efektif untuk mengobati keloid. Yang terpenting sebenarnya adalah pencegahan. Diutamakan prosedur pembedahan jika terdapat histology abnormal keloid fan riwayat keloid pada keluarga pasien. Pada pasien dengan riwayat keloid, berbagai pembedahan nonesensial seharusnya dihindari. terutama predileksi. Pasien dengan keloid di cuping telinga seharusnya tidak dianggap pembentukan keloid. Jika pembedahan tidak dapat dihindari, maka perhatikan untuk mengurangi tekanan kulit dan infeksi sekunder. Jika memungkinkan, terapi radiasi preoperasi terhadap luka sebaiknya dilakukan. Juga antibiotic harus diberikan untuk melindungi flora lokal dan teknik steril dimaksimalkan. (D. Jansen, 2012).

50

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Chandra yoga. 1994, Tuberklosis paru : masalah dan penanggulangannya, UI PRESS. Jakarta Ahmad, Rofiq 2008, Apendiksitis, diakses pada tanggal 29 Febuari 2012 dari (http://rofiqahmad.files.wordpress.com/2008/02/apendiksitis.pdf) Crowe Mark ,Dirk M Elston, dkk 2009, Pediatric Pyogenic Granuloma, Diakses pada tanggal 29 Februari 2012 dari (http://http://emedicine.medscape.com/article/910112-followup#a2650) Darvin Scott Smith, 2011, Leprosy Clinical Presentation, Diakses pada tanggal 26 Februari 2012 (http://emedicine.medscape.com/article/220455-clinical#showall) Dwi Sarbini, 2007, optimalisasi dosis ekstrak bunga rosella merah (hibiscus sabdariffa) sebagai anti aterosklerosis diakses pada 29 februari 2012 dari (http://eprints.ums.ac.id/1362/1/1._Dwi_SARBINI.pdf) Elena R Ladich, Allen Patrick Burke, 2010, Atherosclerosis Pathology, diakses pada tanggal 29 februari 2012 dari (http://emedicine.medscape.com/article/1298013overview#showall) Gopar, Adul, 2009, Appendisitis, diakses pada tanggal 29 Febuari 2012 dari (http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/appendisitis.pdf) Hayes, C. Peter, Mackay, W. Thomas, 1997, Buku Saku Diagnosis dan Terapi, EGC, Jakarta. Horner, Kyle, William, James, 2012, Leiomyoma, akses tanggal 29 Februari 2012 dari (http://medscape.org.Jurnalartikel%20PA/Hyaline%20change%20MedScape.htm) Reid, Robin. 2005. Sixth Edition Pathology Illustrated. London. Elsevier Churchill Livingstone) Price, sylvia, dkk 2006, Patofisiologi Volume 2 Edisi 6, EGC, Jakarta. Sudoyo, W, Aru, dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V, Interna Publishing, Jakarta FKUI, 2011 ,Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Fakultas kedokteran indonesia, Jakarta. Rothschild, Bruce M, Diamond,Herbert S, 2012, gout and pseudogout, diakses pada 29 februari 2012, dari (http://emedicine.medscape.com/article/329958overview#showall)

51