Laporan KTA SP

64
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Arsyad (1989) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami (air atau angin). Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Di dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan. Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi. Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat diandalkan, secara universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan data yang

description

Laporan Konservasi Tanah Air, Erosi

Transcript of Laporan KTA SP

Page 1: Laporan KTA SP

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan

(detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition)

bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Arsyad (1989) memberikan batasan

erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian

tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami (air atau

angin). Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan

merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Di dalam proses erosi,

pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi

pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan.

Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan.

Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam

perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu

yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model

prediksi erosi. Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi

persyaratanpersyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat

diandalkan, secara universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan

data yang minimum, konprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan,

dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna

lahan dan tindakan konservasi tanah (Arsyad, 2000). Karena rumitnya sistem

erosi tanah dengan berbagai faktor yang berinteraksi, maka pendekatan yang

paling memberi harapan dalam pengembangan metode dan prediksi adalah

dengan merumuskan model konseptual proses erosi itu.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian

atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi

lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk

meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke

dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan

Page 2: Laporan KTA SP

mengakibatkan banjir di sungai. Berdasarkan hal tersebut, pentingnya

tindakan untuk memprediksi laju erosi, sehingga dapat dilakukan evaluasi.

B. Tujuan Praktikum

Praktikum Konservasi Tanah dan Air memiliki tujuan yang

diharapkan tercapai adalah sebagai berikut :

1. Memahami cara mengukur (prediksi) erosi dan nilai toleransi erosi pada

suatu lahan

2. Mengetahui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi

praktik konservasi/pengelolaan yang diperlukan

Page 3: Laporan KTA SP

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Erosivitas Hujan

Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengerosi tanah.

Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan,

temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting.

Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran

tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan

terhadap aliran. Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu menyebabkan

erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu

singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah

hujannya hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi,

maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi ( Zulaeha 2012 ).

Erosivitas curah hujan menunjukkan kemampuan atau kapasitas hujan

untuk menyebabkan erosi tanah. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil

perkalian antara energi kinetik (E) dari satu kejadian hujan dengan intensitas

hujan maksimum 30 menit (I30). Faktor erosivitas hujan (R) yang merupakan

daya rusak hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan

dalam setahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosivitas adalah jumlah,

intensitas, velositas, ukuran butiran, dan penyebaran ukuran butiran air hujan

yang jatuh. Erosivitas curah hujan dan pengaruh-pengaruhnya beragam di

antara wilayah iklim. Jumlah curah hujan yang sama mempunyai pengaruh

sangat berbeda pada erosi tergantung pada intensitas dan kondisi permukaan

tanah

( Karyarti 2015 ).

Sifat-sifat hujan yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah butiran

hujan, intensitas hujan, jumlah hujang, dan distribusi hujan. Butiran hujan

sangat bervariasi, sebagai satu contoh ada yang berukuran diameter 1 mm – 6

mm. Butiran hujan yang jatuh akan mendapat tahanan udara, sehingga butiran

akan pecah menjadi lebih kecil, inilah sebabnya mengapa butiran hujan pada

umumnya diamternya tidak lebih dari 7 mm, yang jelas butiran hujan akan

berpengaruh terhadap kecepatan jatuhnya. Butiran air hujan yang semakin

Page 4: Laporan KTA SP

besar diameternya berarti kecepatan jatuh butiran pun semakin meningkat.

Besarnya curah ujan dapat dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter

( mm )

( Martono 2004 ).

Daya mengerosi ( erosivitas ) merupakan cirri dari kekuatan-kekuatan

yang mampu mengerosi seperti air hujan dan limpasan permukaan. Bahaya

erosi ( erosion hazard ) menggambarkan derajat potensi erosi di suatu daerah

dan mencerminkan efek gabungan erosivitas dan erodibilitas. Ada empat

faktor yang mempengaruhi bahaya erosi yaitu 1) erosivitas air hujan,

misalnya intensitas maksimum selama 30 menit, 2) erodibilitas tanah

misalnya sifat adesif dan kohesif material tanah, 3) keadaan penutup tanah

selama setahun, dan 4) kemiringan dan panjang lereng ( Arief 2001 ).

Indeks EI30 merupakan indeks erosivitas yang telah banyak digunakan

dan memberikan korelasi yang baik dengan kehilangan tanah dalam beberapa

penelitian. Pengukuran indeks erosivitas yang selama ini banyak dilakukan

menggunakan data curah hujan yang telah ada, yang kemudian dihitung

secara komputerisasi untuk mengetahui berapa tingkat erosivitas yang terjadi

dalam kurun waktu tertentu. Data yang digunakan untuk menghitung indeks

erosivitas hujan diperlukan, beberapa data pluviometric, misalnya curah hujan

bulanan, curah hujan tahunan total dan modifikasi indeks Fournier. Semua

data tersebut dapat diperoleh dari pusat atau badan klimatologi setiap wilayah

yang akan dihitung indeks erosivitasnya. Nilai R yang digunakan untuk

menentukan indeks erosivitas akan diketahui apabila semua variabel yang

dibutuhkan dikalkulasi semuanya ( Oliveira et al 2012 ).

B. Erodibilitas Tanah

Kepekaan tanah terhadap erosi, atau disebut erodibilitas tanah

didefinisikan sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih

spesifik erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya suatu tanah untuk

dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, atau oleh kekuaatan

aliran permukaan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat

tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi/litologi,

Page 5: Laporan KTA SP

mineralogi, dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti

kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah. Jika suatu tanah yang

mempunyai erodibilitas tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena

erosi. Sebaliknya, jika suatu tanah yang mempunyai erodibilitas rendah

berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi

(Sulistyaningrum et al 2014).

Selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan

terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu

tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor

pengelolaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Pengelolaan tanah dan

tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap

kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, dan

resistensi atau dayatahan tanah terhadap daya hancur curah hujan

(Rachman 2003).

Ketahanan tanah merupakan salah satu faktor penentu besarnya

erosi. Makin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah (K), makin rendah

ketahanan tanah sehingga semakin mudah pula tanah tererosi. Lahan

hutan, per tanian monokultur dan lahan pertanian turnpangsari pada

kelerengan yang sama memiliki tingkat erosi yang berbeda. Hal ini

diantaranya disebabkan oleh vegetasi pada masing-masing lahan tersebut

berbeda. Selain vegetasi, sifat fisiknya tanah faktor lain yang menentukan

besarya erosi, meliputi kelerengan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah

(Hardjowigeno 2003).

Besamya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan oleh kandungan

bahan organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah

yang digunakan untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah. Sifat-

sifat fisik tanah tersebut adalah tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah

(Arifin 2010). Sifat fisik yang dipengaruhi oleh bahan organik dalam

kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur dan permeabilitas

tanah. Pengelolaan tanah yang intensif seara terus menerus tanpa

mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat

merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah.

Page 6: Laporan KTA SP

Pada tanah tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas

lambat dan laju infiltasi yang rendah mengakibatkan tingginya limpasan

permukaan, yang pada akhirnya mempertinggi limpasan permukaan dan

berakibat pada meningkatnya kehilangan tanah (erosi) (Rahim 2000).

C. Kemiringan dan Panjang Lereng

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling

berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad 2010 cit. Rusnam

et al 2013). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin panjang

suatu lereng akan semakin banyak volume tanah yang terbawa oleh aliran

permukaan dan semakin curam kemiringan lereng maka semakin cepat pula

aliran permukaan mengangkut tanah. Hal tersebut pun diungkapkan oleh

Hardjowigeno (2003) dalam Rusnam et al (2013) yang menyatakan bahwa

erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang.

Kemiringan lereng merupakan faktor lain yang mempengaruhi keadaan

suatu DAS selain penggunaan lahan. Wilayah DAS bagian hulu yang terletak

di dataran tinggi yang pada umumnya didominasi oleh lahan dengan

kemiringan lereng di atas 15%.Kondisi wilayah tersebut berpotensi

mengalami erosi yang besar. Erosi akan meningkat apabila elreng semakin

curam. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya

lereng juga memperbesar energi angkut air. Hal ini disebabkan gaya berat

yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari

bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin

banyak (Dewi et al. 2012).

Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak

penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam

dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lereng sangat

mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka

tingkat erosi sangat besar. Curamnya lereng akan memperbesar energi angkut

air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah

yang dipercik kebawah oleh tumbukan air semakin banyak. Semakin panjang

lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau

Page 7: Laporan KTA SP

berlangsungnya erosi akan lebih besar (Kartasapoetra 1988). Dimana semakin

panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di

permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah makin

besar.

Kemiringan dan panjang lereng menentukan besarnya kecepatan dan

volume limpasan hujan. Secara umum erosi akan meningkat dengan

meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan

butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara

acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah

bawah dari pada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan

meningkatnya kemiringan lereng.Selanjutnya, semakin panjang lereng

cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran

permukaan baik kecepatan dan jumlah semakin tinggi.Kombinasi kedua

variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional

dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan

meningkatnya panjang lereng (Nurpilihan et al. 2011).

Menurut Fadhil et al (2013) semakin besar nilai panjang dan

kemiringan lerengnya maka semakin tinggi potensi untuk menimbulkan erosi.

Besar kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran

permukaan, semakin curam suatu lereng semakin cepat alirannya, sehingga

kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah lebih kecil dan akan

memperbesar aliran permukaan, yang berakibat menambah besarnya erosi

(Goro 2008). Faktor topografi umumnya dinyatakan kedalam kemiringan

lereng dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan

meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Kemiringan dan panjang

lereng merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap erosi. Pada

umumnya erosi tanah banyak terjadi di lahan miring daripada di lahan datar.

Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan limpasan air. Semakin curam

suatu lereng maka kecepatan aliran semakin besar, sehingga semakin singkat

kesempatan air untuk menyerap kedalam tanah. Panjang lereng

mempengaruhi besarnya limpasan permukaan. Semakin panjang suatu lereng

Page 8: Laporan KTA SP

maka semakin besar limpasan sehingga akan mengakibatkan erosi yang besar

(Arsyad 2010).

Curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, vegetasi, dan

aktivitasmanusia mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses

erosisedimentasi.Setiap jenis tanah, kemiringan lereng, dan jenis vegetasi

memberikanpengaruhnya masing-masing untuk terjadinya erosi.Tingkat

bahaya erosi menjadilebih besar apabila jenis tanah tersebut mempunyai

formasi kemiringan lerengbesar.Demikian pula, struktur vegetasi penutup

tanah yang bertingkat-tingkatdapat menurankan bahaya erosi daripada lahan

dengan dominai vegetasi pohonyang tidak atau kurang disertai tumbuhan

bawah (Gintings et al. 2002). Erosi akan bertambah besar dengan bertambah

besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air yang

membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan

yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya kemiringan (lebih

banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan

oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi) (Subowo 2011).

D. Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi

Nilai erosi dipengaruhi oleh vegetasi serta teknik konservasi.

Vegetasi dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi,

selain itu juga penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi

(penyerapan air melalui vegetasi). Selain itu teknik konservasi juga mampu

memperkecil erosi yang terjadi (Nursa’ban 2006).

Tumbuhan lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena

tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar

kecilnya erosi percikan. Pada hutan tanaman faktor yang sangat berpengaruh

adalah faktor erosivitas dan erodibilitas tanah. Curah hujan yang tinggi

menyebabkan banyaknya limpasan permukaan. Karena permeabilitas yang

lambat pada hutan tanaman sehingga tanah mudah terdispersi akhirnya

menyebabkan tanah semakin mudah terangkut. Tanah yang didominasi oleh

fraksi lempung dengan permeabilitas rendah, tanah mudah jenuh, komunitas

Page 9: Laporan KTA SP

vegetasi yang ada kurang mampu menahan kecepatan aliran air di atas

permukaan tanah (Asdak 2010).

Bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan ketahanan struktur

tanah, memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air

hujan yang jatuh. Hal ini dibenarkan oleh bahwa rumput dapat menahan laju

erosi karena rumput dapat memperbaiki struktur tanah. Penutup tanah seperti

rumput akan mengurangi kekuatan dispersi air hujan, mengurangi kecepatan

aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi sehingga mengurangi erosi.

Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan barisan rumput sebagai

tanaman penahan dapat mengurangi erosi sebesar 80% pada lahan kemiringan

sekitar 5% (Aritonang et al. 2013).

Nilai P merupakan faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

yaitu nisbah antara besarnya erosi tanah yang diberi perlakuan tindakan

konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur dalam strip atau

teras, terhadap besarnya erosi pada tanah yang diolah searah lereng dalam

keadaan identik. Pengolahan tanah menurut kontur secara umum mengurangi

erosi secara efektif terutama bila terjadi hujan lebat dengan intensitas sedang

sampai rendah. Pembuatan teras berfungsi mengurangi panjang lereng

sehingga kecepatan aliran permukaan bisa dikurangi dan memungkinkan

penyerapan air oleh tanah lebih besar, akibatnya erosi menjadi berkurang

(Bimapala 2010).

Tataguna lahan oleh manusia merupakan faktor penting dalam

menetapkan laju erosi. Cara bercocok tanam atau kegiatan lain yang tidak

sesuai kaedah konservasi dapat memperbesar erosi, merupakan perlakuan

negatif. Perlakuan positif dapat ditunjukkan berupa tindakan konservasi

yangbaik sehingga dapat memperkecil kehilangan tanah akibat erosi.

Kegiatan manusia selain dapat mempercepat erosi karena perlakuan negatif,

dapat pula memegang peranan penting dalam usaha pencegahan erosi yaitu

dengan perlakuan positif (Kartasapoetra et al 2000).

Page 10: Laporan KTA SP

E. Prediksi Erosi

Pendugaan atau prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk

memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan

dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan

terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau

ditoleransikan sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan

penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak

terjadi kerusakkan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan

lestari. Prediksi erosi berbeda dengan perhitungan erosi secara langsung di

lapangan. Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang

akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan

pengelolaan tertentu. Sedangkan perhitungan erosi secara langsung di

lapangan adalah metode untuk menghitung erosi yang terjadi dari tanah

secara langsung di lapangan dalam jangka waktu tertentu (Legowo 2010).

Kegiatan penelitian pengendalian erosi meliputi : pengembangan model

(metode) prediksi erosi dan penelitian untuk mencari dan/atau mengkaji

teknik pengendalian erosi. Metode (model) prediksi yang paling banyak

dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia adalah USLE (Universal Soil

Loss Equation). Dalam rangka pengembangan model prediksi erosi dilakukan

beberapa pengkajian untuk mendapatkan nilai faktor R (erosivitas hujan), K

(erodibilitas tanah), C (vegetasi dan pengelolaan tanaman) dan P (konservasi

tanah). Hasil pengkajian dan pengempulan data tersebut digunakan untuk

menginventarisasi tingkat bahaya erosi dan perencanaan penggunaan lahan

serta pemilihan alternatif teknik konsevasi tanah. Model USLE hanya sesuai

untuk digunakan pada skala usaha tani, oleh karena itu perlu dikembangkan

suatu model prediksi erosi untuk skala yang lebih luas (skala DAS) yang

sesuai untuk kondisi lahan di Indonesia (Dariah 2007).

Model prediksi erosi USLE menggunakan persamaan empiris sebagai

berikut (Wischmeier dan Smith 1978):

A = R x K x L x S x C x P

dimana,

A = Banyaknya tanah yang tererosi dalam t ha-1 tahun-1;

Page 11: Laporan KTA SP

R = Faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang

merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas

huja maksimum 30 menit (I30);

K = Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuk

suatu tanah yang diperoleh dari petak homogen percobaan standar,

dengan panjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa

tanaman;

L = Faktor panjang lereng 9%, yaitu nisbah erosi dari tanah dengan panjang

lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22

m) di bawah keadaan yang identik;

S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi deri suatu

tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari

tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik;

C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisah

antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegeasi penutup dan

pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang

identik tanpa tanaman;

P = Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi

dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi tanah seperti

pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap

besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang

identik;

(Wischmeier dan Smith 1978 dalam Vadari 2008).

Prediksi erosi menggunakan model erosi USLE (Universal Soil Loss

Equation) dirancang untuk memprediksi rata rata erosi jangka panjang dan

erosi lembar atau alur. Metode USLE merupakan model digital parametik

yang lebih berkembang dan banyak digunakan. Hal tersebut karena metode

USLE didukung penggunaan komputer digital untuk memproses data yang

banyak dalam waktu singkat. Sebaliknya pada tipe fisik dan analog masing

masing hanya didukung model dalam bentuk kecil di laboratorium dan hanya

menggunakan sistem mekanika untuk mensimulasikan aliran air

(Firmansyah 2007).

Page 12: Laporan KTA SP

Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) memiliki beberapa

keunggulan dan kelemahan. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)

merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi.

Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah- daerah

yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan.

Metode USLE didesain untuk digunakan memprediksi kehilangan tanah yang

dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu

DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam

waktu yang panjang. Akan tetapi kelemahan model ini adalah tidak

dipertimbangkannya kera- gaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input

parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen

dalam suatu unit lahan, khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan

(LS) (As-syakur 2008).

F. Erosi yang Diperbolehkan (Edp) atau Ditoleransikan

Erosi terbolehkan adalah laju erosi yang tidak melebihi pembentukan

tanah, sehingga dapat ditemukan suatu lapisan tanah atas untuk tempat

pertumbuhan tanaman. Sangat sulit sekali dilakukan untuk mencegah dan

menghilangkan erosi sampai pada tingkat tidak terjadi erosi sama sekali.

Penentuan batas erosi terbolehkan sangat penting bagi usaha-usaha pertanian

sehingga dapat diketahui cara-cara pengolahan pertanian yang tepat. Apabila

erosi telah melewati batas terbolehkan, maka perlu dilakukan usaha usaha

untuk mengurangi erosi sehingga kelangsungan usaha–usaha pertanian

berjalan baik. Batasan erosi diperbolehkan adalah kecepatan maksimum

kehilangan tanah per tahun yang diperbolehkan agar produktifitas tanah dapat

mencapai tingkatan optimum dalam waktu yang lama (Lubis dan Rauf 2005).

Menentukan suatu unit lahan apakah memerlukan tindakan konservasi

atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara laju erosi yang diperbolehkan

(EDP) dengan laju erosi aktual (A). Laju erosi yang diperbolehkan, dihitung

dengan persamaan Hammer dengan rumus :

EDP=[ Kedalamanefektif (mm ) x Faktor kedalaman]

Umur guna tanah (mmth

)

Page 13: Laporan KTA SP

Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi aktual

dengan erosi yang diperbolehkan. Apabila erosi aktual lebih kecil daripada

erosi yang diperbolehkan (A < EDP) maka daerah tersebut perlu

dipertahankan agar kondisinya tetap lestari. Sedangkan apabila erosi aktual

melampaui erosi yang diperbolehkan (A > EDP), maka daerah ini perlu

perencanaan konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan antara

faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P).

Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih beberapa alternatif faktor

C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil dibandingkan dengan erosi

yang diperbolehkan (Dewi et al 2012).

Nilai erosi diperbolehkan (Edp) harus mempertimbangkan ketebalan

lapisan tanah atas, sifat fisik tanah, pencegahan terjadinya selokan (gully),

penentuan bahan organik, dan kehilangan zat hara tanaman. Kedalaman tanah

efektif, tingkat permeabilitas tanah bawah, tingkat pelapukan lapisan bawah

tanah (substratum), dan berat volume tanah juga berpengaruh terhaadap

kepekaan tanah pada erosi yang mempengaruhi nilai erosi diperbolehkan.

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih bisa ditembus

akar tanaman. Permeabilitas tanah adalah kecepatan tanah untuk meloloskan

sejumlah air dinyatakan dalam frekuensi dan lamanya penjenuhan air. Berat

volume tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin padat suatu tanah

makin tinggi berat volume tanah yang berarti makin sulit meneruskan air atau

ditembus oleh akar tanaman (Nursa’ban 2006).

Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih

diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Pada batas ini kecepatan kehilangan

tanah lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Besarnya batas

toleransi erosi dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk

tanah, iklim, dan permeabilitas tanah. Batas Toleransi Erosi dan Tingkat

Bahaya Erosi menggunakan tabel acuan Departemen Kehutanan. Tingkat

Bahaya Erosi dikategorikan kedalam sangat ringan hingga sangat berat. Pada

tanah dengan solum dalam (kedalaman >90 cm), tingkat bahaya erosi

dikatakan Sangat Ringan (SR) bila jumlah erosi < 15 ton/ha/tahun, Ringan (R)

bila jumlah erosi antara (15-60) ton/ha/tahun, Sedang (S) bila jumlah erosi

Page 14: Laporan KTA SP

(60-180) ton/ha/tahun, Berat (B) bila jumlah erosi (180-480) ton/ha/tahun dan

Sangat Berat (SB) bila erosinya > 480 ton/ha/tahun. Jika laju erosi lebih kecil

dari batas toleransi yang diperbolehkan (T), model rotasi bisa diterapkan. Jika

laju erosi lebih besar dari nilai T maka diterapkan rotasi tanam tertentu saja

(Septarini et al 2007).

Lahan-lahan yang mempunyai erosi melebihi erosi diperbolehkan sudah

termasuk pada kondisi kritis. Di sini pada penggunaan lahan untuk hutan

erosinya lebih kecil daripada erosi yang diperbolehkan. Tingginya erosi yang

terjadi dikarenakan oleh praktek usahatani yang tidak menerapkan kaedah

konservasi tanah dan air. Disamping itu luasan lahan hutan pada Sub-Sub

DAS ini sudah semakin sempit, terutama hutan primer. Padahal fungsi hutan

merupakan sebagai pelindung dan pengatur tata air di DAS (Aprisal 2011).

Page 15: Laporan KTA SP

II. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Pelaksanaan Praktikum Konservasi Tanah dan Air, dibagi menjadi

beberapa acara praktikum, yang pada garis besar dibagi menjadi :

1. Praktikum Lapang

Praktikum lapang dilakukan pada hari tanggal 8 Februari 2016 di

tiga lokasi berbeda di Kecamatan Jumantono, Karanganyar. Pelaksanaan

di lapangan melakukan pengukuran dan pengamatan untuk mendapatkan

data-data yang dibutuhkan dari lapangan serta mengambil sampel tanah

untuk keperluan analisis laboratorium.

2. Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium dilaksanakan pada tanggal 9-10 Februari

2016 bertempat di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat

1. Pengamtan Lapang

a. Peta dasar (rupabumi)

b. Rol meter

c. Klinometer

d. Bor tanah

e. Kompas

f. Ring sampel

g. Pisau

h. Plastik kapasitas 1 kg

i. Tali rafia

j. Kamera

k. Alat tulis

l. Peralatan untuk analisis laboratorium

2. Analisis Laboratorium

a. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif

1) Gelas piala 800 ml

2) Penyaring berkefeid

Page 16: Laporan KTA SP

3) Ayakan 50 mikron

4) Gelas ukur 500 ml

5) Pipet 20 ml

6) Pinggan alumunium

7) Dispenser 50 mkl

8) Gelas ukur 200 ml

9) Stop watch

10) Oven

11) Pemanas listrik

12) Neraca analitik ketelitian empat desimal

b. Analisis Bahan Organik Tanah

1) Labu takar 50 ml

2) Gelas piala 50 ml

3) Gelas ukur 25 ml

4) Pipet drop

5) Pipet ukur

c. Analisis Permeabilitas Tanah

1) Ring sampel

2) Bak perendam

3) Permeameter

4) Gelas piala

5) Jam/stop watch

6) Penggaris

7) Gelas ukur

C. Bahan

1. Pengamatan Lapang

a. Contoh tanah terusik

b. Contoh tanah tidak terusik

c. Contoh tanah dalam ring sampel

d. Aquades

e. Bahan kimia untuk analisis laboratorium

2. Analisis Laboratorium

Page 17: Laporan KTA SP

a. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif

1) Contoh tanah kering angin lolos 2 mm 10 g

2) H2O2 30%

3) H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)

4) HCl 2N

5) Larutan Na4P2O7 4%

b. Analisis Bahan Organik Tanah

1) Ctka Ø 0,5 mm

2) K2Cr2O7 1N

3) H2SO4 pekat

4) H2PO4 85%

5) FeSO4 1N

6) Indikator DPA

7) Aquades

c. Analisis Permeabilitas Tanah

Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel

D. Cara Kerja

1. Pengamatan Lapang

a. Pengumpulan data curah hujan

Data curah hujan menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari stasiun klimatologi Jumantono pada tahun 2010.

b. Pengamatan di lapangan

Pengamatan di lapangan dilakukan di tiga lokasi berbeda, yaitu

lahan sawah, lahan tegalan, dan lahan campuran. Tujuan pengamatan

adalah untuk mendapatkan data mengenai struktur tanah dan tekstur

secara kualitatif, data mengenai macam tanaman maupun cara

budidaya tanamannya dan data mengenai tindakan konservasi yang

telah dilakukan pada lahan serta pengukuran panjang lereng dan

pengukuran kemiringan lereng. Selain itu dilakukan pengambilan

sampel tanah tidak terusik berupa bongkahan maupun menggunakan

ring sampel. Sampel tanah di bawa ke laboratorium untuk dianalisis

mengenai struktur, kadar bahan organik dan permaebilitas tanah.

Page 18: Laporan KTA SP

2. Analisis Laboratorium

a. Analisis tekstur tanah secara kuantitatif

1) Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm, memasukkan dalam gelas piala

500/1000 ml.

2) Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30%

(mendiamkan sampai reaksi mereda).

3) Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan memanaskan (mendidihkan

sekitar 5 menit).

4) Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan memanaskan

(mendidih sekitar 5 menit).

5) Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai

500/1000 ml, menyaring setelah mengendap (mengulang sampai

tanah/larutan bebas asam).

6) Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan

menambahkan larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml.

7) Mengaduk dan mendiamkan 1 menit kemudian memipet

sebanyak 20/25 ml kedalaman 20 cm, menyiapkan cawan ksong

(b g), memasukkan dalam cawan penguap dan mengoven

sampai kering kemudian menimbang (c g) (debu+liat+

peptisator).

8) Setelah 3,5 jam kembali memipet sebanyak 20/25 ml kedalaman

5 cm (liat+peptisator), menyiapkan cawan kosong (d g),

memasukkan dalam cawan penguap, mengoven sampai kering

kemudian menimbang (e g) (debu+liat+peptisator).

9) Sisa filtrat yang ada kemudian menyaring dengan ayakan 300

mm yang tertinggal di ayakan, mengeringkan dan menimbang

sebagai pasir kasar (untuk memisahkan pasir kasar dan pasir

halus)

Perhitungan :

Debu (%)=(c−d−e+d )× 100025

× 100100 × a

100+KL

× 100 %

Page 19: Laporan KTA SP

LiatLempung

=(e−d−0,01)× 100025

× 100100 × a

100+KL

×100 %

Pasir=100−debu−lempung

Pasir halus=% pasir−% pasir kadar

b. Analisis bahan organik tanah

1) Menimbang ctka Ø 0,5 mm 0,5 gram (1 g untuk tanah pasiran)

dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml.

2) Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N.

3) Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4

pekat setetes demi setetes hingga menjadi bewarna jingga.

Apabila warna menjadi kehijauan menambah K2Cr2O7 dan

H2SO4 kembali dengan volume diketahui (melakukan dengan

cara yang sama terhadap blangko).

4) Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu

mendiamkannya selama 30 menit.

5) Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquades

hingga volume 50 ml, menggojog sampai homogen.

6) Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml aquades

serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya

bolak-balik sampai homogeny.

7) Menitrasi dengan FeSO4 1N hingga warna hijau cerah.

Perhitungan :

Ka darC=(B−A )× n FeSO4 ×3

100KL

× berattana h(mg)×10 × 100

77× 100 %

Kadar bahan organik=10058

× kadarC

B = Blangko

A = Baku

KL = Kadar Lengas

c. Analisis permeabilitas

1) Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di

lapangan yang akan diukur laju erosinya.

Page 20: Laporan KTA SP

2) Merendam contoh tanah bersama ring sampelnya dalam bak

perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama

24 jam.

3) Setelah perendaman selesai, memindahkan contoh tanah dalam

ring sampel yang telah direndam sampai jenuh air ke

permeameter. Mengalirkan air ke selang masuk permeameter

dan mengatur aliran airnya hingga keluar permeameter tidak

merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel yang

terpasang tadi.

4) Setelah aliran konstan, menampung air yang keluar dari alat

permeameter pada gelas piala.

5) Kemudian melakukan pengukuran yaitu menampung air yang

keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu

tertentumisalnya 1 menit (menggunakan stop watch). Air ini lalu

menakar dengan menggunakan gelas ukur.

6) Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali. Menghitung

rata-ratanya.

Perhitungan :

Rumus permeabilitas :

K= Q× LT × H × A

cm / jam

Keterangan :

K : permeabilitas (ml/jam)

Q : banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)

L : tebal contoh tanah (cm)

T : waktu pengukuran (jam)

H : tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian

atas (cm)

A : luas permukaan sampel tanah (cm2)

Page 21: Laporan KTA SP

IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA

A. Nilai Erosivitas Hujan (R)

Tabel 4.1 Curah Hujan Rata-Rata Tahunan dan Indeks Erosivitas HujanMenggunakan Rumus Bols

No Bulanan CH (mm) HH CHm (mm) R1 Januari 342 16 63 17400,682 Februari 223 20 39 7242,853 Maret 492 18 93 31425,064 April 524 19 83 31129,245 Mei 429 20 73 22285,936 Juni 68 7 36 2701,857 Juli 0 0 0 08 Agustus 0 0 0 09 September 0 0 0 010 Oktober 0 0 0 011 November 4 1 4 68,2812 Desember 172 11 48 7821,20

R Tahunan 120075,0741

Sumber : Data Curah Hujan Tahun 2015 Stasiun Jumantono

Keterangan :

CH = curah hujan (mm)

HH = hari hujan (hari)

CHm = curah hujan maksimum 24 jam (mm)

R = nilai erosivita hujan

Analisis Data :

EI30 = 6,119 (CH)1,21 (HH)-0,47 (CHm)0,53

a. EI30 = 6,119 (342)1,21 (16)-0,47 (63)0,53

= 17400,68

b. EI30 = 6,119 (223)1,21 (20)-0,47 (39)0,53

= 7242,85

c. EI30 = 6,119 (492)1,21 (18)-0,47 (93)0,53

= 31425,06

d. EI30 = 6,119 (524)1,21 (19)-0,47 (83)0,53

= 31129,24

e. EI30 = 6,119 (429)1,21 (20)-0,47 (73)0,53

= 22285,93

Page 22: Laporan KTA SP

f. EI30 = 6,119 (68)1,21 (7)-0,47 (36)0,53

= 2701,85

g. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53

= 0

h. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53

= 0

i. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53

= 0

j. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53

= 0

k. EI30 = 6,119 (4)1,21 (1)-0,47 (4)0,53

= 68,28

l. EI30 = 6,119 (172)1,21 (11)-0,47 (4)0,53

= 7821,20

B. Nilai Erodibilitas Tanah (K)

Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Erodibilitas Tanah (Nilai K)No.

Sampel Tanah

Tekstur M a b c KLiat (%)

Debu (%)

Pasir Sangat Halus (%)

1. Sawah 2010 2,028 2 1 0,052. Tegalan 1215 0,38 3 1 0,0593. Campuran 750 0,92 3 2 0,127

Sumber : Data Rekapan

Keterangan :

M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % lempung)

a = % bahan organik (BO)

b = kode struktur

c = kelas permeabilitas

K = Nilai erodibilitas tanah

Analisis :

K = {2,718 M 1,14(10− 4)+(12−a)+3,25(b – 2)+2,5(c – 3)}100

Page 23: Laporan KTA SP

a. Ksawah =

{2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(12 – 2,028 )+3,25 (2 – 2 )+2,5 (1 – 3 ) }100

= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(9,972 )+0+2,5 (−2 ) }100

= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(9,972 )+0−5}100

= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+4,972 }100

= {0,12045+4,972 }

100

= 0,05

b. Ktegalan = {2,718 (1215 )1,14 (10−4 )+(12 – 0,38 )+3,25 (3 – 2 )+2,5 (1– 3 ) }100

= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+(11,62)+3,25+2,5(−2)}100

= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+5 }100

= {2,718(3284,10)(10−4)+5 }100

= {0 , 89262+5 }

100

= 0,059

c. Kcampuran = {2,718 (750 )1,14 (10−4 )+(12 – 0,92 )+3,25 (3 – 2 )+2,5 (2– 3 ) }100

= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+(11,08)+3,25−2,5 }100

= {2,718 (1215 )1,14 (10−4 )+11,83}100

= {0,89262+11,83}

100

= 0,127

C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)

Page 24: Laporan KTA SP

Tabel 4.2 Perhitungan Nilai (LS)No SistemLahan L ( m ) S % LS

1 Tegalan

18.43 7% 0.084966

10.2 7% 0.06321

14.95 9% 0.083105

Total 43,58 23% 2,811

Rata - rata 14,52 8%

2 Sawah 18.43 7% 0.088163

10.2 9% 0.071702

14.95 8% 0.083105

Total 43,58 24% 2,811

Rata-rata 14.52667 8%

3 Lahan Campuran 15.12 11% 0.094743

19.16 10% 0.102462

24.3 9% 0.110671

28.33 7% 0.109306

Total 86,91 37% 3,89

Rata-rata 21.7275 9%

Sumber: Data Rekapan

Analisis DataNilai LS

L = ( X22, 1)

S = 0,065 + 0,045(s )+ 0,0065(s2)

Nilai LS = L x S

a. Sistem Tegalan

L = ( X22)

= (43,5822 , 1 )

= 1,97

S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)

= 0,065 + 0,045(8) + 0,0065(82)

= 0,065 + 0,36 + 0,416

= 0,841

Page 25: Laporan KTA SP

Nilai LS = L x S

= 1,97 x 0,841

= 2,811

b. Sistem Sawah

L = ( X22, 1)

= (43,5822 , 1 )

= 1,97

S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)

= 0,065 + 0,045(8) + 0,0065(82)

= 0,065 + 0,36 + 0,416

= 0,841

Nilai LS = L x S

= 1,97 x 0,841

= 2,811

c. Sistem Kebun Campuran

L = ( X22, 1)

= (86,9122 ,1 )

= 3,93

S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)

= 0,065 + 0,045(9) + 0,0065(92)

= 0,065 + 0,405 + 0,5265

= 0,99

Nilai LS = L x S

= 3,93 x 0,99

= 3,89

D. Nilai Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P)

Tabel 4. Perhitungan Nilai CP

No Sistem Lahan

Pola tanam/ teknik konservasi

Penutupan lahan C P CP

Page 26: Laporan KTA SP

1 Tegalan Kacang tanahUbi KayuTeras sempurnaUbi kayu + kacang tanahSisa tanaman dijadikan mulsaJumlahRata-rata

80%80%

0,20,8

10,5

0,04 0,159

2 Sawah PadiTeras sempurnaTeras gulud padi 80% 0,01 0,04 0,013

3 Campuran PadiKacang tanahKacang tunggakTeras sempurnaTeras gulud : padi – jagung – kacangTunggakJumlahRata-rata

10%70%20%

0,010,2

0,161

0,3710,123

0,04 0,012

Sumber: Data Rekapan

E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Metode USLE

Tabel 5. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi

System Lahan

Luas (ha) R K LS CP

Prediksi Erosi

(ton/ ha/ th)

Erosi Satuan Lahan (ton/th)

Sawah 269,6 2213,574 0,065536 0.08099 0,013 0,1527 41,1679Tegalan 561,6 2213,574 0,107593 0.077094 0,159 2,9194 1639,535Campuran 269,6 2213,574 0,123441 0.104295 0,012 0,3419 92,1762TotalRata2Sumber: Hasil Perhitungan

Analisis Data :

1. Prediksi Erosi (A)

A = R x K x LS x CP

a. Sawah

A = 2213,574 x 0,065536 x 0,08099 x 0,013= 0,1527 ton/ ha/ th

b. Tegalan

A = 2213,574 x 0,107593 x 0,077094 x 0,159 = 2,9194 ton/ ha/ th

c. Campuran

Page 27: Laporan KTA SP

A = 2213,574 x 0,123441 x 0,104295 x 0,012 = 0,3419 ton/ ha/ th

2. Erosi Sistem Lahan (ESL)

ESL = A x luas lahan

a. Sawah

ESL = 0,1527 x 269,6 = 41,1679 ton/ th

b. Tegalan

ESL = 2,9194 x 269,6 = 1639,535 ton/ th

c. Campuran

ESL = 0,3419 x 269,6 = 92,1762 ton/ th

F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (EDP)

Tabel 4.6 Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

No.

Sistem Lahan

KE (cm) FK UGT T

(mm/Th)

T (Ton/Ha/

Th)1. Sawah 30 0,90 400 0,0675 0,9452. Tegalan 30 1 400 0,075 0,105

3. Kebun Campuran 30 0,90 400 0,0675 0,087

Rata-rata 2,918Sumber : Data Rekapan

Analisis Data

T = (KE x FKUGT ) x BV x 10

a. Sistem Sawah

T = (KE x FKUGT ) x BV x 10

= (30 x 0,90400 ) x 1,4 x 10

= 0,945 Ton/Ha/Th

b. Sistem Tegalan

T = (KE x FKUGT ) x BV x 10

= (30 x 1400 ) x 1,4 x 10

Page 28: Laporan KTA SP

= 0,105 Ton/Ha/Th

c. Sistem Kebun Campuran

T = (KE x FKUGT ) x BV x 10

= (30 x 0,90400 ) x 1,3 x 10

= 0,087 Ton/Ha/Th

Rata-rata EdpT = 0,945 + 0,105 + 0,087 + 10,535

4

= 2,918

V. PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lahan

Paraktikum Konservasi Tanah dan Air kelompok kami bertempat di

Lahan Tegalan yang berlokasi di Desa Sukasari, Kecamatan Jumantono,

Kabupaten Karanganyar. Luas lahan tegalan yang digunakan kelompok kami

seluas 561.6 Ha. Ketinggian tempat tersebut yaitu 155 mdpl dengan arah

lereng 30º dari arah utara. Lahan tersebut memiliki kemiringan lereng 15%

dengan panjang kemiringan lereng 70,8 m. Koordinat lokasi tegalan yang

digunakan dalam praktikum Konservasi Tanah dan Air ini terletak pada

LS : 7 º 38,294’ dan BT : 110 º 57,338’.

Pelaksanaan praktikum Konservasi Tanah dan Air berada di lahan

dengan ciri dari tipe tanah Alfisol dan Inseptisol. Lahan tersebut dijadikan

lahan tegalan dan sawah bagi petani. Tanah tegalan tersebut memiliki pola

tanam pohon-pohon tahunan yang dibawahnya diolah dan ditanami oleh

tanaman jagung dan ubi kayu, sedangkan sawah hanya ditanami padi

sepanjang tahun. Lahan tegalanda sawah tersebut memiliki teknik konservasi

berupa teras bangku sempurna. Teras Bangku Sempurna adalah teras yang

dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah

sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali

aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%

(Suprapto 2005).

Page 29: Laporan KTA SP

Lahan tegalan terdapat sangat sedikit atau minim vegetasi dibandingkan

lahan sawah. Kondisi lereng curam atau kemiringan lereng tinggi

menyebabkan tingginya runoff dan rendahnya infiltrasi. Berdasarkan kondisi

lahan tersebut air akan mudah membawa tanah sehingga erodibilitas tinggi

dan menyebabkan laju erosi tinggi.

B. Faktor Erosivitas Hujan

Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya erosi pada daerah beriklim

tropis seperti Indonesia menurut Mantra (2003) adalah hujan. Hujan yang

jatuh pada permukaan tanah akan menyebabkan terjadinya penghancuran

pada agregat tanah yang disebabkan karena adanya daya penghancuran dan

daya urai dari air hujan tersebut. Agregat tanah yang telah hancur tesebut

akan menutup pori-pori tanah sehingga jumlah air yang terinfiltrasi lebih

sedikit. Sehingga akan meningkatkan aliran permukaan (run off). Aliran ini

akan mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah hancur.

Apabila aliran ini sudah tidak memiliki energi untuk mengikis maka aliran ini

akan membawa partikel tanah yang telah hancur ke daerah yang lebih datar,

sehingga menyebabkan daerah tersebut memiliki tingkat sedimentasi yang

lebih tinggi.

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam

suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan

dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut suatu sifat hujan yang penting dalam

mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan tersebut, karena merupakan

penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Kemampuan

hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut daya erosi

atau erosivitas hujan.

Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Arsyad (2006), dimana dia mengemukakan bahwa energi kinetik hujan

mempengaruhi erosi, tetapi korelasi yang lebih erat dengan erosi adalah hasil

kali total energi hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (EI30).

Indeks Erosivitas Hujan (EI30) mempunyai korelasi yang tinggi dengan

34

Page 30: Laporan KTA SP

kehilangan tanah (erosi) di Indonesia dan merupakan metode yang cocok

untuk menduga faktor Erosivitas Hujan (R).

Menurut Martono (2004) erosi yang terjadi pada daerah yang beriklim

tropis pada umumnya disebabkan karena hujan. Hal ini terjadi karena

intensitas hujan di daerah tropis lebih tinggi dari daerah lainnya. Tebal hujan,

intensitas hujan dan distribusi hujan mempengaruhi terjadinya peningkatan

erosi. Kemampuan suatu hujan untuk dapat menimbulkan suatu erosi disebut

erosivitas. Indeks erosivitas merupakan pengukur kemampuan suatu hujan

untuk menimbulkan suatu erosi. Indeks erosivitas dapat diketahui melalui

tebal curah hujan. Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas juga

akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi

sangat besar.

Berdasarkan perhitungan curah hujan tahun 2000-2010 di daerah

Jumantono dengan rumus Bols, dapat kita ketahui bahwa pada bulan April

nilai erosivitas mencapai 524 cm yang merupakan nilai tertinggi, sehingga

berarti pada bulan tersebut tingkat terjadinya erosi paling tinggi dibandingkan

dengan bulan-bulan yang lain. Pada bulan tersebut, hujan terjadi terlalu sering

yaitu selama 18 hari hujan. Terdapat kemungkinan bahwa pada bulan

Februari ini merupakan bulan puncak hujan. Namun, tingkat erosivitas hujan

pada bulan-bulan sebelumnya telah mengalami penurunan nilai. Penurunan

ini terjadi mulai bulan Maret hingga September. Nilai erosivitas paling rendah

yaitu 0 cm dari bulan Juli hingga Oktober.

Berdasarkan perhitungan curah hujan tahun 2010 di daerah

Jumantono dengan rumus Bols,dapat diketahui Indeks Erosivitasnya pada

bulan Januari sebesar 342 cm. Pada bulan Febuari, Maret, April, Mei hingga

Desember berturut-turut adalah 223, 492, 524, 429, 68, 0, 0, 0, 0, 4, dan 172.

Sedangkan pada bulan Juli hingga Oktober Indeks Erosivitasnya adalah 0.

Hal ini dapat terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah hujan di daerah

Jumantono adalah 0 mm. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan, indeks

erosivitas tahunannya adalah sebesar 120075,0741, yang bernilai sangat

tinggi.

C. Faktor Erodibilitas Tanah

Page 31: Laporan KTA SP

Salah satu faktor dari beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

erosi adalah erodibilitas. Menurut Subagyono et al (2004), erodibilitas

adalah kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh

air yang berasal dari curahan hujan. Erodibilitas ini sering juga disebut

dengan resistensi tanah terhadap erosi. Jika erodibilitas tanah tinggi, berarti

tanah itu peka atau mudah tererosi, dan apabila erodibilitas tanah itu rendah

berarti bahwa resistensi tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi.

Jenis tanah yang paling stabil dan sulit tererosi adalah tanah liat. Hal ini

dikarenakan tanah liat memiliki kemantapan struktur yang lebih tinggi serta

kapasitas penampungan airnya tinggi. Pada tanah yang mengandung banyak

debu memiliki erodibilitas tanah tinggi, sehingga paling mudah tererosi.

Sedangkan tanah pasir sedikit lebih resisten terhadap erosi

dibandingkan tanah berdebu karena tanah pasir mempunyai kapasitas

infiltrasi yang tinggi. Pasir dengan ukuran yang lebih besar akan lebih sukar

terhanyutkan, tapi kemampuan strukturnya rendah dikarenakan antara partikel

yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki daya ikat yang besar. Namun,

tanah pasir resistensinya masih dibawah tanah kapur. Hal ini dikarenakan

tanah kapur memiliki struktur yang lebih mantap dari tanah pasir dan tanah

loess atau tanah berdebu. Namun, kalau dibandingkan dengan tanah liat

strukturnya memang kurang mantap.

Berdasarkan hasil penelitian Ramdan (2006), bahwa pengelolaan tanah

dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik

terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah,

ketahanan tanah (shear strength) dan resistensi/daya tahan tanah terhadap

daya hancur curah hujan (splash detachment). Meskipun erodibilitas tanah

tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep

erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti

menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh

sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya.

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :

1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan

kapasitas tanah menahan air.

Page 32: Laporan KTA SP

2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap

dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.

Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik,

kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah. Secara umum tanah dan

kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang

paling mudah tererosi. Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium

oksida, serta ikatan elektrokimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah

yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah.

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat kita ketahui

bahwa nilai erodibilitas tanah di lahan tegalan sebesar 0,059. Hal ini berarti

bahwa pada jenis tanah tersebut dengan tipe struktur granular halus memiliki

kepekaan tanah untuk mengalami erosi yang rendah. Selain itu, tingkat

permeabilitas pada lahan ini masuk dalam kategori cepat (rapid) dengan kode

1. Menurut Veiche (2007), nilai permeabilitas menunjukkan kemampuan

tanah untuk melewatkan atau meresapkan air yang jatuh ke permukaan tanah.

Jika tanah mampu menyerap air, maka tidak terjadi aliran permukaan yang

dapat menyebabkan erosi, atau paling tidak dapat menekan laju erosi hingga

kandungan tanah menjadi lebih jenuh. Pada lahan Tegalan ini, lahan memiliki

permeabilitas yang cepat sehingga apabila ada hujan turun maka peresapan

air kedalam tanah cepat sehingga kemungkinan erosi sangat besar.

D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng

Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh

lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi

penyebab erosi. Karakteristik lereng yang mempengaruhi besarnya energi

penyebab erosi adalah kemiringan lereng, panjang lereng dan bentuk lereng.

Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan

permukaan. Makin curam suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan

semakin besar, dengan demikian maka semakin singkat pula kesempatan air

untuk melakukan infiltrasi sehingga volume aliran permukaan besar. Panjang

lereng mempengaruhi besarnya limpasan permukaan, semakin panjang suatu

Page 33: Laporan KTA SP

lereng maka semakin besar limpasannya. Apabila volume besar maka besarnya

kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar.

Kemiringan lereng dapat dihitung dari oeta topografi/rupa bumi,

namun demikian panjang lereng tidak dapat diukur dari peta karena yang

terukur adalah panjang lereng bukit. Besarnya indeks panjang dan kemiringan

lereng dapat ditentukan dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per

satuan panjang. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang

menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor

tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut

menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Unsur lain yang

berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng.

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan

sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana

kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air

berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung

lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin

besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas. Klasifikasi

kemiringan lereng dibagi dalam beberapa kelas.

Pada praktikum kali ini kemiringan lereng pada lahan tegalan sebesar

8% dengan panjang lereng 43,58 m. Berdasarkan perhitungan kemiringan

lereng, didapatkan hasil sebesar 2,811. Hasil tersebut dapat diklasifikasikan

pada kelas lereng antara 5-100%. Hal ini berarti kemiringan lereng sedang,

sehingga perlu adanya tindakan konservasi untuk mengurangi erosi.

E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi

Indeks pengelolaan tanaman dihitung dengan mempertimbangkan sifat

perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan, dari mulai pengolahan tanah,

sampai panen dan bahkan hingga pertanaman berikutnya. Penyebaran hujan

selama satu tahun pun perlu mendapat perhatian. Dengan tidak mengurangi

dasar ketelitian indeks faktor C di dekati dengan menggunakan nilai faktor C,

dengan pertanaman tunggal dan dengan berbagai pengelolaan tanaman.

Page 34: Laporan KTA SP

Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari tanah yang diberi tindakan konservasi khusus seperti

pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap

besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik.

Erosi yang diperhitungkan dalam tulisan ini adalah pada lahan yang belum ada

tindakan konservasi tanah untuk Desa Batursari, dan lahan dengan tindakan

konservasi belum sempurna yaitu guludan memotong lereng tetapi jarak antar

guludan terlalu jauh (> 7 m), serta rumput penguat guludan belum ditanam

dengan baik.

Faktor frekuensi pengolahan tanah yang lebih sering seperti

pengolahan tanah untuk budidaya tanaman semusim tanpa memperhatikan

konservasi tanah dan airnya mempunyai potensi terjadinya erosi yang lebih

besar. Upaya yang lebih mudah untuk melakukan tindakan konservasi tanah

dan air adalah dengan memanipulasi penggunaan tanaman atau vegetasi

sebagai penutup tanah dan pembuatan teras. Faktor vegetasi didalam upaya

menekan erosi disebut sebagai faktor tanaman dan faktor pengelolaan tanah

didalam upaya menekan laju erosi disebut sebagai faktor konservasi. Faktor

tanaman dan faktor konservasi pertama kali diperkenalkan oleh Wischmeier

dan Smith (1978) dalam suatu rumus pendugaan erosi yang dikenal dengan

persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang diberi simbol dengan

faktor C untuk tanaman dan faktor P untuk konservasi tanah. Faktor C

digunakan baik dalam USLE maupun dalam RUSLE untuk mencerminkan

pengaruh pertanaman (cropping) dan pengelolaan tanaman penutup tanah

terhadap erosi, dan faktor yang paling sering digunakan untuk mengetahui

pengaruh pengelolaan tanah ialah faktor konservasi tanah atau faktor P.

Berdasarkan Hasil analisis data nilai pengelolaan tanaman (C) di

lokasi pengamatan daerah Jumantono adalah 0,5 dengan jenis lahan tegalan.

Nilai tindakan konservasi (P) lahan tersebut adalah 0,04 yaitu tindakan

konservasi tanahnya adalah pembuatan teras bangku sempurna. Pengaruh

vegetasi sebagai penutup tanah terhadap erosi menurut Suripin (2002), vegetasi

mampu menangkap atau intersepsi butir air hujan sehingga energy kinetiknya

terserap tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Pengaruh

Page 35: Laporan KTA SP

intersepsi air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan

terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan, selain itu menangkap

butir air hujan dan meminimalkan pengaruh negative terhadap struktur tanah.

Tanaman penutup mengurangi energy aliran, meningkatkan kekasaran

sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya memotong

kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel

sedimen. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan

meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi

yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada

porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah

atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya. Pengelolaan lahan

secara vegetatif jarang dilakukan di lahan yang kami amati sehingga nilai

kemungkinan erosi yang terjadi juga tinggi.

F. Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat

Proses erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu pelepasan partikel tanah,

pengangkutan oleh media seperti air adan angin, dan selanjutnya

pengendapan. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah

curah hujan, tanah, lereng (topografi), vegetasi, dan aktifitas manusia. Faktor-

faktor tersebutlah yang merupakan komponen-komponen penggali dalam

pendekatan USLE. Aplikasi dari pendugaan erosi dengan metode USLE ini

telah banyak dilakukan untuk perencanaan penggunaan lahan.

USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi

lembar (Sheet Erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan

tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi

tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan

sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Alasan utama

penggunaan model USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input

parameter model yang diperlukan mudah diperoleh (Murdis 1999). Metode

USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum

digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga

sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya

adalah hujan dan aliran permukaan bahwa metode USLE didesain untuk

Page 36: Laporan KTA SP

digunakan memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan

diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga

didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang

panjang. Akan tetapi kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya

keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang

diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu

unit lahan (Arzi 2012).

Dalam penghitungan bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor curah

hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan lahan

berikut tindakan pengelolaannya. Faktor utama penyebab erosi yaitu curah

hujan dan adanya aliran permukaan. Dengan faktor-faktor tersebut, maka

besar erosi dapat ditentukan dengan rumus Universal Soil Loss Equation

(USLE) yang dikembangkan Wischmeier dan Smith (1978), cit. Listriyana

(2006).

Nilai A atau prediksi erosi pada lahan tegalan. Lahan tegalan memiliki

nilai A sebesar 2,9194 ton/ha/th. Nilai tersebut cukup besar karena lahan

tegalan yang digunakan adalah lahan kosong tanpa pengolahan tanah maupun

penanaman tanaman tertentu. Oleh karena itu tindakan konservasi yang tepat

adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah dengan sistem multiple

cropping untuk meminimalisir dampak erosi yang terjadi. Nilai A pada kebun

campuran merupakan nilai pediksi erosi mencapai 0,3419 ton/ha/th. Hal

tersebut salah satunya dikarenakan yang cukup miring. Oleh karena itu

tindakan konservasi yang tepat dengan menanam tanaman tahunan untuk

mengurangi daya erosifitas hujan dan dapat mengikat agregat tanah. Lahan

sawah memiliki nilai A atau prediksi erosi sebesar 0,1527 ton/ha/th dimana

nilai tersebut termasuk kecil. Tindakan konservasi yang dilakukan sudah tepat

dengan pembuatan terasiring dan penanaman padi sepanjang tahun sehingga

vegetasi padi dapat mengurangi daya erosifitas hujan dan memperbesar

infiltrasi akibat olah lahan.

G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

Menurut Suprapto (2006) erosi yang masih diperbolehkan adalah laju

erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang

Page 37: Laporan KTA SP

masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman

tanah yang cukup bagi perumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan

tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari. Batas tingkat erosi yang

masih diperbolehkan mendasarkan pada kedalaman tanah, permeabilitas

lapisan bawah dan kondisi substratum. Dasar-dasar untuk menentukan tingkat

erosi yang masih diperbolehkan dengan memperhatikan kedalaman tanah,

sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan

terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan

unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.

Wischmeier dan Smith (1978) telah menetapkan angka tingkat erosi yang

masih diperbolehkan adalah antara 4,48 sampai 111,21 ton/ha/th.

Erosi yang diperbolehkan pada tanah sawah yang dihitung ini memiliki

nilai 0,945 ton/ha/tahun. Nilai tersebut lebih besar dari nilai erosi yang yang

dianalisa. Tanah sawah ini pada sebelumnya telah dihitug laju erosinya

sebesar 0,1527 ton/ha/tahun. Artinya bahwa pada lokasi ini erosi yang terjadi

berada pada tingkat yang aman karena sistem budidaya dan tindakan

konservasi yang digunakan sudah tepat.

Upaya yang dilakukan mengurangi ataupun menekan laju erosi pada

penggunaan lahan sawah adalah dengan menerapkan tindakan konservasi

tanah berupa teras bangku tradisional ataupun sempurna. Hal tersebut

dilakukan mengingat bahwa dalam hal ini panjang lereng dan kecuraman

lereng merupakan faktor yang paling tinggi menunjang tingginya erosi pada

penggunaan lahan tersebut. Bila kita menerapkan penggunaan teras bangku

maka prediksi erosi (A) yang di dapatkan akan lebih kecil . Sehingga,

penggunaan teras bangku merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk

mengurangi erosi.

Lahan tegalan memiliki nilai T atau erosi yang diperbolehkan sebesar

0,105 ton/ha/tahun, sedangkan pada perhitungan nilai prediksi erosi diperoleh

nilai 2,9194 ton/ha/tahun. Nilai tersebut sangat melebihi dari nilai erosi yang

diperbolehkan di lahan tersebut, sehingga memerlukan adanya tindakan

konservasi. Tindakan konservasi yang tepat adalah dengan penanaman

tanaman penutup tanah yang dapat menutup sebagian besar permukaan tanah

Page 38: Laporan KTA SP

(misal dengan multiple cropping) dan penggunaan mulsa untuk mengurangi

luas lahan terbuka yang terpapar air hujan secara langsung. Lahan kebun

campuran memiliki nilai erosi yang diperbolehkan sebesar 0,087 ton/ha/th,

sedangkan pada perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai 0,3419 ton/ha/th.

Nilai tersebut jauh melebihi nilai erosi yang diperbolehkan, sehingga

memerluka tindakan konservasi. Tindakan konservasi yang tepat dengan teras

yang dibuat untuk memotong panjang lereng dan meminimalkan dampak

erosi yang terjadi, dan juga menyelingi dengan penanaman tanaman tahunan

yang dapat mengurangi erosifitas hujan.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Cara untuk mengukur (prediksi) erosi yaitu dengan menggunakan metode

USLE (Universal Soil Loss Equation). Rumus yang digunakan yaitu A =

R. K. L. S. C. P.

2. Erosi yang diperbolehkan pada tanah sawah adalah 0,945 ton/ha/tahun,

sedangkan laju erosinya sebesar 0,1527 ton/ha/tahun. Artinya bahwa pada

lokasi ini erosi yang terjadi berada pada tingkat yang aman karena sistem

budidaya dan tindakan konservasi yang digunakan sudah tepat.

3. Lahan tegalan memiliki nilai T atau erosi yang diperbolehkan sebesar

0,105 ton/ha/tahun, sedangkan nilai prediksi erosinya adalah 2,9194

ton/ha/tahun. Tindakan konservasi yang tepat adalah dengan penanaman

tanaman penutup tanah (misal dengan multiple cropping) dan penggunaan

mulsa.

4. Lahan kebun campuran memiliki nilai erosi yang diperbolehkan sebesar

0,087 ton/ha/th, sedangkan prediksi erosi diperoleh nilai 0,3419 ton/ha/th.

Tindakan konservasi yang tepat dengan teras yang dibuat untuk memotong

panjang lereng dan menyelingi dengan penanaman tanaman tahunan yang

dapat mengurangi erosifitas hujan.

B. Saran

Page 39: Laporan KTA SP

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disarankan

dalam melakukan praktikum selanjutnya yaitu dengan menganalisa dan juga

memberi penjelasan tentang macam-macam tindakan konservasi yang tepat

sesuai kondisi di lapang, dan juga mendiskusikannya dengan pelaku usaha tani

lahan tersebut.

Page 40: Laporan KTA SP

DAFTAR PUSTAKA

Aprisal 2011. Prediksi Erosi Dan Sedimentasi Pada Berbagai Penggunaan Lahan Di Sub Das Masang Bagian Hulu Di Kabupaten Agam. J. Solum 8(1): 11-18.

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ardiansyah T 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Beberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang. Agroteknologi. Vol 2(1) : 436-446

As-syakur AR 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. J. Penelitian Lingkungan Hidup 1(1): 1-11.

Arief Arifin 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta : Kanisius.

Butar 2013. Pendugaan Erosi Tanah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE. Agroteknologi. Vol 1(2)

Dariah A, Rachman A, dan Kumia U 2007. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia. J.Penelitian Tanah 1(1):1-8.

Dewi, I. Gusti Ayu Surya Utami, Ni Trigunasih, And Tatiek Kusmawati. 2013. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba.E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology) 1.1

Dewi I, Trigunasih NM, Kusmawati T 2012. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1(1): 12-23.

Fadhil M, Anthon M, dan Abdul R 2013. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Hutan dan Laan Kakao di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. J. Agrotekbis. 01 (03): 240.

Firmansyah 2007. Prediksi Erosi Tanah Podsolik Merah Kuning Berdasarkan Metode USLE di Berbagai Sistem Usaha Tani. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 10(1):20-29.

Gintings, A. Ngaloken, and Meine van Noordwijk. 2002. Pilihan teknologi agroforestri/konservasi tanah untuk areal pertanian berbasis kopi di SumberJaya, Lampung Barat.International Centre for Research in Agroforestry, Southeast Asia Regional Office.

Goro Garup Lambang 2008. Kajian Pengaruh Intensitas Hujan pada jenis Tanah Regosol Kelabu untuk Kemiringan Lereng yang Berbeda. J. Wahana Teknik Sipil. 13 (02): 95.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah.  Akademika Pressindo Jakarta.

Kartasapotra 1988. Teknologi Konservassi Tanah dan Air. Jakarta : Rineka Cipta

Karyati 2015. Parameter-Parameter Curah Hujan Yang Mempengaruhi Penaksiran Indeks Erosivitas Hujan Di Sri Aman, Sarawak. Jurnal Agrifor Volume XIV (1) : 79 – 80.

Page 41: Laporan KTA SP

Komarudin N 2008. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub daerah Aliran Sungai Cileungsi Bogor. Agrikultura. Vol 19(3)

Legowo S 2010. Pendugaan Erosi dan Sedimentasi dengan Menggunakan Model GeoWEPP. J.T. Sipil 1(1):1-13.

Lubis KS, Rauf A 2005. Indeks Bahaya Erosi Pada Beberapa Penggunaan Lahan inceptisol Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.J.I.Tanah USU 1(1):1-12.

Mantra IB 2003. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Martono 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas Diponegoro.

Nurpilihan, Amaru, Kharistya, Suryadi, Edy. 2011. Buku ajar teknik pengawetan tanah dan air. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanain Universitas Padjadjaran Bandung.

Nursa’ban 2011. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. J. Geomedi 4(2): 93-116.

Oliveira Paulo, Edson Wendland dan Mark A. Nearing 2012. Rainfall erosivity in Brazil: A review. Journal of Catena 100 : 139–147.

Ramdan H 2006. Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jatinagor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti.

Rusnam, Eri G R, dan Erich M S 2013. Analisis Spasial Besaran Tingkat Erosi pada Tiap Satuan Lahan di Sub DAS Batang Kandis. J. Teknik Lingkungan. 10 (02): 157.

Saptarini CL, Kironoto B, Rachmad Jayadi 2007. Kajian Perubahan Erosi Permukaan Akibat Pembangunan Hutan Tanaman Industri Di Areal Pencadangan Hti Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. J.Forum Teknik Sipil12(2): 486-499.

Subagyono K, S Marwanto, C Tafakresnanto, T Budyastoro dan A Dariah 2004. Delineation of Erosion Areas in Sumberjaya, West Lampung. ICRAFT: Soil Research Institute.

Suprapto 2006. Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial..Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Infrastructure and Built Environment 2(2). Press, Medan

Vadari T, Subagyono K, dan Sutrisno N 2008. Model Prediksi Erosi: Prinsip, Keunggulan, dan Keterbatasan. J. P. Ilmu Tanah 1(1): 31-45.

Veiche A 2007. The Spatial Variability of Erodibility and Its Relation To Soil Types. A Study for Northen Ghana.

Zulaeha 2012. Pengaruh Erosivitas terhadap Pengaruh Erosi di DAS Kabupaten Sinjai. Skripsi. Universitas Hasanudin.