Laporan KKN Bella

38
MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR Disusun oleh : 1. Bella Dinna Safitri 115090700111002 2. Windy Dwi Ariyanto 115090700111009 3. Melfina Roselyn Kurnia 115090707111009 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

Transcript of Laporan KKN Bella

LAPORAN KKN TEMATIK

MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINIBANJIR

Disusun oleh :1. Bella Dinna Safitri 1150907001110022. Windy Dwi Ariyanto 1150907001110093. Melfina Roselyn Kurnia 115090707111009

JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Tujuan21.3 Rumusan Masalah21.2 Manfaat2BAB II TINJAUAN PUSTAKA32.1 Pengertian Banjir dan Penyebabnya32.2 Kondisi Jakarta dan Banjir di Jakarta 82.3 Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)9BAB III PEMBAHASAN113.1 Sistem Peringatan Dini Banjir di Jakarta113.2 Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir dalam program DRR ACF MONIKA15BAB III Penutup234.1 Kesimpulan234.2 Saran23DAFTAR PUSTAKA24

i | MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan kali Grogol jebol.Hingga kini banjir pun belum berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim penghujan telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah di Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga Jakarta tidak berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini.Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka berbagai masalah penyebab banjir pun mulai muncul dari masalah sampah, curah hujan yang tinggi, peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, serapan air yang buruk, hingga pemukiman liar dan pemukiman padat penduduk. Dan warga yang terkena banjir selalu mengambil strategi sendiri untuk menanggulangi banjir ketika banjir datang ke rumah mereka.Di masa sekarang, sangat di perlukan sistem peringatan dini untuk memberikan peringatan kepada masyarakat apabila banjir akan melanda kota mereka. Sistem peringatan dini tentang banjir pada prinsipnya dimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerah endemik banjir agar dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran (magnitude) banjir yang mungkin terjadi, juga agar waktu evakuasi korban memadai sehingga risiko yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Besaran tersebut meliputi: besarnya debit puncak (peak discharge) dan waktu menuju debit puncak (time to peak discharge). Akan lebih baik lagi apabila dilengkapi dengan informasi tentang tinggi genangan yang mungkin terjadi dan di mana wilayahnya. Informasi tersebut, selanjutnya pemerintah bersama masyarakat dapat merumuskan bagaimana cara dan prosedur evakuasinya.Sistem peringatan dini tentang banjir di Indonesia sangat penting karena intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara tiba-tiba atau yang dikenal sebagai banjir bandang (flash flood), juga hujan besar umumnya terjadi pada sore sampai malam hari sebagai akibat proses orografis, sehingga terjadinya debit puncak umumnya malam hari di saat masyarakat tidur lelap.1.2 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah Early Warning System pada banjir ini adalah agar dapat mengetahui pengertian banjir, juga faktor faktor apa saja yang bisa memicu dan menyebabkan terjadinya banjir. Selain itu menjelaskan apa yang di maksud sistem peringatan dini pada banjir, juga menjelaskan pentingnya keberadaan sistem peringatan dini tersebut. Juga untuk memenuhi tugas terstruktur dari matakuliah early warning system.1.3 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari makalah Early Warning System pada banjir ini adalah:a. Apa penyebab banjir di Jakarta?b. Bagaimana aplikasi sistem peringatan dini di Jakarta, danc. Bagaimana dampak setelah adanya sistem peringatan dini.1.4 ManfaatDiharapkan dari makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai sistem peringatan dini banjir, terutama terhadap permasalahan banjir di Jakarta.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Banjir dan PenyebabnyaMenurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002), Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1. Penyebab banjir dan prioritasnya (Kodoatie, 2008).

Jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai integrated flood control and river basin management. 2.2. Kondisi Jakarta dan Banjir di JakartaWilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 (tujuh) meter di atas permukaan laut. Namun, sekitar 40 persen wilayah Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya berada 1 - 1,5 meter di bawah muka laut pasang.Secara geologis, seluruh wilayah Jakarta merupakan dataran alluvial, yang materi tanahnya merupakan endapan hasil pengangkutan aliran permukaan dan air sungai yang mengalir pada wilayah tersebut. Di samping itu juga, wilayah Jakarta terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada kurang lebih 50 meter di bawah permukaan tanah dimana bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 kilometer. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium.Selain itu Provinsi DKI Jakarta juga memiliki wilayah pesisir yang cukup luas, yaitu sekitar 155,01 km2. Wilayah ini membentang dari timur sampai barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan menjorok ke darat antara 4 sampai dengan 10 km. Wilayah pesisir Jakarta merupakan pantai beriklim panas dengan rata-rata suhu 28,50C dan rata-rata kelembaban 72 persen.Berdasarkan letaknya Kota Jakarta termasuk dalam kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Kota delta Jakarta dialiri oleh 13 aliran sungai dan dipengaruhi oleh air pasang surut. Tiga belas sungai dan dua kanal yang melewati Jakarta sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Tiga belas sungai tersebut yaitu Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Sedangkan 2 (dua) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur.Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi Jakarta adalah banjir. Banjir di Jakarta terbagi menjadi dua, yaitu banjir yang disebabkan oleh meluapnya sungai-sungai karena curah hujan yang tinggi dan banjir yang terjadi karena kiriman dari daerah hulu, yaitu Bogor. Terjadinya banjir di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi dengan optimal serta tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah. Selain itu, dibangunnya hunian pada lahan basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya pembangunan fisik menyebabkan kemampuan tanah menyerap air menjadi sangat berkurang. Hal lainnya adalah pembangunan prasarana dan sarana pengendalian banjir yang belum berfungsi maksimal. Banjir juga terjadi akibat rob yang melanda beberapa wilayah yang berada di pantai utara DKI Jakarta diantaranya Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Kalibaru, Cilincing dan Marunda.Jika dilihat historis peristiwa banjir di Jakarta, pada tahun 1980 daerah genangan Jakarta adalah seluas 7,7 km2, pada tahun 1996 seluas 22,59 km2, pada tahun 2002 adalah seluas 167,88 km2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 238,32 km2. Pada tahun 2002 daerah genangan diperkirakan mencapai sekitar 13 persen dari wilayah DKI Jakarta sedangkan pada banjir tahun 2007 sekitar 45 persen dari wilayah DKI Jakarta. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi banjir di kemudian hari, telah dipasang 34 unit early warning khususnya untuk sungai yang sering menjadi tampungan air hujan yaitu di Sungai Sunter, Sungai Cipinang, Sungai Ciliwung, Sungai Krukut, Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke.2.3 Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara umum peringatan dini yang merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam bentuk sirine, kentongan dan lain sebagainya. Namun demikian menyembunyikan sirine hanyalah bagian dari bentuk penyampaian informasi yang perlu dilakukan karena tidak ada cara lain yang lebih cepat untuk mengantarkan informasi ke masyarakat. Harapannya adalah agar masyarakat dapat merespon informasi tersebut dengan cepat dan tepat. Kesigapan dan kecepatan reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya informasi dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan peringatan dini. Semakin dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya. Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis data-data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis dan sintesis yang menuju pada keluarnya informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas data-data menjadi informasi yang tepat dan menjadi hilir yang berupa usaha agar infomasi cepat sampai di masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia, sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana sangatlah penting, mengingat secara geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah rawan bencana alam. Dengan ini diharapkan akan dapat dikembangkan upaya-upaya yang tepat untuk mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya dampak bencana alam bagi masyarakat. Keterlambatan dalam menangani bencana dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat. Dalam siklus manajemen penanggulangan bencana, sistem peringatan dini bencana alam mutlak sangat diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem peringatan dini untuk setiap jenis data, metode pendekatan maupun instrumentasinya. Tujuan akhir dari peringatan dini ini adalah masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada suatu daerah serta tertatanya suatu kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal sebagai berikut:a. Diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia,b. Meningkatkannyaknowledge,attitudedanpracticedari masyarakat dan aparat terhadap fenomena bencana, gejala-gejala awal dan mitigasinya,c. Tertatanya suatukawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana, dand. Secara umum perlu pemahaman terhadap sumberbencana.

BAB IIIPEMBAHASAN

Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan risiko. EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan.Dalam siklus bencana terdapat tahap mitigasi atau upaya pengurangan dampak negatif kejadian bencana. Di dalamnya terdapat usaha pemetaan daerah rawan dan pengembangan EWS. Pada tahap ini, sistem komunikasi melibatkan pemantauan kondisi awal, pembawa berita/informasi dan penerima (pengguna) informasi. Pemantau awal dalam EWS banjir lebih didominasi oleh petugas pemantau tinggi muka air di pintu air sungai yang berada di hulu. Petugas tersebut merupakan bagian pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum. Selain memantau tinggi muka air, mereka juga memantau kondisi curah hujan di sekitar daerah tersebut. pembawa berita atau informasi adalah orang atau institusi yang menyambungkan informasi dari pemantau ke penerima/pengguna berita, yaitu masyarakat yang rawan banjir. Pembawa informasi tersebut antara lain terdiri : Crisis Center (Satkorlak PBP), Petugas Posko Bencana (Satlak, Satgas), Lurah, Satlinmas Kelurahan, Ketua RW/RT, dan Tokoh Masyarakat. Media penyampaian informasi tersebut dapat menggunakan alat antara lain berupa Handphone (SMS), HT, Telepon, Fax, Internet dan Video Conference. EWS dapat dibedakan dalam dua jenis yakni: 1. Otomatis: Sirine, HT, kamera (CCTV). Pemberian EWS yang berteknologi kepada masyarakat ini harus disertai edukasi dan pemeliharaan dan2. Kemasyarakatan ; yakni bersifat dirancang sendiri oleh masyarakat.Komponen dalam EWS adalah: 1. Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman 2. Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan 3. Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.Dalam makalah ini dibahas studi kasus mengenai Early Warning System terhadap bencana banjir di daerah Jakarta.3.1 Sistem Peringatan Dini Banjir di JakartaPemprov DKI turut berupaya mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir pada tiap musim hujan. Telah dipersiapkan teknologi dan metode penanganan banjir yang lebih canggih di Crisis Center Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Banjir dan Pengungsi (CC Satkorlak PBP), yakni dengan pemasangan EWS, yang merupakan sistem peringatan dini terhadap bencana banjir melalui short message service (SMS) hingga ke tingkat RT atau RW, yang terintegrasi dengan CC Satkorlak PB. CC Satkorlak PB inilah yang memegang peranan dalam penanganan banjir di Jakarta. Petugas diberikan kemampuan merespons informasi dan meneruskan laporan itu ke petugas Satuan Koordinasi (Satlak) Kotamadya serta kabupaten.EWS dilakukan dengan pencatatan data curah hujan dan pengukuran ketinggian air sungai yang dilakukan secara manual maupun otomatis. Data radar telah dimanfaatkan untuk peringatan dini banjir, dengan melihat sebaran awan, volume awan, jumlah potensi uap air dari awan, prediksi intensitas dan tebal hujan, kecepatan angin, arah angin dan sebagainya. Pemerintah melalui Satkorlak PBP Propinsi DKI Jakarta telah memanfaatkan informasi pintu air sebagai salah satu informasi peringatan dini banjir selain prakiraan cuaca dari BMG. Informasi ketinggian pintu air dan prakiraan cuaca menjadi EWS yang ada di Satkorlak. Berikut ini adalah diagram alir sistem peringatan dini banjir di Jakarta :

Gambar 3.1 Sistem peringatan dini banjir di Jakarta

Namun pada penerapannya sistem tersebut perlu pembenahan terutama pada aliran informasi. EWS mempunyai prinsip kecepatan dan keakuratan informasi. Jika oleh suatu sebab kelambatan penyampaian informasi ini tidak sampai ke pengguna atau penerima terakhir yaitu masyarakat, maka masyarakat tidak siap siaga mengantisipasi datangnya ancaman banjir. Jika hal ini terjadi maka korban tidak terelakkan. Oleh karena itu pentingnya kecepatan aliran informasi penting untuk dibenahi. Keakuratan informasi terletak pada hasil pengukuran oleh stasiun pengamatan di pintu air. Telah tersedia klasifikasi tingkat siaga yang ditetapkan oleh SATKORLAK berdasarkan ketinggian muka air pada pintu air. Namun ada beberapa klasifikasi yang perlu dirubah setelah dicek di lapangan. Seperti pintu air Cipinang Hulu yang Peil (Papan Ukurnya) tidak lebih dari 200 cm, padahal pada tingkat Siaga 1 ketinggian air dapat mencapai 250 cm. Juga perbedaan versi ketinggian status normal (Siaga IV) dari SATKORLAK dan status Normal versi PU.Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari petugas pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting. Saat ini ada tujuh lokasi pengamatan mukaair (peil schall) yang turut membantu pemberitahuan bila terjadi luapan air besar di daerah hulu yaitu, Peil Schall Ciledug di daerah aliran sungai (DAS) Kali Angke, Peil Schall Sawangan di DAS Kali Pesanggrahan, Peil Schall Ciganjur di DAS Kali Krukut, Peil Schall Katulampa dan Peil Schall Depok di DAS Kali Ciliwung, Peil Schall Cimanggis di DAS Kali Cipinang dan Peil Schall Pondok Rangon di DAS Kali Sunter. Tujuh lokasi pengamatan muka air atau Peil Schall terhubung langsung dengan satu pompa, satu saringan sampah, dan 10 pintu air. Informasi ketinggian air yang dikirimkan dari peil schall ke seluruh pintu air, akan menghidupkan alat peringatan dini ke-24 daerah berpotensi banjir. Sehingga masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut dapat segera mengungsi sebelum banjir tiba. EWS dapat dilakukan secara efektif oleh penduduk, bila sistem itu mudah dimengerti dan dipahami. Manfaatnya pun bisa lebih optimal jika masyarakat memiliki pengetahuan tentang kebencanaan dengan baik. Di wilayah yang rawan bencana banjir, seperti Jakarta, EWS merupakan bagian terpenting dalam proses penanganan bencana. Dengan penerapan yang baik dan benar akan dapat melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana. Masyarakat dapat melakukan berbagai upaya penyelamatan jiwa dan harta bendanya. EWS adalah kunci menuju pengurangan risiko yang efektif. Akan menjadi efektif jika melibatkan secara aktif masyarakat, dapat dipahami serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta harus diikuti dengan sistem penanganan penyelamatan yang sistematis. Tim siaga bencana, kesiapan sarana evakuasi, tempat hunian sementara, penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar maupun pengelolaan pengungsian yang melibatkan masyarakat.EWS memiliki aplikasi dan permasalahan yang berbeda-beda. Sebagai contoh : EWS Kelurahan Kampung Melayu di dapat dari Pintu Air Katulampa. Kelurahan CBU melalui Cipinang Hulu dan Kelurahan Penjaringan melalui pintu air pasar ikan dan muara baru serta informasi dari BMKG. Salah satu permasalahan EWS yang harus dihadapi kelurahan CBU tetapi tidak dihadapi oleh Kelurahan Kampung melayu adalah sebagai berikut : 1.Sarana dan prasarana Pintu air Cipinang Hulu tidak memadai. Hal ini disebabkan oleh alat pengukur ketinggian air terbuat dari papan, menjadikannya tidak kokoh, dibuat dengan karya tangan menjadikan keterbacaannya tidak selalu maksimal serta mekanisme kerja tutup buka pintu air tidak lagi berfungsi maksimal dikarenakan faktor karat dan kurangnya perawatan. Akibatnya, Pintu Air tak berfungsi maksimal, kerentanan warga terhadap banjir menjadi sangat tinggi,2. Sampah yang kerapkali mempengaruhi ketinggian dan percepatan tingkat ketinggian air, dan3. Adanya kerancuan mekanisme penyampaian informasi. Petugas pintu air hanya bertugas memperhatikan ketinggian air dari meterannya saja dan melaporkannya ke Dinas PU Propinsi Jakarta. Kemudian Dinas terkait akan menyampaikan pada masyarakat. Hanya saja, yang terjadi adalah adanya aliran informasi yang tumpang tindih dari dan ke masyarakat yang kemudian menimbulkan persepsi yang berbeda. Kerancuan mekanisme ini disebabkan para pihak tidak mengerti mekanisme yang berlaku. Akibatnya, persiapan dan kesiapsiagaan terhadap bencana di masyarakat menjadi ricuh.3.2 Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir dalam program DRR ACF MONIKA Mulai tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) telah mengembangkan Sistem peringatan dini banjir bersama masyarakat di tiga kelurahan yakni di Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara dan Penjaringan. Peralatan EWS yang dibangun di antaranya adalah sirine, signboard, alarm/sensor air dan Monika. Monika adalah Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini dipasang di Bendungan Katulampa pada April 2008 untuk mengetahui seberapa tinggi air di bendungan Katulampa sehingga warga bisa lebih cepat mengantisipasi banjir. Dibuat oleh Bapak Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Monika ini system kerjanya melibatkan pemasangan sensor air di bendungan. Sensor ini berwarna biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat hingga siaga satu). Informasi akan masuk ke komputer yang akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas dan media massa. Pihak Kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapatkan informasi mengenai ketinggian air secara otomatis.Monika dapat mendeteksi ketinggian permukaan air secara otomatis. Pada saat permukaan air mencapai ketinggian 100 cm maka alat Monika akan mengirim SMS secara otomatis ke nomor telepon seluler petugas kelurahan di Jakarta yang disimpan di database mesin penjawab. Ketika SMS masuk diharapkan petugas kelurahan di Jakarta, akan memberikan informasi kepada warganya untuk senantiasa waspada akan datangnya banjir. Di Kelurahan Kampung Melayu, lurah, ketua RW dan RT, ketua Karang Taruna, Ketua PKK dan beberapa tokoh masyarakat adalah mereka yang telah terdaftar menerima SMS dari Monika. Alat ini dapat dipasang di semua pintu air yang sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta, dan dapat memberikan informasi kepada seluruh penduduk Jakarta karena SMS (baik yang otomatis maupun yang dengan permintaan) akan terkirim ke pemancar radio, pemancar televisi, Kecamatan, Kelurahan dan bisa diakses oleh seluruh warga Jakarta melalui telepon seluler. Penggunaan alat ini dapat membantu menyelamatkan nyawa, harta benda dan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh banjir. Dengan cepatnya informasi mengenai ketinggian air, waktu bersiap siaga menjadi lebih besar. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk dapat mempersiapkan alat-alat penyelamatan, seperti perahu karet, makanan, air bersih, pelampung, jas hujan dan lain-lain. Sayangnya, pemasangan I MONIKA tidak berfungsi lama. Penyebab utama adalah karena peralatan yang mendukung server di pintu air Katulampa mengalami kerusakan akibat tersambar petir. Kejadian ini mengkorfirmasikan bahwa penggunaan alat ini memerlukan biaya operasional, pengawasan dan perawatan. Ketika itu, pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan Monika belum siap untuk menjalankan sistem ini. ACF sendiri telah berupaya menghubungkan dengan pihak pemerintah melalui instansi terkait untuk mendukung keberlanjutan sistem Monika, namun belum ada kesepahaman tentang peran dan fungsi yang harus dijalankan untuk menjaga keberlanjutannya. Hal ini seharusnya memacu semua pihak untuk berkolaborasi bersama untuk mencari solusinya. Sampai saat ini, peralatan EWS banjir telah dipasang dan dioperasikan oleh Satlinmas di Kelurahan Kampung Melayu, CBU dan Penjaringan dengan rincian sebagai berikut: 1. Kampung Melayu : 5 signboard, 2 sirine, 2 alarm/sensor air,2. Kelurahan CBU : 7 signboard, 3 sirine, 3 alarm/sensor air, dan3. Kelurahan Penjaringan : 5 signboard dan 3 sirine.Selain itu, juga terdapat beberapa sarana pendukung seperti berikut : 1. Pengeras Suara Selain EWS, sarana pengeras suara juga dioperasikan sebagai penunjang sistem untuk menyampaikan himbauan dan pengumuman kepada warga.2. Workshop Dalam rangka optimalisasi penerapan sistem peringatan dini banjir, ACF memfasilitasi beberapa kegiatan bersama masyarakat diantaranya : a. Workshop Penyusunan Prosedur Tetap EWS Kelurahan Cipinang Besar diselenggarakan pada tanggal 12 13 Desember 2007, bertempat di BUPERTA Cibubur. Pembuatan Modelling EWS yang merupakan kajian yang dibuat berdasarkan data-data pengukuran baik itu dari ketinggian muka air, curah hujan harian, maupun ketinggian pasang-surut. Dari sistem modelling diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan masukan untuk penentuan tingkat siaga dan wilayah yang terpengaruh oleh tingkat siaga. Workshop tersebut bertujuan : 1) Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bahaya, 2) banjir dengan membenahi sistem peringatan dini yang ada,3) Membuat suatu pedoman atau langkah-langkah sistematis dalam,4) mengantisipasi datangnya bahaya banjir, dan5) Menentukan srategi dalam pengambilan keputusan kegiatan peringatan dini banjir. b. Workshop EWS Kelurahan Kampung Melayu diselenggarakan pada 4 Februari 2008, dihadiri oleh 33 orang, bertempat di Hotel Alia Matraman. Sebagai fasilitator adalah bapak Heru Joko Santoso dari Satkorlak PBP DKI Jakarta, yang menghasilkan modul prosedur tetap (Protap) EWS Kampung Melayu. Dengan workshop tersebut masyarakat di kelurahan tersebut berhasil menyusun Protap dan mencoba mengimplementasikannya dalam simulasi banjir. c. Workshop EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 5-6 Februari 2008 bertempat di bumi perkemahan Wiladatika, Cibubur. Diikuti oleh 20 orang, dalam workshop ini dihasilkan Prosedur Tetap Modul EWS Penjaringan. 3. Sosialisasi SOP/Prosedur Tetap Sistem Peringatan Dini Banjir di 3 Kelurahana. Sosialisasi SOP atau prosedur tetap EWS di Kelurahan Cipinang Besar Utara diselenggarakan pada tanggal 5 Maret 2008 bertempat di kantor Kelurahan Cipinang Besar Utara dan dihadiri oleh 76 orang dari unsur Satlinmas, staf Kelurahan, Dewan Kelurahan, RW, RT, Karang Taruna, PKK, Kali Arus dan para tokoh masyarakat di Cipinang Besar Utara. Sosialisasi berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan materi penjelasan mengenai isi prosedur tetap EWS dapat diterima semua stakeholder di kelurahan. b. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 6 Maret 2008, dengan dihadiri oleh 40 orang dari unsur Kelurahan, Dewan Kelurahan, PKK, Karang Taruna, RW, RT, Tim Marlina dan para tokoh masyarakat di Penjaringan. Acara yang terselenggara atas kerjasama Satlinmas Penjaringan dan ACF tersebut bertempat di kantor Kelurahan Penjaringan. Dalam workshop tersebut dijelaskan mengenai prosedur tetap EWS, aktor, peran yang harus dilakukan serta tanggungjawabnya. c. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS Kelurahan Kampung Melayu dilakukan pada 6 Maret 2008, bertempat di kantor kelurahan dengan dihadiri oleh 26 orang yang terdiri dari ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna, PKK, Dewan Kelurahan, Satlinmas dan FKP Pubers. Metode sosialisasi yang dilakukan adalah dengan cara diskusi. Selama berlangsungnya sosialisasi, para perwakilan dari masyarakat menyepakati isi dari prosedur tetap tersebut. Dari kegiatan-kegiatan di atas akhirnya dihasilkan Panduan berupa Prosedur Tetap yang dapat dipakai untuk kegiatan antisipasi datangnya bahaya banjir (Protap EWS). Protap ini merupakan dokumen resmi berisikan suatu tindakan-tindakan atau langkah-langkah sistematis yang disepakati bersama antara instansi atau kelompok terkait mengenai tanggung jawab masing-masing dalam suatu kegiatan yang terpadu. ProTap EWS berisikan tentang langkah-langkah dalam hal penyebaran informasi EWS dan juga respon setelah informasi tersebut diperoleh. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam FGD tersebut adalah: 1. Penambahan alat atau daya jangkau sirine di wilayah RW yang rentan. 2. Tindak lanjut sosialisasi EWS kepada masyarakat di tingkat RT-RW 3. Peningkatan kapasitas SDM di tim EWS 4. Perlunya dilakukan simulasi secara reguler.Membangun Kesepahaman Skema Peringatan Dini Banjir bersama Masyarakat Peringatan dini merupakan sebuah elemen dasar dari kegiatan pengurangan risiko banjir. Peringatan dini banjir mencakup tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat awam. Penguatan dan penyebarluasan skema atau jejaring peringatan dini banjir kepada semua unsur masyarakat di tingkat kelurahan menjadi suatu kebutuhan penting, hal inilah yang melatarbelakangi rangkaian kegiatan pertemuan dan sosialisasi yang menyepakati skema peringatan dini ancaman banjir dilakukan di tiga kelurahan (Cipinang BesarUtara, Kampung Melayu dan Penjaringan). Kegiatan ini merupakan sebuah kebutuhan hasil rekomendasi FGD anggota SATLINMAS/STPB pada tanggal 4 Juni 2009 untuk meningkatkan efektifitas sistem peringatan dini banjir. Sosialiasi jejaring informasi peringatan dini dilakukan oleh relawan dari SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan. Dalam proses pelaksanaannya relawan dituntut mampu memfasilitasi masyarakat dan menjaring ide-ide serta merumuskannya dalam satu kesepakatan bersama. Sebelum terjun ke masyarakat, sebuah pelatihan sehari pada tanggal 20 Oktober 2009 telah diberikan kepada relawan untuk meningkatkan kemampuan dalam hal teknik fasilitasi, pengetahuan EWS dan pengorganisasian masyarakat. Para relawan bertanggungjawab di wilayah kelurahannya masing-masing yang meliputi Kelurahan CBU, Kampung Melayu dan Penjaringan. Sementara pelaksanaan kegiatan telah dilakukan dimulai pada tanggal 25 Oktober 9 November 2009 dibagi menjadi tiga tahap, tahap I pertemuan besar di tingkat kelurahan, tahap II dilakukan diskusi kelompok terarah di RW-RW yang rentan banjir, dan tahap III pertemuan besar untuk menghasilkan kesepakatan akhir skema peringatan dini banjir. Tahapan ini pada kenyataannya disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi di masing-masing kelurahan.Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dari para relawan di tiga kelurahan bahwa secara umum pelaksanaan kegiatan sosialisasi sistem peringatan dini di tiga Kelurahan mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Warga menjadi tahu bagaimana alur peringatan dini banjir bekerja yang menjangkau semua lapisan masyarakat. Di samping itu ruang lingkup ancaman banjir di masing-masing kelurahan yang karakteristiknya berbeda juga menjadi poin penting yang didiskusikan bersama warga masyarakat. Peran dan fungsi SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan juga tak luput dari pertanyaan kritis warga, hal ini tentu akan menegaskan eksistensi, komitmen dan keberlanjutan organisasi tersebut di tingkat kelurahan. Sedangkan bagi para relawan sendiri proses kegiatan ini telah banyak memberikan pembelajaran baik itu bagi individu maupun bagi organisasi SATLINMAS/STPB. Bekal teknik fasililitasi dan pengorganisasian kegiatan dalam pelatihan relawan sangat membantu kami dalam kegiatan sosialisasi EWS kepada masyarakat, ungkap Darwis di Penjaringan, salah seorang relawan dari Kelurahan Penjaringan. Selain itu dengan dilakukannya sosialisasi EWS ini, peran SATLINMAS PBP dalam penanggulangan bencana di Penjaringan semakin dikenal oleh masyarakat. Selanjutnya, Pak Idris, relawan dari CBU, menyampaikan bahwa pada awalnya susah sekali memberikan pemahaman kepada warga tentang cara-cara penanggulangan bencana yang mencakup EWS, namun dengan kesabaran menggunakan berbagai cara dan ilustrasi, sedikit demi sedikit masyarakat bisa mengerti apa yang harus diperbuat sebelum, saat dan sesudah banjir terjadi. Hal penting lain mengemuka dalam forum diskusi yang disampaikan warga Kampung Melayu tentang perlunya komitmen dari individu yang masuk dalam skema peringatan dini agar bergerak cepat dalam menyebarluaskan informasi yang menjangkau seluas-luasnya warga masyarakat di sekitarnya. Hasil akhir dari proses kegiatan ini merupakan skema/jejaring peringatan dini banjir yang disepakati warga dan seluruh stakeholder di tingkat kelurahan. Skema ini kemudian akan dicetak dan disebarluaskan kepada warga agar pemahaman masyarakat terhadap hal ini semakin meningkat dan dapat menjangkau warga lebih banyak lagi. Pembelajaran dari proses pengembangan EWS Banjir bersama masyarakat EWS yang efektif harus bisa dipahami oleh masyarakat hingga kemudian dapat tertanam kesadaran yang kuat untuk menjadikannya sebagai kebutuhan bersama. EWS yang dibuat bersama masyarakat merupakan hal yang realistis dan dapat dipercaya, karena masyarakatlah yang lebih mengetahui karateristik wilayah serta kebutuhannya. Oleh karenanya, masyarakat perlu didorong untuk terus terlibat aktif dan bertanggungjawab dalam penerapan EWS termasuk dalam pemeliharaanya. Sosialisasi EWS kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait juga sangat penting, agar warga dapat memahami informasi bencana yang datang dan segera bisa mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Dengan sosialisasi tersebut, warga tidak akan merasa ditakut-takuti, melainkan ditekankan kewaspadaannya. Pemahaman masyarakat bahwa wilayahnya rawan banjir, sehingga menjadi penting pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana juga harus terus ditingkatkan. Masyarakat harus disiapkan menghadapi banjir dan meminimalisasi risiko dan dampaknya. Dengan adanya EWS sangat membantu warga untuk lebih cepat mengantisipasi ancaman banjir. Di wilayah yang rentan banjir seperti DKI Jakarta, EWS merupakan salah satu solusi wajib dalam mengurangi dampak banjir. EWS yang telah diajarkan, harus terus diterapkan dan selalu mengakomodasikan informasi yang diberikan.Dari proses pengembangan EWS banjir di atas, pada akhirnya yang diperlukan adalah kemauan dan keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam meminimalisasi risiko banjir dalam setiap kebijakan dan praktek pengelolaan sumberdaya. Hal tersebut baru bisa diwujudkan apabila masyarakat dan pemerintah memahamiprinsip dan tujuan penerapan sistem peringatan dini. Oleh karena itu, upaya strategis penguatan kapasitas masyarakat serta membangun kerjasama antar semua pihak dalam meminimalkan dampak/risiko banjir masih perlu dilakukan secara berkesinambungan.Keberhasilan perencanaan program EWS terletak pada perencanaan yang dilakukan bersama masyarakat. Sudah semustinya kebutuhan akan EWS juga berdasarkan kebutuhan dari masyarakatsehingga program menjadi efektif memenuhi kebutuhan bukan menciptakan pemenuhan dari penciptaan kebutuhan. Pelaksanaan program pun dapat akan menjadi sangat efektif. Alat-alat yang diusulkan untuk sistem peringatan dini juga berdasarkan kebutuhan dan partisipasi masyarakat sehingga mereka bisa menggunakan dengan mudah dan tidak terlalu menelan biaya. Pembelajaran pada kekurangan pekaan pada kebutuhan masyarakat terjadi pada instalasi monika I. Akibatnya, sistem MONIKA sulit dimengerti dan masyarakat tidak memiliki kapasitas dalam mengoperasikannya. Pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah jangan pernah meninggalkan masyarakat didalam perencanaan kegiatan apapun karena mereka yang tahu kebutuhan mereka dan mereka yang tahu lokasi mereka. Arifan lokal harus menjadi pertimbangan dalam pengurangan risiko bencana. Penjajakan program penting dilakukan sebelum pengimplementasian tujuan utama adalah untuk mengerti ragam konteks permasalahan mulai dari kebutuhan, kondisi sampai pengharapan komunitas yang didampingi. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kegiatan menjadi sangat penting karena dari merekalah kebutuhan sebenarnya dapat teridentifikasikan. Perlu juga dicatat bahwa kearifan lokal sangatlah penting untuk tidak diabaikan. Identifikasi bersama terhadap sistem peringatan dini seringkali menghasilkan pemilihan alat yang sesuai tidak harus selalu canggih. Melainkan, alat sederhana yang mudah dioperasikan dan terjangkau biaya operasionalnya akan menjadi sangat efektif.

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanJakarta merupakan kota endemik banjir, tetapi infrastruktur yang di bangun sudah sangat besar sehingga tidak mungkin untuk di tinggalkan. Namun, masalah banjir sudah menjadi momok yang harus di hadapi warga Jakarta setiap tahunnya dikala masuk musim penghujan. Maka dari itu, di bangunlah sistem peringatan dini yang menjadi pengingat bagi seluruh warga Jakarta ketika akan terjadi banjir. Sistem peringatan dini ini, dapat berdampak sangat baik bagi warga Jakarta. Karena sistem peringatan dini dapat meminimalisir dampak buruk pasca terjadinya bencana banjir4.2 SaranDiharapkan sistem peringatan dini di Jakarta makin baik untuk mengurangi korban, baik secara fisik dan mental tiap tahun di musim hujan.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang. 2010. Penduduk Akhir Tahun 2010 Kabupaten Malang. Malang : BPS Kabupaten Malang. Moleong Lexy J, METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, cetakan ke-26, 2009.Dewey, John. 2004.Democracy and Education. The Free Press. Hlm.14.ISBN0-684-83631-9.Direktorat Pendidikan Masyarakat, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Pelaksanaan : Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Jakarta.Djudju Sudjana. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : UNS Press.Hadari Nawawi. 2005. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan (dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.J. Salusu. 1998. Pengembangan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta : PT. Gramedia.Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia IndonesiaSugiyono, METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN R&D, Bandung : CV Alfabeta, cetakan ke-8, 2009.