laporan p4

30
1. Penyebab Mendengkur Infeksi : Pembesaran Turbinate : ini dapat disebabkan oleh alergi, infeksi sinus (sinusitis) atau flu. Jika obstruksi adalah persisten meskipun obat, pengurangan turbinate menggunakan Koblasi atau frekuensi radio adalah prosedur sederhana yang efektif dapat memperbesar rongga hidung. Deviasi septum hidung: septum hidung adalah membagi pusat internal hidung. Trauma dari melahirkan atau ketukan di hidung bisa menyebabkan melengkung ke satu sisi dan mempersempit rongga hidung menyebabkan hidung tersumbat (obstruksi hidung). Hipertrofi adenoid: para adenoid dapat tumbuh sampai ukuran besar dan memblokir bagian belakang rongga hidung. Anak sering mengalami pernapasan mulut , nafas berisik atau mendengkur saat tidur. Pengangkatan adenoide adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyumbatan jika tidak ada faktor pembalikan lainnya. Pembesaran tonsil: Hal ini sering berhubungan dengan pembesaran adenoid. Selain Amandel dapat menyebabkan masalah pernapasan, juga dapat menyebabkan anak menjadi pemakan lambat atau kurang nafsu makan. Mendengkur bisa menonjol. Jika pembesaran tonsilar persisten, maka penghapusan tonsil akan menghilangkan masalah. Pengobatan obstruksi hidung pada anak-anak memerlukan diagnosis yang akurat. Dokter THT akan dapat mengkoordinir pengobatan alergi, infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis serta kesepakatan dengan obstruksi struktural pada saluran udara.

description

dk

Transcript of laporan p4

1. Penyebab MendengkurInfeksi : Pembesaran Turbinate : ini dapat disebabkan oleh alergi, infeksi sinus (sinusitis) atau flu. Jika obstruksi adalah persisten meskipun obat, pengurangan turbinate menggunakan Koblasi atau frekuensi radio adalah prosedur sederhana yang efektif dapat memperbesar rongga hidung. Deviasi septum hidung: septum hidung adalah membagi pusat internal hidung. Trauma dari melahirkan atau ketukan di hidung bisa menyebabkan melengkung ke satu sisi dan mempersempit rongga hidung menyebabkan hidung tersumbat (obstruksi hidung). Hipertrofi adenoid: para adenoid dapat tumbuh sampai ukuran besar dan memblokir bagian belakang rongga hidung. Anak sering mengalami pernapasan mulut, nafas berisik atau mendengkur saat tidur. Pengangkatan adenoide adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyumbatan jika tidak ada faktor pembalikan lainnya. Pembesaran tonsil: Hal ini sering berhubungan dengan pembesaran adenoid. Selain Amandel dapatmenyebabkan masalah pernapasan, juga dapat menyebabkan anak menjadi pemakan lambat atau kurang nafsu makan. Mendengkur bisa menonjol. Jika pembesaran tonsilar persisten, maka penghapusan tonsil akan menghilangkan masalah.Pengobatan obstruksi hidung pada anak-anak memerlukan diagnosis yang akurat. Dokter THT akan dapat mengkoordinir pengobatan alergi, infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis serta kesepakatan dengan obstruksi struktural pada saluran udara.

Non-infeksi : Saluran Hidung Terhalang: Beberapa orang mendengkur hanya selama musim alergi atau ketika mereka memiliki infeksi sinus. Kelainan bentuk hidung seperti septum menyimpang (perubahan struktural di dinding yang memisahkan satu lubang hidung dengan yang lain) atau polip hidung , dapat juga menyebabkan halangan. Lemah Otot di Tenggorokan dan Lidah: Otot tenggorokan dan lidah dapat terlalu lemah, yang menyebabkan saluran napas tertutup/terhalang. Kondisi tersebut dapat dihasilkan dari tidur sangat nyenyak, konsumsi alkohol, dan penggunaan beberapa pil tidur. Penuaan biasanya menyebabkan relaksasi lebih lanjut dari otot-otot tersebut. Jaringan Tenggorokan Berukuran Besar: Kelebihan berat badan dapat menyebabkan pembesaran jaringan tenggorokan. Begitu juga anak-anak yang menderita amandel dan adenoid yang besar, mereka dapat sering mendengkur. Panjang langit-langit lunak dan / atau uvula: Sebuah langit-langit lunak yang panjang atau uvula panjang (jaringan menggantung di belakang mulut) dapat mempersempit pembukaan dari hidung ke tenggorokan. Ketika struktur-struktur tersebut bergetar dan merapat berbenturan antara satu dengan yang lain, maka saluran napas menjadi terhambat, dan ini menyebabkan mendengkur2. Respon imun pernafasanAda 2 komponen di dalam system imun yaitu : Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan limfosit B Mekanisme respon imun selular yang melibatkan limfosit T

Mekanisme HumoralAda zat yang sangat penting yang terdapat pada secret system pernafasan, yaitu immunoglobulin dan antriprotease. Mekanisme imun humoral di dalam system pernafasan tampak dalam dua bentuk antibody berupa immunoglobulin igA dan IgB. Antibody ini terutama IgA penting sebagaipertahanan di nasofaring dan saluran udara pernafasan bagian atas. igA yang terdapat di daerah ini merupakan produk local sehingga kadar IgA jenis ini lebih banyak terdapat pada system pernafasan dibandingkan dengan di dalam darah. IgG banyak ditemukan dibagian distal paru. Seperti halnya IgA, IgG yang ada di parru sebagian besar merupakan hasil produksi local paru sedangkan sebagian berasal dari serum. igG berperan dalam menggumpalkan partikrl, menetralkan toksik yang disukai oleh virus dan bakteri, mengaktifkan komplemen dan melisiskan bakteri gram negative

Mekanisme SelularMekanisme imun selular diperankan oleh limfosit T. sensitisasi terhadap limfosit T menyebabkan limfosit T menghasilkan berbagai mediator yang dapat larut yang disebut limfokin, yaitu suatu zat yang dapat menarik dan mengaktifkan sel pertahanan tubuh yang lain terutama makrofag . Limfosit T juga dapat berinteraksi dengan system imun humoral dalam memodifikasi produksi antibody. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit CD4 (sel T Helper) dan limfosit CD8 ( Sel T supresor dan sel sitotoksik). Peran system imun seluler yang sangat penting adalah untuk melindungi tubuh melawan bakteri yang tumbuh secara intraselular, seperti kuman Mycobacterium Tuberculosis.

3. DEMAMDEFINISIDemam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature 38,0C atau oral temperature 37,5C atau axillary temperature 37,2C.Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk para praktisi pediatri. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas.ETIOLOGIDemam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lainDemam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).

TIPE-TIPE DEMAMJenis demamPenjelasan

Demam septikPada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

Demam hektikPada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari

Demam remitenPada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal

Demam intermitenPada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Demam KontinyuPada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Demam SiklikPada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

4. RINITISRinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: tungau debu rumah, asap, serbuk / tepung sari yang ada di udara. Penyakit ini tergolong reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh IgE.Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat, bersin-bersin, keluar ingus cair seperti air bening. Gejala pada mata yaitu mata berair, kemerahan dan gatal.Klasifikasi RA mengalami beberapa perubahan. Dahulu dikenal 2 pembagian yaitu seasonal dan parennial. Seasonal adalah gejala RA timbul hanya pada waktu tertentu dan biasanya dihubungkan dengan adanya faktor pencetus polen (serbuk sari), sedangkan parennial dimaksudkan sebagai serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan). Saat ini ARIA (Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma 2000) mengubah klasifikasi tersebut menjadi tipe intermiten dan persisten. Dikatakan intermiten apabila gejala timbul kurang 4 hari seminggu atau lamanya gejala kurang dari 4 minggu. Sedangkan dikatakan persisten apabila gejala lebih dari 4 hari per minggu dan lamanya lebih dari 4 minggu.Selain klasifikasi di atas juga dibedakan jenis serangannya yaitu mild (ringan) dan moderate severe (sedang-berat). Dikatakan ringan apabila gejala RA tidak mengganggu aktivitas sehari-hari seperti sekolah, bekerja, berolahraga dengan baik, tidur tidak terganggu dan dikatakan sedang sampai berat apabila sudah terdapat satu atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan bekerja.PATOGENESISHistamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul setelah beberapa menit pasca pajanan alergi.Refleks bersin dan hipersekresi adalah refleks fisiologik yang berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit pada daerah mukosa hidung menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa hidung. Setelah mediator histamin dilepas muncul mediator yang lain misalnya leukotrin (LTB4, LTC), prostaglandin (PGD2). Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage), meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorrhoe).

Gambar 2.1. Patogenesis rinitis alergi

5. TonsilitisTonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 ) yaitu :1. Tonsilitis Akut Tonsilis viral, dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien. Tonsilitis bacterial, Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.2. Tonsilitis Membranosa Tonsilitis difteri, Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun. Tonsilitis septik, Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa ) Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsilitis kronik, timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk.

PatofisiologiBakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

Penatalaksanaan pasien tonsilitis yaitu :1. Penatalaksanaan tonsilitis akut Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. Pemberian antipiretik.2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil

6. Sinusitis

Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. Secara tradisional terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 3 bulan), dan kronik.

Patofisiologi Sinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril. Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi. Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

Klasifikasi. Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan. Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.

DiagnosisDiagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, Kriteria mayor antara lain : Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis

Penyebab Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan berkembang biak.

Pemeriksaan Diagnostik Sinusitis Maksilaris Kronik AnamnesisPemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien. Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis Pemeriksaan FisikPemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena. Pemeriksaan radiologi Foto rontgen sinus paranasal Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: 1. Waters 2. PA 3. Lateral. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodont. Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasalSinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas. NasoendoskopiNasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.

7. Asma Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.

Faktor faktor risiko lingkungan (penyebab)

GejalaObstruksi Jalan NapasHiperesponsif Jalan NapasINFLAMASI

Pencetus

Mekanisme dasar kelainan asma

Patogenesis AsmaAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

INFLAMASI AKUT

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.

Reaksi Asma Tipe Cepat

Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

Reaksi Fase Lambat

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

INFLAMASI KRONIK

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. Limfosit TLimfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. EpitelSel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding.

EosinofilEosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin. Sel MastSel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan factors pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma

Aktivasi fibroblas &mikrofagSel-sel inflamasi yang menetapPenarikan Sel Inflamasi

Peningkatan hiperaktiviti bronkusEdema & permeabiliti vaskularAktivasi dan kerusakan sel epitelProliferasi otot polos dan kelenjar mukusPelepasan Sitokin dan faktor pertumbuhanPerbaikan jaringan dan remodelingSekresi mukus dan brokokonstriksiPenglepasan mediator inflamasiPenurunan ApoptosisAktivasi sel inflamasi

Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling

InflamasiInflamasiAirway

akutkronikremodeling

GejalaExacerbationsObstruksi

(bronkokonstriksi)non-spesificpersisten aliran

hyperreactivityudara

Hubungan antara inflamasi akut, inflamasi kronik dan airway remodeling dengan gejala klinis

Faktor risiko terjadinya asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :

pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma. Manifestasi klinis Asma (Perubahan Irreversible pada struktur dan fungsin jalan napas)Asimtomatik atau Asma DiniPengaruh Lingkungan :AlergenInfeksi pernapasan

Asap rokok / polusi udara Diet

Status sosioekonomiBakat yang diturunkan :Asma

Atopi/ Alergik Hipereaktiviti bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asmaDIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan

Peran Pemeriksaan Lain untuk Diagnosis

Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. Pengukuran Status Alergi Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.Tatalaksana AsmaPengontrol (Controllers)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.Termasuk pelega adalah : Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

PENCEGAHANPencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.Pencegahan PrimerPerkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung dan menjanjikan.Periode prenatal Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus, walau konsentrasi alergen yang dapat penetrasi ke amnion adalah penting. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau toleransi imunologis. Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan.

Periode postnatal Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal tersebut, menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Dan tindak lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi dibutuhkan studi lanjutan. Menghindari aeroelergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi. Akan tetapi beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa menghindari pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah alergi; dan sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing kenyataannya mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut. Penjelasannya sama dengan hipotesis hygiene, yang menyatakan hubungan dengan mikrobial sedini mungkin menurunkan penyakit alergik di kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan pikiran bahwa strategi pencegahan primer sebaiknya didesain dapat menilai keseimbangan sel Th1dan Th2, sitokin dan protein-protein yang berfusi dengan alergen. Pencegahan primer di masa datang akan berhubungan imunomodulasi menggunakan sel Th1 ajuvan, vaksin DNA, antigen yang berkaitan dengan IL-12 atau IFN-, pemberian mikroorganisme usus yang relevan melalui oral (berhubungan dengan kolonisasi flora mikrobial usus). Semua strategi tersebut masih sebagai hipotesis dan membutuhkan penelitian yang tepat.

Kesimpulan Gejala yang dialami Dina menandakan adanya infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan karena faktor internal dan eksternal.Daftar PustakaDjodjodibroto, Darmanto. 2009. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta: EGCNadesul, Hendrawan.2011.Penyebab Mendengkur. Diambil dari http://dokita.co/blog/apa-penyebab-mendengkur/PDPI. 2003. Asma (Konsensus Paru). Diambil dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdfDwijaya, A. 2012. Diambil dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf.