Laporan Minyak Acc-

25
LAPORAN PRAKTIKUM II APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN EVALUASI MUTU MINYAK GORENG KELOMPOK IV 1. NURUL ILMI MUSRA (G31111009) 2. FITRI HAMZAH (G31111010) 3. RESKI AFRIANI OETAMI (G31111263) 4. SYARIF HIDAYAT S (G31111277) 5. INDRA YULIANA (G31111903) 6. AMRIDA AKKAS (G31109275) ASISTEN : 1. RESKIATI WIRADHIKA ANWAR 2. NUR AZIZAH AMIN 3. MUKARRAMAH LUBIS LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

description

don't di kopas ^^

Transcript of Laporan Minyak Acc-

LAPORAN PRAKTIKUM II

APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN

EVALUASI MUTU MINYAK GORENG

KELOMPOK IV

1. NURUL ILMI MUSRA (G31111009)

2. FITRI HAMZAH (G31111010)

3. RESKI AFRIANI OETAMI (G31111263)

4. SYARIF HIDAYAT S (G31111277)

5. INDRA YULIANA (G31111903)

6. AMRIDA AKKAS (G31109275)

ASISTEN :

1. RESKIATI WIRADHIKA ANWAR

2. NUR AZIZAH AMIN

3. MUKARRAMAH LUBIS

LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Bahan cair

ini banyak bersumber dari nabati dan mengandung omega 9, vitamin A, D, E

dan K. Hingga saat ini, minyak goreng merupakan salah satu bahan yang

banyak digunakan dan diminati masyarakat pada umumnya. Aneka jenis

bahan pangan dapat diolah dengan menggunakan bahan cair ini. Bahkan

gorengan menjadi salah satu makanan populer yang paling banyak digemari

oleh semua kalangan karena harganya yang cukup terjangkau dan

memberikan rasa gurih.

Minyak goreng sangat mudah dijumpai karena telah beredar luas di

pasaran dengan berbagai jenis merek yang ditawarkan. Ibu rumah tangga dan

pedagang gorengan merupakan konsumen dengan presentase paling tinggi,

sehingga bahan makanan cair ini selalu tersedia di setiap dapur rumah dan

gerobak-gerobak para penjual jajanan gorengan. Kualitas pangan hasil

penggorengan juga ditentukan oleh minyak goreng yang digunakan. Namun

tidak sedikit diantara ibu rumah tangga dan penjual gorengan yang

mengetahui mutu minyak goreng yang mereka gunakan, apalagi jika minyak

goreng tersebut telah digunakan berulang kali, konsumen pun yang berperan

sebagai penikmat gorengan juga tidak mengetahui mutu minyak goreng yang

digunakan oleh penjual gorengan selama menggoreng apakah minyak yang

masih segar atau justru sebaliknya menggunakan minyak jelantah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan praktikum yang berjudul

evaluasi mutu minyak goreng dan bagaimana pengujian minyak goreng yang

layak untuk dikonsumsi.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Untuk mengetahui mutu minyak goreng segar dan minyak hasil pemakaian

penggorengan pangan.

2. Untuk mengetahui penyebab-penyebab penurunan mutu pada minyak

goreng hasil penggorengan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang diperoleh dari

pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit

sama seperti minyak nabati pada umumnya yaitu senyawa yang tidak larut

dalam air dan komponen penyusun utamanya adalah trigliserida dan

nontrigliserida. Trigliserida merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul

asam lemak. Makin tidak jenuh molekul asam lemak dalam komponen

trigliserida, maka akan semakin rendah titik beku atau titik cair minyak

tersebut. Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase

cair (Pasaribu, 2004).

Minyak kelapa sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak

inti sawit. Minyak sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit

yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil). Minyak sawit kasar (CPO) sangat

kaya mikronutrien seperti karotenoid (provitamin A), tokoferol, tokotrienol

(vitamin E) dan sitosterol. CPO masih mengandung non gliserida seperti asam

lemak bebas, air, beberapa unsur logam dan kotoran lain. Oleh karena itu

harus dilakukan pemurnian lanjutan yaitu melalui degumming, netralisasi dan

deodorisasi sehingga dihasilkan minyak yang tidak berbau (Rephi, 2007).

Karakteristik dan komposisi dari minyak kelapa sawit dapat dilihat pada

tabel di bawah ini (Budhikarjono, 2007) :

Tabel 01. Karakteristik dan komposisi minyak kelapa sawit

Keterangan Range Nilai

Karakteristik Angka iod 49,2-58,9

Angka penyabunan 200-205

Asam lemak jenuh (% berat)

Miristat 0,5-6

Palmitat 32-45

Stearat 2-7

Asam lemak tak jenuh (% berat)

Hexadecenoat 0,8-1,8

Oleat 38-52

Linoleat 5-11

Sumber : Budhikarjono, 2007

B. Minyak Goreng

Minyak goreng yang digunakan pada saat penggorengan berfungsi

sebagai penghantar panas. Minyak goreng adalah minyak yang diperoleh

dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan

minyak yang diperoleh dari serealia (beras, jagung, gandum, dan

sebagainya), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan

sebagainya), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit) serta biji-bijian (biji

bunga matahari, biji wijen, dan sebagainya) (Nugraha, 2004).

Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam

lemak dari minyak tersebut. Komponen asam lemak tersebut akan

mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan stabilitas minyak selama proses

penggorengan. Selain komponen asam lemaknya, stabilitas minyak goreng

dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam lemaknya, penyebaran ikatan

rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang dapat mempercepat

atau memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak goreng yang

terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan (Winarno, 2002).

Syarat mutu minyak yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi

Nasional (BSN) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 02. Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002)

KRITERIA UJI SATUAN SYARAT

Keadaan bau, warna dan rasa - Normal

Air % b/b Maks 0.30

Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)

% b/b Maks 0.30

Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.

722/Menkes/Per/IX/88

Cemaran Logam : - Besi (Fe) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Timah (Sn) - Seng (Zn)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maks 1.5 Maks 0.1 Maks 0.1

Maks 40.0 Maks0.005

Maks 40.0/250.0)*

Arsen (As) % b/b Maks 0.1

Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1

Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber : Standar Nasional Indonesia

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih minyak

goreng yang baik menurut Febriansyah (2007) yaitu :

1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.

2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3. Memiliki kualitas seragam.

4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih

mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.

5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah

digunakan untuk menggoreng.

6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk

yang digoreng

7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh

greasy pada permukaan produk.

C. Sifat-Sifat Minyak

Sifat-sifat dari suatu minyak terdiri dari sifat fisik dan sifat kimia. Sifat

fisik minyak goreng merupakan penampilan fisik yang terlihat dari minyak

goreng. Penampilan fisik dari suatu minyak goreng, dapat menggambarkan

kualitas minyak tersebut. Sifat fisik minyak goreng meliputi warna, bau amis,

odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimerisasi, titik didih, titik lunak, shot

melting point, berat jenis, indeks bias dan kekeruhan (Priyatno, 1991).

Minyak goreng biasanya berwarna kekuningan akibat adanya pigmen

α dan Β karoten, xanthofil dan anthosianin, sedangkan baunya tergantung dari

sumber minyak goreng, misalnya minyak goreng yang berasal dari minyak

kelapa sawit memiliki bau khas seperti kelapa sawit yang disebabkan karena

adanya senyawa beta-ionone. Minyak goreng memiliki rantai karbon yang

panjang sehingga minyak goreng cenderung bersifat non polar. Sesuai teori

like dissolve like, suatu zat dapat larut dalam suatu pelarut jika memiliki

polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut polar dan tak larut

dalam pelarut non polar. Untuk itu karena minyak bersifat non polar maka

minyak larut dalam pelarut non polarseperti dietil eter, n-heksana tetapi tak

larut dalam pelarut polar seperti air (Bayu, 2007).

Sifat kimia minyak goreng berhubungan dengan komponen-komponen

yang ada di dalam minyak. Sifat kimia dari minyak antara lain: hidrolisa,

oksidasi, hidrogenasi, esterifikasi, dan pembentukan keton. Reaksi hidrolisa

yang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak atau lemak terjadi akibat

adanya air dalam minyak tersebut. Hidrolisa minyak atau lemak akan

menghasilkan asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini akan

menyebabkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Priyatno, 1991).

Titik leleh minyak goreng berhubungan dengan kandungan jenis asam

lemak penyusun minyak. Minyak goreng yang kaya kandungan lemak jenuh

atau tak jenuh dapat dibedakan dengan melihat titik lelehnya. Semakin

banyak mengandung lemak jenuh, minyak goreng akan semakin mudah

membeku (Bayu, 2007).

D. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Selama Proses Penggorengan

Masalah perubahan sifat fisiko kimia minyak selama penggorengan

telah menjadi perhatian para ahli teknologi pangan. Hal ini terkait dengan

proses penggorengan yang melibatkan suhu tinggi yang dapat menurunkan

mutu minyak dan bahan pangan yang digoreng. Ada perubahan besar yang

terjadi selama proses deep fat frying, yaitu: (1) perubahan fisik, seperti

transfer komponen air dari dalam bahan ke minyak goreng, penguapan air

bahan, migrasi minyak ke dalam bahan atau sebaliknya, (2) perubahan kimia

sebagai pengaruh dari suhu dan migrasi air dari bahan pangan ke minyak,

dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen alami dari

bahan yang digoreng (Febriansyah, 2007).

Dalam proses perubahan sifat fisiko kimia minyak ada tiga hal utama

yang mempercepat proses perubahan tersebut menurut Bayu (2007), yaitu :

1. Keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng yang

dapat menyebabkan reaksi hidrolisis minyak.

2. Oksigen dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak.

3. Suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses

kerusakan minyak.

Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen

akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat di

dalam minyak, seperti asam oleat dan asam linoleat. Kerusakan minyak akibat

pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan,

peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida,

dan kenaikan kandungan urea adduct forming esters. Selain itu, dapat pula

dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan kandungan asam

lemak tak jenuh. Minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan

mengalami empat perubahan besar, yaitu: perubahan warna, oksidasi,

polimerasi, dan hidrolisis. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemanasan

berulang menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah dipakai

secara berulang-ulang akan berubah warna menjadi gelap, kental, berbau

tengik, dan berbusa. Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering

terjadi pada minyak goreng yang telah digunakan selama proses

penggorengan (Febriansyah, 2007).

E. Total Polar Materials (TPM)

Secara alami minyak tersusun dari senyawa yang bersifat nonpolar.

Namun, pada kenyataannya pada minyak terdapat pula molekul-molekul

polar. Hal ini karena adanya impurities dan senyawa-senyawa hasil degradsi

dari minyak. Pada minyak goreng, komponen polar didefinisikan sebagai

molekul-molekul yang hilang dalam kolom setelah elusi pertama pada saat

minyak yang telah dipanaskan diuji dengan menggunakan kromatografi kolom

silika gel (Pike, 1998).

Nilai TPM akan mengalami kenaikan selama proses penggorengan.

Pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan

maka proses konversi dari trigliseida akan mulai terjadi. Semakin lama proses

penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar

pada minyak akan semakin bertambah. Oleh karena itu, komponen polar

dapat dijadikan untuk menghitung degradasi total dari minyak

goreng (Stier, 2001).

Simposium Internasional ke-3 deep frying yang diselenggarakan pada

tahun 2000 di Hagen, Westphalia, Jerman, merekomendasikan TPM (Total

Polar Materials) sebagai uji yang harus dilakukan untuk menentukan kualitas

minyak goreng. Pada simposium ini ditentukan nilai TPM maksimal

sebesar 24%. Selain TPM, komponen polimer juga direkomendasikan sebagai

parameter kualitas minyak dengan batas maksimal 12% (DGF, 2001).

F. Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas merupakan sifat yang paling luas digunakan

dalam mengontrol kualitas minyak. Pada saat minyak digunakan, pada awal

proses asam lemak bebas dihasilkan melalui proses pemecahan oksidasi.

Namun, pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses

hidrolisis yang disebabkan karena adanya air. Semakin tinggi asam lemak

bebas yang terkandung dalam minyak menandakan semakin menurun mutu

minyak goreng (Febriansyah, 2007).

Kadar asam lemak bebas merupakan penentuan dari jumlah

rantai asam lemak hasil hidrolisis ikatan trigliserida yang belum

didegradasi menjadi komponen tak tertitrasi atau mungkin dibentuk melalui

proses oksidasi. Jumlah asam lemak di dalam minyak dinyatakan dengan

persen (%) (Priyatno, 1991).

Reagen yang digunakan dalam penentuan ALB berdasarkan

Febriansyah (2007) adalah sebagai berikut :

1. Alkohol

Alkohol adalah senyawa yang molekulnya memiliki suatu gugus

hidroksil, yang terikat pada suatu atom karbon jenuh. Dalam penentuan

Asam Lemak Bebas (ALB) alkohol berfungsi agar minyak dapat larut

sehingga mudah di titrasi karena minyak tidak larut dalam air. Tapi minyak

ditambahkan alkohol tidak bercampur begitu saja untuk itu dibutuhkan

pemanasan terlebih dahulu mengunakan hot plate sehigga minyak larut

seluruhnya.

2. NaOH (Natrium Hidroksida)

Pada percobaan ini metoda yang digunakan adalah metoda titrasi

dengan larutan standar NaOH 0.1 N. Titrasi dengan NaOH dimaksudkan

agar tercapai titik ekivalen dimana jumlah mol ekivalen titran sama

dengan jumlah mol ekivalen produk.

3. Indikator PP (Phenolpthalein)

Indikator yang digunakan pada pratikum ini yaitu indikator PP.

Indikator PP disini berfungsi untuk menentukan titik akhir yaitu ditandai

dengan perubahan warna indikator PP menjadi merah muda.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan mengenai Evaluasi Mutu

Minyak Goreng ini dilakukan pada hari Selasa, 25 September 2012, pada

pukul 10.00 – 13.30 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan

Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,

Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

- pengaduk - gelas kimia

- timbangan analitik - burret

- hotplate - konstanta dielektrik

- gelas erlenmeyer - pipet tetes

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

- minyak goreng segar

- minyak hasil penggorengan makanan ringan di warung

- minyak hasil penggoerangan makanan sehari-hari di warung

- minyak hasil penggorengan di rumah

- alkohol

- larutan indikator pp (phenoptalin)

- larutan NaOH 0,1 N

- kertas label

- air hangat

- aluminium foil

- tissue roll

C. Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Disiapkan bahan barupa minyak goreng

2. Dilakukan pengujian asam lemak bebas dengan tahapan sebagai berikut :

- sampel diaduk kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan

ke dalam gelas erlenmeyer.

- dicampurkan 50 mL alkohol lalu dipanaskan dengan suhu 50-75º C

(hingga mendidih).

- ditambahkan 3 tetes indikator pp (phenopthalin).

- dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk larutan berwarna merah

muda.

- dicatat volume NaOH yang digunakan.

- dilakukan perhitungan kadar ALB dengan rumus :

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝐿𝐵 =V𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 256 𝑥 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻

1000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%

3. Dilakukan pengujian Total Polar Materials (TPM) :

Pengukuran kandungan materi polar dilakukan dengan

menggunakan alat TPM meter konstanta dielektrik sebagai berikut :

- sampel minyak dipanaskan minimal 40º C.

- alat ukur TPM (konstanta dielektrik) dimasukkan ke dalam minyak

sampai semua sensor terendam.

- alat ukur dinyalakan dan ditunggu 10 detik

- dicatat kandungan TPM yang muncul pada display alat ukur.

4. Dilakukan uji organoleptik terhadap segi warna dan aroma.

D. Perlakuan Praktikum

Perlakuan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

A1 = Minyak goreng segar

A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung

A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari di warung

A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 03. Hasil Praktikum Pengukuran %ALB, %TPM, Warna, dan Aroma pada Minyak Goreng

No Perlakuan Pengamatan

ALB (%) TPM (%) Warna Aroma

1 A1 1 0,502 11,0 Sangat suka Sangat suka

2 A1 2 0,204 11,0 Sangat suka Sangat suka

3 A2 1 0,54 19,0 Agak suka Agak suka

4 A2 2 0,56 18,5 Tidak suka Agak suka

5 A3 1 0,56 16,0 Agak suka Tidak suka

6 A3 2 0,204 14,5 Tidak suka Tidak suka

7 A4 1 0,25 11,5 Suka Tidak suka

8 A4 2 0,51 28,0 Tidak suka Tidak suka

Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.

Keterangan : A1 : Minyak goreng segar

A2 : Minyak goreng hasil penggorengan makanan

ringan di warung

A3 : Minyak goreng hasil penggorengan makanan

sehari-hari di warung

A4 : Minyak goreng hasil penggorengan di rumah

B. Pembahasan

Praktikum ini untuk mengevaluasi mutu dari suatu minyak goreng.

Adapun bahan yang digunakan adalah minyak goreng segar dan minyak

goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung. Secara fisik, terdapat

perbedaan yang sangat mencolok antara minyak goreng segar dengan yang

tidak. Yang mana perbedaan itu dapat dilihat secara kasat mata tanpa harus

melalukan suatu penelitian. Perbedaan itu terlihat dari segi warna, aroma,

dan juga kekentalan. Minyak goreng bekas atau minyak jelantah berwarna

gelap, agak kental, dan juga berbau tengik. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Febriansyah (2007), yang menyatakan bahwa pemanasan berulang

menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah dipakai secara

berulang-ulang pada umumnya akan berubah warna menjadi gelap, kental,

berbau tengik, dan berbusa.

Hasil dari praktikum menunjukkan bahwa minyak goreng hasil

penggorengan makanan ringan di warung memiliki kadar ALB yaitu 0,56%.

ALB minyak tersebut sudah melewati ambang batas persentase asam lemak

bebas yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002, yang menyatakan syarat

kandungan asam lemak bebas maksimal adalah 0,30%. Hal ini terjadi karena

bahan makanan yang digoreng banyak mengandung air sehingga trigliserida

pada minyak pecah. Sesuai dengan pernyataan Febriansyah (2007) bahwa

pada saat minyak digunakan, pada awal proses asam lemak bebas

dihasilkan melalui proses pemecahan oksidasi. Namun, pada tahap

selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis yang

disebabkan karena adanya air.

TPM (Total Polar Materials) yang terkandung dalam larutan minyak

goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung diperoleh jumlah

sebesar 18,5%. Hal ini terjadi karena minyak yang digunakan sesuai dengan

suhu yang seharusnya dan proses penggorengannya tidak terlalu lama,

sehingga perpecahan TPM tidak terjadi. Sesuai dengan pernyataan

Stier (2001) bahwa nilai TPM akan mengalami kenaikan selama proses

penggorengan. Pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk

dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi.

Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak

dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah. Lebih dijelaskan

lagi pada simposium internasional ke-3 deep frying yang diselenggarakan

pada tahun 2000 di Hagen, Westphalia, Jerman, bahwa nilai TPM maksimal

yang terkandung dalam minyak goreng sebesar 24%.

Hasil praktikum evaluasi mutu minyak goreng, diperoleh warna coklat

gelap pada minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung.

Hal ini menyebabkan panelis tidak suka dengan warnanya. Perubahan warna

ini terjadi karena pengaruh warna yang dihasilkan dari bahan yang digoreng.

Pengukuran warna telah digunakan sebagai parameter kualitas minyak

goreng. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyatno (1991) yang menyatakan

bahwa penampilan fisik dari suatu minyak goreng dapat menggambarkan

kualitas minyak tersebut. Sifat fisik minyak goreng meliputi warna, bau amis,

odor dan flavor, kelarutan, dan sebagainya.

Hasil praktikum evaluasi mutu minyak goreng ini, panelis agak

menyukai aroma minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di

warung karena bau yang dihasilkan tidak tengik tetapi tidak juga

menghasilkan bau khas minyak. Aroma ini disebabkan karena bahan yang

digoreng tidak memiliki bau yang khas, sehingga minyak hasil

penggorengannya juga tidak ikut berbau. Ini berarti minyak gorengnya masih

bisa digunakan akan tetapi kualitas yang dihasilkan tidak begitu baik karena

aroma dari suatu minyak dapat digunakan sebagai parameter untuk

mengukur kualitas dari suatu minyak. Hal ini sesuai dengan salah satu syarat

mutu minyak goreng yang diatur dalam SNI 01-3741-2002, yang menyatakan

bahwa minyak baik adalah minyak yang memiliki aroma yang normal khas

minyak.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai

berikut :

1. Minyak goreng segar memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan dengan

minyak hasil penggorengan pangan.

2. Penyebab terjadinya penurunan mutu minyak goreng hasil penggorengan

yaitu adanya kandungan asam lemak bebas (% ALB), terdapat komponen

polar (%TPM), dan terjadi perubahan warna serta aroma.

3. Saran

Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum selanjutnya adalah

sebagai berikut :

1. Sebaiknya alat-alat laboratorium ditambah agar selama proses praktikum

berlangsung masing-masing kelompok dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa

harus bergantian dengan kelompok lain.

2. Sebaiknya setiap proses yang berlangsung selama praktikum lebih

diperhatikan agar kesalahan-kesalahan seperti misalnya kesalahan dalam

menitrasi dapat dihindari

DAFTAR PUSTAKA

Bayu, Asep., 2007. Optimasi Komposisi Katalis Campuran Fe2(So4)3.Xh2o Dan H2SO4 Pekat Dalam Sintesis Metil Ester Melalui Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas dengan Metanol Sebagai Bahan Biodiesel. Skripsi. Sarjana Jurusan Kiimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

BSN, 2002. Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Badan Standardisasi Nasional.

Budhikarjono, Kusno. 2007. Perbaikan Kualitas Minyak Sawit Sebagai Bahan

Baku Sabun Melalui Proses Pemucatan Dengan Oksidasi. FTI-ITS.

Surabaya. DGF., 2001. Recommendation of symposium. The 4th International

Symposium onDeep-Fat Frying. Di dalam Febriansyah, Reza. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan

Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.

Febriansyah, Reza., 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.

Nugraha, W.S., 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat

dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT.Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang. Skripsi. Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.

Pasaribu, Nurhida., 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pike, O. A., 1998. Fat characterization. Di dalam Febriansyah, Reza. 2007.

Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan

Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor. Pratama, Rezki., 2010. Analisa Asam Lemak Bebas dalam CPO Minyak

Sawit. Padang : Universitas Negeri Padang

Priyatno, S., 1991. Evaluasi Mutu Minyak Goreng yang Digunakan dalam Proses Penggorengan Komersial. Skripsi. Sarjana Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Rephi, 2007. Gambaran Umum Produksi Minyak Sawit. Tersedia di

rhephi.wordpress.com. Diakses 26 September 2012. Stier, R. F. 2001. Finding Functionality in Fat and Oil.

www.preparedFood.com. Diakses pada 26 September 2012. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Organoleptik Warna Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng

Tabel 04. Hasil Uji Organoleptik Warna dari Minyak Goreng.

No Panelis A1 A2 A3 A4

1 2 1 2 1 2 1 2

1 Stevano 5 5 3 2 3 2 4 2

2 Ruslan 5 5 3 2 3 3 5 2

3 Aisyah 5 5 4 2 3 2 3 2

4 Fitri 5 5 3 2 3 2 3 2

5 Melani 5 5 4 3 3 2 3 1

6 Darma 5 5 3 2 3 2 4 2

7 Rais 4 4 3 2 3 2 3 1

8 Novi 5 5 3 2 3 2 4 2

9 Lia 5 5 3 2 3 2 4 1

10 Wana 5 5 3 2 4 2 4 1

Jumlah 49 49 32 19 31 21 37 16

Rerata 4,9 4,9 3,2 1,9 3,1 2,1 3,7 1,6

5 5 3 2 3 2 4 2 Sumber : Data primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.

Perlakuan : A1 = Minyak goreng segar

A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan

di warung

A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari

di warung

A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah

Keterangan : 5 = Sangat suka

4 = Suka

3 = Agak suka

2 = Tidak suka

1 = Sangat tidak suka

Lampiran 2. Hasil Organoleptik Warna Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng

Tabel 05. Hasil Organoleptik Aroma dari Minyak Goreng

No Panelis A1 A2 A3 A4

1 2 1 2 1 2 1 2

1 Stevano 5 5 3 3 3 2 4 3

2 Ruslan 5 5 3 2 2 2 3 1

3 Aisyah 5 5 2 2 3 3 2 3

4 Fitri 5 5 3 3 2 2 3 2

5 Melani 5 5 3 3 2 2 1 1

6 Darma 5 5 2 2 2 2 1 1

7 Rais 4 4 2 2 3 2 1 1

8 Novi 5 5 2 2 2 2 3 2

9 Lia 5 5 3 3 1 2 3 2

10 Wana 5 5 3 3 2 3 1 2

Jumlah 49 49 26 25 22 22 23 19

Rerata 4,9 4,9 2,6 2,5 2,2 2,2 2,3 1,9

5 5 3 3 2 2 2 2

Sumber : Data primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.

Perlakuan : A1 = Minyak goreng segar

A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan

di warung

A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari

di warung

A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah

Keterangan : 5 = Sangat suka

4 = Suka

3 = Agak suka

2 = Tidak suka

1 = Sangat tidak suka

Lampiran 3. Perhitungan % ALB

Perlakuan Untuk Minyak Goreng Segar

ALB1 = 1 ×256 ×0,1

1000 × 5,0900 X 100% = 0,502 %

ALB2 = 0,4 ×256 ×0,1

1000 ×5,0144 X 100% =

0,24

50,144 = 0,204%

Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan Ringan di Warung

ALB1 = 1,1 ×256 ×0,7

1000 ×5,1851 x 100% =

28,16

5185,1 = 0,54%

ALB2 = 1,1 ×256 ×0,1

1000 ×5,0318 x 100% =

281,7

5,0138 = 0,5616%

Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan Sehari – hari di Warung

ALB1 = 1,1 ×256 ×0,1

1000 ×5,0252 x 100% = 0,56%

ALB2 = 0,4 𝑥 256 𝑥 0,1

1000 𝑥 5,0029 x 100% =

102,4

5002,9 = 0,204%

Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan di Rumah

ALB1 = 0,5 𝑥 256 𝑥 01

1000 𝑥 5,004 x 100% = 0,25%

ALB2 = 1 𝑥 256 𝑥 0,1

1000 𝑥 5,0084 x 100% =

2566

50284 = 0,509

Lampiran 4. Gambar Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng

Minyak goreng hasil penggorengan makanan

ringan di warung

Minyak goreng yanng telah

ditambahkan alkohol

Minyak goreng saat dititrasi

Minyak goreng setelah dititrasi

Minyak goreng saat dipanaskan untuk uji TPM

Minyak goreng saat di hitung

kadar TPM nya