Laporan KCV Kel 5

44
LAPORAN FITOKIMIA KROMATOGRAFI KOLOM VAKUM OLEH: KELOMPOK V ADELIVIA PUTERI NIODE ASRI TOMAYAHU FAJRIANI MONOARFA IIN OKA ZULAIKHA NINING ANGGRIANI TRIA ANISA SPAER ASISTEN: CHRISTIAN MODUNDO, S.Si., Apt. LABORATORIUM FITOKIMIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

description

farmasi

Transcript of Laporan KCV Kel 5

Page 1: Laporan KCV Kel 5

LAPORAN

FITOKIMIA

KROMATOGRAFI KOLOM VAKUM

OLEH:

KELOMPOK V

ADELIVIA PUTERI NIODE

ASRI TOMAYAHU

FAJRIANI MONOARFA

IIN OKA ZULAIKHA

NINING ANGGRIANI

TRIA ANISA SPAER

ASISTEN: CHRISTIAN MODUNDO, S.Si., Apt.

LABORATORIUM FITOKIMIA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2012

Page 2: Laporan KCV Kel 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu analisis kimia menjadi meragukan jika pengukuran sifat tidak

berhubungan dengan sifat spesifik senyawa. Analisis meliputi pengambilan

cuplikan, pemisahan senyawa pengganggu, isolasi senyawa yang

dimaksudkan, pemekatan terlebih dahulu sebelum identifikasi dan

pengukuran. Banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik

paling banyak digunakan. Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael

Tswett, seorang ahli botani Rusia, pada tahun 1906. Kromatografi berasal dari

bahasa Yunani ‘Kromatos’ yang berarti warna dan ‘Graphos’ yang berarti

menulis. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada

perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tinggal

pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak,

memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan

perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan.

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling

kuat dilaboratorium. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang

leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.

Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua

cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi

murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara

mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama

yang terlibat ialah: Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan

(kelarutan), Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk

halus (adsorpsi, penjerapan), dan Kecenderungan molekul untuk menguap

atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) .

Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang

digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala

Page 3: Laporan KCV Kel 5

besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan

untuk pemurnian seyawa di laboratorium.

Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang

dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-

sampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum

bahwa panjang kolom harus sekurang–kurangnya 10 kali ukuran diameternya.

Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan diameternya 1 atau 2

cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti alumina atau resin penukar

ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam porsi fasa bergerak dan

dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan.

1. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini yaitu agar mahasiswa dapat

mengetahui cara memisahkan campuran senyawa dari tanaman temu putih

(Curcuma zedoria Rosc) dengan menggunakan metode kromatografi cair

vakum.

1.2.1 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu:

1. Mengetahui prinsip kerja dari kromatografi cair vakum.

2. Mengidentifikasi senyawa dengan menggunakan metode KLT preparatif.

Page 4: Laporan KCV Kel 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kromatografi

Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada

dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran

ionpada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir (2).

Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari

substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk

kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama (3).

Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau

cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase

gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari

campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan

bergerak pada laju yang berbeda pula (3).

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada

kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah

fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran

sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen

yang mudah tertahan pada fase diam akan tertimggal. Sedangkan komponen

yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (4).

II. 2 Kromatografi Kolom

Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang

digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala

besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali

digunakan untuk pemurnian senyawa di laboratorium (5).

Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang

dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-

sampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum

Page 5: Laporan KCV Kel 5

bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali ukuran

diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan

diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti

alumina atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam

porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan

sedikit cairan (6).

Kolom untuk analisis farmasi umumnya digunakan kolom isi dan

sebaiknya hanya isi kolom yang mempengaruhi gerak relative zat terlarut

melalui system. Kolom terbuat dari kaca, kecuali jika dinyatakan lain.

Kolom dengan beragam ukuran dapat digunakan, tetapi umumnya antara 0,6

m hingga 1,8 m serta diameter dalam 2 mm hingga 4 mm. sebagai fase cair

dapat digunakan beraneka ragam senyawa kimia, seperti poly etilen glikol,

ester dan amida berbobot molekul tinggi, hidro karbon, gom, dan cairan

silicon (5).

Kolom harus dikondisikan dengan jalan mengoperasikan sampai

keadaan stabil pada suhu yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan seperti

yang tertera pada masing – masing monografi. Suatu uji yang sesuai

terhadap sifat inert penyangga, yang perlu untuk fase cair dengan polaritas

yang rendah, ada kalanya suatu kolom dapat dikondisikan dengan

menyuntikkan ulang senyawa yang dikromatografi.

Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan suatu campuran

senyawa. Kolom yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa

serbuk penyerap (seperti selulosa, silika gel, poliamida). Fase diam dialiri

(dielusi) dengan fase gerak berupa pelarut.

Kromatografi kolom terdiri dari 2 fase yaitu (7):

Fase Diam

Fase stationer dalam kromatografi kolom adalah zat padat (adsorben).

Fase diam yang paling umum digunakan adalah silica gel yang diikuti

alumina. Fungsi dari fase diam adalah untuk menahan sampel bergerak di

sepanjang kolom.

Page 6: Laporan KCV Kel 5

Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom berupa campuran

pelarut atau pelarut murni (eluent). Fungsi fase gerak adalah mengalirkan

analit (sampel) untuk bergerak di sepanjang fase diam sampai akhirnya

terelusi.

Ukuran penyerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk

KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250 m, untuk kolom yang

dijalankandengan gaya tarik bumi, kolom yang dijalankan dengan

tekanan, apakah menggunakan udara ataupompa, biasanya mengandung

partikel 40-63 m atau lebih halus (8)

Kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu

yang diisi dengan bahan sorpsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda.

Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorpsi disebut kolom pemisah.

Tergantung dari masalah bahan pemisahan dapat digunakan tabung filter

dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit (tabung Allihn)

atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi

dengan kran. Tabung bola jarang digunkan.Perbandingan panjang tabung

terhadap diameter pada umumnya adalah 40:1. Harga 20 berlaku sebagai

batas bawah (9).

Pengisisan tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut

kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium

oksida atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar

pengisian rata, tabung setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan

lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi,

terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang

umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarutelusi,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorpsi

digunakan bahan yang sama dengan kromatografi lapis titpi yaitu silika gel,

aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya juga arang aktif dan gula

tepung. Tergantung dari cara pengembangan dapat dibedakan kromatografi

elusi, kromatografi garis depan dan kromatografi pendesakan (9).

Page 7: Laporan KCV Kel 5

Kolom kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar

menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertical (10).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi

kolom adalah fase diam yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam),

ukuran kolom (diamter dan panjang kolom), kecepatan alir elusi membantu

mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan

kehidupan manusia secara umum (10).

Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didsarkan pada

afinitas kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu

memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar

kromatografi kolom menggunakan fase diam yang bersifat polar dengan

fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan menjadi lebih

singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan waktu

yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom

dapat ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan

mengisi fase diam pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol

keran. Laju aliran yang lebih baik dapat dicapai dengan menggunakan

pompa atau dengan menggunakan gas dengan kompresi (misalnya udara,

nitrogen, argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom. 

Kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau

pati yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom.

Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga

sampel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa mobil; pembawa)

ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut

berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang

teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun, zat

terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju

penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada

koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan

terpisahkan membentuk beberapa lapisan. Akhirnya, masing-masing lapisan

dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen murninya.

Page 8: Laporan KCV Kel 5

Nilai R didefinisikan untuk tiap zat etralrut dengan persamaan berikut. 

R = (jarak yang ditempuh zat terlarut)/(jarak yang ditempuh pelarut/fasa

mobil) (11).

Kromatografi kolom karena memiliki aliran konstan solusi eluted

melewati detektor dalam berbagai konsentrasi, detektor harus plot

konsentrasi dari sampel eluted selama perjalanan waktu. Plot konsentrasi

sampel terhadap waktu disebut kromatogram. Resolusi mengungkapkan

tingkat pemisahan antara komponen-komponen dari campuran. Semakin

tinggi resolusi kromatogram, semakin baik tingkat pemisahan sampel kolom

memberi (12).

a. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom yaitu

(12):

1. Efisiensi Kolom Kromatografi

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling sederhana

adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom

adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep

lempeng teoritis pada distilasi.

2. Resolusi (Daya Pisah)

Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik.

Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode

kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk

hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus

terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang

(overlapping) atau tidak ada tumpang tindih sama sekali. Resolusi

komponen-komponen dalam kromatografi tergantung pada waktu retensi

relatif pada sistem kromatografi tertentu dan tergantung pada lebar

puncak. 

3. Faktor Asimetri (Faktor Pengekoran)

Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang

baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran

(tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak

Page 9: Laporan KCV Kel 5

simetri. Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak

setangkup), maka suatu perhitungan asimetris merupakan cara yang

berguna untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi.

b. Manfaat kromatografi kolom dalam dunia farmasi (13).

Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan yang

sangat besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif,

senyawa dalam protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi

obyek molekul yang harus di-purified (dimurnikan) terutama untuk

keperluan dalam bio-farmasi. Kromatografi juga bisa diaplikasikan dalam

pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat,

lemak, vitamin dan molekul penting lainnya.

Dengan data-data yang didapatkan dengan menggunakan kromatografi

ini, selanjutnya sebuah produk obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya,

dapat dipakai sebagai data awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau

dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga bisa

bertahan lama.

Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama

dalam menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang

pasien, dokter dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien

tersebut. Seorang perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok

berat atau ringan hanya dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari

sampel air liurnya. Demikian halnya air kencing, darah dan fluida badan

lainnya bisa memberikan data yang akurat dan cepat sehingga keberadaan

suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat dideteksi secara dini dan cepat.

Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air kencing menjadi

sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal). Banyak

metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan

tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama

untuk mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi.

Dengan alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama

dalam.

Page 10: Laporan KCV Kel 5

Pada metode kromatografi kolom mempunyai keuntungan dan

kerugiannya yaitu (14):

Keuntungan Kromatografi Kolom yaitu :

Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparatif

Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran

Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi

Kerugian kromatografi kolom yaitu :

Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual

Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama.

Gambar 1. Alat Kromatografi Kolom

II. 3 Kromatografi Kolom Vakum

Kromatografi kolom vakum merupakan kromatografi kolom yang

dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan

kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi

dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan

maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet,

pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung

fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari

Page 11: Laporan KCV Kel 5

pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya

(9).

Tabel 1. Urutan pelarut yang digunakan dalam Kromatogravi Cair Vakum .

Fraksi Pelarut Komposisi Volume (ml)

1 Heksana 100 100

2 Heksana-etil asetat 50:50 100

3 Etil asetat 100 100

4 Etil asetat-metanol 75:25 100

5 Etil asetat-metanol 50:50 100

6 Etil asetat-metanol 25:75 100

7 Metanol 100 100

 Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang

dikemas kering biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis10-4

µg pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum

sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering

dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Setelah

diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan

pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kedalam permukaan penjerap

lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai keringdan kolom sekarang siap

dipakai (9).

Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum,

kromatografi cair vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan

bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3,

sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta

wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5

cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan

dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak

tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak.

Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dandimasukkan ke

dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup

Page 12: Laporan KCV Kel 5

dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut nonpolar dilarutkan

dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang

digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak

sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak

diperlukan 50 ml pelarut. Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian

rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata.

Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian

dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah

terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (10).

Kromatografi cair vakum dapat digunakan untuk fraksinasi dan

memurnikan fraksi. Metode KCV digunakan karena lebih efektif dan efisien

dalam pemisahan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi

cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan dari

Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk separasi

menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah

kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak

dalam metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum. Kromatografi

cair vakum pada awalnya digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan

produk-produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu

corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong Buchner ini diiisi

dengan fase diam yang tingkat kehalusannya seperti yang umumnya dipakai

dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh) (11).

Corong  Buchner  yang berisi  fase diam  ini digunakan  dalam 

kondisi vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang

dihasilkan oleh kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi

gravitasi namun diperlukan waktu yang lebih singkat. Cara asli yang

diperkenalkan oleh Coll menggunakan corong Buchner kaca masir atau ko

lom pendek sedangkan target menggunakan kolom yang lebih panjang

untuk meningkatkan daya pisah (11).

Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama

dibandingkan kolom konvensional yaitu (12) :

Page 13: Laporan KCV Kel 5

1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan

alir fase gerak lebih lambat (10-100μl/menit)

2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih

ideal jika digabung dengan spectrometer massa

3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat

karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel

terbatas missal sampel klinis

Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) yaitu (12) :

1. Membutuhkan waktu yang cukup lama

2. Sampel yang dapat digunakan terbatas

Gambar 2. Alat Kromatografi Vakum Cair

Page 14: Laporan KCV Kel 5

2. 2 Uraian Tanaman

Temu putih (Curcuma zedoria Rosc.) (15)

Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Monocotylodonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberceae

Marga : Curcuma

Spesies : Curcuma zedoaria

Gambar 3. Tanaman Temu Putih

Nama Daerah

Koneng bodas ( Jawa ), Tomulawa moputi’o (gorontalo). Ezhu ( C ), barak

(Tag), sung meng.

Nama Simplisia

Zedoariae Rhizoma ( Rimpang Temu Putih )

Morfologi

Batangnya semu, berbentuk silindris, lunak. Batang di dalam tanah

membentuk rimpang berwarna hijau pucat. Herba setahun, dapat lebih dari

2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah

tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih atau putih

kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik.

Daun tunggal, lonjong, dibagian ujung meruncing, sedangkan di

pangkal tumpul. Panjang daun bisa mencapai 0,6-1 meter dan lebar 10-20

sentimeter. Pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau coklat

tua, helaian 2-9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang

terlebar, ujung runcing-meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau

dengan bercak coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau lebih.

Pertulangan menyirip, tipis, berbulu halus, hijau dan bergaris ungu. Daun

pelindung berjumlah banyak, spatha dan brachtea; rata-rata 3-8 x l,5-

Page 15: Laporan KCV Kel 5

3,5cm.

Bunga majemuk, di ketiak daun, panjang 7-15 cm. Bunga majemuk

susunan bulir,diketiak rimpang primer, tangkai berambut. Benang sari

melekat pada mahkota dengan panjang sekitar 0,5 cm, tangkai putik

panjang 2 cm. Benang sari 1 buah, tidak sempuma, bulat telur terbalik,

kuning terang, 12-16 x 10-115 mm, tangkai 3 5 x 2-4 mm, kepala sari

putih, 6 mm. Kelopak 3 daun, putih atau kekuningan, bagian tengah merah

atau coklat kemerahan, 3 -4 cm. Mahkota: 3 daun, putih kemerahan, tinggi

rata-rata 4,5 cm mahkota lonjong panjang 7-15 cm. Bibir bibiran

membulat atau bulat telur terbalik, ujung 2 lobe, kuning atau putih, tengah

kuning atau kuning jeruk, 14-18 x 14-20 mm.

Buah berbentuk kotak, bulat. Rimpang dan daun Curcuma zedoaria

mengandung saponim, flanoida, dan polifenol.

Kandungan Kimia

Daun dan rimpang Curcuma zedoaria yang biasa digunakan untuk

obat-obatan mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Selain itu

juga mengandung Ribosome Inacting Protein (RIP), dan zat anti-oksidan.

Rimpang temu putih mengandung 1-2 % minyak menguap dengan

komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung

lebih dari 20 komponen seperti curzerenone ( zedoarin ) yang merupakan

komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin,

curcumemone, epicurcumenol, curcumol, isocurcumenol, procurcumenol,

dehydrocurdione, furanodienone dll.

Khasiat dan Kegunaan

Rimpang Curcuma zedoaria berkhasiat untuk pelega perut, nyeri

waktu haid, tidak datang haid, pembersih darah setelah melahirkan,

memulihkan gangguan pencernaan makanan, sakit perut, rasa penuh dan

sakit di dada, limpa, antikanker, atasi kista.

Untuk mengolahnya menjadi obat, umbinya yang mengandung

saponin, flavonoida, dan polifenol dapat diparut ter,ebih dahulu. Setelah

itu diperas dan disaring. Campurkan ke dalam air panas mendidih agar

Page 16: Laporan KCV Kel 5

melarut dengan sempurna. Bisa diminum dan dicampur sedikit gula agar

rasanya enak.

Temu putih memiliki sifat antikanker lewat kerja imunomodulator.

Ekstraknya akan memperbanyak jumlah limfosit, meningkatkan toksisitas

sel pembunuh kanker (natural killer) dan sintetis antibodi spesifik. Sifat-

sifat ini akan menguatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus

maupun sel kanker.

II.3 Uraian Bahan

2.3.1 Etil Asetat (1)

Nama resmi : Etil Asetat

Sinonim : -

Berat Molekul : 18,02

Rumus Molekul : C4H8O2

Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat

mudah terbakar

Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan

etanol (95%) P dan denga eter P

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik

Kegunaan : Sebagai eluen

2.3.2 Asam sulfat (16)

Nama resmi : Sulfat acid

Sinonim : Acidy Sulfate

Nomor CAS : 7664-93-9

Berat Molekul : 98,08

Rumus Molekul : H2SO4

Keasaman (pKa) : 3

Viskositas : 26,7

Page 17: Laporan KCV Kel 5

Pemerian : cairan bening, tak berwarna, tak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, larut dalam air dan

larut dalam asam mineral lainnya.

Kegunaan : Sebagai penampak noda

2.3.3 Metanol (1)

Nama resmi : Metanolum

Sinonim : Metanol, Metil-alkohol

Berat molekul : 34

Rumus molekul : CH3OH

Rumus Struktur :

Pemerian : Jernih, mudah menguap, berbau khas

Kelarutan : Sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter,

heksena

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

2.3.4 N-heksana (1)

Nama Resmi : Hexaminum

Sinonim : Heksamina

Berat Molekul : 140,09

Rumus Molekul : C6H12O4

Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, tidak berbau, rasa membakar dan manis

kemudian agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu ±

2600 menyumblim.

Page 18: Laporan KCV Kel 5

Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dalam 12,5 mL etanol

(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian klorofom

P.

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik

Kegunaan : Sebagai eluen

2.3.5 Silika Gel (16)

Nama Resmi : Silica Gel

Nomor CAS : 63231-67-4

Rumus Mole3kul : SiO2.xH2O

Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, tidak berbau.

Kelarutan : Larut dalam air

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik

Kegunaan : sebagai absorben

Page 19: Laporan KCV Kel 5

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

3.1.2 Alat

1. Lumpang dan Alu

2. Batang pengaduk

3. Botol vial

4. Cawan porselin

5. Chamber glass

6. Gelas kimia

7. Gelas ukur

8. Kipas angin

9. Pipa kapiler

10. Pipet

11. Satu set alat KCV

12. Sendok tanduk

13. Lampu UV 254 dan 366.

3.1.3 Bahan

a. Kromatogravi Cair Vakum

1. Ekstrak Temu putih 2 g

2. Eluen :

A. N-Heksan (100%)

B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20)

C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40)

D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60)

E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80)

F. Etil asetat (100%)

G. Methanol (100%)

3. Kertas saring

4. Sebuk silica gel ± 40 g

Page 20: Laporan KCV Kel 5

b. Kromatografi Lapis Tipis

1. Ekstrak kental hasil fraksinasi dari KCV

2. Metanol

3. Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14)

III. 2 Cara Kerja

1. Fraksinasi dengan Kromatografi Cair Vakum.

a. Alat dan bahan disiapkan.

b. Timbang ekstrak Temu Putih sebanyak 2 g

c. Ekstrak Temu putih disuspensikan dengan Silika gel GF254 sebanyak 20

g. Caranya ekstrak dan silica gel di gerus pada lumping sampai

tercampur homogen dan kering.

d. Kertas saring dimasukkan dalam kolom.

e. Silica gel sebanyak 40 g dimasukkan kedalam kolom.

f. Aliri kolom yang berisi silika gel dengan metanol agar menjadi padat

dan rapat.

g. Serbuk ekstrak ditaburkan merata pada bagian atas kolom yang sudah

termampatkan.

h. Kertas saring diletakkan diatas serbuk ekstrak.

i. Elusi sampel dengan N-Heksan (100%)

j. Pompa vakum dialirkan secara perlahan hingga seluruh eluen keluar,

ditampung dalam wadah dan dilanjutkan dengan fase gerak selanjutnya.

k. Kumpulkan hasil fraksinasi berdasarkan profil kromatogram yang sama.

l. Keringkan dan untuk selanjutkan di KLTP.

2. Fraksinasi dengan Kromatografi Lapis Tipis.

a. Alat dan bahan disiapkan.

b. Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14)

dimasukkan dalam gelas chamber.

c. Eluen di jenuhkan.

d. Hasil Fraksinasi dari KCV dilarutkan dengan metanol.

Page 21: Laporan KCV Kel 5

e. Tiap hasil fraksinasi yang telah dilarutkan dengan metanol di totolkan

pada lempeng aluminia yang telah disipakan.

f. Lempeng dimasukkan kedalam gelas chamber yang telah berisikan

eluen yang telah dijenuhan.

g. Amati pergerkan dari fase gerak terhadap lempeng KLT.

h. Lempeng dikeluarkan dari gelas chamber.

i. Amati bercak noda yang timbul pada lempeng KLT secara fisika dan

kimia.

j. Hitung nilai RF.

Page 22: Laporan KCV Kel 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 HASIL PENGAMATAN

Tabel 3. Hasil Pengamatan KLT

Eluen RfSinar Tampak UV 254 UV 366(-) H2SO4 (+) H2SO4 (-) H2SO4 (+) H2SO4 (-) H2SO4 (+)

H2SO4

A 0,77 Tidak

berwarna

- Tidak

berwarna

- Berflouresensi

kuning

-

B - - - - - - -

C - - - - - - -

D - - - - - - -

E - - - - - - -

F - - - - - - -

Ket : (-) tidak ada hasil, karena tidak menampakkan noda pada lempeng.

Eluen :

A. N-Heksan (100%)

B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20)

C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40)

D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60)

E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80)

F. Etil asetat (100%)

G. Methanol (100%)

IV. 2 PEMBAHASAN

4.2.1 Kromatografi Kolom Vakum

Pada percobaan ini dilakukan fraksionasi terhadap ekstrak kental

yang diperoleh dari ekstraksi tanaman temu putih (Curcuma zedoaria)

dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Hal ini dilakukan

dengan tujuan agar dapat melakukan dan dapat mengetahui dan mengamati

secara langsung proses pemisahan senyawa yang ada dalam ekstrak kental

Page 23: Laporan KCV Kel 5

menjadi senyawa yang lebih spesifik dengan menggunakan kromatografi

yang dilengkapi dengan pompa vakum, bertujuan untuk mempercepat laju

aliran fase gerak atau elusi untuk dapat mengelusi komponen kimia yang

ada dalam ekstrak. Dimana ekstrak yang diperoleh akan berperan dalam

identifikasi senyawa pada masing-masing sampel untuk uji kromatografi.

Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah

menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Selanjutnya ekstrak kental

temu putih (Curcuma zedoaria) ditimbang sebanyak gram, kemudian

dicampurkan dengan silika gel yang bobotnya 2 gram. Dalam hal ini bobot

silika gel dan bobot ekstrak berjumlah sama dengan tujuan agar ekstrak

tersalutkan dengan silika gel. Setelah itu campuran ekstrak dengan silika

gel digerus hingga homogen.

Langkah selanjutnya silika gel dengan berat 40 gram dimasukkan

kedalam kolom dengan tinggi ½ dari tinggi kolom sambil menyalakan

pompa vakum dan menekannya batang pengaduk. Adanya penekanan dan

penarikan dari pompa vakum terhadap silika gel agar silika gel tersebut

menjadi padat dan diperoleh kerapatan yang maksimum. Setelah silika gel

menjadi padat dimasukkan pelarut organik yang cocok yaitu metanol

untuk mencoba apakah kolom tersebut telah sempurna untuk digunakan.

Jika pelarut tersebut akan turun secara horizontal maka kolom tersebut

dapat dikatakan sempurna.

Dalam hal ini ketika metanol dimasukkan dalam silika gel metanol

akan turun secara horizontal, maka dengan hal ini menunjukkan bahwa

kolom tersebut telah sempurna. Setelah itu campuran ekstrak dan silika gel

yang telah homogen dimasukkan ke dalam kolom sambil menyalakan

pompa vakum, agar campuran ekstrak dan silika gel terletak padat dan

rapat dengan silika gel kemudian dilapisi dengan kertas saring. Hal ini

bertujuan untuk menghindari percikan pada saat penambahan eluen.

Selanjutnya dibuat eluen yang tingkat kepolarannya dimulai dari

yang non polar sampai yang bersifat polar. Hal ini bertujuan agar senyawa

yang bersifat non polar keluar terlebih dahulu, jika digunakan eluen yang

Page 24: Laporan KCV Kel 5

bersifat polar, bukan saja senyawa yang bersifat polar yang ditarik, tetapi

senyaa yang bersifat non polar juga akan tertarik keluar. Eluen dibuat

dengan pelarut dan perbandingan uang berbeda yaitu n-heksan 100% : n-

hejsan etil asetat 80:20, n-heksan-etil asetat 60:40, n-heksan-etil asetat

40:60, n-heksan-etil asetat 20:80, etil asetat 100% dan metanol 100%.

Eluen ini kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Eluen yang

ditambahkan melalui dinding kolom dan pompa vakum dinyalakan

sehingga eluen turun mengelusi komponen kimia, dan eluen yang keluar

ditampung sebagai fraksi-fraksi pada wadah yang berbeda. Fraksi-fraksi

tersebut kemudian diuapkan diatas waterbath untuk mendapatkan ekstrak

kental yang akan di identifikasi menggunakan kromatografi laps tipis.

4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Pada percobaan ini dilakukan identifikasi senyawa dalam tujuh

ekstrak yang berbeda, hasil fraksionasi sebelumnya. Dalam uji KLT ini

digunakan lempeng alumina sebagai adsorben (fase diam) dan eluennya

(fase gerak), yaitu pelarut n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan

21:14.

Langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan ekstrak kental

rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) dengan metanol. Untuk pelarutan

tersebut, ekstrak tidak boleh terlalu kental dan tidak boleh terlalu cair. Jika

terlalu kental ekstrak akan tersumbat pada pipa kapiler dan akan sulit

keluar dari pipa tersebut, dan jika terlalu cair maka totolan tersebut

sebagian besar hanya berupa pelarut. Sedangkan sampel yang akan di uji

hanya dalam jumlah yang kecil.

Selanjutnya eluen tersebut dimasukkan kedalam chamber, dan

kedalam chamber tersebut dimasukkan kertas saring. Jika eluen telah jenuh

kertas saring dikeluarkan dan dimasukkan lempeng alumina yang

sebelumnya telah di totolkan ekstrak. Chamber yang di tempati lempeng

dan eluen harus tertutup rapat agar tidak terjadi penguapan dari eluen.

Lempeng tersebut di biarkan dalam eluen selama beberapa menit hingga

eluen bergerak ke atas mencapai batas akhir yang telah di tentukan.

Page 25: Laporan KCV Kel 5

Selanjutnya lempeng diamati secara visual. Dimana pada saat

pengamatan ditunjukkan bahwa lempeng tersebut tidak menampakan

nodai. Untuk lebih menegaskan hasil uji yang didapatkan maka dilakukan

deteksi bercak noda secara fisika maupun kimia terhadap lempeng. Secara

fisika, lempeng diamati di bawah sinar UV gelombang pendek (λ 254 nm)

dan UV gelombang panjang (λ 366 nm). Dimana pada UV λ 254 nm

lempeng berwarna berfluoresensi terang dan bercak berwarna gelap.

Sebaliknya, pada UV λ 366 nm lempeng berwarna gelap dan bercak

berfluoresensi terang. Dari hasil deteksi ini, didapatkan bahwa lempeng

pada sinar UV 254 nm tidak menampakkan noda, sedangkan pada sinar

UV 366 nm lempeng tersebut menampakkan noda berwarna kuning

(Lampiran I). Setelah itu kami mengukur nilai Rfnya dan didapat hasilnya

yaitu 0,77. Dimana sesuai literatur bahwa nilai Rf 0,77 merupakan

senyawa flavonoid yang range Rfnya berkisar antara 0,68-0,8. Selain itu

juga salah satu ciri flavonoid yaitu lempeng tidak akan berwarna apabila

dilihat dengan kasat mata namun apabila dilihat dibawah sinar UV maka

nodanya akan tampak kuning terang. Bercak noda yang timbul di lempeng

KLT dengan eluen yang semakin polar tidak menghasilkan noda.

Page 26: Laporan KCV Kel 5

BAB V

PENUTUP

V. 1 Kesimpulan

1. Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang

digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala

besar untuk pemisahan campuran.

2. Dari hasil yang didapatkan yaitu bercak yang tampak adalah warna kuning

dan Rf yang didapat yaitu 0,77.

3. Semakin polar eluen yang di gunakan pada fraksi bercak noda yang timbul

semakin tidak berwarna.

V. 2 Saran

Untuk alat-alat di laboratorium diharapkan supaya dapat dilengkapi,

agar pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tidak

memerlukan waktu yang lama.

Page 27: Laporan KCV Kel 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1979.

Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:

Jakarta.

2. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar: Yogyakarta.

3. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar

Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung.

4. J. B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerbit ITB: Bandung.

5. K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Cara Kromatografi

Preparatif. Penerbit ITB: Bandung.

6. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical

Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25.

7. Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin : Makassar

8. Kisman .Dr. Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi Cet. 2 , Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta

9. Johnson, Edward. 1991.Dasar Kromatografi Cair  Penerbit ITB. Bandung

10. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak

Tanaman. Acta Pharmaceutica Indonesia

11. Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi

Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Universitas

Muhammadiah Fakultas FarmasI. Surakarta

12. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. FFUH. Dikutip dari

Kromatografi Makalah journal. Makassar

13. Anonim. 2007. Kromatografi Kolom . (Online) http://www.chem-is-try.org.

Diakses tanggal 14 November 2011

14. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991.

Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

Page 28: Laporan KCV Kel 5

15. Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Trubus

Agriwidya: Jakarta.

16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1995.

Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:

Jakarta.

Page 29: Laporan KCV Kel 5

LAMPIRAN I

Gambar Bercak Noda pada Sinar UV λ 366 nm

Page 30: Laporan KCV Kel 5

LAMPIRAN II

Perhitungan Nilai Rf

Rf KCV :

A = 6,16 / 8 = 0,77

Ket : Karena pada lempeng kami hanya tampak noda pada eluen n-heksan 100%,

maka Rf yang didapatkan hanya dari eluen n-heksan.