Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI ke Provinsi Jabar Sumbar dan ...
Transcript of Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI ke Provinsi Jabar Sumbar dan ...
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI
KE PROPINSI JAWA BARAT, SUMATERA BARAT DAN KALIMANTAN TIMUR
MASA RESES SIDANG I TAHUN SIDANG 2007-2008 Tanggal, 29 Oktober s/d 2 November 2007
I. Pendahuluan
A. Dasar
1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 33/PIMP/IV/2007-2008 Tanggal 27 September 2007 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan I Tahun 2007-2008
2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... September 2007 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan I tahun Sidang 2007-2008
B. Maksud dan Tujuan
Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Jawa Barat, Sumatera Barati dan Kalimantan Timur dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan
Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R;
2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI;
3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
1. Propinsi Jawa Barat : a. Pemda Kab.Karawang, Kab. Indramayu dan Kab/Kota Cirebon b. Perum Jasa Tirta II, Perum Bulog, Perum Peruri dan PT. Jasa Marga c. PT. Pupuk Kujang, PT. Pertamina UP Balongan d. BUMN Perbankan/keuangan (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN )
, Bank Jabar dan PT. PPA, PT. PNM, PT. Jamsostek e. BUMN Kesehatan (PT. Bio Farma, PT. Kimia Farma dan PT. Indo Farma)
f. BUMN Telekomunikasi (PT. Telkom, PT. INTI , PT. LEN dan PT. PLN) g. BUMN lainnya (PT. Sucofindo , PT. RNI dan PT. PN VIII) h. Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI 2. Provinsi Sumatera Barat
a. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
b. DPRD Propinsi Sumatera Barat
c. KADIS PERINDAGKOP Sumatera Barat
d. BKPMD Sumatera Barat
e. KADINDA dan Pejabat Terkait Sumatera Barat
f. Pemerintah Kota Padang (beserta seluruh Dinas dan Badan)
g. PT. Angkasa Pura II Bandara Minangkabau International Airport
h. Sentra UKM (Lapangan Butik Henny dan Pengrajin Tenun Selingkang
Aladdin )
i. PT. Semen Padang
j. PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk Bayur
k. PLN Wilayah Sumatera Barat
l. PERTAMINA Unit Pemasaran Sumatera Barat
m. PT. Pupuk Sriwidjaya Unit Pemasaran Sumatera Barat
n. PT. RNI dan PTPN VI Cabang Sumatera Barat
o. BUMN Perbankan (PT. BANK MANDIRI, PT. BANK BTN , PT. Bank BRI
dan PT. Bank BNI Sumatera Barat)
p. Permodalan Nasional Madani (PNM) Wilayah Sumatera Barat
3. Provinsi Kalimantan Timur a. Pemda Provinsi Kalimatan Timur b. Pemerintah Kota Bontang c. Bank Indonesia Samarinda dan Perbankan Pemerintah d. BUMN PT Pupuk Kaltim, PT Badak NGL, dan PT Angkasa Pura I Bandara
Sepinggan e. Sentra Produksi Sarung Samarinda FITRIAH oleh Himpunan Perempuan
Produktif (HIPPERPO) f. Koperasi Pegawai Negeri Medika RSUD Abdul Wahab Sjahranie
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja (Terlampir) E. Anggota Tim Kunjungan Kerja (Terlampir)
II. Deskripsi Umum Daerah PROVINSI JAWA BARAT
a. Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang terletak di bagian barat Pulau Jawa pada posisi 1070 02’ BT sampai 1070 40’ BT dan - 50 56’ ” LT sampai – 60 3’4” LT. Secara keseluruhan luas Wilayah Kabupaten Karawang 175.327 Ha dengan pantai 4 mil X 67 km2 yang terdiri atas 30 kecamatan dan 297 desa.. Adapun luas wilayahnya sebesar 157.327 Ha tersebut mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
b. Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu terletak diantara kab. Cirebon dan Kab. Subang yang merupakan daerah Pantai Utara (Pantura) dengan luas wilayah sebesar ....... ha. Adapun batas-batas wilayah secara geografis sbagai berikut :
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kab, Bogor dan Kab. Cianjur
Barat : Kab. Bekasi
Timur : Kabupaten Subang
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kab, Majalengka
Barat : Kab. Subang
Timur : Kabupaten Cirebon
c. Kab/Kota Cirebon
Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan berada pada jalur utama batas Pantura. Secara geografis kota Cirebon berada pada posisi 108,330 dan 6,410 Lintang Selatan pada pantai utara pulau Jawa bagian barat. Bentuk wilayah memanjang dari barat ke timur sepanjang 8 km, dan utara ke selatang sekitar 11 km, dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter. Adapun luas wilayah administratif kota Cirebon adalah 35,35 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:
Adapun deskripsi per bidang di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut:
a. Industri dan Perdagangan Arah dan Program Dinas Perindutrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat adalah mengembangkan struktur industri agro skala kecil dan menengah berbasis bahan baku lokal serta mengembangkan sistem perdagangan yang berkeadilan dan bermartabat. Peranan kontribusi secara langsung sektor perindustrian dan perdagangan agro dalam pembentukan PDRB Jawa Barat tahun 2005 sebesar 5,41 % yaitu industri agro sebesar 3,33% dan Perdagangan agro sebesar 2,08%. Adapun kontribusi usaha industri agro terhadap penyerapan tenaga kerja tahun 2006 sebesar 33,41% dan kelompok usaha industri non agro sebesar 66,59%. Sedangkan kontribusi usaha perdagangan agro terhadap penyerapan tenaga kerja tahun 2006 adalah untuk komoditi agro segar 17,23%, agro olahan 42,07% dan komoditi non agro 40,7 %. Adapun perkembangan usaha perdagangan agro selama tahun 2005 di Jawa Barat adalah sebagai berikut :
Jumlah usaha perdagangan agro sebanyak 1.078.615 unit yang terdiri dari usaha yang berbasis hasil pertanian sebanyak 373.838 usaha atau 34,66% dan usaha perdagangan hasil ndustri agro 704.772 atau 65,34%
Jumlah transaksi usaha/perdagangan agro tahun 2005 di Jawa Barat senilai Rp 75,891 miliar yang terdiri atas transaksi hasil pertanian 37,6% dan hasil industri agro 62,7%.
b. Investasi Kebijakan dan program Investasi dilakukan dengan memperhatikan fungsi institusi yang ada (Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat) serta instansi terkait lain (di Provinsi dan Kab/Kota se Jabar). Promosi dilaksanakan untuk 3 kelompok potensian, yaitu (1) terhadap produk/komoditas unggulan, (2) Proyek-proyek Investasi dan (3) lokasi proyek wisata (Trade-Tourism-Investment). Ditinjau dari nilai investasi dan sektor-sektor yang ada, penanaman modal atau investasi di Propinsi Jawa Barat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
Minat Investasi PMA/PMDN tahun 2007 sebesar Rp 37,906 miliar apabila dibandingkan dengan tahun 2006 dalam periode yang sama mengalami kenaikan sebesar 120% dimana tahun 2006 sebesar Rp 17,218 miliar
Jumlah proyek PMA/PMDN tahun 2007 sebanyak 350 proyek, apabila dibandingkan tahun 2006 pada periode yang sama terjadi kenaikan sebesar 10% dimana tahun 2006 sebesar 319 proyek
Penyerapan tenaga kerja PMA/PMDN tahun 2007 sebanyak 76.977 orang TKI, apabila dibandingkan dengan tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 29% dimana pada tahun 2006 sebesar 59.753 orang.
Utara : Laut Jawa
Selatan : Sungai Banjir Kanal
Barat : Sungai Kedung Panen
Timur : Sungai Kalijaga
Dalam hal kemudahan berinvestasi, Jawa Barat menyiapkan perangkat pelayanan terpadu ‘One Stop Services (OSS)’, mengintegrasikan penanganan permasalahan investasi antar instansi terkait. Sedangkan dari sisi insentif, provinsi melihat pada regulasi yang ada berdasarkan kewenangan (pajak dan bea masuk oleh Pemerintah, sedangkan retribusi dan perijinan lokasi oleh Pemerintah daerah kab/kota ). c. Koperasi dan UKM Perkembangan jumlah koperasi di Propinsi Jawa Barat selama 3 tahun terakhir (2004-2006) adalah sebagai berikut : jumlah koperasi sebanyak 6.833 unit ; dengan koperasi aktif 3.678 unit dan non aktif 3.155 unit dengan anggota 1.757.593. Adapun modal sendiri Rp 454.744.000,- dan modal, luar Rp 483.879.000,-; Sedangkan volume usaha Rp 4.769.831.000,- dan SHU sejumlah Rp 145.328.000,-. Pada tahun 2006 jumlah Koperasi dan UKM sedikit penurunan jumlah koperasi, hal ini disebabkan banyaknya koperasi yang tidak mampu bertahan karena keterbatasan modal usaha, kemampuan pengurus koperasi dalam mengelola koperasi yang profesional. Pemerintah Provinisi DKI Jakarta melalui PT. Bank DKI telah menyalurkan pinjaman modal usaha bagi GUSK sampai dengan bulan Agustus 2006 sebesar Rp 71.272.999.500 kepada 4.724 pengusaha UKM dengan tingkat kemacetan mencapai 20 %. Adapun jumlah koperasi yang sudah menerima dana bergulir selama tahun 2002 s/d 2006 sebanyak 68 koperasi dengan nilai Rp 12,5 miliar dengan periincian sebagai berikut : 1 buah KSP Agribisnis Rp 1.000.000.000,- 5 buah KSP sektoral masing-masing Rp 500.000.000,-. Dan Koperasi penerima dana bergulir melalui program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dan program pemberdayaan perempuan keluarga sehat sejahtera (PERKASSA) masing-masing memperoleh Rp 100.000.000 dan disalurkan kepada anggotanya maksimum Rp 4 juta per anggota. IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI
A. PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Permasalahan : Dari aspek Industri dan Perdagangan Agro di Provinsi Jawa Barat masalah umum yang harus dipecahkan dalam pengembangan sektor perindustrian dan perdagangan agro ditemui berbagai permasalahan sebagai berikut : 1. Terbatasnya pengusaan teknologi, khususnya di bidang enginering dan disain 2. Kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar internasional 3. Struktur industri (dari hulu dan hilir) belum memiliki ketahanan yang kokoh 4. Kecenderungan impor bahan baku, bahan penolong dan komponen cukup tinggi 5. Suku bunga dan ekonomi biaya tinggi 6. Tervatasnya ragam dan jenis produk ekspor industri termasuk tujuan ekspornya 7. Bulum kuatnya peranan IKM bidang agro 8. Potensi/kompetensi inti daerah belum dikembangkan secara optimal
B. Bidang Penanaman Modal / Investasi Beberapa permasalahan yang dihadapi pengusaha di bidang Perencanaan dan Kebijakan Penanaman Modal antara lain : a. Belum sinkronnya perencanaan penanaman modal antara BKPM, IPMP dan IPMK Keterbatasan Modal b. Peran daerah (Povinsi dan Kabupaten) dalm menindaklanjuti program BKPM
belum optimal c. Sinkronisasi program antara BKPM dengan IPMP/IPMK yang memiliki acuan
Permendagri 13 tahun 2006 mengalami kendala dalam pelaksanaan di lapang d. Nomen klatur instansi penanaman modal menurut UU No. 25 th 2007 adalah
BKPM, sedangkan untuk Provinsi dan Kab/kota, perlu diseragamkan Pengusaha UKM/KADINDA (khususnya rotan dan kulit) a. Masalah ketersediaan bahan baku rotan, akibat kebijakan tataniaga dan ekpor
bahan baku rotan b. Masalah daya saing industri rotan dalam negeri yg mulai tersaingi Vietnam c. Masalah pemasaran dan ekspor produk rotan nasional yg diambil alih pesaing d. Masalah perpajakan, antara lain menyangkut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23,
dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) e. Khusus untuk pengrajin kulit, adanya pembatasan impor bahan baku kulit f. Kebijakan Moneter, dimana tingkat suku bunga bank masih tinggi. Suku bunga
Bank Indonesia saat ini masih 9,25%, sehingga suku bunga kredit komersial masih sekitar 12%. Pengusaha UKM masih sulit mendapatkan akses perbankan.
Rekomendasi : Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, maka kebijakan Propinsi Jawa
Barat memberikan saran-saran sebagai berikut : a. Bidang Industri dan Perdagangan 1. Membentuk, mengembangkan dan menguatkan lembaga usaha perindustrian
dan perdagangan agro; 2. Perlunya penyediaan lembaga pendukung guna mendorong efeisiensi dan
efektifitas usaha industri pemjasaran produk agro; 3. Peelunya penyediaan data base dan networking di bidang IT perindustrian dan
perdagangan agro; 4. Mengembangkan sistem komunikasi untuk mengkoordinasikan stakeholder
perindustrian dan perdagangan agro dalam berbagai jenjang usaha; 5. Mendorong fasilitasi pembiayaan untuk pertumbuhan, pengembamngan dan
pemanfaatan produk industri agro
b. Bidang Investasi/Penanaman Modal 1. Pemerintah perlu memberikan keringanan dan insentif pajak yang signifikan bagi pelaku usaha seperti yang dilakukan di negara-negara lain seperti RRC, Vietnam, Thailand, India, dll. 2. Bank Indonesia menurunkan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara signifikan dari 9,25% menjadi 5% sehingga dana-dana perbankan bisa diarahkan ke kegiatan yang produktif 3. Perlunya segera disusun PP dari UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan sosilalisasinya ke daerah-daerah 4. Perlunya koordinasi dan sinkronisasi antara BKPM di pusat dan BPPMD di daerah-daerah 5. Khusus untuk masalah bahan baku rotan, KADINDA minta segera dicabut SK Meneteri Perdagangan tentang tataniaga ekpsor bahan baku rotan 6. Khusus untuk tataniaga impor kulit agar pengusaha diberi kemudahan 7. Pemerintah perlu segera merevisi RUU bidang Ketenagakerjaan serta
C. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1. PT. Pupuk Kujang Cikampek
3
PROFIL PABRIK KUJANG 1A DAN KUJANG 1B
URAIAN PABRIK KUJANG 1A PABRIK KUJANG 1B
KAPASITAS PRODUKSI
Urea 570.000 ton/tahun 570.000 ton/tahun
Ammonia 330.000 ton/tahun 330.000 ton/tahun
BAHAN BAKU Gas alam, Air & Udara Gas alam, Air & Udara
KONSTRUKSI 1976 - 1978 2002 - 2005
Kontraktor Utama Kellog Overseas Corporation Toyo Engineering Corporation
Sub Kontraktor Toyo Engineering Corporation PT Rekayasa Industri
PT IKPT
PRODUKSI PERDANA 7 November 1978 24 Oktober 2005
PERESMIAN PABRIK 12 Desember 1978 3 April 2006
SUMBER BIAYA - Pinjaman dari Pemerintah Iran - Pinjaman dari Pemerintah Jepang
melalui pemerintah Indonesia (JBIC) melalui pemerintah Indonesia
sebesar US$ 200 Juta sebesar 27,05 Milyar Yen
- PMP US$ 60 Juta - Equity 4,77 Milyar Yen
CARA PEMBAYARAN - Dibayar dengan rupiah (tidak - Dibayar dengan Rupiah sesuai
terpengaruh Kurs) Kurs Yen yang berlaku
(terpengaruh Kurs)
Keterkaitan Pabrik Kujang ! A dan 1 B:
Pabrik Kujang 1B dibangun dengan biaya sekitar 85% melalui pinjaman dari JBIC
yang harus dicicil selama 10 tahun mulai bulan Februari 2008.
Pabrik Kujang 1A mempunyai kontribusi pendanaan (cash cow) yang besar untuk
membayar cicilan dan bunga pinjaman pembangunan Kujang 1B sekitar Rp. 300
Milyar per tahun.
Biaya produksi Kujang 1B masih tinggi karena dibebani oleh unsur bunga dan
depresiasi.
Pabrik Kujang 1B tidak dapat memasok bahan baku untuk kebutuhan anak-anak
perusahaan.
Secara makro PT Pupuk Kujang dan anak-anak perusahaan dapat mendukung roda
perekonomian nasional khususnya diwilayah Jawa Barat.
Pemasaran Pupuk Kujang
Pupuk Kujang memasarkan 2 (dua) jenis pupuk urea yaitu:
Urea pangan yang disubsidi baik untuk Petani maupun kebun rakyat dan palawija
Urea non pangan yang tidak disubsidi (Perkebunan Besar, Industri dan Ekspor)
Adapun wilayah distribusi pemasaran pupuk kujang : Sebelum 1 September 2007 adalah
Propinsi Jawa Barat II ( 14 Kabupaten & 7 Kota ) dan Propinsi Jawa Tengah III ( 2 Kabupaten
& 1 Kota ). Sedangkan setelah 1 September 2007 adalah sebagai berikut :
a. Seluruh Propinsi Jawa Barat ( 26 Kabupaten/kota ), b. Sebagian Propinsi Jawa
Tengah ( 7 Kabupaten/Kota ) , c. Seluruh Propinsi Banten 6 kabupaten/kota dan DKI Jaya
(6 kota). Dalam pelaksanaannya ada beberapa wilayah yang dilakukan secara KSO
dengan PT. PUSRI, yaitu untuk wilayah Jabar : Cirebon, Kuningan, Garut, Tasikmalaya,
Ciamis, Banjar. Wilayah Jateng seperti Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan
Batang.
Upaya Mengatasi Kelangkaan Pupuk :
1. Menyediakan gudang supply point diseluruh wilayah Kabupaten.
2. Menyediakan stok di gudang-gudang Kabupaten untuk kebutuhan 2 minggu
3. Mewajibkan distributor untuk memelihara stok untuk 1 ( satu ) minggu
4. Bekerjasama dengan produsen lain untuk tambahan pasokan (apabila diperlukan)
5. Kerjasama dengan Dinas Pertanian untuk menyiapkan data kebutuhan.
6. Melaksanakan koordinasi dan pengawasan dengan pihak-pihak terkait.
7. Melakukan kerjasama dengan Polda terkait.
8. Membuka saluran telepon on-line bebas pulsa.
9. Melakukan operasi pasar.
10. Meningkatkan pengawasan melalui penempatan personil pemantau di tiap kabupaten.
2. Perum Jasa Tirta II :
Bidang Usaha Perum Jasa Tirta II terdiri dari usaha Air Baku dan usaha Perlistrikan :
a. Usaha Air Baku
Menyediakan dan menyalurkan air baku dari sumber-sumber air, bagi Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten dan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, mencapai 473
juta m3 (tahun 2001). Disamping itu menyediakan pula air baku kawasan industri dan zona-
zona industri di daerah kerja Perusahaan, mencapai 176 juta m3 (tahun 2006)
b. Usaha Perlistrikan
Daya Terpasang Pembangakit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ir. H. Djuanda di Jatiluhur
antara tahun 1994 s/d 1998 telah ditingkatkan (uprating) dari 150 MW menjadi 187 MW.
Produksi listrik rata-rata dalam setahun sebesar 900 juta kWh, sebagian untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan pengembangan usaha, sedangkan sisanya dijual ke PT. PLN (Persero),
melalui tegangan 150 KV dan 70 KV. Selain itu pada sistem pengairan terdapat banyak
bangunan terjun dengan potensi micro hydro antara 50 kVa sampai 5000 kVa.
3. Usaha Kepariwisataan
Jatiluhur merupakan salah satu tujuan wisata di Jawa Barat dengan obyek danau
buatan yang sangat luas (8.300 Ha), dengan pemandangan alam yang sangat indah
dipadukan dengan karya teknik hidrolis (ilmiah) berupa bendungan yang sangat besar dan
PLTA. Usaha kepariwisataan dilengkapi dengan hotel, Bungalow, Convention Hall, rekreasi air
(Jet sky), kapal pesiar, dayung dan water world
4. Lain-lain (Pemanfaatan Lahan , Jasa Alat Besar dan Laboratorium)
Dalam upaya pengamanan dan pemanfaatan lahan dilakukan dengan cara sewa
dalam waktu tertentu atau kerjasama usaha. Selain itu, PJT II memiliki berbagai jenis alat-
alat berat untuk pemeliharaan jaringan pengairan, yang dapat disewakan kepada pihak lain.
Disamping itu PJT II menyediakan jasa pelayanan laboratorium untuk pengujian
kualitas air yang merupakan salah satu laboratorium rujukan Komite Akreditasi
Nasional Propinsi Jawa Barat.
3. PT. Pertamina UP Balongan a. Sejarah singkat :
• Proyek EXOR-I (Export Oriented Oil Refinery) dibangun oleh Pertamina (own) mulai 1 September 1990 dengan pola pembiayaan Non Re-course dan lunas pada tahun 2001.
• Masa pembangunan (EPC) selama 51 bulan • Mulai beroperasi pada bulan Agustus 1994 • Operational Acceptance pada tanggal 30 Nopember 1994 • Serah-terima dari proyek EXOR-I ke PERTAMINA (UP-VI Balongan) tgl. 16 Januari
1995 • Diresmikan oleh Presiden RI (H.M. Soeharto) 24 Mei 1995
• Dengan beralihnya UU 8/1971 menjadi 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, aset Kilang UP-VI merupakan penyertaan modal Negera kepada PT.Pertamina.
b. Tujuan Pembangunan:
• Pada awalnya EXOR-I dibangun untuk orientasi ekspor. • Untuk memenuhi kebutuhan BBM Dalam Negeri, khususnya di wilayah DKI Jakarta
dan Jawa Barat. • Untuk memecahkan kesulitan pemasaran minyak mentah berat khusunya jenis Duri. • Menaikkan nilai tambah dengan adanya peluang ekspor di Asia - Pasifik, terutama
dengan adanya peluang produk Petrokimia. • Pertimbangan stabilitas/ekonomis.
c. Dasar Pemilihan Lokasi UP Balongan
• Distribusi BBM ke wilayah DKI JAKARTA dan Jawa Barat lebih efisien dan cepat. • Mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok. • Tersedianya sarana PERTAMINA : SBM/CBM/SPM, UPMS-III Depot Balongan,
Pelabuhan khusus, Pipanisasi Jawa. • Tersedia gas alam (natural gas) dari lapangan gas DOH-JBB. • Tersedia lahan luas yang merupakan lahan kering dan tidak produktif seluas 450 Ha
(sawah tadah hujan). • Mobilisasi tenaga proyek trampil dekat (ex Cilacap, ex Industri Cilegon dan Cikampek). • Meningkatkan taraf hidup dan Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Indramayu.
d. Hal-Hal Penting ke Depan • Transformasi PT.Pertamina dalam menjawab persaingan kedepan • Konversi pasar Kero ke LPG. Rencana produk Kero dikonversikan menjadi Avtur. • Proyek-2 penciptaan nilai
▼ Revamping II EPC selesai 2008 peningkatan Propylene & fleksibilitas operasi
▼ ERU/OCT EPC selesai 2009 peningkatan Propylene ▼ Pengembangan Kilang (CDU kap 200 MBSD)
• Upaya berkelanjutan, fokus pada: ▼ Energi, Loss & Optimasi ▼ Peningkatan nilai dan produktivitas
• Peningkataan Kompetensi Organisasi dan SDM
4. PT. LEN INDUSTRI
PT. LEN INDUSTRI , dikenal sebagai LEN, adalah perusahaan elektronika industri dan infrastruktur yang bergerak dalam bidang Railway Signaling, Renewable Energy, Broadcasting, Automation System & Defense Electronics
PROFIL PKBL LEN , Berdiri sejak tahun 1994 Jumlah mitra binaan s/d 2007 : 88 unit usaha, terdiri dari : Bidang Jasa : 34 unit Bidang Industri : 48 unit Perdagangan : 3 unit Perikanan : 1 unit Peternakan : 2 unit Jumlah dana tersalurkan : Rp. 1,79 milyar Dana hibah : Rp. 107,5 juta Efektivitas penyaluran dana : 90,9% Tingkat kolektibilitas : 75,8%
PERMASALAHAN Modal disetor dari Pemegang Saham yang likuid hanya
Rp. 15,6 milyar, sisanya inbreng berupa tanah dan bangunan Modal kerja LEN menjadi sangat terbatas, karena harus mengerjakan proyek
> Rp. 300 milyar, sehingga operasional pelaksanaan proyek menjadi terhambat
Net profit margin menjadi rendah (< 5%), karena harus membayar bunga bank yang cukup besar
Perlu ada Penyertaan Modal Negara (PMN), agar kinerja LEN semakin meningkat
5. PT. INDOFARMA a. Gambaran Umum Mitra Binaan PKBL PT Indofarma terdiri atas :
• Apotik
• Toko Obat
• Usaha kecil lain
• Usaha Agromedicine
• Koperasi Sampai 2006 berjumlah 1.173 unit mitra binaan. b. Gambaran Penyaluran PKBL
Wilayah Pinj Mdl Hibah BL Total
- DKI 100 Juta 15 Juta 10 Juta 125 Juta
- Jabar 250 Juta 25 Juta 20 Juta 295 Juta
- Jateng 150 Juta 10 Juta 10 Juta 170 Juta
- DIY 100 Juta 10 Juta 10 Juta 120 Juta
- Jatim 150 Juta 10 Juta 10 Juta 170 Juta
- Bali 60 Juta 5 Juta 10 Juta 75 Juta
- NTB 60 Juta 5 Juta 10 Juta 75 Juta
- Lainnya 100 Juta 100 Juta
Jumlah = 870 Juta 80 Juta 180 Juta 1.130 Juta
6. PT. Kimia Farma Sebagai salah satu BUMN yang bergerak di bidang farmasi, PT. Kimia Farma mempunyai misi ingin Menjadi Perusahaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Company) utama di Indonesia yang berdaya saing Global. Adapun misinya antara lain : Menyediakan produk dan jasa pelayanan kesehatan, Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan, Meningkatkan kompetensi dan komitmen Sumber Daya Manusia. Adapun portfolio Perusahaan PT. Kimia Farma adalah sbb: INDUSTRI : Jakarta, Bandung, Semarang, Mojokerto, dan Medan dengan Produk : 324 item obat ANAK PERUSAHAAN : PT. KF Trading & Distribution, 41 Cabang dan PT. KF Apotek, 341 Apotek PENGEMBANGAN BISNIS : Laboratorium Klinik, 34 Cabang dan Klinik, 34 Klinik
7. PT. Bio Farma PT. Bio Farma merupakan salah satu BUMN Farmasi yang bergerak di bidang obat-obatan yang berlokasi di Jl. Pasteur Bandung. Perkembangan PKBL yang dilakukan oleh PT. Bio Farma sampai tahun 2006 adalah sebagai berikut :
a. Program Kemitraan : - usaha kecil Rp 21,427 juta, Koperasi Rp 3,054 juta b. Program Bina Lingkungan sebesar Rp 6.573 juta
Adapun daerah/wilayah kerjanya meliputi Kab/kota Bandung dan Kab. Cimahi
8. PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan KA
a. Pendanaan : 1) Pendanaan PSO sesuai dengan kondisi keuangan Pemerintah dan dibayar belakang sehingga menambah beban likuiditas perusahaan. 2) Mekanisme pendanaan belum tercakup dengan IMO.
3) Pendanaan untuk pemeliharaan prasarana (IMO) belum jelas, sehingga mekanisme yang berjalan selama ini tidak ada cash in untuk IMO.
b. Kekurangan Pembiayaan PSO : 1) Kekurangan pembiayaan PSO (Audited BPK) tahun 2000-2004 :
• Tahun 2000 = Rp 344 Milyar • Tahun 2001 = Rp 283 Milyar • Tahun 2002 = Rp 198 Milyar • Tahun 2003 = Rp 248 Milyar • Tahun 2004 = Rp 264 Milyar
Jumlah = Rp 1.337 Milyar 2) Rekomendasi BPK agar kekurangan PSO tersebut dapat diselesaikan.
Dampak tidak terpenuhinya PSO- PT. KAI
a. Pemeliharaan sarana dan prasarana tidak dapat dipenuhi sesuai kebutuhan yang berdampak menurunnya tingkat kehandalan sehingga mengganggu operasional KA.
b. Perusahaan tidak dapat melakukan peremajaan sarana kelas komersial karena terjadi cross subsidi dari angkutan komersial ke angkutan ekonomi. Di lain pihak saat ini umur teknis sarana sudah tua dan perlu peremajaan.
c. Program peningkatan kesejahteraan karyawan tidak dapat direalisasikan karena sebagian dana perbaikan kesejahteraan dipergunakan untuk pemeliharaan
Hal-Hal yang perlu mendapatkan dukungan : 1. Perlunya pemenuhan kekurangan dana PSO 2. Perlunya sumber pendanaan yang jelas dalam APBN untuk IMO 3. Perlunya pengalokasian kekurangan pendanaan/pembiayaan PSO dari tahun 2000
s/d 2004 sebesar Rp. 1.337 Miliar dalam APBN atau APBN P. 4. Perlunya peremajaan sarana dan prasarana KA yang telah tua dan berisiko tinggi
terhadap keselamatan karena terjadinya Backlog perawatan untuk sarana Rp 5,2 T dan Prasarana sebesar Rp 6,6 T
5. Usulan tambahan lokomotif untuk KA Ekonomi dari Pemerintah sebanyak 50 lokomotif agar dapat dipenuhi
II.DESKRIPSI UMUM DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
Sumatera Barat berada di bagian barat tengah pulau Sumatera dengan luas
42.297,30 km² dan jumlah penduduk sekitar 4.775.080 jiwa (tahuun 2006)
dengan laju pertumbuhan penduduk pertahun 131.570 jiwa atau 3,1 % yang
dibagi menjadi 12 kabupaten dan 7 kota, dengan 147 Kecamatan dan 877
Kelurahan/desa. Provinsi Sumatera Barat memang merupakan wilayah yang
sangat potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan. Apabila
dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai tahun
2001 – 2006 sektor industri adalah sektor ke lima terbanyak yang memberikan
kontribusi dalam PDRB. Dan hampir 95 % sektor Industri Sumatera Barat
didominasi oleh industri skala kecil/rumah tangga, dengan menyumbang 14%
dari PDRB Sumatera Barat. Pertanian dan Perkebunan 23,57 % dari PDRB
Sumatera Barat dan jasa 16,82 % dari PDRB Sumatera Barat.
Seperti diketahui sejak tahun 2006 lalu sebelum gempa perekonomian
Sumatera Barat sudah bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai
pertumbuhan ekonomi hampir mencapai 6 %, akantetapi ketika gempa terjadi
tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sempat mencapai
angka kurang dari 4 %, dan proses perbaikan demi perbaikan sudah semakin
nampak berjalan dengan lancar, dan tumbuh lagi sebesar 5,5 %, sedikit lebih
besar dibandingkan dengan pertengahan dan awal tahun 2007. Padahal pada
tahun 2006 perbaikan ekonomi Sumatera Barat sudah semakin nyata, dengan
pertumbuhan hampir menembus angka 6 %.
Hingga tahun 2005 ekspor memperlihatkan peran makin signifikan dalam
pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahun 2001 ekspor hanya mengalami laju
pertumbuhan kurang dari 3%, tahun 2004 ekspor meningkat pesat dengan laju
pertumbuhan di atas 22%. Tahun 2005 ekspor Sumatera Barat diperkirakan
mencapai laju pertumbuhan sebesar 15,5%. Pertumbuhan ekspor Sumatera
Barat bersumber dari pertumbuhan sektor perkebunan, sawit dan karet. Produk
manufaktur belum memberikan peran di atas 10% dalam ekspor Sumatera
Barat. Ekspor masih mencerminkan dominasi 10 komoditas primer dari sektor
perkebunan. Strategi berorientasi ke luar yang dianut selama ini belum
mempengaruhi pertumbuhan ekspor manufaktur. Pertumbuhan ekspor yang
meningkat cepat pada tahun 2004 telah meningkatkan peran ekspor dalam
perekonomian daerah. Pada tahun 2001 ekspor hanya memberikan kontribusi
sebesar 11% dalam PDRB, pada tahun 2004 peran ekspor menjadi 15%. Pada
tahun 2005 peran ekspor mencapai 15% dalam PDRB. Akantetapi pasca gempa
ditahun 2006 sampai 2007 peran ekspor hanya mencapai 12,29 % dalam PDRB. Investasi swasta yang diharapkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan belum memperlihatkan kinerja yang mengesankan hingga akhir
tahun 2005. Peran investasi dalam PDRB Sumatera Barat belum mencapai 20%
hingga tahun 2005. Investasi hanya mengalami pertumbuhan sebesar 1,1%
selama 2001 dan naik menjadi 3,2% pada tahun pada tahun 2004. Pada tahun
2005 investasi diperkirakan mengalami laju pertumbuhan sebesar 6,5%.
Sumatera Barat sering dikeluhkan tidak memiliki iklim investasi yang kondusif
karena banyaknya kendala kelembagaan investasi yang masih perlu
pembenahan. Kepastian status kepemilikan tanah belum menjadi daya tarik
bagi investasi masuk ke Sumatera Barat. Adapun menurut data DINPERINDAG Pemerintah Propinsi Padang jumlah unit
industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit
industri besar menengah, dengan perbandingan 203 : III. DESKRIPSI PER BIDANG
A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian
Sumatera Barat dihasilkan dengan telah ditetapkannya arah kebijakan,
sasaran, dan program pembangunan bidang industri dan perdagangan di
Sumatera Barat. Adapun arah kebijakan, sasaran, dan program pembangunan Industri
Sumatera Barat adalah sbb.:
Arah Kebijakan Pembangunan Industri
Peningkatan nilai tambah dan produktivitas melalui pengembangan
industri dalam rangka pengembangan rantai nilai untuk membentuk
industri-industri yang kuat, meningkatkan nilai tambah dari setiap
produk yang dibuat baik pada industri ataupun pada rantai nilainya,
memperpanjang rantai nilai baik dengan meningkatkan inovasi maupun
penguasaan pasar, meningkatkan efisiensi rantai nilai untuk
meningkatkan keseluruhan produktivitas. Pengembangan klaster industri dengan memperkuat industri-industri
yang terdapat dalam rantai nilai, yang mencakup industri inti, industri
terkait, dan industri pendukung, dengan keunggulan lokasi, yang dapat
mendorong keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif;
Memperkuat keterkaitan antar klaster dalam satu sektor maupun
dengan klaster pada sektor lainnya, sekaligus mendorong kemitraan
antara IKM dengan perusahaan besar dan kaitan interaktif yang relevan
lainnya, sehingga membentuk jaringan industri serta struktur yang
mendukung peningkatan nilai tambah melalui peningkatan produktivitas;
Mendorong tumbuhnya industri terkait yang memerlukan suplai bahan
baku dan penolong yang sama, sehingga memperkuat kemitraan antara
industri inti, terkait, dan pendukung; Memfasilitasi upaya-upaya
pemasaran dalam maupun luar negeri. Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman/kondusif dengan
mengambangkan infrastruktur pendidikan dan pelatihan di bidang teknik
dan manajerial; memperluas infrastruktur fisik; memperluas
infrastruktur bisnis jasa, termasuk jasa profesi dan jasa publik;
mengembangkan riset dan teknologi untuk meningkatkan inovasi yang
berorientasi pasar; menyempurnakan dan mengimplementasikan
perangkat hukum yang terkait dengan pengembangan dunia usaha;
menyempurnakan kebijakan perdagangan dan kebijakan investasi dalam
rangka mendukung pengembangan industri. Pembangunan industri yang berkelanjutan dengan memperhatikan
aspek lingkungan dalam pengembangan industri sehingga menghasilkan
produksi bersih; melakukan sosialisasi produksi bersih terutama
terhadap industri-industri yang berpotensi menghasilkan limbah;
menginternalisasikan biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya
produksi; mengembangkan zero waste industries; dan mengembangkan
industri berbahan lokal yang terbaharukan. Mengembangkan IKM agar perannya setara dengan industri besar
sehingga merupakan fondasi perekonomian yang kokoh dan
mewujudkan industri kecil dan menengah (IKM) yang mandiri dan atau
mendukung industri besar dalam satu kerangka kerjasama yang
sederajat dan saling menguntungkan. Mendorong revitalisasi industri untuk meningkatkan daya saing industri. Mendorong investasi industri baru, selama ini pertumbuhan investasi
domestik dan luar negeri mengalami kinerja yang sangat rendah dan
cenderung stagnan maka beberapa jenis industri yang menjadi prioritas
untuk dikembangkan khususnya industri kecil dan menengah. Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah: Pada skala industri besar dan menengah diperkirakan akan
meningkatnya jumlah unit usaha naik sebesar 4,4 % dari kondisi tahun
2005-2006, nilai investasi naik sebesar 40 % dari kondisi tahun 2004
serta penyerapan tenaga kerja naik 35 % dari kondisi tahun 2004. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri
serta memperkuat struktur industri untuk membangun pilar-pilar industri
masa depan. Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan
mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri. Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan ekspor
serta mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat krisis. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang
sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan
umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang
terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang sehingga mampu
menumbuhkan industri potensial. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik
untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing
sektor ini dalam menghadapi produk-produk impor serta mempercepat
pertumbuhan IKM, khususnya industri menengah. Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran diharapkan
dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan
menciptakan lapangan kerja baru serta percepatan perkembangan
ekonomi dan pemerataannya. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI)
yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari
produk lokal dan meningkatkan kandungan bahan baku/penolong lokal. Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur
sebagai faktor penguat daya saing produk serta meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksi. Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan adalah: Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Sumatera Barat
berbasis sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan daerah. Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan pengelolaan
aktivitas ekspor impor (pelayanan satu atap). Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor dengan
tetap memperhatikan kriteria produk ekspor yang ramah lingkungan. Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari
dominasi bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan barang
jadi disertai upaya pengurangan ketergantungan bahan baku impor. Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta perkuatan
kapasitas kelembagaan dalam bentuk pelatihan investasi, tata cara
ekspor dan pembinaan secara sinergis, simultan, dan berkelanjutan. Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur
ekspor impor, menerapkan konsep single document, menyederhanakan
sistem tata niaga untuk komoditi strategis dan yang tidak memerlukan
pengawasan serta perkuatan kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor
impor. Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional seperti
kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi modal kerja dengan
bunga non komersial bagi UKM/IKM agroindustri yang berorientasi
ekspor dan bertumpu pada sumber daya lokal, dan pemberdayaan
lembaga-lembaga pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED. Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas SDM,
kualitas produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk menjamin
kontinuitas produk. Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan prosedur dan
perijinan yang selama ini belum efisien (waktu, biaya) serta telah
menjadi penghambat kelancaran arus barang dan pengembangan
kegiatan jasa perdagangan. Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan lembaga
perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan persaingan usaha
serta kelembagaan perdagangan lainnya. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan sub
sistem pada daerah tertentu seperti kawasan perbatasan dan daerah
terpencil serta peningkatan dan pengembangan sarana penunjang
perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi produksi, pasar,
dan peningkatan pasar lelang ditingkat lokal dan regional.
Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen,
terwujudnya tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan barang
beredar dan jasa. Sementara sasaran pembangunan perdagangan adalah: Terkendalinya impor non migas Sumatera Barat dalam rangka menjaga
keseimbangan neraca perdagangan dan pemberdayaan produk dalam
negeri. Terwujudnya keseimbangan permintaan dan penawaran untuk menjaga
stabilitas harga. Meningkatnya pelayanan publik dan perlindungan konsumen melalui
peningkatan penyediaan standar layanan minimum pada lembaga
sertifikasi mutu barang dan standarisasi. Berkembangnya pasar spesifik produk UKM/IKM dan hasil pertanian di
Sumatera Barat sehingga terbentuk harga yang wajar dan transparan. Menurunnya tingkat pengangguran dan kerawanan sosial serta
meningkatnya daya beli masyarakat. Menjadikan ekspor sebagai andalan pertumbuhan ekonomi daerah,
penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah serta
peningkatan devisa termasuk didalamnya transfer teknologi dalam
rangka mendukung daya saing global produk unggulan Sumatera Barat
terutama yang berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus
segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan yang ada.
B. BIDANG BUMN dan INVESTASI
Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Sumatera Barat, Pemerintah
Daerah Sumatera Barat telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah
dilakukan berupa produk unggulan Sumatera Barat yaitu di sektor primer adalah
pertanian, Perikanan kelautan/budidaya, Perkebunan (Karet, Gambir dan Kelapa
Sawit), UMKM meliputi sektor sekunder (seperti; industri kerajinan sulaman,
bordir dan konveksi, anyaman, tenun dan lain-lain) / sektor tertier (pengolahan
air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan pariwisata, dimana sector
pariwisata kini menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Daerah dalam
meningkatkan perekonomian daearah).
Dalam pengembangan produk unggulan tersebut pemerintah daerah provinsi
Sumatera Barat telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada
investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri yang
bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat. Dengan
iklim investasi Sumatera Barat yang makin kondusif serta pembangunan dan
pengembangan sarana dan prasarana fisik terus dilakukan, maka prospek
investasi yang akan datang cukup menjanjikan baik di bidang industri
manufaktur, infrastruktur, agroindustri, agro bisnis, pariwisata, perikanan dan
kelautan, jasa dan perdagangan.
Sementara itu pemerintah daerah provinsi Sumatera Barat juga telah
mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi yang ada,
seperti:
Fasilitasi penyelesaian masalah penanaman modal melalui Dewan Konseling
Investasi dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat yang bertugas
memfasilitasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh investor untuk
dicarikan solusi pemecahannya.
Koordinasi dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan, promosi,
perijinan penanaman modal dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal
dengan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera Barat
cukup baik, semua pihak bertekad untuk meningkatkan investasi serta
menciptakan iklim investasi yang kondusif di Sumatera Barat melalui
serangkaian pembangunan kebijakan dan perbaikan instituís khususnya
menyangkut pelayanan satu atap.
Industri kecil/rumah tangga dengan jumlah unit industri yang banyak hanya
mempunyai investasi dan nilai produksi yang kecil. sedangkan investasi industri
besar menengah mencapai Rp 3.052 milyar, atau 95,60% dari total investasi,
sedangkan industri kecil investasinya hanya Rp. 1.412 milyar atau 4,40% saja
dari total investasi. Dengan nilai produksi industri besar menengah mencapai Rp.
1.623 milyar, yaitu 60 % dari total nilai produksi, dan nilai produksi industri kecil
hanya mencapai Rp. 1.090 milyar, atau 40% dari total nilai produksi
Wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah wilayah yang termasuk banyak dijadikan
domisili beberapa BUMN dan ada salah satu BUMN yang beroperasi langsung di
Sumatera Barat yakni PT. Semen Padang. Pada kunjungan kerja tim Komisi VI
DPR RI kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal perkembangan
industri semen (PT. Semen Padang), perikanan tuna, pelabuhan teluk bayur,
pertanian, perkebunan karet dan klapa sawit yang terkait dengan PTPN VI,
Pupuk Sriwidjaya dan RNI, yang selama ini menjadi concern Komisi VI DPR RI.
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM
Pembangunan Koperasi dan UKM di Sumatera Barat walaupun mulai nampak
perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih
banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM
yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara
berkelanjutan, antara lain:
1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan,
pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan
disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha.
2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap
sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu
modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja
tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar.
Pemerintah daerah provinsi Sumatera Barat juga telah menetapkan arah
kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka
menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah adalah:
1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan
kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan
pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi
dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah.
2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan
wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan,
peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang
dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk
impor.
5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan
kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan
meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu pada arah
kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis Kementerian KUKM 2005 –
2009 maka upaya yang akan dilaksanakan adalah:
1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan
jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi
sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha kecil dan menengah
provinsi Sumatera Barat dalam periode 2006 – 2009 menargetkan sebanyak
2.352 unit koperasi berkualitas dari 2.508 unit koperasi yang ada . Dengan
melakukan pembinaan pada 24.750 orang usahawan UMKM.
2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di pasar
bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah:
a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan pameran
baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang dibiayai baik
dari dana APBD maupun APBN.
b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat
yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN.
Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi Tidak
Aktif di Sumatera Barat pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami pasang
surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan adanya
peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola koperasi,
disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh berkembang dengan
baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan koperasi aktif,
diantaranya; disamping adanya pembubaran sejumlah koperasi yang sudah tidak
aktif, dipengaruhi pula oleh adanya perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak
aktif.
Kriteria koperasi aktif adalah:
Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah
Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi
Kegiatan usaha masih jalan dan layak
Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang
Kelembagaan masih jalan
Melaksanakan RAT berturut-turut
Kriteria koperasi tidak aktif adalah:
Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota
Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut
Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada)
Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada
Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT
Permasalahan :
1. Sumber pendapatan Sumatera Barat yang menggandalkan sektor pertanian
tapi belum mendapatkan perhatian yang optimal dari Pemerintah pusat
seperti gambir dan perubahan lahan dari karet kekelapa sawit.
2. Promosi produk-produk UMKM Sumatera Barat yang terbatas daripada
daerah-daerah lain.
3. Lemahnya bantuan Modal bagi IKM dari Pemerintah Pusat.
4. Terbatasnya pengembangan sentra perikanan tuna di Sumatera Barat.
5. Ketersediaan BBM alternatif yang masih ekspor.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait
khususnya untuk peningkatan sumber pendapatan sektor pertanian dan
memperjuangkan kemudahan pada petani agar mendapatkan modal dan
pemberdayaan SDM dibidang pertanian sehingga dapat meningkatkan hasil
pertaniannya.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan BKPM khususnya
untuk membantu dalam mempromosikan produk-produk UMKM Sumatera
Barat seperti daerah-daerah lainnya dengan senantiasa berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah setempat.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Departemen
Perindustrian khususnya untuk penguatan terhadap bantuan modal IKM.
4. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya untuk Membantu
dalam pengembangan sentra perikanan tuna di Sumatera Barat, dimana
Komisi VI DPR RI akan meminta Pemerintah untuk mengusahakan
penggadaan kapal ikan tuna tambahan dan meminta agar Pemerintah
Propinsi untuk mengadakan survei dan pemanfaatan keberadaan 14 kapal
ikan tuna yang mengganggur di Sulawesi Selatan.
5. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya untuk Guna menjaga
terpenuhinya kebutuhan BBM untuk kepentingan industri dan dunia usaha,
perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Daerah untuk swadaya BBM
alternatif.
6. Komisi VI DPR RI mendukung terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dalam merekonstruksi dan membangun
kembali beberapa sektor-sektor UMKM yang rusak akibat gempa Sumatera
Barat demi pemulihan/pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Barat. B. Pemerintah Kota Padang
Permasalahan :
Secara umum kinerja Pemerintah Kota Padang dapat dinilai cukup baik. Hal
tersebut dapat dilihat pada rencana dan beberapa program pertumbuhan
ekonomi yang cukup, hal ini terlihat dari peningkatan investasi, pemberdayaan
usaha mikro, kecil dan menengah, menjadikan Kota Padang sebagai gerbang
ekonomi Indonesia Barat, pembangunan infrastruktur yang memadai, dan lain-
lain.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait
khususnya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Padang.
2. Komisi VI DPR RI akan mendukung program Pemerintah Kota Padang untuk
melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur Kota Padang.
3. Komisi VI DPR RI akan meminta Pemerintah Cq. BKPM untuk senantiasa
mengikutkan Kota Padang dalam setiap event-event promosi.
4. Komisi VI DPR RI mendukung terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Padang dalam merekonstruksi dan membangun kembali
beberapa sektor-sektor UMKM yang rusak akibat gempa Sumatera Barat
demi pemulihan/pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Barat. C. BANK MANDIRI, BANK BTN, Bank BRI, Bank BNI dan
Permodalan Nasional Madani yang ada di Sumatera Barat
Permasalahan :
Kinerja perbankan di Sumatera Barat dapat dinilai cukup memuaskan. Hal
tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta
kecilnya NPL (perbankan rata-rata 1,5 – 3% dan Permodalan Nasional Madani
yang NPL 0 %) bagi program-program Kredit dan pembiayaan bagi UMKM,
sedangkan bagi Perbankan mewajibkan program Kredit dan pembiayaan bagi
UMKM menjadi sebagai program kerja dan melaksanakan pertemuan tripartit
yang tidak hanya ditingkat propinsi Sumatera Barat. Namun demikian kendala
yang dihadapi saat ini adalah bahwa kondisi makro ekonomi, kondisi keamanan
dan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit khususnya bagi
UMKM.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI senantiasa mendukung program kerja yang telah
dilaksanakan oleh perbankan di Sumatera Barat terutama bagi perbankan
yang berpihak pada UMKM.
2. Komisi VI DPR RI akan memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga
Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara
kreditur dan debitur. D. PT. ANGKASA PURA II (Persero) DI MINANGKABAU
INTERNATIONAL AIRPORT
Permasalahan :
Apabila dilihat dari performance, peranan Minangkabau International Airport
(MIA) telah mencapai pada tingkat yang sehat dan bahkan ikut memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian ekonomi
daerah dan bagi pendapatan daerah.
Rekomendasi :
Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Negara BUMN
dan PT. Angkasa Pura II untuk memberikan dukungan dalam pengembangan
usaha-usaha Minangkabau International Airport (MIA) dalam perluasan dan
perencanaan pemgembangan Bandara MIA sesuai dengan masterplan yang
direncanakan. E. PTPN VI, PT. PUPUK SRIWIDJAYA dan PT. RNI
Permasalahan:
Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang
berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Sumatera Barat. Dari
pertemuan dengan jajaran Kepala Cabang BUMN ini diperoleh informasi bahwa
BUMN-BUMN merupakan BUMN yang sehat dan saat ini berada pada posisi
kinerja yang cukup. PT. RNI telah mampu meningkatkan pendapatannya dari
tahun ketahun, PT. Pupuk Sriwidjaya yang senantiasa memenuhi kebutuhan
pupuk bagi petani walaupun kondisi PUSRI hanyalah sebagai distributor dengan
stok terbatas dan PTPN XVI yang sudah optimal dalam berkontribusi bagi
perkembangan pertanian dan perkebunan di SUMBAR.
Rekomendasi :
Dalam pertemuan dengan jajaran Direksi dan kepala cabang diperoleh
kesimpulan bahwa pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-
bahan baku untuk kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan
ekspor seperti gas, phospat, sulfur, dan peningkatan kinerja perusahaan. Bagi
PTPN XVI Komisi VI DPR RI mendukung pencanangan konversi lahan dari
perkebunan Karet ke perkebunan Kelapa Sawit, dimana harapan kedepan
konversi ini akan dapat mensejahterakan petani. Sedangkan bagi PT. Pupuk
Sriwidjaya cabang SUMBAR Komisi VI DPR RI mendukung penambahan
stok/jatah pupuk bersubsidi untuk petani, agar petani dapat mendapatkan pupuk
lebih mudah, dan Komisi VI DPR RI mengharapkan kepada PT. Pupuk Sriwidjaya
cabang SUMBAR agar lebih memperketat pengawasan pupuk bersubsidi agar
tidak salah sasaran. Untuk PT. RNI Komisi VI DPR RI mendukung pengembangan
usaha RNI dalam pengembangan produk usaha-usaha non perkebunan G. PELABUHAN TELUK BAYUR (PT. PELINDO II)
Permasalahan:
Setelah berkunjung ke pelabuhan Teluk Bayur yang merupakan pelabuhan
dibawah area operasional PT. PELINDO II dan melihat peranan pelabuhan Teluk
Bayur bagi perkembangan industri dan perdagangan di Sumatera Barat,
pelabuhan Teluk Bayur ini merupakan pelabuhan yang sangat penting khususnya
di wilayah Pulau Sumatera selain pelabuhan belawan Medan, Pelabuhan Teluk
Bayur ini juga merupakan penopang transportasi bagi propinsi Riau, Jambi,
Bengkulu dan sebagian wilayah Sumatera Selatan. Teluk Bayur merupakan
pelabuhan yang dapat didermagai oleh kapal dengan kapasitas 40.000 ton
dengan kedalaman 9-12 M. Berkaitan dengan pentingnya peranan pelabuhan
Teluk Bayur ini sudah seharusnya pelabuhan ini perlu dikembangkan dan
diperluas, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyak antrian dan
pemumpukan kapal yang akan bersandar.
Rekomendasi:
Komisi VI DPR RI mendukung pengembangan dan perluasan pelabuhan Teluk
Bayur dan akan membahas secara khusus kepada Menteri terkait beserta jajaran
Direksi PT. PELINDO II berkaitan dengan rencana pengembangan dan perluasan
Pelabuhan Teluk Bayur.
H. PLN DAN PERTAMINA
Permasalahan:
Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan pertemuan
dengan PLN dan PERTAMINA Regional/Cabang Sumatera Barat, tim Komisi VI
DPR RI secara khusus membahas tentang permasalahan distribusi listrik dan
BBM terutama yang terkait dengan peluang dan SDA Sumatera Barat. Dalam
pertemuan tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan distribusi dan pemenuhan
kebutuhan listrik dan BBM masih didatangkan dari luar, peranan PLN dan
PERTAMINA Regional/Cabang Sumatera Barat hanyalah sebagai perwakilan atau
kantor operasional. Secara umum kebutuhan listrik dan BBM di Sumatera Barat
tidak ada masalah dan masih dapat dipenuhi sesuai dengan permintaan.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana distribusi listrik dan BBM
yang dilakukan oleh PLN dan PERTAMINA regional Sumatera Barat.
2. Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Negara
BUMN dan PT. PERTAMINA untuk mempelajari keberadaan sumber minyak
Blok Singkarak yang diharapakan untuk mensuplai kebutuhan BBM diwilayah
Sumatera Barat dan sekitarnya dan menambah devisa pendapatan negara.
3. Komisi VI mendukung bagi PLN regional Sumatera Barat untuk
mengembangan sumber energi listrik alternatif bagi pemenuhan kebutuhan
listrik di wilayah pedalaman Sumatera Barat. I. PT. Semen Padang
Permasalahan :
Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang
berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Sumatera Barat juga
berkunjung langsung ke PT. Semen Padang yang merupakan holding PT. Semen
Gresik. Dari pertemuan dengan jajaran direksi kedua BUMN ini diperoleh
informasi bahwa PT. Semen Padang merupakan BUMN yang sangat sehat dan
saat ini berada pada posisi kinerja yang cukup baik. PT. Semen Padang saat ini
telah mampu memproduksi 5,4 juta ton semen per tahun. Dalam perjalanannya
selama ini dan untuk beberapa tahun kedepan, keberadaan PT. Semen Padang
mengalami beberapa penurunan produksi yang diakibatkan misalnya seperti
kelangkaan bahan baku dan pengembangan pabrik. Sehingga diperlukan
pengembangan dan perluasan sumber bahan baku dan area pabrik, dimana
perluasan sumber bahan baku dan area pabrik akan senantiasa
mempertahankan eksistensi produksi PT. Semen Padang yang selalu meningkat.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI mendukung peningkatan produksi PT. Semen Padang yang
bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan semen dalam negeri.
2. Komisi VI DPR RI mendukung pembuatan pabrik Indarung VI yang akan
direncanakan oleh PT. Semen Padang.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas dengan Menteri terkait perihal pengalihan
kembali perencanaan lahan 256 ha sebagai area pengembangan industri PT.
Semen Padang untuk 66 tahun kedepan, yang dahulu di tetapkan sebagai
hak guna pakai kemudian tahun 2004 berubah menjadi hutan lindung
berdasarkan KEPMEN. Kehutanan untuk dikembalikan fungsinya sebagai hak
guna pakai (HGP) dari hutan lindung kekondisi seperti semula yakni hak guna
pakai (HGP).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 21
III. Deskripsi Umum Daerah Kalimantan Timur
Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas di Indonesia, dengan luas wilayah
kurang lebih 245.237,80 Km² atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura
atau 11% dari total luas wilayah Indonesia.
Berdasarkan wilayah pemerintahan, provinsi ini dibagi menjadi empat pemerintahan
Kota, dan sembilan pemerintahan Kabupaten serta 122 Kecamatan, 1.347 Desa dan
191 kelurahan. Penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2004 berjumlah 2.750.369
jiwa pada tahun 2005 penduduk Kaltim diprediksikan berjumlah 2,8 juta jiwa.
Dibandingkan dengan luas wilayah, kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Timur
relatif rendah, yaitu rata-rata sekitar 11,22 jiwa per Km².
jumlah penduduk miskin di Kaltim dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2000 berjumlah 393.600 jiwa (16,32 %). Pada tahun 2004 jumlahnya menurun sebanyak 318.200 jiwa (11,57 %).
Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah
sebagai berikut:
a. Bidang Industri dan Perdagangan Perkembangan industri di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2006 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini terlihat dengan naiknya unit usaha sebesar 1.366 unit atau 10,39%, tenaga kerja 9.455 orang atau 18,46%, investasi naik 805,312 milyar rupiah atau 12,44%, kenaikan ini didukung adanya kenaikan dari industri kecil, sementara industri menengah besar tetap/tidak ada kenaikan, hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi yang belum stabil.
Potensi Komoditas Unggulan di masing-masing Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur:
1. Nunukan : Kakao, Kelapa Sawit, Perikanan, Padi Adan (Bario), Jagung, Ayam Nunukan, Minyak Bumi, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Garam Gunung.
2. Malinau : Kakao, Kelapa Sawit, Nenas, Cempedak, HTI, dan Batubara 3. Bulungan : Kelapa Sawit, Jahe Durian, Kakao, Perikanan, Cempedak,
Metanol, dan HTI. 4. Berau : Kelapa Sawit, Karet, Padi, Kedelai, Perikanan, Kelapa, Pariwisata, dan
Batubara. 5. Tarakan : Udang, Ayam Ras, dan Minyak Bumi. 6. Kutai Timur : Kelapa Sawit, Pisang, Jagung, Karet, Batubara 7. Kutai Kertanegara : Kelapa Sawit, Karet, Padi, Lada, Pisang, Nanas,
Perikanan, Pariwisata, Batubara, HTI dan Gas. 8. Kutai Barat : Kelapa Sawit, Karet, Durian,Rambutan, Perikanan Darat,
Batubara dan Emas. 9. Bontang : Perikanan, Pupuk dan LNG 10. Samarinda : Perikanan, Pariwisata, Lada dan Batubara. 11. Balik Papan : Perikanan, Pariwisata, dan Pengilangan Minyak Bumi. 12. Penajam Paser Utara : Perikanan, Kelapa Sawit, Durian, Karet 13. Pasir : Kelapa Sawit, Karet, Padi, Pisang, Perikanan
Perdagangan Luar Negeri. Realisasi Ekspor Non Migas tahun 2006 mengalami peningkatan 37,65 % dari tahun sebelumnya ( 3,6 milyar US$ 5,0 milyar US$). Tahun 2007 sampai bulan Agustus sebesar US$ 3.521.188.764( naik 11,02 % dibandingkan periode yang sama
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 22
pada tahun 2006 sebesar US$ 3.171.647.885 ). Kenaikan pada sektor pertambangan , industri kimia , dan industri hasil hutan. Jumlah Komoditi 63 komoditi , mengalami kenaikan 6,77 % jika dibandingkan tahun 2005 sebanyak 59 komoditi. dengan 32 negara tujuan ekspor) Kaltim merupakan Provinsi terbesar ke 5 penyumbang devisa Negara. Secara Nasional ekspor non migas Kaltim pada tahun 2006 berada di peringkat 5 dari 33 Provinsi setelah DKI , Riau, Jatim dan Sumut, sedangkan keseluruhan ekspor non migas berada di peringkat 2 setelah DKI. Impor tahun 2006 sebesar 1,16 milyar US$, Naik 35,53 % jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2005. Jenis komoditi impor non migas tahun 2006 sebanyak 16 komoditi. Adapun komoditi Utama ekspor antara lain ;
1. Hasil Kayu Olahan 2. Hasil Pertambangan 3. Hasil Perikanan dan Kelautan 4. Hasil Pertanian/Perkebunan 5. Hasil Hutan Ikutan 6. Hasil Industri Kimia 7. Hasil Industri Logam 8. Lain-lain
Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Kegiatan yang dilakukan Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang dalam rangka pelayanan jasa teknis bagi dunia usaha meliputi bidang-bidang yaitu : pengambilan contoh, pengujian, kalibrasi, penilikan, penyuluhan pengembangan metode pengujian, konsultasi teknis dan pelatihan. Pelayanan jasa teknis khususnya pengujian, pengujian komoditi kayu lapis dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine, Oven, Water Bath dan Timbangan. Pelayanan tersebut dilakukan pada contoh yang diterima yaitu kayu chip untuk parameter kadar air sedangkan kalibrasi diikutsertakan mendampingi petugas kalibrasi dari UPTD BPSMB Banjarbaru. Perdagangan Dalam Negeri Angka inflasi Kalimantan Timur tahun 2006 sebesar 6,04 persen atau berada dibawah angka inflasi nasional (6,60 persen), berarti distribusi bahan pokok cukup lancar dengan tingkat harga yang terjangkau. Ketersediaan stok bahan pokok selama tahun 2006 cukup aman dengan kecukupan 3-4 bulan kedepan kecuali untuk BBM hanya 14 hari kedepan, sedangkan distribusinya ke daerah pedalaman, perbatasan dan terpencil juga cukup lancar. Sejak Tahun Anggaran 2006 , Dinas Perindagkop Provinsi Kaltim melalui dana dekonsentrasi (APBN) telah melakukan kegiatan Pasar Lelang sebagai bentuk pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, serta Pasar Fisik dan Jasa. Perkembangan Inflasi Laju Inflasi di Kalimantan Timur bulan September 2007 mengalami kenaikan sebesar 1,87 persen bila dibandingkan pada bulan Agustus 1,85 persen. Inflasi yang terjadi di Kalimantan Timur pada bulan September disebabkan oleh faktor antara lain : dimulainya awal Bulan Rahmadhan serta adanya pengumuman pemerintah yang akan menaikkan gaji. Adapun penyebab terjadinya inflasi di pengaruhi oleh kenaikan semua kelompok barang dan jasa sebagai berikut : Kelompok Bahan makanan : 1,34% Kelompok Perumahan : 0,12% Kelompok Transportasi : 0,02% Kesehatan : 0,03%
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 23
Makanan jadi,Minuman : 0,26 % Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok Pendidikan – 0,00 persen. Untuk kota Samarinda mengalami Kenaikan inflasi, untuk bulan September 2006 terjadi inflasi sebesar 0,16 persen terjadi perubahan atau mengalami kenaikan inflasi untuk bulan September 2007 sebesar 2,01 persen, sedangkan untuk kota Balikpapan pada bulan September 2006 terjadi deflasi 0,13 persen dan pada bulan Mei 2007 terjadi inflasi 1,70 persen dan secara keseluruhan inflasi yang terjadi di Kalimantan Timur pada September 2007 mengalami Inflasi yaitu sebesar 1,87 persen dan diharapkan untuk bulan berikutnya inflasi tetap terkendali ,atau bahkan bisa ditekan sehingga target inflasi pada tahun 2007 sebesar 6,5 persen dapat tercapai. Pengadaan beras Pengadaan beras diatur penggunaan dan pembelian beras oleh BULOG, yaitu : 1. Harga pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri adalah Rp. 1.750,- per kg; 2. Harga pembelian Gabah Kering Giling dalam negeri Rp.2.280,- per kg di gudang penyimpanan atau Rp.2.250 per kg di penggilingan; 3. Harga pembelian beras dalam negeri Rp.3.550,- per kg di gudang penyimpanan. 4. Penggunaan Beras Cadangan Pemerintah dapat dimanfaatkan apabila terjadi keadaan darurat atau kerawanan pangan pasca bencana dan pengendalian gejolak harga. Perdagangan Kayu Antar Pulau Realisasi penerbitan PKAPT yang dikeluarkan Dirjen PDN sebanyak 2.365 buah dan untuk Kaltim sebanyak 394 buah atau 11,66%. Pendaftaran dan Informasi Perusahaan Jumlah pengusaha hingga tahun 2006 di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 40.775 unit usaha
1. pengusaha besar 3.878 unit usaha 2. pengusaha kecil 26.974 unit usaha 3. pengusaha menengah 9.923 unit usaha
Pasar Lelang Kegiatan Pasar Lelang sebagai bentuk pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, serta Pasar Fisik dan Jasa. Pasar lelang Kaltim mulai diselenggarakan pada tahun 2006. Pasar Lelang diselenggarakan oleh Disperindagkop Prov. Kaltim . Komoditi yg ditransaksikan pada umumnya komoditi agro (multi commodity). Pasar lelang memiliki Nilai Transaksi Tahun 2006 : Rp.23. 594.000.000
b. Bidang Investasi
Pertumbuhan ekonomi Kaltim per tahun ditargetkan sebesar 4,87 persen. Untuk mencapai angka tersebut diperlukan investasi Rp71,1 triliun per tahun yang diharapkan datang dari pihak swasta Rp35,6 triliun dan dari penanaman modal dalam negeri atau asing sebesar Rp28,5 triliun.
Dijelaskan, sepanjang 2001 hingga 2005, Kaltim telah mencatat minat investasi sebesar Rp28 triliun dari target Rp28,5 triliun. Dari jumlah itu, Investasi yang sudah mendapat persetujuan dan direalisasikan adalah Rp14,55 triliun dengan serapan tenaga kerja 29.891 orang.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 24
c. Koperasi dan UKM Perkembangan Koperasi di Kaltim antara tahun 2005-2006 mengalami pertumbuhan yang terus meningkat. Jumlah Koperasi pada tahun 2005 sebanyak 3.082 dan mengalami peningkatan sebesar 15,48% menjadi 3.599 pada tahun 2006. Anggota Koperasi pada 2005 berjumlah 378.109 orang dan meningkat 2,52% menjadi 387.649 orang pada 2006. Volume usaha pada 2005 Rp 446,9 Miliar dan meningktat 6,79% menjadi Rp 477,2 Miliar pada 2006. Sisa hasil Usaha pada 2005 mencapai Rp 133,9 Miliar tumbuh 7,21% menjadi Rp 143,6 Miliar pada 2006. Koperasi Wanita Pemerintah daerah Kaltim sangat memberi perhatian kepada peningkatan perkembangan koperasi wanita. JUMLAH KOPWAN DI KALTIM
1. Samarinda : 18 Kop 2. Balikpapan : 14 Kop 3. Bontang : 1 Kop 4. Kuker : 4 Kop 5. Pasir : 1 Kop 6. Berau : 5 Kop 7. Bulungan : 3 Kop 8. Malinau : 1 Kop
Jumlah koperasi wanita sebanyak 47 Koperasi atau sebesar 1,32% dari seluruh jumlah koperasi di Kaltim. Beberapa program Perkuatan kepada KUKM di Provinsi Kaltim tahun 2000-2006.
1. PKPS BBM, sebanyak 236 Unit dengan Jumlah Dana Rp 20,2 Miliar 2. MAP, sebanyak 30 Unit dengan Jumlah Dana Rp 7,7 Miliar 3. BDS, sebanyak 29 Unit dengan Jumlah Dana Rp 1,4 Miliar 4. SAPI LOKAL, sebanyak 3 Unit dengan Jumlah Dana Rp 8,1 Miliar 5. AGRIBISNIS, sebanyak 5 Unit dengan Jumlah Dana Rp 5 Miliar 6. GENDER, sebanyak 2 Unit dengan Jumlah Dana Rp 45 juta 7. SYARIAH, sebanyak 20 Unit dengan Jumlah Dana Rp 1,65 Miliar 8. KONVENSIONAL, sebanyak 24 Unit dengan Jumlah Dana Rp 1,75 Miliar 9. SEKTORAL, sebanyak 6 Unit dengan Jumlah Dana Rp 3,5 Miliar 10. MAP VENTURA, sebanyak 2 Unit dengan Jumlah Dana Rp 3,75 Miliar 11. SERTIFIKASI, sebanyak 1.600 Unit dengan Jumlah Dana Rp 525 Juta 12. HIBAH, sebanyak 1 Unit dengan Jumlah Dana Rp 200 juta 13. PEMBANGUNAN PASAR, sebanyak 1 Unit dengan Jumlah Dana Rp 600jta
b. PEMERINTAH KOTA BONTANG Sejarah Bontang Sebelum Tahun 1950 – Desa Kecil Th. 1950 : Dibentuk Asisten Wedana yang berkedudukan di Bontang Kuala Th. 1972 : Dibentuk Pemerintahan Kecamatan Berkedudukan di Bontang Baru membawahi 11 Desa Th. 1974 : Berdiri PT. BADAK Th. 1977 : Berdiri PT. PKT Th. 1977 : Dibentuk wilayah kerja Pembantu Bupati Kdh.Tk. II Kutai Wilayah Pantai Th. 1984 : Kec. Bontang diusulkan oleh Gubernur Kaltim untuk ditingkatkan menjadi Kotif. Th. 1989 : Dengan PP No. 20 Th. 1989 Kec. Bontang disetujui menjadi Kotif dan Diresmikan Th. 1990 dengan membawahi Kec. Bontang Utara dan Bontang Selatan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 25
Th. 1999 : 12 Oktober, Kotif berubah menjadi Kota Otonom berdasarkan UU 47 Th. 1999 ( terdiri dari 2 Kecamatan) Th. 2002 : 16 Agustus, Pembentukan Kecamatan Bontang Barat berdasarkan Perda No. 17 Tahun 2002 Th. 2002 : 16 Agustus, Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan
yaitu 9 Desa menjadi 15 Kelurahan berdasarkan Perda No. 18 Tahun 2002.
Topografi 1170 23’ - 1170 38’ BT 00 01’ - 00 14’ LU Ketinggian 0 - 106 M di atas permukaan laut Kota Bontang juga diapit oleh Hutan Lindung di sebelah Selatan dan TNK di sebelah Utara. Letak Geografis Secara Administratif Kota Bontang memiliki Batas Wilayah sbb:
• Utara : Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur. • Selatan : Kecamatan Marangkayu Kab.Kutai Kertanegara • Timur : Selat Makassar. • Barat : Kecamatan Sengata Kabupaten Kutai Timur.
Secara keseluruhan luas wilayah Bontang 49.757Ha (4 mil laut) dengan komposisi sebagai berikut : A. Luas Daratan : 14.780 Ha (29,71%) terdiri dari :
a. Kawasan Hutan Lindung / TNK : 5.950 Ha (11,96%)
b. PT. Badak NGL, CO : 1.572 Ha (3,15%)
c. PT. Pupuk Kaltim : 2.010 Ha (4,04%)
d. Areal Efektif untuk Pembangunan : 5.248 Ha (10,56%) B. Luas Lautan : 34.977 Ha (70,29%). 4 Pilar Kota Bontang :
1. BONTANG Sehat 2008 2. BONTANG Cerdas 2010 3. BONTANG Lestari 2010 4. BONTANG Bebas Kemiskinan 2020
] Prioritas Pembangunan Kota Bontang:
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan 2. Peningkatan Kualitas Kesehatan 3. Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur 4. Pengembangan Potensi Ekonomi – Penanganan Masalah Sosial 5. Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Pembangunan Prasarana dan Infrastruktur :
1. Air Bersih & Drainase 2. Prasarana Jalan Kota 3. Perumahan & Fasilitas Umum 4. Sarana Prasarana Pemerintahan 5. Transportasi 6. Sanitasi & Persampahan 7. Taman & Ruang Terbuka 8. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 26
APBD Kota Bontang 2006-2007 APBD Kota Bontang Tahun 2006 : Rp.39.270.929.650 Dan APBD Kota Bontang pada Tahun 2007 Rp.70.765.975.000 Data Kemiskinan Jumlah Penduduk Kota Bontang Tahun 2005 sebanyak 121.082 Jiwa. Jumlah Penduduk Miskin Kota Bontang Tahun 2005 sebanyak 4.527 KK atau 17.682 Jiwa Penanggulangan Kemiskinan :
1. Peningkatan Sumber Daya Manusia Keluarga Miskin 2. Bantuan Peralatan Kerja 3. Dana Bergulir 4. Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni 5. Bedah Kampung
b. BANK INDONESIA SAMARINDA Misi dan Visi KBI Samarinda Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Visi Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Lingkup Operasional Bank
i. Kantor bank umum yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Timur berjumlah 285 kantor terdiri dari 1 kantor pusat, 82 kantor cabang, 161 kantor cabang pembantu dan 41 kantor kas
ii. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)/BPR Syariah sebanyak 13 kantor
Perkembangan dana dan kredit bank umum
i. Jumlah dana yang dihimpun bank umum di Kaltim mencapai Rp 32,49 triliun dengan jumlah rekening sekitar 1,8 juta.
ii. Jumlah kredit yang disalurkan bernilai Rp 14,66 triliun dengan jumlah rekening sebanyak 263 ribu.
iii. Menurut wilayahnya, penghimpunan dana dan penyaluran kredit terkonsentrasi di kota Samarinda dan kota Balikpapan
Perkembangan Kredit menurut Sektor Ekonomi
i. Perkembangan kredit di Kaltim cukup menggembirakan dengan pertumbuhan s.d September 2007 mencapai 17,65%. Kredit tersebut terutama untuk membiayai tiga sektor utama: perdagangan (24,48%), konstruksi (14,28%) dan jasa dunia usaha (13,26%).
ii. Sektor perdagangan menerima kucuran kredit sebesar Rp 3,59 triliun, mengalami peningkatan 18,56% dibanding posisi Desember 2006.
iii. Kredit untuk sektor industri tercatat sebesar Rp 699 miliar atau meningkat 5,45% dibanding posisi Desember 2006.
iv. Kredit agro industri relatif kecil, yaitu sebesar Rp 52,6 miliar Perkembangan Kredit menurut Skala Kredit
i. Berdasarkan skala kreditnya, sekitar 70% dari total kredit bank umum di Kaltim tergolong dalam klasifikasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 27
ii. Jumlah kredit UMKM Kaltim per September 2007 mencapai Rp 10,27 triliun atau meningkat Rp 1,48 triliun (16,79%) dibandingkan posisi Desember 2006.
iii. Dilihat dari rincian skala kreditnya, pangsa kredit mikro, kecil dan menengah masing-masing sebesar 18,81%, 21,24% dan 30,01%.
Perkembangan Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi
i. Berdasarkan sektor ekonomi, kredit UMKM terutama untuk membiayai sektor perdagangan.
ii. Kredit UMKM untuk sektor perdangangan hingga September 2007 tumbuh 14,53% hampir sama pertumbuhan kredit UMKM untuk sektor industri sebesar 14,57%.
c. PT PUPUK KALTIM VISI : Menjadi Perusahaan Kelas Dunia dibidang Industri Pupuk MISI :
1. Menyediakan kebutuhan pupuk, khususnya untuk Dalam Negeri dalam rangka menunjang program Ketahanan Pangan Nasional.
2. Memberikan keuntungan dan manfaat bagi Pemegang Saham dan Stakeholder
3. Peduli pada masyarakat lingkungan (Community Development )
FASILITAS PENDUKUNG PRODUKSI A. Dermaga - Dermaga I = 6.000 DWT - Dermaga II = 40.000 DWT - Dermaga III = 20.000 DWT - Dermaga Quadrant Arm Loader = 40.000 DWT B. Gudang - Ammonia Storage, Kapasitas 52.000 ton - Gudang Urea Curah (UBS-1, 2, 3, 4 & 5), Kapasitas 185.000 ton - Gudang Urea Kantong, Kapasitas 10.000 ton Program Kemitraan
1. Program Bina Lingkungan dilaksanakan berupa pemberian pinjaman modal usaha bagi para pengusaha kecil , juga berupa bantuan hibah berbentuk pelatihan manajerial, teknik produksi, pemasaran dan lain sebagainya untuk meningkatkan keterampilan mitra binaan serta meningkatkan mutu produksi.
2. Jumlah Mitra Binaan dari tahun 1989 s/d September 2007 : 20.090 mitra ( jumlah mitra yang aktif =10.269 mitra) yang tersebar diberbagai wilayah seperti Kalimantan Timur (Bontang dan luar Bontang, Kalimantan selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Wilayah lainnya.
3. Realisasi dana kemitraan selama Tahun 2007 sampai dengan Bulan September sebesar : Rp. 19,01 Milyar atau sebesar 77,11% dari anggaran tahun 2007 sebesar Rp. 24,65 Milyar Program Bina Lingkungan
1. Realisasi dana Program Bina Lingkungan selama Tahun 2007 sampai dengan Bulan September sebesar : Rp. 3,13 Milyar atau 41,05% dari anggaran tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 7,62 Milyar
2. Realisasi dana Program Bina Lingkungan disalurkan untuk menunjang sarana dan prasarana wilayah yang meliputi:
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 28
- Sarana Kegiatan Pendidikan - Sarana Kesehatan - Sarana Kegiatan Sosial dan Kepemudaan - Sarana Kegiatan Seni dan Olah Raga - Fasilitas Umum - Dan lain-lain
d. PT BADAK (Natural Gas Liquafaction) NGL
Sejarah 1. PT Badak NGL berdiri tanggal 26 Nopember 1974 2. Kepemilikan saham:
a. Awal Berdiri Saat Ini b. PERTAMINA = 55% PERTAMINA = 55% c. HUFFCO = 30% VICO = 20% d. JILCO = 15% TOTAL = 10%
i. JILCO = 15% e. Modal Awal: Rp. 2,075 M
3. Pekerja PTB saat ini : i. Pekerja Bontang = 1361 ii. Pekerja Jakarta = 15 iii. Expat = 3
4. Target Pasar adalah Jepang, Korea, Taiwan
Kondisi PT Badak saat ini. 1. S/d tahun 2005 kilang LNG badak, merupakan kilang LNG terbesar
di dunia. Saat ini berada pada urutan ke tiga terbesar di dunia. 2. Dalam 4 th ini terjadi penurunan cadangan gas , pengapalan LNG berkurang
Program COMDEV meliputi 7 fokus yaitu:
1. INFRA STRUKTUR:
a. Pembangunan Pasar Rawa Indah, Pembangunan SMPN Pembangunan Infrastrukur di daerah terisolir, dll.
2. PENDIDIKAN: a. Program Beasiswa (SD, SMP, SMA, PT, YPVDP), Insentif bagi guru di
daerah terpencil, Pelatihan ESQ bagi seluruh guru di Bontang, membangun sarana dan prasarana belajar khususnya didaerah yang jarang tersentuh.
3. KEAGAMAAN: a. Bantuan kepada tokoh agama dan kegiatan keagamaan Membangun
Sarana dan Prasarana Rumah Ibadah Pemberdayaan yayasan-yayasan keagamaan.
4. KESEHATAN: a. Bakti Sosial, Bantuan layanan kesehatan di RS PTB
Pemberdayaan Lemabaga Kesehatan (PMI PUSKESMAS dll) 5. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: 6. UPPKS, Pemberdayaan Nelayan dan Petani Pelatihan Ketrampilan, Magang
(Lulusan / Siswa/ Mahasiswa / COOP) 7. OLAH RAGA, KESENIAN DAN BUDAYA: 8. Dukungan pelaksanaan kegiatan olahraga, Sarana dan prasarana Olahraga,
seni dan Budaya 9. GOVREL/COMREL: 10. Dukungan terhadap media, Wartawan, NGO, Organisasi Masyarakat,
Organisasi Pemuda, Instansi Pemerintah, Militer
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 29
e. PT ANGKASA PURA I, BANDARA SEPINGGAN
PT. ANGKASA PURA I merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di
sektor perhubungan yang bergerak di bidang Pelayanan Jasa Kebandarudaraan. Sebagai pelopor perusahaan pelayanan jasa kebandarudaraan yang bersifat komersial di Indonesia, PT. Angkasa Pura I yang berdiri pada tanggal 20 Pebruari 1962, awalnya mempunyai tugas pokok sebagai pengelola dan pengusahaan Bandar Udara Internasional Kemayoran, Jakarta. Pada tanggal 1 Oktober 1985 Bandar Udara Kemayoran ditutup dari kegiatan operasinya dan sepenuhnya dialihkan ke Bandar Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma. Saat ini, PT. Angkasa Pura I mengelola 13 bandar udara di Kawasan Tengah dan Timur Indonesia. PT. ANGKASA PURA I MENGELOLA 13 BANDAR UDARA 1) NGURAH RAI – BALI, 2) JUANDA – SURABAYA, 3) HASANUDDIN – MAKASSAR, 4) SEPINGGAN – BALIKPAPAN, 5) FRANS KAISIEPO – BIAK, 6) SAM RATULANGI – MANADO, 7) ADISUMARMO – SURAKARTA, 8) ADISUTJIPTO – YOGYAKARTA 9) SYAMSUDIN NOOR – BANJARMASIN 10) SELAPARANG – LOMBOK, 11) PATTIMURA – AMBON, 12) AHMAD YANI – SEMARANG, 13) EL TARI – KUPANG. WILAYAH KELOLA KAWASAN TENGAH DAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Jenis Produk 1. Aeronautika Air Traffic Services (ATS) : Pelayanan Jasa Penerbangan (PJP) 2. Aeronautika Non AirTraffic Services ( Non ATS )
a) Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U); b) Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U);
3. Non Aeronautika :
a) Counter; b) Sewa – Sewa; c) Konsesi; d) Parkir Kendaraan Bermotor e) Reklame; f) Jasa Lain-lain.
Prospek
1. Pertumbuhan Penumpang Rata - Rata 9,22 % per tahun sejak tahun 2002 i. Pada saat pengembangan bandara tahun 1992, diprediksi target
pertumbuhan penumpang pada tahun 2007 sebanyak 1.500.000 Pax per Tahun, namun kenyataannya tahun 2004 sudah mencapai 2.428.999 pax per tahun, dan pada tahun 2006 jumlah pax per tahun sudah mencapai 2.865.198.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 30
2. Pertumbuhan pergerakan pesawat Rata – Rata 8,6 % per tahun sejak tahun 2002
i. Adanya penerbangan Domestik Low Fare Carrier ii. Penambahan jumlah maskapai penerbangan domestik iii. Penambahan rute baru
Corporate Social Responsibility 1992 - 2007
1. Program Kemitraan Menyalurkan Dana Pinjaman kepada Usaha kecil dan koperasi HIBAH kepada mitra binaan berupa pelatihan, pameran dan pemagangan
2. Bina Lingkungan Bantuan untuk korban bencana alam, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesehatan, prasarana dan sarana umum serta sarana peribadatan Penyaluran Dana Kemitraan & Bina Lingkungan tahun 1992 – 2007 ( Tahap I ) Mitra Binaan
i. Usaha Kecil 393 ii. Koperasi 40
Total 433 Total Penyaluran Pinjaman Rp. 10.076.500.000,- Efektivitas Penyaluran Pinjaman 100 % Total Penyaluran Bina Lingkungan Rp. 1.160.837.725,-
f. KOPERASI PEGAWAI NEGERI MEDIKA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
Badan Hukum : 37/PAD/KDK/X/1998 Tanggal : 1 November 1998 Alamat : Jln. Palang Merah No. 1 Samarinda KPN Medika berdiri tahun 1980 tepatnya 1 November 1980. Modal Awal Rp. 1.250.000,- dengan Jumlah anggota 40 orang. Usaha KPN Medika saat itu adalah usaha simpan pinjam. Tahun 1985 – 1990 usaha KPN Medika :
1. Usaha Simpan Pinjam 2. Usaha Toko / Waserda
Tahun 1991 – 2000 usaha KPN Medika :
1. Usaha Simpan Pinjam 2. Usaha Toko / Waserda 3. Cleaning Service
Tahun 1995 – 1996 mengalami kemunduran dalam perolehan hasil usaha (bangkrut) dan bangkit kembali dengan modal awal Rp. 40.000.000,- Usaha KPN Medika (saat ini, 2007)
1. Usaha Waserda / Toko / Mini Market 2. Usaha Simpan Pinjam 3. Usaha Jasa Cleaning Service 4. Kantin (persewaan) 5. Laveransir (pengadaan bahan makanan pasien RSU) 6. Percetakan 7. Parkir 8. Barang Kreditan (sepeda motor, mesin genset, dll)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 31
9. Fotocopy Asset KPN Medika Tahun 2002 s/d Tahun 2006
TTaahhuunn AAsssseett ((RRpp))
22000022 11..112244..774411..772255,,0000
22000033 11..339944..555577..440022,,0000
22000044 11..557711..996611..775599,,0000
22000055 11..886611..997755..009966,,0000
22000066 22..339944..336644..115533,,0000
Rencana Pengembangan Usaha KPN Medika Usaha-usaha yang telah ada akan dikembangkan lagi, antara lain :
1. Penyediaan SDM (Medis, Paramedis, Administrasi) 2. Transportasi (Pemulangan pasien) 3. Perawatan Jenazah (Pemulasaran) 4. Home Care (Perawatan pasien dirumah) 5. Travel, Warnet
III. POINTER PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI
A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
i. Pipanisasi Permasalahan Proyek Pipanisasi untuk transmisi gas alam cair yang akan dipasang dari
Kalimantan Timur hingga ke Pulau Jawa mengundang banyak permasalahan.
Kebijakan itu mengundang polemik antara Pemimpin Daerah dan parlemennya
yang menolak proyek pipanisasi dengan Menko Kesra Abu Rizal Bakrie yang
menyetujuinya, seiring dengan kemenangan Group Bakrie Brother dalam
pengerjaan proyek pipanisasi. Proyek tersebut membuat aktivitas perkapalan
terganggu dan kalangan pekerja kapal yang sebagian besar berasal dari Jawa
dapat menganggur. Selain itu proyek tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi
Pemprov Kaltim dan Bontang.
Rekomendasi
Proyek pipanisasi agar dapat ditunda terlebih dahulu. DPR RI dalam hal ini
Komisi VI dapat menyampaikan dampak kerugian yang ditimbulkan kepada
pemerintah pusat dengan melibatkan seluruh instansi yang terkait.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 32
Ada masukan yang sangat berharga yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah
Pusat, yakni pipanisasi tidak efisien dengan pertimbangan keasaman tanah,
struktur tanah yang bergelombang, dan biaya pemeliharaan pipa yang tinggi
dibandingkan dengan Gas Alam Cair yang telah terlebih dahulu diproses dalam
kilang LNG lalu dimuat ke Kapal Laut untuk selanjutnya dikirim ke Pulau Jawa.
Untuk daerah lain penghasil gas, seperti Natuna Sumatera Selatan sebaiknya
yang perlu dibangun adalah kilang LNG untuk memproses gas menjadi gas alam
cair, lalu ditransmisikan dengan menggunakan kapal laut, dan ini sangat efisien
dibandingkan dengan membuat pipa. Dalam pembahasan hal ini Komisi VI DPR RI
dengan Pemerintah, juga perlu mengundang Pihak PT Badak NGL.
ii. KUKM Permasalahan - Kredit Tanpa Agunan (KTA), sering kamuflase karena dalam realisasi KTA
harus dengan agunan. Bunga Bank menjadi kendala usaha. UMKM menjadi
problem perbankan dan kebutuhan masyarakat kita
- Permasalahan pelaku usaha adalah akses permodalan dari perbankan yang
selalu mensyaratkan agunan. Kendala modal dari perbankan (BPD), meski jaminan
modal aset yang dimiliki Pelaku Usaha memadai.
- Koperasi masyarakat lebih banyak meminjam daripada Simpan
- Kapasitas dan kualitas SDM yang rendah. Uang yang beredar dan terkumpul
sangat besar, namun serapan untuk aktivitas ekonomi sangat rendah. Itu
disebabkan kemampuan kewirastwastaan kurang memadai.
- Pasar tradisional di Kaltim banyak yang tidak memadai/kumuh kecuali Kota
Tarakan
Rekomendasi - Di Kaltim KTA Rp 10 Trilyun, namun mencakup kredit konsumtif. Rp 6,6
Trilyun KTA untuk berbagai sector. 1,55% untuk sector perindustrian dan terbesar
sector perdagangan. Permodalan Koperasi 2000-2006 Rp 54,4 Milyar di Kaltim
sudah berkembang dengan pesat dan perlu dikembangkan lagi. Selain itu, untuk
ikatan moral maka dapat saja Penyaluran kredit dilakukan secara terbuka diketahui
publik
- Skim penjaminan kredit daerah (ASKRINDO) untuk terus disosialisasikan, dan
sudah ditindaklanjuti Kab Kutai Timur dan Bontang. Untuk pengembangan UKM ke
depan Penjaminan Kredit UKM oleh Askrindo, sehingga Askrindo perlu dipanggil
oleh Pemprov Kaltim dengan jumlah jaminan Rp 1,4 Trilyun
- UMKM dapat menyerap banyak tenaga kerja, sehingga konsep RUU UMKM
dan penanganan kemiskinan oleh Pemrov Kaltim mesti lebih disempurnakan. DPRD
Provinsi Kaltim Komisi II juga perlu memperhatikan kesejahteraan Nelayan
- UMKM harus diarahkan lebih aplikatif dan bukan sebatas retorika, di Keppres
disebutkan untuk mengutamakan produk dalam negeri, namun pada kenyataannya
adalah produk Cina yang diberi label buatan Indonesia. Sebelumnya KADIN Kaltim
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 33
berjumlah 10.000 ketika diwajibkan melalui Peraturan, namun kini berjumlah 1.000
perusahaan anggota.
- Program magang dan Diklat. 76.000 wirausaha dihasilkan dari Kaltim dari
3Juta penduduk, pengangguran 80.000 jiwa perlu lebih ditingkatkan lagi. Tiap UKM
menyerap 40 Tenaga Kerja.
Urgensi Modernisasi pasar tradisional. Pasar dibangun oleh Pemkot lalu
pengelolaannya diserahkan kepada Koperasi TNI AD. Untuk pendanaan bisa
berkerjasama dengan Departemen Perdagangan.
- Peternakan Sapi dan penggemukkan Sapi dapat dilakukan di Kaltim, tanpa
harus memasukkannya dari daerah lain
- Pewarnaan batik di Kaltim sangat baik dari daun-daunan dan perlu
mengundang investor untuk melakukan invesasi batik dan pewarnaannya yang
tergolong murah karena dengan bahan baku alami.
Masukan RUU UMKM
- Dalam menyusun UU selalu terkesan Sektoral, jarang UU itu memuat
kewenangan Pemerintah Daerah seperti yang sudah terjadi pada UU Resi Gudang.
Maka Pemprov Kaltim dalam hal ini Kadisperindagkop mengusulkan untuk RUU
UMKM;
1. Tidak ada penjelasan yang tuntas siapa yang memiliki otoritas melindungi
Pedagang Kaki Lima (PKL), Koperasi-Perindag dan lainnya ikut sehingga tidak
focus, dalam realisasi menjadi beban bagi Pemkot. Selain itu masalah Permodalan,
karena di tingkat pusat ada perbedaan dalam pengambilan kebijakan.
2. Pengaturan urusan dan kewenangan sering tercecer dalam perumusan kebijakan
dan tidak sesuai dengan UU Otoda, anatara lain di tingkat Provinsi, Kab/Kota.
3. Perlu kejelasan tentang perlindungan UMKM baik sisi perbankan dan
pembinaannya.
iii. Perdagangan di Perbatasan
Permasalahan Perdagangan Lintas Batas, dari sisi kebutuhan pokok menguntungkan Kaltim,
namun dari sisi Sumber Daya Alam/SDA banyak merugikan Kaltim karena besarnya
praktek illegal logging yang dilakukan oleh Malaysia. Tentara Indonesia melalui
jalan darat dengan fasilitas minim, namun Tentara Malaysia didrop dengan
helicopter dengan fasilitas yang sangat memadai. Wilayah perbatasan Kaltim
membentang dari utara-selatan sepanjang kurang lebih 1.038 KM. Selain
itu,sebagai dampaknya adalah tingginya harga sembako, bahkan untuk semen
berharga hingga kisaran Rp 1Juta per sak.
Rekomendasi - Perjanjian bilateral perlu ditempuh sehingga dapat diharapkan menyelesaikan
masalah perdagangan lintas batas. Selain itu, Pemerintah RI telah melakukan
perubahan perjanjian terkait kerjasama perdagangan dan perbatasan dengan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 34
pemerintah Malaysia sebanyak dua kali (1999), diharapkan ada satu badan
pengelola perdagangan dengan Malaysia. Badan Pengelola untuk daerah
perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan bukan hanya keamanan. Masalah
perbatasan berkaitan dengan masalah kelembagaan contoh kasus Ambalat. Selama
ini yang dilakukan secara fungsional. Kelembagaan sesuai arahan Bapenas adalah
secara menyeluruh bukan hanya Kaltim. Selain itu DPR RI, dalam hal ini Komisi VI
DPR RI perlu menyampakan hal ini kepada Menteri Hukum dan Perundang-
undangan RI
- Masalah perbatasan sudah diatur melalui Kepres 44/1994. Sebagai
alternative solusi, perlu membuat UU untuk lintas sector dan lintas perbatasan
yang dibiayai melalui DAK. Karena pembangunan perbatasan tidak masuk dalam
APBD dan itu masuk domain kebijakan pemerintah pusat.
- Masalah Perbatasan perlu percepatan penyelasaian, sedangkan di Kehutanan lebih pada pendekatan konservasi kehutanan. Akses jalan mesti dapat perhatian yang serius karena berpengaruh pada harga sembako dan harga komoditas penting lainnya. Masalah jalan juga perlu diselesaikan oleh bagian imigrasi, karena jarak ke Malaysia dari Kaltim hanya 45 KM. Peningkatan akses jalan dapat dilakukan dengan program Multiyears, adapun yang diminta beberapa masyarakat adalah jalan menuju perbatasan dengan Malaysia.
Kalangangan DPRD Provinsi Kaltim mengusulkan agar penyelesaian
perbatasan dengan melakukan pemekaran Kaltim menjadi 2 provinsi untuk
menjawab permasalahan kesra, usulan tersebut perlu dipelajari lebih seksama.
iv. Disparitas APBD dengan PAD
Permasalahan
Kontribusi PAD Kaltim hingga150 Trilyun sedangkan APBD hanya 10% dari
Pemerintah Pusat. PAD Kaltim 2007 Rp 994,8 Milyar dan hingga akhir tahun 2007
mencapai Rp 1,6 Trilyun. Silpa Kaltim Rp 2,94 Trilyun. Sisa lebih Rp 1,143 Trilyun.
Sisi pendapatan 5 Trilyun dan pengeluaran 6 Trilyun sehingga ada deficit, akibat
penyediaan prasarana jalan. Saat ini alokasi biaya cukup tinggi untuk penyediaan
sarana PON. Oknum di Departemen Keuangan ada yang mensyaratkan uang
pelicin, jika tidak maka Dana Alokasi Umum/ DAU Kaltim dipotong.
Rekomendasi Perlu dilakukannya judicial review atas UU Otonomi Daerah, dan perlu
penegakkan hokum kepada oknum di jajaran pemerintah, melalui penerapan
program reformasi birokrasi di seluruh instansi Negara dan Pemerintah, terutama
kepada calo dalam hal pencairan DAU, DAK dan lain sebagainya di Departemen
Keuangan RI.
v. Illegal Logging
Permasalahan
- Untuk melakukan Perpanjangan Hak Penguasaan Hutan/ HPH diperas hingga 10 Miliar, Yang merusak hutan Kaltim dengan melakukan pembalakan liar atau iilegal logging adalah orang Jakarta.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 35
Rekomendasi - Masalah illegal logging harus dilakukan secara berkoordinasi dengan semua pihak. Sector kehutanan sudah tidak menarik di pasaran. Menyangkut hutan, HTI memiliki peran penting untuk suplai kayu, bukan lagi dari kayu alam yang sudah sangat terbatas dengan harga jual yang sangat dipengaruhi oleh biaya produksi tinggi. Produksi kayu di Kaltim sudah tidak sustainable akibat bentrok dengan kebijakan nasional seperti larangan ekspor kayu Log yang disinyalir dapat menguntungkan Malaysia dan Negara pengimpor. - Pembahasan Perda terkait kawasan hutan (RTRWP) meski telah dibahas
Pemprov Kaltim dengan Dinas Kehutanan. Ada kendala terkait dengan fungsi,
tadinya luas hutan 9 Juta Ha dan dikurangi 1 Juta Ha untuk produksi hutan rakyat.
Akhir Oktober 2007 Pemprov Kaltim dapat menyelesaikannya dengan DPRD Prov
Kaltim, selanjutnya DPR RI dalam hal ini Komisi VI dapat menyampaikan
permasalahan ini kepada instansi terkait.
vi. Kemiskinan Permasalahan Dampak kenaikan harga BBM sejak 2005 menambah kesengsaraan rakyat
Kaltim. Tahun 2005 Rakyat miskin 300.000 dan akibat kenaikan harga BBM
meningkat menjadi 600.000 jiwa yang merupakan beban Pemprov Kaltim adalah
meningkatnya jumlah penduduk akibat urbanisasi yang lebih bersifat pada
masuk/bertambahnya angka kemiskinan.
Menyangkut kemiskinan diantaranya tertinggal dari sisi pendidikan dan
kuantitas serta kualitas guru.
Rekomendasi Masalah kemiskinan tidak cukup dengan Bantuan Langsung Tunai/ BLT,
namun siapa saja yang miskin, mengapa miskin dan bagaimana cara
menanggulanginya perlu diklasifikasikan. Meski Pemprov Kaltim sudah melakukan
peternakan Sapi namun perlu dikembangkan lagi. Coorporate Social
Responsibility/CSR perlu diperhatikan (monitoring intensif), karena dalam
perusahaan ada perusahaan yang mengelola CSR sehingga tidak sampai ke
masyarakat. CSR, adalah kewajiban perseroan terbatas dan diatur dalam UU
merupakan kelebihan Negara RI dibanding Negara lain. PKP2B juga harus diawasi
dan perlu diatur dengan lebih baik. Selain itu, Kontrak Karya bermasalah dengan
KPC perlu diarahkan pada Kesra.
- Peningkatan pelayanan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan. Meski Di sector
pertanian Pemprov telah membantu pemberian bibit, dan telah kembangkan Sawit
dan bantuan ternak Sapi untuk masyarakat miskin juga bantuan modal secara
bergulir, dalam Kutai Kartanegara modal tanpa bunga. Melalui Dinas PU dengan
program ALADIN/Atap-Lantai-Dinding untuk bantuan rumah bagi rakyat miskin.
- Masalah kemiskinan, potensi dan penyebab kemiskinan harus ditanggulangi
dalam program pengentasan kesejahteraan yang bermuara pada penyelesaian
masalah melalui satu pintu. Indicator kemiskinan harus diukur dari tingkat
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 36
kesenjangan ekonomi di daerah, jangan pemerintah pusat hanya memberi
symbol/label miskin tapi tidak menanggulanginya.
- Pemprov Kaltim meski sudah melakukan sign MoU dengan beberapa kepala
daerah berkaitan kualifikasi guru, pendidikan dan prasarana pendidikan, namun
tetap perlu menganggarkan biaya pendidikan minimal 20% dan lebih memantau
pelaksanaan pendidikan gratis dan tidak membebani oran tua murid dengan segala
jenis pungutan, dan menerapkan sanksi keras atas pelanggaran ketentuan itu.
vii. Investasi dan Berbelitnya Birokrasi
Permasalahan - Birokrasi dan administrasi kepengurusan izin usaha tentang penanaman modal masih carut marut. Di beberapa daerah cantelan BKPM berbeda-beda, ada yang masuk ke biro ekonomi. - Kemajuan prasarana fisik pada triwulan 3 tahun 2007 48,12% agak lambat
dibanding tahun sebelumnya.
Rekomendasi - Dalam UU10/2007 tentang Penanaman Modal, suatu berkas diselesaikan
secara satu pintu. Ini merupakan bagian dari program reformasi birokrasi. Dalam
UU BKPM daerah disebut BPKMD. Untuk proses administrasi pada Pemerintah Pusat
memakan waktu 10 hari. Selain itu, Peraturan Pemerintah/PP juga perlu
disertakan Petunjuk Pelaksanaannya (Juklak).
- Prasarana fisik perlu ditingkatkan setiap tahunnya, yang paling utama adalah
pembangunan jalan untuk menunjang investasi dan penetapan DAU untuk
menstimulus pembangunan dan investasi.
viii. Industri dan Perdagangan Permasalahan - Industri besar (Perkayuan) banyak yang tutup karena; hutan yang sudah
habis, peraturan pemerintah yang kurang memadai Perdagangan kayu antar pulau,
terutama Kayu Ulin, yang banyak menghambat transaksi perdagangan kayu antar
pulau.
- Masalah pupuk, belum adanya sinkronisasi antara pertanian dan
perindustrian. Kuota ekspor dapat merugikan pupuk bersubsidi di dalam negeri.
- Gula, sejak jaman Menperindag Rini Suwandi minimnya importir gula
nasional, hingga importir daerah.
Rekomendasi - Diperlukan peraturan pemerintah yang menunjang industry perkayuan. Selain itu peraturan tentang perdagangan kayu antar pulau, dengan pembatasan terhadap perdagangan kayu ulin tidak membuat produk kayu lainnya sulit untuk diperdagangkan keluar pulau. - Perlunya sinkronisasi antara instansi pertanian dan perindustrian terkait masalah pupuk. Ketersediaan pupuk dalam negeri untuk ketahanan pangan harus
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 37
terpenuhi, kuota ekspor yang selalu mengorbankan pupuk rakyat bersubsidi tidak perlu dilakukan. - Diperlukan importir gula nasional yang tidak terbatas untuk menjaga stok dalam negeri.
B. PEMERINTAH KOTA BONTANG
1. Pipanisasi Permasalahan - Kendala gas, yakni penarikan pipa gas (Pipanisasi) dari Bontang ke Jawa
Tengah sehingga dapat mematikan Pabrik LNG dan matinya pabrik Pupuk Kaltim.
Permohon agar tidak dilakukan pipanisasi sebagaimana yang telah Pemkot Bontang
sampaikan kepada wapres Jusuf Kalla dan menyetujuinya, namun Menko Kesra
Abu Rizal Bakrie menyatakan hal berbeda yakni pipanisasi dapat dilakukan.
- Terkait pipanisasi dan sumber energy (listrik), yang semua energy di tarik
Jawa, mengapa tidak ke daerah lain seperti Sumatera, Papua, Kalimantan agar
terjadi pemerataan.
Rekomendasi - Alasan Pipanisasi; mengurangi subsidi minyak sehingga perlu substitusi dari
minyak tanah menjadi gas; teknis pengiriman gas dari Kaltim ke Jawa sangat
spektakuler. Presiden SBY pernah menyatakan bahwa Pipanisasi akan dilakukan
Penataan Kembali atas Energi. Pengiriman gas dengan pipanisasi sangat tidak
efisien ketimbang dengan kapal laut.
2. Kendala Energi/Listrik
Permasalahan
- Kendala listrik deficit 2 Mega watt, sehingga menghambat investasi,
sedangkan Pemkot Bontang hanya memiliki 12 MeGawatt BTU. Aceh penghasil gas
sebelum Bontang, juga mengalami hal sama yang mengalami kekurangan energy
akibat pipanisasi dan kontrak karya dengan pihak asing.
Rekomendasi - Batubara dapat dimanfaatkan sebagai energy pembangkit tenaga listrik,
terlebih ketersediaan batubara di Bontang Kaltim cukup memadai.
3. Disparitas APBD dengan PAD
Permasalahan
- PAD Bontang yang mencapai Rp 30 Triliun namun APBD hanya 0,2%, Hasil
gas disedot dulu untuk membayar Bank dan KPS-KPS, lalu membayar biaya
operasional LNG, selanjutnya hasilnya dibagi untuk daerah 30% (12%Kutai
K,Bontang mendapat 1%, Provinsi 16%) dan 70% adalah untuk Pemerintah Pusat
Rekomendasi
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 38
- Ketimpangan pendanaan dengan amandemen UU dan Judicial Review (DAU)
yakni melalui Anggota DPR RI Dapil Kaltim . Syarat amandemen adalah jika
diusulkan dari 13 anggota DPR RI, Riau pun akan mengamandemen.
4. UMKM
Permasalahan
- Informasi dari kalangan perbankan di Kaltim Perbankan sulit mencari debitur
berbeda dengan Pulau Jawa. Mengingat Bontang memiliki daerah laut 3000 Ha,
Rekomendasi
- Pemerintah Kota Bontang diharapkan dapat membantu Nelayan untuk
mendapat Kredit dari pihak perbankan serta dapat menjembatani informasi
jaminan permodalan bagi UMKM. Itu juga sebagai antisipasi kekhawatiran suplay
pupuk dan gas menipis karena kecenderungan pasar menggunakan organic bukan
pupuk.
5. Kesra
Permasalahan - Program Bedah Kampung oleh Pemkot Bontang menjadi upaya pengentasan
kesejahteraan dan terkesan parsial.
Rekomendasi
- Apresiasi terhadap program Bedah Kampung, dan program tersebut
semestinya dapat lebih diarahan untuk mengoptimalkan kualitas masyarakat yang
wirausaha. Bedah kampong bukan hanya fisik, namun lebih dalam untuk
penyadaran kualitas kebersihan kampong dan penghuninya. Disamping itu perlu
peningkatan kesra lebih sustainable meski perlu disampaikan apresiasi kepada
Pemkab Bontang yang telah melakukan banyak program kesra. Yakni Pendidikan
gratis dari SD hingga SMU bagi rakyat miskin dan kaya, serta sekolah negeri dan
swasta. Insentip guru swasta Rp 6,8 Miliar. Program umroh gratis kepada imam
mesjid, guru madrasah secara bergilir. Pelayanan kesehatan baik penduduk kaya
dan miskin baik rawat jalan maupun rawat inap digratiskan kecuali karyawan yang
telah ditanggung oleh perusahaan. Pelayanan Dokter Keluarga Terpadu, yang
mana dokter visit ke rumah warga.
6. Harga Pupuk
Permasalahan - Mahalnya harga pupuk karena dampak dari mahalnya bahan baku gas dan
naiknya BBM di pasaran dunia
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 39
Rekomendasi
- UU 22/2001 perlu disempurnakan khususnya pasal 22 . Terkait contoh
kasus AAF yang dimatikan dari KPS,. Pupuk dengan bahan gas sebagai komponen
bahan baku utama memiliki harga yang cukup tinggi sehingga perlu disubstitusi
dengan batu bara.
C. BANK INDONESIA SAMARINDA
1. Fasilitas Kredit Permasalahan - Keinginan Perbankan menggelontorkan kredit bagi UMKM dan mendongkrak
pengusaha yang kurang mampu, namun UMKM berlomba-lomba mengaku
miskin/tidak mampu sebagai upaya memperoleh kredit lunak.
- Prudent perbankan berbenturan dengan keabsahan UMKM.
- Keluhan masyarakat diantaranya susah berhubungan dengan perbankan,
sedangkan Perbankan sulit mencari debitur karena usaha yang dirintis belum
menunjukkan progress bahkan usahanya baru dibuat.
- Lemahnya publikasi dari Perbankan yang telah menyalurkan dana kredit ke
UKM, dan minimnya perbankan yang mau mengiklankan program penyaluran kredit
kepada UMKM.
Rekomendasi - Perbankan perlu cermat dalam mengklasifikasi UMKM dan Pengusaha yang
layak mendapat fasilitas kredit.
- Ijin usaha bagi UMKM perlu mendapat perhatian dari pemerintah dengan
memberi kemudahan dan pengenaan biaya yang dapat dijangkau. Supaya masalah
perijinan dipermudah, sebagai contoh diantaranya sertifikasi perkebunan yan
biayanya ditanggung APBD. Peran pemerintah adalah dibutuhkan untuk pembinaan
- Aspek permodalan merupakan salah satu permasalahan penting yang perlu
untuk ditingkatkan. Pengembangan usaha melalui penambahan permodalan harus
dilandasi perbaikan pada aspek pemasaran, produksi, SDM dan lainnya. Pembinaan
terhadap UMKM memegang peranan penting untuk menitikberatkan pada kegiatan
ekspor, mengingat UMKM yang berorientasi ekspor hanya 2,9%.
- Aksesibilitas permodalan UMKM kepada lembaga keuangan perlu ditingkatkan
tidak hanya pada perbankan tetapi juga lembaga non bank (koperasi, modal
ventura, pegadaian, leasing dan lainnya) yang memiliki karakteritik berbeda.
- Pihak perbankan diminta untuk mempublikasikan kegiatan penyaluran kredit
kepada UMKM, dan mempublikasikan UMKM yang telah mendapatkan kredit.
2. Infrastruktur Jalan
Permasalahan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 40
- Ketersediaan infrastruktur jalan dan sarana pendukung usaha sangat
diharapkan dan masih kurang. Di Wahau banyak perkebunan kelapa sawit namun
jalannya yang rusak dan banyak longsor.
Rekomendasi - Dalam hal penyediaan jalan membutuhkan dana besar, bisa diatasi melalui
jaminan Askrindo Rp 1,4 Triliun dan IPO PT Jasa Marga Kaltim. Selain itu, ada KP
Batubara tersendiri, yang focus pada infrastruktur jalan. Program CSR selain
diarahkan pada penyediaan air bersih oleh beberapa instansi/perusahaan juga
dapat dialokasikan kepada dukungan infrastruktur.
3. Dana Pemprov parkir di SBI tidak ke UMKM
Permasalahan - Kecenderungan Pemprov memarkir dananya melalui SBI dibanding
mengalokasikannya untuk pembinaan UMKM
Rekomendasi - SBI merupakan perangkat moneter dari BI untuk keseimbangan, selain itu
menjadi perangkat investasi. Bank Pemerintah Daerah melihat SBI sebagai
instrument yang cocok dengan BPD untuk mengendalikan inflasi. Namun di lain
pihak, SBI harus dilihat dari sisi fiscal untuk meningkatkan pembangunan dan
mengurangi pengangguran, bukan hanya untuk mengendalikan inflasi. Jika
pemprov tidak bisa menyalurkan dananya maka bisa diberikan punishment.
D. PT PUPUK KALTIM Permasalahan
- Harga pupuk di dalam negeri cukup rendah dibanding di pasar
internasional, sehingga ada peluang ekspor namun dapat mengganggu
stok nasional. Selain itu kenaikan harga BBM dapat memberi dampak
pada kenaikan harga di dalam negeri.
Rekomendasi - Harga pupuk di pasar tradisional yang mencapai 323US$, dan harga di
dalam negeri 100 US$. Maka selisih harga pupuk seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha di bidang perkebunan dalam negeri, kenyataannya tidak sedikit pihak pelaku usaha asal Malaysia yang memanfaatkan selisih harga pupuk yang cukup menguntungkan.
- Ekspor pupuk dapat dilakukan setelah terpenuhinya jaminan pupuk dalam negeri untuk menjaminan ketahanan pangan nasional.
E. PT BADAK NGL (NATURAL GAS LIQUEFACTION) Permasalahan
- PT Badak NGL dibentuk hanya sebagai operator yang mengolah gas menjadi LNG atau gas alam cair, padahal produk turunan dari LNG memiliki potensi ekonomi.
Rekomendasi
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Jawa Barat , 29 Okt – 2 Nov 2007 41
- Diperlukan kebijakan dari Komisi VI DPR RI untuk membahas produk turunan dengan instansi terkait juga peningkatan peran PT Badak NGL dan ekspansi kilang gas ke LNG di luar Kaltim.
IV. Penutup Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang I, TS 2007-2008. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang jauh dari ibukota seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Barat pasca gempa bumi. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI