Laporan Magang Dinkes Kiki
description
Transcript of Laporan Magang Dinkes Kiki
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang
sangat besar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan
peningkatan daya saing bangsa. Agar peran yang strategis dan besar
tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka sumber daya manusia
perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul.1
Berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan dan
pengajaran tinggi merupakan tanggung jawab bagi terbentuknya manusia
yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, mengabdi pada
masyarakat sehingga dapat berperan serta dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur. Dalam mewujudkan harapan tersebut,
berbagai bentuk usaha atau kegiatan ilmiah dilakukan oleh perguruan tinggi
baik di dalam lingkungan pendidikan tinggi maupun di masyarakat. Salah
satu dari kegiatan ilmiah tersebut adalah kegiatan magang yang dilakukan di
institusi, perusahaan atau industri yang sesuai dengan bidang keilmuan yang
diberikan.2
Pengertian dari kegiatan magang itu sendiri adalah kegiatan mandiri
mahasiswa yang dilaksanakan diluar lingkungan kampus untuk mendapatkan
pengalaman kerja praktis yang berhubungan dengan bidang ilmu yang
ditekuninya. Kegiatan magang dilaksanakan sesuai dengan formasi struktural
dan fungsional pada instansi/unit kerja tempat magang, baik milik pemerintah
maupun swasta atau lembaga lain yang relevan. Dalam hal ini kegiatan
magang yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro khususnya peminatan gizi diharapkan dapat
melakukan pembelajaran dengan ikut dalam sistem kerja ditempat
magang/instansi masing-masing, dan juga dapat mengangkat suatu kasus
atau permasalahan yang dijumpai di tempat magang tersebut. Untuk
memenuhi hal tersebut, maka penulis memilih Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus sebagai lokasi dilaksanakannya kegiatan magang. Lokasi tersebut
dipilih atas pertimbangan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang
kesehatan yang mengurus dan membina berbagai hal pelayanan dan
1
pemantauan kesehatan masyarakat, serta membentuk kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
juga merupakan pusat perencanaan program dan penanggulangan masalah
kesehatan tingkat kabupaten. Dengan adanya hal tersebut, penulis berharap
dapat menganalisis permasalahan yang ada di Kabupaten Kudus, khususnya
permasalahan gizi.
Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan dapat
terjadi pada berbagai tingkatan umur. Salah satu kelompok umur yang rawan
terkena masalah gizi adalah balita (usia 0-59 bulan). Balita ini sangat rawan
untuk terkena masalah gizi kurang atau gizi buruk. Hal itu dikarenakan pada
usia balita, mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang
cukup dan memadai. Apabila suplai makanan tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh balita, maka dapat menyebabkan kurang gizi dan jika tidak
ditangani segera, dapat menyebabkan gizi buruk.3
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa
sebesar 5,7% anak balita di Indonesia mengalami gizi buruk dan 13,9%
mengalami gizi kurang. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk naik dari
tahun 2007 (5,4%) dan 2010 (4,9%). Sedangkan prevalensi balita gizi kurang
naik sebesar 0,9% dari tahun 2007 dan 2013.4
Sementara itu, untuk kasus gizi kurang dan kasus gizi buruk di
Kabupaten Kudus masih terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data Profil
Kesehatan Kabupaten Kudus, pada tahun 2013 balita yang mengalami gizi
kurang (BB/U) sebesar 2177 kasus (3,74%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar
445 kasus (0,76%).5 Sedangkan pada tahun 2014, balita yang mengalami gizi
kurang (BB/U) sebesar 2224 kasus (3,86%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar
328 kasus (0,57%).6
Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita ini dapat
mengakibatkan berbagai gangguan seperti dalam hal pertumbuhan fisik,
mental, dan intelektual yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian
dan berkurangnya kemampuan belajar.7 Mengingat kasus gizi kurang dan
kasus gizi buruk di Kabupaten Kudus masih terjadi, oleh karena itu penulis
ingin melihat dan mengetahui gambaran pelaksanaan program
penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk yang ada di Dinas Kesehatan
2
Kabupaten Kudus, serta seberapa besar keberhasilan dari program tersebut
pada tahun 2015.
B. Tujuan Magang
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan praktik yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di FKM UNDIP secara terampil,
serta mahasiswa juga dapat memperoleh pengalaman praktis lapangan
sesuai dengan kondisi yang ada dalam tempat/instansi magang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan visi, misi, tugas pokok, fungsi, dan struktur
organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
b. Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan masalah gizi yang ada di
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
c. Mampu menjelaskan pelaksanaan program penanggulangan masalah
gizi beserta capaian keberhasilan dari program tersebut.
C. Manfaat Magang
1. Bagi Mahasiswa
a. Memperoleh pemahaman, penghayatan dan sikap kerja profesional di
bidang kesehatan, khususnya Gizi Kesehatan Masyarakat.
b. Mengerti dan memahami masalah kesehatan gizi secara nyata di
institusi kerja sebagai kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia
kerja.
c. Mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.
d. Menambah wawasan dan mampu mengembangkan kompetensi diri
serta adaptasi dalam dunia kerja.
e. Memperoleh pengalaman bekerja dalam sebuah tim (team work)
untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang
institusi kerja tempat magang.
f. Memperoleh bahan untuk penulisan karya ilmiah.
2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
a. Terlaksananya salah satu dari upaya untuk mengimplementasikan Tri
Dharma Perguruan Tinggi yaitu: akademik, penelitian, pengabdian
masyarakat dengan aplikasi nilai-nilai islam di tempat kerja.
3
b. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan
institusi magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan
kesepadanan antara substansi akademik dengan kompetensi sumber
daya manusia yang kompetitif dan dibutuhkan dalam pembangunan
kesehatan masyarakat.
c. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan
tenaga terampil dari lapangan dalam kegiatan magang.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
a. Memperoleh informasi tentang sikap dan kemampuan profesional
Sarjana Kesehatan Masyarakat.
b. Sebagai jembatan penghubung antara lingkungan kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus dan lingkungan pendidikan tinggi.
c. Dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian
tugas-tugas yang ada sesuai kebutuhan di unit kerja masing-masing.
d. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di
perguruan tinggi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyebab Gizi Kurang/Buruk
Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan
rujukan (standar) yang telah ditetapkan yaitu dengan menggunakan standar
Anthropometri WHO 2005. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, anak disebut gizi baik (-2SD sampai 2 SD). Kalau sedikit di bawah
standar disebut gizi kurang (-3SD sampai <-2SD). Apabila jauh di bawah
standar dikatakan gizi buruk (<-3SD). Penyebab dari Gizi kurang atau Gizi
buruk dibagi menjadi 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:8
1. Penyebab Langsung
Penyebab langsung dari kurang gizi adalah pola konsumsi dan
penyakit yang mungkin diderita anak. Disini, timbulnya gizi kurang tidak
hanya disebabkan oleh kurangnya zat gizi yang dikonsumsi anak, tetapi
juga dikarenakan oleh penyakit. Pada anak yang pola konsumsinya tidak
baik, maka daya tahan tubuh dari anak tersebut akan menurun. Dalam
kenyataannya makanan dan penyakit secara bersama-sama merupakan
penyebab gizi kurang.
2. Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung dari kurang gizi adalah ketahanan
pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan (seperti tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan). Penyebab tidak langsung ini sangat berkaitan dengan
tingkat pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan keluarga terutama
orangtua.
B. Klasifikasi Gizi Buruk
Berdasarkan ciri-ciri atau tanda klinisnya, Gizi buruk dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu:9
5
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala dari marasmus, antara lain: anak tampak kurus, rambut tipis dan
jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit
berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel
meskipun setelah makan, baggy pant, dan iga gambang.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan gangguan gizi karena kekurangan
protein. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,
perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema
baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah
dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi
dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati
ditemukan perlemakan.
3. Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat
pula.
C. Penanganan Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk gangguan gizi akut yang sangat mungkin
disertai komplikasi atau penyulit dari aspek medis, seperti: anoreksia,
pneumonia, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, dan
penururunan kesadaran. Penyulit atau komplikasi medis inilah yang
mengindikasikan balita gizi buruk harus mendapatkan perawatan baik di
Puskesmas yang sudah memiliki TFC atau rumah sakit yang sudah memiliki
unit perawatan gizi buruk.
Penanganan gizi buruk dibedakan menjadi 2, yaitu penanganan
dengan komplikasi dan tanpa komplikasi. Penanganan gizi buruk dengan
komplikasi dilakukan dengan rawat inap sesuai dengan Tatalaksana Anak
6
Gizi Buruk. Sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan
melalui Klinik Gizi Puskesmas / Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Pemulihan
Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM). Penanganan balita gizi buruk tanpa
komplikasi adalah sebagai berikut:10
1. Pemberian PMT Pemulihan yang padat gizi dengan kandungan energi
500 kkal selama 10 minggu
2. Penyuluhan gizi dan demo cara penyiapan sampai pemberian makanan
pemulihan gizi yang padat gizi
3. Konseling pemberian makanan bayi dan anak (ASI, PMT, MP-ASI)
4. Memantau penambahan BB dan pemeriksaan klinis setiap minggu,
TB/PB dieriksa setiap bulan oleh tenaga kesehatan.
5. Memberikan stimulasi tumbuh kembang melalui BKB, atau Pos PAUD bila
memungkinkan.
6. Bila pertambahan BB < 50 g/kg BB perminggu dalam 3 minggu terakhir
atau ada gejala sakit, Rujuk ke Puskesmas TFC/RS untuk pengobatan
penyakit dan pemeriksaan lanjut.
7
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat alur pelayanan balita gizi buruk di bawah ini:11
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Balita Gizi Buruk
8
BAB III
METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama 5 minggu yaitu dimulai pada
tanggal 27 Juli 2015 dan berakhir pada tanggal 27 Agustus 2015. Kegiatan
magang ini dilakukan dalam lima hari kerja yaitu hari Senin sampai hari
Kamis pada pukul 07.00 – 15.15 WIB, dan hari Jum’at pada pukul 05.30 –
11.15 WIB (minggu I dan III) atau pada pukul 06.30 – 11.15 WIB (minggu II
dan IV). Lokasi magang mahasiswa yaitu di Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus khususnya di Seksi Gizi Masyarakat.
B. Responden
Responden dalam penyusunan laporan ini, diperlukan untuk
mendapatkan informasi mengenai gambaran pelaksanaan program
penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus dan keberhasilan program penanggulangan pada tahun 2015.
Responden tersebut terdiri dari kepala dan staff Seksi Gizi Masyarakat.
C. Definisi Operasional
1. Penanggulangan adalah upaya yang dilakukan untuk menangani suatu
masalah, bukan hanya dari segi penanganan masalah saja namun juga
dari segi pencegahannya.
2. Fluktuatif adalah suatu kondisi yang tidak tetap atau naik-turun.
3. Balita adalah anak yang berusia di bawah 5 tahun atau 0-59 bulan.
4. BGM atau Bawah Garis Merah adalah berat badan balita dari hasil
penimbangan yang di dalam KMS berada di bawah garis merah.
5. KMS adalah kartu yang mencatat grafik pertumbuhan dan perkembangan
balita, yang berfungsi untuk mencatat tumbuh kembang balita dari sejak
lahir sampai berusia 5 tahun.
6. Balita 2T adalah Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-
turut.
7. Gizi Kurang adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan energi dan
protein di dalam tubuh, yang mengakibatkan tubuh menjadi kurus.
Standar Anthropometri WHO 2005 dari gizi kurang berdasarkan BB/U
adalah -3SD sampai <-2SD.
9
8. Gizi Buruk adalah suatu bentuk akibat dari gizi kurang yang menahun
(lama). Standar Anthropometri WHO 2005 dari gizi buruk berdasarkan
BB/U adalah < -3 SD.
9. BB/U adalah suatu Standar Antropometri WHO 2005 yang digunakan
untuk menentukan status gizi balita berdasarkan berat badan per umur.
10. Screening adalah upaya yang dilakukan untuk mendeteksi individu yang
mengalami suatu masalah kesehatan atau gizi.
11. PMT Penyuluhan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada
balita saat melakukan penimbangan bulanan di Posyandu. Tujuannya
adalah untuk melengkapi kebutuhan gizi balita agar tidak terkena gizi
kurang.
12. PMT Pemulihan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada balita
dalam masa pemulihan pasca/setelah perawatan gizi buruk di Puskesmas
atau Rumah Sakit.
13. F100 adalah Formula makanan cair yang terbuat dari susu, gula, minyak
dan mineral mix, yang mengandung energi 100 kkal setiap 100
mililiternya. Formula ini dapat diberikan kepada anak balita yang sangat
kurus dan diberikan secara bertahap.
14. TFC atau Theraupetic Feeding Center adalah tempat pemberian
makanan tambahan yang disertai dengan terapi diet dan medis pada
anak yang menderita gizi buruk. Pemberian makanan tambahan tersebut
telah disesuaikan dengan usia dan kondisi balita, dengan melibatkan
peran serta orang tua (ibu) agar dapat mandiri ketika kembali ke rumah.
D. Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah data sekunder.
Data Sekunder tersebut diperoleh dengan wawancara dan studi pustaka.
1. Wawancara
Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya-jawab dengan
kepala dan staff yang ada di Seksi Gizi Masyarakat. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi,
tugas pokok, program, dan kegiatan-kegiatan yang ada di Seksi Gizi
Masyarakat.
10
2. Studi Pustaka
Studi pustaka ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan gizi yang
ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, melalui profil Kesehatan
Kabupaten Kudus, laporan bulanan dan laporan tahunan.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kegiatan
1. Uraian Kegiatan
Pada saat magang di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, penulis
ditempatkan di Seksi Gizi Masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan
penulis selama magang adalah sebagai berikut :
a. Mendapat pengarahan dari Kepala Seksi Gizi Masyarakat
b. Mengikuti apel pagi
c. Mengikuti upacara (setiap hari Senin)
d. Mengikuti bimbingan rohani (setiap hari Rabu)
e. Mengikuti senam pagi (setiap hari Jum’at)
f. Brainstorming dengan sesama peserta magang dan staff Seksi Gizi
Masyarakat
g. Mengikuti pembinaan ruang laktasi dengan Dinas kesehatan Provinsi
Semarang di institusi perusahaan (Pura Group)
h. Melakukan pembinaan dokter kecil
i. Membaca buku
j. Membaca laporan bulanan Pemantauan Status Gizi (PSG)
k. Meminta materi dan data yang ada di Seksi Gizi Masyarakat
l. Melakukan kunjungan ke Puskesmas dalam rangka penimbangan
serentak dan pemantauan Vitamin A
m. Membantu mengolah data
n. Merekap data laporan obat masing-masing Puskesmas
o. Memverifikasi SPJ PMT Penyuluhan Posyandu
p. Mengkonsultasikan laporan magang dengan pembimbing magang
(Kasi Gizi Masyarakat)
q. Membuat laporan magang
Untuk uraian kegiatan magang yang lebih rinci, dapat dilihat pada
lampiran 3.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama magang, penulis dapat
mengetahui masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Kudus.
Permasalahan tersebut diidentifikasi penulis berdasarkan informasi yang
12
diperoleh dari wawancara dengan staff Seksi Gizi Masyarakat, serta
laporan bulanan dan laporan tahunan yang ada di Seksi Gizi Masyarakat
tersebut. Adapun masalah gizi yang teridentifikasi oleh penulis adalah
Gizi Kurang/Buruk yang terjadi pada balita. Masalah gizi yang
diidentifikasi oleh penulis tersebut, juga telah dikonsultasikan dengan
pembimbing magang (Kasi Gizi Masyarakat).
B. Gambaran Umum Kabupaten Kudus
1. Topografi
Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Provinsi Jawa Tengah, yang terletak diantara 1100 35’ dan 1100 50’ BT
(Bujur Timur) serta 60 51’ dan 70 16’ LS (Lintang Selatan). Luas Wilayah
dari Kabupaten Kudus adalah 425,165 Km2 , terbagi atas 9 kecamatan
(Kota, Kaliwungu, Jati, Undaan, Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe),
123 desa, dan 9 kelurahan. Adapun batas wilayah dari Kabupaten Kudus
adalah sebagai berikut :12
Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Pati
Sebelah Timur : Kabupaten Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati
Sebelah Barat : Kabupaten Demak dan Jepara
Kabupaten Kudus memiliki ketinggian rata-rata 55 m di atas
permukaan laut, beriklim tropis dan bertemperatur sedang (19,10 C s/d
30,70 C) dengan kelembaban rata-rata bervariasi dari 71,8% s/d 87,9%.
Curah hujan relatif rendah, yaitu rata-rata < 2000 mm/tahun. Pola
penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Kudus dapat diuraikan sebagai
berikut :5
Lahan Sawah : 20.629 Ha
Bukan Lahan Sawah : 7.637 Ha
Bukan Lahan Pertanian : 14.250 Ha
13
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Kudus
2. Kependudukan
a. Pertumbuhan Penduduk
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus
Tahun 2013 tercatat 797.003, terdiri dari laki-laki sebesar 394.382
jiwa dan perempuan sebesar 402.621 jiwa. Jumlah Kabupaten Kudus
pada tahun 2012 sebesar 791.891 jiwa, sedangkan pada tahun 2013
menjadi 797.003 jiwa, sehingga pertambahan penduduk sebesar
5.112 jiwa (0,64 %). Adapun komposisi penduduk menurut kelompok
umur di Kabupaten Kudus Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
14
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten
Kudus
NoKelompok Umur
(Tahun)
Jumlah Penduduk
Laki-LakiPerempua
nJumlah
1 0-4 41.061 38.249 79.265
2 5-9 49.692 45.899 95.591
3 10-14 49.298 46.704 96.002
4 15-19 42.199 44.288 86.487
5 20-24 35.889 41.067 76.956
6 25-29 33.522 37.041 70.564
7 30-34 31.156 30.197 61.353
8 35-39 25.240 22.547 47.787
9 40-44 18.142 18.923 37.065
10 45-49 15.381 18.118 33.499
11 50-54 15.775 17.715 33.491
12 55-59 13.803 14.092 27.895
13 60-64 10.254 10.871 21.125
14 65-69 6.310 7.247 13.557
15 70+ 6.704 9.663 16.367
Jumlah (Kab/Kota) 394.382 402.621 797.003
Dilihat dari susunan penduduk tersebut di atas, jenis penduduk
Kabupaten Kudus masih tergolong jenis penduduk muda (usia
produktif) dimana jumlah penduduk umur antara 15 – 64 tahun
mencapai 496.222 jiwa (62,26%) yaitu lebih dari 50% dari jumlah
penduduk seluruhnya. Apabila dilihat dari penyebarannya, maka
kecamatan yang paling tinggi persentasenya adalah kecamatan Jati
sebesar 102.911 jiwa (12,90%) dan yang terkecil adalah Kecamatan
Bae sebesar 68.170 jiwa (8,55%) dari jumlah penduduk seluruhnya.
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kabupaten Kudus dalam kurun waktu 5
tahun (2008 s/d 2012) cenderung mengalami kenaikan seiring dengan
kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2013 kepadatan penduduk
tercatat sebesar 1.875 jiwa/Km2, namun persebaran penduduk masih
15
belum merata. Kecamatan yang terpadat masih di Kecamatan Kota
yaitu sebesar 8.787 jiwa/Km2 (Desa Panjunan) dan terendah di
Kecamatan Undaan sebesar 990 jiwa /Km2 (Desa Wonosoco).
c. Sex Ratio
Perkembangan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari
ratio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan
perempuan. Bila dilihat dari perbandingan sex ratio di Kabupaten
Kudus, maka diperoleh sex ratio pada tahun 2013 sebesar 0,98 yang
berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk
laki-laki. Dengan kata lain bahwa penduduk perempuan lebih banyak
dibanding penduduk laki-laki, ini dapat dilihat dari semua Kecamatan
bahwa sex ratio berkisar antara 93,5 dan 100,5.
d. Sosial Ekonomi
Salah satu yang menjadi tolak ukur kondisi sosial ekonomi dalam
suatu daerah adalah tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun
2013, sebagian besar tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kudus
adalah lulus SD/MI yaitu sebesar 292.254 dan yang terkecil adalah
lulus Akademi/Diploma, yaitu sebesar 13,051.
Indikator lain dari kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah
angka ketergantungan (dependency ratio) yang diperoleh dengan
melihat jumlah penduduk usia produktif (15 s/d 64 tahun)
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif ( 0 s/d 14
tahun) ditambah usia lebih dari 65 tahun. Pada tahun 2013, angka
beban ketergantungan di Kabupaten Kudus sebesar 48,28%. Hal ini
berarti bahwa setiap 100 orang produktif harus menanggung 48 orang
yang tidak produktif atau setiap satu orang produktif harus
menanggung 2 orang yang tidak produktif.
C. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
1. Gambaran Ringkas
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus merupakan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kudus yang memiliki tanggung
jawab menjalankan kebijakan Pemerintah Kabupaten Kudus dalam
bidang kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus berlokasi di Jalan
Diponegoro No. 15 Kudus.
16
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kudus. Dinas
Kesehatan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di Bidang
Kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Terdapat
19 Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus, yaitu:
UPT Puskesmas Kaliwungu
UPT Puskesmas Sidorekso
UPT Puskesmas Wergu Wetan
UPT Puskesmas Purwosari
UPT Puskesmas Rendeng
UPT Puskesmas Jati
UPT Puskesmas Ngembal Kulon Kudus
UPT Puskesmas Undaan
UPT Puskesmas Ngemplak
UPT Puskesmas Mejobo
UPT Puskesmas Jepang
UPT Puskesmas Tanjungrejo
UPT Puskesmas Jekulo
UPT Puskesmas Bae
UPT Puskesmas Dersalam
UPT Puskesmas Dawe
UPT Puskesmas Rejosari
UPT Puskesmas Gribig
UPT Puskesmas Gondosari
2. Visi dan Misi
Visi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah “Menuju
Kudus Semakin Sehat”. Adapun misi dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus, yaitu:
a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau
17
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya.
3. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan
berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Untuk
melaksanakan tugas pokok, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang
kesehatan
c. Pembinaan dan fasilitasi bidang kesehatan lingkup kabupaten
d. Pelaksanaan tugas di bidang kemitraan dan promosi kesehatan,
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, upaya kesehatan
masyarakat, rujukan, keluarga dan gizi, dan sumber daya kesehatan
e. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang kesehatan
f. Pelaksanaan kesekretariatan dinas
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
4. Struktur Organisasi
Susunan organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus terdiri dari:
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, terdiri dari :
1) Sub Bagian Perencanaan, evaluasi, dan pelaporan
2) Sub Bagian Keuangan
3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :
1) Seksi Kesehatan Dasar & Rujukan
2) Seksi Gizi Masyarakat
3) Seksi Kesehatan Keluarga.
d. Bidang Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan, terdiri dari:
1) Seksi Pengendalian Penyakit
2) Seksi Pencegahan Penyakit & Penanggulangan KLB
3) Seksi Penyehatan Lingkungan
18
e. Bidang Kemitraan & Promosi Kesehatan, terdiri dari :
1) Seksi Pemberdayaan Masyarakat & Kemitraan
2) Seksi Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Masyarakat
3) Seksi Promosi Kesehatan
f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdiri dari :
1) Seksi Sumber Daya Kesehatan, Perijinan, dan Sertifikasi
2) Seksi Farmasi & Perbekalan Kesehatan
3) Seksi Manajemen Informasi & Pengembangan Kesehatan
g. UPT, terdiri dari:
1) Pusat Kesehatan Masyarakat
2) Laboratorium Kesehatan
h. Kelompok Jabatan Fungsional
19
Berikut ini adalah gambar dari struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus:
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
20
D. Gambaran Umum Seksi Gizi Masyarakat
Seksi Gizi Masyarakat merupakan salah satu seksi yang berada di
bawah Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Yankesmas) Dinas
Kesehatan Kabupaten Kesehatan Kudus. Seksi Gizi Masyarakat terdiri dari
Kepala dan Staff. Kegiatan yang terdapat di Seksi Gizi Masyarakat dapat
dilihat dari tugas pokok Kepala dan Staff Seksi Gizi Masyarakat tersebut.
Adapun tugas pokok dari Kepala Seksi Gizi Masyarakat adalah sebagai
berikut :
1. Menyusun dan mengkoordinasikan perencanaan tahunan dan lima
tahunan dan lima tahunan upaya perbaikan gizi masyarakat.
2. Melaksanakan penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia
Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang
Vitamin A (KVA), dan kurang zat gizi mikro lainnya.
3. Melaksanakan pengamatan (surveilans) dan penanggulangan gizi buruk.
4. Melaksanakan upaya peningkatan SDM tenaga gizi.
5. Menyelenggarakan upaya penanggulangan gizi lebih.
6. Menyelenggarakan upaya penanggulangan gizi mikro masyarakat.
7. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI).
8. Menyelenggarakan administrasi umum dan perlengkapan unit.
9. Menyelenggarakan pembelajaran organisasi (Learning Organization)
dalam unitnya, baik dalam bentuk rapat-rapat bulanan maupun yang
bersifat pendidikan dalam jabatan job training.
10. Melakukan koordinasi lintas program dan sektor sesuai dengan bidang
tugasnya.
11. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Sedangkan tugas pokok dari Staff Gizi Masyarakat adalah :
1. Mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisa data untuk
menyusun perencanaan upaya perbaikan gizi.
2. Melaksanakan penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia
Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang
Vitamin A (KVA) dan kurang zat gizi mikro lainnya.
3. Melaksanakan surveilans dan penanggulangan gizi buruk.
4. Melaksanakan upaya penanggulangan gizi lebih.
21
5. Melaksanakan upaya penanggulangan gizi mikro masyarakat.
6. Melaksanakan peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
7. Melaksanakan administrasi umum dan perlengkapan unit.
8. Melakukan koordinasi lintas program dan sektor sesuai dengan bidang
tugasnya.
9. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Untuk menangani permasalahan gizi yang ada di Kabupaten Kudus,
Sie Gizi Masyarakat memiliki program perbaikan gizi. Adapun program
perbaikan gizi tahun 2015, meliputi:
1. Penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi
a. Pertemuan koordinasi SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi)
tingkat Kabupaten
b. Validasi Penilaian Status Gizi TBABS (Tinggi Badan Anak Baru
Sekolah)
c. Bimbingan teknis program gizi
d. Pertemuan perencanaan dan evaluasi program gizi
e. Konsultasi teknis program gizi ke Propinsi
2. Pemberian tambahan makanan dan Vitamin
a. Pemberian tambahan makanan
b. Pengadaan bahan untuk PMT pemulihan Balita KEP (200 balita)
c. Pengadaan bahan untuk PMT Pemulihan ibu hamil KEK (50 ibu
hamil)
d. Pengadaan makanan untuk PMT Penyuluhan di Posyandu (677
Posyandu x 6 bulan)
e. Pemantauan PMT Balita KEP di Puskesmas
f. Pemantauan PMT ibu hamil KEK di Puskesmas
g. Pemantauan PMT dari Kabupaten ke Puskesmas
3. Penanggulangan KEP (Kurang Energi Protein), AGB (Anemia Gizi Besi),
GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium), KVA (Kurang Vitamin A),
dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.
a. Pelacakan Balita KEP di Puskesmas
b. Sosialisasi AGB (Anemia Gizi Besi), PP ASI / GAKY remaja putrid di
Sekolah
c. Pemantauan garam tingkat masyarakat (SD dan Posyandu)
22
d. Pemantauan distribusi Vitamin A ke Puskesmas
e. Pemantauan distribusi Fe ke Puskesmas
f. Pembelian Yodina test
g. Penggandaan KMS Balita
h. Penggandaan buku grafik pertumbuhan anak
4. Pemberdayann masyarakat untuk pencapaian Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI)
a. Sosialisasi peningkatan pojok laktasi tingkat Kabupaten
b. Sosialisasi gerakan nasional sadar gizi tingkat Kecamatan
5. Penanggulangan gizi lebih
a. Sosialisasi peningkatan penanggulangan gizi lebih
E. Gambaran Pelaksanaan Program Penanggulangan Balita Gizi
Kurang/Buruk Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
Permasalahan gizi terutama gizi kurang dan gizi buruk yang terjadi
pada balita, masih menjadi masalah utama bagi setiap daerah. Seperti
halnya di Kabupaten Kudus, kasus balita gizi kurang dan gizi buruk
merupakan salah satu masalah yang menjadi prioritas. Berdasarkan data
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus tahun 2010-2014,
kasus gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Kudus bersifat fluktuatif.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini :5,6,12,13,14
2010 2011 2012 2013 2014
4.35%
5.96% 5.82%
3.74% 3.86%
Prevalensi Gizi Kurang (BB/U)
Gambar 4.3 Grafik Prevalensi Balita Gizi Kurang (BB/U) Kabupaten
Kudus
Dari grafik prevalensi Balita gizi kurang (BB/U) di atas dapat
diketahui bahwa prevalensi balita gizi kurang (BB/U) paling tinggi terjadi
23
tahun 2011, yaitu sebesar 5,96%. Sedangkan balita gizi kurang (BB/U)
terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu sebesar 3,74%.
2010 2011 2012 2013 2014
0.40%
0.60%
0.75% 0.76%
0.57%
Prevalensi Gizi Buruk (BB/U)
Gambar 4.4 Grafik Prevalensi Balita Gizi Buruk (BB/U) Kabupaten Kudus
Sedangkan prevalensi Balita gizi buruk (BB/U) jika dilihat dari grafik
di atas dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi pada tahun 2011, yaitu
sebesar 5,96%. Sedangkan prevalensi terendah pada tahun 2013, yaitu
sebesar 3,74%.
Sementara itu, menurut data laporan bulanan Seksi Gizi Masyarakat
bulan Januari-Juli 2015, balita yang mengalami gizi kurang sebesar 1638
kasus (2.44%) dan balita yang mengalami gizi buruk sebesar 103 kasus
(0,17%). Berdasarkan hasil wawancara dengan staff Sie Gizi Masyarakat,
penyebab dari terjadinya balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten
Kudus adalah adanya penyakit infeksi dan penyakit bawaan lahir yang
diderita oleh balita tersebut. Hal itu dikarenakan, setiap ditemukan kasus
balita gizi kurang/gizi buruk, sering disertai dengan penyakit infeksi/ penyakit
bawaan. Adapun penyakit yang diderita oleh balita tersebut berdasarkan
kasus tahun 2015, meliputi :15
- PJB
- Kelainan kromosom
- Cebral Patsy
- Kelainan Jantung
- Cacat sejak lahir
- Perut sering kembung
- Suspect Cardiomegali
24
- Bronchopneumoni
- Benjolan di kepala
- Bibir sumbing
- Hidrocephalus
- TB
Untuk program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk di Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus, dimulai dari screening, penanganan, sampai
pencegahan. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
1. Screening
Screening atau penemuan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, dapat diperoleh dari penimbangan
bulanan di posyandu. Kegiatan yang dilakukan dalam penimbangan
bulanan meliputi: penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pencatatan hasil dari pengukuran berat badan dan tinggi badan dalam
Kartu Menuju Sehat (KMS), pemberian Vitamin A, dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT). Kegiatan posyandu ini dilakukan setiap
bulan, bagi balita yang ada di wilayah Kabupaten Kudus sesuai dengan
wilayah kerja Puskesmas. Sementara itu, untuk bulan Februari dan
Agustus, Sie Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, juga
memiliki program penimbangan serentak. Penimbangan serentak tersebut
dilakukan oleh kader posyandu, bidan desa, petugas gizi puskesmas.
Adapun sasarannya adalah semua balita yang ada di wilayah Kabupaten
Kudus. Tujuannya adalah untuk memantau pemberian Vitamin A dan
PMT, serta untuk memastikan bahwa semua balita ikut ditimbang.
Hasil dari penimbangan balita tersebut dapat dilihat di KMS. Dari
KMS dapat diketahui bahwa berat badan balita naik, tidak naik, atau
BGM. Apabila berat badan balita berada di bawah garis merah atau tidak
naik 2 kali (2T), maka balita tersebut diwaspadai terkena gizi kurang.
Penentuan status gizi balita tersebut didasarkan pada standar WHO
Anthro 2005. Dikatakan gizi kurang apabila Z-score -3SD sampai <-2SD
dan gizi buruk apabila Z-score <-3SD.16
2. Penanganan
Setelah diketahui balita mengalami gizi buruk, maka selanjutnya
kader/bidan desa melaporkan ke petugas gizi puskesmas, lalu dari
Puskesmas melapor ke Dinas Kesehatan. Untuk menangani balita yang
25
gizi buruk, Sie Gizi Masyarakat Dinkes Kabupaten Kudus memiliki
program agar semua balita yang menderita gizi buruk mendapatkan
perawatan medis dan mendapatkan PMT Pemulihan.
a. Balita mendapatkan perawatan
Saat dirujuk di Rumah Sakit/Puskesmas, balita yang mengalami
gizi buruk akan mendapatkan berbagai upaya perawatan, antara lain :
10 langkah TAGB, F100, dan konseling gizi. Adapun yang termasuk
10 langkah TAGB adalah :
1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2) Mencegah dan mengatasi hipotermia
3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4) Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5) Mengobati infeksi
6) Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
7) Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam 3 fase meliputi:
penanganan awal (initial treatment), yaitu pada minggu pertama;
rehabilitasi (rehabilitation) pada minggu kedua hingga keenam; dan
tindak lanjut (follow-up) pada minggu ketujuh hingga minggu ke-26.
Sementara dalam pedoman yang disusun oleh Depkes tahun 1999,
langkah-langkah penanganan tersebut dilakukan dalam 4 fase.
Perbedaannya terletak pada penanganan minggu kedua hingga
keenam atau fase rehabilitasi, yang dibagi menjadi fase transisi, yaitu
pada minggu kedua, dilanjutkan dengan fase rehabilitasi mulai
minggu ketiga hingga keenam.17
Setelah balita diberikan 10 langkah TAGB, selanjutnya balita
tersebut diberikan F100. F100 merupakan komposisi formula diet
yang terdiri dari susu, gula, dan minyak, yang mengandung energi
100 kkal untuk tiap 100 ml larutan. Jumlah formula diet yang
diberikan, disesuaikan dengan kondisi klinis dan berat badan anak.
Selain itu, orangtua dari balita yang menderita gizi buruk juga
26
diberikan konseling gizi. Kegiatan yang dilakukan selama melakukan
konseling, antara lain :
1) Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil
penilaian pertumbuhan anak
2) Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
3) Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
4) Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi
anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran
makan dan memilih atau mengganti makanan
b. PMT Pemulihan
PMT pemulihan merupakan makanan tambahan yang diberikan
kepada balita yang mengalami masalah dalam kekurangan gizi.
Sasaran dari PMT pemulihan ini dipilih berdasarkan hasil
penimbangan bulanan di Posyandu. Salah satu yang menjadi sasaran
dalam PMT pemulihan adalah balita dalam pemulihan pasca
perawatan gizi buruk di Puskesmas Perawatan/Rumah Sakit. PMT
pemulihan diberikan kepada balita dalam bentuk makanan, terutama
yang berasal dari sumber protein hewani maupun nabati serta sumber
vitamin dan mineral. Makanan tambahan pemulihan ini dibagi menjadi
2 bentuk, yaitu berupa MP-ASI (untuk usia 0-23 bulan), dan makanan
keluarga (untuk usia 24-59 bulan). Bentuk dari makanan tambahan
pemulihan tersebut, diberikan kepada balita sesuai dengan pola
makanan menurut usianya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:18
Tabel 4.2 Pola Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
Usia
(Bulan)ASI
Bentuk Makanan
Makanan
Lumat
Makanan
Lembek
Makanan
Keluarga
0-6*
6-8
9-11
12-23
24-59
Keterangan: 6* = 5 bulan 29 hari
27
Selain itu, PMT pemulihan tersebut juga diberikan kepada balita
gizi buruk sesuai kondisi dan kebutuhan gizinya. Untuk kebutuhan
energinya yaitu berkisar 80-220 kkal/ kgBB/hr dan kebutuhan protein
berkisar 1-4 gram/kgBB/hr.19 PMT pemulihan ini diberikan kepada
balita gizi sekali setiap hari, namun makanan tersebut diberikan bukan
untuk menggantikan makanan utama dari balita. Salah satu bentuk
PMT pemulihan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus kepada balita gizi buruk pasca perawatan adalah paket susu
bubuk. Paket susu bubuk tersebut diberikan kepada balita sebanyak 3
kg / 90 hari / hari. Untuk pemberian PMT pemulihan balita gizi buruk
di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus ini tidak hanya terbatas pada
waktu 90 hari, namun menyesuaikan kondisi balita sampai benar-
benar kondisi gizinya mencapai normal.
3. Pencegahan
Kegiatan pencegahan balita gizi buruk ditujukan agar semua balita
memiliki status gizi yang normal. Program pencegahan balita gizi buruk
yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah PMT penyuluhan.
Dalam memberikan PMT Penyuluhan, Dinas kesehatan Kabupaten
Kudus berkerjasama dengan Puskesmas dan Posyandu yang ada di
wilayah kerjanya. Disini pihak puskesmas tepatnya petugas gizi yang ada
di puskesmas tersebut, berperan sebagai perencana menu makanan
tambahan, yang nantinya akan disampaikan kepada Sie Gizi Masyarakat
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Sedangkan posyandu berperan
sebagai tempat pemberian makanan tambahan tersebut, dimana PMT
penyuluhan ini diberikan kepada balita setiap kali melakukan
penimbangan bulanan di posyandu (satu bulan sekali).
Nilai gizi makanan tambahan penyuluhan yang diberikan kepada
balita tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan gizi balita pada umumnya,
dan bukan berdasarkan kebutuhan gizi masing-masing balita. Hal ini
dikarenakan, TFC (Therapeutic Feeding Centre) di Kabupaten Kudus
belum berjalan dengan baik. Sehingga PMT Penyuluhan yang diberikan
kepada balita, belum cukup mengenai sasaran.
28
F. Keberhasilan Program Penanggulangan Balita Gizi Kurang/ Gizi Buruk
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun 2015
Salah satu Indikator yang dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan dari program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus adalah balita gizi buruk yang
mendapatkan perawatan, dan rasio SKDN. Target dari indikator tersebut
didasarkan pada SPM (Standar Pelayanan Minimal). Target tahun 2015 dari
indikator balita yang mendapatkan perawatan adalah 100%. Disini Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus sudah mencapai target tersebut, dimana
semua balita gizi buruk yang ada di Kabupaten Kudus sudah mendapatkan
perawatan medis di Puskesmas/Rumah Sakit (100%). Sedangkan rasio
SKDN itu sendiri terdiri dari D/S, N/D, K/S, dan N/S. Namun, rasio SKDN
yang biasa digunakan untuk menilai keberhasilan program penanggulangan
adalah D/S dan N/D. Adapun uraian dari capaian D/S dan N/D Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut :
1. Capaian D/S
D/S merupakan indikator yang dapat mencerminkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita di posyandu. Adapun
capaian D/S Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015,
dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
81%
86%
82% 81% 82%80%
72%
D/S
Gambar 4.5 Grafik Capaian D/S Tahun 2015
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa D/S terendah yaitu
pada bulan Juli sebesar 71,8%. Sedangkan, D/S tertinggi pada bulan
29
Februari sebesar 86%. Hal itu dikarenakan pada bulan Februari tersebut
terdapat kegiatan penimbangan serentak, sehingga partisipasi
masyarakat untuk menimbangkan balitanya meningkat.
Target dari indikator D/S tahun 2015 adalah 85%. Jika dilihat dari
grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa capaian D/S Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus sudah baik. Alasannya adalah walaupun
belum mencapai 1 tahun, tetapi rata-rata dari capaian sampai bulan Juli
2015, sudah mencapai 80,3%. Dengan capaian D/S yang sudah baik ini,
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita yang ada di
wilayah Kudus ini semakin terpantau, dan makanan tambahan yang
diberikan kepada balitaa semakin merata.
2. Capaian N/D
Indikator N/D dapat digunakan untuk melihat kenaikan berat
badan balita yang ditimbang. Selain itu. indikator tersebut juga sering
digunakan untuk menggambarkan seberapa besar hasil penimbangan
yang dicapai suatu daerah. Adapun capaian N/D Dinas Kesehatan
Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015 adalah sebagai berikut :
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
94.12%94.38%
94.51% 94.43%94.55% 94.58%
95.71%
N/D
Gambar 4.6 Grafik Capaian N/D Tahun 2015
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa nilai N/D rata-rata
mengalami kenaikan setiap bulannya, dimana nilai N/D terendah yaitu
pada bulan Januari sebesar 94,12%. Sedangkan nilai N/D tertinggi yaitu
pada bulan Juli sebesar 95,71%.
30
Target dari indikator N/D tahun 2015 adalah 85%. Jika dilihat dari
grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa capaian N/D Dinas
Kesehatan Kabupaten Kudus sudah sangat baik. Alasannya adalah
setiap bulannya N/D Kabupaten Kudus sudah berada jauh di atas target
atau >85%.
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada bulan Januari-Juli 2015, balita gizi kurang di Kabupaten Kudus
sebesar 1638 kasus (2.44%) dan balita gizi buruk sebesar 103 kasus
(0,17%).
2. Penyebab dari terjadinya balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten
Kudus adalah adanya penyakit infeksi dan penyakit bawaan lahir yang
diderita oleh balita seperti Tuberculosis, kelainan jantung, dan lain
sebagainya.
3. Program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk Kabupaten Kudus
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Screening (Penimbangan bulanan di
Posyandu), Penanganan (Balita gizi buruk mendapatkan perawatan dan
PMT Pemulihan), Pencegahan (PMT Penyuluhan)
4. Capaian indikator keberhasilan penanggulangan gizi kurang/gizi buruk
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015 sudah baik,
karena sudah memenuhi target.
B. Saran
Saran yang diberikan oleh penulis terkait penanggulangan masalah gizi
kurang/gizi buruk di Kabupaten Kudus, adalah:
1. Mengadvokasikan pembentukan desa siaga kepada sektor terkait, agar
permasalahan gizi masyarakat, terutama masalah balita gizi kurang/gizi
buruk dapat ditangani secara cepat.
2. Mengaktifkan TFC atau Therapeutic Feeding Center di masing-masing
Puskesmas atau Rumah Sakit, agar makanan tambahan yang diberikan
kepada balita tepat sasaran sesuai kebutuhan gizinya.
3. Memberikan penghargaan atau reward berupa sertifikat atau hadiah
kepada petugas gizi puskesmas, kader, dan bidan desa yang mempunyai
kinerja yang baik, dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi mereka
dalam melaksanakan tugasnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
1Dikti. 2015. Pedoman Pelaksanaan Program Magang. Jakarta: Dikti2Tim magang bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik. 2013. Pedoman
Kegiatan
Magang Mahasiswa, Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik.
Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.3Tarigan. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur
3-36 bulan sebelum dan saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah. Buletin
Penelitian Kesehatan Depkes RI. 31(1), 1-124Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Kemenkes RI5Dinkes Kabupaten Kudus. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun
2013. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus6_____________________. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun
2014. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus7Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC8Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada9Depkes RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI10Kemenkes RI dan WHO Indonesia. 2013. Buku Saku Asuhan Gizi di
Puskesmas. Jakarta: Bina Gizi Kemenkes RI11Kemenkes RI. 2013. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta:
Kemenkes RI12Dinkes Kabupaten Kudus. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun
2012. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus13_____________________. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun
2010. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus14_____________________. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Kudus Tahun
2011. Kudus: Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus15Sie Gizi Masyarakat DKK Kudus. 2015. Laporan Bulanan Pemantauan Status
Gizi 2015. Kudus: DKK Kudus16Kepmenkes RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta: Kepmenkes RI17Amelia. 2011. Kajian Penanganan Anak Gizi Buruk dan Prospeknya. PGM.
34(1), 1-11
33
18Kemenkes RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI19Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.
Jakarta: Kemenkes RI
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Pembinaan Ruang Laktasi Institusi Pengukuran Tinggi Badan Balita
Penimbangan Balita dengan Dacin Pemberian Vit.A dalam Penimbangan Serentak
Pembinaan Dokter Kecil
35