Laporan Mencit

26
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASI UJI INHALASI ETER, KLOROFORM, DAN UJI INTRAPERITONEAL PADA MENCIT Disusun oleh: Kelompok 5 1. Hartati (31081152) 2. Nathalia Kalis Utomo (31091194) 3. Hutri Catur Sad Winarni (31091198) Asisten: Vonivia FAKULTAS BIOTEKNOLOGI

Transcript of Laporan Mencit

Page 1: Laporan Mencit

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASI

UJI INHALASI ETER, KLOROFORM, DAN UJI INTRAPERITONEAL

PADA MENCIT

Disusun oleh:

Kelompok 5

1. Hartati (31081152)

2. Nathalia Kalis Utomo (31091194)

3. Hutri Catur Sad Winarni (31091198)

Asisten: Vonivia

FAKULTAS BIOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Laporan Mencit

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, penggunaan hewan percobaan untuk melakukan suatu uji

sudah sering dilakukan. Hewan percobaan yang umum digunakan yaitu biasanya mencit. Mencit

(Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil dan mudah

dijumpai di rumah-rumah.

Anestesi biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika akan melakukan

suatu pembedahan atau prosedur lain yang dapat menimbulkan adanya rasa sakit pada tubuh.

Obat bius yang digunakan sebelum melakukan uji inhalasi dan uji intraperitoneal yaitu eter dan

kloroform. Eter dan klorofom sangat dekat dan akrab dengan kehidupan kita, walau tidak

diperdagangkan secara bebas dan tidak semua orang bisa memakainya ataupun mengetahui cara

pemakaiannya, tetapi eter ataupun klorofom sangat akrab ditelinga khalayak umum. Apalagi jika

orang tersebut bekerja pada bidang kedokteran ataupun farmasi. Eter dan klorofom adalah

larutan yang sering digunakan dalam dunia yang berhubungan dengan kedokteran ataupun ilmu

pengetahuan yang menyangkut anestesi. Larutan ini biasanya dipakai untuk pembius yang

membuat probandus yang akan diteliti, dibedah maupun dioperasi agar tidak sadarkan diri

selama kegiatan tersebut berlangsung.

Tetapi pemakaian yang tidak tepat juga dapat membahayakan probandus yang diberi

oleh obat tersebut. Bermacam-macam tanda yang diberikan oleh probandus seperti sesak napas,

mata berair, terjadi peradangan ataupun pembengkakan pada tubuh probandus. Untuk

mengetahui lebih jelasnya mengenai efek dari senyawa kloroform dan eter terhadap mencit

maka dilakukan praktikum ini.

B. Tujuan

1. Mengetahui efek inhalasi eter dan kloroform terhadap perilaku mencit.

2. Mengetahui efek dari injeksi i.p (intraperitoneal) eter terhadap perilaku mencit.

3. Mengetahui tingkat paparan senyawa eter dan kloroform pada mencit.

4. Mengetahui perbandingan pengaruh inhalasi dan injeksi intraperitoneal pada mencit.

Page 3: Laporan Mencit

BAB II

DASAR TEORI

A. Mencit

Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil.

Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena

kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut

lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. Mencit

sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya

yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan (Anonim,

2012).

Menurut Anonim, 2012 klasifikasi ilmiah mencit adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Menurut Anonim, 2012 anatomi dan fisiologi mencit antara lain sebagai berikut:

1. Dewasa berat badan: 25 – 40 g (betina); 20 - 40 g (jantan)

2. Life span: 1.5 – 3 tahun

3. Pernapasan rate: 94-163 napas / menit

4. Denyut jantung: 325-780 denyut / menit

5. Dubur rata-rata suhu normal: 99,5°F

6. Rumus gigi adalah 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16. Terbuka di gigi seri-berakar dan tumbuh

terus menerus.

7. Perut dibagi menjadi bagian nonglandular proksimal dan bagian distal kelenjar.

8. Paru-paru kiri terdiri dari satu lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari empat lobus.

B. Anestesi

Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan terjadinya efek

amnesia umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara bertahap karena adanya

depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya, anestesi umum dibedakan menjadi

Page 4: Laporan Mencit

anestesi inhalasi dan intravena. Keduanya berbeda dalam hal farmakodinamik maupun

farmakokinetik (Ganiswara, 1995).

Obat-obat anestesi inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan

mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat

anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,

selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat-sifat masing-masing gas

(Anonim, 2012).

C. Farmakologi

Farmakologi obat secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu farmakodinamik dan

farmakokinetik. Farmakodinamik dapat didefinisikan sebagai bagaimana pengaruh obat

terhadap tubuh kita, yang menjelaskan mengenai efek-efek oabt baik yang diinginkan maupun

tidak diinginkan, juga termasuk perubahan tingkat seluler dan molekuler. Sedangkan

farmakokinetik adalah bagaimana perubahan tubuh terhadap obat, yang menjelaskan bagaimana

perjalanan obat dalam tubuh, bagaimana mereka diubah bentuknya, dan mekanisme seluler dan

molekuler yang mendasari proses-proses tersebut. Farmakokinetik obat sistemik mencakup

empat fase: absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Absorbsi adalah fase dimana obat di

transfer dari tempat-tempat pemberian (misalnya saluran cerna, paru-paru, otot) ke dalam aliran

darah. Distribusi adalah fase dimana obat di transfer ke jaringan-jaringan pada tubuh.

Metabolisme mengacu pada proses fisiokimiawi tentang bagaimana substansi dalam tubuh

makhluk hidup disintesis (metabolisme) atau dipecah (katabolisme), tapi dalam konteks anestesi

yang dibahas adalah mengenai katabolisme. Sedangkan ekskresi ialah fase dimana obat yang

telah mengalami perubahan maupun yang tidak mengalami perubahan ditransfer dari darah atau

jaringan ke dalam suatu “kendaraan” (misalnya empedu, udara ekspirasi, urin) yang akan

membawanya untuk dibuang keluar tubuh (Anonim, 2012).

D. Eter

Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus

R-O-R', dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa

eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil eter

(etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3) (Anonim, 2012).

Dietil eter merupakan senyawa golongan halogenasi dan alifatik. Dietil eter merupakan

cairan tidak berwarna, berbau klorin. Berat Molekul 143,02, titik didih 3520F (1780C), titik beku

-620F (-520C) , tekanan uap @ 200C 0,4 mmHg, Kerapatan uap ( udara = 1) = 4,9 , kerapatan

Page 5: Laporan Mencit

relatif ( air = 1 ) 1,2 ; Nilai ambang batas bau 15 bpj. Kelarutan dalam air 6,9%. Larut dalam

pelarut pelarut organik (Anonim, 2012).

Uap dapat menimbulkan iritasi saluran pernafasan, dispnea, batuk, mual, dan muntah.

500 bpj sangat mengiritasi hidung dan mata dan pertimbangkan intolerabel. Konsentrasi yang

tinggi dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, paru paru, hati, dan ginjal, dapat menimbulkan

edema pulmonal, tidak tenang dan koma (Anonim, 2012).

E. Kloroform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena

sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut

nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah

menguap (Anonim, 2012).

Kloroform merupakan senyawa organik berwujud cair dengan titik didih 61,20C, indeks

bias 1,487 dan berbau menyengat, serta mudah menguap. Kloroform adalah zat cair tanpa warna

dengan bau manis, menyenangkan dan anestetik. Dalam kehidupan sehari-hari kloroform

berfungsi sebagai pembius, dan pelarut senyawa organik. Kloroform (CHCl3) dapat digunakan

untuk pelarut lemak, “dry cleaning”, obat bius. Kloroform pada awalnya digunakan dalam obat-

obatan sebagai suatu anastesik. Akan tetapi kloroform mudah teroksidasi dengan adanya udara

dan cahaya menjadi posgen atau karbonil klorida COCl2 yang berbahaya (Anonim, 2012).

Kloroform metabolisme dalam tubuh adalah dosis-tergantung, mungkin secara

proporsional lebih tinggi pada tingkat yang lebih rendah dari eksposur. Sebuah persentase yang

besar tetapi variabel kloroform dari udara terinspirasi masih dipertahankan dalam tubuh, itu

adalah secara ekstensif dimetabolisme oleh hati. Metabolit kloroform termasuk fosgen, karbena

dan klorin, yang semuanya dapat berkontribusi untuk aktivitas sitotoksik nya. administrasi

berkepanjangan kloroform sebagai obat bius dapat menyebabkan toxaemia. Keracunan akut

dikaitkan dengan sakit kepala, kesadaran berubah, kejang, kelumpuhan pernafasan dan

gangguan dari sistem saraf otonom: pusing, mual, dan muntah yang umum. Kloroform juga

dapat menyebabkan kerusakan tertunda-onset ke jantung, hati dan ginjal. Ketika digunakan

dalam anestesi, pingsan biasanya diawali dengan tahap eksitasi. Ini diikuti oleh hilangnya

refleks, sensasi berkurang dan kehilangan kesadaran kesatuan (Anonim, 2012).

Page 6: Laporan Mencit

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan:

a. Toples

b. Syringe

c. Pipet ukur

d. Pro pipet

e. Plastik dan karet

f. Stopwatch/ jam

2. Bahan yang diperlukan:

a. Mencit

b. Eter

c. Kloroform

d. Kapas

B. Cara Kerja

1. Uji Inhalasi Eter

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

Diberi perlakuan yang berbeda, yaitu:

K = kontrol

P1 = 0,25 mL eter

P2 = 0,5 mL eter

P3 = 1 mL eter

P4 = 2 mL eter

P5 = 4 mL eter

Masing-masing eter dituang diatas kapas dan dimasukkan ke dalam toples

Mencit dimasukkan ke dalam toples

Ditutup toples dengan plastik berlubang

Page 7: Laporan Mencit

Diamati dan dicatat gejala yang terjadi selama 2 jam

2. Uji Inhalasi Kloroform

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

Diberi perlakuan yang berbeda, yaitu:

P1 = 2 mL kloroform

P2 = 4 mL kloroform

Masing-masing kloroform dituang diatas kapas dan dimasukkan ke dalam toples

Mencit dimasukkan ke dalam toples

Ditutup toples dengan plastik berlubang

Diamati dan dicatat gejala yang terjadi selama 2 jam

3. Uji Intraperitoneal Eter

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

Diberi perlakuan yang berbeda, yaitu:

P1 = 0,25 mL eter

P2 = 0,5 mL eter

Eter diambil dengan syringe

Disuntikkan di bagian perut mencit

Dimasukkan ke dalam toples

Ditutup toples dengan plastik berlubang

Diamati dan dicatat gejala yang terjadi selama 2 jam

Page 8: Laporan Mencit

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Jenis

senyawa

Delivery

method0 - 0,5 jam 0,5 - 1 jam 1- 1,5 jam 1,5 – 2 jam

Eter 0,25

mL

Inhalasi Eksitasi

(mengeluarkan

kotoran)

Eksitasi

(pembengkakan

vulva/ anus)

Eksitasi

- Pembengk

akan vulva

(anus)

- Mengeluar

kan feses

-Mengantuk

-Buang feses

Eter 0,5 mL Inhalasi - Mata (merah

coklat kehitaman)

- Rongga hidung

(warna hidung

memucat)

- Eksitasi

(mengeluarkan

urine)

- Mengantuk

- Koma

- Mati (5 menit 44

detik)

- - -

Eter 1 mL Inhalasi - Iritasi mata

- Iritasi rongga

hidung

- Eksitasi (Agresif)

- Drowness

(mengantuk)

- Ekskresi (buang air

kecil, BAB)

- Koma

- Mati (7 menit)

- - -

Page 9: Laporan Mencit

Eter 2 mL Inhalasi - Koma (detik ke-

35)

- Mati (4 menit 25

detik)

- - -

Eter 4 mL Inhalasi Kematian (3 menit 6

detik)

- - -

Kloroform

2 mL

Inhalasi Kematian (2 menit

16 detik)

- - -

Kloroform

4 mL

Inhalasi - Iritasi mata

- Iritasi rongga

hidung

- Kematian (detik

ke-30)

- - -

Eter 0,25

mL

Intraperit

oneal

- Nafas berdetak

kencang,

- masih bergerak

- Jalan sudah

tidak

seimbang,

- buang air besar

Mengantuk Mengantuk

Eter 0,5 mL Intraperit

oneal

- Eksitasi

- Drowness

(mengantuk)

- Koma (menit ke-5)

- Mati (menit ke-25)

- - -

B. PEMBAHASAN

1. Urutan proses terjadinya respon (Farmakokinetika):

a. Uji Inhalasi Eter

Pada uji inhalasi mencit dengan menggunakan senyawa eter 0,25 mL terjadi

reaksi eksitasi setelah menit ke delapan yaitu dengan pengeluaran kotoran. Kemudian

dalam waktu 0,5-1 jam mengalami pembengkakan vulva. Sedangkan dalam waktu

pengamatan 1-1,5 jam selain terjadi pembengkakan vulva mencit juga mengeluarkan

feses namun kondisinya masih lincah. Mencit juga mengalami drowness (mengantuk)

yang disertai dengan buang feses dan dengan kondisi gerak yang lincah. Perkiraan

konsentrasi senyawa eter yang terinhalasi pada mencit yaitu sebesar 0,17835 g/L. Uji

inhalasi eter 0,25 mL ini tidak menyebabkan kematian pada hewan percobaan. Jumlah

Page 10: Laporan Mencit

perkiraan senyawa eter yang terinhalasi dalam tubuh mencit dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

banyaknya eter yang terinhalasi= volume zat eter xberat jenis etervolumeudaratoples

Sedangkan uji inhalasi mencit dengan 0,5 mL eter mengalami kematian setelah

5 menit 44 detik dengan mengalami gejala seperti iritasi mata, dari merah berubah

menjadi coklat kehitaman. Iritasi hidung yang ditandai dengan memucatnya warna

hidung. Selain itu juga mengalami eksitasi berupa pengeluaran urin yang disusul

dengan drowness. Setelah mengantuk mencit mengalami koma dan mati. Senyawa eter

yang terinhalasi diperkirakan sebanyak 0,3567 g/L.

Respon juga hampir sama di terima pada mencit yang di berikan uji inhalasi eter

1 mL. Dimana pertama mencit menunjukkan reaktivitas yang agresif pada menit

pertama, namun kemudian timbul adanya iritasi mata dan iritasi hidung serta

mengantuk (drowness) yang diiringi dengan ekskresi feses dan urin dalam waktu 5

menit. Setelah itu terjadi koma dan mati setelah 7 menit terinhalasi eter 1 mL.

Perkiraan konsentrasi senyawa eter 1 mL yang terinhalasi pada mencit yaitu sebesar

0,7134 g/L.

Pada uji inhalasi, respon mencit yang di uji dengan eter 2 mL hampir sama

dengan mencit yang sebelumnya, dalam waktu 35 detik mencit mengalami koma dan

setelah 4 menit 25 detik mencit mengalami kematian. Perkiraan konsentrasi senyawa 2

mL eter yang terinhalasi pada mencit yaitu sebesar 1,4268 g/L. Sedangkan pada uji

inhalasi mencit dengan eter 4 mL terjadi kematian setelah 2 menit 16 detik, yaitu

dengan perkiraan konsentrasi senyawa eter yang terinhalasi pada mencit yaitu sebesar

2,8536 g/L.

b. Uji Inhalasi Kloroform

Pada uji inhalasi kloroform 2 mL, mencit mengalami kematian setelah

terinhalasi 2 menit 16 detik. Perkiraan konsentrasi senyawa kloroform 2 mL yang

terinhalasi pada mencit yaitu sebesar 2,94 g/L. Sedangkan pada mencit yang terinhalasi

kloroform 4 mL mengalami iritasi mata, iritasi hidung, dan mengalami kematian dalam

waktu 30 detik. Perkiraan konsentrasi senyawa kloroform 4 mL yang terinhalasi pada

mencit yaitu sebesar 5,88 g/L. Jumlah perkiraan senyawa kloroform yang terinhalasi

dalam tubuh mencit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

banyaknya kloroform yang terinhalasi= volume zat kloroform x berat jenis kloroformvolumeudaratoples

Page 11: Laporan Mencit

c. Uji Intraperitoneal Eter

Mencit yang diinjeksi dengan eter 0,25 mL dalam waktu 30 menit pertama

terjadi reaktivitas atau eksitasi yang berupa napas kencang namun keadaan mencit

msasih bergerak lincah. Dalam kurun waktu 1-1,5 jam mencit sudah kehilangan

keseimbangan dalam berjalan, selain itu disertai dengan pembuangan feses. Perkiraan

konsentrasi senyawa eter yang terinjeksi secara intraperitoneal pada mencit yaitu

sebesar 0,17835 g. Dengan adanya uji intraperitoneal eter 0,25 ml ini tidak

menyebabkan kematian pada mencit. Jumlah perkiraan senyawa eter yang terinjeksi

dalam tubuh mencit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

uji intraperitoneal eter=vo lumeeter xberat jenis eter

Sedangkan pada mencit yang diinjeksi dengan eter 5,0 mL mengalami respon

yang hampir sama dengan mencit yang diinjeksi dengan eter 0,25 mL, yaitu mengalami

eksitasi, mengantuk (drowness), kemudian dalam waktu 5 menit mengalami koma dan

mati setelah diinjeksi selama 25 menit. Perkiraan konsentrasi senyawa eter yang

terinjeksi dengan intraperitoneal pada hewan percobaan yaitu sebesar 0,3567 g.

2. Farmakodinamika

Eter

Eter memiliki efek tersendiri terhadap kesehatan, hal ini dapat kita lihat pada

hewan percobaan yaitu mencit. Pada uji inhalasi senyawa eter dengan berbagai

perlakuan, yakni dengan dosis yang berbeda mempunyai efek yang hampir sama, yaitu

menyebabkan iritasi baik iritasi mata maupun rongga hidung bahkan iritasi saluran

pernapasan, mengantuk (drowness), menimbulkan eksitasi, muntah bahkan hingga

koma dan mati. Bahaya utama yang paling berefek di dalam tubuh yaitu berpotensial

fatal apabila terhirup atau terinhalasi, karena dapat menyebabkan iritasi pada saluran

pernapasan seperti iritasi rongga hidung yang terjadi pada mencit. Selain itu dapat juga

menyebabkan dispnea, mual, muntah, bahkan dapat juga mengiritasi mata. Konsentrasi

yang tinggi dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, paru-paru, hati, dan ginjal, dapat

juga menimbulkan edema pulmonal, tidak tenang, dan koma bahkan dapat juga

menimbulkan kematian seperti yang terjadi pada mencit yang diberi perlakuan dengan

volume eter 0,5 mL, 1 mL, 2 mL, dan 4 mL.

Kloroform

Kloroform yang digunakan dalma uji inhalasi kloroform hanya dibagi menjadi 2

perlakuan saja, yaitu 2 mL kloroform dan 4 mL kloroform. Apabila kloroform

Page 12: Laporan Mencit

terinhalasi di dalam tubuh, maka tubuh akan memberikan respon-respon tertentu,

seperti halnya yang terjadi pada mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan.

Dosis yang diberikan pada mencit juga dapat berpengaruh akan apa yang terjadi pada

mencit. Kloroform yang terinhalasi di dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi, baik

iritasi rongga hidung maupun iritasi organ lain seperti mata dan saluran pernapasan.

Dengan pemberian kloroform dosis yang berlebihan dapt menyebabkan sakit kepala,

hilang kesadaran, bahkan akan terjadi kekejangan dan gangguan dari sistem saraf

otonom seperti pusing, mual, dan muntah. Ketika digunakan sebagai anestesi, respon

pingsan biasanya diawali dengan tahap eksitasi yang berupa pengeluaran feses maupun

urin, pembengkakan vulva dan lainnya. Setelah itu diikuti oleh hilangnya refleks,

sensasi berkurang dan kehilangan kesadaran bahkan juga dapat menyebabkan

kerusakan tertunda-onset ke jantung, hati dan ginjal pada mencit. Karena konsentrasi

yang tinggi maka dapat menimbulkan kematian pada hewan coba, hal ini seperti pada

mencit yang telah diberi senyawa kloroform sebanyak 2 mL dan 4 mL.

3. Absorbsi eter dengan injeksi i.p (intraperitoneal)

Eter merupakan salah satu senyawa yang digunakan untuk injeksi intraperitoneal

pada mencit. Eter yang terabsorbsi pada hewan percobaan ada yang menyebabkan

kematian, yaitu dengan pemberian senyawa eter sebanyak 0,5 mL dengan cara

diinjeksikan ke dalam bagian perut. Sedangkan dengan jumlah 0,25 mL eter yang

diinjeksikan pada bagian perut mencit tidak menimbulkan kematian. Dengan

melakukan injeksi intraperitoneal maka senyawa eter dapat langsung kontak dengan

organ-organ dalam, seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya karena eter yang

sudah diinjeksikan ke dalam perut dapat langsung di distribusikan ke seluruh tubuh

baik melalui saluran pencernaan maupun melalui pembuluh darah. Konsentrasi yang

tinggi dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, paru paru, hati, dan ginjal, dapat

menimbulkan edema pulmonal, tidak tenang dan koma, bahkan menimbulkan kematian

seperti pada mencit yang telah diinjeksi intraperitoneal dengan 0,5 mL senyawa eter.

4. Eter vs Kloroform

Tingkat toksisitas antara senyawa eter dengan kloroform yang digunakan untuk

praktikum ini berbeda. Dari hasil uji dapat kita lihat bahwa antara kedua senyawa

tersebut lebih toksik senyawa kloroform jika di lihat dari waktu tercepat mengalami

kematian pada mencit. Dosis yang diberikan pada mencit juga dapat berpengaruh akan

Page 13: Laporan Mencit

apa yang terjadi pada mencit, misalnya dengan jumlah volume yang diberikan pada

mencit sama yaitu 2 mL dan 4 mL namun dengan pemberian senyawa kloroform yang

terinhalasi pada mencit mampu menyebabkan kematian dengan waktu yang relatif

singkat yakni tidak mencapai 2,5 menit. Kloroform yang terinhalasi di dalam tubuh

dapat menyebabkan iritasi, baik iritasi rongga hidung maupun iritasi organ lain seperti

mata dan saluran pernapasan. Dengan pemberian kloroform dosis yang berlebihan dapt

menyebabkan sakit kepala, hilang kesadaran, bahkan akan terjadi kekejangan dan

gangguan dari sistem saraf otonom seperti pusing, mual, dan muntah. Ketika digunakan

sebagai anestesi, respon pingsan biasanya diawali dengan tahap eksitasi yang berupa

pengeluaran feses maupun urin, pembengkakan vulva dan lainnya. Setelah itu diikuti

oleh hilangnya refleks, sensasi berkurang dan kehilangan kesadaran bahkan juga dapat

menyebabkan kerusakan tertunda-onset ke jantung, hati dan ginjal serta berujung pada

kematian pada mencit.

5. Fisiologi mencit

Berat mencit (jantan) = 20 gram = 0,02 kg

Frekuensi respirasi = 163 menit = 9780 kali/jam

Volume respirasi = 2,5 mL udara/ menit = 2,5.10-3 L udara/menit

Perkiraan konsentrasi eter :

0,25 mL = 0,17835.106 µg/L udara

0,5 mL = 0,3567.106 µg/L udara

1 mL = 0,7134.106 µg/L udara

2 mL = 1,4268.106 µg/L udara

4 mL = 2,8536.106 µg/L udara

Perkiraan konsentrasi kloroform :

2 mL = 2,94.106 µg/L udara

4 mL = 5,88.106 µg/L udara

6. Exposure

Page 14: Laporan Mencit

exposure= konsentrasi larutan x volumerespirasi x observasiberat badan . day

a. Uji Inhalasi Eter

0,25 mL = (0,17835.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 120

menit) /0,02 kg /day

= 26,75. 105 µg/kg/day

0,5 mL = (0,3567.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 5,73 menit)

/0,02 kg /day

= 2,55.105 µg/kg/day

1 mL = (0,7134.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 7 menit) /0,02

kg /day

= 6,24.105 µg/kg/day

2 mL = (1,4268.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 4,42 menit)

/0,02 kg /day

= 7,88.105 µg/kg/day

4 mL = (2,8536.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 3,1 menit)

/0,02 kg /day

= 11,05.105 µg/kg/day

b. Uji Inhalasi Kloroform

2 mL = (2,94.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 2,27 menit)

/0,02 kg/day

= 8,34.105 µg/kg/day

4 mL = (5,88.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 0,5 menit) /0,02

kg /day

= 3,67.105 µg/kg/day

c. Uji Intraperitoneal Eter

0,25 mL = (0,17835.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 120

menit) /0,02 kg /day

= 26,75. 105 µg/kg/day

0,5 mL = (0,3567.106 µg/L udara x 2,5.10-3 L udara/menit x 25 menit)

/0,02 kg /day

= 11,14.105 µg/kg/day

Page 15: Laporan Mencit

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, bahwa:

1. Senyawa eter dan kloroform dapat menyebabkan kematian pada mencit yang diberikan

dengan metode inhalasi, ditandai dengan gejala seperti iritasi mata, iritasi rongga hidung,

eksitasi (reaktivitas), drowness (mengantuk), muntah, sekresi ludah, koma, dan kematian.

Seperti pada mencit yang diberi senyawa eter 0,5 mL, 1 mL, 2 mL, dan 4 mL dan mencit

yang diberikan senyawa kloroform 2 mL dan 4 mL.

2. Injeksi intraperitoneal eter 0,5 mL mampu menyebabkan kematian pada mencit dalam

waktu 25 menit yang ditandai dengan adanya reaktivitas berupa ekskresi, mengantuk, koma,

dan berujung pada kematian.

3. Tingkat paparan inhalasi senyawa eter terbesar pada mencit yang diberi senyawa eter

sebanyak 0,25 mL yakni dengan besarnya nilai exposure sebesar 26,75. 105 µg/kg/day.

Sedangkan paparan inhalasi senyawa kloroform terbesar pada mencit yang diberi senyawa

kloroform sebanyak 2 mL yakni dengan besarnya nilai exposure sebesar 8,34.105

µg/kg/day. Sedangkan paparan intraperitoneal senyawa eter terbesar pada mencit yang

diinjeksi senyawa eter sebanyak 0,25 mL yakni dengan besarnya nilai exposure sebesar

26,75. 105 µg/kg/day. Hal ini dipengaruhi oleh adanya frekuensi respirasi mencit, volume

respirasi mencit, konsentrasi senyawa yang diberikan, dan berat badan mencit.

4. Uji inhalasi baik pada senyawa eter maupun kloroform lebih cepat berpengaruh pada

perilaku mencit, daripada uji intraperitoneal eter pada mencit.

Page 16: Laporan Mencit

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. http://eckhochems.blogspot.com/2010/04/kloroform.html. Diakses pada tanggal

31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Eter. Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Kloroform. Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit. Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://www.docstoc.com/docs/7804112/CHAPTER-15-anastesi-inhalasi.

Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://www.inforedia.com/2011/04/anestesi-menggunakan-kloroform-dan.html.

Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.

Anonim, 2012. http://www.pom.go.id/katker/doc/Dietil%20eter.htm. Diakses pada tanggal 31

Maret 2012.

Ganiswara, 1995. http://www.scribd.com/doc/39180055/LAPORAN-PRAKTIKUM-

FARMAKOLOGI. Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.