LAPORAN KINERJA - Kementerian Koordinator Bidang ... · komoditas kedelai, kacang tanah, ... API...

98
LAKIP 2015 _______________________________________________________ i KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN 2015

Transcript of LAPORAN KINERJA - Kementerian Koordinator Bidang ... · komoditas kedelai, kacang tanah, ... API...

LAKIP 2015 _______________________________________________________ i

LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP

LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP

LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP

LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN KINERJA

DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN

2015

LAKIP 2015 _______________________________________________________ ii

Soal Pangan adalah Soal Hidup Matinya Bangsa!

Pidato Bung Karno pada saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas

Indonesia—kelak bernama Institut Pertanian Bogor (IPB), 27 April 1952.

Sumber: http://www.berdikarionline.com/bung-karno-soal-pangan-adalah-soal-hidup-matinya-bangsa

LAKIP 2015 _______________________________________________________ iv

Ringkasan Eksekutif --

Kedaulatan Pangan merupakan salah satu Sektor Unggulan Nasional pada

Nawacita Pemerintah Jokowi-JK yaitu pada Agenda Prioritas ke-7: Mewujudkan

Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik.

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 5

Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian memiliki peran strategis

dengan tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang

terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian. Dalam Rencana Strategis Deputi

Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015-2019, telah disusun 3 Sasaran

Strategis (SS) dan 4 Program Lintas Kerja.

Pencapaian ketiga Sasaran Strategis (SS) pada tahun 2015 menunjukkan hasil

yang menggembirakan. SS 1, yaitu terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

bidang pangan dan pertanian yang berhasil dicapai dengan predikat SANGAT BAIK

karena realisasi capaian (100%) melebihi target yang telah ditetapkan (85%). Begitu juga

dengan SS 2, yaitu terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan

pertanian, serta SS 3, yaitu terwujudnya efektivitas tata kelola pangan dan pertanian,

yang juga dicapai dengan kriteria SANGAT BAIK.

Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian, yaitu: (i) Ketersediaan

dan Stabilitas Harga Pangan; (ii) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor; (iii)

Koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian; dan (iv)

Penanggulangan kemiskinan petani. Pencapaian 4 (empat) Program Lintas Kerja tersebut

juga menggembirakan.

Produksi pangan yang capaian produksinya melebihi target adalah padi dan

bawang merah. Ketersediaan pangan mayoritas mengalami surplus kecuali pada

komoditas kedelai, kacang tanah, dan daging sapi. Adapun pergerakan harga pangan

secara year on year (yoy) menunjukkan pola yang cukup stabil. Adapun yang mengalami

LAKIP 2015 _______________________________________________________ v

penurunan di atas 1% dibanding yoy tahun sebelumnya antara lain cabai merah, cabai

rawit, minyak goreng, dan kedelai. Adapun komoditas yang cukup berfluktuatif harganya

dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang putih, telur dan daging ayam ras.

Capaian program pengembangan komoditi berorientasi ekspor untuk komoditas kelapa

sawit dan karet mengalami penurunan ekspor di tahun 2015, sedangkan teh, kakao, dan

perikanan mengalami kenaikan ekspor. Capaian program koordinasi ketersediaan sarana

prasarana pangan dan pertanian di antaranya pencetakan sawah baru seluas 23.000 ha

di Kabupaten, perluasan pertanian di lahan kering sebesar 250 ribu ha, rehabilitasi

jaringan irigasi tersier seluas 1.651.356 ha; Desa Mandiri Benih telah dimulai di 800 desa

yang tersebar di 32 provinsi; dan pendirian 897 unit dimana 703 unit sudah berjalan dan

194 unit dalam proses pemberkasan. Program penanggulangan kemiskinan petani antara

lain kegiatan pendahuluan pada Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian, dan asuransi pertanian.

Namun di tahun 2015, terjadi peningkatan jumlah petani miskin, penurunan Nilai Tukar

Petani (NTP), dan penurunan pendapatan per kapita petani yang disebabkan oleh

terjadinya fenomena el nino dan gagal panen.

Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 dalam menangani Quick Wins

Kementerian, yaitu Ketersediaan Beras dan Stabilisasi Harga Pangan juga SANGAT

BAIK. Ketersediaan beras sepanjang tahun 2015 secara umum mengalami surplus tiap

bulan kecuali pada Januari, Oktober, November, dan Desember sebagai dampak dari

fenomena el nino. Harga Pangan cukup stabil ditandai oleh inflasi bahan makanan pada

periode Januari-Desember 2015 (tahun kalender) sebesar 4,84%; lebih rendah

dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 (11,83%) dan 2014 (10,88%).

Berdasarkan capaian sasaran strategis serta program lintas kerja Koordinasi

Pangan dan Pertanian, masih perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas sinkronisasi,

koordinasi, dan pengendalian di bidang Pangan dan Pertanian terutama dalam

pencapaian program pengembangan komoditas ekspor dan penanggulangan kemiskinan

petani. Adapun sasaran strategis dan program yang sudah sesuai atau melebihi target,

diharapkan dapat terus dipertahankan.

Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan

kedepan di tahun 2016 adalah :

LAKIP 2015 _______________________________________________________ vi

a. Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12 bulan,

serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat kondisi yang

terjadi pada kementerian/lembaga terkait.

b. Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah dan

hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah ditetapkan

dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita terkait kedaulatan

pangan.

c. Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada

penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.

d. Rekomendasi yang belum terselesaikan pada tahun 2015, agar ditindaklanjuti pada

tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang sudah diselesaikan, agar

dipantau dan dievaluasi implementasinya.

e. Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan oleh

masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai

dengan target yang telah direncanakan.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ vii

Daftar Isi --

Hal.

KATA PENGANTAR

RINGKASAN EKSEKUTIF

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

iii

iv

vi

vii

viii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Umum

1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia

C. Aspek strategis

D. Isu Strategis

1

1

2

2

3

5

6

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

2.1. Rencana Strategis (Renstra)

2.2. Sasaran Strategis

2.3. Rencana Kerja (Renja) 2015

2.4 Perjanjian Kinerja (PK) 2015

2.5 Pengukuran Kinerja

8

8

9

10

11

13

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

3.1. Capaian Kinerja

A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1)

B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2)

C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3)

D. Rekapitulasi Capaian Kinerja

E. Capaian Program Lintas Kerja

a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan

b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor

c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian

d) Penanggulangan Kemiskinan Petani

3.2. Realisasi Anggaran

17

17

17

25

33

34

35

36

46

58

62

67

BAB IV. PENUTUP

LAMPIRAN

70

71

LAKIP 2015 _______________________________________________________ viii

Daftar Tabel --

Hal.

2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019

2.2 Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015

2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015

9

11

12

3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan

3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan

3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan

3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura

3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan

Pertanian

3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis

3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan

3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi

3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I

3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan

3.11. Capaian Kinerja Tian Sasaran dan Indikator Kinerja

3.12. Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013-2014

3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015

3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)

3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)

3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan

3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan

3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional

3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014

3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015

3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian

Tahun 2015

3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014

3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015

3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015

17

18

19

23

24

24

25

26

28

33

34

35

37

38

39

40

44

48

51

58

59

61

67

67

LAKIP 2015 _______________________________________________________ ix

Daftar Gambar --

Hal.

1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi

4

5

2.1. Visi, Misi, dan Tujuan 8

3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015

3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015

3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015

3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 – 2015

3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015

3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015

3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh

3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015

3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015

3.10. Pendapatan per kapita petani, 2010-2015

3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015

3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015

41

43

46

48

49

50

50

64

66

66

69

69

LAKIP 2015 _______________________________________________________ x

Daftar Singkatan --

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara NTP Nilai Tukar Petani

API Angka Pengenal Impor PAKDE Paket Deregulasi

Asdep Asisten Deputi PDB Produk Domestik Bruto

BPDP Badan Pengelola Dana Perkebunan Permentan Peraturan Menteri Pertanian

BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan Perpres Peraturan Presiden

BPS Badan Pusat Statistik PK Penetapan Kinerja

BULOG Badan Urusan Logistik PMK Peraturan Menteri Keuangan

BUMN Badan Usaha Milik Negara PP Peraturan Pemerintah

CBP Cadangan Beras Pemerintah PSO Public Service Obligation

CPO Crude Palm Oil PTT Pegawai Tidak tetap

HBKN Hari Besar Keagamaan Nasional QW Quick Wins

IHK Indeks Harga Konsumen Renja Rencana Kerja

IKU Indikator Kinerja Utama RENSTRA Rencana Strategis

IP Indeks Pertanaman RPerpres Rancangan Peraturan Presiden

K/L Kementerian/Lembaga RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

KPA Kuasa Pengguna Anggaran RPP Rancangan Peraturan Pemerintah

KUR Kredit Usaha Rakyat SRG Sistem Resi Gudang

LP2B Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan SS Sasaran Strategis

MDM Mechanically Deboned Meat UU Undang-Undang

NAMPA National Meat Processors Association yoy year on year

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 1

Bab I -- PENDAHULUAN

1.1. Umum

Ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan pangan memegang

peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik dan

keamanan nasional. Presiden Soekarno pernah berpidato bahwa Pangan

merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat

tidak dipenuhi maka “malapetaka”. Oleh karena itu, perlu usaha secara besar-

besaran, radikal, dan revolusioner. Kedaulatan Pangan menjadi agenda Prioritas

pada Nawacita Pemerintahan yaitu Sub Agenda Prioritas pada Agenda Prioritas

ke-7: Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor

Strategis Ekonomi Domestik dan menjadi salah satu Sektor Unggulan Nasional.

Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun Nomor 7 Tahun

2012, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun

2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP), maka tiap K/L wajib menyusun LAKIP sebagai wujud

pertanggungjawaban instansional yang menggambarkan tentang akuntabilitas

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah. Oleh

karena itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian perlu menyusun

LAKIP sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kinerja selama tahun 2015

dan sekaligus sebagai sumber evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja tiap unit

organisasi di bawahnya.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 2

1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

a) Kedudukan

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 tentang Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian No. 5 Tahun 2015 tentag Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator.

b) Tugas Pokok

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mempunyai tugas

menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga

yang terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian.

c) Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Deputi

Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian menyelenggarakan fungsi:

a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pangan

dan pertanian;

b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait

dengan isu di bidang pangan dan pertanian;

c. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan dan

stabilisasi harga pangan;

d. pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilisasi

harga pangan;

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 3

e. koordinasi dan sinkronisasi, perumusan, dan pelaksanaan, dan pengendalian

pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan komoditi berorientasi ekspor;

f. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan

sarana prasarana pangan dan pertanian;

g. koordinasi, sinkronisasi, dan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan

kemiskinan petani;

h. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pangan dan

pertanian; dan

i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator.

B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia

a) Organisasi

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi

Pangan dan Pertanian dibantu oleh 5 (lima) Asisten Deputi, yaitu:

1) Asisten Deputi Pangan;

2) Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan;

3) Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura;

4) Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian;

5) Asisten Deputi Agribisnis.

Asisten Deputi (Asdep) mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan

koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan

dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu

di bidang masing-masing terkait pangan dan pertanian.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, masing-masing Asdep

dibantu oleh 2 (dua) Kepala Bidang dan Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas

pokok Kepala Bidang adalah melaksanakan penyiapan bahan sinkronisasi dan

koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemantauan,

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 4

analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah dan kegiatan di bidang yang

menjadi tugasnya. Selanjutnya masing-masing Kepala Bidang didukung oleh 2

(dua) Kepala Sub Bidang dan beberapa staf/kelompok jabatan fungsional. Struktur

Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian selengkapnya

disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

Struktur di atas merupakan nomenklatur baru yang ditetapkan di tahun

2015 setelah sebelumnya bernama Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber

Daya Hayati. Susunan dan nomenklatur Eselon II juga sedikit berbeda dengan

tahun 2014, yakni (i) Kelautan ditangani unit eselon II di Kemenko Kemaritiman;

(ii) Asisten Deputi Kehutanan menjadi bagian dari Deputi lain; (iii) Asisten Deputi

Agribisnis merupakan unit Eselon II baru.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 5

b) Sumber Daya Manusia (SDM)

Jumlah Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun

2015 sebanyak 46 orang, terdiri dari 39 PNS dan 7 Pegawai Tidak Tetap (PTT).

Sedangkan berdasarkan pendidikan, S3 sebanyak 2 orang, S2 sebanyak 20

orang, S1 sebanyak 19 orang, Diploma 1 orang, dan SLTA 4 orang, sebagaimana

terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi

Struktur SDM di atas telah cukup ideal dalam mendukung tugas yang dijalankan,

meskipun dari 20 jabatan Eselon IV yang ada baru 50% (10 jabatan) terisi.

Namun, kekurangan tersebut paling tidak telah didukung oleh Pelaksana.

C. Aspek strategis

1. Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar dan sangat penting

dalam pembangunan pertanian. Indonesia dikenal sebagai pusat

keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai salah satu negara yang

memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sumberhayati berasal dari

tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000 jenis jamur, 400 jenis

tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis

tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah.

2

20 19

1

4

0

5

10

15

20

25

S3 S2 S1 D2 SLTA

1

5

11 10

14

5

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 6

2. Indonesia juga memiliki sumberdaya biofisik yang cukup beragam untuk

mendukung pengembangan pertanian antara lain adalah ketersediaan lahan,

hara, dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah,

sinar matahari yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara dan

organisme-organisme, serta setidaknya memiliki 47 ekosistem alami yang

berbeda.

3. Ketersediaan lahan yang cukup besar sangatlah potensial pengembangan

sektor pertanian. Indonesia memiliki luas daratan 191,09 juta hektar. Dari luas

daratan tersebut, sekitar 95,81 juta hektar yang potensial untuk pertanian,

yang terdiri dari 70,59 juta hektar berada di lahan kering, 5,23 juta hektar di

lahan basah non rawa, dan 19,99 juta hektar di lahan rawa.

4. Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan

merupakan potensi tenaga kerja pertanian. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta

tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumahtangga masih menggantungkan

hidupnya pada sektor pertanian.

5. Pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat, saat ini kelas menengah di

Indonesia berjumlah 45 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 135 juta pada

tahun 2030.

6. Produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar

internasional, baik produk segar maupun olahan.

D. Isu Strategis

1. Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Pangan, antara lain mengenai :

a. Penyusunan Rancangan PP Ketahanan Pangan dan Gizi yang mencakup

Cadangan Pangan Pemerintah dan cadangan Pangan

Pemerintah Daerah; Penganekaragaman Pangan dan perbaikan Gizi

masyarakat; kesiapsiagaan Krisis Pangan dan penanggulangan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 7

Krisis Pangan; Distribusi Pangan; perdagangan Pangan, Bantuan

Pangan; pengawasan; Sistem Informasi Pangan dan Gizi; dan peran serta

masyarakat.

b. Penyusunan Inpres pengadaan gabah/beras dan penyalurannya untuk

melindungi pendapatan petani

c. Cadangan Beras Pemerintah untuk stabilisasi harga

d. Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

e. Operasi Pasar Murah dan kelancaran Distribusi Barang

f. Penambahan cadangan Raskin 13 dan 14

g. Pengalihan beras komersial Bulog menjadi PSO

h. Pengendalian harga beras

i. Revitalisasi data pangan nasional (beras, jagung, daging sapi, dan Gula)

2. Pengembangan komoditas Berorietasi Ekspor, antara lain mengenai :

a. Pengembangan industri nasional berbasis karet alam

b. Pembentukan BLU Kelapa sawit untuk penyerapan CPO dan peningkatan

ekspor

c. Perhitunagn produksi kakao nasional untuk kepastian data ekspor

d. Peningkatan produktivitas Teh Rakyat dalam rangak peningkatan ekspor

teh

3. Penyediaan sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian, antara lain

mengenai :

a. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

b. Perbaikan jaringan irigasi

c. Penggunaan pupuk organik

4. Penanggulangan Kemskinan Petani, antara lain :

a. Penyempurnaan sistem dan Mekanisme Pembiayaan KUR dan asuransi

pertanian

b. Pemenuhan tenaga penyuluhan

c. Harmonisasi peraturan mengenai sistem penyuluhan nasional

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 8

Bab II -- PERENCANAAN KINERJA

2.1. Rencana Strategis (Renstra)

Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

merupakan bagian dari penjabaran dari Permenko Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2015-

2019. Renstra tersebut juga mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) sebagai turunan UU No. 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan

seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Renstra yang di

dalamnya mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian.

Visi, Misi, dan Tujuan

Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian Tahun 2015-2019 telah ditetapkan Visi, Misi, dan Tujuan sebagai

berikut:

Gambar 2.1. Visi, Misi, dan Tujuan

VISI

Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan

pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif

dan berkelanjutan di bidang Pangan dan Pertanian

MISI

1) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan di bidang pangan dan pertanian

2) Meningkatkan pengendalian pelaksanaan

kebijakan di bidang pangan dan pertanian

TUJUAN

1) Terwujudnya pertumbuhan

ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan di bidang pangan

dan pertanian

2) Terwujudnya kinerja organisasi

yang baik di bidang pangan

dan pertanian

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 9

2.2. Sasaran Strategis

Sasaran strategis yang ingin dicapai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian dalam rangka mewujudkan tujuan 1 terkait dengan“ Terwujudnya

pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan

pertanian”, akan ditunjukkan dengan dan sasaran strategis 1 dan 2 sedangkan

sasaran strategis 3 merupakan bagian dalam rangka mendukung terlaksananya

kinerja fungsi deputi dan jajaran dibawahnya, diperlukan kelengkapan

kelembagaan yang berfungsi untuk mengelola organisasi Deputi Bidang

Koordinasi Pangan dan Pertanian, baik dalam hal penyediaan sarana, prasarana,

SDM yang memadai guna menciptakan suasana kerja yang kondusif,

sebagaimana perincian sebagai berikut:

1. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan

pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan

pertanian, yaitu:

1) SS 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang pangan

dan pertanian;

2) SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan bidang pangan dan pertanian;

2. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan

kinerja organisasi yang baik di bidang pangan dan pertanian, yaitu:

3) SS 3: Terwujudnya efektivitas tata kelola kebijakan bidang pangan dan

pertanian yang baik;

Tabel 2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019

Sasaran Strategis/Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019

Sasaran Program (Outcome) 1:

Terwujudnya Koordinasi dan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 10

Sasaran Strategis/Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019

Sinkronisasi Kebijakan Pangan

dan Pertanian

Indikator

Persentase hasil rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi

pangan dan pertanian yang

diselesaikan

100

100

100

100

100

Sasaran Program (Outcome) 2:

Terwujudnya pengendalian

pelaksanaan kebijakan Pangan

dan Pertanian

Indikator

Persentase kebijakan bidang

pangan dan pertanian yang

terimplementasikan

100

100

100

100

100

Sasaran Program (Outcome) 3:

Terwujudnya efektivitas tata

kelola pangan dan pertanian

yang baik

Indikator:

Persentase partisipasi

stakeholders dalam kebijakan

pangan dan pertanian

90

90

90

90

90

2.3. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015

Rencana Kerja (RKT) merupakan penetapan rencana capaian terhadap

target indikator kinerja berdasarkan sasaran strategis/sasaran program yang telah

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 11

ditetapkan dalam Renstra. RK menguraikan program/sasaran strategis yang terdiri

dari beberapa Indikator Kinerja (IK) serta beberapa target yang harus dicapai oleh

pengemban amanah dalam hal ini pimpinan unit kerja sebagai pembuat janji.

Berikut uraian tabel Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian Tahun 2015.

Tabel 2.2. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015

Sasaran Program Indikator Kinerja Target

2015

Alokasi 2015

(juta rupiah)

Terwujudnya Koordinasi

dan sinkronisasi

kebijakan Pangan dan

Pertanian

Persentase hasil

rekomen dasi koordinasi

dan sinkronisasi

kebijakan pangan dan

pertanian yang

diselesaikan

100% 8.392

Terwujudnya

pengendalian

pelaksanaan kebijakan

Pangan dan Pertanian

Persentase kebijakan

bidang pangan dan

pertanian yang

terimplementasikan

100% 2.983

Terwujudnya efektivitas

tata kelola pangan dan

pertanian yang baik

Persentase partisipasi

stakeholders dalam

kebijakan pangan dan

pertanian

90% 225

2.4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015

Perjanjian Kinerja (PK) merupakan suatu bentuk kesepakatan kinerja yang

harus diwujudkan oleh pimpinan unit kerja atau penerima amanah sebagai janji

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 12

atau tanggung jawab kepada atasannya yang harus dicapai dalam suatu waktu

tertentu. Dokumen PK ditandatangani oleh pembuat janji (pimpinan/penerima

amanah) dan pimpinannya.

Dokumen PK nantinya akan dimanfaatkan oleh setiap pimpinan disusun

setelah ada kejelasan mengenai alokasi anggaran. Hal ini dimaksudkan agar

dokumen PK dapat disusun secara lebih realistis dengan mempertimbagkan

ketersediaan sumber dana yang nyata akan diperoleh. Dokumen PK berfungsi

sebagai alat untuk melaporkan capaian realisasi kinerja LAKIP dan sebagai acuan

target dalam menilai keberhasilan organisasi. Penetapan Kinerja dilampiri dengan

Perjanjian Kinerja.

Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian adalah terbagi ke dalam 3 sasaran program dan 3 indikator, dengan

perincian sebagai berikut :

Tabel 2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015

Sasaran Program Indikator Kinerja Target 2015

Terwujudnya Koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

Pangan dan Pertanian

Persentase hasil rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan pangan dan pertanian

yang diselesaikan

100%

Terwujudnya pengendalian

pelaksanaan kebijakan

Pangan dan Pertanian

Persentase kebijakan bidang

pangan dan pertanian yang

terimplementasikan

100%

Terwujudnya efektivitas tata

kelola pangan dan pertanian

yang baik

Persentase partisipasi

stakeholders dalam kebijakan

pangan dan pertanian

90%

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 13

2.5. Pengukuran Kinerja

Sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun

2015 adalah terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga

yang terkait isu di bidang pangan dan pertanian, dengan indikator kinerja:

Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

pangan dan pertanian yang diselesaikan.

Persentase kebijakan bidang pangan dan pertanian yang

terimplementasikan.

Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian.

Kriteria dan cara pengukuran capaian ketiga indikator kinerja tersebut di atas

dijelaskan sebagai berikut:

1. Indikator persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan

Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang

dilaksanakan pada tahun 2015 dalam rangka untuk mengatasi permasalahan

ketersediaan dan stabilisasi harga pangan, pengembangan komoditi berorientasi

eskpor, ketersediaan sarana dan parasarana pangan dan pertanian, dan

penanggulangan kemiskinan petani, dengan hasil yang dugunakan berapa persen

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 14

(%) rekomendasi yang dihasilkan dan diselesaikan sebagai dasar pengukuran

persentasi hasil rekomendasi. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi dikatakan

efektif apabila persentase rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan

pertanian yang diselesaikan. Semakin banyak rekomendasi dan sinkronisasi yang

diselesaikan dan ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga maka sasaran

strategis: “Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan Pangan dan

Pertanian” akan semakin baik.

Koordinasi diartikan sebagai kegiatan untuk menyamakan persepsi,

pemahaman dan langkah tindaklanjut pihak-pihak terkait (K/L, BUMN, Swasta)

dalam merencanakan, menyusun dan melaksanakan sebuah kebijakan di bidang

pangan dan pertanian. Dalam melaksanakan koordinasi kebijakan diperlukan

dukungan dari pihak-pihak terkait, yaitu: Kementerian Pertanian, Kementerian

Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi

dan UKM, BKPM, BPN, BPS, Pemda, BUMN, dan Swasta. Melalui rapat

koordinasi yang dilaksanakan oleh Deputi Pangan dan Pertanian,

direkomendasikan tentang langkah-langkah dan pembagian tugas serta tanggung

jawab masing-masing pihak sesuai kewenangannya untuk melaksanakan

kebijakan bidang pangan dan pertanian.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 15

Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan

dan pertanian dalam >45-100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi

yang dihasilkan.

Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 85 – 100%, artinya hasil

koordinasi sangat baik.

Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 65 – 85%, artinya hasil

koordinasi baik.

Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 45– 65%, artinya hasil

koordinasi kurang.

Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai <45%, artinya hasil

koordinasi sangat kurang.

Untuk menghitung persentase tersebut, masing-masing kegiatan rekomendasi

yang diselesaikan dibagi dengan rekomendasi yang dihasilkan, hasilnya dikalikan

100%.

2. Indikator Persentase kebijakan bidang pangan dan pertanian yang

terimplementasikan

Dalam rangka pencapaian sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi

Pangan dan Pertanian, pada tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan

pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian yang menghasilkan

sebanyak 5 rekomendasi, terdiri dari: rekomendasi kebijakan bidang pangan (1),

kebijakan Peternakan dan Perikanan (1), kebijakan bidang perkebunan dan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 16

hortikultura (1), kebijakan bidang Prasarana, Sarana Pangan dan Pertanian (1),

dan kebijakan bidang prasarana, sarana pangan dan pertanian (1). Dari

rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan koordinasi tersebut, sebanyak 5

rekomendasi (100%) sudah diimplementasikan oleh Kementerian/ Lembaga,

Pemerintah Daerah, BUMN, dan Swasta.

Capaian kinerja persentase rekomendasi yang dapat dimplementasikan

sebesar 100% sesuai dengan target sebesar 100%.

3. Indikator Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan

pertanian

Pengukuran indikator kinerja manajemen Deputi Bidang Koordinasi Pangan

dan Pertanian dalam pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi, serta pengendalian

kebijakan bidang pangan dan pertanian dilakukan dengan pengukuran partisipasi

stakeholder dalam kehadiran. Persentase partisipasi stakeholder koordinasi dan

sinkronisasi, sera pengendalian kebijakan pangan dan pertanian dalam >45-

100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi yang dihasilkan.

Berdasarkan tiga pengukuran indikator persentase hasil kinerja deputi

tersebut, selanjutnya dimasukan ke dalam rekapitulasi Capaian Kinerja Tiap

sasaran dan indikator kinerja.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 17

Bab III -- AKUNTABILITAS KINERJA

3.1. Capaian Kinerja

A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1)

Sasaran Strategis 1 (SS 1), yaitu Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan

indikator kinerja persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan. Penilaian kinerja tiap kegiatan

sebagaimana tertuang pada tabel 2.3 di Bab II.

Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada

tabel berikut:

Tabel 3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan

Capaian

(%)

(5)/(2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Koordinasi Kebijakan

Bidang Pangan5 85 8 6 120 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Peternakan dan

Perikanan

4 85 4 4 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Perkebunan dan

Hortikultura

4 85 4 4 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Sarana dan

Prasarana Pangan dan

Pertanian

3 85 3 3 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Agribisnis2 85 3 2 100 Sangat Baik

Total 18 100 22 19 106 Sangat Baik

Kegiatan Rekomendasi

dihasilkan

Kriteria

Target Realisasi

RekomendasiCapaian

(%)

Rekomendasi

diselesaikan

Pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja tiap kegiatan telah

tercapai dengan SANGAT BAIK dan melebihi target yang ditetapkan.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 18

Adapun perincian Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi tiap Kegiatan

sebagaimana dijabarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

1. Perlu penyelesaian (pembahasan)

draft RPP tentang Ketahanan

Pangan dan Gizi sebagai amanah

UU Pangan No. 18 Tahun 2012

Telah diterbitkan PP No. 17 Tahun

2015 tentang Ketahanan Pangan

dan Gizi, telah diundangkan pada

tanggal 19 Maret 2015 sebagai

amanah UU Pangan No. 18 Tahun

2012

Terselesaikan

2. Perlu penetapan (pembahasan)

draft Inpres tentang Pengadaan

Gabah/Beras dan Penyaluran Beras

oleh Pemerintah dalam rangka

melindungi tingkat pendapatan

petani (HPP), stabilisasi harga

beras, pengamanan Cadangan

Beras Pemerintah, dan penyaluran

beras untuk keperluan yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

Telah diterbitkan/ditetapkan Inpres

No 5 Tahun 2015 tentang

Pengadaan Gabah/Beras dan

Penyaluran Beras oleh Pemerintah

tanggal 17 Maret 2015

Terselesaikan

3. Perlu penguatan Cadangan Beras

Pemerintah (CBP) untuk keperluan

stabilisasi harga beras serta

bantuan sosial.

Penguatan Cadangan Beras

Pemerintah (CBP), telah dicairkan

dana sebesar Rp. 1,5 T (setara 170

ribu ton) oleh KPA Dana CBP (di

Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu).

Terselesaikan

4. Perlu segera diselesaikan draft

Perpres tentang Penetapan dan

Penyimpanan Barang Kebutuhan

Pokok dan Barang Penting sebagai

amanah UU Perdagangan No.7

Tahun 2014.

Telah diterbitkan Perpres No. 71

Tahun 2015 tentang Penetapan

dan Penyimpanan Barang

Kebutuhan Pokok dan Barang

Penting, telah diundangkan

tanggal 15 Juni 2015

Terselesaikan

5. Untuk menjaga kestabilan harga

menjelang, saat dan setelah HBKN

(Puasa, Idul Fitri dan Natal), K/L

terkait perlu memonitor secara

intensif pergerakan harga,

malaksanakan Operasi Pasar

Murah dan menjaga kelancaran

distribusi barang oleh K/L Teknis

serta keterlibatan Pemda.

Telah dilakukan monitoring harga

oleh K/L terkait (BPS, Kemendag),

Operasi Pasar Murah oleh K/L yang

dikoordinir oleh Kemendag dan

Pengaturan Distribusi Barang

dikoordinir oleh Kemenhub serta

instruksi ke Pemda oleh

Kemendagri dalam rangka

menjaga kestabilan harga

menjelang, saat dan setelah HBKN

(Puasa, Idul Fitri dan Natal)

Terselesaikan

6. Perlu penambahan 2 kali Raskin

(ke-13 dan ke-14) untuk antisipasi

dampak El Nino terhadap

Telah dilaksanakan penyaluran

tambahan 2 kali Raskin, dengan

realisasi s/d Desember 2015

Terselesaikan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 19

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

ketahanan pangan dalam rangka

menjaga tingkat daya beli di

masyarakat khususnya yang

berpendapatan rendah

terhadap pagu 1 tahun sebesar

98,17%

7. Perlu pengalihan stok beras

komersial BULOG menjadi PSO

dengan pertimbangan stok beras

yang dikuasai Pemerintah semakin

menipis dalam rangka menjaga

kestabilan harga beras

Telah dilakukan proses pengalihan

stok beras komersial BULOG

menjadi PSO namun masih

terkendala administrasi dan

payung hukum sebagai dasar

pengalihan tersebut. Akan

ditindaklanjuti di Tahun 2016

Belum

terselesaikan

8. Perlu pengadaan beras Luar Negeri

untuk memastikan kecukupan stok

akhir tahun Pemerintah di Tahun

2015 dalam rangka pengendalian

harga beras di pasaran dan

antisipasi dampak El Nino

Telah disepakati alokasi impor

sebesar 1,5 juta ton sampai

dengan Maret 2016. Per Desember

2015 terealisasi sebesar ±389 ribu

ton

Belum

terselesaikan

Tabel 3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

1. Rekomendasi hasil perhitungan

angka konsumsi dan kebutuhan

nasional produk peternakan dan

perikanan dalam rangka

pemenuhannya antara lain:

a. Angka konsumsi daging sapi

tahun 2015 diperkirakan

sebesar 2,56 kg/kapita dengan

jumlah kebutuhan 653.980 ton

dan tahun 2016 diperkirakan

2,61 kg/kapitaq dengan

kebutuhan 674.690 ton.

Telah diverifikasi dan disepakati

pemenuhan kebutuhan produk

perikanan produk peternakan dan

perikanan yaitu:

a. Ketersediaan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi daging

sapi tahun 2015 diprediksi dari

produksi dalam negeri sebesar

416.090 ton dan impor 237.890

ton, sedangkan tahun 2016

dari produksi dalam negeri

sebesar 441.761 ton dan

melalui impor sapi bakalan

kuartal I 200.000 ekor dan

kuartal II 150.000 ekor, yang

akan dievaluasi secara berkala.

Terselesaikan

b. Angka konsumsi ikan tahun

2015 diperkirakan mencapai

40,90 kg/kapita dengan

kebutuhan sebesar 10,45 juta

ton dan tahun 2016 sebesar

b. Ketersediaan ikan untuk

konsumsi tahun 2015

diprediksi dari dalam negeri

sebesar 13,16 juta ton dan

diperkirakan surplus sebesar

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 20

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

43,88 kg/kapita dengan

kebutuhan 11,35 juta ton.

2,71 juta ton untuk kebutuhan

ekspor, sedangkan tahun 2016

dari produksi dalam negeri

sebesar 15,65 juta ton dan

diperkirakan surplus sebesar

4,30 juta ton untuk

pemenuhan kebutuhan ekspor.

c. Angka konsumsi garam rumah

tangga 2,09 kg/kapita dengan

kebutuhan tahun 2015 sebesar

533.915 ton dan tahun 2016

sebesar 540.268 ton.

c. Ketersediaan garam untuk

memenuhi kebutuhan

konsumsi rumah tangga tahun

2015 dari produksi dalam

negeri diperkirakan sebesar

3,65 juta ton, dan tahun 2016

sebesar 3,98 juta ton.

Kelebihan produksi untuk

memasok kebutuhan aneka

industri dengan spesifikasi low

grade dan medium grade.

2. Tindaklanjut Regulasi dan

deregulasi di bidang peternakan

dan perikanan, yaitu:

a. Penyusunan Draft RPP tentang

Pemasukan Ternak dan Produk

Hewan Dalam Hal Tertentu

yang Berasal dari Negara atau

Zona Dalam Suatu Negara Asal

Pemasukan, sebagai amanah

Pasal 36E UU 41 Tahun 2014

tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan.

Penyelesaian draft regulasi dan

deregulasi bidang peternakan dan

perikanan yakni:

a. Telah dilakukan harmonisasi

RPP tentang Pemasukan

Ternak dan Produk Hewan

Dalam Hal Tertentu yang

Berasal dari Negara atau Zona

Dalam Suatu Negara Asal

Pemasukan, dan diusulkan

dimasukan dalam Paket

Kebijakan Ekonomi untuk

percepatan penyelesaiannya.

Terselesaikan

b. Penyusunan RPP Pulau

Karantina sesuai Amanat UU

41 Tahun 2014 tentang

Peternakan dan Kesehatan

Hewan, sebagai amanah Pasal

36E UU 41 Tahun 2014 tentang

Peternakan dan Kesehatan

Hewan.

b. Telah dilakukan pembahasan

RPP tentang Pulau Karantina,

dan diusulkan dimasukan

dalam Paket Kebijakan

Ekonomi untuk percepatan

penyelesaiannya.

c. Perlu revisi Permentan No.

139 Tahun 2014 tentang

Pemasukan Karkas, Daging,

dan/atau Olahannya ke Dalam

c. Telah diterbitkan Permentan

No. 58 Tahun 2015 tentang

Pemasukan Karkas, Daging,

dan/atau Olahannya ke Dalam

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 21

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

WNRI, untuk mengakomodir

pengaturan pemasukan daging

sapi potongan secondary cut

oleh BUMN dan BUMD dalam

rangka stabilisasi pasokan dan

harga dan periode pemasukan

dilakukan setiap 4 bulan dalam

setahun.

WNRI sebagai pengganti

Permentan 139 Tahun 2014.

d. Dalam rangka implementasi

Cetak Biru Persusuan Indonesia

diperlukan payung hukum

dalam penguatan koordinasi

Kementerian/Lembaga dalam

pengembangan persusuan

nasional.

d. Telah disusun Draft Perpres

Koordinasi Pengembangan

Persusuan Nasional, untuk

dibahas dengan

Kementerian/Lembaga dan

stakeholder terkait.

e. Perlu pengaturan penataan

kesimbangan pasar

perunggasan sehingga

peternak menjual ayam hidup

diatas harga pokok produksi

(HPP) dan konsumen

memperoleh harga yang wajar.

e. Telah disusun Draft

Permendag tentang Penataan

Keseimbangan Pasar Ayam

Ras.

f. Perlu penyederhanaan

persyaratan dokumen Gross

Akte dalam proses izin usaha

perikanan tangkap, karena

telah disampaikan pada saat

pendaftaran kapal perikanan di

Kemenhub.

f. Percepatan revisi Permen. KP

No. 30 Tahun 2012 jo. Permen.

KP No. 57 Tahun 2014 tentang

Usaha Perikanan Tangkap di

Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia

(WPPNRI).

g. Diperlukan dukungan

keringanan bea masuk guna

peningkatan daya saing

industri peralatan penunjang

perikanan dalam investasi

usaha hilir perikanan

g. Usulan revisi PMK Nomor 132

Tahun 2015 tentang

Penetapan Sistem Klasifikasi

Barang dan Pembebanan Tarif

Bea masuk Atas Barang Impor,

terkait pembebanan bea

masuk terhadap barang:

Aluminium dan tembaga untuk

komponen cold storage

dikategorikan seperti logam

mulia; Elektronik kompresor

dikategorikan barang

elektronik; dan Nylon bahan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 22

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

baku jaring ikan dikategorikan

barang tekstil.

3. Tindaklanjut kebijakan di bidang

peternakan dan perikanan, yaitu:

a. Peningkatan Produksi DOC FS

ayam ras terjadi kelebihan

sehingga perlu dilakukan

inventarisasi dan verifikasi data

populasi GGPS, GPS dan PS

ayam ras perusahaan

perunggasan

Telah dikeluarkan kebijakan di

bidang peternakan dan perikanan

a. Kementan telah menetapkan

kebijakan cutting ayam PS

broeler dari target 6 juta ekor,

dilakukan secara bertahap dan

terealisasi sebanyak 2 juta ekor.

Terselesaikan

b. Perlu dilakukan fasilitasi

perusahaan konsorsium

produsen ayam dengan

Asosiasi NAMPA bersama K/L

terkait untuk memverifikasi

kemampuan produksi dan

suplai MDM serta kebutuhan

MDM dari anggota Asosiasi

NAMPA.

b. Telah diperoleh kesepakatan

awal antara para pihak bahwa

perusahaan konsorsium

produsen ayam ras melalui

ARPUIN akan mensuplai MDM

ayam untuk memenuhi

permintaan anggota NAMPA,

dengan harga jual MDM 0,9

dari harga ayam hidup di

kandang.

c. Perlu dilakukan penetapan

alokasi impor 2015, karna

berdasarkan hasil penelaahan

kebutuhan garam untuk

Industri Aneka Pangan

spesifikasi high grade sebesar

397.207 ton.

c. Disepakati penetapan alokasi

impor garam untuk Industri

Aneka Pangan tahun 2015

sebesar 397.000 ton, dalam

rangka pengendalian impor

garam.

d. Perlu percepatan implementasi

Sistem Resi Gudang untuk

komditi rumput laut dalam

rangka stabilisasi harga

rumput laut sehingga industri

pengolahan rumput laut

memperoleh bahan baku yang

wajar.

e. Bappebti Kemendag telah

penerapan Sistem Resi

Gudang (SRG) untuk komoditi

rumput laut melalui pilot

project di Makassar sebagai,

yang bekerjasama antara

Bappebti Kemendag dengan

Asosiasi Rumput Laut (ARLI)

dengan menggunakan 2

gudang milik anggota ARLI

4. Usulan kebijakan bidang

peternakan dan perikanan, yaitu:

a. Perlu ditetapkan pulau kecil

sebagai pulau karantina untuk

Tindaklanjut usulan kebijakan

terkait bidang peternakan dan

perikanan, yakni:

a. Kementan mengusulkan Pulau

Terselesaikan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 23

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

tindakan karantina maksimal

bagi sapi indukan asal impor

dari negara atau zona bebas

penyakit PMK.

Naduk, Provinsi Bangka

Belitung sebagai Pulau

Karantina untuk proses

pentetapan lebih lanjut.

b. Perlu dilakukan penyusunan

Roadmap Swasembada Garam

Nasional 2015-2019, dalam

rangka peningkatan kualitas

produksi garam untuk

memenuhi konsumsi dan

aneka industri.

b. Draft Roadmap Swasembada

Garam Nasional 2015-2019,

penyelesaiannya telah

diserahkan kepada Kemenko

Bidang Kemaritiman, dengan

memperhatikan Surat Seskab

No.B-397/Seskab/8/2015

tanggal 5 Agustus 2015.

Tabel 3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

1. Pengembangan industri nasional

berbasis karet alam

Telah disusun regulasi

pengembangan proyek prioritas

industri ban, pengaspalan jalan-

jalan nasional dengan bahan

campuran karet, dan

pembangunan infrastruktur

pendukung dari hulu sampai hilir.

Terselesaikan

2. Penghitungan angka produksi

kakao secara terintegrasi

Telah disusun tim penghitung

produksi kakao yang terdiri atas

K/L dan asosiasi terkait guna

melakukan penghitungan angka

produksi kakao dengan

metodologi yang disepakati

bersama.

Terselesaikan

3. Tercukupinya pasokan gula untuk

konsumsi langsung

Telah disusun neraca kebutuhan

gula dan upaya peningkatan

kapasitas gula berbasis tebu.

Terselesaikan

4. Perbaikan tata niaga cabe, bawang,

dan rempah

a) Telah disusun lokasi

penanaman yang mendekati

sentra konsumen, penanaman

di musim kering basah, serta

membangun kemitraan

dengan industri pengolah

untuk komoditi cabe dan

bawang.

b) Peningkatan akses

pengelolaan rempah dari hulu

sampai hilir.

Terselesaikan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 24

Tabel 3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

1. Percepatan Penetapan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B) secara numerik dan spasial

Draft Inpres tentang Percepatan

Penetapan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan dan Penundaan Alih

Fungsi Lahan Sawah

Terselesaikan

2. Percepatan perbaikan jaringan

irigasi

Rehabilitasi jaringan primer

sekunder seluas 486.000 ha

Perbaikan jaringan irigasi tersier

seluas 1.651.356 ha

Terselesaikan

3. Peningkatan penggunaan pupuk

organik

Draft kebijakan pengembangan

dan penggunaan pupuk organik

Terselesaikan

Tabel 3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis

No. Rekomendasi Tindak Lanjut Status

1. Rekomendasi Penyempurnaan

Sistem dan Mekanisme

Pembiayaan KUR dan Asuransi

Pertanian

Menyusun grand design kredit

pembiayaan pertanian

Terselesaikan

2. Perlunya harmonisasi UU No. 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah dengan UU 16 tahun 2006

tentang Sistem Penyuluhan

Nasional

Penerbitan Perpres sebagai

turunan UU 23/2014 agar ada

kejelasan Fungsi dan Kelembagaan

Penyuluh di 3 (tiga) Kementerian

dapat diakomodir

Terselesaikan

3. Pemenuhan tenaga

pendamping/penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan melalui

mekanisme yang tidak

bertentangan dengan undang-

undang

Menyusun Perpres tentang

Pengangkatan Tenaga Penyuluh

Kontrak menjadi Penyuluh ASN

(PNS dan PPPK)

Terselesaikan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 25

B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2)

Sasaran Strategis 2 (SS 2), yaitu Terwujudnya pengendalian pelaksanaan

kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan

indikator kinerja persentase (%) kebijakan bidang pangan dan pertanian yang

terimplementasi.

Pengendalian pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui kegiatan

monitoring dan evaluasi, kunjungan kerja dan kunjungan lapangan untuk melihat

efektivitas pelaksanaan rekomendasi yang telah dilaksanakan. Dari hasil

monitoring dan evaluasi kemudian dilakukan analisis pelaksanaan kebijakan.

Berdasarkan hasil analisis kebijakan bahwa keberhasilan capaian kinerja pada

pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian sangat baik.

Adapun pencapaian kinerja pengendalian masing-masing kegiatan

ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan

Capaian

(%)

(5)/(2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Koordinasi Kebijakan

Bidang Pangan1 85 1 1 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Peternakan dan

Perikanan

1 85 1 1 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Perkebunan dan

Hortikultura

1 85 1 1 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Sarana dan

Prasarana Pangan dan

Pertanian

1 85 1 1 100 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Agribisnis1 85 1 1 100 Sangat Baik

Total 5 100 5 5 100 Sangat Baik

Kegiatan Rekomendasi

dihasilkan

Kriteria

Target Realisasi

RekomendasiCapaian

(%)

Rekomendasi

terimplementasi

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 26

Rekomendasi terimplementasi dapat kami rinci sebagai berikut:

Tabel 3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi

No. Rekomendasi Tindak Lanjut

1. Perlu deregulasi terkait Permendag No.19 Tahun

2014 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.

Telah diterbitkan Permendag

No. 103 Tahun 2015 yang

ditetapkan tanggal 8 Desember

2015.

2. Perlu revisi Permentan No. 139 Tahun 2014 tentang

Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke

Dalam WNRI, untuk mengakomodir pengaturan

pemasukan daging sapi potongan secondary cut oleh

BUMN dan BUMD dalam rangka stabilisasi pasokan

dan harga dan periode pemasukan dilakukan setiap 4

bulan dalam setahun.

Telah diterbitkan Permentan

No. 58 Tahun 2015 tentang

Pemasukan Karkas, Daging,

dan/atau Olahannya ke Dalam

WNRI sebagai pengganti

Permentan 139 Tahun 2014.

3. Perlunya Permendag yang merevisi Permendag No.

19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Perubahan Kelima

Atas Keputusan Menteri Perindustrian Dan

Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang

Ketentuan Impor Gula, untuk menghilangkan

rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan

perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres),

sebagai debirokratisasi dengan mengawasi impor

gula berdasarkan performance perusahaan,

penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait,

rakortas. Mekanisme akan diatur di revisi Permendag.

Telah diterbitkan Permendag

No. 117 Tahun 2015 tentang

Ketentuan Impor Gula

4. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No.

16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor

Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-

DAG/PER/6/2015, untuk menghilangkan IT

hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor

Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin.

Telah diterbitkan Permendag

No. 71 Tahun 2015 tentang

Ketentuan Impor Produk

Hortikultura

5. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No. 54

Tahun 2015 tentang Verifikasi Atau Penelusuran

Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO), dan

Produk Turunannya, untuk menambah cakupan

pemeriksaan Surveyor sebagai acuan bea keluar,

sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai

dintegrasikan dengan pemeriksaan Surveyor, dan

pemeriksaan kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat

konfirmasi untuk kepentingan bea keluar semata

serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua

kali pemeriksaan fisik yang menjadi kendala

kelancaran ekspor CPO.

Telah diterbitkan Permendag

No. 90 Tahun 2015 tentang

Verifikasi atau Penelusuran

Teknis terhadap Ekspor Kelapa

Sawit, CPO, dan Produk

Turunannya

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 27

Rekomendasi hasil kinerja pengendalian di atas juga masuk dalam

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI khususnya JILID I. Deregulasi yang terkait

dengan tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sebanyak 39

regulasi (10 regulasi baru berupa rekomendasi kebijakan kelapa sawit dan biodisel

dan 29 deregulasi lainnya). Untuk regulasi kelapa sawit telah dikeluarkan berupa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang

Penghimpunan Dana Perkebunan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan

Kelapa Sawit. Peraturan tersebut telah terimplementasikan berupa terbentuknya

BPDP Kelapa Sawit. Sejak terbentuknya BPDP kelapa sawit pada Juni 2015 telah

terkumpul dana sebesar 6,6 Triliun (28 Desember 2015), dan telah disalurkan

untuk mandatory biodisel (B15) baru 465 miliar.

Paket deregulasi pemerintah dalam rangka merespon pelambatan

perekonomian global dan menata fundamental kebijakan untuk perbaikan

perekonomian nasional, yang berdampak pada jatuhnya harga komoditi pangan

dan pertanian, maka pemerintah telah mengambil langkah-langkah nyata

melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui berbagai paket

kebijakan ekonomi.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian lebih banyak terkait pada

paket ekonomi tahap I dari seluruh paket kebijakan ekonomia tahap I s.d VIII.

Paket kebijakan ekonomi tahap I difokuskan pada kebijakan fiskal, moneter,

finansial, dan dan sektor riil, dengan menderegulasi sebanyak 134 peraturan,

dimana 116 harus selesai di bulan September, 10 di bulan Oktober, dan 8 PP

harus selesai di bulan Desember, dengan perincian sebagai berikut:

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 28

Tabel 3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I

Deregulasi Paket I dari jumlah 134 deregulasi tersebut yang terkait

dengan Deputi Pangan dan Pertanian sebanyak 29 deregulasi terbagi ke dalam:

a) Kemudahan Investasi 5 (3 RPP, 2 Permen), Efisiensi Industri 2 (2 Permen),

Kelancaran Perdagangan 15 (3 RPP, 10 Permen, 2 Perka), Kepastian Bahan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 29

Baku Sumber Dalam Negeri 7 (1 PP, 1 Perpres, 5 Permen), dengan perincian

sebagai berikut :

a. Kemudahan Investasi

1) PP yang melaksanakan UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura,

untuk memberikan grandfather clause bagi investasi perkebunan

hortikultura.

2) PP yang merevisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar.

3) RPP Usaha Wisata Agro Hortikultura.

4) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, untuk merubah pasal 14 yang

mewajibkan divestasi kepada koperasi pekebun setempat.

5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang

Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

b. Efisiensi Industri

1) Pencabutan Permenperin No. 35/2015 tentang Perubahan atas

Permenperin No. 87/2013 tentang Pemberlakuan SNI minyak goreng sawit

secara wajib untuk membatalkan kewajiban penjualan minyak goreng

dalam kemasan dengan tujuan fortifikasi.

2) Revisi PMK No. 176/2009 dan Permenperin No. 19/2010 untuk

menghilangkan persyaratan rekomendasi dalam rangka pemberian faslitas

bea masuk bagi restrukturisasi/pengembangan industri serta multi tafsir

pada kata “dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan

bahan untuk keperluan produksi …”.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 30

c. Kelancaran Perdagangan dan Logistik :

1) RPP tentang Otoritas Veteriner.

2) RPP tentang perubahan kedua atas PP Nomor 10 tahun 2010 tentang tata

cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

3) RPP tentang Perubahan Kedua Atas PP nomor 24 Tahun 2010 tentang

Penggunaan Kawasan Hutan.

4) Permendag yang menghilangkan kewajiban verifikasi surveyor (LS) dalam

persyaratan ekspor Beras berdasarkan Permendag No. 19/M-

DAG/PER/3/2014, sebagai debirokratisasi perizinan ekspor, karena sudah

diawasi dengan SPE Beras dan tidak memerlukan penelitian laboratorium.

5) Permendag yang merevisi Permendag No. 54 Tahun 2015 tentang

Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO),

dan Produk Turunannya, untuk menambah cakupan pemeriksaan Surveyor

sebagai acuan bea keluar, sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai

dintegrasikan dengan pemeriksaan Surveyor, dan pemeriksaan

kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat konfirmasi untuk kepentingan bea

keluar semata serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua kali

pemeriksaan fisik yang menjadi kendala kelancaran ekspor CPO.

6) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang

Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perindustrian Dan

Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula,

untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan

perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres), sebagai debirokratisasi

dengan mengawasi impor gula berdasarkan performance perusahaan,

penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait, rakortas. Mekanisme

akan diatur di revisi Permendag.

7) Permedag yang merevisi Permendag No 67/M-DAG/PER/11/2013 jo

Permendag No 10/M-DAG/PER/1/2014, untuk menghilangkan

SKPLBI/SPKPLBI sebagai izin penggunaan label berbahasa Indonesia

menjadi pengawasan dengan sistem post audit di pasar dalam negeri.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 31

8) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang

ketentuan impor dan ekspor beras, untuk menghilangkan rekomendasi

Kemenperin dalam impor beras kebutuhan industri.

9) Permendag yang merevisi Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang

Ketentuan Impor Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-DAG/PER/6/2015, untuk

menghilangkan IT hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor

Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin.

10) Permendag yang merevisi Permendag No. 528/MPP/7/2002 tentang

Ketentuan Impor Cengkeh, untuk menegaskan perizinan online dan

menghilangkan persyaratan API dalam pengajuan perizinan.

11) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 39/Permentan/SR.140/7/2015

tentang Pendaftaran Pestisida, untuk meningkatkan pengawasan dan

memperberat sanksi peredaran pestisida.

12) Permentan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Syarat, tata Cara dan Standar

Operasional prosedur pemberian rekomendasi teksnis izin usaha di bidang

pertanian dalam rangka penanaman Modal.

13) Permenhub yang merevisi Permenhub nomor 32 tahun 2015 tentang

Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang

diangkut dengan pesawat udara, untuk memberikan perlakuan prioritas

untuk ekspor produk hortikultura (sayur, bunga, buah).

14) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2013 tentang

Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia

15) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang

Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan

Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 32

d. Kepastian Bahan Baku Sumber Dalam Negeri

1) RPP Pemasukan Ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu yang

berasal dari negara asal pemasukan atau zona dalam suatu negara asal

pemasukan.

2) Perpres yang merevisi Perpres 172 tahun 2014 tentang Perubahan ketiga

atas Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan / Jasa Pemerintah,

untuk memasukan benih hortikultura melalui pengadaan langsung.

3) Permendag yang merevisi Permendag 39 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun untuk memberikan

kemudahan pengadaan impor waste paper, skrap baja, dll sebagai bahan

baku industri, sebagai deregulasi untuk memberikan kelancaran bahan

baku industri.

4) Permendag yang mencabut Permendag No. 61/2004 Tentang

Perdagangan Gula Antar Pulau (Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 334 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan

Menteri Perindustrian, untuk mengatasi kendala kelancaran arus barang.

5) Permentan yang merevisi Permentan No.2 Tahun 2014 tentang Produksi,

Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina, untuk mempersingkat alur benih

yang terlalu panjang akan menghambat penyediaan logistik benih.

6) Permentan yang merevisi Permentan Nomor

139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging,

dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, untuk

memperluas negara asal impor sebagai bahan baku kebutuhan industri

dalam negeri.

7) Permendag yang merevisi Permendag No. 58/2012 ttg Ketentuan Impor

Garam; Permenperin No. 134/2014 tentang Roadmap Garam Industri,

untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 33

C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3)

Sasaran Strategis 3 (SS 3), yaitu Terwujudnya efektivitas tata kelola

pangan dan pertanian yang baik. Pencapaian SS tersebut diukur dengan indikator

kinerja persentase (%) partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan

pertanian.

Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada

tabel berikut:

Tabel 3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan

Rata-rata

Peserta yang

dihadir

Capaian (%)

(4)/(3)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Koordinasi Kebijakan

Bidang Pangan90 25 30 120 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Peternakan dan

Perikanan

90 25 30 120 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Perkebunan dan

Hortikultura

90 25 30 120 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Sarana dan

Prasarana Pangan dan

Pertanian

90 20 25 125 Sangat Baik

Koordinasi Kebijakan

Bidang Agribisnis90 25 30 120 Sangat Baik

Total 90 120 145 121 Sangat Baik

Kegiatan Kriteria

Realisasi Rata-rata

Peserta yang

diundang

Target

Capaian

(%)

Tabel di atas memperlihatkan bahwa tata kelola kebijakan pangan dan

pertanian sudah berjalan efektif yang ditunjukkan dengan kriteria SANGAT BAIK

pada masing-masing Kegiatan. Capaian ini diharapkan akan terus dipertahankan

pada tahun-tahun mendatang untuk kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan

tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 34

D. Rekapitulasi Capaian Kinerja

Berdasarkan pengukuran kinerja tiap kegiatan di atas, maka Capaian

Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 selengkapnya disajikan pada

tabel berikut:

Tabel 3.11. Capaian Kinerja Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja tahun 2015

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

Capaian

(%)

Realisasi

Capaian

(%)

Kriteria

Terwujudnya

Koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

Pangan dan Pertanian

Persentase hasil

rekomedasi koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

pangan dan pertanian yang

diselesaikan

100 106 Sangat Baik

Terwujudnya

pengendalian

pelaksanaan kebijakan

Pangan dan Pertanian

Persentase kebijakan

bidang pangan dan

pertanian yang

terimplementasikan

100 100 Sangat Baik

Terwujudnya efektivitas

tata kelola pangan dan

pertanian yang baik

Persentase partisipasi

stakeholders dalam

kebijakan pangan dan

pertanian

90

121 Sangat Baik

Tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian sasaran

strategis yang telah ditetapkan dalam penetapan kinerja dengan realisasinya.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian kinerja Deputi

Bidang Kooordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 dinyatakan “sangat baik”

(pencapaian lebih dari 85%) dan melebihi target yang ditetapkan.

Perkembangan capaian kinerja Deputi mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Hal ini sebagaimana diunjukkan pada capaian kinerja Deputi Tahun

2013-2014, seperti dalam Tabel berikut :

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 35

Tabel 3.12 : Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013 dan 2014

Indikator Kinerja

2013 2014

Target Realisasi Persentase

Capaian Target Realisasi Persentase

Capaian (%)

Tingkat (Indeks) Efektivitas Koordinasi Perencanaan dan Penyusunan Kebijakan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati

4 4,65 116,25 4 5 125,00

Persentase (%) Rekomendasi Koordinasi yang dapat diimplementasikan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati

85% 92,86% 109,25% 100% 100% 100,00

Tingkat (Indeks) Efektivitas Pelaksanaan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati

4 4,05 101,05 4 5 125,00

E. Evaluasi Capaian Kinerja

Penjabaran tugas Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah

dituangkan dengan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama masing-

masing. Selain itu, sesuai penugasan yang tertuang pada Perpres Nomor 8 Tahun

2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Permenko

Nomor 11 Tahun 2015 tentang Renstra Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, arah kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

juga ditekankan pada Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian,

yaitu:

a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan;

b) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor;

c) Koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian; dan

d) Penanggulangan kemiskinan petani.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 36

Capaian makro masing-masing Program Lintas Kerja di atas, dapat digambarkan

sebagai berikut:

a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan

Dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan, maka

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi

Pangan dan Pertanian) hampir setiap minggu/bulan mengadakan Rapat

Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan Stabilisasi Pangan yang dipimpin oleh

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Upaya ketersediaan dan stabilitas

harga pangan dilakukan juga dalam rangka mencapai Quick Wins (QW) Kemenko

Bidang Perekonomian yang terkait tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Pertanian, yaitu “Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Beras.” Secara garis besar

capaian makro ketersediaan dan stabilitas harga pangan sebagai berikut:

Produksi Pangan Utama

Secara umum produksi komoditi pangan utama mengalami pertumbuhan

selama 2014-2015. Namun, tingkat produksi beberapa komoditi tersebut masih

belum mencapai target yang diharapkan. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di

bawah ini, produksi beberapa komoditi pangan utama terus menunjukkan

pertumbuhan positif selama periode 2014–2015. Namun, realisasi produksi

beberapa komoditi masih belum mencapai target yang diharapkan.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 37

Tabel 3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015

(juta ton)

Target Capaian Target Capaian Pertum-

Produksi Produksi Produksi Produksi buhan6)

2014 2014 2015 20155) 2014-2015

1. Padi1) 70,24 70,85 73,44 74,99 5,84

2. Jagung2) 19,00 19,00 20,54 19,83 4,37

3. Kedelai3) 1,00 0,95 1,29 0,98 3,16

4. Gula 2,97 2,63 3,10 2,72 3,42

5. Daging Sapi4) 0,46 0,39 0,48 0,41 5,23

6. Cabai 1,89 1,87 2,12 2,01 7,41

7. Bawang Merah 1,00 1,23 1,01 1,26 2,51

KOMODITAS

Sumber: Kementerian Pertanian dan BPS (diolah)

1)GKG,

2) Pipilan Kering (PK),

3) Biji kering,

4) meat yield sapi lokal,

6) pertumbuhan 2014-2015,

PJK: ARAM II 2015

Ketersediaan Pangan

Secara umum, ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2015

sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Pada umumnya, sebagian besar

komoditi mengalami surplus, terdapat beberapa komoditas yang mengalami

defisit, yaitu: kedelai, kacang tanah, dan daging sapi.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 38

Tabel 3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)

Sumber: Kementerian Pertanian

*) Perkiraan ketersediaan berasal dari produksi, untuk beras, gula pasir dan minyak goreng tidak memperhitungkan stok awal tahun. **) Perkiraan kebutuhan sudah termasuk kehilanggan pada saat proses produksi dan distribusi

Ketersediaan Beras

Prognosa ketersediaan beras bulanan pada tahun 2015 seperti yang

terlihat pada Tabel di bawah, umumnya mengalami surplus. Adapun bulan yang

mengalami defisit antara lain Januari, Oktober, November, dan Desember. Defisit

di akhir tahun disebabkan oleh el nino yang mengakibatkan beberapa daerah di

Indonesia mengalami kekeringan dan puso.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 39

Tabel 3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)

Sumber: Kementerian Pertanian *) Kebutuhan beras nasional dihitung sebesar 124,89 kg/kap/th;

Pergerakan Harga Pangan

Secara year on year, perkembangan harga pangan pokok terlihat pada

tabel di bawah, di mana sebagian besar komoditas mengalami kenaikan yoy

(periode Desember 2015 dibanding Desember 2014) lebih tinggi dibandingkan yoy

tahun sebelumnya, kecuali: telur ayam, ikan kembung, beras umum, terigu,

kedelai, minyak goreng, cabai rawit, dan cabai merah.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 40

Tabel 3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan

Des'13 Des'14 Des'15*) Des'14 vs Des'13 Des'15 vs Des'14

Bawang Merah 31.190 18.456 29.095 (40,83) 57,65

Bawang Putih 14.416 17.340 25.519 20,28 47,17

Telur Ayam 17.079 19.473 22.150 14,02 13,75

Daging Ayam Ras 28.153 29.195 33.160 3,70 13,58

Daging Sapi 94.742 100.127 110.899 5,68 10,76

Ikan Bandeng 28.262 30.569 33.776 8,16 10,49

Gula Pasir 11.500 11.856 13.092 3,09 10,43

Beras Termurah 8.739 9.568 10.533 9,49 10,09

Ikan Kembung 27.941 32.067 34.713 14,77 8,25

Beras Umum 11.076 12.210 13.217 10,23 8,25

Tempe 11.433 11.538 12.454 0,91 7,94

Terigu 7.865 9.567 9.694 21,64 1,33

Kedelai 10.464 11.539 11.344 10,27 (1,69)

Minyak Goreng 12.292 12.788 12.205 4,04 (4,56)

Cabai Rawit 25.953 74.777 34.648 188,12 (53,67)

Cabai Merah 38.621 74.761 32.914 93,58 (55,97)

KomoditasRata-rata Harga (Rp) Perubahan (Persentase)

Sumber: BPS (diolah)

Pergerakan harga komoditas pangan tiap bulan menunjukkan pola yang

cukup stabil, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Rata-rata kenaikan harga

pangan per bulan pada umumnya masih di bawah 1%. Komoditas yang cukup

berfluktuatif harganya dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang

putih, telur dan daging ayam ras. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pasokan karena

sifatnya musiman dan mudah rusak (perishable).

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 41

Gambar 3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015

BERAS UMUM BERAS TERMURAH

MINYAK GORENG CURAH MINYAK GORENG KEMASAN

KEDELAI TEMPE

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 42

Sumber: BPS (diolah)

BAWANG MERAH BAWANG PUTIH

CABE MERAH CABE RAWIT

IKAN BANDENG IKAN KEMBUNG

Sumber: BPS (diolah)

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 43

Perkembangan Inflasi

Inflasi merupakan indikator yang menggambarkan perubahan positif harga

atau lebih tepatnya Indeks Harga Konsumen (IHK), Sebaliknya, perubahan negatif

IHK disebut deflasi. Bahan dasar penyusunan diagram timbang (bobot) IHK

adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH) atau Cost of Living Survey yang dilakukan

BPS, mencakup paket komoditas nasional sebanyak 859 barang/jasa sebagai

dasar perhitungan inflasi.

Pada grafik berikut digambarkan perkembangan inflasi umum dan inflasi

volatile food dari tahun 2011-2015. Terlihat bahwa inflasi sangat berfluktuatif

mengikuti dinamika kebijakan ekonomi yang ada. Pergerakan inflasi pada awal

tahun 2015 terlihat lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya, namun inflasi

April dan Mei 2015 terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama

tahun 2013 dan 2014.

Gambar 3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015

Bila kita agregasi, angka inflasi 2015 masih lebih rendah dibandingkan

tahun 2013 dan 2014. Sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini, inflasi tahun

kalender 2015 (Januari-Desember) sebesar 3,35%, lebih rendah dibandingkan

inflasi tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi tahunan (year on year) 2015

sebesar 3,35% (target inflasi 2015 sebesar 4%±1% tercapai), juga masih lebih

rendah dibandingkan inflasi tahunan (yoy) 2013 dan 2014 masing-masing sebesar

8,36% dan 8,38%.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 44

Tabel 3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan

Inflasi 2013 2014 2015

Umum

Tahun Kalender (Jan-Des) 8,38 8,36 3,35

Des thd Des (yoy) 8,38 8,36 3,35

Bahan Makanan

Tahun Kalender (Jan-Des) 11,83 10,88 4,84

Des thd Des (yoy) 11,83 10,88 4,84

Sumber: BPS (diolah)

Inflasi pangan/bahan makanan juga menunjukkan hal yang sama. Angka

inflasi pangan 2015 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dan 2014.

Sebagaimana terlihat pada tabel di atas, inflasi bahan makanan pada periode

Januari-Desember 2015 (tahun kalender) sebesar 4,84%; lebih rendah

dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi pangan

tahunan (year on year) tahun 2015 sebesar 4,84%, juga lebih rendah

dibandingkan inflasi pangan tahunan (yoy) 2013 dan 2014.

Sumbangan/andil komoditas per bulan terhadap inflasi nasional

sebagaimana ditampilkan pada tabel di bawah ini. Andil komoditas pangan

terhadap inflasi nasional umumnya masih di bawah 0,05. Beberapa komoditi

memberikan andil cukup tinggi (lebih dari 0,05), yaitu telur ayam ras, daging ayam

ras, cabai merah, dan bawang merah.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 45

Tabel 3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional

No. Komoditi Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Juni‘15 Jul'15 Agt'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15 Des'15

A. Bahan Makanan 0,12 (0,32) (0,16) (0,15) 0,28 0,33 0,40 0,19 (0,23) (0,22) 0,07 0,65

1 Beras 0,07 0,11 0,09 (0,20) (0,04) 0,02 0,00 0,06 0,08 0,03 0,02 0,03

2 Minyak goreng 0,00 0,00 0,00 (0,01) 0,00 0,01 0,00 0,00 (0,02) 0,00 (0,01) 0,00

3 Daging sapi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00

4 Daging ayam ras 0,09 (0,03) (0,08) 0,01 0,06 0,06 0,08 0,08 (0,13) (0,07) 0,02 0,07

5 Telur ayam ras 0,07 (0,02) (0,07) (0,01) 0,04 0,05 0,00 0,03 (0,01) (0,04) 0,01 0,07

6 Tepung terigu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

7 Cabe rawit (0,06) (0,09) (0,01) (0,01) 0,01 0,00 0,03 0,05 (0,20) (0,07) 0,00 0,04

8 Cabe merah (0,22) (0,28) (0,09) (0,01) 0,10 0,06 0,08 0,01 (0,09) (0,13) 0,00 0,17

9 Bawang merah 0,02 (0,01) 0,10 0,06 0,03 0,00 0,00 (0,08) (0,04) 0,02 0,00 0,14

10 Bawang putih 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01

11 Tomat Sayur 0,01 (0,01) (0,02) 0,01 0,01 (0,01) 0,00 (0,02) 0,00 0,00 0,01 0,01

12 Kentang 0,00 0,00 (0,01) (0,01) 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01

13 Jeruk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

14 Tempe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

15 Ikan Segar 0,08 0,00 (0,04) (0,02) 0,02 0,02 0,09 (0,01) 0,00 0,00 (0,01) 0,04

16 Ikan Diawetkan 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

B.

Makanan Jadi,

minuman, rokok,

dan tembakau

0,11 0,07 0,09 0,08 0,08 0,09 0,09 0,11 0,07 0,07 0,08 0,09

1 Gula Pasir 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Sumber : BPS (diolah)

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 46

b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor

1) Kelapa Sawit

Harga CPO kelapa sawit pada tahun 2015 ini cenderung mengalami

penurunan, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dalam rangka untuk

menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit, sebagai salah satu industri strategis

nasional, yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,

penciptaan lapangan kerja serta mendukung terwujudnya ketahanan energi

nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk

mengatasi berbagai kondisi global termasuk mengatasi neraca perdagangan

negara.

Gambar 3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015

Dalam rangka mengatasi permasalahan CPO tersebut, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian melakukan diskusi Publik Kelapa Sawit dengan

seluruh stakeholdernya secara terus menerus, yang akhirnya menghasilkan 10

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 47

paket kebijakan, yang telah di press rilis oleh Bapak Menko Perekonomian, pada

tangal 15 Juni 2015, di Graha Sawala, yaitu :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang

Penghimpunan Dana Perkebunan.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2015 tentang

Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

3. Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang khusus

untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan

mengeluarkan Dana yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan dan

dikonsulatasikan dengan Menteri PAN.

4. Penunjukan Komite Pengarah, Dewan Pengawas dan Eksekutif dari BLU yang

akan menjalankan BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

5. Peraturan Menteri ESDM yang mengatur penggunaan Bahan Bakar Nabati

yang mengharuskan penggunaan biodiesel di dalam campuran solar, atau

mandatori biodiesel B-15.

6. Tarif Pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya diusulkan oleh

Menteri Perindustrian dan dibahas antar kementerian di bawah koordinasi

Menko Perekonomian. Pungutan berkisar antara US$10, US$20, US$30,

US$40 dan US$50 per ton.

7. Harmonisasi antara Pungutan dengan Bea Keluar dilakukan untuk

memperkuat instrumen fiskal guna mendorong pencapaian program hilirisasi

industri sawit dan di sisi lain dapat mendukung kebijakan mandatori biodiesel

serta pengembangan sektor perkebunan yang lestari dan berkelanjutan.

Adapun penyesuaian Pungutan dan Bea Keluar diatur oleh Peraturan Menteri

Keuangan.

8. Peraturan yang mengatur sanksi administratif dan denda bagi pelaku usaha

yang tidak melaksanakan aturan-aturan tersebut.

9. Badan Pengelola berkoordinasi dengan Kementerian Perdaganagan untuk

menunjuk surveyor dalam melakukan verifikasi atau penelusuran teknis sesuai

dengan perundang-undangan.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 48

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

1980 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi CPO (000 ton) Ekspor CPO (000 ton)

10. Mandatori pembelian biodiesel dikoordinasikan antara Badan Pengelola Dana

Perkebunan Kelapa Sawit dengan Kementerian ESDM dan Pertaminam

sehingga proses pengadaan mandatori dapat berjalan dengan baik

Capaian Kinerja Kelapa Sawit

Produksi kelapa sawit dimulai pada tahun 1980 dan ekspor CPO juga

sudah dimulai pada tahun tersebut dari produksi 721.000 ton telah diekspor 503

ton, sejak tahun itu terus berkembang ekpor CPO dan turunannya. Namun pada

tahun 2015 terjadi gejolak harga CPO, sehingga dari produksi CPO tahun 2015

diperkirakan sampai dengan akhir tahun hanya dapat diekspor sebesar 18 juta

ton, atau turun dari tahun 2014 yang lalu. Namun dengan turunnya ekspor,

pemerintah telah mengambil kebijakan untuk memanfaatkan CPO sebagai

biodisel, sebagaimana paket kebijakan yang telah dikeluarkan diatas.

Gambar 3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 - 2015

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 49

2) Teh

Produksi teh dunia setiap tahun mengalami peningkatan, namun

sebaliknya produksi dan luasan teh di Indonesia mengalami penurunan, hal ini

disebabkan antara lain tanaman teh milik rakyat sudah ada sejak jaman belanda

dan belum diganti, harga pucuk yang semakin turun, kualitas rendah, konversi

kebun teh ke komoditi lain, upah buruh dan transportasi yang semamin tinggi.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sejak tahun 2012

sampai saat ini telah mengkoordinasikan untuk penyelamatan agribisnis teh,

melalui program rehabilitasi tanaman the rakyat. Perkembangan luas areal dan

Produksi Teh Indonesia sejak tahun 2000-2014, adalah sebagai berikut:

Gambar 3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 50

Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015

Perkembangan Ekspor Teh Indonsia

Negara tujuan ekspor Teh Indonesia antara lain: Inggris, Jerman, Belanda, Rusia,

Amerika, Jepang, Timur Tengah, Afrika, Australia dan Negara lainnya.

Gambar 3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 51

Tabel 3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014

3) Kakao

Industri hilir kakao di dalam negeri diproyeksikan menyerap 750-800 ribu

ton biji kakao pada 2015-2016. Produksi biji kakao nasional pun diharapkan

mencapai 1 juta ton tahun yang sama dari 500-600 ribu ton pada 2012. Dengan

gerakan kako berkelanjutan, produksi biji kakao Indonesia diharapkan dapat

mencapai 1 juta ton pada 2015-2016. Kapasitas produksi industri hilir kakao di

dalam negeri mampu menyerap 750-800 ribu ton, selebihnya untuk pasar ekspor.

Saat sekarang, konsumsi kakao olahan di dalam negeri baru 60-70 ribu ton per

tahun dan diproyeksikan mencapai 150 ribu ton dalam 3-4 tahun ke depan.

Tahun 2014 produksi kakao nasional sebanyak 709.331 ton, sedangkan

pada tahun 2015 luas areal kakao seluas 1.764.260 hektar (angka sementara)

dengan jumlah produksi 661.243 ton (angka sementara). Produksi kakao nasional

didominasi oleh perkebunan rakyat (95,41%), melibatkan petani secara langsung

sebanyak 1,64 juta KK. Data dikumpulkan dari seluruh Kabupaten penghasil

kakao, direkapitulasi oleh Dinas Perkebunan Provinsi, dan kemudian menjadi data

primer Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 52

Indonesia produsen ke-3 kakao dunia (0.43 juta ton), Pantai Gading (1.3),

Ghana (0.74). Produksi kakao 2014 sekitar 700 ribu ton. Target produksi kakao 1

juta ton cukup berat karena harga sedang rendah. Sentra produksi kakao

sebagian besar 60% berada di Sulawesi dan Sumatera, mayoritas (>95%) kakao

kebun rakyat, penguasaan lahan 1 hektar atau kurang. Produktivitas kakao masih

dalam kategori rendah, yakni 500 kg/ha, amat jauh dari potensinya yaitu 1,5

ton/ha. Sebagian besar kakao Indonesia untuk pasar ekspor Eropa dan Amerika

Serikat.

Sebagian besar pohon kakao menua (20 tahun), varietas lokal, sedikit

hibrida dan somatic embryogeneis. Daya serang penyakit pod borer (PBK) dan

penyakit layu (VSD = vascular streak dieback) yang mulai mewabah. Hasil survai

di Sulawesi Selatan, sebagian besar petani kakao memanen cukup sering, yaitu

setiap dua minggu (41%) dan setiap minggu (31%). Petani tidak melakukan

fermentasi, karena harga kakao kering dinilai lebih penting (79%) dibanding kakao

fermentasi (19%). Petani memperoleh informasi harga di tingkat desa (49%),

kabupaten (52%), provinsi (10%) dan harga dunia (3%).

Sebagai salah satu upaya promosi di dalam negeri, pada tanggal 16-20

September 2015 telah diselenggarakan Hari Kakao Indonesia di Yogyakarta.

Gubernur DIY dalam sambutannya sangat mendukung peningkatan produktivitas

tanaman kakao dari 500 kg biji kakao per ha menjadi 2 ton per ha, yang mampu

meningkatkan pendapatan petani seiring pengembangan industri olahan makanan

dan minuman cokelat, selaras dengan program Pemprov DIY yang sedang

mengembangkan Desa Kakao di Gunungkidul dan Kulon Progo. Pengusaha

industri kecil dan menengah cokelat juga perlu memperbaiki tampilan kemasan.

Sentuhan kreativitas dapat menambah daya tarik produk. Sebagai contoh, inovasi

cokelat monggo telah mampu meningkatkan omzet produknya walau masih di

dalam negeri, namun produksinya terus meningkat hingga sekitar 300 kg per hari.

Sejak tahun 2010 Kementerian Perindustrian telah mencanangkan

kebijakan pengembangan industri pengolahan kakao melalui program hilirisasi.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 53

Salah satu kebijakan pemerintah adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji

Kakao. Pemberlakuan BK Biji Kakao sejak tahun 2010 telah berhasil mengurangi

ekspor biji kakao, dimana ekspor kakao pada tahun 2014 sebesar 333.678 ton

turun menjadi 233.095 ton (angka sementara) pada tahun 2015.

Ekspor kakao olahan Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tahun 2013 ekspor kakao olahan sebesar 196,3 ribu ton meningkat menjadi

sebesar 242,2 ribu ton pada tahun 2014 atau mengalami peningkatan sebesar

23,3%. Namun di sisi lain masih terdapat kenaikan impor biji kakao, pada tahun

2014 sebesar 109,4 ribu ton mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan

tahun 2013 yang hanya sebesar 30,7 ribu ton. Data ini menunjukkan adanya

kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri, sehingga diperlukan upaya

peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi

tanaman kakao.

Beberapa tantangan yang harus diselesaikan antara lain:

1. Kepercayaan investor yang rendah (risiko politik, credit rating yang rendah,

diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah,

penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, dan tingginya korupsi).

2. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah,

hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktek-praktek bisnis

tidak etis dan lemahnya corporate governance.

3. Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing

dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah,

produktivitas menyeluruh yang rendah)

4. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak

paten dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya

telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih

teknologi, kurang ahli teknologi informasi).

5. Rendahnya kapasitas petani dari aspek pengetahuan, keterampilan, sikap

maupun permodalan. Rendahnya kualitas SDM petani mengakibatkan petani

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 54

tidak mampu mengatasi masalah usaha taninya antara lain petani tidak

merawat kebun kakao dengan baik dan petani tidak melakukan proses pra dan

pasca panen dengan baik. Pada akhirnya, hal tersebut berpengaruh pada

rendahnya produktivitas dan rendahnya pendapatan dan kesejahteraan para

petani

6. Rendahnya nilai mutu kakao Indonesia di pasar internasional yang disebabkan

oleh hama dan umur tanaman yg sudah sangat tua. Di pasar dunia terutama

Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman

yang tinggi, rendahnya senyawa precursor flavor, dan rendahnya kadar lemak,

sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup

tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia.

Beberapa rekomendasi untuk menjawab tantangan, antara lain:

1. Program gerakan kakao berkelanjutan sebagai lanjutan dari gerakan nasional

kakao, untuk meningkatkan produksi dan kualitas kakao nasional. Peningkatan

produksi dapat dilakukan melalui perluasan lahan tanaman kakao, yang

dicanangkan 450 ribu hektar, yang bukan saja terkonsentrasi di wilayah

Sulawesi saja tetapi ke beberapa wilayah lainnya seperti wilayah Sumatra,

Nusa Tenggara Barat, Bali dan Papua. Program ini mempunyai tiga kegiatan

yaitu peremajaan tanaman kakao, rehabilitasi lahan dan insentifikasi melalui

pemberian bantuan kepada petani berupa bibit unggul, pupuk dan sarana

produksi lainnya.

2. Peningkatan mutu produk kakao dengan fermentasi, mengingat fermentasi bijih

kakao akan menghasilkan nilai tambah kakao lebih tinggi, sehingga diharapkan

dapat terus ditingkatkan seiring dengan berkembangnya pemanfaatan kakao

untuk bahan baku berbagai produk olahan, maupun untuk pasar ekspor.

3. Pengenaan tarif bea Keluar, untuk mengurangi ekspor dalam bentuk bijih

kakao, dan lebih mendorong ekspor dalam bentuk olahan.

4. Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi

merupakan langkah peningkatan daya saing, termasuk dalam akses perbankan

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 55

dan fasilitas investasi permesinan dan pengolahan yang akan dapat

meningkatkan kakao dan produk-produk turunannya.

5. Peningkatan infrastruktur seperti sarana jalan dan pelabuhan merupakan hal

yang sangat penting guna mendukung kegiatan industri dalam negeri.

Dukungan dana APBN sebesar lebih dari 5 persen khusus pengembangan

infrastruktur diperlukan guna percepatan dan pengembangan infrastruktur

dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain terus dilakukan

peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high cost) dalam

kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor. Termasuk pengadaan resi gudang

di daerah-daerah sentra kakao untuk menampung kakao yang siap ekspor

pada saat panen raya.

6. Peningkatan kompetensi petani kakao sebagai faktor utama dalam kegiatan

produksi, dengan penyuluhan, kursus maupun pelatihan, sehingga diharapkan

dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus

tercapainya efisiensi.

7. Peningkatan produksi, penggunaan metode penghitungan angka produksi

kakao yang tepat, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna

meningkatkan daya saing kakao Indonesia. Disisi lain terus dilakukannya

penelitian dan pengembangan (research and development) kakao dan produk

berbahan kakao nasional.

4) Karet

Ekspor beberapa komoditas andalan Indonesia termasuk karet sedang

mengalami penurunan. Turunnya ekspor karet tercatat dalam data Direktorat

Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, hingga Juni 2015 tercatat 1.303.590

ton, atau turun 3,1% dari periode yang sama di 2014 sebesar 1.345.210 ton. Pada

kuartal I-2015, produksi karet Indonesia turun 7,3% menjadi 777.000 ton, dari

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 838.000 ton, sementara pada

periode Januari-Juni 2015, produksi karet Indonesia tercatat 1.617.500 ton.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 56

Produsen utama karet dunia adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, dan

Vietnam. Data hingga Agustus 2015 produksi karet Indonesia turun 7,3%,

Thailand masih bisa tumbuh 15,5%, Malaysia turun 0,4% sedangkan Vietnam

masih bisa tumbuh 20% dibanding triwulan I-2014. Harga karet turun dalam 3

tahun terakhir, dari USD 4,61 /kg pada tahun 2011 menjadi USD 1,29 /kg per

Oktober 2015. Melambatnya perekonomian Tiongkok, Amerika Serikat dan

Jepang, menyebabkan permintaan mereka terhadap karet alam menjadi

berkurang. Munculnya Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos, yang

memproduksi karet menjadikan meningkatnya pasokan dunia (over supply).

Penyerapan industri dalam negeri baru sekitar 18% dari produksi nasional

(sekitar 500.000 ton), sehingga Indonesia masih tergantung dengan ekspor, yang

sebagian besar dalam bentuk crumb rubber. Sebagai negara terbesar kedua

penghasil karet, penurunan harga karet dunia memukul Indonesia karena 85%

produksi dihasilkan dari kebun rakyat yang menjadi tulang punggung bagi 2 juta

kepala keluarga atau sekitar 10 juta jiwa. Dengan harga internasional berada pada

kisaran USD 1,29 /kg, harga karet pada tingkat petani menjadi sekitar Rp.3.000-

Rp.5.000 /kg.

Dalam rangka menyelamatkan petani karet, dan menurunnya permintaan

negara importir, timbul gagasan berupa domestic demand creation, yang bertujuan

untuk menyerap kelebihan pasokan karet alam dunia. Apabila penyerapan industri

nasional dapat ditingkatkan maka ketergantungan terhadap pasar ekspor dapat

dikurangi, serta harga akan menjadi lebih stabil. Hal ini merupakan bagian dari

kesepakatan 3 Negara Anggota ITRC (Thailand, Indonesia, dan Malaysia) pada

Ministerial Meeting di Kuala Lumpur bulan November 2014.

Berdasarkan perhitungan awal, ditargetkan dapat menambah penyerapan

karet alam dalam negeri sebesar 100.000 ton / tahun. Produk-produk berbasis

karet alam lainnya yang dapat dikembangkan di dalam negeri antara lain karpet

untuk sapi (cow mat), genteng karet, paving blok, bearing bangunan anti gempa,

penguatan tebing, kasur lateks, dan benang karet. Prioritas lain dapat berbentuk

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 57

pengembangan karet untuk keperluan khusus seperti bidang kesehatan, otomotif,

dan elektronik. Sedangkan industri barang modal dapat berupa ban pneumatic,

ban luar dan ban dalam, ban vulkanisir ukuran besar (giant vulcanised tyre untuk

pesawat dan offroad), serta barang karet untuk keperluan industri dan komponen

otomotif.

Proyek lain yang dapat menyerap karet dalam jumlah banyak adalah

pembangunan jalan-jalan nasional. Badan Litbang Kementerian PU-Perumahan

Rakyat ingin mengembangkan aspal karet secara bertahap dengan kandungan

5%-15%. Saat sekarang masih dalam skala laboratorium, dan akan segera

dilakukan uji coba. Sebagai exercise, harga karet alam Rp.20.000/kg sebagai

pengganti aspal, sedangkan harga aspal Rp.10.000/kg. Apabila kadar aspal karet

6% dengan kandungan 5% latek atau 7% karet alam padat, maka optimum yang

dapat dicapai dengan asumsi 1 ton campuran, akan menghasilkan 46 m2 dengan

tebal lapisan 5 cm (tebal minimum), sehingga dalam setiap 1 m2 pengaspalan

ruas jalan akan digunakan 3 kg lateks cair atau 4,2 kg karet alam padat. Dalam

rangka meningkatkan penyerapan karet alam oleh industri dalam negeri yang

sudah berjalan, dibutuhkan payung hukum apabila terdapat selisih harga karet

dalam negeri lebih tinggi dibanding dengan karet impor, sehingga pemerintah

dapat melakukan intervensi maupun subsidi.

5) Perikanan

Pertumbuhan rata-rata volume ekspor hasil perikanan dari tahun 2009

sampai tahun 2014 adalah sebesar 6,94%. Komoditas yang berkontribusi paling

dominan sebagai komoditi ekspor adalah udang dan lobster, tuna dan cakalang,

Total volume ekspor udang dan lobster pada tahun 2009 sebesar 151 ribu ton

sedangkan pada tahun 2014 mencapai 196 ribu ton. Volume ekspor komoditi tuna,

tongkol dan cakalang pada tahun 2009 sebesar 132 ribu ton dan meningkat pada

tahun 2014 menjadi 206 ribu ton.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 58

Tabel 3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015

Rincian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**

Volume Ekspor

(juta ton)

0,88 1,10 1,16 1,23 1,26 1,27 0,51

Nilai Ekspor

(US $ 1.000)

2.466.202 2.683.831 3.521.091 3.853.658 4.181.857 4.641.913 2.016.473

Sumber: BPS dan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2014.

Keterangan : *angka sementara, ** data sampai Bulan Juni

Pertumbuhan rata-rata nilai ekspor hasil perikanan tahun 2009 sampai

2014 adalah sebesar 3,80 persen per tahun. Pada tahun 2009 nilai ekspor hasil

perikanan sebesar US $ 2,5 miliar meningkat menjadi US $ 4,6 miliar pada tahun

2014. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan rata-rata nilai ekspor

per tahun beberapa komoditi utama ekspor, seperti: udang, lobster serta tuna dan

cakalang. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 31,2%

yaitu dengan nilai sebelumya pada tahun 2010 US $ 2,6 menjadi US $ 3,5 pada

tahun 2011.

c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional guna tercapainya

ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, pada tahun 2014 Presiden

mencanangkan pencapaian kedaulatan pangan dalam salah satu nawacitanya.

Salah satu Program Prioritas Pemerintah (Nawacita) yang berkaitan dengan

penyediaan prasarana dan sarana pangan dan pertanian adalah cita ke tujuh.

Adapun capaian dari masing-masing kementerian terkait sebagaimana pada tabel

di bawah ini.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 59

Tabel 3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian

Tahun 2015

No. Nawacita Kementerian Pertanian Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan

Kementerian

Agraria dan Tata

Ruang

Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan

Rakyat

1 Perluasan 1 juta ha

sawah baru

Proses pencetakan

sawah di 12 kabupaten

seluas + 23.000 ha

Alokasi HPK seluas +10.000

ha di kabupaten Merauke.

Dari hasil identifikasi lahan

yang sesuai seluas +

417.728 ha

Pembangunan jaringan

irigasi seluas 150.000 ha

2 Perluasan

pertanian lahan

kering 1 juta ha di

luar Jawa

Perluasan tanaman

hortikultura,

perkebunan dan

tanaman hijau

makanan ternak di

lahan kering 250 ribu

ha dalam proses

Alokasi HPK yang sesuai

untuk tebu di Kalimantan

seluas + 42.059 ha, di NTT

seluas + 14.129 ha, dan

untuk sawit di daerah

perbatasan seluas + 20.730

ha

3. Rehabilitasi 3 juta

ha jaringan irigasi

Rehabiliatsi jaringan

irigasi tersier seluas

1.651.356 ha

Rehabilitasi jaringan

primer sekunder seluas

486.000 ha

4 1.000 desa mandiri

benih

Telah dimulai di 800

desa yang tersebar di

32 propinsi

5 Reforma Agraria 9

juta ha

Telah dilakukan identifikasi

kawasan hutan yang akan

dilepaskan dan didapatkan

yang potensial untukTORA

seluas + 4.419.040

Legalisasi asset

sebanyak

107.150 bidang

6 1.000 desa

pertanian organik

Pendirian 897 unit

UPPO dimana 703 unit

sudah berjalan dan 194

unit dalam proses

pemberkasan UPPO

7. Pembangunan 49

waduk baru

Telah dilelang

pembangunan 13 waduk

dan sudah tanda tangan

kontrak 10 waduk

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 60

Pemerintah telah menetapkan cetak sawah seluas 2 juta hektar, kebijakan

ini dilakukan dalam rangka untuk mengimbangi pengurangan alih fungsi lahan

sawah yang terjadi secara terus menerus dan meningkat otomatis. Alih fungsi

lahan pertanian (sawah) menjadi non pertanian pada dasarnya terjadi akibat

kompetisi adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian

dan sektor non pertanian, persaingan itu muncul karena akibat fenomena ekonomi

dan sosial yakni keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan ekonomi.

Meningkatnya kelangkaan lahan sebagai akibat meningkatnya

pertumbuhan jumlah penduduk, dan dibarengi dengan meningkatnya permintaan

lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi

dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang

makin meningkat. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya kebutuhan pangan

(beras), yang mana pada tahun 2020 dan 2025 kebutuhan beras masing-masing

sebanyak 39,13 juta ton dan 41,12 juta ton akibat meningkatnya jumlah penduduk

sebanyak 271,07 juta jiwa (tahun 2020) dan 284,81 juta jiwa (tahun 2025). Di sisi

lain luas lahan sawah makin menurun dan diperkirakan untuk memenuhi

kebutuhan beras untuk jumlah penduduk pada tahun 2020 dan 2025 diperlukan

luas lahan sawah seluas 9,24 juta ha dan 9,77 juta ha, sehingga diperlukan

tambahan atau perluasan lahan sawah seluas 1,11 juta pada tahun 2020 dan 1,64

juta ha tahun 2025 sedangkan luas lahan baku sawah tahun 2012 adalah seluas

8,13 juta ha (BPS, 2013)

Bentuk perlindungan lahan untuk pertanian guna terjaminnya

keberlanjutan produksi pangan untuk memenuhi ketahanan dan kedaulatan

pangan nasional telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2009

tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Namun

UU 41/2009 beserta 4 (empat) Peraturan Pemerintah turunannya belum dapat

diterapkan secara efektif karena sampai saat ini belum ada kabupaten/kota yang

menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara numerik dan spasial.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 61

Dari 492 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, baru 192 kabupaten/kota yang

telah menetapkan LP2B (39%) dan semuanya hanya dalam bentuk numerik saja.

Selain disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang

makin meningkat, titik kritis ketahanan pangan atau tantangan usaha dalam

pemenuhan jaminan kebutuhan pangan juga disebabkan oleh menurunnya

ketersediaan air untuk produksi pertanian akibat kerusakan infrastruktur irigasi

dimana dari total jaringan tersier yang ada 3.518.227,75 ha (49,24%)

dikategorikan rusak. Adapun jaringan tersier yang rusak tersebut 950.745,6 ha

(27,02%) merupakan kewenangan pusat, 552.737 ha (15,71%) merupakan

kewenangan propinsi dan 2.014.745,15 ha (57,27%) merupakan kewenangan

kabupaten/kota.

Tabel 3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014

Pembangunan 1.000 desa pertanian organik juga merupakan salah satu

sasaran dalam nawacita. Sejak tahun 20078 Kemenetrian Pertanian telah

melakukan kegiatan penyediaan alat pengolahan pupuk organik (APPO), rumah

kompos/Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RP3O), dan Unit

Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Namun sampai saat ini pengembangan

penggunaan pupuk organik masih menghadapi berbagai kendala. Pertama, pupuk

organik diperlukan dalam jumalh besar sehingga menimbulkan kesulitan dalam

pengangkutan dan penggunaannya. Kedua, komposisi hara dalam pupuk organik

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 62

relatif rendah dan sangat bervariasi sehingga manfaatnya bagi tanaman baru

tercapai dalam jangka panjang. Ketiga, sumber bahan untuk pupuk organik sangat

bervariasi sehingga kualitas pupuk organik yang dihasilkan juga bervariasi.

Keempat, harga pupuk organik yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan

harga pupuk anorganik.

d) Penanggulangan Kemiskinan Petani

Koordinasi dan sinkronisasi perumusan penanggulangan kemiskinan

petani yang telah dilakukan antara lain berupa kegiatan pendahuluan seperti

pendekatan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian petani yang dikoordinir, dan

rencana pengangkatan penyuluh kontrak menjadi penyuluh ASN (PNS dan

PPPK). Selain itu juga adanya program asuransi pertanian (saat ini masih terbatas

pada tanaman padi) dapat juga menanggulangi kemiskinan petani. Kegiatan yang

dilakukan dalam melaksanakan hal tersebut melibatkan Koordinasi dan

Sinkronisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.

Pendekatan BUMR dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah

dengan cara memberikan good practices dalam bercocok tanam berdasarkan

daya dukung/kesesuaian lahan dan iklim atau cuaca di tempat menanam. Selain

itu juga terjadinya integrasi sistem informasi antara hulu dan hilir serta

diterapkannya paradigma bisnis dan skala ekonomi dalam pengelolaannya.

Pendekatan BUMDes dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan

cara mengelola dana bantuan pemerintah untuk dijadikan modal bagi Gabungan

Kelompok Tani (GAPOKTAN) setempat untuk akses modal dalam kegiatan usaha

pertanian dengan bunga kecil/lunak yaitu 2% untuk 10 kali cicilan selama 10

bulan, adapun bagi petani miskin diberikan kelonggaran 20 kali cicilan selama 20

bulan. Hal tersebut tentunya akan sangat membantu petani miskin dalam

melakukan usaha dibandingkan dengan pinjaman umum ke Bank konvensional

dengan bunga sebesar 19-22% ataupun bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang

bunganya 9-12%. BUMDes dalam pengelolaan usaha pertanian juga dibantu

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 63

dengan adanya gudang pupuk sehingga petani tidak pernah mengalami kesulitan

pupuk. Pendekatan pengangkatan tenaga penyuluh kontrak menjadi penyuluh

ASN dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan cara menyediakan

tenaga pendamping bagi petani agar produktivitas pertanian dapat tercapai

dengan baik, target kedaulatan pangan tercapai, dan kesejahteraan petani

meningkat.

Rekomendasi terkait koordinasi dan sinkronisasi perumusan

penanggulangan kemiskinan petani ke depannya adalah dengan cara melibatkan

petani dari hulu ke hilir, baik dari aspek budidaya, pengolahan, saprodi,

pemasaran, dan kegiatan penunjang lainnya. Karena selama ini petani hanya

berkecimpung dalam aspek budidaya saja dan belum pada aspek agribisnis

lainnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu juga perlu dipikirkan

segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk pertanian yang dihasilkan petani

serta jaminan pasar dan harga komoditas dari pemerintah. Pada aspek

pengolahan misalnya petani dapat menggunakan bantuan pemerintah untuk

membeli alat pascapanen agar kualitas hasil panen dapat terjaga dan dapat

disimpan dalam jangka waktu lama, seperti menggunakan alat pengering hasil

pertanian, cold storage (sistem pendingin), ataupun dapat melibatkan ibu-ibu PKK

dalam membuat produk pangan sederhana. Pada aspek saprodi keterlibatan

petani misalnya dapat dilakukan dengan membuat dan menjual pupuk

kompos/pupuk kandang, pestisida nabati, benih unggul local, dan lain-lain. Pada

aspek pemasaran petani harus memiliki posisi tawar yang kuat dalam penjualan

hasil pertanian, misalnya dengan sistem lelang yang terkoordinir. Pada kegiatan

penunjang lainnya misalnya petani bisa membangun BUMDes dari dana bantuan

pemerintah untuk dikelola dengan baik.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh

efektivitas kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan petani antara lain adalah

jumlah petani miskin, NTP petani, dan pendapatan per kapita petani. Berikut

adalah penjelasan masing-masing indicator tersebut.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 64

Jumlah petani miskin

Ada empat faktor yang menyebabkan jumlah petani miskin

bertambah signifikan sepanjang periode September 2014-Maret 2015, yaitu

kenaikan harga produksi beras di tahun 2015 hingga 14 % dari tahun 2014, tidak

adanya impor beras, dan “tidak adanya” subsidi BBM, dan adanya fenomena

musim kemarau ekstrim akibat El Nino lebih awal di tahun 2015 yang

menyebabkan turunya produksi petani bahkan gagal panen. Selain itu perlu

diketahui juga bahwa inflasi dapat mempengaruhi jumlah petani miskin. Bantuan

pemerintah kepada petani baik dari segi bibit, benih, pupuk, alsintan,

pembangunan embung, saluran irigasi, dan lain-lain kemungkinan baru akan

terasa manfaatnya dalam menurunkan jumlah petani miskin di tahun 2016.

Peranan komoditas pangan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar (yakni

sebesar 73%) dibandingkan peranan komoditi non-pangan seperti perumahan,

sandang, pendidikan, dan kesehatan. Komoditas pangan tersebut utamanya

adalah beras, cabe rawit, gula pasir, dan rokok kretek filter (Republika 2015).

Perlu dicatat juga berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, dari 26,14 juta rumah

tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (56%) adalah petani gurem (Media

Indonesia 2015).

Sumber: BPS 2014 dan Kompas 2015

Gambar 3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 65

Grafik di atas menunjukkan jumlah petani miskin dari tahun 2010-2014

terus berkurang karena pada saat itu harga komoditas pertanian cukup baik,

sehingga petani mendapatkan kesejahteraan dari hasil penjualan komoditasnya.

Peningkatan jumlah kemiskinan petani pada tahun 2015 diakibatkan adanya gagal

panen akibat fenomena El-Nino yang cukup parah dan harga pangan yang

melonjak tinggi seperti harga beras di awal tahun 2015 akibat terlambatnya

penyaluran raskin.

Tingkat Kesejahteraan Petani

Salah satu poin terpenting pada visi pembangunan ketahanan pangan

nasional adalah upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Selain sebagai

produsen, petani juga merupakan konsumen yang ikut terkena dampak apabila

stabilisasi pangan tidak terjaga dengan baik.

Tingkat kesejahteraan petani pada umumnya diformulasikan/digambarkan

dari Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan sebuah proxy yang

menggambarkan angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani

dengan indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani (It)

adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil

produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani (Ib) adalah indeks harga yang

menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu

kebutuhan untuk konsumsi sehari-hari maupun kebutuhan untuk proses produksi

pertanian. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani.

Perkembangan NTP sebagaimana terlihat pada grafik berikut. Nilai Tukar

Petani 2015 secara umum lebih dari 100, mencerminkan bahwa petani masih

sejahtera karena indeks harga yang diterima (hasil produksi) masih lebih besar

dibandingkan indeks harga yang harus dibayarnya (untuk kebutuhan dan biaya

produksi).

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 66

Gambar 3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015

Pendapatan Per kapita Petani

Grafik di bawah ini menunjukkan pendapatan per kapita petani dari tahun

2010-2014 terus meningkat akibat bagusnya harga komoditas pertanian yang

tentunya akan berdampak signifikan terhadap pendapatan per kapita petani,

namun pada tahun 2015 terjadi penurunan pendapatan per kapita secara tajam

karena adanya gagal panen akibat fenomena El-Nino, jatuhnya harga komoditas

pertanian akibat lesunya perekonomian dunia, serta naiknya harga pangan akibat

beberapa sebab seperti terlambatnya penyaluran raskin pada awal tahun 2015

dan fenomena naiknya nilai tukar dolar yang terjadi pada tahun 2015. Hal tersebut

lebih banyak diakibatkan oleh adanya faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi

perekonomian duni yang susah untuk dikendalikan.

Gambar 3.10. Pendapatan per kapita petani (BPS) 2010-2015

Batas Garis Kemiskinan Menurut Bank Dunia US$ 2/kapita/hari

Garis Biru: Batas Garis Kemiskinan Menurut BPS Sep 2015 Rp

11.025,87/kapita/hari

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 67

3.2. Realisasi Anggaran

Total anggaran Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun

2015 sebesar Rp 11,6 miliar dan ditargetkan terealisasi 90% (Rp 10,4 miliar).

Dalam pelaksanaannya s.d akhir tahun 2015, total realisasi anggaran sebesar

69,74% atau Rp 8,09 miliar.

Tabel 3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015

No. Kegiatan Rencana Realisasi %

1 Koordinasi Kebijakan Pangan 2.700 1.711 63,37

2 Koordinasi Kebijakan

Peternakan dan Perikanan

2.300 1.627 70,75

3 Koordinasi Kebijakan

Perkebunan dan Hortikultura

2.300 1.824 79,31

4 Koordinasi Kebijakan Sarana

dan Prasarana Pangan dan

Pertanian

2.100 1.448 68,96

5 Koordinasi Kebijakan Agribisnis 2.200 1.448 68,96

Jumlah 11.600 8.089 69,74

Tabel 3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja Anggaran (Juta Rupiah)

Rencana Realisasi %

Terwujudnya

Koordinasi dan

sinkronisasi

kebijakan Pangan

dan Pertanian

Persentase hasil

rekomen dasi

koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

pangan dan pertanian

yang diselesaikan

8.392 5.060 60,32%

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 68

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja Anggaran (Juta Rupiah)

Rencana Realisasi %

Terwujudnya

pengendalian

pelaksanaan

kebijakan Pangan

dan Pertanian

Persentase kebijakan

bidang pangan dan

pertanian yang

terimplementasikan

2.983 2.833 94,97%

Terwujudnya

efektivitas tata

kelola pangan dan

pertanian yang

baik

Persentase partisipasi

stakeholders dalam

kebijakan pangan dan

pertanian

225 196 87,16%

Jumlah 11.600 8.089 69,74%

Target realisasi anggaran hanya mencapai 69,74% disebabkan beberapa

hal yang lebih banyak disebaban oleh faktor non teknis, yaitu:

1. Perubahan nomenklatur organisasi dari Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan

Sumber Daya Hayati menjadi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

2. Kekosongan Pejabat Eselon I (Deputi) dan 1 Eselon II (Asisten Deputi) karena

pensiun.

3. Penghematan anggaran perjalanan dinas.

4. Larangan mengadakan rapat di hotel, sedangkan kantor Menko memiliki

keterbatasan ruangan rapat, yakni hanya memiliki 3 ruang rapat utama, 8

ruang rapat kecil di masing-masing deputi dan Sekretariat, padahal Kantor

Menko memiliki fungsi koordinasi.

5. Akibat larangan rapat di hotel, anggaran belanja dialihkan menjadi rapat di

kantor, kemudian larangan rapat di hotel di cabut, sedangkan anggaran telah

sebagian besar dialihkan rapat di kantor.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 69

Gambar 3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015

Gambar 3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015

Dalam rangka mencapai kinerja Deputi, telah mengerahkan semua sumber daya yang

ada secara maksimal seperti penggunaan alat, ruang kantor/ruang rapat, SDM, dan

0

20

40

60

80

100

120

Jan Peb Mar Apr Mei jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Target Realisasi

11,21

13,8

10,6

11,6

9,95

11,23

9,18

8,1

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2012 2013 2014 2015

Anggaran

Realisasi

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 70

anggaran. Khusus anggaran, kami telah melakukan kegiatan yang seharusnya

dilaksanakan di luar kantor, kami laksanakan di kantor, dengan merevisi anggaran

pertemuan luar kota ke rapat di kantor.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 71

Bab IV -- PENUTUP

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun

2015 menyajikan pencapaian strategis, yang secara keseluruhan umumnya

menunjukkan kinerja yang sangat baik, jika dilihat dari jumlah indikator kinerja

yang telah melampaui target yang telah ditetapkan.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mendapat tugas dan

tanggungjawab yang sangat strategis dalam menyelenggarakan koordinasi,

sinkronisasi, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian

sesuai dengan Nawacita Pemerintahan dan Quick Wins Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian. Capaian makro beberapa program lintas kerja khususnya

yang terkait ketersediaan dan stabilitas pangan, pengembangan komoditi ekspor,

ketersediaan sarapa prasarana pangan dan pertanian, dan penanggulangan

kemiskinan petani, mendapatkan hasil yang positif ditandai oleh tercapainya

sasaran inflasi nasional, pemenuhan ketersediaan pangan, semakin meningkatnya

kinerja ekspor komoditas unggulan, serta terjaganya Nilai Tukar Petani.

Peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi, sinkronisasi, dan

pengendalian di bidang pangan dan pertanian akan terus ditingkatkan dengan

melibatkan dan membutuhkan komitmen serta dukungan aktif semua

kementerian/lembaga, BUMN, Swasta dan civil society. Keterlibatan semua

stakeholders tersebut mutlak diperlukan dalam rangka untuk mempercepat

pencapaian tujuan kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.

Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan

kedepan di tahun 2016 adalah :

a. Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12

bulan, serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat

kondisi yang terjadi pada kementerian/lembaga terkait.

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 72

b. Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah

dan hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah

ditetapkan dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita

terkait kedaulatan pangan.

c. Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada

penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.

d. Rekomendasi yang belum terselesaikan pada tahun 2015, agar

ditindaklanjuti pada tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang

sudah diselesaikan, agar dipantau dan dievaluasi implementasinya.

e. Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan

oleh masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan

sesuai dengan target yang telah direncanakan.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

LAKIP 2015 _______________________________________________________ 73

Lampiran --

Lampiran I

LAMPIRAN II

Definisi : Diselesaikan rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian dengan K/L telah dibahas substansi dan draft rancangan Peraturan Perundangan Baru bidang Pangan dan Pertanian yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

Satuan : %

Teknik Menghitung : Diselesaikan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi dan sinkronisasi yang diselesaikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi dan sinkronisasi yang dihasilkan (target), rancangan peraturan perundang-undangan baru bidang pangan dan pertanian. Target 2015 : 18 rancangan peraturan, R X100%

T

Sifat Data IKU : Maximize

Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

Periode Data IKU : Semesteran

Keterangan Lain : Analisis capaian meliputi : kondisi sebelum adanya peraturan, hasil dan manfaat bila peraturan dapat diterbitkan

Presentase Hasil Rekomendasi dan Sinkronisasi Kebijakan Pangan dan Pertanian yang diselesaikan

Manual

Perhitungan

IKU D2 1

LAMPIRAN II

Definisi : Implementasi kebijakan fungsi pengendalian atas pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan pertanian oleh K/L yang menghasilkan rekomendasi dan berimplikasi pada Rancangan perubahan Peraturan Perundangan yang ada

Satuan : %

Teknik Menghitung : Implementasi kebijakan pengendalian pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi pengendalian yang terimplementasikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi pengedalian yang dihasilkan (target), rancangan perubahan peraturan perundang-undangan yang ada dibidang pangan dan pertanian. r X100% t

Sifat Data IKU : Maximize

Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

Periode Data IKU : Semesteran

Keterangan Lain : Analisis capaian meliputi : kondisi pelaksanaan peraturan yang ada, hasil dan manfaat bila terjadi perubahan peraturan.

Presentase Kebijakan Bidang Pangan dan Pertanian Yang Terimplementasi

Manual

Perhitungan

IKU KEMENTERIAN 2

Target 2015 : 100% (5 Rancangan Perubahan Peraturan)

LAMPIRAN II

Definisi : Mengukur budaya organisasi berbasis kinerja dan kompetensi, dan tata kelola keuangan, serta partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian

Satuan : %

Teknik Menghitung :

Gabungan nilai tata kelola keuangan (realisasi), Laporan Kinerja, dan partisipasi stakeholder dalam kebijakan pangan dan pertanian, Bobot Nilai :

a) Realisasi Keuangan (bobot 30%)

b) Laporan Kinerja ( bobot 30%)

c) Partisipasi Stakeholder kebijakan pangan dan pertanian (bobot 40 %)

Persentase Tingkat Kinerja = (aX30%)+(bX30%)+(cX40%)

Persentase Tingkat Kinerja :

85≤n≤100 = 4 : Sangat Baik

65≤n<85 = 3 : Baik

45≤n<65 = 2 : Kurang

n<45 = 1 : Sangat Kurang

Sifat Data IKU : Maximize

Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian

Periode Data IKU : Semesteran

Keterangan Lain : -

Persentase Partisipasi Stakehlders dalam Kebijakan Pangan dan Pertanian

Manual

Perhitungan

IKU KEMENTERIAN

3

Target 2015 : 90%