LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

26
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS KESALAHAN SPEKTROFOTOMETRI OLEH: KELOMPOK VII Wayan Ria Medisina 0808505030 I Gede Dwija Bawa Temaja 0808505031 Rico Pramana Sugiarto 0808505032 Made Adi Wira Darma 0808505033 Arry Andi Yastawa 0808505034 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

description

panantuan kesalahan spektrofotometri

Transcript of LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Page 1: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

KESALAHAN SPEKTROFOTOMETRI

OLEH:

KELOMPOK VII

Wayan Ria Medisina 0808505030

I Gede Dwija Bawa Temaja 0808505031

Rico Pramana Sugiarto 0808505032

Made Adi Wira Darma 0808505033

Arry Andi Yastawa 0808505034

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

BUKIT JIMBARAN

2010

Page 2: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Kesalahan Spektrofotometri

I. Tujuan

1. Untuk mengetahui kesalahan pengukuran karena variasi konsentrasi larutan

2. Menetapkan pada nilai absorban atau transmitan yang memberikan kesalahan

minimal

II. Dasar Teori

Pengukuran absorbansi untuk tujuan analisis kuantitatif dengan metode

spektrofotometri uv-visibel harus memenuhi hokum Lambert-Beer. Hukum Lambert Beer

berlaku dengan baik bila larutannya tidak terlalu encer ataupun pekat. Kesalahan relative

minimal yang diberikan /dihasilkan larutan tersebut terjadi bila absorbansinya = 0,434

atau transmisinya 36,8%. Umumnya di dalam prosedur analisis kuantitatif serapan larutan

yang diukur sebaiknya berada pada rentang transmitan 15-75%. (Widjaja dan Laksmiani,

2010).

Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum

Lambert-Beer, yaitu:

A = - log T = - log It / Io = ε . b . C

Dimana : A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur

T = Transmitansi

I0 = Intensitas sinar masuk

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Koefisien ekstingsi

b = Tebal kuvet yang digunakan

C = Konsentrasi dari sampel

Dalam spektrometri molekular kuantitatif, pengukuran absorbansi atau

transmitans dibuat berdasarkan satu seri (rangkaian) larutan pada panjang gelombang

yang telah ditetapkan. Panjang gelombang paling yang sesuai ditentukan dengan

membuat spektrum absorbsi dimana panjang gelombang yang paling sesuai adalah yang

menghasilkan absorbansi maksimum. Selanjutnya panjang gelombang ini digunakan

Page 3: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

untuk pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan panjang gelombang dari absorbansi

118 yang maksimum, maka jika terjadi penyimpangan (deviasi) kecil panjang gelombang

dari cahaya masuk hanya akan menyebabkan kesalahan yang kecil dalam pengukuran

tersebut. Jika panjang gelombang dipilih dari daerah spektrum di mana ada suatu

perubahan yang besar absorbansi dalam daerah (range) panjang gelombang yang sempit,

maka jika terjadi penyimpangan (deviasi) kecil panjang gelombang dari cahaya masuk

akan menyebabkan kesalahan yang besar dalam pengukuran absorbansi tersebut.

Gambar 1. Spektrum absorpsi dan kurva standar

Istilah kesalahan didasarkan pada perbedaan antara hasil pengukuran (nilai

perhitungan) dengan nilai sebenarnya. Nilai sebenarnya dari suatu kuantitas yang diukur

merupakan sesuatu yang tidak pernah kita ketahui secara pasti (Rohman dan Gandjar,

2009)

Pada dasarnya setiap pengukuran dalam analisis kimia selalu mengandung

kesalahan. Semakin banyak langkah dalam melakukan tahapan analisis, maka kesalahan

yang terjadi semakin besar (Rohman dan Gandjar, 2009).

Ada tiga macam kesalahan dalam analisis kimia yaitu:

1. Kesalahan serius (Gross error)

Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi.

Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yang

memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini

Page 4: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat

memberikan pola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain

lain.

2. Kesalahan acak (Random error)

Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari

suatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara

individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada tingkat

akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar

dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi

dalam bekerja.

3. Kesalahan sistematik (Systematic error)

Kesalaahn sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data

salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:

a. Standarisasi prosedur

b. Standarisasi bahan

c. Kalibrasi instrument

(Tahir, 2007).

Kesalahan gamblang merupakan kesalahan yang sudah jelas karena melibatkan

kesalahan yang besar, akibatnya kita harus memutuskan untuk mengabaikan percobaan

yang telah kita lakukan dan memulainya dari awal lagi secara menyeluruh. Contoh

kesalahan gamblang adalah sampel tumpah; pereaksi yang akan digunakan tercemarr;

larutan yang dipersiapkan salah; dan alat yang digunakan rusak (Rohman dan Gandjar,

2009)

Hasil pengukuran yang baik dari suatu parameter kuantitas kimia, dapat dilihat

berdasarkan tingkat presisi dan akurasi yang dihasilkan. Akurasi menunjukkan kedekatan

nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Untuk menentukan tingkat akurasi perlu

diketahui nilai sebenarnya dari parameter yang diukur dan kemudian dapat diketahui

seberapa besar tingkat akurasinya. Presisi menunjukkan tingkat reliabilitas dari data yang

diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran,

presisi yang baik akan memberikan standar deviasi yang kecil dan bias yang rendah. Jika

diinginkan hasil pengukuran yang valid, maka perlu dilakukan pengulangan, misalnya

Page 5: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

dalam penentuan nilai konsentrasi suatu zat dalam larutan larutan dilakukan pengulangan

sebanyak n kali. Dari data tersebut dapat diperoleh ukuran harga nilai terukur adalah rata-

rata dari hasil yang diperoleh dan standar deviasi. Perbandingan dari tingkat presisi,

akurasi dan bias dari suatu hasil pengukuran dapat diilustrasikan pada gambar 1.

Gambar 1 menyajikan pola target hasil dari olah raga menembak atau memanah yang

analog dengan pola hasil pengukuran analitik yang ideal. Pada gambar 1 (a) sebaran data

cukup baik dan mendekati data aslinya. Hasil data dikatakan presisi dan tidak bias atau

tidak menyimpang. Gambar 1 (b) menunjukkan sebaran data yang presisi, tetapi

menyimpang dari target yang sebenarnya berarti data dikatakan bias. Gambar 1 (c)

menunjukkan sebaran data yang meluas berarti data yang diperoleh tidap presisi. Data 1

(c) tersebut tidak bias relatif jika dibandingkan dengan data 1 (d) yang sama-sama tidak

presisi. Faktor-faktor presisi dan bias ini sangat ditentukan oleh terjadinya faktor-faktor

kesalahan yang terjadi selama pengukuran. (Tahir, 2007).

Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah

spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi

senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm)

atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm) Analisis ini dapat digunakan yakni dengan

penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur. (Tahir, 2007).

Gambar 2. Perbandingan tingkat presisi, akurasi dan bias

Page 6: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan

spektrofotometer adalah:

a) Serapan oleh pelarut

Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik

selain komponen yang akan dianalisis.

b) Serapan oleh kuvet

Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan

dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik,

namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan

penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan

sampel.

c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau

sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan

kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan)

Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka perlu

dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan

menggunakan blangko:

Setting nilai absorbansi = 0

Setting nilai transmitansi = 100 %

Penentuan kalibrasi dilakukan denganikuti prosedur sebagai berikut:

a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam sampel)

dengan kuvet yang sama.

b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.

c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam panjang

gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.

Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan membantu

pemakai untuk memperoleh hasil yang kaurat dan presisi. (Wiryawan, dkk., 2008).

Oleh karena itu dalam praktek sangat dianjurkan untuk menyiapkan beberapa

larutan dengan konsentrasi yang berbeda biasanya disebut larutan standar, kemudian

diukur absorbansinya. Hasil pengukuran dibuat grafik kalibrasi absorbansi vs konsentrasi.

Page 7: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Selanjutnya konsentrasi larutan yang belum diketahui dapat ditentukan dari grafik

tersebut.

Gambar 3. Kurva Kalibrasi

Dengan menggunakan grafik kalibrasi yang diperoleh dari beberapa standar

dibanding dengan menggunakan satu standar , ketidakpastian analisa dapat dikurangi dan

karenanya ketelitian akan sangat meningkat. Perlu dicatat bahwa garis lurus pada grafik

kalibrasi tidak akan diperoleh dengan cara mem-plot transmitans vs konsentrasi. Karena

absorbansi dan transmitans dihubungkan oleh persamaan :

A = - log T

maka tidak ada hubungan linear antara transmitans dan konsentrasi.

Gambar 4. Hubungan antara konsentrasi dengan transmitansi dan absorbansi

Page 8: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Oleh karena itu jika hasil pengukuran berupa transmitans, maka harus diubah ke

bentuk absorbansi agar dapat membuat kurva kalibrasi. (Wiryawan, dkk., 2008).

Kesalahan dalam Analisis Spektrometri Kuantitatif

Ada tiga sumber kesalahan dalam pengukuran dengan spektrofotometer :

(a) pengaturan ke absorbabsi nol (100% T)

(b) pengaturan ke absorbansi (0% T)

(c) pembacaan nilai absorbansi atau transmitans

Gambar 5. Kesalahan pembacaan spektrofotometer pada berbagai harga

transmitansi

Berikut ini dijelaskan menurut Wiryawan, dkk. 2008, dalam bentuk skema pengaruh dari

lebar kuvlet terhadap hasil pembacaan spektrofotometer.

Page 9: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO
Page 10: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

III. Alat dan Bahan

Alat :

1. Pipet volume

2. Gelas beaker

3. Labu ukur

4. Pipet tetes

5. Ball filler

6. Spektrofotometer

7. Gelas ukur

8. Botol vial

Bahan :

1. Larutan stok parasetamol

IV. Pelaksanaan Percobaan

1. Dibuat larutan stok parasetamol 1,01 mg/ml.

2. Dari larutan stok tersebut dibuat menjadi konsentrasi 20 µg dalam 100 ml.

3. Disiapkan larutan baku parasetamol dengan konsentrasi dimana absorbansinya = 0,434.

4. Disiapkan 1 seri larutan baku parasetamol dengan konsentrasi yang diharapkan memberikan transmitan sebesar : 5 %; 35 %; 36,8 %; 65 % dan 95 %.

5. Diukur absorbansi dari semua larutan baku parasetamol (no.2 dan 3) pada panjang gelombang maksimumnya.

Page 11: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

V. Data Pengamatan

% Transmitan Konsentrasi Absorbansi

5 % 11,06 µg/ml 0,645

35 % 3,87µg/ml 0,255

65 % 1,6 µg/ml 0,158

95 % 0,18 µg/ml 0,022

Konsentrasi parasetamol : 2,5 µg/ml

Panjang gelombang maksimum : 242 nm

Absorbansi pada 242 nm : 0,294

Baku : 1000 µg/ml

VI. Perhitungan

Absorbtivitas molar pada maks

Diketahui : A = 0,294

b = 1 cm

c = 2,5 µg/ml

Ditanya : =…?

Jawab :

A=. b . c

0,294 = . 1. 2,5

= 0,294 / 2,5

= 0,1176 ml/ µg. cm

Jadi absorbtivitas molar pada maks (242 nm) adalah sebesar 0,1176 ml/ µg. cm

Absorbansi larutan yang memberikan transmitan sebesar 5%

Page 12: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

A = - log %T

A = - log 5%

A = - log 0,05 = 1,301

Konsentrasi sebenarnya larutan dengan transmitan 5%

Diketahui : A = 1,301

b = 1 cm

= 0,086 ml/ µg. cm

Ditanya : c = …?

Jawab :

A = . b. c

c =

Aε . b

c =

1 ,301

0,1176 ml

µg. cm.1 cm

c = 11,06 µg /ml

Berdasarkan cara yang sama, maka diperoleh absorbansi serta konsentrasi larutan dengan

transmitan 35%; 36,8%; 65% dan 95%

Transmitan (%) Absorbansi Konsentrasi (µg/ml)

5 1,301 11,06

35 0,456 3,87

65 0,187 1,6

95 0,022 0,18

Untuk memudahkan dalam proses pembuatan larutannya, maka konsentrasi yang

didapatkan diencerkan terlebih dahulu sehingga dapat dipipet dalam pembuatannya.

1. M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 11, 06 x 10

V1 = 0,11 ml

Page 13: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

2. M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 3,87 x 10

V1 = 0,04 ml

3. M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 1,6 x 10

V1 = 0,016 ml

4. M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 0,18 x 10

V1 = 1,8 . 10-3 ml

Pengenceran 2 kali

M1 x V1 = M2 x V2

1000 x 0,5 = M2 x 10

M2 = 50 µg/ml

M1 x V1 = M2 x V2

50 x V1 = 0,18 x 10

V1 = 0,036 ml

Konsentrasi yang diperoleh berdasarkan perhitungan

1. Transmitan 5%

Diket : A = 0,645

= 0,1176 ml/ µg. cm

b = 1 cm

Ditanya : c = …?

Jawab :

c =

Aε . b

Page 14: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

c =

0 ,645

0,1176 ml

µg. cm. 1 cm

c = 5,48 µg /ml

2. Transmitan 35%

Diket : A = 0,255

= 0,1176 ml/ µg. cm

b = 1 cm

Ditanya : c = …?

Jawab :

c =

Aε . b

c =

0 ,255

0,1176 ml

µg. cm. 1 cm

c = 2,17 µg /ml

3. Transmitan 65%

Diket : A = 0,158

= 0,1176 ml/ µg. cm

b = 1 cm

Ditanya : c = …?

Jawab :

c =

Aε . b

c =

0 ,158

0,1176 ml

µg. cm. 1 cm

c = 1,34 µg /ml

5. Transmitan 95%

Diket : A = 0,022

= 0,1176 ml/ µg. cm

b = 1 cm

Ditanya : c = …?

Page 15: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

Jawab :

c =

Aε . b

c =

0 ,022

0,1176 ml

µg. cm. 1 cm

c = 0,18 µg /ml

Kesalahan Spektrofotometri

1. Pada Transmitan 5%

% kesalahan spektrometri =

Δcc ¿ 100%

=

11 , 06−5 , 4811 , 06 ¿ 100%

= 50,45 %

2. Pada Transmitan 35%

% kesalahan spektrometri =

Δcc ¿ 100%

=

3 ,87−2 , 173 ,87 ¿ 100%

= 43,93 %

3. Pada Transmitan 65%

% kesalahan spektrometri =

Δcc ¿ 100%

=

1,6−1 ,341,6 ¿ 100%

= 16,25 %

5. Pada Transmitan 95%

% kesalahan spektrometri =

Δcc ¿ 100%

Page 16: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

=

0 ,18−0 , 180 ,18 ¿ 100%

= 0 %

VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan perhitungan kesalahan spektrofotometri

yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan pengukuran karena variasi konsentrasi larutan dan

menetapkan nilai absorbansi atau transmitan yang memberikan kesalahan minimal. Dalam

praktikum ini, larutan parasetamol yang digunakan sebagai larutan baku adalah larutan

parasetamol dengan kadar 1000 µg /ml. Larutan baku tersebut tidak bisa langsung digunakan

sebab kadarnya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar parasetamol yang akan dibuat

nantinya yaitu sebesar 2,5 µg /ml . Oleh karena itu, dilakukan pengenceran terlebih dahulu untuk

mendapatkan kadar tersebut. Setelah mendapatkan larutan parasetamol, maka dilanjutkan dengan

penentukan panjang gelombang maksimum dari parasetamol dengan menggunakan

spektrofotometer UV-vis. Menurut pustaka dinyatakan bahwa absorbansi maksimum

parasetamol terletak pada panjang gelombang 245 nm dalam pelarut asam dan 257 nm dalam

pelarut basa. Adapun data hasil percobaan yang diperoleh adalah panjang gelombang maksimum

dari parasetamol yaitu pada panjang gelombang 242 nm dengan absorbansi sebesar 0,294.

Perbedaan hasil yang didapatkan dengan literatur ini disebabkan karena kondisi percobaan pada

literatur berbeda dengan kondisi percobaan yang dilakukan oleh praktikan.

Setelah mendapatkan data panjang gelombang maksimum, langkah selanjutnya adalah

menentukan absortivitas molar dari parasetamol berdasarkan absorbansi dari panjang gelombang

maksimumnya. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum sebab pada panjang

gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimal karena perubahan absorbansi untuk setiap

satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu, disekitar panjang gelombang maksimum,

bentuk kurva absorbansinya datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan

terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan

ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimum

(Gandjar dan Rohman, 2009). Absortivitas molar dihitung dengan rumus A = . b. c. Hasil yang

diperoleh sebesar 0,1176 ml/ µg. cm, dan dengan nilai absortivitas molar yang diperoleh ini

maka dapat ditentukan variasi konsentrasi larutan parasetamol pada berbagai nilai transmitan

Page 17: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

yaitu sebesar 5%, 35%, 65%, dan 95%. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu absorbansi yang

memberikan nilai transmitan sebesar 5%, 35%, 65%, dan 95% dengan rumus A = -log % T,

dimana A merupakan absorbansi dan %T adalah transmitan dalam %. Dari perhitungan diperoleh

absorbansi yang memberikan nilai transmitan sebesar 5%, 35% , 65%, dan 95% berturut-turut

adalah 1,301; 0,456; 0,187; 0,022. Dari data tersebut diperoleh konsentrasinya berturut-turut

adalah 11,06 µg/ml, 3,87µg/ml, 1,6 µg/ml, 0,18 µg/ml

Setelah dibuat larutan dengan variasi konsentrasi Kemudian semua larutan ini diukur

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yaitu 242 nm. Dari pengukuran diperoleh

absorbansi dari larutan tersebut berturut-turut adalah 0,645; 0,255; 0,158; dan 0,022. Dari nilai

absorbansi ini kemudian dihitung konsentrasi larutan berdasarkan perhitungan dengan rumus A =

. b. c, diperoleh konsentrasinya berturut-turut sebesar 5,48 µg /ml; 2,17 µg /ml; 1,34 µg /ml;

0,19 µg /ml.

Langkah selanjutnya adalah menentukan kesalahan relatif dengan menggunakan

persamaan kesalahan spektrofotometri yaitu : % kesalahan spektrometri =

Δcc ¿ 100% dimana

Δc merupakan selisih antara konsentrasi perhitungan dengan konsentrasi sebenarnya dan c

merupakan konsentrasi larutan sebenarnya. Semakin kecil persentase kesalahan spektrofotometri,

semakin kecil pula kemungkinan kesalahan pengukuran pada variasi konsentrasi tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai kesalahan spektrofotometri dari konsentrasi larutan

yang memberikan nilai transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95% berturut-turut adalah 50,45 %; 43,93

%; 16,25 %; 0 %. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kesalahan terkecil sebesar 0 %

dihasilkan oleh nilai transmitan sebesar 95%. Menurut literatur, disebutkan bahwa kesalahan

terkecil ditunjukkan oleh nilai transmitan 36,8% atau absorbansi 0,434 (Widjaja dan Laksmiani,

2010). Adanya perbedaan hasil yang diperoleh dengan literatur disebabkan oleh adanya pengotor

sehingga mempengaruhi nilai absorbansi dari parasetamol, misalnya kuvet digunakan bergilir

dengan larutan yang berbeda.

Page 18: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

VII. Kesimpulan

1. Nilai kesalahan spektrofotometri dari konsentrasi larutan yang memberikan nilai

transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95% berturut-turut adalah 50,45 %; 43,93 %; 16,25 %;

0 %.

2. Kesalahan terkecil sebesar 0 % dihasilkan oleh nilai transmitan sebesar 95%.

Page 19: LAPORAN KESALAHAN SPEKTRO

DAFTAR PUSTAKA

Gandjar .I.B, Rohman Abdul. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Kadjeng, Widjaja. N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.

Tahir, Iqmal. 2007. “Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik Aplikasi pada Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer Uv-Vis”. Laboratorium Kimia Dasar, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wiryawan, Adam.R. Retnowati.A. Sabarudin. 2008. Kimia Analitik untuk SMK. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.