LAPORAN KHUSUS PIP dan Kekisruhan Divestasi Newmont fileakhirnya tidak bisa menikmati dividen yang...

12
LAPORAN KHUSUS 18 Warta BPK JUNI 2011 N AMA Pusat Investasi Peme- rintah (PIP) tiba-tiba men- cuat. Hiruk pikuk divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) membuat orang ingin mengetahui apa gerangan lembaga ini. Sosok Kepala PIP Soritaon Siregar pun menjadi terkenal. PIP berfungsi semacam sovereign wealth fund yang ada di negara-negara maju. PIP ini didirikan sebagai pelak- sanaan amanah UU Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PIP merupakan representasi pemerin- tah pusat yang struktur organisasinya berada di bawah Kementerian Keua- ngan. PIP juga bergerak sebagai agent of development yang bertanggung jawab atas pelaksanaan investasi oleh pemer- intah berdasarkan kebijakan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara. Meskipun perundangan yang mengatur lembaga ini tidak mem- batasi cakupan investasi yang dapat dilakukan, berbagai dokumen PIP jelas menyatakan bahwa maksud pendirian PIP adalah untuk mempercepat pem- bangunan infrastruktur. Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey mengatakan peran PIP perlu dioptimalkan untuk menga- tasi banyaknya proyek infrastruktur besar yang belum berjalan akibat ber- bagai hambatan seperti pembiayaan. Menurut dia, PIP seharusnya bisa mengatasi kendala pembiayaan yang menjadi hambatan dalam pembangu- nan proyek infrastruktur. “PIP didirikan untuk menerabas hambatan yang dikeluhkan investor. Namun, ternyata ini tidak jalan. Lem- baga ini semestinya dioptimalkan agar kendala investasi bisa diatasi,” katanya seperti dilansir Antara belum lama ini. Dia menilai banyak infrastruk- tur besar yang tidak berjalan karena mengharapkan investasi. Sementara itu investor juga melakukan perhi- tungan jika ingin berinvestasi dalam suasana global yang belum begitu kon- dusif. Namun, faktanya mengapa kini PIP hendak beralih menjadi pengelola portofolio investasi di luar sektor in- frastruktur. Lantas bagaimana peran Kementerian BUMN sebagai pengelola portofolio saham negara. Salah satu investasi yang noninfra- struktur dan ramai dibicarakan yakni pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Penandatanganan pembelian 7% saham NNT oleh peme- PIP dan Kekisruhan Divestasi Newmont Divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bisa dikatakan tidak mulus. Sejumlah masalah timbul dan cenderung mengarah ke arena politik yang bisa merugikan rakyat. foto-foto: istimewa Tambang Newmont

Transcript of LAPORAN KHUSUS PIP dan Kekisruhan Divestasi Newmont fileakhirnya tidak bisa menikmati dividen yang...

LAPORAN KHUSUS

18 Warta BPKJUNI 2011

Nama Pusat Investasi Peme­rintah (PIP) tiba­tiba men­cuat. Hiruk pikuk divestasi saham PT Newmont Nusa

Tenggara (NNT) membuat orang ingin mengetahui apa gerangan lembaga ini. Sosok Kepala PIP Soritaon Siregar pun menjadi terkenal.

PIP berfungsi semacam sovereign wealth fund yang ada di negara­negara maju. PIP ini didirikan sebagai pelak­sanaan amanah UU Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PIP merupakan representasi pemerin­tah pusat yang struktur organisasinya berada di bawah Kementerian Keua­ngan.

PIP juga bergerak sebagai agent of development yang bertanggung jawab atas pelaksanaan investasi oleh pemer­intah berdasarkan kebijakan menteri Keuangan selaku bendahara umum negara. meskipun perundangan yang

mengatur lembaga ini tidak mem­batasi cakupan investasi yang dapat dilakukan, berbagai dokumen PIP jelas menyatakan bahwa maksud pendirian PIP adalah untuk mempercepat pem­bangunan infrastruktur.

Wakil Ketua Badan anggaran DPR Olly Dondokambey mengatakan peran PIP perlu dioptimalkan untuk menga­tasi banyaknya proyek infrastruktur besar yang belum berjalan akibat ber­bagai hambatan seperti pembiayaan.

menurut dia, PIP seharusnya bisa mengatasi kendala pembiayaan yang menjadi hambatan dalam pembangu­nan proyek infrastruktur.

“PIP didirikan untuk menerabas hambatan yang dikeluhkan investor. Namun, ternyata ini tidak jalan. Lem­baga ini semestinya dioptimalkan agar kendala investasi bisa diatasi,” katanya seperti dilansir Antara belum lama ini.

Dia menilai banyak infrastruk­tur besar yang tidak berjalan karena mengharapkan investasi. Sementara itu investor juga melakukan perhi­tungan jika ingin berinvestasi dalam suasana global yang belum begitu kon­dusif.

Namun, faktanya mengapa kini PIP hendak beralih menjadi pengelola portofolio investasi di luar sektor in­frastruktur. Lantas bagaimana peran Kementerian BUmN sebagai pengelola portofolio saham negara.

Salah satu investasi yang noninfra­struktur dan ramai dibicarakan yakni pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Penandatanganan pembelian 7% saham NNT oleh peme­

PIP dan Kekisruhan Divestasi NewmontDivestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bisa dikatakan tidak mulus. Sejumlah masalah timbul dan cenderung mengarah ke arena politik yang bisa merugikan rakyat.

foto-foto: istimewa

Tambang Newmont

18 - 24 laporan khusus.indd 18 7/27/2011 11:14:40 AM

19Warta BPK JUNI 2011

rintah dilakukan pada 6 mei 2011. agaknya, pemerintah menganggap

PIP merupakan lembaga yang paling tepat membeli saham divestasi NNT sebesar 7% seharga US$246,8 juta itu. Pemerintah mengharapkan perolehan dividen US$485,3 juta hingga 2028. Se­mentara potensi keuntungan PIP dari Newmont diharapkan mencapai 197%.

Banyak kalangan menilai pertim­bangan pemerintah membeli 7% sa­ham NNT berawal dari rasa prihatin dan kecewa karena masuknya pihak luar dalam konsorsium pemerintah daerah.

menteri Keuangan merasa prihatin dan kecewa atas digadaikannya 24% saham NNT oleh konsorsium badan usaha milik daerah (PT Daerah maju Bersama) yang mengundang multica­pital (unit usaha Bakrie Group) mem­bentuk konsorsium PT multi Daerah Bersaing. Pasalnya, masyarakat daerah akhirnya tidak bisa menikmati dividen yang optimal dari perusahaan tambang emas tersebut.

Jika pemda dapat memainkan peran nya sebagai pemilik 24% saham secara efektif, diyakini mampu mem­beri nilai tambah dan multiplier effect kepada masyarakat daerah.

memang selama 2006­2009, NNT telah mendivestasikan sahamnya se­besar 24% dengan rincian 3% pada 2006), 7% (2007), 7% (2008), dan 7% (2009).

Yang banyak disayangkan, kepemi­likan 24% saham itu tidak sepenuhnya di tangan pemerintah, baik pusat atau daerah. Kepemilikannya berada pada PT multi Daerah Bersaing, perusahaan konsorsium dengan komposisi 25% PT Daerah maju Bersaing (BUmD) dan 75% milik PT multi Capital. artinya, mengapa divestasi itu seperti lebih me­

mentingkan pihak swasta. Dan cukup ironis dan mempriha­

tinkan ketika menteri Keuangan ber­maksud membeli 7% divestasi NNT, banyak pihak menolak habis­habisan. apalagi menjadikan masalah ini seba­gai sebuah kekisruhan politik terkait dengan kontroversi pusat dan daerah.

Bahkan, menteri Keuangan agus martowardoyo sampai harus menegas­kan bahwa pembelian 7% saham NNT oleh PIP merupakan keputusan peme­rintah yang dinakhodai oleh Presiden.

“Sikap pemerintah untuk masuk dan membeli 7% saham itu adalah melaksanakan kontrak karya. Itu sejak awal. Bukan suatu inisiatif baru, jadi tentu pemerintah di bawah presiden,” jelasnya di Gedung DPR beberapa wak­tu lalu.

Dalam sebuah diskusi disebutkan pembelian saham NNT memberikan banyak keuntungan bagi pemerintah. Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan semua aspek hukum dalam pelaksanan investasi PIP di NNT telah sesuai dengan peraturan perun­dang­undangan.

“Secara finansial pemerintah akan mendapat profit yang lebih tinggi dari Indo Bond dari investasi pada NNT.”

Setelah berhasil memiliki saham NNT, menkeu membidik kepemiliman di PT Indonesia asahan alumunium (Inalum) yang kontraknya jatuh tempo pada 2013.

menurut agus, selama ini Indone­sia selalu gagal dalam menasionalisasi perusahaan­perusahaan asing di Indo­nesia yang masa kontraknya habis atau jatuh tempo.

Sejumlah pertanyaanSelama proses divestasi, muncul

banyak pertanyaan. Sebut saja, lam­batnya surat dari Kementerian ESDm yang dibutuhkan sebelum eksekusi pambayaran. Bahkan, menkeu harus mengirimkan surat sebanyak tiga kali agar surat penegasan tersebut bisa ke­luar segera.

Keputusan pembelian itu juga di­pertanyaan terkait dengan kemam­puan aPBN. apakah aPBN mampu me­nyediakan dana senilai US$271,6 juta

18 - 24 laporan khusus.indd 19 7/27/2011 11:14:41 AM

LAPORAN KHUSUS

20 Warta BPKJUNI 2011

atau sekitar Rp 2,44 triliun. Kepala PIP Soritaon Siregar per­

nah mengatakan bahwa dari anggaran yang dimiliki PIP sebesar Rp15,4 trili­un, hanya 15% yang digunakan untuk membeli 7% saham Newmont.

Di sisi lain, sebenarnya sebelum PIP didirikan, pemerintah dapat memaksi­malkan peran BUmN yang dimilikinya sebagai sovereign wealth fund. Pemer­

intah memiliki Taspen, Jamsostek, asa­bri, yang di negara lain seperti di Singa­pura juga berperan seperti layaknya SWF.

Ekonom UGm anggito abimanyu yang juga mantan Kepala Badan Kebi­jakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan masyarakat Nusa Teng­gara Barat perlu mendapat kepastian manfaat dari hasil pengelolaan 7% sa­

ham NNT oleh pemerintah pusat terse­but.

Sebaiknya momen divestasi NNT dapat menjadi momentum untuk men­jadi awal pengelolaan negara dengan benar. Keributan yang terjadi bisa di­katakan lebih mengarah ke masalah politik. Dan harus diingat bahwa yang paling dirugikan adalah masyarakat di daerah. aiz

PERaN Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk sektor infrastruktur terlihat dari beberapa kali pinja­man yang diberikan kepada sejumlah daerah.

Belum lama ini, PIP menandatangani pinjaman se­nilai Rp40,5 miliar yang resmi di tanda tangani oleh Wali Kota Surakarta Joko Widodo dan Kepala PIP Sori­taon Siregar.

Pinjaman ini guna mendanai proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah yang sempat mangkrak sekitar 6 bulan. Pinjaman ini dikenakan bunga efektif 8,75% dengan grace period satu tahun.

Soritaon mengatakan PIP tidak kesulitan untuk me­mutuskan pemberian pinjaman kepada Kota Surakarta karena kota ini telah mendapatkan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

atas hasil audit tersebut inilah maka dalam tempo 3 bulan setelah melalui proses penilaian dan kelayakan, PIP menyetujui untuk memberikan pinjaman. Terkait WTP ini, Joko mengatakan Surakarta akan mendapat hadiah Rp50 miliar dari Kementerian Keuangan.

Setelah pinjaman ini dikucurkan, diharapkan Dinas Kesehatan Kota (DKK) membuka lelangnya dan segera memulai proyek sehingga RSUD bisa mulai beroperasi pada mei 2012.

Dia menyatakan sangat mendukung keberadaan PIP. “PIP ini merupakan institusi yang sangat penting untuk mendukung pembangunan infrastruktur daerah. PIP bisa mengisi financial gap Pemda untuk pembangu­nan dengan bunga kompetitif dan prosedur yang sim-ple,” ujarnya seperti dikutip dari situs resmi lembaga ini.

Joko juga berencana untuk rebuilding Pasar Klewer yang telah berdiri selama 30 tahun dengan berencana bekerjasama lagi dengan PIP. Soritaon sangat mendu­kung usulan tersebut selama study kelayakan dan ada kerelaan semua stakeholder.

PIP juga telah mencairkan dana pinjaman serupa pada berbagai proyek RSUD, termasuk di Kendari, Su­lawesi Tenggara.

Garap Infrastuktur dan Opini WTP

Opini WTPBPK sebagai eksternal/independen auditor bagi PIP

kembali memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan PIP tahun 2010.

Opini WTP ini merupakan opini keempat untuk Lapo­ran Keuangan PIP, sejak tahun 2007.

Selain opini atas laporan keuangan, BPK juga menerbit­kan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang­undangan.

PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) sebagaimana diatur dalam PP Nomor 23 tahun 2005 wajib diaudit oleh eksternal auditor setiap tahun.

Opini WTP ini menunjukkan bisnis proses dan aksi­aksi investasi PIP telah sesuai dengan Sistem Pengendalian Intern dan Peraturan Perundang­undangan.

Dengan kata lain, laporan keuangan PIP yang disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keua­ngan PIP tanggal 31 Desember 2010 dan 2009, dan aktivi­tas usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal­tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Soritaon menegaskan dan berharap PIP ke depan akan lebih melaksanakan good governance dalam setiap ke­giatannya. lif

foto: istimew

a

18 - 24 laporan khusus.indd 20 7/27/2011 11:14:41 AM

21Warta BPK JUNI 2011

INDONESIaN Corruption Watch (ICW) menyambut baik langkah BPK yang akan melakukan audit. Pasalnya, sejak awal ICW telah

mendorong hal tersebut dilakukan. Bahkan, ICW meminta bukan hanya audit terhadap pembelian 7% saham terakhir, tetapi audit menyeluruh, mu­lai dari proses awal divestasi 24%.

Dalam konteks pembelajaran dan transparansi industri pertambangan, audit merupakan salah satu cara un­tuk mengetahui kewajaran proses (peraturan) dan melihat dugaan keru­gian negara.

“Bagaimana delay­nya divestasi, kemudian default, lalu terjadi proses arbitrase. Kenapa hal itu harus di­lakukan? Karena sekarang itu menjadi boomerang,” ujar Firdaus Ilyas, Koor­dinator Divisi monitoring dan analisis

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas

‘Investasi yang Menjadi Boomerang’

anggaran ICW, belum lama ini.Dia menambahkan ada beberapa

hal yang perlu diaudit, di antaranya, kenapa Newmont menunda­nunda proses divestasi terkait saham diga­dai atau gugatan arbitrase, penjatahan saham setelah putusan arbitrase, lan­dasan dan dasar hukum pembentukan badan usaha milik daerah serta kerja sama BUmD dengan swasta dalam hal ini multi Capital. Perlu dilihat kewaja­ran kerja sama dan dampaknya bagi keuangan daerah.”

Secara garis besar Firdaus menjelaskan, kontrak karya pertam­bangan (CoW generasi IV) dibuat 2 Desember 1986, dengan produk kon­sentrat tembaga, emas, perak. masa berlaku kontrak 1 maret 2000 (terhi­tung mulai produksi) hingga 28 Febru­ari 2030.

Kepemilikan saham sebelum di­vestasi adalah Sumitomo 35%, New­mont mining Corp 45% dan PT Pukua­fu Indah 20%. Sesudah divestasi, Nusa Tenggara Partnership—yang dimiliki Newmont USa Limited dan Sumitomo Corp Jepang­­­ 49%, PT multi Daerah Bersaing 24% (6% BUmD Pemda NTB dan 18% multi Capital (Bumi Resourc­es mineral), Pukuafu Indah 20% dan PIP 7%.

masalah kewajiban divestasi ini tertuang dalam Kontrak Karya Tam­bang (CoW). Dalam pasal 24 ayat 3 dan 4 diungkapkan, setelah 5 tahun kalender operasi penuh, PT NNT wa­jib melakukan divestasi saham yang total hingga tahun ke­10 (tahun 2010) sebanyak 51%. Divestasi ini dilaku­kan secara bertahap. Dengan rincian, sampai akhir tahun kelima 2005 seti­

BaDaN Pemeriksa Keuangan (BPK) segera

mengaudit pembelian saham divestasi

PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). audit

ini dilakukan ‘menjawab’ permintaan DPR dan

Kementerian Keuangan. DPR dalam suratnya

meminta agar BPK mengaudit penggunaan dana PT Pusat Investasi

Pemerintah (PIP) yang dipakai untuk membeli

saham Newmont, sedangkan Kementerian

Keuangan meminta auditor negara mengaudit

pembelian 24% saham divestasi yang dilakukan

pemerintah daerah. Ketua BPK Hadi Poernomo

mengatakan kedua permintaan tersebut akan

memperoleh perlakukan yang sama.

Firdaus Ilyas (kanan) foto: istimewa

18 - 24 laporan khusus.indd 21 7/27/2011 11:14:41 AM

LAPORAN KHUSUS

22 Warta BPKJUNI 2011

daknya telah mencapai 15%, tahun keenam 2006 telah mencapai 23%, tahun ketujuh 2007 mencapai 30%, tahun kedelapan 2008 mencapai 37%, tahun kesembilan 2009 mencapai 44% dan tahun kesepuluh 2010 men­capai 51%.

Namun, papar Firdaus, dalam kom­posisi kepemilikan saham PT NNT se­belum kewajiban divestasi sudah ada kepemilikan saham oleh perusahaan Indonesia yaitu PT Pukuafu Indah sebesar 20%, sehingga menjadi pada tahun kelima (2005) tidak ada ke­wajiban divestasi sebesar 15%, tahun keenam (2006) kewajiban divestasi (23%­20%) 3% , tahun ketujuh (2007) kewajiban divestasi sebesar 7%, tahun kedelapan (2008) sebesar 7%, tahun kesembilan (2009) sebesar 7% dan tahun kesepuluh (2010) sebesar 7%. “Dengan demikian total divestasi hing­ga 2010 adalah 31%,” jelasnya.

Biang KekisruhanLalu sekarang muncul masalah

perdebatan siapa yang berhak atas di­vestasi itu. Perlu dipahami dahulu, ujar Firdaus, adalah spirit dibuatnya kon­trak karya, yakni sejalan dengan UUD 1945, di mana cabang­cabang produk­si yang penting dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar­besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Berdasarkan kontrak karya, priori­tas dalam divestasi adalah pemerintah Indonesia (pusat dan daerah), serta WNI atau perusahaan yang dikenda­likan oleh orang Indonesia.

Namun dalam kenyataan, negara memiliki beberapa kendala dianta­ranya finansial, kemampuan dasar se­hingga membuat kontrak tersebut juga melibatkan swasta. Namun, spiritnya tetap yakni pengelolaan, pengusaan dan pengawasan tetap melalui negara. Dalam kontrak karya tersebut pada salah satu klausulnya berbunyi nilai divestasi 51%, yang artinya mayoritas.

artinya, tandas Firdaus, kepemi­likan saham sudah dikunci, bahwa sa­ham tidak boleh dilepas keluar. “Kunci­nya sudah benar, paling tidak dari sisi normatif. Kontrak karya ini sudah jelas,

cukup tegas, penguasaan divestasi 51% ada pada Indonesia. Di situ juga ada klausul agar saham tidak digadai­kan,” paparnya.

Lalu terjadi kekisruhan. Pangkal dari kekisruhan ini, lanjut Firdaus, tak terlepas dari sidang arbitrase penye­lesaian sengketa divestasi PT NNT dan pemerintah Indonesia yang di­laksanakan pada 13 Desember 2008. Sidang yang berlangsung di Jakarta di bawah prosedur arbitrase United Na-tion Commission on International Trade Law (UNCITRaL), majelis arbitrase pada 13 maret 2009 memutuskan, me­menangkan Pemerintah Indonesia.

Hasil keputusannya, memerintah­kan PT NNT melaksanakan ketentuan pasal 24,3 kontrak karya, menyatakan PT NNT telah melakukan default (pelanggaran janji), memerintahkan PT Newmont melaksanakan divestasi 17% saham, yang terdiri dari divesta­si tahun 2006 sebesar 3% dan 2007 sebesar 7% kepada pemerintah dae­rah. Pada 2008 sebesar 7% kepada pemerintah Indonesia. Semua kewa­jiban itu dilaksanakan dalam waktu 180 hari sesudah tanggal putusan arbitrase, Juga, saham yang didivesta­sikan harus bebas gadai (clean and clear) dan sumber dana pembelian saham tersebut bukan menjadi urusan PT NNT.

“Dalam forum arbitrase, ESDm memasukkan untuk 2006 dan 2007 bahwa saham itu diberikan pada pemerintah daerah. Ini juga menjadi pertanyaan. Kenapa, dalam forum ar­bitrase langsung mengunci dengan kata ‘Pemda’, terutama untuk 10% (3% dan 7%). Lalu, ini yang kemudian ‘dianggap’ oleh teman di dewan bahwa keputusan arbitrase menyatakan 31% harus kepada Pemda,” jelasnya.

artinya sampai akhir 2010 di­vestasi 24 % diambil konsorsium pem­da NTB dan multi Capital, sisa divestasi 7% . mungkin, sebaiknya mencoba melihat pengalaman proses divestasi KPC (Kaltim Prima Coal) 2002 yang pada akhirnya tidak menguntungkan Pemda (Kab Kutai Timur), malah bun­tung dan berujung dikurung. Ini seha­

rusnya menjadi pelajaran yang sangat mahal.

Dalam konteks kepentingan na­sional, dan aturan yang ada sudah seharusnya divestasi diperuntukkan dan dikelola oleh Negara (pusat dan daerah). Berdasarkan keputusan ar­bitrase, tandas Firdaus, kewajiban divestasi 10% (2006,v2007) menjadi hak pemda, sedangkan sisanya men­jadi hak pemerintah Indonesia, di mana pemerintah menunjuk PIP un­tuk membeli saham 7%.

menurut Firdaus, pemerintah ber­hak menunjuk PIP karena dari sisi regulasi PIP tidak menyalahi undang­undang keuangan negara, juga tidak menyalahi undang­undang perbenda­haraan negara.

PIP ini didirikan sebagai pelaksa­naan amanah Undang­undang Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaha­raan Negara. PIP merupakan repre­sentasi pemerintah pusat yang struk­tur organisasinya berada di bawah Kementerian Keuangan. PIP bergerak

18 - 24 laporan khusus.indd 22 7/27/2011 11:14:41 AM

23Warta BPK JUNI 2011

sebagai agent of development yang ber­tanggung jawab atas pelaksanaan in­vestasi oleh pemerintah berdasarkan kebijakan menteri Keuangan selaku bendahara umum negara.

“menurut kami 7% diambil peme­rintah itu legal dan dasar hukumnya kuat,” tandasnya.

Di sisi lain, ICW juga melihat harga saham 7% yang dibeli pemerintah cu kup masuk akal. Dari nilai yang ditawarkan US$271,6 juta menjadi US$246,8 juta. “menurut kami itu wa­jar kalau kita bicara berapa nilai aset Newmont berdasarkan laporan keuan­gannya yang terakhir,” katanya.

Ini berbeda dengan perjanjian dalam mDB yakni antara DmB [milik Pemprov NTB dan Pemda Sumbawa (KS) dan Sumbawa Barat (KSB) dan multi Capital (Bumi Resorurces mine­ral). menurut ICW, kata Firdaus, baik agreement maupun kerja samanya sangat merugikan Pemda.

Di sisi lain, berdasarkan laporan

keuangan dan rilis yang disampaikan PT NNT, selama periode 2004­2010 to­tal royalty (emas, perak, dan tembaga) yang dibayarkan kepada Negara adalah 138,8 juta US$. Padahal perhitungan ICW berdasarkan realisasi penjualan (kuantitas dan harga) serta tariff emas dan perak dalam kontrak karya New­mont dan tariff tembaga berdasarkan PP 13/2000 jo PP 45/2003 maka se­harusnya total royalti yang diterima negara adalah US$382,2 juta.

Jadi, tandasnya, terjadi kekura­ngan penerimaan (kerugian) Negara dari royalty PT NNT selama periode 2004­2010 sebesar US$237,4 juta. Hal ini berdampak pada, kerugian pe­nerimaan pusat dari DBH tambang PT NNT selama tahun 2004­2010 sebesar US$47,5 juta, dan kerugian pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten dari DBH tambah PT NNT selama 2004­2010 sebesar US$189,9 juta.

Kejanggalan Kontrak Newmont, lanjut Firdaus, memiliki

kandungan dan cadangan nomor dua terbesar di Indonesia setelah Freeport. Terutama untuk tembaga dan emas. Paling tidak dari sisi bisnis pertamba­ngan, tambang Newmont (batu hijau) merupakan salah satu wilayah di du­nia yang kaya akan kandungan emas dan tembaga. Sebanyak 60% lebih dari total pendapatan PT Newmont disum­bangkan oleh tembaga.

Dari perbandingan biaya produksi (cost applicable to sales), NNT meru­pakan yang terendah di antara site Newmont Co di dunia. Sementara itu kebutuhan produk logam yang terus naik, khususnya tembaga, dan harga semakin tinggi membuat keuntungan makin besar.

Jadi, dari aspek bisnis, katanya, tambang NNT sangat menjanjikan. Wajar jika banyak pihak yang tertarik misal Newmont Co berusaha mengu­lur­ulur kewajiban divestasinya (sa­ham digadai/arbritase) bahkan swasta nasional berebut membelinya, bahkan dengan harga yang tidak wajar sekali­pun.

Hal lain, terkait dengan kontribusi

dan kewajiban terhadap negara, royal­tinya kecil. Emas dan perak hanya 1%­2%, tergantung harga penjualan. Ke­mudian tembaga. Ini menjadi masalah. Bisa di bawah 1% dari harga penjua­lan. Bahkan, tembaga tarif royaltinya lebih rendah dari Freeport Indonesia. Namun tidak masuk dalam kontrak karya. Ini berbeda dengan Freeport. Freeport ada tarif royalti tembaga. Seka rang tembaga di Freeport 3,5%.

Nah untuk Newmont, anehnya royaltinya hanya tiga yakni emas, perak, dan platina. Padahal tembaga adalah konsentrat terbesar. “aneh, concentrate terbesar adalah tembaga, tetapi tidak sebutkan. Pada tahun 1986 ketika dibuat kontrak karya, hanya mencakup tiga emas, perak dan plati­num. Pertanyaan saya, sebagai daerah yang kandungan utamanya tembaga, kenapa tembaga tidak disebutkan?” paparnya.

Tentu ini kontrak karya membi­ngungkan. “Kita tidak bisa mengatakan ESDm tidak punya data apa apa ten­tang batu hijau sehingga dibuat kon­trak karya terkesan asal­asalan. ada apa? Saya tidak tahu. mengapa tidak ada rate untuk tembaga.”

Pertanyaannya sekarang, untuk tembaga Newmont mengacu pada atu­ran apa? Kalau melihat datanya, untuk tarif tembaga, mereka mengacu pada SK Dirjen Pertambangan Umum No 310/20.01/DJP/2000 per 24 Februari 2000.

“Dasar hukumnya sangat lemah. Padahal sehari sebelumnya, kita punya PP Tahun 2000 dikeluarkan 23 Febru­ari 2000 bahwa tarif tembaga 4%. Jadi ada apakah ini?” papar Firdaus sambil menggeleng heran.

Hal lainnya, hal tersebut juga telah menyalahi hirarki peraturan, dan sa­ngat merugikan negara. Karenanya, tegas Firdaus, pihak ICW melaporkan masalah ini pada Komisi Pemberan­tasan Korupsi.

“Kami laporkan dari 2004 sam­pai 2010. ada dua hal yakni, kerugian negara dan potensi kerugian negara,” katanya. dr/bd/bw

foto: istimew

a

18 - 24 laporan khusus.indd 23 7/27/2011 11:14:41 AM

LAPORAN KHUSUS

24 Warta BPKJUNI 2011

KEINGINaN pemerintah untuk membeli 7% saham PT New­mont Nusa Tenggara (NNT) me­

lalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) mendapat batu sandungan. Kalangan DPR menolak keras rencana itu. Pasal­nya, proses pembelian yang diduga menggunakan uang negara tersebut belum disetujui oleh DPR.

Ketua Komisi XI DPR achsanul Qosasi menilai pangkal persoalan pe­nolakan itu karena pemerintah tidak meminta persetujuan DPR terlebih dahulu. anggota DPR dari Fraksi Gol­kar Nusron Wahid mempersoalkan penunjukan PIP oleh menteri Keua­ngan agus martowardoyo. Padahal, tujuan pembentukan PIP, di mata Nurson, bukan membeli saham, tetapi untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.

Pendapat serupa juga dilontarkan anggota Komisi VII DPR azwir Dainy Tara. menurut dia, pembelian itu jelas tidak diperkenankan karena melang­gar UU Keuangan Negara dan UU aPBN.

Namun, kalangan akademisi ber­pendapat lain. Dekan Fakultas Hukum Universitas Pajajaran Ida Nurlinda menganggap kebijakan pemerintah yang mengambil alih 7% saham NNT sudah sah secara hukum. menurut dia, ketika perusahaan tambang itu dikuasai pemodal asing, mengakibat­kan kerusakan lingkungan. akibatnya, pemerintah kesulitan melakukan kon­trol atas pemodal asing itu. Namun, dengan kepemilikan saham di peru­sahaan itu, pemerintah bakal mudah melakukan pengawasan.

meski mendapat penolakan dari kalangan DPR, menkeu sepertinya tak mau ambil pusing. Buktinya, pada 6 mei, pemerintah melalui PIP sudah

meneken perjanjian divestasi saham NNT tersebut. menkeu mengaku sudah berhasil memperoleh harga rasional dari penawaran US$271 juta menjadi US$246,8 juta. Dengan kurs Rp8.500 per dolar aS, harga 7% itu setara den­gan Rp2,1 triliun.

Dengan begitu sebenarnya proses divestasi sudah selesai. Hanya saja, peralihan saham ini baru akan resmi jika sudah ada surat persetujuan dari

Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDm) dan Badan Koordinasi Penanaman modal (BKPm) untuk pe­rubahan struktur permodalan.

Sayangnya, hingga berita ini ditu­runkan Kementerian ESDm belum memberikan surat referensi transaksi divestasi 7% saham NTT antara PIP dengan Nusa Tenggara Partnership BV (NTP BV). Kabarnya, menteri ESDm baru mengeluarkan surat persetujuan bila Newmont menyelesaikan ber­bagai persyaratan dan persoalan hu­kum yang dihadapinya.

Padahal, menurut Kepala PIP Sori­taon Siregar, pihaknya sudah menyiap­kan dana segar senilai Rp3 triliun untuk membayar saham ini. Begitu keluar surat dari ESDm dan BKPm, PIP akan transfer US$246,8 juta ke NNT. Rencananya, pemerintah akan mem­

Audit BPK Tentukan Nasib Divestasi NewmontBPK diminta melakukan audit atas pembelian 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara oleh pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah.

berikan 25% nya dari 7% atau 1,75% saham kepada pemerintah daerah. Saat ini, PIP akan melakukan sosial­isasi kepada pemerintah daerah.

menteri Keuangan pernah menjelaskan bahwa tujuan pemerin­tah membeli saham NNT untuk menja­ga kepentingan negara, terutama yang berkaitan dengan penerimaan royalti dan pajak.

Audit BPK Kini nasib rencana pembelian

saham itu tergantung dari hasil audit BPK. Pasalnya, DPR telah meminta BPK untuk segera melakukan audit investigasi. menurut Harry azhar azis, hingga berita diturunkan belum ada persetujuan atas kontrak pembelian saham tersebut dengan menggunakan dana PIP.

Gayungpun bersambut. BPK telah menerima surat permohonan dari pemerintah dan DPR untuk melaku­kan audit investigasi ini. Sebelumnnya, pemerintah dan DPR sama­sama me­minta untuk dilakukannya audit yang independen atas proses pengambilali­han saham NNT tersebut.

Ketua BPK Hadi Poernomo mem­benarkan bahwa pemerintah dan DPR sama­sama meminta untuk dilakukan­nya audit yang independen. Keduanya meminta BPK untuk mengaudit yang menyeluruh meliputi full of money dan full of document. Pemerintah minta apakah proses pembeliannya sudah sesuai. adapun, DPR meminta apakah agreement menteri Keuangan sudah sesuai. Selain itu, DPR meminta audit investigasi hanya pada proses divestasi 7% saham NNT yang diambil alih oleh pemerintah.

agus martowardojo menegaskan perlunya ada keseimbangan dalam pemeriksaan saham NNT. Dia meng­ungkapkan jika memang DPR memin­ta BPK untuk memeriksa pembelian itu, pihaknya juga meminta pada BPK untuk mengaudit 24% saham yang di­beli pemda.

Rencananya, BPK akan memu­lai audit investigasi pada akhir Juli. Kabarnya, audit ini selama 30 hari. Kita tunggu saja hasilnya. bw

18 - 24 laporan khusus.indd 24 7/27/2011 11:14:41 AM

TepaT pada hari lahirnya pancasila yang jatuh pada Rabu 1 Juni 2011, pagi-pagi sekitar pukul 7.30, Menteri

Koordinator perekonomian Hatta Ra-jasa sudah mendatangi Gedung KpK di Jl Rasuna Said, Kuningan. Sekalipun gedung yang dikenal “paling angker” bagi para koruptor itu masih terlihat sepi, akan tetapi sejumlah kuli tinta dengan setia sudah menunggu kehadi-ran Hatta Rajasa.

Maklumlah, pagi itu calon besan presiden Soesilo Bambang Yudhoyo-no tersebut akan diperiksa penyidik terkait adanya “bau tak sedap ” yang menyangkut dalam pengiriman kereta

Heboh Hibah “Si Ular Besi” dari Jepang

rel listrik (KRL) milik sejumlah peru-sahaan transportasi di Jepang yang dihibahkan ke pemerintah Indonesia.

Memang masalah ini tak ada kai-tannya dengan jabatan Hatta Rajasa sebagai Menteri Koordinator pereko-nomian. Keterangan Hatta yang juga sebagai Ketua Umum paN itu diperlu-kan KpK dalam kapasitasnya sebagai Menteri perhubungan pada saat hibah dilaksanakan pada 2006-2007.

“Saya memberikan penjelasan se-suai kewajiban warga negara terkait masalah hibah KRL dari Jepang,” ka-tanya yang didampingi dua ajudan-nya saat diberondong pertanyaan oleh sejumlah wartawan yang sudah

menunggu di Gedung KpK. Undangan KpK ini memang bukan

untuk kali pertama bagi Hatta. Se-belumnya, dia juga pernah dimintai keterangan sebagai saksi oleh KpK. Waktu itu, Hatta mengaku tidak me-ngetahui pengadaan KRL eks Jepang yang pengirimannya terindikasi ko-rupsi. Sebab, saat pengadaannya, dia tidak lagi bertugas di Departemen per-hubungan. Melainkan sudah pindah ke Sekretariat Negara.

Seperti diketahui, KpK yang mendapatkan bisikan dari ICW ten-tang adanya kejanggalan dalam hal pengiriman kereta hibah itu, tampak-nya semakin penasaran dan getol un-tuk membongkar kasus itu. Hasilnya, pada akhir Oktober 2009 KpK mene-tapkan mantan Direktur Jenderal perkeretapian Soemino eko Saputro, menjadi tersangka. Satu setengah ta-hun kemudian, pada 31 Maret 2011, KpK menahan Soemino eko Saputro dan menitipkannya di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Dari hasil penyidikan, KpK mengin-dikasikan Soemino terlibat dalam mark up biaya transportasi KRL hibah dari Jepang yang nilai proyeknya men-capai Rp48 miliar tersebut.

25Warta BPK JUNI 2011

PANTAUfoto-foto: istimewa

25 - 29 pantau.indd 25 7/27/2011 11:26:50 AM

Menurut penyidikan, biaya peng-angkutan kereta dinilai KpK terlalu mahal sehingga negara berpotensi menderita kerugian sekitar Rp11 miliar. Soemino pun akhirnya dibidik dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU 31/1999 tentang pemberantasan Tindak pidana Korupsi.

Usai menjalani pemeriksaan sing-kat di KpK, Hatta membenarkan bahwa dia telah ditanya penyidik soal hibah KRL dari Jepang yang belakangan ber-masalah. Namum demikian, dia enggan berkomentar lebih detail tentang ma-teri yang dibahas dalam pemeriksaan yang berlangsung kurang dari 2 jam tersebut. “Soal materi tanyakan ke pe-nyidik,” elaknya.

Ketika disinggung keikutsertaan adiknya, Achmad Hafisz Tohir, untuk melakukan survei KRL ke Jepang ber-sama Soemino, Hatta mengunci per-tanyaam wartawan dengan menjawab bahwa pertanyaan itu juga sudah ma-suk ke materi pokok sehingga yang berwenang memberikan penjelasan adalah penyidik

Krisis AngkutanKasus pengadaan kereta pada

2006-2007 yang mengakibatkan Hatta diperiksa KpK ini berawal dari krisis angkutan massal yang sangat dibu-tuhkan oleh masyarakat. akibat keter-batasan jumlah kereta yang tersedia, para penumpang yang memang kurang disiplin, sering naik ke atap kereta se-hingga kerap menimbulkan kecelakaan yang berakibat fatal.

Kebetulan, saat itu pemerintah Je-pang membuat kebijakan yang intinya sejak 1998 -1999 negaranya tidak akan menggunakan KRL lagi. Kebijakan itu diambil seiring dengan diberlakukan-nya UU Lingkungan Hidup yang mela-rang penggunaan refrigent freon pada alat pendingin di kendaraan umum.

Sementara itu, Indonesia merupa-kan satu-satunya negara yang memiliki sistem transportasi KRL yang sama dengan Jepang. pada 2004, melalui pT Kereta api pemerintah telah membeli 16 unit KRL kepada Itocu Corporation Japan dengan harga 8 juta yen per unit KRL seri 103. Biaya tersebut termasuk

pengangkutan dan transaksi. pada 2005, pT Ka kembali membeli 16 unit KRL seri 8000 pada Tokyu Corporation dengan harga yang sama.

Bak gayung bersambut, setelah melalui proses penjajagan ke Jepang kurang lebih setahun, pada 30 No-vember 2006 ditandatangani kontrak pengangkutan 60 unit kereta tipe 5000 milik Tokyo Metro dan tipe 1000 milik Toyo Rapid. penandatanganan hibah eks kereta api Jepang itu dilakukan an-tara Satuan Kerja pengembangan Sara-na Kereta api dengan Sumitomo Corpo-ration. Dalam kontrak itu disebutkan, biaya angkut termasuk asuransi tiap unit kereta mencapai 9,9 juta yen.

Mahalnya ongkos angkut ini tentu saja mendapat sorotan berbagi pihak, termasuk Indonesian Corruption Watch (ICW). apalagi, dua tipe itu merupakan tipe generasi 1 dan 5 yang tergolong tua. Jadi kalau ongkos ang-kutnya mencapai 9,9 juta yen per unit, ongkos untuk mendatangkan kereta bekas itu menjadi jauh lebih mahal dibandingkan dengan mendatangkan kereta baru. Itulah sebabnya ICW me-laporkan perihal adanya indikasi mark up ongkos kirim kereta itu ke KpK.

Lantas apa gerangan penyebabnya sehingga wartawan menanyakan adik Hatta Rajasa, Achmad Hafisz Tohir. adakah dia ikut terlibat dalam kasus pengiriman “si ular besi” dari Jepang itu?

Menurut pengakuan Soemino yang diungkapkan mantan penasihat hukumnya Tumpal Hutabarat, entah apa perannya saat melakukan survei proyek penambahan KRL itu ahmad Hafisz dan beberapa rekannya, di an-taranya Bendahara Umum paN Jon er-izal, ikut ke Jepang.

Soemino kenal mereka karena per-nah bertemu di ruang kerja Hatta Ra-jasa saat dirinya dipanggil untuk mem-bicarakan penambahan armada kereta yang sangat mendesak.

Saat melakukan survei di Jepang, atas bantuan Japan Railway Technical Services, Soemino mendapatkan infor-masi soal 124 kereta bekas yang siap dihibahkan. perinciannya, 33 unit dari Tokyo Car, 33 unit dari Tokyo Metro, 30 unit dari Tokyo Kosaku, dan sisanya dari Odakyu. Namun, dari jumlah itu, yang siap dikirim ke Indonesia hanya 60 unit.

“Sepulang dari survei, hasil perjala-nan itu saya laporkan ke pak Hatta,” kata Soemino kepada penyidik yang disampaikan pengacaranya.

Setelah melakukan survei perta-ma, pada 12 Januari 2006, Soemino ditemani asril berangkat lagi ke Je-pang. Dalam perjalanan kedua ini, dia semakin intensif membicarakan rencana hibah dengan sejumlah peru-sahaan operator. pasalnya, di negara itu, kereta pada usia tertentu harus di-musnahkan atau dihibahkan ke negara lain.

Menurut Tumpal, sepulang dari kunjungan kedua itu Soemino kembali melaporkan hasilnya kepada Hatta Ra-jasa lewat surat tertanggal 26 Januari 2006. Isinya penjelasan soal alokasi dana yang tersedia dalam daftar isian penggunaan anggaran 2006 senilai Rp76 miliar yang dipakai untuk penga-daan 160 unit kereta.

“Sehari kemudian, Hatta menjawab surat itu lewat disposisi,” kata Tumpal menirukan Soemino. “Isinya proses di-lanjutkan.”

Beberapa bulan kemudian, tepat-nya pada awal September 2006, Soe-mino mendapat nota dinas dari asril Syafei tentang pengangkutan kereta oleh Sumitomo Corp. Dalam nota di-

Hatta Rajasa

26 Warta BPKJUNI 2011

PANTAU

25 - 29 pantau.indd 26 7/27/2011 11:26:50 AM

nas itu, sang direktur menyampaikan perlunya pembahasan lebih lanjut soal hibah dan biaya pengangkutan 60 unit kereta ke Indonesia.

Bahkan dalam surat itu juga ada catatan penting . “Selain itu, dapat ki-ranya diupayakan penunjukan lang-sung kepada Sumitomo,” tulis asril dalam suratnya.

Masuknya Sumitomo menjadi koordinator perusahaan pengangkut kereta ke Indonesia konon merupakan rekomendasi dari Japan Railway Tech-

nical Services. perusahaan perdaga-ngan Jepang ini menyebutkan biaya pe-ngangkutan senilai 9 juta yen (Rp720 juta) per unit, sehingga total biaya yang harus dibayar pemerintah untuk bi-aya transportasi 60 kereta itu Rp43,2 miliar.

Soemino lalu menyurati Hatta. Dia menjelaskan secara terperinci soal jadwal pengiriman kereta itu ke Indo-nesia. Terakhir, dia meminta Hatta me-nyetujui penunjukan langsung kepada Sumitomo.

“Surat itu kembali di-jawab Hatta lewat disposi-si pada 2 November 2006,” kata Tumpal. Menurut dia, dalam disposisi itu Hatta menyatakan setuju de ngan catatan pelaksa-naannya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Setelah melewati se-jumlah proses, Satuan Kerja pengembangan per-keretaapian yang ditugasi menyiapkan proyek terse-but menyetujui penggu-naan anggaran sebesar Rp43,2 miliar. Dengan rincian, Rp14,4 miliar di-ambil dari anggaran 2006 dan dipakai untuk biaya angkut 20 unit kereta, lalu Rp28,8 miliar dari angga-ran 2007 untuk biaya ang-kut 40 unit kereta lain.

Berdasarkan bukti-

bukti yang dimiliki tersebut Tumpal mengatakan kliennya meminta ke-adilan dalam kasus ini. Menurut dia, Soemino berkukuh tidak mendapat keuntungan dari proyek dan berkeya-kinan tidak ada kerugian negara dari kebijakan itu.

“Namun, kalau KpK tetap menilai ada kerugian negara, bukan hanya Soe-mino yang harus bertanggung jawab. atasan dan pihak lain juga harus di-jerat.”

Tumpal menegaskan kliennya melakukan pengiriman KRL hibah dari Jepang karena menjalankan perintah dari Menteri perhubungan saat itu yang dijabat oleh Hatta Rajasa. Kala itu, kliennya diperintahkan Hatta untuk survei ke Jepang. “persetujuan menteri semua. ada disposisinya.”

Hatta membantah telah membe-rikan persetujuan soal penunjukan langsung kepada Sumitomo. Dia me-ngatakan menulis disposisi untuk Sekretaris Jenderal Departemen per-hubungan agar mengkaji usul Soemino.

“Disposisi saya selalu ditujukan ke Sekjen dan tidak pernah ke Dirjen,” ka-tanya.

Hatta menduga ada pihak yang sengaja memelintir dokumen untuk me nyerangnya.

Mantan Menteri-Sekretaris Negara ini mengatakan baru tahu belakangan bahwa proses pengadaan kereta bekas itu bermasalah. “Saya yang meminta proyek itu disetop dan minta Badan pengawasan Keuangan dan pemba-ngunan melakukan audit,” kata Hatta.

Tumpal menilai janggal bantahan Hatta. Menurut dia, jika disposisi benar ditujukan buat Sekretaris Jenderal, ka-limat yang tertulis bukan “setuju dan laksanakan sesuai aturan yang ber-laku”.

Dia juga menepis keterangan Hatta yang menyatakan tidak pernah me-ngeluarkan disposisi untuk Direktur Jenderal. Terbukti, pada 14 Juli 2006, Hatta pernah membuat disposisi un-tuk Sekretaris Jenderal dan Soemino setelah menerima surat dari presiden Direktur Japan Railway Technical Ser-vice. “Bukti-bukti disposisi itu akan kami serahkan ke KpK,” ujarnya. bd

27Warta BPK JUNI 2011

25 - 29 pantau.indd 27 7/27/2011 11:26:52 AM

RapaT paripurna DpR yang digelar pada akhir Mei lalu, telah menyetujui RUU Mata Uang menjadi UU Mata

Uang. Menteri Keuangan agus Mar-towardoyo mengaku gembira dengan disahkannya RUU itu. Dengan adanya UU Mata Uang bisa dijadikan landasan hukum yang kuat dalam pengelolaan dan pengendalian rupiah. Menkeu ber-harap dengan terbitnya UU Mata Uang, semua warga negara cinta terhadap mata uang Indonesia.

Untuk warga di perbatasan dihim-bau untuk tidak lagi menggunakan mata uang asing dalam transaksi perdagangan. pasalnya, UU Mata Uang mengharuskan penggunaan rupiah se-bagai alat transaksi di Indonesia. Mata uang asing tidak diperkenankan, mes-ki berasal dari negara tetangga.

Sejatinya. ada beberapa substansi krusial yang diatur dalam UU Mata Uang. Sebut saja, uang kertas Repu blik Indonesia ditandatangani oleh Guber-nur Bank Indonesia dan presiden di-wakili Menteri Keuangan. Terkait de-

Ada Kontroversi di UU Mata UangRapat paripurna DPR telah mensahkan Rancangan Undang-Undang Mata Uang menjadi Undang-Undang. Nantinya semua orang Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah saat bertransaksi di dalam negeri. Bila melanggar bisa di penjara satu tahun.

ngan waktu pemberlakuan uang kertas baru, mulai diberlakukan, dikeluarkan, dan diedarkan pada 17 agustus 2014.

Dalam UU itu juga diatur bahwa BI perlu berkoordinasi dengan pemerin-tah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan rupiah. Untuk penge-luaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan rupiah, kewenangan tetap menjadi otoritas penuh Bank Indone-sia, sebagai bagian dari pelaksanaan

kebijakan di bidang moneter.Sedangkan untuk memperkuat

mekanisme check and balance, BI juga wajib melaporkan pengelolaan rupiah secara periodik setiap tiga bulan ke-pada DpR. Sedangkan untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan pencetakan, pengeluaran, dan pemusnahan Rupiah, Badan pemeriksa Keuangan (BpK) melakukan audit secara periodik, pa-ling sedikit satu kali dalam satu tahun.

Suasana rapat paripurna DPR sedang mensahkan RUU mata uang menjadi UU

foto: istimew

a

28 Warta BPKJUNI 2011

PANTAU

25 - 29 pantau.indd 28 7/27/2011 11:26:52 AM

Berikutnya menyangkut pence-takan Rupiah dilakukan oleh Bank In-donesia dan dalam proses pelaksanaan pencetakan rupiah dilaksanakan di-dalam negeri dengan menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pencetakan uang. Jika BUMN tersebut menyatakan tidak sanggup, pencetakan Rupiah di-laksanakan oleh BUMN yang bekerjasa-ma dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel. Bahan baku Rupiah (baik Kertas Uang atau Logam Uang) harus mengutamakan produk dalam negeri dengan menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing serta ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordi-nasi dengan pemerintah.

Dalam UU tersebut juga disebut-kan beberapa ciri umum rupiah kertas. Diantaranya yakni memuat kata “Ne-gara Kesatuan Republik Indonesia” dan gambar lambang Negara “Garuda pan-casila”. Selain itu pemberantasan ru-piah palsu dilakukan oleh pemerintah melalui suatu badan yang mengoordi-nasikan pemberantasan Rupiah palsu. Badan tersebut terdiri unsur Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan agung, Kementerian Keua-ngan dan Bank Indonesia. Ketentuan mengenai tugas, wewenang, dan tang-gung jawab badan tersebut akan diatur dengan peraturan presiden.

Meski begitu, pembahasan RUU Mata Uang mengundang perdebatan yang cukup alot. Wakil Ketua Komisi Keuangan achsanul Qosasih meng-atakan ada sejumlah klausul yang mengundang perdebatan pelik. Seper-ti penandatangan uang kertas oleh Menteri Keuangan dan ketentuan re-denominasi. Selain itu, pembahasan beleid mata uang menghasilkan penambahan jumlah pasal, dari yang semula 46 pasal menjadi 48 pasal. Se-mentara untuk jumlah bab tidak meng-alami perubahan, yaitu terdiri dari 12 bab.

Hanya Macan Kertaspengamat ekonomi Universitas

airlangga Subagyo justru melihat

klausul yang ada dalam UU Mata Uang hanya garang dipasalnya. Bila tak ada sistem pengawasan dan penegakan hukum secara tegas, UU itu akan men-jadi ‘macan kertas’ saja. Salah satunya aturan mengenai keharusan bertran-saksi dengan rupiah di daerah perba-tasan. Ketentuan itu dianggap Subagyo tidak memberikan dampak yang besar. Dia menilai di daerah perbatasan mata uang yang acceptable bisa saja ada 2-3 mata uang.

“Contohnya seperti di Batam ber-lalu rupiah, dolar Singapura dan dolar aS. Hal serupa juga terjadi di Bintan, Nunukan, atau atambua. Di sana pem-bayaran tidak mungkin menggunakan rupiah karena mata uang kita hampir tidak beredar,” jelasnya.

Begitu soal ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 33 Bab X Ketentuan pidana. Disebutkan, bagi yang melang-gar diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling ba nyak Rp200 juta. Menurut Subayo, akan sulit diterapkan karena pada 2015 negara-negara asean telah menyetujui diberlakukannya mata uang tunggal. Dia menilai adanya UU tersebut se-benarnya hanya cermin rebutan tan-datangan di mata uang antara BI dan pemerintah.

pengamat pasar Modal dan Va-las edwin Sinaga justru menilai sisi baik disahkan UU Mata Uang. Dia ber-pendapat pengesahan UU untuk men-guatkan posisi rupiah di mata dunia. Selain itu, sektor perbankan juga tidak akan terganggu.

Manfaat lainnya, ujarnya, UU ini juga mengatur mengenai sanksi bagi orang yang memalsukan rupiah. an-caman hukumannya maksimal 10 ta-hun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar. Bagi pengedar atau membe-lanjakan rupiah palsu akan dipenjara maksimal 15 tahun dan denda sebesar Rp50 miliar. Hukuman ini juga berlaku bagi orang yang meniru rupiah kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi asal mencantumkan kata spesimen. Hukumannya berupa denda sebesar Rp200 juta dan pidana kurungan se-lama setahun.

Sanksi bagi orang yang sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan mengubah rupiah, dihukum pen-jara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Denda yang sama juga ber-laku untuk setiap orang yang membeli, menjual rupiah rusak rupiah, dipotong, dan dihancurkan. Bahkan, jika ada pihak yang menolak menerima pem-bayaran dalam bentuk rupiah dapat dikenakan pidana.

Protes KeberatanKalangan advokat berpendapat

lain. Mereka justru memprotes kehadi-ran UU Mata Uang. Maklum, pengacara banyak yang bertarif mata uang asing. Sementara UU baru ini menegaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tu-juan pembayaran.

Sekjen perhimpunan advokat In-donesia Hasanuddin Nasution me-nyatakan keberatan jika jasa penga-cara diwajibkan menggunakan rupiah. alasannya, profesi pengacara adalah profesi transborder atau lintas negara sehingga sangat mungkin bersentuhan dengan unsur asing. Oleh karena itu, bila ketentuan nanti diberlakukan klien asing akan enggan menggunakan jasa pengacara Indonesia. Dia menyayang-kan pihak DpR dan pemerintah yang tidak meminta pendapat kalangan pengacara. Hasanuddin akan mengi-rimkan surat ke pemerintah sebagai tanda protes.

protes serupa juga datang dari ka-langan pengusaha realestat. Masalah-nya sama, mereka banyak menerap-kan tarif dalam mata uang asing untuk transaksi sewa-menyewa perkantoran.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. UU Mata Uang sudah disahkan DpR dan tinggal menunggu waktu untuk resmi diundangkan. Keberatan yang muncul tidak akan mengubah pasal-pasal dalam UU Mata Uang. Namun, sesuai mekanisme yang berlaku, pihak yang merasa keberatan sebenarnya diberi jalan untuk mengajukan permo-honan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kita Tungggu saja. bw

29Warta BPK JUNI 2011

25 - 29 pantau.indd 29 7/27/2011 11:26:52 AM