Laporan Magang Dinkes Kiki

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang sangat besar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan daya saing bangsa. Agar peran yang strategis dan besar tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka sumber daya manusia perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul. 1 Berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan dan pengajaran tinggi merupakan tanggung jawab bagi terbentuknya manusia yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, mengabdi pada masyarakat sehingga dapat berperan serta dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dalam mewujudkan harapan tersebut, berbagai bentuk usaha atau kegiatan ilmiah dilakukan oleh perguruan tinggi baik di dalam lingkungan pendidikan tinggi maupun di masyarakat. Salah satu dari kegiatan ilmiah tersebut adalah kegiatan magang yang dilakukan di institusi, perusahaan atau industri yang sesuai dengan bidang keilmuan yang diberikan. 2 Pengertian dari kegiatan magang itu sendiri adalah kegiatan mandiri mahasiswa yang dilaksanakan diluar lingkungan kampus untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis yang berhubungan dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Kegiatan magang dilaksanakan sesuai dengan formasi struktural dan fungsional pada instansi/unit kerja tempat magang, baik milik pemerintah maupun swasta atau lembaga lain yang relevan. Dalam hal ini kegiatan 1

description

Bagian Gizi

Transcript of Laporan Magang Dinkes Kiki

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang

sangat besar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan

peningkatan daya saing bangsa. Agar peran yang strategis dan besar

tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka sumber daya manusia

perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul.1

Berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan dan

pengajaran tinggi merupakan tanggung jawab bagi terbentuknya manusia

yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, mengabdi pada

masyarakat sehingga dapat berperan serta dalam mewujudkan masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur. Dalam mewujudkan harapan tersebut,

berbagai bentuk usaha atau kegiatan ilmiah dilakukan oleh perguruan tinggi

baik di dalam lingkungan pendidikan tinggi maupun di masyarakat. Salah

satu dari kegiatan ilmiah tersebut adalah kegiatan magang yang dilakukan di

institusi, perusahaan atau industri yang sesuai dengan bidang keilmuan yang

diberikan.2

Pengertian dari kegiatan magang itu sendiri adalah kegiatan mandiri

mahasiswa yang dilaksanakan diluar lingkungan kampus untuk mendapatkan

pengalaman kerja praktis yang berhubungan dengan bidang ilmu yang

ditekuninya. Kegiatan magang dilaksanakan sesuai dengan formasi struktural

dan fungsional pada instansi/unit kerja tempat magang, baik milik pemerintah

maupun swasta atau lembaga lain yang relevan. Dalam hal ini kegiatan

magang yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Diponegoro khususnya peminatan gizi diharapkan dapat

melakukan pembelajaran dengan ikut dalam sistem kerja ditempat

magang/instansi masing-masing, dan juga dapat mengangkat suatu kasus

atau permasalahan yang dijumpai di tempat magang tersebut. Untuk

memenuhi hal tersebut, maka penulis memilih Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus sebagai lokasi dilaksanakannya kegiatan magang. Lokasi tersebut

dipilih atas pertimbangan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang

kesehatan yang mengurus dan membina berbagai hal pelayanan dan

1

pemantauan kesehatan masyarakat, serta membentuk kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

juga merupakan pusat perencanaan program dan penanggulangan masalah

kesehatan tingkat kabupaten. Dengan adanya hal tersebut, penulis berharap

dapat menganalisis permasalahan yang ada di Kabupaten Kudus, khususnya

permasalahan gizi.

Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan dapat

terjadi pada berbagai tingkatan umur. Salah satu kelompok umur yang rawan

terkena masalah gizi adalah balita (usia 0-59 bulan). Balita ini sangat rawan

untuk terkena masalah gizi kurang atau gizi buruk. Hal itu dikarenakan pada

usia balita, mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang

cukup dan memadai. Apabila suplai makanan tersebut tidak sesuai dengan

kebutuhan tubuh balita, maka dapat menyebabkan kurang gizi dan jika tidak

ditangani segera, dapat menyebabkan gizi buruk.3

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa

sebesar 5,7% anak balita di Indonesia mengalami gizi buruk dan 13,9%

mengalami gizi kurang. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk naik dari

tahun 2007 (5,4%) dan 2010 (4,9%). Sedangkan prevalensi balita gizi kurang

naik sebesar 0,9% dari tahun 2007 dan 2013.4

Sementara itu, untuk kasus gizi kurang dan kasus gizi buruk di

Kabupaten Kudus masih terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data Profil

Kesehatan Kabupaten Kudus, pada tahun 2013 balita yang mengalami gizi

kurang (BB/U) sebesar 2177 kasus (3,74%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar

445 kasus (0,76%).5 Sedangkan pada tahun 2014, balita yang mengalami gizi

kurang (BB/U) sebesar 2224 kasus (3,86%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar

328 kasus (0,57%).6

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita ini dapat

mengakibatkan berbagai gangguan seperti dalam hal pertumbuhan fisik,

mental, dan intelektual yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian

dan berkurangnya kemampuan belajar.7 Mengingat kasus gizi kurang dan

kasus gizi buruk di Kabupaten Kudus masih terjadi, oleh karena itu penulis

ingin melihat dan mengetahui gambaran pelaksanaan program

penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk yang ada di Dinas Kesehatan

2

Kabupaten Kudus, serta seberapa besar keberhasilan dari program tersebut

pada tahun 2015.

B. Tujuan Magang

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan praktik yang

diperoleh selama menempuh pendidikan di FKM UNDIP secara terampil,

serta mahasiswa juga dapat memperoleh pengalaman praktis lapangan

sesuai dengan kondisi yang ada dalam tempat/instansi magang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan visi, misi, tugas pokok, fungsi, dan struktur

organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

b. Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan masalah gizi yang ada di

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

c. Mampu menjelaskan pelaksanaan program penanggulangan masalah

gizi beserta capaian keberhasilan dari program tersebut.

C. Manfaat Magang

1. Bagi Mahasiswa

a. Memperoleh pemahaman, penghayatan dan sikap kerja profesional di

bidang kesehatan, khususnya Gizi Kesehatan Masyarakat.

b. Mengerti dan memahami masalah kesehatan gizi secara nyata di

institusi kerja sebagai kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia

kerja.

c. Mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.

d. Menambah wawasan dan mampu mengembangkan kompetensi diri

serta adaptasi dalam dunia kerja.

e. Memperoleh pengalaman bekerja dalam sebuah tim (team work)

untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang

institusi kerja tempat magang.

f. Memperoleh bahan untuk penulisan karya ilmiah.

2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

a. Terlaksananya salah satu dari upaya untuk mengimplementasikan Tri

Dharma Perguruan Tinggi yaitu: akademik, penelitian, pengabdian

masyarakat dengan aplikasi nilai-nilai islam di tempat kerja.

3

b. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan

institusi magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan

kesepadanan antara substansi akademik dengan kompetensi sumber

daya manusia yang kompetitif dan dibutuhkan dalam pembangunan

kesehatan masyarakat.

c. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan

tenaga terampil dari lapangan dalam kegiatan magang.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

a. Memperoleh informasi tentang sikap dan kemampuan profesional

Sarjana Kesehatan Masyarakat.

b. Sebagai jembatan penghubung antara lingkungan kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus dan lingkungan pendidikan tinggi.

c. Dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian

tugas-tugas yang ada sesuai kebutuhan di unit kerja masing-masing.

d. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di

perguruan tinggi.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyebab Gizi Kurang/Buruk

Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui

dengan membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan

rujukan (standar) yang telah ditetapkan yaitu dengan menggunakan standar

Anthropometri WHO 2005. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan

standar, anak disebut gizi baik (-2SD sampai 2 SD). Kalau sedikit di bawah

standar disebut gizi kurang (-3SD sampai <-2SD). Apabila jauh di bawah

standar dikatakan gizi buruk (<-3SD). Penyebab dari Gizi kurang atau Gizi

buruk dibagi menjadi 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak

langsung. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:8

1. Penyebab Langsung

Penyebab langsung dari kurang gizi adalah pola konsumsi dan

penyakit yang mungkin diderita anak. Disini, timbulnya gizi kurang tidak

hanya disebabkan oleh kurangnya zat gizi yang dikonsumsi anak, tetapi

juga dikarenakan oleh penyakit. Pada anak yang pola konsumsinya tidak

baik, maka daya tahan tubuh dari anak tersebut akan menurun. Dalam

kenyataannya makanan dan penyakit secara bersama-sama merupakan

penyebab gizi kurang.

2. Penyebab Tidak Langsung

Penyebab tidak langsung dari kurang gizi adalah ketahanan

pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan

dan kesehatan lingkungan (seperti tersedianya air bersih dan sarana

pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang

membutuhkan). Penyebab tidak langsung ini sangat berkaitan dengan

tingkat pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan keluarga terutama

orangtua.

B. Klasifikasi Gizi Buruk

Berdasarkan ciri-ciri atau tanda klinisnya, Gizi buruk dibagi menjadi 3 tipe,

yaitu:9

5

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.

Gejala dari marasmus, antara lain: anak tampak kurus, rambut tipis dan

jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit

berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel

meskipun setelah makan, baggy pant, dan iga gambang.

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor merupakan gangguan gizi karena kekurangan

protein. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,

perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema

baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah

dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis

kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi

dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati

ditemukan perlemakan.

3. Marasmus-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.

Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari

normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,

kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat

pula.

C. Penanganan Gizi Buruk

Gizi buruk adalah bentuk gangguan gizi akut yang sangat mungkin

disertai komplikasi atau penyulit dari aspek medis, seperti: anoreksia,

pneumonia, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, dan

penururunan kesadaran. Penyulit atau komplikasi medis inilah yang

mengindikasikan balita gizi buruk harus mendapatkan perawatan baik di

Puskesmas yang sudah memiliki TFC atau rumah sakit yang sudah memiliki

unit perawatan gizi buruk.

Penanganan gizi buruk dibedakan menjadi 2, yaitu penanganan

dengan komplikasi dan tanpa komplikasi. Penanganan gizi buruk dengan

komplikasi dilakukan dengan rawat inap sesuai dengan Tatalaksana Anak

6

Gizi Buruk. Sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan

melalui Klinik Gizi Puskesmas / Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Pemulihan

Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM). Penanganan balita gizi buruk tanpa

komplikasi adalah sebagai berikut:10

1. Pemberian PMT Pemulihan yang padat gizi dengan kandungan energi

500 kkal selama 10 minggu

2. Penyuluhan gizi dan demo cara penyiapan sampai pemberian makanan

pemulihan gizi yang padat gizi

3. Konseling pemberian makanan bayi dan anak (ASI, PMT, MP-ASI)

4. Memantau penambahan BB dan pemeriksaan klinis setiap minggu,

TB/PB dieriksa setiap bulan oleh tenaga kesehatan.

5. Memberikan stimulasi tumbuh kembang melalui BKB, atau Pos PAUD bila

memungkinkan.

6. Bila pertambahan BB < 50 g/kg BB perminggu dalam 3 minggu terakhir

atau ada gejala sakit, Rujuk ke Puskesmas TFC/RS untuk pengobatan

penyakit dan pemeriksaan lanjut.

7

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat alur pelayanan balita gizi buruk di bawah ini:11

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Balita Gizi Buruk

8

BAB III

METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Magang

Kegiatan magang dilaksanakan selama 5 minggu yaitu dimulai pada

tanggal 27 Juli 2015 dan berakhir pada tanggal 27 Agustus 2015. Kegiatan

magang ini dilakukan dalam lima hari kerja yaitu hari Senin sampai hari

Kamis pada pukul 07.00 – 15.15 WIB, dan hari Jum’at pada pukul 05.30 –

11.15 WIB (minggu I dan III) atau pada pukul 06.30 – 11.15 WIB (minggu II

dan IV). Lokasi magang mahasiswa yaitu di Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus khususnya di Seksi Gizi Masyarakat.

B. Responden

Responden dalam penyusunan laporan ini, diperlukan untuk

mendapatkan informasi mengenai gambaran pelaksanaan program

penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus dan keberhasilan program penanggulangan pada tahun 2015.

Responden tersebut terdiri dari kepala dan staff Seksi Gizi Masyarakat.

C. Definisi Operasional

1. Penanggulangan adalah upaya yang dilakukan untuk menangani suatu

masalah, bukan hanya dari segi penanganan masalah saja namun juga

dari segi pencegahannya.

2. Fluktuatif adalah suatu kondisi yang tidak tetap atau naik-turun.

3. Balita adalah anak yang berusia di bawah 5 tahun atau 0-59 bulan.

4. BGM atau Bawah Garis Merah adalah berat badan balita dari hasil

penimbangan yang di dalam KMS berada di bawah garis merah.

5. KMS adalah kartu yang mencatat grafik pertumbuhan dan perkembangan

balita, yang berfungsi untuk mencatat tumbuh kembang balita dari sejak

lahir sampai berusia 5 tahun.

6. Balita 2T adalah Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-

turut.

7. Gizi Kurang adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan energi dan

protein di dalam tubuh, yang mengakibatkan tubuh menjadi kurus.

Standar Anthropometri WHO 2005 dari gizi kurang berdasarkan BB/U

adalah -3SD sampai <-2SD.

9

8. Gizi Buruk adalah suatu bentuk akibat dari gizi kurang yang menahun

(lama). Standar Anthropometri WHO 2005 dari gizi buruk berdasarkan

BB/U adalah < -3 SD.

9. BB/U adalah suatu Standar Antropometri WHO 2005 yang digunakan

untuk menentukan status gizi balita berdasarkan berat badan per umur.

10. Screening adalah upaya yang dilakukan untuk mendeteksi individu yang

mengalami suatu masalah kesehatan atau gizi.

11. PMT Penyuluhan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada

balita saat melakukan penimbangan bulanan di Posyandu. Tujuannya

adalah untuk melengkapi kebutuhan gizi balita agar tidak terkena gizi

kurang.

12. PMT Pemulihan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada balita

dalam masa pemulihan pasca/setelah perawatan gizi buruk di Puskesmas

atau Rumah Sakit.

13. F100 adalah Formula makanan cair yang terbuat dari susu, gula, minyak

dan mineral mix, yang mengandung energi 100 kkal setiap 100

mililiternya. Formula ini dapat diberikan kepada anak balita yang sangat

kurus dan diberikan secara bertahap.

14. TFC atau Theraupetic Feeding Center adalah tempat pemberian

makanan tambahan yang disertai dengan terapi diet dan medis pada

anak yang menderita gizi buruk. Pemberian makanan tambahan tersebut

telah disesuaikan dengan usia dan kondisi balita, dengan melibatkan

peran serta orang tua (ibu) agar dapat mandiri ketika kembali ke rumah.

D. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah data sekunder.

Data Sekunder tersebut diperoleh dengan wawancara dan studi pustaka.

1. Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya-jawab dengan

kepala dan staff yang ada di Seksi Gizi Masyarakat. Tujuan dari

wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi,

tugas pokok, program, dan kegiatan-kegiatan yang ada di Seksi Gizi

Masyarakat.

10

2. Studi Pustaka

Studi pustaka ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan gizi yang

ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, melalui profil Kesehatan

Kabupaten Kudus, laporan bulanan dan laporan tahunan.

11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kegiatan

1. Uraian Kegiatan

Pada saat magang di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, penulis

ditempatkan di Seksi Gizi Masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan

penulis selama magang adalah sebagai berikut :

a. Mendapat pengarahan dari Kepala Seksi Gizi Masyarakat

b. Mengikuti apel pagi

c. Mengikuti upacara (setiap hari Senin)

d. Mengikuti bimbingan rohani (setiap hari Rabu)

e. Mengikuti senam pagi (setiap hari Jum’at)

f. Brainstorming dengan sesama peserta magang dan staff Seksi Gizi

Masyarakat

g. Mengikuti pembinaan ruang laktasi dengan Dinas kesehatan Provinsi

Semarang di institusi perusahaan (Pura Group)

h. Melakukan pembinaan dokter kecil

i. Membaca buku

j. Membaca laporan bulanan Pemantauan Status Gizi (PSG)

k. Meminta materi dan data yang ada di Seksi Gizi Masyarakat

l. Melakukan kunjungan ke Puskesmas dalam rangka penimbangan

serentak dan pemantauan Vitamin A

m. Membantu mengolah data

n. Merekap data laporan obat masing-masing Puskesmas

o. Memverifikasi SPJ PMT Penyuluhan Posyandu

p. Mengkonsultasikan laporan magang dengan pembimbing magang

(Kasi Gizi Masyarakat)

q. Membuat laporan magang

Untuk uraian kegiatan magang yang lebih rinci, dapat dilihat pada

lampiran 3.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama magang, penulis dapat

mengetahui masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Kudus.

Permasalahan tersebut diidentifikasi penulis berdasarkan informasi yang

12

diperoleh dari wawancara dengan staff Seksi Gizi Masyarakat, serta

laporan bulanan dan laporan tahunan yang ada di Seksi Gizi Masyarakat

tersebut. Adapun masalah gizi yang teridentifikasi oleh penulis adalah

Gizi Kurang/Buruk yang terjadi pada balita. Masalah gizi yang

diidentifikasi oleh penulis tersebut, juga telah dikonsultasikan dengan

pembimbing magang (Kasi Gizi Masyarakat).

B. Gambaran Umum Kabupaten Kudus

1. Topografi

Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten yang ada di

Provinsi Jawa Tengah, yang terletak diantara 1100 35’ dan 1100 50’ BT

(Bujur Timur) serta 60 51’ dan 70 16’ LS (Lintang Selatan). Luas Wilayah

dari Kabupaten Kudus adalah 425,165 Km2 , terbagi atas 9 kecamatan

(Kota, Kaliwungu, Jati, Undaan, Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe),

123 desa, dan 9 kelurahan. Adapun batas wilayah dari Kabupaten Kudus

adalah sebagai berikut :12

Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Pati

Sebelah Timur : Kabupaten Pati

Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati

Sebelah Barat : Kabupaten Demak dan Jepara

Kabupaten Kudus memiliki ketinggian rata-rata 55 m di atas

permukaan laut, beriklim tropis dan bertemperatur sedang (19,10 C s/d

30,70 C) dengan kelembaban rata-rata bervariasi dari 71,8% s/d 87,9%.

Curah hujan relatif rendah, yaitu rata-rata < 2000 mm/tahun. Pola

penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Kudus dapat diuraikan sebagai

berikut :5

Lahan Sawah : 20.629 Ha

Bukan Lahan Sawah : 7.637 Ha

Bukan Lahan Pertanian : 14.250 Ha

13

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Kudus

2. Kependudukan

a. Pertumbuhan Penduduk

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus

Tahun 2013 tercatat 797.003, terdiri dari laki-laki sebesar 394.382

jiwa dan perempuan sebesar 402.621 jiwa. Jumlah Kabupaten Kudus

pada tahun 2012 sebesar 791.891 jiwa, sedangkan pada tahun 2013

menjadi 797.003 jiwa, sehingga pertambahan penduduk sebesar

5.112 jiwa (0,64 %). Adapun komposisi penduduk menurut kelompok

umur di Kabupaten Kudus Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

14

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten

Kudus

NoKelompok Umur

(Tahun)

Jumlah Penduduk

Laki-LakiPerempua

nJumlah

1 0-4 41.061 38.249 79.265

2 5-9 49.692 45.899 95.591

3 10-14 49.298 46.704 96.002

4 15-19 42.199 44.288 86.487

5 20-24 35.889 41.067 76.956

6 25-29 33.522 37.041 70.564

7 30-34 31.156 30.197 61.353

8 35-39 25.240 22.547 47.787

9 40-44 18.142 18.923 37.065

10 45-49 15.381 18.118 33.499

11 50-54 15.775 17.715 33.491

12 55-59 13.803 14.092 27.895

13 60-64 10.254 10.871 21.125

14 65-69 6.310 7.247 13.557

15 70+ 6.704 9.663 16.367

Jumlah (Kab/Kota) 394.382 402.621 797.003

Dilihat dari susunan penduduk tersebut di atas, jenis penduduk

Kabupaten Kudus masih tergolong jenis penduduk muda (usia

produktif) dimana jumlah penduduk umur antara 15 – 64 tahun

mencapai 496.222 jiwa (62,26%) yaitu lebih dari 50% dari jumlah

penduduk seluruhnya. Apabila dilihat dari penyebarannya, maka

kecamatan yang paling tinggi persentasenya adalah kecamatan Jati

sebesar 102.911 jiwa (12,90%) dan yang terkecil adalah Kecamatan

Bae sebesar 68.170 jiwa (8,55%) dari jumlah penduduk seluruhnya.

b. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk di Kabupaten Kudus dalam kurun waktu 5

tahun (2008 s/d 2012) cenderung mengalami kenaikan seiring dengan

kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2013 kepadatan penduduk

tercatat sebesar 1.875 jiwa/Km2, namun persebaran penduduk masih

15

belum merata. Kecamatan yang terpadat masih di Kecamatan Kota

yaitu sebesar 8.787 jiwa/Km2 (Desa Panjunan) dan terendah di

Kecamatan Undaan sebesar 990 jiwa /Km2 (Desa Wonosoco).

c. Sex Ratio

Perkembangan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari

ratio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan

perempuan. Bila dilihat dari perbandingan sex ratio di Kabupaten

Kudus, maka diperoleh sex ratio pada tahun 2013 sebesar 0,98 yang

berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk

laki-laki. Dengan kata lain bahwa penduduk perempuan lebih banyak

dibanding penduduk laki-laki, ini dapat dilihat dari semua Kecamatan

bahwa sex ratio berkisar antara 93,5 dan 100,5.

d. Sosial Ekonomi

Salah satu yang menjadi tolak ukur kondisi sosial ekonomi dalam

suatu daerah adalah tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun

2013, sebagian besar tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kudus

adalah lulus SD/MI yaitu sebesar 292.254 dan yang terkecil adalah

lulus Akademi/Diploma, yaitu sebesar 13,051.

Indikator lain dari kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah

angka ketergantungan (dependency ratio) yang diperoleh dengan

melihat jumlah penduduk usia produktif (15 s/d 64 tahun)

dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif ( 0 s/d 14

tahun) ditambah usia lebih dari 65 tahun. Pada tahun 2013, angka

beban ketergantungan di Kabupaten Kudus sebesar 48,28%. Hal ini

berarti bahwa setiap 100 orang produktif harus menanggung 48 orang

yang tidak produktif atau setiap satu orang produktif harus

menanggung 2 orang yang tidak produktif.

C. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

1. Gambaran Ringkas

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus merupakan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kudus yang memiliki tanggung

jawab menjalankan kebijakan Pemerintah Kabupaten Kudus dalam

bidang kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus berlokasi di Jalan

Diponegoro No. 15 Kudus.

16

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kudus. Dinas

Kesehatan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di Bidang

Kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Terdapat

19 Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus, yaitu:

UPT Puskesmas Kaliwungu

UPT Puskesmas Sidorekso

UPT Puskesmas Wergu Wetan

UPT Puskesmas Purwosari

UPT Puskesmas Rendeng

UPT Puskesmas Jati

UPT Puskesmas Ngembal Kulon Kudus

UPT Puskesmas Undaan

UPT Puskesmas Ngemplak

UPT Puskesmas Mejobo

UPT Puskesmas Jepang

UPT Puskesmas Tanjungrejo

UPT Puskesmas Jekulo

UPT Puskesmas Bae

UPT Puskesmas Dersalam

UPT Puskesmas Dawe

UPT Puskesmas Rejosari

UPT Puskesmas Gribig

UPT Puskesmas Gondosari

2. Visi dan Misi

Visi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah “Menuju

Kudus Semakin Sehat”. Adapun misi dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus, yaitu:

a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan

b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,

merata, dan terjangkau

17

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya.

3. Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus mempunyai tugas pokok

melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan

berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Untuk

melaksanakan tugas pokok, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang

kesehatan

c. Pembinaan dan fasilitasi bidang kesehatan lingkup kabupaten

d. Pelaksanaan tugas di bidang kemitraan dan promosi kesehatan,

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, upaya kesehatan

masyarakat, rujukan, keluarga dan gizi, dan sumber daya kesehatan

e. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang kesehatan

f. Pelaksanaan kesekretariatan dinas

g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

4. Struktur Organisasi

Susunan organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus terdiri dari:

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat, terdiri dari :

1) Sub Bagian Perencanaan, evaluasi, dan pelaporan

2) Sub Bagian Keuangan

3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

c. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :

1) Seksi Kesehatan Dasar & Rujukan

2) Seksi Gizi Masyarakat

3) Seksi Kesehatan Keluarga.

d. Bidang Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan, terdiri dari:

1) Seksi Pengendalian Penyakit

2) Seksi Pencegahan Penyakit & Penanggulangan KLB

3) Seksi Penyehatan Lingkungan

18

e. Bidang Kemitraan & Promosi Kesehatan, terdiri dari :

1) Seksi Pemberdayaan Masyarakat & Kemitraan

2) Seksi Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Masyarakat

3) Seksi Promosi Kesehatan

f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdiri dari :

1) Seksi Sumber Daya Kesehatan, Perijinan, dan Sertifikasi

2) Seksi Farmasi & Perbekalan Kesehatan

3) Seksi Manajemen Informasi & Pengembangan Kesehatan

g. UPT, terdiri dari:

1) Pusat Kesehatan Masyarakat

2) Laboratorium Kesehatan

h. Kelompok Jabatan Fungsional

19

Berikut ini adalah gambar dari struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus:

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

20

D. Gambaran Umum Seksi Gizi Masyarakat

Seksi Gizi Masyarakat merupakan salah satu seksi yang berada di

bawah Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Yankesmas) Dinas

Kesehatan Kabupaten Kesehatan Kudus. Seksi Gizi Masyarakat terdiri dari

Kepala dan Staff. Kegiatan yang terdapat di Seksi Gizi Masyarakat dapat

dilihat dari tugas pokok Kepala dan Staff Seksi Gizi Masyarakat tersebut.

Adapun tugas pokok dari Kepala Seksi Gizi Masyarakat adalah sebagai

berikut :

1. Menyusun dan mengkoordinasikan perencanaan tahunan dan lima

tahunan dan lima tahunan upaya perbaikan gizi masyarakat.

2. Melaksanakan penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia

Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang

Vitamin A (KVA), dan kurang zat gizi mikro lainnya.

3. Melaksanakan pengamatan (surveilans) dan penanggulangan gizi buruk.

4. Melaksanakan upaya peningkatan SDM tenaga gizi.

5. Menyelenggarakan upaya penanggulangan gizi lebih.

6. Menyelenggarakan upaya penanggulangan gizi mikro masyarakat.

7. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian Keluarga

Sadar Gizi (KADARZI).

8. Menyelenggarakan administrasi umum dan perlengkapan unit.

9. Menyelenggarakan pembelajaran organisasi (Learning Organization)

dalam unitnya, baik dalam bentuk rapat-rapat bulanan maupun yang

bersifat pendidikan dalam jabatan job training.

10. Melakukan koordinasi lintas program dan sektor sesuai dengan bidang

tugasnya.

11. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Sedangkan tugas pokok dari Staff Gizi Masyarakat adalah :

1. Mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisa data untuk

menyusun perencanaan upaya perbaikan gizi.

2. Melaksanakan penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia

Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang

Vitamin A (KVA) dan kurang zat gizi mikro lainnya.

3. Melaksanakan surveilans dan penanggulangan gizi buruk.

4. Melaksanakan upaya penanggulangan gizi lebih.

21

5. Melaksanakan upaya penanggulangan gizi mikro masyarakat.

6. Melaksanakan peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).

7. Melaksanakan administrasi umum dan perlengkapan unit.

8. Melakukan koordinasi lintas program dan sektor sesuai dengan bidang

tugasnya.

9. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Untuk menangani permasalahan gizi yang ada di Kabupaten Kudus,

Sie Gizi Masyarakat memiliki program perbaikan gizi. Adapun program

perbaikan gizi tahun 2015, meliputi:

1. Penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi

a. Pertemuan koordinasi SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi)

tingkat Kabupaten

b. Validasi Penilaian Status Gizi TBABS (Tinggi Badan Anak Baru

Sekolah)

c. Bimbingan teknis program gizi

d. Pertemuan perencanaan dan evaluasi program gizi

e. Konsultasi teknis program gizi ke Propinsi

2. Pemberian tambahan makanan dan Vitamin

a. Pemberian tambahan makanan

b. Pengadaan bahan untuk PMT pemulihan Balita KEP (200 balita)

c. Pengadaan bahan untuk PMT Pemulihan ibu hamil KEK (50 ibu

hamil)

d. Pengadaan makanan untuk PMT Penyuluhan di Posyandu (677

Posyandu x 6 bulan)

e. Pemantauan PMT Balita KEP di Puskesmas

f. Pemantauan PMT ibu hamil KEK di Puskesmas

g. Pemantauan PMT dari Kabupaten ke Puskesmas

3. Penanggulangan KEP (Kurang Energi Protein), AGB (Anemia Gizi Besi),

GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium), KVA (Kurang Vitamin A),

dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.

a. Pelacakan Balita KEP di Puskesmas

b. Sosialisasi AGB (Anemia Gizi Besi), PP ASI / GAKY remaja putrid di

Sekolah

c. Pemantauan garam tingkat masyarakat (SD dan Posyandu)

22

d. Pemantauan distribusi Vitamin A ke Puskesmas

e. Pemantauan distribusi Fe ke Puskesmas

f. Pembelian Yodina test

g. Penggandaan KMS Balita

h. Penggandaan buku grafik pertumbuhan anak

4. Pemberdayann masyarakat untuk pencapaian Keluarga Sadar Gizi

(KADARZI)

a. Sosialisasi peningkatan pojok laktasi tingkat Kabupaten

b. Sosialisasi gerakan nasional sadar gizi tingkat Kecamatan

5. Penanggulangan gizi lebih

a. Sosialisasi peningkatan penanggulangan gizi lebih

E. Gambaran Pelaksanaan Program Penanggulangan Balita Gizi

Kurang/Buruk Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus

Permasalahan gizi terutama gizi kurang dan gizi buruk yang terjadi

pada balita, masih menjadi masalah utama bagi setiap daerah. Seperti

halnya di Kabupaten Kudus, kasus balita gizi kurang dan gizi buruk

merupakan salah satu masalah yang menjadi prioritas. Berdasarkan data

Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus tahun 2010-2014,

kasus gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Kudus bersifat fluktuatif.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini :5,6,12,13,14

2010 2011 2012 2013 2014

4.35%

5.96% 5.82%

3.74% 3.86%

Prevalensi Gizi Kurang (BB/U)

Gambar 4.3 Grafik Prevalensi Balita Gizi Kurang (BB/U) Kabupaten

Kudus

Dari grafik prevalensi Balita gizi kurang (BB/U) di atas dapat

diketahui bahwa prevalensi balita gizi kurang (BB/U) paling tinggi terjadi

23

tahun 2011, yaitu sebesar 5,96%. Sedangkan balita gizi kurang (BB/U)

terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu sebesar 3,74%.

2010 2011 2012 2013 2014

0.40%

0.60%

0.75% 0.76%

0.57%

Prevalensi Gizi Buruk (BB/U)

Gambar 4.4 Grafik Prevalensi Balita Gizi Buruk (BB/U) Kabupaten Kudus

Sedangkan prevalensi Balita gizi buruk (BB/U) jika dilihat dari grafik

di atas dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi pada tahun 2011, yaitu

sebesar 5,96%. Sedangkan prevalensi terendah pada tahun 2013, yaitu

sebesar 3,74%.

Sementara itu, menurut data laporan bulanan Seksi Gizi Masyarakat

bulan Januari-Juli 2015, balita yang mengalami gizi kurang sebesar 1638

kasus (2.44%) dan balita yang mengalami gizi buruk sebesar 103 kasus

(0,17%). Berdasarkan hasil wawancara dengan staff Sie Gizi Masyarakat,

penyebab dari terjadinya balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten

Kudus adalah adanya penyakit infeksi dan penyakit bawaan lahir yang

diderita oleh balita tersebut. Hal itu dikarenakan, setiap ditemukan kasus

balita gizi kurang/gizi buruk, sering disertai dengan penyakit infeksi/ penyakit

bawaan. Adapun penyakit yang diderita oleh balita tersebut berdasarkan

kasus tahun 2015, meliputi :15

- PJB

- Kelainan kromosom

- Cebral Patsy

- Kelainan Jantung

- Cacat sejak lahir

- Perut sering kembung

- Suspect Cardiomegali

24

- Bronchopneumoni

- Benjolan di kepala

- Bibir sumbing

- Hidrocephalus

- TB

Untuk program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk di Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus, dimulai dari screening, penanganan, sampai

pencegahan. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :

1. Screening

Screening atau penemuan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, dapat diperoleh dari penimbangan

bulanan di posyandu. Kegiatan yang dilakukan dalam penimbangan

bulanan meliputi: penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,

pencatatan hasil dari pengukuran berat badan dan tinggi badan dalam

Kartu Menuju Sehat (KMS), pemberian Vitamin A, dan Pemberian

Makanan Tambahan (PMT). Kegiatan posyandu ini dilakukan setiap

bulan, bagi balita yang ada di wilayah Kabupaten Kudus sesuai dengan

wilayah kerja Puskesmas. Sementara itu, untuk bulan Februari dan

Agustus, Sie Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, juga

memiliki program penimbangan serentak. Penimbangan serentak tersebut

dilakukan oleh kader posyandu, bidan desa, petugas gizi puskesmas.

Adapun sasarannya adalah semua balita yang ada di wilayah Kabupaten

Kudus. Tujuannya adalah untuk memantau pemberian Vitamin A dan

PMT, serta untuk memastikan bahwa semua balita ikut ditimbang.

Hasil dari penimbangan balita tersebut dapat dilihat di KMS. Dari

KMS dapat diketahui bahwa berat badan balita naik, tidak naik, atau

BGM. Apabila berat badan balita berada di bawah garis merah atau tidak

naik 2 kali (2T), maka balita tersebut diwaspadai terkena gizi kurang.

Penentuan status gizi balita tersebut didasarkan pada standar WHO

Anthro 2005. Dikatakan gizi kurang apabila Z-score -3SD sampai <-2SD

dan gizi buruk apabila Z-score <-3SD.16

2. Penanganan

Setelah diketahui balita mengalami gizi buruk, maka selanjutnya

kader/bidan desa melaporkan ke petugas gizi puskesmas, lalu dari

Puskesmas melapor ke Dinas Kesehatan. Untuk menangani balita yang

25

gizi buruk, Sie Gizi Masyarakat Dinkes Kabupaten Kudus memiliki

program agar semua balita yang menderita gizi buruk mendapatkan

perawatan medis dan mendapatkan PMT Pemulihan.

a. Balita mendapatkan perawatan

Saat dirujuk di Rumah Sakit/Puskesmas, balita yang mengalami

gizi buruk akan mendapatkan berbagai upaya perawatan, antara lain :

10 langkah TAGB, F100, dan konseling gizi. Adapun yang termasuk

10 langkah TAGB adalah :

1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemia

2) Mencegah dan mengatasi hipotermia

3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi

4) Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

5) Mengobati infeksi

6) Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

7) Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam 3 fase meliputi:

penanganan awal (initial treatment), yaitu pada minggu pertama;

rehabilitasi (rehabilitation) pada minggu kedua hingga keenam; dan

tindak lanjut (follow-up) pada minggu ketujuh hingga minggu ke-26.

Sementara dalam pedoman yang disusun oleh Depkes tahun 1999,

langkah-langkah penanganan tersebut dilakukan dalam 4 fase.

Perbedaannya terletak pada penanganan minggu kedua hingga

keenam atau fase rehabilitasi, yang dibagi menjadi fase transisi, yaitu

pada minggu kedua, dilanjutkan dengan fase rehabilitasi mulai

minggu ketiga hingga keenam.17

Setelah balita diberikan 10 langkah TAGB, selanjutnya balita

tersebut diberikan F100. F100 merupakan komposisi formula diet

yang terdiri dari susu, gula, dan minyak, yang mengandung energi

100 kkal untuk tiap 100 ml larutan. Jumlah formula diet yang

diberikan, disesuaikan dengan kondisi klinis dan berat badan anak.

Selain itu, orangtua dari balita yang menderita gizi buruk juga

26

diberikan konseling gizi. Kegiatan yang dilakukan selama melakukan

konseling, antara lain :

1) Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil

penilaian pertumbuhan anak

2) Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi

3) Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi

4) Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi

anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran

makan dan memilih atau mengganti makanan

b. PMT Pemulihan

PMT pemulihan merupakan makanan tambahan yang diberikan

kepada balita yang mengalami masalah dalam kekurangan gizi.

Sasaran dari PMT pemulihan ini dipilih berdasarkan hasil

penimbangan bulanan di Posyandu. Salah satu yang menjadi sasaran

dalam PMT pemulihan adalah balita dalam pemulihan pasca

perawatan gizi buruk di Puskesmas Perawatan/Rumah Sakit. PMT

pemulihan diberikan kepada balita dalam bentuk makanan, terutama

yang berasal dari sumber protein hewani maupun nabati serta sumber

vitamin dan mineral. Makanan tambahan pemulihan ini dibagi menjadi

2 bentuk, yaitu berupa MP-ASI (untuk usia 0-23 bulan), dan makanan

keluarga (untuk usia 24-59 bulan). Bentuk dari makanan tambahan

pemulihan tersebut, diberikan kepada balita sesuai dengan pola

makanan menurut usianya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:18

Tabel 4.2 Pola Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

Usia

(Bulan)ASI

Bentuk Makanan

Makanan

Lumat

Makanan

Lembek

Makanan

Keluarga

0-6*

6-8

9-11

12-23

24-59

Keterangan: 6* = 5 bulan 29 hari

27

Selain itu, PMT pemulihan tersebut juga diberikan kepada balita

gizi buruk sesuai kondisi dan kebutuhan gizinya. Untuk kebutuhan

energinya yaitu berkisar 80-220 kkal/ kgBB/hr dan kebutuhan protein

berkisar 1-4 gram/kgBB/hr.19 PMT pemulihan ini diberikan kepada

balita gizi sekali setiap hari, namun makanan tersebut diberikan bukan

untuk menggantikan makanan utama dari balita. Salah satu bentuk

PMT pemulihan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Kudus kepada balita gizi buruk pasca perawatan adalah paket susu

bubuk. Paket susu bubuk tersebut diberikan kepada balita sebanyak 3

kg / 90 hari / hari. Untuk pemberian PMT pemulihan balita gizi buruk

di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus ini tidak hanya terbatas pada

waktu 90 hari, namun menyesuaikan kondisi balita sampai benar-

benar kondisi gizinya mencapai normal.

3. Pencegahan

Kegiatan pencegahan balita gizi buruk ditujukan agar semua balita

memiliki status gizi yang normal. Program pencegahan balita gizi buruk

yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah PMT penyuluhan.

Dalam memberikan PMT Penyuluhan, Dinas kesehatan Kabupaten

Kudus berkerjasama dengan Puskesmas dan Posyandu yang ada di

wilayah kerjanya. Disini pihak puskesmas tepatnya petugas gizi yang ada

di puskesmas tersebut, berperan sebagai perencana menu makanan

tambahan, yang nantinya akan disampaikan kepada Sie Gizi Masyarakat

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Sedangkan posyandu berperan

sebagai tempat pemberian makanan tambahan tersebut, dimana PMT

penyuluhan ini diberikan kepada balita setiap kali melakukan

penimbangan bulanan di posyandu (satu bulan sekali).

Nilai gizi makanan tambahan penyuluhan yang diberikan kepada

balita tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan gizi balita pada umumnya,

dan bukan berdasarkan kebutuhan gizi masing-masing balita. Hal ini

dikarenakan, TFC (Therapeutic Feeding Centre) di Kabupaten Kudus

belum berjalan dengan baik. Sehingga PMT Penyuluhan yang diberikan

kepada balita, belum cukup mengenai sasaran.

28

F. Keberhasilan Program Penanggulangan Balita Gizi Kurang/ Gizi Buruk

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun 2015

Salah satu Indikator yang dapat digunakan untuk melihat

keberhasilan dari program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah balita gizi buruk yang

mendapatkan perawatan, dan rasio SKDN. Target dari indikator tersebut

didasarkan pada SPM (Standar Pelayanan Minimal). Target tahun 2015 dari

indikator balita yang mendapatkan perawatan adalah 100%. Disini Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus sudah mencapai target tersebut, dimana

semua balita gizi buruk yang ada di Kabupaten Kudus sudah mendapatkan

perawatan medis di Puskesmas/Rumah Sakit (100%). Sedangkan rasio

SKDN itu sendiri terdiri dari D/S, N/D, K/S, dan N/S. Namun, rasio SKDN

yang biasa digunakan untuk menilai keberhasilan program penanggulangan

adalah D/S dan N/D. Adapun uraian dari capaian D/S dan N/D Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut :

1. Capaian D/S

D/S merupakan indikator yang dapat mencerminkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita di posyandu. Adapun

capaian D/S Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015,

dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

81%

86%

82% 81% 82%80%

72%

D/S

Gambar 4.5 Grafik Capaian D/S Tahun 2015

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa D/S terendah yaitu

pada bulan Juli sebesar 71,8%. Sedangkan, D/S tertinggi pada bulan

29

Februari sebesar 86%. Hal itu dikarenakan pada bulan Februari tersebut

terdapat kegiatan penimbangan serentak, sehingga partisipasi

masyarakat untuk menimbangkan balitanya meningkat.

Target dari indikator D/S tahun 2015 adalah 85%. Jika dilihat dari

grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa capaian D/S Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus sudah baik. Alasannya adalah walaupun

belum mencapai 1 tahun, tetapi rata-rata dari capaian sampai bulan Juli

2015, sudah mencapai 80,3%. Dengan capaian D/S yang sudah baik ini,

mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita yang ada di

wilayah Kudus ini semakin terpantau, dan makanan tambahan yang

diberikan kepada balitaa semakin merata.

2. Capaian N/D

Indikator N/D dapat digunakan untuk melihat kenaikan berat

badan balita yang ditimbang. Selain itu. indikator tersebut juga sering

digunakan untuk menggambarkan seberapa besar hasil penimbangan

yang dicapai suatu daerah. Adapun capaian N/D Dinas Kesehatan

Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015 adalah sebagai berikut :

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

94.12%94.38%

94.51% 94.43%94.55% 94.58%

95.71%

N/D

Gambar 4.6 Grafik Capaian N/D Tahun 2015

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa nilai N/D rata-rata

mengalami kenaikan setiap bulannya, dimana nilai N/D terendah yaitu

pada bulan Januari sebesar 94,12%. Sedangkan nilai N/D tertinggi yaitu

pada bulan Juli sebesar 95,71%.

30

Target dari indikator N/D tahun 2015 adalah 85%. Jika dilihat dari

grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa capaian N/D Dinas

Kesehatan Kabupaten Kudus sudah sangat baik. Alasannya adalah

setiap bulannya N/D Kabupaten Kudus sudah berada jauh di atas target

atau >85%.

31

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada bulan Januari-Juli 2015, balita gizi kurang di Kabupaten Kudus

sebesar 1638 kasus (2.44%) dan balita gizi buruk sebesar 103 kasus

(0,17%).

2. Penyebab dari terjadinya balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten

Kudus adalah adanya penyakit infeksi dan penyakit bawaan lahir yang

diderita oleh balita seperti Tuberculosis, kelainan jantung, dan lain

sebagainya.

3. Program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk Kabupaten Kudus

dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Screening (Penimbangan bulanan di

Posyandu), Penanganan (Balita gizi buruk mendapatkan perawatan dan

PMT Pemulihan), Pencegahan (PMT Penyuluhan)

4. Capaian indikator keberhasilan penanggulangan gizi kurang/gizi buruk

Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015 sudah baik,

karena sudah memenuhi target.

B. Saran

Saran yang diberikan oleh penulis terkait penanggulangan masalah gizi

kurang/gizi buruk di Kabupaten Kudus, adalah:

1. Mengadvokasikan pembentukan desa siaga kepada sektor terkait, agar

permasalahan gizi masyarakat, terutama masalah balita gizi kurang/gizi

buruk dapat ditangani secara cepat.

2. Mengaktifkan TFC atau Therapeutic Feeding Center di masing-masing

Puskesmas atau Rumah Sakit, agar makanan tambahan yang diberikan

kepada balita tepat sasaran sesuai kebutuhan gizinya.

3. Memberikan penghargaan atau reward berupa sertifikat atau hadiah

kepada petugas gizi puskesmas, kader, dan bidan desa yang mempunyai

kinerja yang baik, dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi mereka

dalam melaksanakan tugasnya.

32

DAFTAR PUSTAKA

1Dikti. 2015. Pedoman Pelaksanaan Program Magang. Jakarta: Dikti2Tim magang bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik. 2013. Pedoman

Kegiatan

Magang Mahasiswa, Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.3Tarigan. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur

3-36 bulan sebelum dan saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah. Buletin

Penelitian Kesehatan Depkes RI. 31(1), 1-124Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:

Kemenkes RI5Dinkes Kabupaten Kudus. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun

2013. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus6_____________________. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun

2014. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus7Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC8Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada9Depkes RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI10Kemenkes RI dan WHO Indonesia. 2013. Buku Saku Asuhan Gizi di

Puskesmas. Jakarta: Bina Gizi Kemenkes RI11Kemenkes RI. 2013. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta:

Kemenkes RI12Dinkes Kabupaten Kudus. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun

2012. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus13_____________________. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun

2010. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus14_____________________. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun

2011. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus15Sie Gizi Masyarakat DKK Kudus. 2015. Laporan Bulanan Pemantauan Status

Gizi 2015. Kudus: DKK Kudus16Kepmenkes RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Jakarta: Kepmenkes RI17Amelia. 2011. Kajian Penanganan Anak Gizi Buruk dan Prospeknya. PGM.

34(1), 1-11

33

18Kemenkes RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan

Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional

Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI19Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.

Jakarta: Kemenkes RI

34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Pembinaan Ruang Laktasi Institusi Pengukuran Tinggi Badan Balita

Penimbangan Balita dengan Dacin Pemberian Vit.A dalam Penimbangan Serentak

Pembinaan Dokter Kecil

35

Penyerahan Kenang-Kenangan Kepada Kepala Dinkes

Penyerahan Kenang-Kenangan Kepada Pembimbing Magang

36