laporan kasus.docx

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak. 1,2,3,4,5 Infeksi pada susunan saraf pusat (SSP) secara akut merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Kerusakan sistem saraf pusat sebenarnya tidak hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih diakibatkan oleh proses inflamasi sebagai respon adanya mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis dapat terjadi pada semua tingkat, usia, namun kalangan usia muda lebih rentan terserang penyakit ini. 6,7,8 1

Transcript of laporan kasus.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak.1,2,3,4,5

Infeksi pada susunan saraf pusat (SSP) secara akut merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Kerusakan sistem saraf pusat sebenarnya tidak hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih diakibatkan oleh proses inflamasi sebagai respon adanya mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis dapat terjadi pada semua tingkat, usia, namun kalangan usia muda lebih rentan terserang penyakit ini.6,7,8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk duramater, arakhnoid, dan piamater yang melapisi otak dan medula spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam liquor cerebrospinal (LCS).9

2.2 Anatomi dan fisiologiMeninges terdiri daripada tiga jaringan ikat membran yang terletak di bagian luar organ sistem saraf pusat. Fungsi dari lapisan selaput otak ini adalah:1. Melapisi dan memberikan proteksi kepada struktur organ sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis).2. Memberikan proteksi pembuluh darah yang terdapat di otak dan menutupi sinus venosus.3. Mengandungi likour serebrospinalis 4. Membentuk partisi/ bagian bagian dari otak.Struktur meningens dari luar adalah, dura mater, araknoid mater, dan pia mater.

Gambar 1: Anatomi meningensMeningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :a. PiamaterYang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.b. ArachnoidMerupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.c. DuramaterMerupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.4

2.3 Epidemiologi Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui.10 Meningitis bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun.11 Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad,12 sehingga disebut sabuk meningitis. Epidemik biasanya terjadi dalam musim kering (Desember sampai Juni), dan gelombang epidemik bisa berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan.13 Angka serangan dari 100800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini,14 yang kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar disebabkan oleh meningokokus.11 Epidemik terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 19961997, yang menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.15Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana orang tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama mobilisasi, kampus perguruan tinggi16 dan ziarah Haji tahunan.17 Walaupun pola siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor sudah dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits. Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu), dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).14Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus meningitis bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85% kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.14

2.4 Etiologi Meningitis seringkali disebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh virus,11 dengan bakteri, fungi, dan protozoa sebagai penyebab paling sering berikutnya.18 Penyakit ini bisa juga disebabkan oleh berbagai penyebab non-infeksi18 Istilah meningitis aseptik merujuk pada kasus meningitis yang tidak dapat dibuktikan adanya keterlibatan infeksi bakteri. Jenis meningitis ini biasanya disebabkan oleh virus, tetapi keadaan ini dapat juga terjadi apabila infeksi bakteri telah diobati secara parsial sebelumnya, ketika bakteri lenyap dari meninges, atau patogen menginfeksi daerah yang dekat dengan meningen (misalnya sinusitis). Endokarditis (infeksi katup jantung yang menyebarkan gugus-gugus kecil bakteri melalui aliran darah) dapat menyebabkan meningitis aseptik. Meningitis aseptik juga dapat timbul dari infeksi spirochete, jenis bakteri yang yang diantaranya Treponema pallidum (penyebab sifilis) dan Borrelia burgdorferi (dikenal sebagai penyebab penyakit Lyme). Meningitis dapat dijumpai pada malaria serebral (malaria yang menginfeksi otak) atau meningitis amubik, meningitis yang disebabkan oleh infeksi amuba seperti Naegleria fowleri, yang didapatkan dari sumber air tawar.18a. VirusBerbagai virus penyebab meningitis mencakup enterovirus, virus Herpes simpleks tipe 2 (dan yang lebih jarang tipe 1), virus Varicella zoster (dikenal sebagai penyebab cacar air dan cacar ular), paromiksovirus, HIV, dan CMV.10b. Jamur Meningitis jamur yang paling sering adalah meningitis cryptococcal akibat Cryptococcus neoformans.19 Di Afrika, meningitis cryptococcal diperkirakan merupakan penyebab meningitis yang paling sering dijumpai 20 dan ini mencakup 2025% kematian yang berhubungan dengan AIDS di Afrika.21 Jenis jamur lain yang sering dijumpai adalah spesies Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis, dan Candida.22c. ParasitParasit sebagai penyebab akan dipikirkan apabila terdapat dominasi eosinofil (suatu jenis sel darah putih) dalam likuor serebrospinalis (LCS). Parasit yang paling sering dijumpai adalah Angiostrongylus cantonensis, Gnathostoma spinigerum, Schistosoma, demikian pula kondisi cysticercosis, toxocariasis, baylisascariasis, paragonimiasis, dan sejumlah kondisi infeksi dan kondisi tanpa infeksi yang lebih jarang.23

d. Non-InfeksiMeningitis dapat timbul akibat beberapa penyebab non-infeksi: penyebaran kanker pada meningen (meningitis neoplastik atau ganas),24 dan obat-obatan tertentu (utamanya obat antiradang non-steroid, antibiotik dan imunoglobulin intravena).25 Meningitis juga dapat disebabkan oleh beberapa radang, seperti sarkoidosis (yang kemudian disebut neurosarkoidosis), kelainan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, dan bentuk tertentu seperti vaskulitis (kondisi radang pada dinding pembuluh darah), seperti penyakit Behet.18 Kista epidermoid dan kista dermoid dapat menyebabkan meningitis dengan melepaskan iritan ke dalam daerah subarachnoid.18,26 e. Bakteri Jenis bakteri penyebab meningitis bakterial bervariasi sesuai kelompok usia individu yang terinfeksi.a. Pada bayi prematur dan anak baru lahir berusia hingga tiga bulan, penyebab yang sering adalah streptokokus grup B (subtipe III yang biasanya hidup di vagina dan terutama merupakan penyebab pada minggu pertama kehidupan) dan bakteri yang biasanya hidup dalam saluran pencernaan seperti Escherichia coli (membawa antigen K1). Listeria monocytogenes (serotipe IVb) dapat mengenai bayi baru lahir dan menimbulkan epidemi.b. Pada anak yang lebih besar seringkali disebabkan oleh Neisseria meningitidis (meningokokus) dan Streptococcus pneumoniae (serotipe 6, 9, 14, 18, dan 23) dan untuk balita oleh Haemophilus influenzae type B (di negara-negara yang tidak memberikan vaksinasi).16,27c. Pada orang dewasa, Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab 80% kasus meningitis bakterial. Risiko terinfeksi oleh Listeria monocytogenes meningkat pada orang yang berusia di atas 50 tahun.27,28 Pemberian vaksin pneumokokus telah menurunkan angka meningitis pneumokokus pada anak dan dewasa.29Trauma pada tengkorak yang belum lama terjadi dapat menyebabkan masuknya bakteri dari rongga hidung ke meningen. Demikian pula halnya dengan alat yang dipasang di dalam otak dan meningen, seperti shunt serebral, drain ekstraventrikular atau reservoir Ommaya, dapat meningkatkan risiko meningitis. Pada kasus ini, pasien lebih cenderung terinfeksi oleh Stafilokokus, Pseudomonas, dan bakteri Gram negatif lainnya.27 Patogen-patogen ini juga dikaitkan dengan meningitis pada pasien dengan gangguan pada sistem kekebalan.16 Infeksi pada daerah kepala dan leher, seperti otitis media atau mastoiditis, dapat menyebabkan meningitis pada sebagian kecil orang.27 Penerima implan koklea untuk kehilangan pendengaran berisiko lebih tinggi untuk menderita meningitis pneumokokus. Meningitis tuberkulosis, yaitu meningitis yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, lebih sering dijumpai pada orang yang berasal dari negara dengan tuberkulosis yang masih endemik, tetapi juga dijumpai pada orang yang mempunyai gangguan kekebalan tubuh, seperti AIDS. Meningitis bakterial rekuren dapat disebabkan oleh defek anatomi yang menetap, baik bersifat kongenital atau didapat, atau akibat kelainan sistem kekebalan. Defek anatomi memungkinkan adanya hubungan antara lingkungan eksternal dengan sistem saraf. Penyebab meningitis rekuren yang paling sering adalah fraktur tengkorak, khususnya fraktur yang mengenai dasar tengkorak atau meluas ke arah sinus dan piramida petrosa. Sekitar 59% kasus meningitis rekuren disebabkan abnormalitas anatomi yang demikian, 36% akibat defisiensi kekebalan (seperti defisiensi komplemen, yang secara khusus cenderung menyebabkan berulangnya meningitis meningokokus), dan 5% disebabkan oleh infeksi berkelanjutan di daerah yang berdekatan dengan meningen.28

2.5 Patogenesisa. Meningitis bakterial5Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui:51. Aliran darah (hematogen) oleh karena infeksi ditempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.3. Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel.4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir dan infeksi bakteri secara transplasental terutama listeria.

b. Meningitis tuberkulosisMeningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arakhnoid. Kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologist, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga kelaina pembuluh darah seperti arteritis dan phlebitis yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak.26

c. Meningitis viralVirus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:25,261. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.Transmisi virus pada meningitis viral terbagi menjadi beberapa cara, seperti:1. Enterovirus: biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui saluran respirasi.2. Arbovirus: melalui artropoda mengisap darah, biasanya nyamuk.3. Virus limfositik koriomeningitis: melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya ataupun bahan ekskresinya. Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik melalui penelanan enterovirus, pemasukan membrane mukosa oleh campak, rubella, VVZ, atau HSV;atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Di tempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder infeksi virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh virus secara aktif dan atau oleh reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.19,18

d. Meningitis jamurInfeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat dalam tubuh host criptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini menyebabkan jamur beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe yang biasanya membatasi penyebaran organism.5Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonary fokal atau nodular. Criptococcus dapat dorman dalam paru atau limfonodus. Sampai pertahanan host melemah. Criptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfonodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan. Ada beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis infeksi criptococcus neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang dikatakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida, dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host. Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh terutama fagositosis dan kemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh manusia.17,20

2.6 Manifestasi Klinis Pada orang dewasa, gejala meningitis yang paling sering adalah sakit kepala hebat, yang terjadi pada hampir 90% kasus meningitis bakterial, diikuti oleh kaku kuduk (ketidakmampuan untuk menggerakkan leher ke depan karena terjadi peningkatan tonus otot leher dan kekakuan).34 Triad klasik dari tanda-tanda meningitis adalah kaku kuduk, demam tinggi tiba-tiba, dan perubahan status mental; namun, ketiga ciri-ciri ini hanya muncul pada 4446% kasus meningitis bakteri. Jika tidak terdapat satu pun dari ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan bukan meningitis.11 Ciri lain yang dihubungkan dengan meningitis termasuk fotofobia (intoleransi terhadap cahaya terang) dan fonofobia (intoleransi terhadap suara keras). Pada anak kecil, gejala yang telah disebutkan di atas seringkali tidak tampak, dan dapat hanya berupa rewel dan kelihatan tidak sehat. Ubun-ubun (bagian lembut di bagian atas kepala bayi) dapat menonjol pada bayi berusia hingga 6bulan. Ciri lain yang membedakan meningitis dari penyakit lain yang tidak berbahaya pada anak adalah nyeri kaki, kaki-tangan yang dingin, dan warna kulit abnormal. Kaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada dewasa. Tanda lain dari meningismus adalah "Kernig's sign" atau "Brudziski sign" yang positif. Untuk pemeriksaan "Kernig's sign" pasien dibaringkan telentang, dengan panggul dan lutut difleksikan membuat sudut 90derajat. Pada pasien dengan "Kernigs sign yang positif, rasa nyeri akan membatasi ekstensi lutut secara pasif. Tanda "Brudzinski" positif apabila fleksi pada leher menyebabkan fleksi pada lutut dan panggul secara involunter. Meskipun "Kernig's sign" dan "Brudzinskis sign" sering digunakan untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua pemeriksaan ini terbatas. Walaupun demikian, kedua pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang baik untuk meningitis: tanda ini jarang ada pada penyakit lain. Pemeriksaan lain, yang dikenal sebagai "jolt accentuation maneuver" membantu menentukan apakah terdapat meningitis pada pasien yang mengeluh demam dan sakit kepala. Orang tersebut diminta untuk memutar kepalanya ke arah horizontal dengan cepat; jika sakit kepala tidak bertambah buruk, artinya bukan meningitis.11Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis (dikenal sebagai "meningitis meningokokus") dapat dibedakan dengan jenis meningitis lain apabila ruam ruam petechial menyebar dengan cepat, yang dapat timbul sebelum timbul gejala lain. Ruam ini berupa bintik kecil dan banyak, tidak beraturan berwarna merah atau ungu ("petechiae") di badan , anggota badan bagian bawah, membran mukosa, konjungtiva, dan (kadang-kadang) telapak tangan dan telapak kaki. Ruam biasanya tidak memucat; warna merahnya tidak memudar saat ditekan dengan jari atau batang gelas. Walaupun ruam tidak selalu timbul pada meningitis meningokokus, ruam ini cukup spesifik untuk meningitis meningokokus; namun ruam kadang-kadang juga dapat timbul pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri lain.16 Ciri lain yang dapat membantu menentukan penyebab meningitis adalah tanda pada kulit yang disebabkan oleh penyakit tangan, kaki dan mulut dan herpes genitalis, yang keduanya berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis virus.10

2.7 Diagnosisa. AnamnesisBerdasarkan manifestasi klinis yang ditemui yaitu Triad klasik dari tanda-tanda meningitis adalah kaku kuduk, demam tinggi tiba-tiba, dan perubahan status mental; namun, ketiga ciri-ciri ini hanya muncul pada 4446% kasus meningitis bakteri. Jika tidak terdapat satu pun dari ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan bukan meningitis. Ciri lain yang dihubungkan dengan meningitis termasuk fotofobia (intoleransi terhadap cahaya terang) dan fonofobia (intoleransi terhadap suara keras). Pada anak kecil, gejala yang telah disebutkan di atas seringkali tidak tampak, dan dapat hanya berupa rewel dan kelihatan tidak sehat.16 Ubun-ubun (bagian lembut di bagian atas kepala bayi) dapat menonjol pada bayi berusia hingga 6bulan. Ciri lain yang membedakan meningitis dari penyakit lain yang tidak berbahaya pada anak adalah nyeri kaki, kaki-tangan yang dingin, dan warna kulit abnormal.18,19

b. Pemeriksaan fisikKaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada dewasa. Tanda lain dari meningismus adalah "Kernig's sign" atau "Brudziski sign" yang positif. Pada pasien dengan "Kernigs sign yang positif, rasa nyeri akan membatasi ekstensi lutut secara pasif. Tanda "Brudzinski" positif apabila fleksi pada leher menyebabkan fleksi pada lutut dan panggul secara involunter. Meskipun "Kernig's sign" dan "Brudzinskis sign" sering digunakan untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua pemeriksaan ini terbatas. Walaupun demikian, kedua pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang baik untuk meningitis: tanda ini jarang ada pada penyakit lain. Pemeriksaan lain, yang dikenal sebagai "jolt accentuation maneuver" membantu menentukan apakah terdapat meningitis pada pasien yang mengeluh demam dan sakit kepala. Orang tersebut diminta untuk memutar kepalanya ke arah horizontal dengan cepat; jika sakit kepala tidak bertambah buruk, artinya bukan meningitis.11

c. Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan darah dan pencitraanApabila seseorang dicurigai mengalami meningitis, pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat adanya peradangan (misalnya C-reactive protein, perhitungan darah lengkap), serta kultur darah. Pemeriksaan yang paling penting untuk mengidentifikasikan atau menyingkirkan adanya meningitis adalah analisis likuor serebrospinalis melalui punksi lumbal (LP, spinal tap). Namun, punksi lumbal tidak dianjurkan bila terdapat massa di dalam otak (tumor atau abses) atau tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat, karena bisa menyebabkan herniasi otak. Bila seseorang berisiko karena adanya massa di dalam otak atau peningkataan TIK (cedera kepala baru, gangguan sistem kekebalan tubuh yang sudah diketahui, tanda neurologis lokal, atau bukti peningkatan TIK berdasarkan pemeriksaan), CT scan atau MRI dianjurkan sebelum dilakukan punksi lumbal. Hal ini terjadi pada 45% kasus pada dewasa. Bila CT scan atau MRI diperlukan sebelum dilakukan lumbal punksi, atau bila lumbal punksi terbukti sulit dilakukan, panduan profesional menganjurkan agar antibiotik diberikan dahulu untuk mencegah keterlambatan pengobatan, terutama apabila proses ini mungkin bisa memerlukan waktu lebih dari 30menit. CT scan atau MRI sering dilakukan pada tahap selanjutnya untuk menilai komplikasi dari meningitis.16Pada meningitis yang berat, pemantauan elektrolit darah perlu dilakukan; contohnya, hiponatremia biasa ditemukan dalam meningitis bakteri, karena kombinasi berbagai faktor, termasuk dehidrasi, gangguan ekskresi dari hormon antidiuretik (SIADH), atau infus cairan intravena yang terlalu agresif.28

2. Lumbal pungsiLumbal punksi dilakukan dengan mengatur posisi seseorang, biasanya berbaring pada satu sisi, memberikan anestesi lokal, dan menusukkan jarum ke dalam kantung dural (sebuah kantung di sekeliling tulang belakang) untuk mengumpulkan likuor serebrospinalis (LCS). Bila cairan ini sudah diperoleh, tekanan pembukaan dari CFS diukur dengan menggunakan sebuah manometer. Tekanan normal adalah antara 6dan 18cm air (cmH2O); pada penderita meningitis bakteri, tekanan biasanya meningkat. Pada meningitis kriptokokus, tekanan intrakranial sangat meningkat. Gambaran awal cairan itu bisa memberikan petunjuk tentang infeksi: LCS yang keruh menunjukkan peningkatan kadar protein, sel darah putih dan sel darah merah dan/atau bakteri, dan oleh karena itu menunjukkan kemungkinan meningitis bakteri.27Sampel LCS diperiksa untuk melihat keberadaan dan jenis sel darah putih, sel darah merah, kandungan protein dan kadar glukosa.27 Pewarnaan Gram dari sampel bisa menunjukkan bakteri pada penderita meningitis bakteri, tapi tidak adanya bakteri bukan berarti tidak terjadi meningitis bakteri karena bakteri itu hanya terlihat pada 60% kasus; angka ini turun sebesar 20% apabila antibiotik diberikan sebelum sampel diambil. Pewarnaan Gram juga kurang bisa diandalkan dalam infeksi khusus seperti listeriosis. Kultur mikrobiologis dari sampel lebih sensitif (menunjukkan adanya organisme pada 7085% kasus) tapi hasilnya baru bisa tersedia dalam waktu hingga 48jam .27 Jenis sel darah putih yang keberadaannya mendominasi menunjukkan apakah meningitis itu disebabkan bakteri (biasanya didominasi neutrofil) atau virus (biasanya didominasi limfosit),27 walaupun pada awal penyakit, ini bukan selalu indikator yang bisa diandalkan. Yang agak jarang terjadi, dominasi eosinofil, menandakan di antaranya, etiologi parasit atau jamur.23Konsentrasi glukosa dalam LCS normal adalah 40% diatas glukosa darah. Pada meningitis bakterial, kadar glukosa biasanya lebih rendah; oleh karena itu kadar glukosa LCS dibagi dengan glukosa darah (rasio glukosa LCS terhadap glukosa serum). Rasio 0,4 menunjukkan meningitis bakterial; pada bayi baru lahir, level glukosa dalam LCS normalnya lebih tinggi, dan, oleh karena itu, rasio di bawah 0,6 (60%) dianggap abnormal.27 Kadar asam laktat yang tinggi pada LCS menunjukkan kemungkinan meningitis bakterial yang lebih tinggi, demikian pula hitung sel darah putih yang lebih tinggi. Bila kadar asam laktat kurang dari 35mg/dl dan penderita belum mendapatkan antibiotik, hal ini bisa menyingkirkan kemungkinan meningitis bakterial. Berbagai pemeriksaan khusus lain bisa digunakan untuk membedakan berbagai jenis meningitis. Pemeriksaan aglutinasi lateks dapat positif pada meningitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Escherichia coli dan streptokokus grup B; penggunaan pemeriksaan ini secara rutin tidak dianjurkan karena jarang mempengaruhi pengobatan, tapi bisa digunakan apabila pemeriksaan lain tidak membantu. Demikian juga, pemeriksaan lisat limulus mungkin positif pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, tapi penggunaannya terbatas kecuali pemeriksaan lain tidak membantu.27 Polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik yang digunakan untuk memperbesar jejak DNA bakteri yang sedikit untuk mendeteksi keberadaan DNA bakteri atau virus di dalam likuor serebrospinalis; pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik karena hanya dibutuhkan sejumlah kecil DNA dari agen penginfeksi yang dibutuhkan. Pemeriksaan ini bisa mengidentifikasi bakteri pada meningitis bakterial, dan bisa membantu dalam membedakan berbagai kasus meningitis virus (enterovirus, virus herpes simpleks 2 dan mumps bagi mereka yang tidak mendapatkan vaksinasi).10 Serologi (identifikasi antibodi terhadap virus) mungkin bermanfaat pada meningitis virus.10 Bila dicurigai menderita meningitis tuberkulosis, sampel diproses untuk pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang memiliki sensitivitas rendah, dan kultur tuberkulosis, yang prosesnya memakan waktu lama; PCR semakin sering digunakan.31 Diagnosis meningitis kriptokokus bisa dilakukan dengan biaya rendah dengan menggunakan pewarnaan tinta india dari LCS; namun, pemeriksaan antigen kriptokokus di dalam darah atau LCS lebih sensitif, terutama bagi orang yang menderita AIDS.27Kesulitan diagnostik dan terapeutik ditemukan pada meningitis yang diobati sebagian, di mana gejala meningitis timbul setelah diberi antibiotik (seperti untuk sinusitis berdasarkan dugaan). Bila ini terjadi, hasil temuan LCS mungkin menyerupai meningitis virus, tapi pengobatan meningitis mungkin perlu dilanjutkan sampai ada bukti positif pasti penyebabnya adalah virus (misalnya PCR enterovirus positif).10

3. OtopsiMeningitis bisa didiagnosis setelah kematian terjadi. Hasil temuan dari otopsi biasanya berupa peradangan yang luas pada pia mater dan lapisan araknoid dari meningen. Granulosit neutrofil cenderung sudah berpindah ke LCS dan dasar otak, selain itu saraf kranial dan tulang belakang, bisa dikelilingi dengan pus demikian juga dengan pembuluh darah meningen.28

2.8 Penatalaksanaan1. Meningitis bakteriFormula struktur seftriakson, salah satu antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang direkomendasikan untuk pengobatan awal meningitis bakteri. Antibiotik empiris (pengobatan tanpa diagnosis yang pasti) hendaknya langsung diberikan, meskipun sebelum diketahui hasil punksi lumbal dan analisis LCS. Pilihan pengobatan awal sebagian besar bergantung pada jenis bakteri yang menyebabkan meningitis di suatu tempat dan populasi tertentu. Contohnya, di Inggris pengobatan empiris terdiri dari sefalosporin generasi ketiga seperti sefotaksim atau seftriakson. Di Amerika Serikat, di mana resistensi terhadap sefalosporin semakin banyak ditemukan pada streptokokus, penambahan vankomisin untuk pengobatan awal dianjurkan. Namun, kloramfenikol, baik sendiri maupun digabungkan dengan ampisilin tampaknya bekerja sama baiknya.27Terapi empiris bisa dipilih berdasarkan usia penderita, apakah infeksi didahului dengan cedera kepala, apakah penderita menjalani bedah syaraf baru-baru ini dan apakah terdapat shunt serebral atau tidak.27 Di kalangan anak dan orang berusia di atas 50tahun, serta mereka yang kekebalan tubuh yang terganggu, penambahan ampisilin dianjurkan untuk mencakup Listeria monocytogenes.27 Setelah hasil pewarnaan Gram tersedia, dan jenis bakteri penyebab secara pasti telah diketahui, antibiotik yang diberikan mungkin bisa diganti dengan yang lebih cocok untuk mengatasi kelompok patogen yang diduga menyebabkannya. Hasil LCS kultur biasanya perlu waktu yang lebih lama (24-48 jam). Setelah tersedia, terapi empiris bisa dialihkan menjadi terapi antibiotik khusus dengan target organisme penyebab khusus dan sensitivitasnya terhadap antibiotik.27 Agar efektif untuk mengobati meningitis, antibiotik tidak boleh hanya aktif untuk bakteri patogen tetapi juga harus bisa mencapai selaput otak dalam jumlah yang memadai; beberapa antibiotik memiliki penetrasi yang tidak memadai dan oleh karena itu tidak begitu berguna dalam menangani meningitis. Kebanyakan antibiotik yang digunakan untuk meningitis belum diuji langsung pada pasien meningitis dalam bentuk uji klinis. Pengetahuan relevan kebanyakan diperoleh dari studi laboratorium pada kelinci.27 Meningitis tuberkulosis memerlukan pengobatan dalam waktu lama dengan antibiotik. Sementara tuberkulosis paru-paru biasanya diobati selama enam bulan, mereka yang menderita meningitis tuberkulosis biasanya diobati selama setahun atau lebih. Pengobatan ajuvan dengan kortikosteroid (biasanya deksametason) sudah menunjukkan beberapa manfaat, seperti pengurangan derajat hilang pendengaran, dan luaran jangka pendek neurologis yang lebih baik pada remaja dan dewasa dari negara-negara berpenghasilan tinggi dengan angka HIV rendah. Beberapa penelitian memperlihatkan adanya penurunan angka kematian sedangkan penelitian lain tidak memperlihatkan hal yang serupa. Pengobatan ini tampaknya juga bermanfaat untuk meningitis tuberkulosis, setidaknya bagi mereka dengan HIV negatif. Oleh karena itu panduan professional menganjurkan deksametason atau kortikosteroid lain mulai diberikan sebelum dosis pertama antibiotik diberikan, dan dilanjutkan selama empat hari. Karena sebagian besar manfaat pengobatan terbatas pada pasien yang mengalami meningitis pneumokokus, beberapa panduan menyarankan agar deksametason tidak dilanjutkan apabila diketahui penyebab lain dari meningitis. Mekanisme yang terjadi adalah penekanan terhadap radang yang berlebihan. Kortikosteroid ajuvan memiliki peran yang berbeda pada anak dan dewasa. Walaupun manfaat kortikosteroid sudah terbukti untuk orang dewasa serta anak dari negara berpenghasilan tinggi, penggunaannya untuk anak pada negara-negara berpenghasilan rendah tidak didukung dengan bukti nyata; alasan untuk perbedaan ini tidak jelas. Bahkan di negara berpenghasilan tinggi, manfaat kortikosteroid hanya terlihat bila diberikan sebelum dosis pertama antibiotik, dan manfaat terbesar terlihat dalam kasus meningitis H. influenzae, insidennya sudah menurun secara dramatis sejak Vaksin hib diperkenalkan. Jadi, kortikosteroid direkomendasikan dalam pengobatan meningitis apabila kasusnya adalah H. influenzae, dan hanya bila diberikan sebelum dosis pertama antibiotik; penggunaan lain masih kontroversial.27

2. Meningitis virusMeningitis virus pada umumnya hanya memerlukan terapi suportif; sebagian besar virus yang menyebabkan meningitis tidak bereaksi dengan pengobatan khusus. Meningitis virus cenderung tidak separah meningitis bakterial. Virus herpes simpleks dan virus varisela zoster bisa memberikan respon terhadap pengobatan dengan obat antivirus seperti asiklovir, tetapi belum ada uji klinis khusus yang meneliti apakah pengobatan ini efektif.10 Kasus ringan meningitis virus bisa diobati di rumah dengan tindakan konservatif seperti cairan, istirahat total dan analgesik.

3. Meningitis jamurMeningitis jamur, seperti meningitis kriptokokus, diobati dengan anti jamur dosis tinggi, seperti amphotericin B dan flusitosin dalam waktu lama. Peningkatan tekanan intrakranial sering dijumpai pada meningitis jamur, dan punksi lumbal yang sering (idealnya setiap hari) dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial, atau sebagai alternatifnya dipasang drain lumbal..24

4. Meningitis TBPengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:a. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.b. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.Berikut paduan OAT pada orang dewasa :Tabel 3. Ringkasan paduan obat TBKategori KasusPaduan obat yang diajurkanKeterangan

I- TB paru BTA +, BTA - , lesi luas 2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3

II- Kambuh- Gagal pengobatan-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHEBila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II- TB paru putus berobatSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III-TB paru BTA neg. lesi minimal2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

IV- KronikRHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV- MDR TBSesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

2.9 Komplikasia. Hidrosefalus b. Edema otakc. Abses otakd. Renjatan septike. Pneumonia (karena aspirasi)

2.10 Diagnosis Banding12,16,18a. Meningismus Pada meningismus juga terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsillitis, pneumonia, pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid,malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa.b. Penyakit behcetTerdapat ulserasi selaput lender mulut dan faring yang berulang-ulang, dan orkhitis. Dalam CSS tidak terdapat bakteri dan kadar gula normal.c. Meningitis limfositikDisebut pula meningitis aseptic, merupakan radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited. Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa normal.d. Bentuk infeksi lainMeningitis kadang-kadang sulit dibedakan dengan ensefalitis dan infeksi virus. Untuk ini perlu pemeriksaan fisik-neurologik yang cermat, demikian juga pemeriksaan virologik. Pada dasarnya jarang sekali terdapat meningitis/ensefalitis yang murni. Kebanyakan dalam bentuk meningoensefalitis.2.11 Prognosis Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan hebatnya penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan ditegakkan diagnosis, antibiotik yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis.18,19,25

BAB IIILAPORAN KASUS

STATUS PASIENA. Identitas PasienNama: Tn. RUmur: 50 TahunAlamat: TambangPekerjaan: PetaniAgama: IslamStatus Perkawinan: MenikahTanggal Masuk: 14 April 2015

B. Anamnesis: AlloanamnesisI. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran 2 jam sebelum masuk rumah sakit

II. Riwayat Penyakit Sekarang :Seorang pasien dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, penurunan kesadaran yang dialami pasien terjadi secara tiba-tiba, terjadi pada saat pasien sedang istirahat, pasien terlihat lemas dan ingin tidur terus menerus, pasien dipanggil oleh keluarga tapi tidak ada respon untuk menjawab, menurut istri pasien sebelum penurunan kesadaran pasien mengeluhkan nyeri kepala hingga ke tengkuk, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan berat pada leher dan muntah yang menyembur kemudian pasien tidak sadarkan diri, muntah berisi sedikit makanan dan bewarna kuning. Tiga hari yang lalu pasien mengalami demam naik turun, naik pada malam hari dan turun pada pagi hari dan bila pasien minum obat penurun demam, demam disertai menggigil dan keringat dingin, pasien juga mengalami batuk, batuk berdahak, dahak berwarna kekuningan dan kadang ada bercak kemerahan. keluhan ini disertai penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan, mual(+) dan muntah(+), muntah berisi makanan yang dimakan. Kejang disangkal oleh istri pasien.III. Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnyaRiwayat demam tifoid disangkalRiwayat penyakit Tuberculosis paru disangkalRiwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal Riwayat batuk berdahak sejak 1 tahun yang laluIV. Riwayat Penyakit Keluarga :Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengeluhkan seperti ini, riwayat Tuberculosis dalam keluarga tidak adaV. Riwayat Pribadi Dan Sosial : Pasien bekerja sebagai petani sawitMerokok(+) 2 bungkus/hari

C. Pemeriksaan FisikI. Pemeriksaan UmumKeadaan umum: Tampak sakit beratKesadaran: Soporo comaGCS: E2M3V1Tinggi badan: 170 cmBerat badan: 60 kgTanda vital Tekanan darah: 130/80 mmHg Frekuensi nadi: 80 x/menit, regular Frekuensi pernafasan: 22 x/menit Suhu: 37,6 oC

Kelenjar getah bening Leher: Tidak ada pembesaran Aksila: Tidak ada pembesaran Inguinal: Tidak ada pembesaranKepala Mata: Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks pupil +/+Hidung: Sekret (-), deviasi septum (-)Mulut: Bibir kering (-)Telinga: Kelainan kongenital (-), keluar cairan dari telinga (-)Leher: Spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), nyeri (-)

Thoraks a. Paru-paruInspeksi: Gerakan dinding dada simetris kanan kiri, bentuk dada normal.Palpasi: Gerak dinding dada simetris kanan kiri.Perkusi: Sonor pada seluruh lapangan paru.Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-.

b. Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat.Palpasi: Ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra.Perkusi: Batas jantung normalBatas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.Batas jantung kiri : SIC V 1 jari lateral linea midclavicula sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I & II regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi: Bentuk datar, distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien Perkusi: Timpani

Ekstremitas Superior: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-Inferior: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-

II. Status Neurologis A. Tanda rangsangan selaput otakKaku kuduk: PositifBrudzinski I: PositifBrudzinski II: PositifKernig Sign: PositifB. Tanda peningkatan intrakranialPupil: AnisokorRefleks cahaya: +/+Muntah :+Sakit kepala:+C. Pemeriksaan saraf cranial N.I (N. Olfactorius)PenciumanKanan Kiri

SubyektifTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Obyektif dengan bahanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N.II (N. Optikus)Penglihatan KananKiri

Tajam penglihatanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Lapang pandangTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Melihat warnaTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

FunduskopiTidak dinilaiTidak dinilai

N.III (N. Okulomotorius)Kanan Kiri

Bola mataNormalNormal

PtosisTidak adaTidak ada

Gerakan bulbusTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

StrabismusTidak adaTidak ada

NistagmusTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Ekso/EndophtalmusTidak adaTidak ada

Pupil : Bentuk Refleks cahaya Rrefleks akomodasi Refleks konvergensiAnisokorPositifTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiAnisokor PositifTidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. IV (N. Trochlearis)Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawahTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Sikap bulbusTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

DiplopiaTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N. V (N. Trigeminus)Kanan Kiri

Motorik : Membuka mulut Menggerakkan rahang Menggigit MengunyahTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Sensorik : Divisi Optalmika Refleks kornea Sensibilitas Divisi Maksila Refleks masseter Sensibilitas Divisi Mandibula Sensibilitas

normalTidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

normalTidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

N. VI (N. Abduscen)KananKiri

Gerakan mata lateralTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Sikap bulbusTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

DiplopiaTidak ada Tidak ada

N. VII (N. Facialis)Kanan Kiri

Raut wajahSimetrisSimetris

Sekresi air mataNormalNormal

Fisura palpebraNormal Normal

Menggerakkan dahiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Menutup mataTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Mencibir/bersiulTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Memperlihatkan gigiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Sensasi lidah 2/3 depanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

HiperakusisTidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)Kanan Kiri

Suara berbisikTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Detik arlojiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Rinne testTidak dinilaiTidak dinilai

Scwabach testTidak dinilaiTidak dinilai

Webber test : Memanjang MemendekTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilaiTidak dinilai

Nistagmus : Pendular Vertikal SiklikalTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

Pengaruh posisi kepalaTidak adaTidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakangTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Refleks muntah/Gag reflekTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N. X (N. Vagus)KananKiri

Arkus faringSulit dinilaiSulit dinilai

UvulaSulit dinilaiSulit dinilai

MenelanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

ArtikulasiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

SuaraTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Nadi80 x/menit 80 x/menit

N. XI (N. Assesorius)KananKiri

Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilaiTidak dapat diniai

Menoleh ke kiriTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Mengangkat bahu ke kananTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Mengangkat bahu ke kiriTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N. XII (N. Hipoglossus)KananKiri

Kedudukan lidah di dalamNormalNormal

Kedudukan lidah dijulurkanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

TremorTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

FasikulasiTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

AtrofiTidak adaTidak ada

A. Pemeriksaan KoordinasiCara berjalanTidak dapat dinilaiDisatriaTidak ada

Romberg testTidak dapat dinilaiDisgrafiaTidak ada

AtaksiaTidak dapat dinilaiSupinasi-pronasiTidak dapat dinilai

Rebound phenomenTidak dinilaiTes jari-hidungTidak dapat dinilai

Tes tumit-lututTidak dapat dinilaiTes hidung-hidungTidak dapat dinilai

B. Pemeriksaan Fungsi MotorikA. Berdiri dan BerjalanKanan Kiri

Gerakan spontanTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

TremorTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

AtetosisTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

MioklonikTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

KhoreaTidak adaTidak ada

Ekstremitas SuperiorInferior

Kanan Kiri KananKiri

Gerakan Tidak dapat dinilai

Kekuatan Tidak dapat dinilai

Trofi NormotrofiNormotrofiNormotrofiNormotrofi

Tonus NormotonusNormotonusnormotonusNormotonus

C. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktilTidak dapat dinilai

Sensibilitas nyeriTidak dapat dinilai

Sensibilitas termisTidak dapat dinilai

Sensibilitas kortikalTidak dapat dinilai

Stereognosis Tidak dapat dinilai

Pengenalan 2 titikTidak dapat dinilai

Pengenalan rabaanTidak dapat dinilai

D. Sistem RefleksRefleks FisiologisKanan Kiri

Kornea Normal Normal

Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai

Laring Tidak dinilaiTidak dinilai

Masseter Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

Dinding perut

Atas NormalNormal

Bawah Normal Normal

Tengah Normal Normal

Biseps ++

Triseps ++

APR++

KPR++

Bulbokavernosus--

Kremaster -

Sfingter Normal

Refleks PatologisKananKiri

Lengan

Hoffman-TromnerNegatifNegatif

Tungkai

BabinskiNegatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer NegatifNegatif

Klonus kakiNegatifNegatif

3. Fungsi Otonom Miksi: Normal Defekasi: Normal Sekresi keringat: Normal

4. Fungsi LuhurKesadaranTanda Demensia

Reaksi bicaraTidak dapat dinilai Reflek glabellaTidak ada

Fungsi intelekTidak dapat dinilai Reflek snoutTidak ada

Reaksi emosiTidak dapat dinilai Reflek menghisapTidak ada

Reflek memegangTidak ada

Refleks palmomentalTidak ada

III. Fungsi Otonom Miksi: Normal Defekasi: Normal Sekresi keringat: Normal

D. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumHemoglobin : 13 g/dlLeukosit: 12 103/ulHematokrit : 37,6%Trombosit: 217 103/ulGDS: 173 mg%

b. Rencana pemeriksaan tambahan Rontgen thoraks Lumbal pungsi CT Scan kepala

E. DiagnosisDiagnosis klinis : Penurunan kesadaran + rangsang meningeal (+)Diagnosis topik : MeningensDiagnosis etiologi : Meningitis bakteri spesifik (Micobacterium tuberculosis)/meningitis TBDiagnosis sekunder : Riwayat Tuberculosis

F. Pemecahan Masalah1. Terapi umum Pasang NGT Pasang kateter Diet rendah KH, protein, rendah lemak2. Terapi khusus Manitol 4 x 34 cc Injeksi citicolin 2x250 mg Injeksi ranitidin 2x50 mg Injeksi ceftriaxone 2x1 gr Injeksi dexamethason 3x1 ampul Antituberkulosis : rifampisin 1 x 600 mg Isoniazid 1 x 300 mg Pirazinamid 3 x 500 mg Etambutol

Terapi nonfarmakologi : -

BAB IVPEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis pasien mengalami penurunan kesadaran, disertai demam dan juga merasakan nyeri kepala hebat, muntah menyembur dan dari pemeriksaan fisik tanda rangsang meningeal positif, hal tersebut Akibat peradangan atau inflamasi pada meninges, dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit yang menendakan adanya proses infeksi pada pasien ini, oleh kerena itu pada pasien ini di tegakkan diagnosis meningitis bacterial.Penetalaksanaan Farmakologi yang diberikan pada pasien adalah berupa injeksi citocolin 2x250 mg merupakan vasodilator dan aktivator serebral yang meningkatkan kesadaran karena kerusakan otak, trauma serebral, atau infark serebral, dan juga mempercepat rehabilitas ekstremitas pada pasien dengan hemiplegia. Kemudian pasien diberikan injeksi ranitidin 2x1 ampul, merupakan mukoprotektor lambung. Pasien juga diberikan ceftriaksone 2x1 gr merupakan golongan sefalosporine generasi ke-3 yang bersifat bakterisid yaitu membunuh bakteri terutama gram negatif dan ceftriaxone ini terdistribusi luas di LCS. Pasien juga diberikan dexametasone 3x1 ampul yang merupakan antiinflamasi golongan kortikosteroid yang berfungsi menekan proses radang yang berlebihan. Pada pasien ini juga diberikan obat TB sebagai profilaksis karena didapatkan gejala batuk berdahak sebelum terjadi penurunan kesadaran.

BAB VKESIMPULAN

Infeksi pada susunan saraf pusat (SSP) secara akut merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Kerusakan sistem saraf pusat sebenarnya tidak hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih diakibatkan oleh proses inflamasi sebagai respon adanya mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis dapat terjadi pada semua tingkat, usia, namun kalangan usia muda lebih rentan terserang penyakit ini. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah bakteri dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ostegaard, C., Konradsen, H.B., Samuelsson, S., 2005. Clinical presentation and prognostic factor of streptococcus pneumonia. Meningitis According to the focus of infection. Biomed Central.2. Logan SA, MacMahon E (January 2008). "Viral meningitis". BMJ (Clinical research ed.) 3. Attia J, Hatala R, Cook DJ, Wong JG (July 1999). "The rational clinical examination. Does this adult patient have acute meningitis?". Journal of the American Medical Association.4. Lapeyssonnie L (1963). "Cerebrospinal meningitis in Africa". Bulletin of the World Health Organization.5. Greenwood B (1999). "Manson Lecture. Meningococcal meningitis in Africa". Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg.6. World Health Organization (1998). Control of epidemic meningococcal disease, practical guidelines, 2nd edition, WHO/EMC/BA/98 (PDF)7. WHO (2003). "Detecting meningococcal meningitis epidemics in highly-endemic African countries" (PDF). Weekly Epidemiological Record8. Sez-Llorens X, McCracken GH (June 2003). "Bacterial meningitis in children".9. Wilder-Smith A (October 2007). "Meningococcal vaccine in travelers". Current Opinion in Infectious Diseases10. Ginsberg L (March 2004). "Difficult and recurrent meningitis". Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry.11. Kauffman CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes WE. Essentials of clinical mycology (ed. 2nd ed.). New York: Springer.12. Kauffman CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes WE. Essentials of clinical mycology (ed. 2nd ed.). New York: Springer.13. Park, Benjamin J; Park BJ, Wannemuehler KA, Marston BJ, Govender N, Pappas PG, Chiller TM. (1 February 2009). "Estimation of the current global burden of cryptococcal meningitis among persons living with HIV/AIDS".14. Sirven JI, Malamut BL (2008). Clinical neurology of the older adult (ed. 2nd ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.15. Graeff-Teixeira C, da Silva AC, Yoshimura K (Apr 2009). "Update on eosinophilic meningoencephalitis and its clinical relevance". Clinical Microbiology Reviews.16. Gleissner B, Chamberlain MC (May 2006). "Neoplastic meningitis". Lancet Neurol.17. Moris G, Garcia-Monco JC (June 1999). "The Challenge of Drug-Induced Aseptic Meningitis". Archives of Internal Medicine.18. Tebruegge M, Curtis N (July 2008). "Epidemiology, etiology, pathogenesis, and diagnosis of recurrent bacterial meningitis". Clinical Microbiology Reviews.19. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. (November 2004). "Practice guidelines for the management of bacterial meningitis". Clinical Infectious Diseases.20. van de Beek D, de Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EF (January 2006). "Community-acquired bacterial meningitis in adults". The New England Journal of Medicine.21. Hsu HE, Shutt KA, Moore MR et al. (2009). "Effect of pneumococcal conjugate vaccine on pneumococcal meningitis". N Engl J Med.22. Wei BP, Robins-Browne RM, Shepherd RK, Clark GM, O'Leary SJ (January 2008). "Can we prevent cochlear implant recipients from developing pneumococcal meningitis?". Clin. Infect. Dis.23. Thwaites G, Chau TT, Mai NT, Drobniewski F, McAdam K, Farrar J (March 2000). "Tuberculous meningitis". Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry.24. Tebruegge M, Curtis N (July 2008). "Epidemiology, etiology, pathogenesis, and diagnosis of recurrent bacterial meningitis". Clinical Microbiology Reviews.25. Swierzewski, S., 2002, Meningitis, Insidens and Prevalence. http://www.neurologychanel.com/menigitisincidence.html. 26. van de Beek D, de Gans J, Spanjaard L, Weisfelt M, Reitsma JB, Vermeulen M (October 2004). "Clinical features and prognostic factors in adults with bacterial meningitis" (PDF). The New England Journal of Medicine.27. Theilen U, Wilson L, Wilson G, Beattie JO, Qureshi S, Simpson D (June 2008). "Management of invasive meningococcal disease in children and young people: Summary of SIGN guidelines". BMJ.28. Management of invasive meningococcal disease in children and young people. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). May 2008.

2