LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI KE … · Kebijakan kenaikan harga tersebut diambil...
Transcript of LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI KE … · Kebijakan kenaikan harga tersebut diambil...
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGAH
RESES MASA PERSIDANGAN V
TAHUN SIDANG 2016-2017
SEKRETARIAT KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 10 S.D. 11 AGUSTUS 2017
BAB I A. LATAR BELAKANG
Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang memilliki sumber daya energi cukup
melimpah. Sumber energi terbarukan berasal dari tenaga air dan tenaga surya. Selain
itu juga kaya dengan sumber daya mineral. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki
cadangan feldspar (kelompok mineral yang terdiri atas Kalium (potasium:K),
Natrium(sodium:Na), dan kalsium alumino silikat). dengan potensi cadangan
mencapai 71.211.000 m3.
Cadangan minyak dan gas bumi diketahui terdapat di dua Kabupaten yaitu, di
Lapangan Tiaka Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali dan Kecamatan Tolli
Barat Kabupaten Banggai dengan kapasitas 16,5-23 juta barel per tahun, potensi gas
bumi terdapat di Senaro Kecamatan Taili Kabupaten Banggai dengan kapasitas 1,6
triliun kaki kubik.
Potensi sumber daya energi yang memanfaatkan EBT meliputi sumber daya air yang
cukup besar yang selanjutnya dikembangkan menjadi sumber energi untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) baik skala kecil (total 804,8 Mw), menengah
(total 28,564,12 Mw) maupun besar (total 714,8 Mw). Pasokan listrik juga dihasilkan
melalui Pembangkit Tanaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
(PLTB), masing-masing memiliki kapasitas sebesar 1.650 Kw dan 2-3 m/s.
Konsumsi listrik di Sulawesi Tengah pada tahun 2014 mencapai 875 Gw, terbesar
meriupakan konsumsi rumahtangga 605 Gw, disusul bisnis 128 Gw, kemudian public
118 dan industry 23 GW. Kelistrikan di Sulawesi Tengah masih menghadapi masalah
terutama yang terkait dengan keandalan suplai. Tterhitung sejak Januari hingga
Februari 2017 YLKI Sulawesi Tengah telah menerima lima pengaduan dari
masyarakat atau konsumen mengenai kelistrikan. Pada tahun 2016 ada sekitar 40
kasus pengaduan masalah kelistrikan, total pengaduan masyarakat atau konsumen
kepada YLKI mengenai masalah listrik berjumlah 17 aduan yang berhasil ditangani.
Masalah yang diadukan ke YLKI oleh konsumen meliputi pemadaman yang
memberikan dampak buruk kepada masyarakat, pembayaran atau pembengkakan
pembiayaan biayai listrik serta permohonan pemasangan listrik yang berbelit belit
serta relaltif lama.
Masalah serius yang perlu mendapat perhatian adalah pencemaran. Pencemaran
akibat kegiatan pertambangan emas di Poboya sangat mengkhawatirkan.
Pencemaran akibat penggunaan merkuri telah mengancam kota Palu. Dalam
penelitian yang dilakukan sejak tahun 2010 hingga 2012 antara Akademisi Untad yang
di Lakukan Rektor Untad, Prof Dr Ir Muhammad Basir Cyio SE MS dan Dr Isrun SP
MP, serta tiga Profesor asal jepang yakni Profesor Tomonori Kawakami dari Toyama
Prefectural University serta Profesor Takanobu Inoue dari Toyohashi University of
Technology dan Profesor Nagafuchi Osamu dari Graduate School of Enviromental
Science Departemen of Ecosystem Studies University of shiga Prefecture terungkap
bahwa kadar zat berbahaya Merkuri di Udara Kota Palu sudah melebihi standar
maksimal yang di tetapkan WHO. Hampir di seluruh wilayah Palu, udaranya
mengandung Merkuri untuk kawasan Mapolda yang baru, pada tahun 2012,
kandungan merkurinya 1.378ng/m3. Di tempat aktivitas tambang, kandungan Merkuri
di udara sudah 47 kali lipat lebih besar melampaui standar WHO. Untuk area udara di
kawasan tambang Poboya, mencapai 47.237 ng/m3. Sedangkan pemukiman warga
di Poboya kadar Merkuri di Udaranya mencapai 1.488 ng/m3, udara di Mapolda baru
melebihi standar WHO yakni mencapai 1.378 ng/m3, Jalan Soekarno Hatta
berdekatan dengan kantor Badan Intelejen Negara (BIN) 1.180 ng/m3 Daerah
Sisingamangaraja (Sigma) sedikit lebih rendah yakni 293 ng/m3. Sedangkan jalur Dua
Moh Yamin dan Jalan Dewi Sartika mendekati Perbatasan Kabupaten Sigi,
kandungan Merkuri di udaranya hampir sama yakni melebihi 500 ng/m3. Udara di
sepanjang Jalan Diponegoro hingga memasuki kelurahan Silae seluruh udaranya
tercemar dengan kadar Merkuri yang berfareasi dari 13 hingga 119 ng/m3. Sementara
yang belum teridentifikasi kandungan Merkuri di udaranya ialah di Kawasan
Gawalise.. Sejak 2010. Empat perusahaan itu mempekerjakan penduduk setempat
untuk mengolah emas menggunakan merkuri secara illegal. Tambang Poboya
merupakan yang paling darurat pencemaran merkuri dibanding ratusan
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) lain di seluruh Indonesia. kadar merkuri di
lahan terbuka dan lahan pertanian milik penduduk mencapai 1,26 hingga 55,23 part
per million (ppm) dibanding baku mutu 0,58 ppm. Adapun kandungan merkuri di
sampel rambut penduduk setempat mencapai 13 kali lipat dibanding baku mutu.
Dalam jangka panjang, tingginya kandungan merkuri bisa menyebabkan gangguan
saraf dan menurunkan kecerdasan bayi.
Selain kegiatan pertambangan emas tanpa ijin, pertambangan galian C juga
berkontribusi bagi rusaknya lingkungan dan menimbulkan pencemaran di Sulawesi
Tengah. Ketika izin usaha pertambangan (IUP) masih menjadi kewenangan bupati
dan walikota, banyak sekali IUP yang dikeluarkan. Beberapa perusahaan perusahaan
yang bergerak di bidang galian C antara lain PT Aces Selaras, PT Dwi Selebes
Samudra, PT Madya Prakarsa, PT Farhan Batu Palu, PT Batu Split, PT Hasal Logam
Utama dan PT Bosowa.
Saat ini tercatat ada ada 34 IUP di Kota Palu dan 55 IUP di Donggala. Dari seluruh
IUP itu, ternyata lebih banyak yang belum Clear and Clean (CnC). Menurut Jaringan
Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, tercatat hanya 24 IUP Galian C di
Kabupaten Donggala yang Clean and Clear.
Permasalahan BBM dan Gas LPG 3 kg adalah adanya disparitas harga. Saat itu,
per 1 Maret 2015, Pertamina memutuskan harga elpiji non-subsidi 12 Kg naik sebesar
Rp5.000 per tabung, dari harga sebelumnya Rp129.000 menjadi Rp134.000 per
tabung. Kebijakan kenaikan harga tersebut diambil karena sebelumnya elpiji 12 Kg
dijual di bawah harga keekonomian untuk menghindari disparitas harga terlalu besar
dengan elpiji melon yang disubsidi pemerintah melalui APBN.Akibat kenaikan harga
elpiji 12 Kg ini, di beberapa daerah sempat mengalami kelangkaan, bahkan harganya
melambung jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah
daerah. Selain itu LPG 3 kg banyak dioplos ke LPG 12 kg. Akibatnya, realisasi
konsumsi elpiji 3 Kg meningkat signifikan dari tahun ke tahun sejak diberlakukannya
kebijakan konversi minyak tanah ke LPG.
B. DASAR HUKUM
Dasar Hukum pelaksanaan kunjungan Komisi VII DPR RI adalah:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
tentang Tata Tertib.
3. Keputusan Rapat Intern Komisi VII DPR RI tentang Agenda Kerja Masa
Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016.
C. MAKSUD DAN TUJUAN KUNJUNGAN KERJA
Maksud diadakannya Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi
Teangah adalah dalam rangka menyerap aspirasi dan melihat secara langsung
perkembangan di daerah khususnya pengelolaan energi dan sumber daya
mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi.
Adapun tujuan kunjungan kerja ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan informasi dan melihat secara langsung perkembangan sektor
energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi;
2. Mengetahui berbagai persoalan dan masalah yang dihadapi di Provinsi
Sulawesi Tengah khususnya di sektor energi dan sumber daya mineral,
lingkungan hidup serta riset dan teknologi;
3. Mengetahui tingkat efektivitas peran yang dilakukan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat di daerah.
4. Secara khusus, fokus perhatian kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Tengah
pada kesempatan ini pada sektor penyediaan energi dan masalah kelsitrikan
serta masalah lingkungan yaitu pencemaran di kawasan tambang Poboya.
D. WAKTU, LOKASI KUNJUNGAN DAN AGENDA KEGIATAN
Kegiatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI direncanakan akan dilaksanakan
pada tanggal 10 sampai dengan 11 Agustus 2016 dan mempunyai lokasi tujuan
kunjungan ke Provinsi Sulawesi Tenagah.
Sedangkan agenda kegiatan Kunjungan Kerja adalah melakukan pertemuan
dengan pihak yang terkait di daerah dan meninjau langsung ke lokasi, dengan
agenda sebagai berikut:
1. Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Pertambangan dan
Energi, Badan Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Kementerian Ristek RI,
PT. Pertamina (Persero), PT. PLN (Persero), dan instansi terkait lainnya.
2. Pertemuan dengan Direksi PT PLN (Persero) terkait dengan permasalahan
kelistrikan dan upaya peningkatan rasio elektrifikasi.
3. Pertemuan dengan Direksi PT Pertamina (Persero) terkait dengan
permasalahan penyediaan dan distribusi BBM.
E. SASARAN DAN HASIL KEGIATAN
Sasaran dari kegiatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Sulawesi
Teangah adalah melihat langsung untuk memperoleh informasi terkait dengan
bidang Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Lingkungan Hidup (LH), serta
Riset dan Teknologi (RISTEK) serta ketenagalistrikan.
Hasil kegiatan kunjungan Komisi VII DPR RI diharapkan bisa menjadi rekomendasi
untuk ditindaklanjuti dalam rapat-rapat Komisi VII DPR RI dengan mitra terkait,
khususnya dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran.
F. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan kunjungan lapangan Komisi VII DPR RI dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan (menghimpun data dan informasi awal sebagai informasi sekunder,
koordinasi dengan pihak terkait, dan persiapan administrasi kegiatan)
2. Pelaksanaan kegiatan, dilakukan pertemuan dengan berbagai instansi dan
melihat langsung objek kunjungan.
3. Pelaporan, berisi seluruh rangkaian kegiatan dan hasil kegiatan beserta
rekomendasinya.
4. Pembahasan dan tindaklanjut hasil-hasil kunjungan lapangan pada rapat-rapat
Komisi VII DPR RI.
G. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN LAPANGAN
Kunjungan kerja ini diikuti oleh Anggota Komisi VII DPR RI, yang merupakan
representasi dari tiap-tiap fraksi.
No Nama No.
Angg
Fraksi Jabatan
1 Dr. Andi Jamaro Dulung M.Si A-542 PPP Ketua Tim
2 Adian Yunus Yusak Napitupulu A-156 PDIP Anggota
3 Dony Maryadi Oekon A-167 PDIP Anggota
4 Eni Maulani Saragih A-291 P.Golkar Anggota
5 H.Totok Daryanto, SE A-489 PAN Anggota
6 Tamsil Linrung A-121 PKS Anggota
7 dr. Ari Yusnita A-31 P. Nasdem Anggota
BAB II
2.1. Kunjungan ke Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah
Kunjungan Kerja Reses Masa Sidang V th 2016 – 2017 Komisi VII DPR RI ke
Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, di kota Palu diterima oleh Gubernur Provinsi
Sulawesi Teangah Longki Janggola beserta jajarannya, Kapolda Sulawesi Tengah,
sedangkan dari pihak mitra yang turut hadir adalah: Wakil Kepala SKK MIgas,
Sukandar beserta para pimpinan Kontraktor KKS di kawasan Sulawesi Tengah,
Direktur Peangembangan PT Pertamina EP, John H. Simamora, Field Manager JOB
Pertamina – Medco E&P Tomori Sulawesi, Sunanto, Direktur Pembinaan Usaha Hilir
Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM RI Harya Adityawarman, Kepala BPH Migas,
Fansshurullah Asa, GM Marketing & Operation Region Sulawesi PT Pertamina
(Persero) Joko Pitoyo.
Dr. Andi Djamaro Dulung MSi, Ketua Kunker Reses Komisi VII ke Sulawesi TengahSedang memberikan
kata sambutan di Kantor Gubernur Sulteng di Palu
Penyampaian Aspirasi Masyarakat kepada Komisi VII DPR RI
2.2. Aspirasi dan Permasalah terkait Minyak & Gas, Sumber Daya Mineral dan
kelistrikan di Provinsi Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah memiliki sumber energi yang cukup besar terdiri dari sumber
energi berupa minyak dan gas serta energi baru dan terbarukan. Untuk minyak bumi
terdapat di lapangan Tiaka, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali dan di
Kecamtan Toli Barat, Kabupaten Banggai. Potensi produksi antara 16,5 juta – 23 juta
barrel atau rata-rata 2.000 – 5.000 barrel per hari. Kawasan yang sedang dieksplorasi
adalah Blok Balaesang seluas 5.461 Km2 , Blok Damplas 6.391,7 Km2 , Blok
Surumana 5.339,63 Km2. Untuk Blok Surumana eksploras pada sumur Rangkong,
Parangka Pulu dan Tangkasi dilakukan oleh Exxon Mobile, Blok Tomini 10.690 Km2,
Blok Ebuni 7.960,4 Km2. Untuk gas alam ada pada di Senoro, Kecamatan Toli,
Kabipaten Banggai terdiri dari blok Senoro, Donggi dan Matindok, lapangan gas ala
mini dikelola oleh PT Pertamina EP, Medco, dan Mitsubishi. Produksi gas
diperkirakan 9,6 triliun kaki kubik. Pasokan gas yang dihasilkannya 415 MMSCFD.
Energi baru dan terbarukan mencakup energi air dengan kapasitas sekitarr
779.364 MW, Energi Panas Bumi 515 MWe.
Potensi Energi Di Sulawesi Tengah
Sumber: Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah
JENIS POTENSI LOKASI POTENSI
A. ENERGI
1. MINYAK BUMI Lapangan Tiaka Kec. Bungku Utara Kab. Morowali dan Kec. Toili Barat Kab. Banggai
16,5 – 23 Juta Barel. Produksi mencapai 2.000 bph – 5.000 bph (barel per hari)
Blok Balaesang 5.461 Km2
Blok Damplas 6.391,7 Km2
Blok Surumana 5.339,63 Km2
Eksplorasi pd sumur Rangkong, Parangka Pulu & Tangkasi oleh Exxon Mobile Exploration)
Blok Tomini 10.690 Km2
Blok Ebuni 7.960,4Km2
2. GAS ALAM Lokasi Senoro Kec. Toili Kab. Banggai, terdiri dari blok Senoro, Donggi & Matindok (Pertamina EP, Medco dan Mitsubishi, Co.)
9,6 Triliun Kaki Kubik Pasokan gas yang dihasilkan 415 MMSCFD
3. ENERGI AIR Kab. Buol, Tolitoli, Parigi Moutong, Donggala, Sigi, Poso, Tojo Una-una, Morowali Utara, Morowali, Banggai, Banggai Kepulauan dan Banggai Laut
779.364 KW
4. ENERGI BIOMASSA Kab. Buol, Tolitoli, Parigi Moutong, Donggala, Sigi, Poso, Tojo Una-una, Morowali Utara, Morowali, Banggai, Banggai Kepulauan, Banggai Laut dan Kota Palu
83.086,414 GJ/Hari
5. PANAS BUMI Kab. Poso, Donggala dan Sigi 515 MWe
Sulawesi Tengah juga memiliki deposit mineral yang cukup besar meliputi nikel,
emas, tembaga, kromit, bijih/pasir besi. batubara, dan galian C. Permasalahan
pertambangan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah adalah:
Belum optimalnya informasi pengembangan Wilayah Pertambangan mineral
dan batubara serta potensi sumberdaya mineral dan bahan galian yang belum
diketahui depositnya secara akurat.
Maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di daerah menimbulkan masalah
serius baik lingkungan, sosial maupun keamanan.
Masih rendahnya kesadaran pengelolaan kegiatan usaha pertambangan
dalam penerapan K3 dan Lingkungan Pertambangan sesuai kaidah-kaidah
pertambangan yang baik dan benar
Rendahnya kemampuan pengawasan kegiatan usaha pertambangan yang
berdampak pada kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB yang rendah
Belum optimalnya pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral
dalam upaya peningkatan nilai tambah mineral.
Isu-isu strateagis yang perlu mendapat perhatian baik dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tengah dan Pemerintah Pusat adalah penataan kawasan
pertambangan, peningkatan pendapatan sektor pertambangan bagi daerah dan
ancaman bencana geologi di Sulawesi Tengah.
Potensi Pertambangan di Sulawesi Tengah
Sumber: Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah.
Sumber: Antara. http://sulteng.antaranews.com/berita/24595/pemkot-pengusaha-tambang-wajib-perbaiki-kerusakan-lingkungan
diakses 14 Agustus 2017
Kerusakan Lingkungan akibat kegiatan usaha pertambangan di Poboya
JENIS POTENSI LOKASI POTENSI
B. MINERAL
1. NIKEL (Ni) Kabupaten Morowali Cadangan Tertunjuk Biji Ni=48,2 Juta Ton; Kadar Ni= 1,67 – 1,74%
Kabupaten Banggai Cadangan 14.048 Juta Ton Kadar Ni= 1,23 – 2,93%
2. EMAS (Au) Kabupaten Buol Sumber Daya Tereka 1 Juta Ton Kadar Au= 30 – 51 gram/ton
Kota Palu Cadangan Terkira 1,5 Juta oz AU Kadar Au= 35 – 65%
3. TEMBAGA(Cu) Kabupaten Buol Cadangan Tereka Cu 14,4 Juta Ton Kadar Cu= 12,45 – 58,71%
4. KROMIT (Cr) Kabupaten Poso Cadangan Terunjuk 67.421 Ton Kadar Cr= 41,5 – 47,0%
Kabuaten Banggai Cadangan Terukur 505.132 Ton Kadar Cr= 37,4 – 45,8%
Kabupaten Morowali Cadangan Terukur 137.000 Ton Kadar Cr= 32,5 – 45,4%
5. BIJI/PASIR BESI (Fe) Kabupaten Parimo Kadar Fe= 52 -63%
Kabupaten Buol Kadar Fe= 50 – 61%
Kabupaten Tojo Una-Una Kadar Fe < 50%
Kabupaten Buol Kadar Fe=60 – 71%
Kabupaten Morowali Cadangan Terunjuk 470.718 Ton Kadar Fe= 0,8%
Kabupaten Donggala Kadar Fe > 45% tebal 1 – 2 m
Permasalahan adanya dua regulasi di bidang pengolahan bijih mineral yaitu
Undang – Undang Perindustrian yang mengatur tentang Izin Usaha Industri (IUI) untuk
pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam (smelter) yang tidak
mengenakan PNBP disisi lain Undang - Undang Pertambangan Mineral dan Batubara
juga mengatur tentang Izin Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam (smelter)
namun di dalam Undang – Undang Minerba ini mengatur tentang Peneriman Negara
Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2012
tentang Jenis dan tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang berlaku pada
Kementrian ESDM. Untuk itu perlu koordinasi implementasi dua regulasi tersebut agar
tidak ada kontradiksi antar regulasi.
Untuk kelistrikan di Sulawesi Tengah, antara daya terpasang sebesar : 365,79
MW dengan daya mampu sebesar 235,7 MW dan beban puncak 178,2 sebenarnya
terjadi surplus listrik. Permasalahan yang muncul adalah pemadaman. Ini karena
jaringan transmisi yang perlu ditingkatkan. Permasalahan kelistrikan yang lain adalah
terkait dengan rasio elektrifikasi yang relative masih rendah yaitu baru 79,56% dan
rasio desa teraliri listrik baru 83%.
2.3. Kondisi kegiatan hulu migas di Sulawesi Tengah
Di Sulawesi Tengah ada dua wilayah kerja KKS Migas yaitu:
1. Wilayah kerja Senoro, dengan operator JOB Pertamina dan Medco E&P
Tomori. Penandatanganan PSC 4 Desember 1997. Kontrak berakhir 4
Desember 2007. Luas wilayah kerja 451,9 Km2. Pemegang interest PT. HE
Tomori Sulawesi 50%, PT Medco E&P Tomori Indonesia 30%, dan Tomori E&P
United 20%. Untuk lapangan Tiaka ada 13 sumur, sumur yang aktif 8. Mulai
produksi tahun 2005. Produksi terakhir 300 BPFPD dan 7 MMSCFD
associated gas. Sehubungan dengan turunnya harga migas lapanan Tiaka
dilakukan temporary shut-in sejak April 2016 dengan pertimbangan
keekonomian. Untuk lapangan Senoro menghasilkan gas onshore ada 10
sumur produksi dan 2 sumur injeksi. Mulai produksi tahun 2015. Luas wilayah
kerja 475 Km2. Produksi lapangan gas Senoro Gas Shale 270 MMSCFD,
kondensat 7.000 BPD, total produksi 62.000 BOEPD.
2. Untuk wilayah kerja Pertamina EP – Donggi Martindok ada lima wilayah kerja,
dapat dilihat pada gambar b erikut ini.
Pemanfaatan gas Lapangan Senoro, Tiaka dan Matindok dengan pendekatan hulu
–hilir, dimana di sektor hulu ada tiga pelaku KKS untuk Donggi CPP, Senoro CPP,
dan Matindok CPP yang menghasilkan gas. Gas ini di sektor hilir dimanfaatkan untuk
LNG Plant, Pasokan gas PLN dan pasokan pabrik pupuk.
Gas dari lapangan Senoro dan Matindok ini memiliki kapasitas produksi 415
MMSCFD dengan masa produksi sampai dengan tahun 2027. Alokasi gas Donggi
Senoro 335 MMSCFD adalah untuk LNG Plant, 55 MMSCFD untuk kebutuhan pabrik
pupuk ammonia PT Panca Amara Utama, dan kebutuhan gas untuk PLN 25
MMSCFD. Sedangkan gas dari lapangan Tiakan dialokasikan untuk pembangkit listrik
di Sulawesi Tengah yang dimanfaatkan oleh BUMD Morowali sebesar 6 MMSCFD.
2.4. Kondisi Hilir Migas di Sulawesi Tengah
Kegiatan distribusi BBM dan Gas di Sulawesi Tengah berada dalam
kewenangan Marketing Operation Region (MOR) VII yang membawahi seluruh region
Sulawesi. Kegiatan operasional MOR VII meliputi penjualan BBM retail, BBM industri,
avtur, LPG, pelumas dan aspal dengan total lembaga penyalur sebanyak lebih dari
900 lembaga penyalur. Dalam menjamin ketahanan supply di Sulawesi, MOR VII
memiliki 17 Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), 7 Depot Pengisian Bahan Bakar
Pesawat Udara (DPPU) dan 2 Depot LPG. Untuk kabupaten / kota di Provinsi Tengah,
BBM / BBK disuplai dari TBBM Donggala, TBBM Toli-Toli, TBBM Moutong, TBBM
Luwuk, TBBM Poso, TBBM Kolonedale dan TBBM Banggai. . Sedangkan LPG dari
Depot LPG Makassar, Terminal LPG Bosowa dan SPPEK Gorontalo.
Kebutuhan BBM jenis Premium dan Solar di Sulawesi Tengah yang merupakan
PSO mengalami tren penurunan. Sebaliknya penyaluran BBM Non PSO mengalami
kecenderungan yang terus meningkat. Ini terjadi karena migrasi sukarela dari
masyarakat yang lebih menyukai BBM Non PSO karena dianggap lebih berkualitas
dan memiliki kadar oktan yang lebih tinggi.
Penyaluran BBM PSO di Sulawesi Tengah
Penyaluran BBM Non PSO yang cenderung naik di Sulawesi Tengah
Konsumsi Premium di Sulawesi pada tahun 2016 mencapai 86% dari total BBM
pada semester I tahun 2017 turun tinggal 71%, sementara konsumsi Pertalite naik
dari sebelumnya hanya 11% menjadi 26%. Di Sulawesi Tengah penurunan konsumsi
Premium lebih cepat dibandingkan dengan di Sulawesi Tengah. Pada tahun 2016
konsumsi Premium 88% pada semester I tahun 2017 konsumsinya tinggal 71%.
Sebaliknya untuk Pertalite pada tahun 2016 baru 10% pada semester I tahun 2017
telah meningkat menjadi 27%.
Untuk LPG PSO terjadi kecenderungan kenaikan yang signifikan sementara
LPG Non PSO cenderung turun. LPG PSO dalam bentuk LPG 3 kg banyak
dikonsumsi oleh pihak yang sebenarnya tidak pantas dan tidak berhak
mengonsumsinya. Ini yang menyebabkan kuota subsidi gas lpg terlampaui. Total LPG
yang disalurkan di Sulawesi Tengah pada tahun 2016 92% dalam bentuk PSO dan
sisanya 8% dalam bentuk Non PSO. Pada semester I tahun 2017 jumlah penyaluran
gas lpg PSO naik menjadi 93% dan Non PSO turun menjadi 97%.
Perlu ada edukasi kepada masyarakat agar beralih ke gas LPG Non PSO,
terutama untuk kalangan yang tidak layak mengkonsumsi LPG 3 kg seperti PNS.
Selain itu perlu dirintis pengembangan jaringan gas kota di Kota Palu.
Pola Konsumsi LPG PSO dan Non PSO di Sulawesi Tengah
2.5. Kondisi Kelistrikan di Sulawesi Tengah
Kelistrikan di Sulawesi Tengah berada dalam kewenangan wilayah kerja PLN
Sulutenggo, yang meliputi sistem kelistrikan Sulawesi Tengah dan sistem kelistrikan
Sulut-Gorontalo. Total Pelanggan listrik di wilayah Suluttenggo 1.427.121 pelanggan.
Distribusi pelanggan dan luas wilayah kerja dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Data Pengusahaan & Unit Kerja PLN Wilayah Sulut Tenggo per Juni 2017
Sistem Kelistrikan wilayah Sulutenggo memiliki daya 163,57 MW, beban
puncak 130,08 MW dan surplus 33,49 MW. Sistem kelistrikan Sulawesi Tengah sudah
terinterkonseksi dengan dengan sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan dan Sulut
sudah terinterkonseksi dengan Gorontalo. Sumber energi listrik d Sulutenggo terbesar
dari batubara 51,93% disusul oleh tenaga air 46,42% dan BBM 1,65%.
Dalam hal pengusahaan listrik yang diukur dengan membandingkan biaya
pokok produksi vs harga jual rata-rata dan pendapatan usaha vesus beban usaha
terlah terjadi kecenderungan yang positif. Biaya produksi berangsur-angsur turun dan
harga jual rata-rata cenderung naik meskipun sampai saat ini masih terdapat deficit.
Demikian juga untuk beban usaha versus pendapatan usaha. Namun dari data yang
disampaikan oleh PLN terdapat upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan
efesiensi.
Pelanggan listrik di Suluttenggo 56% menggunaan sistem prabayar sedangkan
sisanya 44% memakai sistem pasca bayar. Rasio elektrifikasi dan rasio desa teraliri
listrik juga semakin baik. Per semester I 2017 rasio elektrifikasi sudah mencapai
85,62% sedangkan desa yang teraliri listrik 76,38%.
Di Sulawesi Tengah potensi energi baru dan terbarukan cukup besar. Saat ini
ada 2 proyek pembangkit listrik tenaga air dengan total kapasitas 350 MW,
pembangkit listrik mikro hidro ada 19 proyek dengan kapasitas 85,5 MW dan PLTP 2
proyek potensi 60 MW.
Pembangkit Yang dibangun dan direncanakan dibangun di Sulawesi Tengah.
Pertumbuhan penjualan listrik PLN selama lima tahun terakhir rata-rata
mencapai 13% per tahun. Sementara kebutuhan listrik di Sulawesi Utara rata-rata
akan tumbuh 9,6% untuk tahun 2017 – 2026. Kebutuhan listrik di Sulawesi Tengah
juga akan meningkat karena di wilaya tersebut sedang dikembangkan Kawasan
Ekonomi Khusus dan kawasan smelter.
Efesiensi terus berlangsung dalam pengusahaan kelistrikan di wilayah Suluttenggo
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Kesimpulan
1. Pemerintah Sulawesi Tengah perlu dan penting membangun sistem informasi
pengembangan Wilayah Pertambangan mineral dan batubara agar potensi
sumberdaya mineral dan bahan galian depositnya dapat diketahui secara
akurat dengan menjalan kerjasama dengan Kementerian Sumber Daya
Mineral.
2. Pemeriantah Pusat perlu mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenagah
untuk melakukan penataan kawasan pertambangan agar tidak merusak
lingkungan, membuat rencana mitigasi atas ancaman bencana geologi di
Sulawesi Tengah.
3. Adanya dua regulasi di bidang pengolahan bijih mineral yaitu Undang –
Undang Perindustrian yang mengatur tentang Izin Usaha Industri (IUI) untuk
pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam (smelter)
yang tidak mengenakan PNBP. Pada sisi lain Undang - Undang Pertambangan
Mineral dan Batubara juga mengatur tentang Izin Pengolahan dan Pemurnian
Mineral Logam (smelter) namun di dalam Undang – Undang Minerba ini
mengatur tentang Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2012 tentang Jenis dan tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan pajak yang berlaku pada Kementrian ESDM. Untuk
itu perlu koordinasi implementasi dua regulasi tersebut agar tidak ada
kontradiksi antar regulasi.
4. Terkait dengan adanya Domestic Market Obligation untuk BBM tertentu yaitu
Premium kepada Pertamina untuk dievaluasi dan ditinjau kembali karena
bertentangan dengan undang-undang lain diantaranya UU tentang Lingkungan
hidup. Selain itu BBM jenis Premium sudah tidak sesuai dengan kondisi mesin-
mesin sepeda motor dan mobil yang telah berstandar Euro 2 dan bahkan Euro
4, jika BBM jenis premium tetap diadakan akan membawa dampak kerugian
bagi masyarakat.
5. Meningkatnya konsumsi gas LPG bersubsidi (LPG 3 Kg) dan menurunnya
konsumsi gas LPG non subsidi perlu dan penting untuk disikapi dengan
menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran dengan basis keluarga. Dimana
setiap keluarga yang berhak mendapatkan subsidi diberi kuota konsumsi, jika
kuotanya habis maka harus membeli gas LPG non subsidi.
6. Untuk mengurangi beban subsidi gas, Pemerintah perlu melakukan perluasan
jaringan gas kota, Kota Palu layak untuk mendapatkan jaringan gas kota.
7. Kecenderungan tidak terlampauinya kuota konsumsi solar mengindikasikan
bahwa produksi solar dalam negeri cukup. Untuk menghemat devisa dan
meningkatkan ketahanan energi maka perlu ditinjau kembali kebijakan impor
solar dan jika memungkinkan impor solar dihentikan.
8. Potensi Energi Baru dan Terbarukan yang mampu membangkitkan tenaga
listrik sebesar 495,5 MW yang berada di Sulawesi Tengah perlu segera
dimanfaatkan karena mampu meningkatkan ketahanan dan diversifikasi
energi.
3.2. Rekomendasi
1. Pihak-pihak pemangku kepentingan di bidang pertambangan mineral di
Sulawesi Tengah perlu melakukan koordinasi untuk menata ulang kawasan
pertambangan agar tidak menimbulkan ancaman bencana geologi dan
lingkungan.
2. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, PT Pertamina (Persero) MOR Sulawesi
dalam upaya mengedukasi masyarakat agar yang tidak berhak mengonsumsi
gas bersubsidi LPG 3 Kg untuk secara sukarela melakukan migrasi ke gas LPG
non subsidi. Pertamina sebagai pihak yang diberi tugas PSO oleh Pemerintah
diminta untuk membuat tatakelola distribusi LPG 3 kg yang menjamin subsidi
LPG 3 kg tepat sasaran
3. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah perlu berkoordinasi dan bersinergi
dengan instansi terkait untuk memanfaatkan sumber Energi Baru dan
Terbarukan untuk pembangkit listrik dengan mengamankan catchment area
agar pasokan air terjaga
IV Penutup.
Demikian Laporan Kegiatan Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Lampung
sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR
RI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Jakarta, 11 Agustus 201
Pimpinan Delegasi
Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI
DR. And Djamaro Dulung, MSi