Laporan Kemajuan

24
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM UJI EFEKTIVITAS ANTIHIPERTENSI AKTINOMISET ENDOFIT DALAM BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR (Rattus norvagicus L.) BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan oleh: Angga Dominius I11112063 Angkatan 2012 Antony Halim I1011131029 Angkatan 2013 Edi Kurnawan I11110013 Angkatan 2010 i

description

PKM

Transcript of Laporan Kemajuan

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

UJI EFEKTIVITAS ANTIHIPERTENSI AKTINOMISET ENDOFIT DALAM BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR (Rattus norvagicus L.)BIDANG KEGIATAN:

PKM PENELITIANDiusulkan oleh:

Angga Dominius I11112063 Angkatan 2012

Antony HalimI1011131029Angkatan 2013Edi KurnawanI11110013Angkatan 2010

UNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK2013

RINGKASAN

Data terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012 mencatat prevelensi penderita hipertensi adalah 1:3 orang dewasa sehat. Saat ini terdapat 1 miliar penderita hipertensi di seluruh dunia (Wijaya dan Siregar, 2013) dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunya (WHO-ISH, 2003 dalam Ekowati, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan angka yang signifikan, terdapat 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2012). Tingginya kasus hipertensi disebabkan kurangnya pemahaman dari masyarakat dan sulitnya menjangkau pengobatan terutama bagi mereka yang jauh dari fasilitas kesehatan.Pengobatan hipertensi yang sering digunakan saat ini adalah obat-obat golongan inhibitor ACE (angiotensin converting enzym) seperti Kaptopril, yang memanfaatkan ACE sebagai sasaran kerja obat tersebut. Dikarenakan beberapa efek samping dari obat-obat sintesis kimiawi yang dapat mengganggu keseimbangan sistemik di dalam tubuh maka perlu dilakukan pencarian sumber pengobatan alternatif yang lebih bersifat alamiah, biodegradable, mampu dijangkau semua lapisan masyarakat dan memberikan efek yang menguntungkan. Banyak sekali tanaman-tanaman herbal yang diketahui memiliki efek antihipertensi, salah satunya adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Beranjak dari mitos masyarakat Kalimantan Barat yang sering menggunakan tanaman ini sebagai antihipertensi maka, ditemukan bukti akurat lain yang menyatakan bahwa belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah (Sari, 2011) dan diyakini secara nyata bahwa di dalam tanaman tersebut terkandung mikroba endofit berupa aktinomiset endofit yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor ACE sesuai dengan fungsi inangnya. Penelitian mengenai mikroba sebagai antihipertensi masih jarang dilakuakan sehingga perlu kajian lebih mendalam dan pengujian secara in vivo untuk mengetahui efektivitas gagasan tersebut.Oleh sebab itu, peneliti mengangkat topik penulisan ini dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak aktinomiset endofit-belimbing wuluh (AEBW) sebagai inhibitor ACE terhadap Kaptopril pada tikus putih galur wistar (Rattus norvagicus L.). Target utama penelitian ini adalah untuk mengisolasi aktinomiset endofit dari belimbing wuluh, menginduksi senyawa ekstrak aktinomiset endofit belimbing wuluh (AEBW) pada tikus putih hipertensi hingga menghasilkan luaran berupa penurunan hipertensi pada tikus putih dengan dosis ekstrak AEBW yang sesuai pada perlakuan in vivo. Penelitian yang akan dilakuakn menggunakan desain penelitian pre and post test controlled group design. Penelitian ini dilakukan dalam 12 minggu, berdasarkan perhitungan rumus Federer tikus putih yang digunakan sebanyak 30 ekor, diawali dengan pre test tekanan darah dengan Electrosphygmomanometer PE 33, dilanjutkan menginduksi tikus putih dengan prednison 1,5 mg/KgBB dan NaCl 2,5% selama 2 minggu, kemudian pengisolasian AEBW selama 4 minggu 10 hari, selanjutnya penginduksian AEBW 50%, 100% dan 200% serta kaptopril dengan dosis 0,45mg/0,2KgBB dua kali sehari pada tikus hipertensi selama 2 minggu dengan kelompok perlakuan dibedakan dan terakhir post test pengukuran tekanan darah tikus setelah 2 minggu perlakuan untuk mendapatkan hasil penurunan tekanan darah yang optimal pada tikus induksi AEBW.Kata Kunci : Antihipertensi, Aktinomiset endofit, Belimbing wuluh, Inhibitor ACE, Angiotensin.

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii

RINGKASAN ...........................................................................................................................iii

DAFTAR ISI.iv

BAB IPENDAHULUAN ..................................................................................................1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................2

1.3. Tujuan ...............................................................................................................2

1.4. Luaran Yang Diharapkan...................................................................................2

1.5. Manfaat..............................................................................................................2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2

2.1. Hipertensi...........................................................................................................2

2.2. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)3

2.2.1. Taksonomi Belimbing Wuluh..................................................................4

2.2.2. Kandungan Bahan Aktif Belimbing Wuluh............................................4

2.3. Aktinomiset Endofit..........................................................................................4

BAB IIIMETODE PENELITIAN..5

3.1. Rancangan Penelitian5

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian5

3.3. Alat dan Bahan..5

3.3.1. Alat..5

3.3.2. Bahan...5

3.3.3. Hewan Uji5

3.4. Cara Kerja5

3.4.1. Pembuatan Isolat Aktinomiset Endofit Belimbing Wuluh (AEBW)5

3.4.2. Perhitungan Dosis Ekstrak Isolat AEBW dan Dosis Kaptopril..........6

3.4.3. Induksi Hipertensi pada Hewan Coba.....................................................6

3.4.4. Uji Efek Antihipertensi6

3.4.5. Pengukuran Tekanan Darah..............................................................7

3.4.6. Pengumpulan dan Analisis Data.............................................................7

3.5. Bagan Alur Penelitian........................................................................................7

3.6 Biaya Dan Jadwal Kegiatan.......................................................................8

3.6.1 Anggaran Biaya...............................................................................8

3.6.2 Jadwal Kegiatan.......................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................8

LAMPIRAN 1-3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHipertensi sering disebut the silent killer, karena perjalanan penyakitnya sangat perlahan dan bersifat laten. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal (Price dan Wilson, 2006). Data terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan prevelensi penderita hipertensi 1:3 orang dewasa sehat. Saat ini terdapat 1 miliar penderita hipertensi di seluruh dunia (Wijaya dan Siregar, 2013) dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunya (WHO-ISH, 2003 dalam Ekowati, 2009).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2012). Tingginya kasus hipertensi di Indonesia berhubungan langsung dengan belum terdiagnosisnya penderita dan tidak semua masyarakat dapat menjangkau obat-obatan antihipertensi.Pengobatan hipertensi yang sering digunakan saat ini adalah obat-obat golongan inhibitor ACE (angiotensin converting enzym) seperti Kaptopril. ACE merupakan katalisator pengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (Yusuf 2008 dalam Wahyu, 2011). Dengan menghambat aktivitas ACE, maka angiotensin I tidak diubah menjadi angiotensin II, sehingga hipertensi dapat dicegah. Metode inhibitor ACE merupakan metode skrining antihipertensi yang efektif (Wahyu, 2011). Untuk mengurangi penggunaan obat-obatan kimia sintetis yang dapat berdampak pada kestabilan organ tubuh, sejak tahun 1990-an mulai dicari sumber senyawa alami baru yang memiliki fungsi sebagai penurun tekanan darah. Beberapa pengobatan alami antihipertensi adalah tanaman pegagan (Centella asiatica), tempuyung (Sonchus arvensis), mengkudu (Morinda citrifolia), sambiloto (Andrographis paniculata) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Wijayakusuma dan Dhalimartha, 2005).

Masyarakat Kalimantan Barat khususnya sering menggunakan buah belimbing wuluh sebagai penurun tekanan darah karena dianggap mampu memberikan efek diuretik. Penelitian terdahulu menunjukkan kandungan belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah (Sari, 2011). Diyakini bahwa di dalam tanaman belimbing wuluh terkandung mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa metabolit sesuai dengan inangnya (Tan dan Zou, 2001). Aktinomiset endofit (AE) adalah mikroba yang tinggal di dalam tanaman tersebut, tidak menimbulkan efek negatif dan dapat menghasilkan senyawa inhibitor ACE yang mampu meredam peningkatan tekanan darah (Fadhila, 2012 dan Sari, 2011). Penelitian mengenai mikrob endofit dari suatu tanaman obat masih jarang dilakukan. Sejauh ini pengobatan antihipertensi yang sering dilakukan adalah dengan sintesis kimiawi, sedangkan sintesis obat dengan bantuan mikrob endofit dari suatu tanaman obat belum dikembangkan, padahal keuntungan dari pemanfaatan AE adalah waktu reproduksi bakteri yang relatif singkat sehingga tidak diperlukan lahan yang luas dan lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan mengambil senyawa aktif dari tanaman.1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana efektivitas antihipertensi ekstrak aktinomiset endofit dalam belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai inhibitor ACE pada tikus putih galur wistar (Rattus norvagicus L.)1.3 Tujuan

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak aktinomiset endofit-belimbing wuluh(AEBW) sebagai inhibitor ACE terhadap Kaptopril pada tikus putih galur wistar (Rattus norvagicus L.).1.4 Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi alternatif terapi penyembuhan hipertensi yang lebih biodegradable dan hasil penelitian ini dapat dimuat dalam artikel ilmiah sehingga selanjutnya memberikan referensi ilmiah untuk pengembangan penelitian.

1.5 Manfaat

a. Bagi penulis, menjadi sarana pembelajaran dalam meneliti potensi-potensi tanaman herbal dan mikroba sebagai alternatif terapi antihipertensi.

b. Bagi profesi kedokteran, menjadi alternatif dalam terapi penyembuhan hipertensi yang alami.

c. Bagi masyarakat, menjadi pilihan obat berbahan alami, mudah didapat, terjangkau secara ekonomi masyarakat.BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 HipertensiHipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Yanoff, 2009). Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh ACE (angiotensin I converting enzyme). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin akan diubah menjadi angiotensin I oleh ACE, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon anti diuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang dieksresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Sharma et al, 2008 dan Sehu, 2005). Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. (Sunir, 2008).Inhibitor ACE sering digunakan terutama dalam pengobatan hipertensi, walaupun kadang juga digunakan dalam pengobatan gangguan jantung, penyakit ginjal atau sistem sklerosis. Kontrol tekanan darah dapat dilakukan salah satunya dengan penghambat enzim pengubah angiotensin. Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim pengubah angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Jika pembentukan angiotensin II dihambat maka vasokonstriksi (pengecilan pembuluh darah) tidak terjadi dan tekanan darah tetap. Hal yang sama juga terjadi dalam pembuluh darah di ginjal. Degradasi bradikinin juga diblok oleh inhibitor ACE (Ismarani et al., 2011).2.2 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah tanaman pepohonan tropis yang berumur panjang, tingginya dapat mencapai 5-10 m, memiliki batang pendek yang terbagi menjadi beberapa cabang tegak. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan sinar matahari langsung, iklim yang lembap dengan curah hujan yang terdistribusi merata sepanjang tahun, tetapi harus ada musim kemarau selama 2-3 bulan. Batangnya putih, lembut tapi kasar, bahkan berbutir. Daunnya berkerumun di ujung cabang, berbentuk bulat atau lonjong, berbulu halus, berwarna hijau pada permukaan atas dan pucat pada bagian bawah dengan panjang 2-10 cm dan lebar helai daun sekitar 1,2-1,25 cm. Buahnya elipsoid, atau hampir silinder dengan 5 sisi yang panjangnya 4-10 cm, tertutup oleh kelopak berbentuk bintang yang tipis. Buah berubah dari warna hijau cerah menjadi warna hijau kekuningan, gading atau hampir putih ketika matang dan jatuh ke tanah (Roy et al., 2011).

Gambar 1. Belimbing Wuluh2.2.1 Taksonomi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Taksonomi dati belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah kingdom: Plantae; divisi: Spermatophyta; subdivisi: Angiospermae; kelas: Dicotyledonae; ordo: Oxalidales; famili: Oxalidaceae; genus: Averrhoa; spesies: Averrhoa bilimbi L (Roy et al., 2011).2.2.2 Kandungan Bahan Aktif Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Menurut Roy (2011) pada belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mengandung berbagai bahan aktif meliputi: 1) flavonoid, 2) saponin, 3) triterpenoid, dan bahan aktif lainnya. Selain itu, terkandung juga berbagai konstituen kimia meliputi: 1) asam amino, 2) asam sitrat, 3) cyanidin3OhDglukosida, 4) fenolik, ion potassium, gula, dan 5) vitamin dan mineral.Triterpenoid merupakan senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menangkap radikal bebas sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit hipertensi. Saponin pada belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berperan dalam mereduksi kolesterol dan melawan kanker kolon. Selain itu, Buah belimbing wuluh juga mengandung zat kalium yang dapat melancarkan keluarnya air seni, sehingga dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Hariana, 2004).2.3 Aktinomiset Endofit

Aktinomiset, terutama dari genus Streptomyces mendapat perhatian besar untuk diteliti karena kemampuannya menghasilkan banyak senyawa metabolit, diantaranya antibiotik, enzim, enzim inhibitor, biopigmen, dan immunomodifier. Berdasarkan analisis 16S rRNA aktinomiset diklasifikasikan ke dalam domain Bakteria, filum Actinobacteria, kelas Schizomycetes dan ordo Actimomycetales (Hayakawa dan Nonomura, 2003). Aktimomiset adalah bakteri gram positif yang kaya kandungan GC, yaitu sekitar 57-75% (Castillo et al., 2002). Aktinomiset banyak ditemukan di dalam tanah terutama pada bagian topsoil dan jumlahnya semakin berkurang seiring dengan bertembahnya kedalam tanah. Selain di tanah, telah ditemukan juga aktinomiset endofit pada tanaman. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa mikrob endofit mampu menghasilkan senyawa yang sama seperti yang dihasilkan oleh inangnya. Streptomyces NRRL 30566, yang berasal dari daun Gravillea pteridifolia yang tumbuh di Australia sebelah utara, diketahui mampu menghasilkan antibiotik kakadumisin sama seperti tanaman inangnya (Castillo et. al, 2003).

Aktinomiset endofit telah dapat diisolasi dari beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagai obat darah tinggi yaitu pegagan dan belimbing wuluh (Sari, 2011). Dari kedua tanaman tersebut diperoleh 12 isolat aktinomiset endofit yang memiliki kemampuan menghasilkan inhibitor ACE. Salah satu isolat diantaranya yaitu Streptomyces sp. AEP-1 yang diisolasi dari daun pegagan memiliki aktivitas yang sangat baik, yaitu sebesar 279,2%. Isolat ini sangat potensial sebagai penghasil senyawa inhibitor ACE alami.BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan PenelitianJenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian pre and post test controlled group design.3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Biologi dan Kimia Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 3 bulan (Februari-April 2014).3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat gelas (pyrex), neraca analitik (ohauss), pH meter (Hanna, Electrosphygmomanometer PE 33 (Narco-Biosystems), blender (National), spuit (Terumo), IV cateter (Terumo), alat sentrifugsi, mortal gerus, cawan petri, mikropipet, sedotan diameter 0,5 cm, kertas saring Whatmann no.1, inkubator, sonde, kandang tikus, handscoon.3.3.2 Bahan

Isolat aktinomiset endofit belimbing wuluh, alkohol 70%, NaOCL 1%, akuades steril, buffer fosfat (pH7,1) 12,5 mM, pakan standar tikus, CMC, captopril, media agar HV, media agar international Streptomyces Project 2 (ISP2), media cair ISP2, predinsone..3.3.3 Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar yang diperoleh dari Pusat Pengembangbiakan hewan uji tikus dan mencit bersertifikasi di Kota Pontianak. Kriteria inklusi sampel adalah tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus) usia 2-3 bulan berat badan 200-300 gram, tidak ada abnormalitas anatomi dan metabolik. Sedangkan, kriteria eksklusi adalah tikus putih tidak terjadi hipertensi selama pengondisian dan perlakuan, tikus tampak sakit, dan tikus yang mati selama proses penelitian. Besar sampel berjumlah 25 ekor yang terbagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri 5 ekor tikus sesuai dengan perhitungan rumus federer (t-1)(n-1) 15. Untuk menghindari dropout, sampel ditambah 20% dari total sampel, sehingga sampel seluruhnya adalah 30 ekor.3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pembuatan Isolat Aktinomiset Endofit Belimbing Wuluh (AEBW)

Sampel akar, daun, buah dan batang belimbing wuluh yang telah dipotong direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit, kemudian direndam NaOCl 1% selama 5 menit, dan selanjutnya direndam kembali alkohol 70% selama 1 menit selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Potong bagian tanaman yang telah disteril dan gerus, larutkan dalam 12,5 mM buffer fosfat (pH 7,1). Ekstrak yang diperoleh disentrifugasi (3000rpm: 10 menit: suhu ruang). Supernatan diambil sebanyak 0,1 ml, lalu disebar secara merata pada cawan Petri berisi media agar-agar asam humat inkubasi pada 28oC selama 3 minggu. Lakukan dua kali pengulangan untuk mendapatkan ekstrak yang baik. Setelah itu dilakukan proses purifikasi AEBW pada media agar-agar ISP2 yang diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruangan. Langkah terakhir adalah isolasi AEBW koloni dari isolat agar tadi diambil dengan sedotan berdiameter 0,5 cm lalu diinokulasi pada media cair ISP2 dengan perbandingan 1:30. Selanjutnya diinkubasi dalam suhu ruangan pada inkubator bergoyang 120rpm selama 10 hari. Kemudian, kultur disentrifugasi 3000 rpm : 15 menit pada suhu ruangan. Filtrat kultur diambil dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan pellet dan supernatant. Supernatan hasil saringan diambil 80 ul untuk uji antihipertensi pada tikus.3.4.2 Perhitungan Dosis Ekstrak Isolat AEBW dan Dosis Kaptopril

Berdasarkan penelitian Sari (2011) didapatkan dosis efektif isolat aktinomiset endofit belimbing wuluh secara in vitro 5,263 mg/ml. Maka, perhitungan dosis untuk tikus 200 gram adalah 5,263 mg x 0,2 = 1,053 mg/0,2 kgBB. Digunakan 3 dosis ekstrak bertingkat yaitu Dosis I = 50% x 1,053mg/200gBB = 0,526mg/200gBB, Dosis II= 100% x 1,053mg/200gBB = 1,053mg/200gBB, dan Dosis III = 200% x 1,053mg/200gBB= 2,106 mg/200gBB. Perhitungan dosis kaptopril berdasarkan dosis terapi peroral pada manusia yaitu 25 mg. Dosis tersebut dikonversikan ke tikus dengan berat badan 200 gram dengan nilai konversi 0,018. Adapun perhitungan dosis kaptopril adalah sebagai berikut 0,018 x 25 mg = 0,45 mg/0,2kgBB untuk sekali minum.3.4.3 Induksi Hipertensi pada Hewan Coba

Hewan uji diaklimatisasi dalam suasana laboratorium selama 7 hari untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan meminimalisasi efek stres yang dapat berpengaruh pada metabolisme. Hewan uji diberi makan pakan standar dan minum ad libitum. Induksi hipertensi pada tikus dengan menggunakan kombinasi prednison 1,5 mg/KgBB dan NaCl 2,5%. Sebagai pensuspensi digunakan Tween 80. Formula ini diberikan peroral setiap hari selama 2 minggu untuk memperoleh tekanan darah di atas normal. Hewan yang digunakan adalah hewan dengan tekanan darah sistol 150 mmHg.3.4.4 Uji Efek Antihipertensi

Tikus dikelompokan menjadi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dengan perlakuan seperti berikut:

KelompokPerlakuan

I (Kontrol Negatif)Tikus diinduksi hipertensi, tidak mendapatkan ekstrak isolat AEBW maupun preparat kaptopril.

II (Kontrol Positif)Tikus diinduksi hipertensi, mendapat preparat kaptopril dosis 0,45 mg/200gBB.

III (Kelompok Perlakuan 1)Tikus diinduksi hipertensi, mendapat ekstrak isolat AEBW dengan dosis 0,526mg/200gBB per oral selama 2 minggu.

IV (Kelompok Perlakuan 2)Tikus diinduksi hipertensi, mendapat ekstrak isolat AEBW dengan dosis 1,053mg/200gBB per oral selama 2 minggu

V (Kelompok Perlakuan 3)Tikus diinduksi hipertensi, mendapat ekstrak isolat AEBW dengan dosis 2,106mg/200gBB per oral selama 2 minggu

Pemberian ekstrak dilakukan per oral dengan menggunakan sonde sesuai dosis selama 2 minggu, dimulai setelah masa induksi hipertensi terhitung hari pertama hingga 14 hari setelahnya. Sebagai perbandingan digunakan kontrol negatif yaitu tikus yang diberi kaptopril sesuai dosis yang telah dikonversi. Pemberian preparat kaptopril maupun ekstrak AEBW ini dilakukan 2 kali sehari pada jam 10.00 dan 17.00.3.4.5 Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanana darah hewan uji dilakukan sebelum induksi hipertensi, setelah induksi, 2 minggu setelah pemberian ekstrak. Tikus dikatakan hipertensi jika tekanan darah 150 mmHg, dan dikatakan mempunyai efek antihipertensi jika terjadi mampun menurunkan tekanan sistol 20 mmHg. Pengukuran tekanan darah dengan cara Tail Cuff method menggunakan alat Electrosphygmomanometer PE 33 (Narco-Biosystems). Cara pengukuran ini sesuai dengan cara pengukuran tekanan darah menggunakan sphigmomanometer pada manusia. 3.4.6 Pengumpulan dan Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis secara statistik, uji statistik yang digunakan yaitu Kolmogorov-Smirnov, untuk menguji distribusi data yang didapat, Test of Homogeneity of Variances, untuk menguji homogenitas dari varian data tiap kelompok, One-way ANOVA, untuk menguji rata-rata perbandingan data tiap kelompok, dan Least Significant Difference (LSD), untuk menguji signifikansi dari perbedaan rata-rata data antar kelompok perlakuan.3.5 Bagan Alur Penelitian

3.6 Biaya Dan Jadwal Kegiatan3.6.1 Anggaran Biaya

Ringkasan anggaran biaya penelitian ini disusun dalam tabel 1.

No.Jenis PengeluaranBiaya (Rp.)

1.Peralatan Penunjang (25%)3.724.000

2. Bahan Habis Pakai (35%)4.038.660

3. Publikasi dan Laporan (15%)1.000.000

Jumlah8.800.000

3.6.2 Jadwal Kegiatan

KegiatanFebruariMaretApril

IIIIIIIVIIIIIIIVIIIIIIIV

Penyiapan alat dan bahan

Pembuatan ekstrak isolat AEBW

Pengkondisian hewan uji

Induksi Hipertensi

Pemberian dosis ekstrak

Pengukuran tekanan darah

Pengumpulan dan analisis data

Publikasi dan pembuatan laporan

BAB IV HASIL YANG DICAPAI

Berikut hasil yang telah dicapai pada penelitian kami adalah sebagai berikut :1. Berdasarkan hasil Lampiran Keputusan Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor : 0263/E5/2014 Tentang Penetapan Penerima Hibah Penelitian, Program Pengabdian kepada Masyarakat, Program Kreativitas Mahasiswa Tahun Anggaran 2014 menyatakan bahwa PKM-P atas nama Angga Dominius mendapatkan dana hibah PKM Dirjen Dikti tahun 2014.2. Telah dilakukan konsultasi langsung dengan pembimbing PKM-P yang membahas tentang prosedur penelitian yakni : Arahan untuk survey peralatan dan perlengkapan penelitian.

3. Menindak lanjuti hasil bimbingan tersebut, kami kemudian melakukan survei beberapa peralatan penelitian yang tersedia di laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, dalam upaya penghematan dana penelitian mengingat dana hibah dirjen dikti belum dapat diterima.

4. Kemudian, kami melakukan bimbingan kembali untuk membahas dua kendala utama yakni : kesulitan mencari bahan dasar pembuatan agar asam humat vitamin B dan international streptomyces project 2 (ISP 2) untuk media isolasi bakteri aktinomiset endofit di kota Pontianak dan kesulitan dalam mengukur parameter tekanan darah tikus. Selanjutnya, didapatkan saran berupa : pencarian media isolasi aktinomiset endofit lain yang spesifik sehingga dapat disubstitusikan dan disarankan untuk konsul ke bagian kedokteran hewan atau ke Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Barat. 5. Menindaklanjuti hasil bimbingan tersebut, maka kami melakukan study literature untuk menemukan media isolasi aktinomiset endofit lain yang spesifik sehingga didapatkan 4 jenis media dan masih dipertimbangkan keberadaanya di kota Pontianak.6. Telah didapatkan tempat pengambilan/pembelian buah belimbing wuluh yakni di Pasar Tradisional Flamboyan Kota Pontianak. Namun, hingga saat ini kami masih belum mendapatkan buah tersebut karena kendala musim.7. Mencari informasi mengenai administrasi peminjaman laboratorium di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.BAB V RANCANGAN TAHAPAN BERIKUTNYA

Berikut tindak lanjut penelitian PKM-P ini :

1. Melakukan konsultasi lebih lanjut ke Dinas Peternakan Provinsi Kalimanatan Barat atau kedokteran hewan mengenai teknik yang tepat untuk mengukur tekanan darah hewan uji yaitu tikus.2. Melakukan pengumpulan bahan dan alat penelitian sehingga metode penelitian dapat segera dilakukan.

3. Melakukan survei keempat media isolasi spesifik aktinomiset endofit yang telah disebutkan diatas yang dilakukan di daerah kota Pontianak dan sekitarnya.

4. Melakukan pencarian alternative terhadap tempat pengambilan/pembelian buah belimbing wuluh sehingga dapat diperoleh dengan cepat bahan ekstrak tersebut.

5. Mengurus administrasi peminjaman laboratorium di Fakultas Kedokteran Univ. Tanjungpura.

6. Melakukan pembelian hewan coba sehingga dapat segera dilakukan aklimatisasi dan induksi pada hewan coba.

Kami mohon maaf karena penelitian ini tidak sesuai dari jadwal yang telah ditentukan, adapun faktor kendala yang kami temui adalah sebagai berikut :

1. Lamanya pencairan dana hibah dirjen dikti. Sehingga, peneliti yang notabene hanya sebagai mahasiswa tidak mampu untuk mendanai sebagian maupun keseluruhan penelitian kami.

2. Kesulitan mencari bahan uji yakni buah belimbing wuluh di Kota Pontianak sebab, berdasarkan hasil survei pada beberapa penjual, menyatakan buah tersebut tumbuh sesuai musimnya. Namun, kami akan tetap berusaha untuk mendapatkannya.

3. Kesulitan mendapatkan agar isolasi aktinomiset endofit di kota Pontianak dan juga kesulitan dalam mengetahui teknik yang tepat dalam mengukuran tekanan darah pada hewan coba dalam hal ini tikus.DAFTAR PUSTAKACastillo U et al. 2002. Munumbicins, Wide-Spectrum Antibiotics Produced By Streptomyces NRRL 30562, Endophytic On Kennedia Nigriscans. J Microbiol 148: 26752685.

______________. 2003. Kakandumycins, Novel Antibiotic From Streptomyces sp. NRRL 30566, An Endophyte Of Grevillea pteridifolia. FEMS Lett 224:183-190.

Fadhilah AM. 2012. Aktivitas Dan Karakter Senyawa Inhibitor Ace Streptomyces Sp. Aep-1 Endofit Tanaman Pegagan (Centella Asiatica) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hariana HA. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hayakawa MT, Nonomura H. 2003. Humic Acid-Vitamin Agar, A New Method For The Selective Isolation Of Soil Actinomycetes. J Ferment Bioeng 65:501-509.

Ismarani, Pradono DI, Darusman LK. 2011. Mikroenkapsulasi Ekstrak Formula Pegagan Kumis Kucing-Sambiloto Sebagai Inhibitor Angiotensin I Converting Enzyme Secara In Vitro. J. Agribisnis & Peng. Wil 3(1): 11-24Kementerian Kesehatan RI. 2012. Masalah Hipertensi di Indonesia. [homepage di internet]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1909. [dimutakhirkan 6 Mei 2012; disitasi pada 24 Oktober 2013].

Price SA, Wilson LM. 2006. Penyakit Aterossklerotik Coroner. Dalam: Brown CT, editor. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Terj. Pendit BU, Harianto H, Wulansari P, Mahanani DA. Edisi ke-6 volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 583.

Rahajeng E dan Tuminah S. 2009. Prevelensi Hipertensi dan Determinanya di Indonesia. Maj Kedokt Indon 59(12): 580-587.

Roy A, Geetha RV, Lakshmi T. 2011. Averrhoa Bilimbi Linn-Natures Drugs Store- A Pharmacological Review. Int. J. Drug Dev. & Res., 3(3): 101-106.

Sari WE. 2011. Aktivitas Antihipertensi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Pegagan Dan Belimbing Wuluh [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sehu WK, 2005, Opthalmic Pathology An Illustrated Guide For Clinicians : Retina : Vascular Diseases, Degenerations And Dystrophies. 1st ed. Carlton Australia, Blackwell Publishing Limited ; 204, 213-4.

Sharma PK, Sarita S, Prell J. 2005. Isolation And Characterization Of An Endophytic Bacterium Related To Rhizobium/Agrobacte rium From Wheat (Triticum aestivum L.) Roots. Current Sci 89:608-610.

Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat Prod Rep 18:448-459.

WHO-ISH 2003. Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the management of hypertension. J Hypertension.;21(11):1983-92.Wijaya I dan Siregar P. 2013. Hypertensive Crises In He Adolescent: Evaluation Of Suspected Renovascular Hypertension. [case report]. Acta Medica Indonesiana-The Indonesiana Journal of Internal Medicine. 45 (1): 49=54.

Wijayakusuma H, Dhalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Bogor Penebar Swadaya.

World Health Organization. 2012. New Data Highlight Increases In Hypertension, Diabetes Incidence. [homepage di Internet]. Tersedia di: http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2012/world_health_statistics_20120516/en/. [dimutakhirkan 16 Mei 2012; disitasi pada 24 Oktober 2013].

Yanoff M, Duker JS, 2009, Retina and Vitreous, Hypertensive Retinopathy. In : Yanoff & Duker Ophthalmology, 3rd ED. China, Elsevier ; 584-8.

Yusuf I. 2008. Hipertensi sekunder. Medicinus 21:71-79.

Tikus

30 ekor

Induksi hipertensi (prednisone 1,5 mg/KgBB dan NaCl 2,5%.

(2 minggu)

Randomisasi

Eksklusi

KN

(5 ekor)

KP

(5 ekor)

KL1

(5 ekor)

Kaptopril

(0,45 mg/200gBB)

Dosis 1

(0,526mg/200gBB)

Pengukuran Tekanan darah

(Tail cuff method)

Pengumpulan dan Analisis data

Adaptasi

(7 hari)

Berhasil

Gagal

KL2

(5 ekor)

KL3

(5 ekor)

Dosis 2

(1,053mg/200gBB)

Dosis 3

(2,106mg/200gBB)

2 minggu

2 minggu

2 minggu

ii