LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD...

34
Bidang Riset: Lingkungan Hidup Rumpun Ilmu: 475-Teknik Geologi LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) KORELASI HIDROLOGI DAN INTENSITAS CURAH HUJAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG: SUATU PEMAHAMAN UNTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG TIM PENGUSUL Ketua: Dr. Ir. Agung Mulyo, M.T. NIDN: 0011035909 Anggota 1: Dr. Eng. Ir. Agus Didit Haryanto, M.T. NIDN: 0010036602 Anggota 2: Drs. Sunggoro Trirahardjo, MSi., Psikolog NIDN: 0018126101 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI AGUSTUS, 2018

Transcript of LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD...

Page 1: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

Bidang Riset: Lingkungan Hidup

Rumpun Ilmu: 475-Teknik Geologi

LAPORAN KEMAJUAN

RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU)

KORELASI HIDROLOGI DAN INTENSITAS CURAH HUJAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG:

SUATU PEMAHAMAN UNTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN

CEKUNGAN BANDUNG

TIM PENGUSUL

Ketua:

Dr. Ir. Agung Mulyo, M.T.

NIDN: 0011035909

Anggota 1:

Dr. Eng. Ir. Agus Didit Haryanto, M.T.

NIDN: 0010036602

Anggota 2:

Drs. Sunggoro Trirahardjo, MSi., Psikolog

NIDN: 0018126101

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

AGUSTUS, 2018

Page 2: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

1

Page 3: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

2

RINGKASAN

KORELASI HIDROLGI DAN INTENSITAS CURAH HUJAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG:

SUATU PEMAHAMAN UNTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN

CEKUNGAN BANDUNG

Agung Mulyo, Agus Didit Haryanto dan Sunggoro Trirahardjo

Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Kontak Email: [email protected]

DAS Cikapundung merupakan salah satu DAS penting di Jawa Barat, karena selain

berfungsi sebagai daerah resapan air untuk air tanah, irigasi, pembangkit listrik,

juga sebagai penyumbang yang sangat signifikan terhadap terjadinya banjir di

Cekungan. Secara alami air sungai adalah berasal dari air hujan yang turun di

Catchment Area , yaitu wilayah atau derah tangkapan air hujan, yang selanjutnya

terakumulasi dan mengalir sebagai aliran sungai. Dengan demikian, semakin besar

intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit aliran

sungainya.

Tata guna lahan di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung kini tidak lagi

alami, sudah banyak berubah digunakan untuk pertanian, perumahan, dan berbagai

sarana / prasarana lainnya sehingga dapat merubah bentuk morfometri. Dengan

demikian berbagai persamaan matematik standar (lama) yang digunakan untuk

memprediksi besarnya banjir Sungai Cikapundung tidak dapat lagi digunakan.

Diperlukan usaha baru untuk mengetahui korelasi yang lebih akuran antara

intensitas air hujan yang turun dengan debit air sungai yang ditimbulkannya

berkaitan dengan kondisi tata guna lahan dan kondisi morfometri yang ada saat ini

Kata kunci: Cikapundung, curah hujan, daerah aliran sungai, debit air sungai,

hidrogeologi

Page 4: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

3

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan atas hidayahnya kegiatan penelitian ini dapat terlaksana

dengan baik hingga tersusunnya laporan kemajuan ini. Kegiatan penelitian ini

sepenuhnya di danai oleh hibah riset dosen unpad (RKDU) dari anggaran tahun

2018. Laporan ini dibuat untuk diajukan sebagai laporan kemajuan agar sisa dana

di term selanjutnya dapat cair hingga penelitian ini berjalan lancar hingga selesai.

Ucapan terima kasih disampaikan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor

Unpad atas dukungan dana dan fasilitas yang diberikan demi kelancaran kegiatan

penelitian ini. Tidak lupa juga diucapkan terima kasih kepada Ibu Dekan Fakultas

Teknik Geologi yang telah memberikan kepercayaan kepada Tim peneliti untuk

melakukan penelitian ini.

Dalam melaksanakan penelitian ini, berbagai kendala seperti mendapatkan jurnal

internasional untuk rujukan dan kesulitan selama survey di lapangan yang ada dapat

dihadapi dan dilalui dengan baik.

Harapannya semoga penelitian ini berjalan sesuai rencana hingga dapat

menghasilkan output yang terbaik dan maksimal sesuai yang ditargetkan, yaitu

terbit di jurnal internasional dan mendapatkan buku ajar.

Hormat Kami,

Peneliti

Page 5: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

4

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ····································································· 1

Ringkasan ·················································································· 2

Prakarta ····················································································· 3

Daftar Isi ···················································································· 4

Bab I Pendahuluan ········································································· 5

1.1 Latar Belakang ········································································· 5

1.2 Rumusan Masalah ····································································· 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka ··································································· 5

2.1 Kondisi Fisik ··········································································· 5

2.1.1 Fisiografi Jawa Barat ······························································· 5

2.1.2 Stratigrafi Regional ································································· 8

2.1.3 Struktur Geologi Regional ························································· 10

2.1.4 Geologi ··············································································· 11

2.1.5. Klimatologi dan Hidrologi ….............................................................. 13

2.1.6 Tataguna Lahan ………………………………………………………….. 14

2.2 Landasan Teoritis ······································································ 14

2.2.1 Geomorfologi ········································································ 14

2.2.1.1 Morfologi ·········································································· 15

2.2.1.2 Morfometri DAS ·································································· 17

2.2.1.3 Pola Pengaliran Sungai··························································· 24

2.2.1.4 Morfotektonik ····································································· 26

BAB 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ················································· 27

3.1 Tujuan Riset ············································································ 27

3.2 Luaran Riset ············································································ 27

Bab 4 Metode Penelitian ································································· 28

4.1. Tahap Studi Pustaka ·································································· 28

4.2. Tahap Pengumpulan Data ··························································· 28

4.3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data (studio dan laboratorium) ·············· 28

4.4. Tahap Penyusunan Laporan ························································· 29

Bab 5. Hasil dan Luaran yang Dicapai·················································· 30

Bab 6 Rencana Tahapan Berikutnya ···················································· 30

Bab 7 Kesimpulan dan Saran ····························································· 31

Daftar Pustaka ·············································································· 31

LAMPIRAN (bukti luaran yang didapatkan)

Page 6: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

5

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sampai saat ini perhitungan banjir rencana (design flood), diantaranya

memperkirakan berapa besarnya debit banjir yang akan terjadi pada suatu sungai

akibat hujan di suatu DAS, masih harus dilakukan secara terestrial, yaitu dengan

observasi secara langsung di lapangan. Metoda perhitungan yang dikembangkan

selama ini oleh beberapa lembaga dan instansi yang menangani masalah pengairan

masih membutuhkan data MAF (Mean Annual Flood), yaitu data banjir tata-rata

terbesar tahunan. Untuk mendapatkan data MAF tersebut diperlukan pengamatan

dan pengukuran debit banjir sungai secara langsung di lapangan selama bebeberapa

tahun, biasanya minimal 10 tahun.

Pada kenyataannya sangatlah sulit mendapatkan data debit aliran sungai (MAF)

untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang akan dikembangkan. Keadaan yang

demikian sangat banyak dijumpai di Indonesia, termasuk diantaranya beberapa

sungai-sungai yang terdapat di dalam wilayah Cekungan Bandung. Untuk

mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan usaha dan cara lain yang lebih

sederhana untuk menentukan MAF dengan hasil yang cukup memadai.

1.2. Rumusan Masalah

Daur hidrologi merupakan suatu sistem yang kompleks karena melibatkan

banyak faktor seperti curah hujan, kelembaban udara, tekanan udara, vegetasi,

morfologi, sifat fisik batuan atau tanah, dan sebagainya. Karena itu untuk

mempelajari karakteristik hidrologi suatu daerah diperlukan beberapa disiplin ilmu,

diantaranya Meeteorologi, Klimatologi, Hidrolika, Geografi, Geologi dan Statistika.

Dalam proposal ini permasalahannya dibatasi hanya akan melakukan penelitian

tentang karakteristik morfometri dan pengaruhnya terhadap sifat dan karakter debit

aliran Sungai Cikapundung. Dengan demikian rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana karakteristik morfometri dan hubungannya dengan kondisi geologi,

terutama yang berkaitan dengan jenis batuan penyusun dan pelapukan

batuannya.

Page 7: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

6

2. Unsur-unsur morfometri apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap aliran

air sungai di daerah penelitian

3. Bagaimanakah karakteristik curah hujan dan debit aliran sungai di daerah

penelitian mempengaruhi hidrograf aliran air sungainya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Fisik

2.1.1. Fisiografi Jawa Barat

Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi empat daerah

fisiografi, yaitu Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona

Bogor (Bogor Zone), Zona Bandung (Bandung Zone), dan Pegunungan

Selatan Jawa Barat (Southern Mountain of West Java). Adapun uraian

pembagiannya adalah sebagai berikut (Gambar 2.1):

Gambar 2.1. Pembagian Zona Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat,

memanjang dengan arah barat-timur, dari Serang sampai Cirebon. Daerah

Page 8: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

7

ini tersusun atas endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan

banjir, dan endapan pantai.

2. Zona Bogor, terletak di sebelah selatan Dataran Pantai Jakarta, membentang

dari Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini tersusun oleh batuan yang

berumur Neogen yang terlipat kuat, karena telah mengalami tektonik yang

kuat, sehingga terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke

utara dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang

umumnya berelif terjal.

3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi

sampai ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona ini

merupakan hasil depresi barat - timur dengan dibatasi deretan gunungapi di

utara dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh hasil erupsi gunungapi

yang berumur Resen.

4. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat, terletak di sebelah selatan Jawa Barat.

Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah barat sampai Pulau

Nusakambangan di sebelah timur, dengan lebar rata-rata 50 km. Pada ujung

sebelah timur Pulau Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga

lebarnya hanya beberapa kilometer saja.

Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Barat tersebut, maka daerah

penelitian secara regional termasuk ke dalam Zona Bandung dan Gunungapi

Kuarter (lihat Gambar 2.1).

Secara fisik, bentang alam wilayah Bandung dan sekitarnya yang termasuk

ke dalam Cekungan Bandung, merupakan cekungan berbentuk lonjong (elips)

memanjang berarah timur tenggara – barat barat laut. Cekungan Bandung ini

dimulai dari daerah Nagreg di sebelah timur sampai ke Padalarang di sebelah ba-

rat dengan jarak horizontal lebih kurang 60 km. Sementara itu, jarak utara – selatan

mempunyai lebar sekitar 40 km. Cekungan Bandung ini hampir dikelilingi oleh

jajaran kerucut gunungapi berumur Kuarter, di antaranya di sebelah utara terdiri

atas kompleks Gunung Burangrang – Sunda – Tangkubanparahu, Gunung

Page 9: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

8

Bukittunggul, tinggian batuan Gunungapi Cupunagara, Gunung Manglayang, dan

Gunung Tampomas. Batas timur berupa tinggian batuan Gunungapi Bukitjarian,

Gunung Karengseng – Gunung Kareumbi, kompleks batuan gunungapi Nagreg

sampai dengan Gunung Mandalawangi. Batas selatan terdiri dari kompleks

Gunungapi Kamojang, Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Kendeng.

Hanya di sebelah barat, Cekungan Bandung dibatasi oleh batuan gunungapi

berumur Tersier dan batugamping yang termasuk ke dalam Formasi Rajamandala

(Sudjatmiko,1972; dalam Sutikno Bronto dan Udi Hartono 2006 ).

Dilihat dari pembagian zona fisiografi mengikuti Van Bemmelen (1949),

Daerah penelitian yang terletak di Cekungan Bandung Bagian Utara, termasuk

kedalam bagian fisiografi Zona Bandung.

2.1.2. Stratigrafi Regional

Menurut Silitonga (1973), endapan tertua pada wilayah daerah penelitian

secara regional merupakan endapan hasil vulkanik tua tak teruraikan (Qvu) dengan

litologi breksi gunungapi, lahar, dan lava berselang-seling. Satuan ini berumur

Pleistosen Atas dan satuan ini pula disamakan kepada Formasi Cikapundung oleh

Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan merupakan bagian dari Zona Pegunungan

Kompleks Sunda Yang Telah Padam pada stratigrafi oleh Bemmelen(1949).

Selanjutnya, Silitonga (1973) mengatakan bahwa endapan tersebut diikuti

oleh Endapan Hasil Vulkanik Muda Tak Teruraikan (Qyu) dengan litologi pasir

tufaan (Qyd) , lapili, breksi, lava, dan agglomerat, dan tuffa berbatuapung (Qyt).

Satuan ini berumur Holosen dan satuan ini disamakan dengan Formasi Cibeureum

dan Formasi Kosambi pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) serta merupakan

bagian muda dari Zona Pegunungan Kompleks Sunda Yang Telah Padam pada

stratigrafi oleh Bemmelen (1949).

Page 10: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

9

Gambar 2.2. Peta Geologi Regional DAS Cikapundung Hulu berdasarkan Peta Geologi

Regional Lembar Bandung (Silitonga, 1973).

Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi dari Beberapa Peneliti.

Endapan setelahnya diikuti oleh Endapan Kolovium yang terdiri dari

reruntuhan hasil volkanik tua, endapan ini disamakan dengan Formasi Cikadang

pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) Endapan Kolovium dan Endapan

Page 11: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

10

Aluvium merupakan satuan yang berumur Holosen, dimana Endapan Kolovium

relatif lebih tua dari pada Endapan Aluvium.

2.1.3. Struktur Geologi Regional

Pulunggono dan Martodjojo (1994) menyebutkan terdapat 4 pola struktur

dominan yang berkembang di Pulau Jawa, diantaranya adalah (Gambar 2.3):

1. Pola Meratus

Pola Meratus berarahtimurlaut-baratdaya (NE-SW) terbentukpada 80 sampai

53 jutatahun yang lalu (Kapur Akhir – Eosen Awal), sangat dominan di daerah

lepas pantai Jawa Barat dan menerus hingga ke Banten.

2. Pola Sunda

Pola Sunda berarahutara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 jutatahun yang

lalu (EosenAwal – OligosenAwal).

3. Pola Sumatera

Pola Sumatera berarah Barat laut -Tenggara sejajar dengan arah sumbu panjang

Sumatera. Pola ini tidak terlalu dominan di Daerah Jawa Barat. Pola ini

mungkin hanya melibatkan batuan dasar dan ditafsirkan sebagai kelanjutan dari

jejak tektonik yang tua di Sumatra (Asikin, 1997).

4. Pola Jawa

Pola Jawa berarah Barat-Timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun

yang lalu merupakan pola struktur yang paling muda, memotong dan

merelokasi Pola Struktur Meratus dan Pola Struktur Sunda.

Page 12: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

11

Gambar 2.3. Peta Pola Sesar Pulau Jawa Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994).

Sedangkan Gejala struktur di daerah Bandung utara kemungkinan ada

kaitannya dengan tektonik yang terbentuk di daerah penelitian. Gejala struktur yang

paling berarti ini yaitu sesar Lembang dengan morfogi berupa gawir sesar (fault

scarp) dengan dinding gawir menghadap ke utara sepanjang 22 km (Gambar 2.3)

melintang dari arah timur ke barat,tinggi gawir sesar yang mencerminkan besarnya

pergeseran sesar (loncatan vertical/throw maupun dislokasi) berubah dari sekitar

450-an meter di ujung timur (Maribaya, G.pulusari) hingga 40-an meter disebelah

barat (Cisarua) dan menghilang di ujung barat utara Padalarang (Brahmantyo,2005).

Menurut silitonga (1973), sesar lembang merupakan sesar normal dengan blok utara

relatif turun. Sesar lembang ini terbentuk akibat adanya aktifitas runtuhnya Gunung

Sunda yang mengakibatkan depresi berupa sesar Lembang yang berarah barat –

timur dilereng bagian selatan dan pembentukan patahan melengkung di bagian

utara Gunung Tangkubanparahu.

Daerah penelitian merupakan kawasan yang dekat dengan sesar lembang,

aktifitas tektonik di daerah penelitian kemungkinan karena pengaruh dari aktifitas

tektonik aktif sesar Lembang, hal ini diyakini karena terbentuknya morfologi

berupa gawir sesar yang memiliki arah umum yang sama dengan Sesar Lembang.

Page 13: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

12

2.1.4. Geologi

Secara fisik, bentang alam wilayah Bandung dan sekitarnya yang termasuk

ke dalam Cekungan Bandung, merupakan cekungan berbentuk lonjong (elips)

memanjang berarah timur tenggara – barat barat laut. Cekungan Bandung ini

dimulai dari daerah Nagreg di sebelah timur sampai ke Padalarang di sebelah ba-

rat dengan jarak horizontal lebih kurang 60 km. Sementara itu, jarak utara – selatan

mempunyai lebar sekitar 40 km. Cekungan Bandung ini hampir dikelilingi oleh

jajaran kerucut gunung api berumur Kuarter, diantaranya di sebelah utara terdiri

atas kompleks Gunung Burangrang – Sunda – Tangkubanparahu, Gunung

Bukittunggul, tinggian batuan Gunungapi Cupunagara, Gunung Manglayang, dan

Gunung Tampomas. Batas timur berupa tinggian batuan Gunungapi Bukitjarian,

Gunung Karengseng – Gunung Kareumbi, kompleks batuan Gunungapi Nagreg

sampai dengan Gunung Mandalawangi. Batas selatan terdiri dari kompleks

gunungapi Kamojang, Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Kendeng.

Hanya di sebelah barat, Cekungan Bandung dibatasi oleh batuan gunungapi

berumur Tersier dan batugamping yang termasuk ke dalam Formasi Rajamandala

(Sudjatmiko, 1972 dalam Sutikno Bronto dan Hartono, 2006).

Menurut pembagian geomorfologi yang dibuat oleh Pannekoek (1949)

daerah penelitian terletak dalam rangkaian pegunungan tinggi Gunung

Tangkubanperahu hingga Bukittunggul yang merupakan bagian dari Zona Utara

Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Desaunettes (1977) terdiri atas

Kerucut volkanik (V 22), Lereng volkanik berbukit (V 74), Dataran tinggi (V 71)

dan Lereng volkanik bergelombang kasar (V 73). Seluruh daerah tersebut terletak

pada elevasi lebih dari 1.000 meter diatas muka laut.

DAS Cikapundung hulu disebut juga Cekungan Lembang, bentuknya

berupa cekungan yang relatif lebih panjang ke arah barat – timur sejajar dengan

arah sesar Lembang yang merupakan pembatas DAS pada bagian selatan. Selain

Cikapundung sebagai sungai induk, sungai-sungai utama lainnya yaitu Sungai

Cigulung, Sungai Cibuntu, Sungai Cicukang, Sungai Ciputri, Sungai Cikawari,

Sungai Cipanengah, Sungai Cibodas dan Sungai Cisarua.

Page 14: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

13

Sebagai pembatas DAS, pada bagian barat terdapat puncak Gunung

Tangkuban perahu (+ 2.076 m) dan Pasir Ipis. Pada bagian utara sampai batas timur

diantaranya terdapat, Gunung Lingkung, Gunung Cikandung, Gunung Cikoneng,

Bukit Tunggul (+ 2.209 m), Gunung Sanggara dan Gunung Pangparang (+ 1.953

m). Batas bagian selatannya adalah tebing berarah barat – timur yang terbentuk

akibat foot wall yang naik dari sesar Lembang. Puncak-puncak bukit yang terdapat

sepanjang jalur sesar ini adalah Pasir Malang, Pasir Pangukusan, Pasir Malang dan

Gunung Pulasari.

Berdasarkan laporan dari Silitonga (1973), Hartono dan Koesoemadinata

(1981), Sunardi (1997) dan beberapa laporan lainnya terbitan Direktorat

Volkanologi, maka disimpulkan bahwa secara umum litologi daerah penelitian

dapat dibedakan menjadi lima satuan batuan yang berumur dari Plistosen Bawah

sampai Holosen. Kelima satuan batuan tersebut dari tua ke muda yaitu Satuan

Breksi Gunungapi (Formasi Cikapundung), Endapan Gunungapi Tua, Satuan Tuf–

Batuapung (Formasi Cibeureum), Satuan Tuf Pasir (Formasi Cikidang) dan

Koluvium. Pada Formasi Cikidang dapat dipisahkan lagi adanya aliran lava basalt

yang dapat dibedakan dengan jelas terhadap batuan lainnya pada formasi tersebut.

Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian adalah sebuah sesar

normal Lembang. Sesar ini membentang dari timur ke barat sampai keluar daerah

penelitian dengan blok bagian utara relatif turun terhadap bagian selatan (Silitonga,

1973). Tjia (1968) menyatakan bahwa sesar Lembang adalah sesar mendatar (strike

slip fault) dengan gerakan mengiri (sinistral). Delinom (1991) menyatakan bahwa

Sesar Lembang merupakan batas penahan laju air tanah dari DAS Cikapundung

Hulu ke Cekungan Bandung.

Struktur kekar kolom dan berlembar banyak dijumpai pada aliran lava

andesit dan basalt (Formasi Cikapundung) dan Satuan Tufa Pasiran (Formasi

Cikidang). Tidak dijumpai struktur perlapisan batuan yang secara tegas. Dari

orientasi fragmen batuan dan perubahan warna bagian atas dan bawahnya maka

dapat diketahui bahwa batuan penyusun di daerah Bandung Utara (termasuk di

Page 15: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

14

dalamnya daerah penelitian) mempunyai kemiringan ke arah selatan sekitar 8o –

13o.

2.1.5. Klimatologi dan Hidrologi

Seperti layaknya daerah-daerah di Pulau Jawa yang lainnya, daerah

penelitian, yaitu kawasan Lembang dan sekitarnya termasuk dalam iklim tropis

yang dipengaruhi oleh angin barat dan angin timur. Tiupan kedua angin ini

menyebabkan terjadinya musim yang berbeda dalam setahun. Bulan Mei sampai

September adalah musim kemarau, sedangkan bulan Oktober sampai April

merupakan musim hujan. Suhu rata-rata bulanan sekitar 22,9o C dengan perubahan

sekitar 0,55o C untuk setiap perbedaan tinggi 100 meter (BMG, Bandung ; DHV &

IWACO, 1985).

Sungai Cikapundung merupakan sungai yang berair sepanjang tahun

(perimial..?). dengan debit banjir di stasion Gandok 90,5 m3/detik pada perioda

ulang 10 tahun dan 120 m3.detik pada perioda ulang 25 tahun (Laporan P3A

tentang Penelitian Debit Banjir Perioda Ulang Citarum Hulu, 1998 / 1999).

Lapisan akifer umumnya tersusun oleh material berbutir kasar dengan

transmisifitas 400 – 800 m2/hari untuk Formasi Cibeureum, antara 100 – 900

m2/hari untuk Formasi Cikidang dan antara 100 – 250 m2/hari untuk Formasi

Cikapundung (IWACO, 1990). Koesoemadinata & Hartono (1982) menyatakan

bahwa Formasi Cibeureum merupakan penyalur utama air tanah Kota Bandung.

2.1.6. Tataguna Lahan

Tataguna lahan daerah Lembang dan sekitarnya memiliki ciri penggunaan

yang beraneka ragam. Berdasarkan pada ketampakannya (present landuse) pola

penggunaan lahan di daear ini tidak hanya bercirikan pedesaan dengan fungsinya

sebagai kawasan pertanian dan perkebunan, namun pada daerah ini juga

berkembang pusat-pusat pemukiman yang terencana (real-estat).

Tataguna lahan di daerah ini terdiri atas kebun sayuran, kebun campuran,

sawah teknis dan tadah hujan, hutan lebat, permukiman, areal wisata, dan setempat-

setempat telah menjadi kawasan industri (LP–Unpad, BPN Kab. Bandung).

Page 16: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

15

Dalam melakukan analisis geomorfologi didasarkan pada tiga

karakterisitik yaitu Morfografi, Morfometri, dan Pola Pengaliran Sungai.

2.2. Landasan Teoritis

2.2.1. Geomorfologi

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk dan proses

perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan bumi. Geomorfologi biasanya

diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Proses geomorfologi adalah perubahan-

perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi.

Penyebab proses terjadinya perubahan roman muka bumi terdiri atas gaya

endogen dan gaya eksogen. Air dan angin merupakan agen geologi (geomorphic

agent) utama dengan dibantu oleh adanya gaya berat, keseluruhannya bekerja

bersama-sama melakukan perubahan terhadap permukaan roman muka bumi.

Analisis geomorfologi didasarkan pada tiga karakterisitik yaitu Morfografi,

Morfometri, dan Pola Pengaliran Sungai.

2.2.1.1. Morfografi

Morfografi suatu daerah dapat ditentukan berdasarkan kenampakan bentuk

lahan dari citra SRTM-DEM dan keadaan di lapangan, ditunjang dengan data

topografi daerah. Pembagian penamaan morfografi didasarkan pada:

1. Bentuk lahan dataran, memiliki kemiringan lereng 0 %-2 % terdiri atas

bentuk asal marin, fluvial, campuran (dataran delta), dan plato.

2. Bentuk lahan perbukitan/pegunungan, perbukitan memiliki ketinggian 50-

500 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan lereng antara

7%-20 %, sedangkan pegunungan memiliki ketinggian di atas 500 meter dpl

dengan kemiringan lereng di atas 20 %. Adapun aspek geologi yang

tercermin dari bentuk lahan ini adalah bentuk lahan perbukitan kubah intrusi,

perbukitan kubah rempah gunung api (gumuk tepra), perbukitan kubah karst

(gamping), perbukitan memanjang, serta bentuk lahan pegunungan.

3. Bentuk lahan vulkanik (gunungapi), memiliki ketinggian lebih dari 1000

meter dpl dengan kemiringan lereng yang curam antara 56 % - 140 %.

4. Lembah, terdiri ats jenis lembah U tajam, U tumpul, V tajam, dan V

tumpul

Page 17: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

16

5. Bentuk lereng, terdiri atas bentuk lereng cembung, cekung, dan lurus.

6. Pola punggungan, terdiri atas pola punggungan paralel, berbelok,

serta melingkar.

Bentuk suatu lahan diantaranya dapat diketahui dengan cara membuat grid

pada peta dasar (skala 1:25.000) dengan luasan 1 cm x 1 cm, untuk diketahui nilai

kemiringan lereng setiap 1 cm2

nya. Cara menentukan kemiringan lereng dalam

penelitian ini berdasarkan formula dari Elyes (1968) , sedangkan untuk

klasifikasinya didasarkan pada van Zuidam (1983).

Tabel 2.1. Klasifikasi kemiringan lereng (van Zuidam, 1983).

Proyeksi Peta

Sistem proyeksi peta dapat menggunakan sistem UTM dan lintang /

bujur. Penggunaan sistem proyeksi UTM dengan pertimbangan perbedaan

Page 18: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

17

jarak dan arah pada peta relatif kecil dibanding ukuran jarak dan arah

dipermukaan bumi. Elipsoid yang digunakan adalah WGS 84. Elipsoid

tersebut sudah merupakan datum resmi pemetaan di Indonesia yang

diberlakukan sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi

Survei dan Pemetaan Nasional tahun 1995 (DGN-1995).

Parameter untuk Elipsoid WGS-84 adalah sebagai berikut:

Setengah sumbu panjang (a) : 6.378.138,00 m

Kepipihan (f) : 1/298,257223563

Untuk parameter proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) adalah

sebagai beikut:

Meridian Tengah (CM) : 99° Timur

Faktor Perbesaran di CM : 0,9996

Lintang Awal : 0° Timur (Khatulistiwa)

Bujur Awal : 99° Timur

False Origin Easting : 500.000 m

False Origin Northing : 10.000.000 m

Unit : Meter International

Zone Wilayah : Zone-48

Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model merupakan model visualisasi dari titik-titik

ketinggian (elevvasi) yang berformat digital. DEM didapatkan dari proses

interpolasi untuk mendapatkan titik-titik yang sama sehingga dapat dikelompokkan

dalam garis-garis/sel-sel yang memiliki nilai hasil interpolasi tersebut. DEM ini

digunakan untuk melihat karakter dari geomorfologi dan morfometri, seperti relief

dan kemiringan lereng yang kemudian dikenal dengan DTM atau Digital Terrain

Model.

2.2.1.2. Morfometri DAS

Page 19: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

18

Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bahasa Inggris disebut Watershed,

atau dalam skala luasan kecil disebut Catchment Area adalah suatu wilayah daratan

yang dibatasi oleh punggungan bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang

berfungsi menerima, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di

atasnya ke alur-alur sungai dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama,

akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.

Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik suatu Daerah

Aliran Sungai yang terkait dengan aspek geomorfologi. Kirkby (1978) dan Chorley

(1969), membagi aspek morfometri menjadi tiga macam, yaitu Linier, Areal (luas)

dan Relief.

Linear Morfometri

Linear morfometri adalah karakteristk morfometri yang dilihat

berda-sarkan pada parameter-parameter linear DAS seperti:

1. Jumlah segmen tiap orde dan total segmen sungai dalam suatu cekungan.

Jumlah segmen pada setiap orde dperlukan untuk mengetahui nilai nisbah

percabangan (Rb). Total segmen pada suatu cekungan didapat

dengan cara menjum-lahkan seluruh jumlah segmen yang ada. Untuk

mencari jumlah segmen di setiap orde dan totalnya, dilakukan dengan

manual.

2. Panjang total sungai. Merupakan panjang dari seluruh segmen sungai.

Dihitung dengan menggunakan bantuan ruler yan terdapat pada software

map info.

3. Nilai nisbah percabangan (Rb).Persamaan ini merupakan salah satu dari

hukum yang dikemukakan oleh Horton (Horton’s Laws, 1945). Nilai nisbah

percabangan atau bifurcation ratio merupakan nilai rasio antara jumlah

segmen di suatu orde dengan jumlah segmen pada orde berikutnya yang

lebih tinggi dengan menggunakan rumus ini,jumlah alur sungai untuk

suatu orde dapat ditentukan dengan :

Page 20: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

19

Strahler (1964; dalam Verstappen, 1983) menyatakan bahwa jika

suatu DAS yang memiliki rasio cabang sungai atau bifurcation ratio (Rb) kurang

dari 3 atau lebih dari 5 maka diindikasikan DAS tersebut telah mengalami

deformasi akibat pengaruh tektonik.

Nilai Rb dapat ditentukan juga dengan telebih dahulu mencari fungsi dari

jumlah orde terhadap logaritma dari jumlah orde. Fungsi didapat dengan cara

memasukkan data dalam microsoft exel kemudian dibuat grafik dan dicari

fungsinya. Fungsi yang keluar adalah y = ax+b. Nilai Rb dapat diketahui dengan

cara mencari logaritma dari a.

Linear morfometri adalah karakteristik morfometri yang dilihat berdasarkan pada

unsur-unsur linear DAS seperti:

- Jumlah segmen sungai dalam setiap orde

- Jumlah total segmen sungai dalam suatu cekungan

- Panjang rata-rata segmen sungai

- Panjang total sungai

- Nilai nisbah percabangan (Rb)

- Nilai nisbah panjang (RL)

- Panjang dari aliran permukaan.

Untuk dapat mengetahui keseluruhan aspek di atas, pertama kita harus

mengetahui orde sungai dari setiap DAS. Orde sungai adalah tingkatan suatu

segmen sungai dalam suatu pola aliran. Banyak ahli telah menentukan cara

Page 21: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

20

pemberian nilai orde suatu sungai seperti Horton (1945), Strahler (1952), dan

Shreve (1967).

Metode Strahler merupakan modifikasi dari metode Horton. Menurut

Strahler (1952), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama.

Ketika dua segmen orde- pertama bergabung, maka akan terbntuk orde kedua.

Dua segmen orde -2 akan membentuk orde -3. Dua orde -3 akan membentuk orde

-4, dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan nilai yang lebih

kecil namun tidak akan merubah atau meningkatkan nilai ordenya.

Pada linear morfometri, kita akan mengetahui nilai nisbah percabangan

atau Rb suatu DAS. Bifurkasi merupakan pola jaringan yang berkembang karena

adanya perulangan pembagian satu saluran menjadi dua bagian. Menurut Schumm

(1956, dalam Process Geomorphology, 1960), pembentukan bifurkasi atau

percabangan dapat terjadi dalam tiga proses (Gambar 2.3) yaitu :

a) Suatu segmen sungai terbagi menjadi dua bagian, setiap bagian masing-

masing berkembang menjadi dua bagian.

b) Suatu sungai dengan dua cabang, salah satu cabangnya menjadi

dominan dibandingkan dengan cabang lainnya.

c) Sudut segmen sungai mengecil, dan dua cabang bergabung menjadi

satu. Umumnya terjadi pada kemirigan yang curam.

Gambar 2.4. Beberapa cara menentukan orde sungai.

Page 22: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

21

Gambar 2 5. Pembentukan Percabangan Sungai (Ritter et all, 1978)

Nilai Rb pada beberapa DAS dengan kondisi geologi yang homogen

akan memiliki rentang antara 3.0 – 5.0.

Nilai RL berfungsi seperti Rb, merupakan perbandingan antara rata-

rata panjang sungai suatu orde terhadap orde berikutnya yang lebih

tinggi. Panjang rata-rata sungai orde u (Lu) yaitu jumlah panjang sungai orde

u (∑Lu) dibagi banyaknya sungai orde u. Sedangkan panjang kumulatif

sungai orde u (Lku) yaitu total panjang sungai orde u beserta anak-anak

sungainya.

Lu = ∑Lu / Nu ....................................... (3)

Lku = ∑Lu .................................................. (4)

RL = Lu / Lu+1 ........................................ (5)

RL dapat digunakan untuk menentukan panjang rata-rata pada orde

yang tidak dihitung (Lo) dan nilai dari panjang total masing-masing orde.

Nilai RL berkaitan dengan hidrologi suatu cekungan DAS dan kemungkinan

banjir daerah cekungan. Banjir akan mungkin terjadi pada cekungan DAS

dengan panjang sungai utama yang lebih pendek.

Areal Morfometri

Karakteristik yang dilihat pada areal morfometri adalah parameter dua

dimensi dari cekungan sub-sub-Das. Parameter- aramter yang dihitung adalah :

a. Panjang area

Page 23: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

22

Merupakan dimensi panjang dari cekungan sub-sub-Das, dapat

diketahui dengan menggunakan rumus :

b. Kerapatan aliran (Dd)

Kerapatan sungai adalah suatu angka yang menunjukkan panjang total

sungai suatu daerah tangkapan (catchment) dibagi dengan luas drainase. Kerapatan

aliran mencerminkan hubungan antara kondisi geologi dan iklim.

Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Kerapatan Sungai (Siwi, 2006)

Dd: < 0,25km/km2 Rendah

Dd : 0,25 – 10 km/km2 Sedang

Dd : 10 – 25 km/km2 Tinggi

Dd : > 25 km/km2 Sangat Tinggi

Hal lainnya yang berkaitan dengan areal adalah Luas rata-rata basin

(Au ), Frekwensi sungai (Fu), serta Kebundaran Basin (Rc dan Kc). Luas rata-

rata basin orde u (Au) adalah jumlah luas basin orde u (∑Au) dibagi

Page 24: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

23

banyaknya basin orde u. Kebundaran basin (Rc) yaitu faktor bentuk

basin yang dihitung dari luas basin terukur (Ab) dibagi luas basin berdasarkan

perhitungan keliling basin dengan andaian basin berbentuk lingkaran (Ac). Kc

faktor pembaginya ialah luas basin berdasarkan perhitungan dengan andaian

elongasi sebagai garis tengah (Ae).

Au = ∑ Au / Nu ............................................. (8)

Rc = Ab / Ac ............................................... (9)

Kc = Ab / Ae .............................................. (10)

Berdasarkan indeks tersebut, dapat diperkirakan gejala yang

berhubungan dengan ukuran sungai, yaitu :

a) Nilai Dd rendah menggambarkan kondisi alur sungai yang melewati batuan

dengan resistensi keras dan kapasitas infiltrasi yang tinggi, sehingga jarak

antara aliran renggang, daerah aliran sulit dikeringkan dan rekasi

hidrologis yang lambat.

b) Nilai Dd sedang menggambarkan kondisi alur sungai yang melewati batuan

dengan resistensi menengah, sehingga jarak antara aliran agak renggang.

c) Nilai Dd tinggi menggambarkan kondisi alur sungai yang melewati batuan

dengan resistensi rendah dan kapasitas infiltrasi yang rendah, sehingga

jarak antara aliran rapat, daerah aliran yang terpotong-potong, sehingga

memberikan reaksi relatif lebih cepat terhadap masuknya curah hujan.

d) Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alir sungainya melewati batuan yang

kedap air. Keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi

aliran akan lebih besar jika dibandingkan dengan Dd rendah melewati

batuan yang berpermeabilitas besar.

Kerapatan aliran digunakan juga untuk mengetahui karakterisitk

morfometri lainnya yaitu pada pencarian konstanta aliran dan panjang aliran

permukaan. Kedua karakteristik tersebut menggambarkan hubungan antara faktor

pengontrol erosi permukaan dan pola aliran.

Page 25: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

24

Bentuk DAS dibagi menjadi empat kategori (Sosrodarsono dan Takeda,

1987), yaitu:

1. bentuk bulu burung,

2. bentuk menyebar/kipas/lingkaran(radial),

3. bentuk sejajar (paralel), dan

4. bentuk kompleks.

Sedangkan bentuk cekungan terbagi menjadi dua yaitu melingkar dan

memanjang. Bentuk tersebut didasarkan pada keliling dan luas bentuk DAS

Dengan mengetahui bentuk cekungan, kita dapat mengetahui perkiraan

kecepatan air yang masuk dan keluar dalam suatu cekungan. Hal tersebut akan

berhubungan dengan kemungkinan banjir suatu daerah.

Bentuk DAS yang melingkar menggambarkan setiap segmen sungai

memiliki panjang yang sama, kecepatan aliran air yang sama dan waktu air masuk

dan keluar yang sama. Pada bentuk ini, kemungkinan banjir akan lebih besar

karena air masuk dan keluar pada saat yang bersamaan. Bentuk DAS yang

memanjang memiliki panjang segemen sungai yang lebih panjang dari bentuk

DAS melingkar serta panjang tiap segmen sungai berbeda. Hal tersebut

mengakibatkan perbedaan kecepatan dan waktu aliran sungai. Pada bentuk ini akan

terjadi pergantian air yang masuk dan keluar, sehingga kemungkinan banjir akan

lebih kecil.

Kerapatan aliran (Dd) menggambarkan kerapatan setiap segmen sungai

dalam suatu DAS. Dd merupakan bagian pokok dari karakteristik suatu DAS. Nilai

Dd tidak hanya mencerminkan keadaan geologi saja, tapi juga menggambarkan

parameter iklim geomorfologi, vegetasi dan kekuatan batuan serta tanah terhadap

erosi yang bekerja pada daerah tersebut. Dalam kondisi iklim yang sama, batuan

yang kedap air akan menghasilkan nilai Dd yang lebih besar dari nilai Dd pada

batuan yang menyerap air. Pada lingkungan semi- arid yang jarang terdapat

tumbuhan dan aliran permukaan air yang cepat akan menghasilkan nilai Dd

yang lebih besar daripada lingkungan arid dan humid.

Page 26: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

25

Relief Morfometri

Aspek ini merupakan aspek geomorfologi ruang suatu cekungan.

Bagian-bagian yang dinilai pada aspek ini adalah :

Rasio Relief

Relief relatif

Tinggi relatif cekungan

Area relatif cekungan

Nilai kekasaran

2.2.1.3. Pola Pengaliran Sungai

Pola pengaliran sungai mencerminkan karakteristik keadaan geologi

daerahnya. Pada penelitian ini, penulis menentukan jenis pola aliran yang

berkembang dalam setiap sub-sub-DAS berdasarkan pada jenis pola aliran

Howard (1967). Howard membagi pola aliran ke dalam 8 jenis pola aliran

(Gambar 2.4, Tabel 2.3) yaitu pola aliran dendritik, rektangular, paralel, trellis,

radial, angular, multi basinal dan contorted.

Pola pengaliran secara regional dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan

ketebalan lapisan batuan penyusun, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi,

serta kondisi alam. Pola pengaliran yang mudah dikenali dari peta topografi dan

foto udara merupakan hasil kegiatan erosi dan tektonik yang memiliki hubungan

erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi, dan sejarah bentuk bumi.

Analisis pola pengaliran dapat dilakukan dengan media peta

topografi sehingga kondisi sungai terlihat jelas lekuk-lekuknya, baik itu sungai

perenial maupun sungai intermitennya.

Page 27: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

26

Gambar 2.6. Pola pengaliran dasar Howard, 1967 dalam Ritter et al.,

(1978)

Suatu DAS umumnya terdiri atas sungai besar beserta anak-anak sungainya

yang mengalir di suatu daerah. Suatu DAS terbagi menjadi beberapa sub-DAS,

dan sub-DAS dapat terbagi menjadi beberapa sub-sub-DAS. Batasan suatu sub-

DAS merupakan suatu garis yang ditarik melewati kontur dari elevasi tertinggi

yang mengelilingi sub-DAS tersebut. Untuk menarik garis tersebut, dimulai dari

saluran luar sub-DAS kemudian ke bagian tepi kirinya, garis selalu harus

berada di bagian sudut kanan dari garis kontur dan tidak memotong jalur sungai.

Kemudian ke bagian atas dari bagian pusat jaringan sungai, dan ke titik awal.

Page 28: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

27

Tabel 2.3. Karakteristik Pola Aliran Dasar (Howard, 1967 dalam van Zuidam

1988).

2.2.1.4. Morfotektonik

Analisis morfotektonik DAS akan berkaitan dengan sinusitas muka gunung

(Smf), yaitu dapat perbandingan antara panjang muka gunung (Lmf) dan panjang

proyeksi muka gunung ke bidang datar (Ls) (Bull dan McFadden (1977),

dalam Doornkamp, 1986).

Smf = Lmf/Ls .................................. (11)

Berdasarkan persamaan sinusitas muka gunung di atas, aktivitas tektonik

yang terjadi di suatu daerah dapat ditentukan. Jika nilai Smf mendekati nilai 1

maka hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi adanya proses

pengangkatan (uplift) aktif. Klasifikasi derajat aktivitas tektonik selanjutnya dapat

dilihat pada tabel 2.4

Page 29: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

28

Tabel 2.4. Klasifikasi derajat aktivitas tektonik berdasarkan indeks sinusitas muka

gunung (Doornkamp, 1986).

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Riset

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui morfometri di area aliran air Sungai Cikapundung

2. Mengetahui kondisi geologi, penyusun batuan, dan pelapukan batuan yang

ada.

3. Mendapatkan unsur-unsur morfometri yang berpengaruh terhadap aliran

sungai.

4. Mengetahui karakteristik curah hujan dan debit aliran sungai

5. Mengetahui hubungan morfometri dan curah hujan serta pengaruhnya

terhadap hidrograf dan debit aliran sungainya.

3.2. Luaran Riset

Sesuai dengan tujuannya, dari segi ilmiah penelitian ini memberikan tambahan

informasi yang lebih lengkap, teruma mengenai kondisi morfometri, geologi, dan

hidrologi Daerah Aliran Sungai Cikapundung. Dengan dapat dibuatnya pola

hubungan antara karakteristik morfometri terhadap pola umum karakter aliran

Page 30: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

29

sungainya, maka bila digabung dengan data lainnya yang sejenis nantinya akan

dapat digunakan sebagai bahan untuk mitigasi banjir di Cekungan Bandung.

Target luaran penelitian yang akan dicapai adalah dapat dipublikasikan pada

jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional bereputasi dan bahan ajar.

BAB 4 METODE PENELITIAN

Metoda penelitian yang akan dilakukan adalah secara kualitatif. Data yang

dihasilkan kemudian diolah dan dianalisis serta diinterpretasikan dan dianggap

telah mewakili hasil yang diharapkan. Penelitian yang dilakukan untuk

mendapatkan dan mengumpulkan data dapat dibagi ke dalam empat tahapan

pekerjaan yang meliputi:

4.1. Tahap Studi Pustaka

Tahap studi pustaka berupa pengumpulan data-data sekunder dari kajian

literatur yang berhubungan dengan geologi daerah penelitian dan berdasarkan

teori yang mendukung penelitian ini. Tahap studi pustaka ini sangat penting

dipakai untuk menjadi acuan pertama menentukan karakteristik dari wilayah

yang akan diteliti.

4.2. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data primer antara lain dengan

melakukan deliniasi batas aliran sungai, indikasi geologi lainnya, serta

pengambilan sampel batuan secara grab sampling dan selektif untuk analisis

laboratorium. Sampel batuan ini diamati secara megaskopis, mikroskopis,

XRD, maupun analisis sifat fisik batuan. Pengambilan data curah hujan dan

pengukuran debit air sungai juga dilakukan pada saat tertentu dan waktu

tertentu.

4.3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data (studio dan laboratorium)

Pada tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

a). Analisis Petrografi dan XRD

Sampel batuan dan tanah dilakukan pengamatan mikroskopik untuk

mengetahui karakteristik tekstur batuan dan X-Ray Diffraction untuk

mengetahui jenis mineral lempungnya.

Page 31: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

30

c) Analisis Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan juga dilakukan untuk mengetahui tingkat pelapukan,

porositas dan permeabilitas batuan.

d). Tahap interpretasi data

Interpretasi data dilakukan setelah semua tahapan mulai dari studi pustaka,

pengumpulan data serta tahapan pengolahan dan analisis data yang telah

selesai dilakukan. Interpretasi yang kemudian diharapkan dapat menjawab

semua yang dimaksud dalam tujuan dari penelitian ini.

Untuk kelancaran dan keakuratan data hasil laboratorium, maka kegiatan

analisis sample batuan akan dilakukan dilaboratorium yang telah

terakreditasi atau telah dikenal dengan baik sebagai laboratorium riset.

Analisis petrografi akan dilakukan di laboratoium Petrologi dan Mineralogi,

Fakultas Teknik Geologi UNPAD. Analisis sifat fisik batuan dilakukan di

Laboratorium Geologi teknik FTG Unpad.

4.4. Tahap Penyusunan Laporan

Pada tahap penyusunan laporan akhir juga melakukan pembuatan draft

manuscript untuk artikel di jurnal nasional atau internasional serta membuat

presentasi untuk persiapan mengikuti konferensi internasional.

Penelitian ini dilakukan di lapangan yakni di wilayah DAS Sungai

Cikapundung, Bandung Utara untuk pengukuran dan pengambilan sampel

batuan. Kemudian dilanjutkan di studio dan laboratorium. Waktu pelaksanaan

penelitian untuk tahun pertama di mulai bulan Maret untuk survei dan

pengambilan sampel, bulan April-Mei untuk preparasi dan pemilihan sampel

yang akan dikirim ke laboratorium profesional. Bulan Mei-September

dilakukan analisis laboratorium dan bulan Agustus-Desember untuk studio,

dilanjutkan secara simultan dengan pembuatan manuscript artikel untuk jurnal

nasional dan internasional bulan Oktober-Januari. Di bulan Februari adalah

pembuatan laporan akhir.

BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Page 32: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

31

Sampai saat ini belum ada luaran yang dicapai, namun penyusunan draft manuscript

buku ajar sudah dibuat dan disusun.

BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Hasil dari kegiatan yang telah dilakukan hingga saat ini adalah:

1. Melakukan kajian dari pustaka yang ada, yang berasal dari berbagai jurnal baik

nasional maupun internasional yang terkait dengan tema penelitian.

2. Mengumpulkan dan membuat peta dasar, peta citra landsat, dan

3. Melakukan survey lapangan awal meliputi pengamatan morfologi, litologi, dan

mengetahui batas-batas DAS dan daerah limpah banjir.

4. Mengumpulkan dan mendapatkan data curah hujan dan debit air dari stasiun

pengamatan yang mempengaruhi DAS Cikapundung.

Sesuai dengan urutan tahapan penelitian, kegiatan yang akan direncanakan adalah:

1. Mekanjutkan mengumpulkan data yang diperlukan

2. Melakukan survey lapangan lanjutan

3. Melakukan analisis dan perhitungan dari data pustaka dan data primer yang ada

4. Melakukan analisis dan perhitungan

5. Melakukan sintesa

6. Membuat pemodelan sederhana dari sintesa yang dihasilkan

7. Membuat draft manuscript artikel untuk jurnal internasional (Q4)

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

Sehubungan dengan kegiatan penelitian ini sedang dilaksanakan dan pengumpulan

data masih berlangsung, maka kesimpulan dari penelitian ini belum dibuat dan

belum ada.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, Reinout Willem van. 1949. The Geology of Indonesia: General

Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, the East Indies, Inclusive

of the British Part of Borneo, the Malay Peninsula, the Philippine Islands,

Page 33: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

32

Eastern New Guinea, Christmas Island, and the Andaman and Nicobar Isl. US

Government Printing Office.

Doornkamp, J.C., 1986. Geomorphological approaches to the study of

neotectonics. Journal of the geological society, 143(2), pp.335-342.

Harlan, D., 2009. Penentuan Debit Harian Menggunakan Pemodelan Rainfall

Runoff GR4J untuk Analisa Unit Hidrograf pada DAS Citarum Hulu. , 16(1),

pp.1–12.

Howard, A.D., 1967. Drainage analysis in geologic interpretation: a

summation. AAPG bulletin, 51(11), pp.2246-2259.

Junaidi, R., 2015. Parameter Hidrologi dan Hidrogeologis Pada daearah Aliran

Sungai (DAS) Sebagai Landasan Dalam, 1.

Maria, R., 2008. Hidrogeologi dan Potensi Resapan Airtanah Sub Das Cikapundung

Bagian Tengah. , 2(2), pp.21–30.

Meilawati, Y. & Lidya, L., 2016. Towards an Information System of Modeling and

Monitoring of Cikapundung River, Bandung, Indonesia. Procedia

Engineering, 154, pp.353–360.

Puradimaja, D.J. & Lubis, R.F., 2006. Hydrodynamic relationships between

groundwater and river water : Cikapundung River Stream, West Java,

Indonesia. , (488), pp.1–9.

Sukiyah, E., Sudradjat, A. & Hirnawan, R.F., 2007. The Simple Grid Method in

GIS Application for Delineation of Erosion and Flood Zones : Case study at

Bandung Basin 1). , (May), pp.1–10.

Wibowo, M. et al., 2005. Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap

debit sungai (. 6(1), pp.283–290.

Van Zuidam, R.A., 1983. Guide to Geomorphology Arial Photographic

Interpretation.

Page 34: LAPORAN KEMAJUAN RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD …ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Korelasi...intensitas curah hujan yang terjadi, maka akan semakin besar pula debit

33

LAMPIRAN (bukti luaran yang didapatkan)

Belum ada artikel ilmiah yang dapat disusun.