Laporan Kasus Urolithiasis (Ryan Arifin, Irma Pryuni)

download Laporan Kasus Urolithiasis (Ryan Arifin, Irma Pryuni)

of 27

description

lapkas urolithiasis

Transcript of Laporan Kasus Urolithiasis (Ryan Arifin, Irma Pryuni)

BAB IPENDAHULUAN

Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun1 Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.2Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada lower abdominalis termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik spinal maupun epidural. Tidak menutup kemungkinan juga menggunakan anestesi umum bila terdapat indikasi tertentu.3 Ureter merupakan struktur retroperitoneal dan mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive projection ke saraf spinal yang nyaris sama dengan ginjal. Segmen spinal ini juga menyediakan inervasi somatic ke daerah lumbal, flank, area ilioinguinal, dan scrotum atau labia. Nyeri dari ginjal dan ureter berasal dari area itu. Saraf parasimpatik dari S2-4 saraf spinal mempersarafi ureter.4Ureterolithiasis adalah di dalam ureter. Penyebab pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease, dehidrasi, benda asing, jaringan mati dan multifaktor. Terapi yang diberikan dapat berupa terapi konservatif dan terapi intervensi.4 BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI UMUM Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi inhalasi dan parenteral. Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-lain.1 Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter) : Stadium I:analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran. Stadium II: excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah. Stadium III:dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane: Plane 1:dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya pergerakan bola mata. Plane 2:dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis interkostal. Plane 3:dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis interkostal. Plane 4:dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma. Stadium IV:overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga cardiac arrest. Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

A.1 Persiapan Pra Anestesi Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:1 Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):1 i. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.ii. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.iii. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.iv. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.v. ASA V:Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat1

Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan :a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik, digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 % kebutuhan.d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi. 2

Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu5 Konsentrasi inspirasi relatif konstan Konservasi panas dan uap Menurunkan polusi kamar Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.

A.2 Premedikasi AnestesiPremedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :5 memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam memberikan analgesia, misal : pethidin mencegah muntah, misal : droperidol memperlancar induksi, misal : pethidin mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

2. Obat-obatan Premedikasia. Sulfas AtropinSulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasa mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal maupun regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1 2 mg intravena.5Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.Dosis: 0,01 mg/ kgBB. Pemberian: SC, IM, IV

b. Pethidin Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.6Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di medula yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut.6Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.Dosis : 1 mg/ kgBB.Pemberian: IV, IM

c. MidazolamMidazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika sebelumnya.6Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemelharaan selama anestesi. Obat ini dikontra indikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle claucoma.6

Dosis premedikasi sebelum operasi : Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 0,05 mg/ kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.

Midazolam mempunyai efek samping : Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung. Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungan dengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang ireversibel Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung, pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dan trombosis.Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin, ketamin.4

3. Induksi Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.6 Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.6Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal.6Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, kejang, mual dan muntah.3

4. Pemeliharaana. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.6

b. Ethrane ( Enflurane)Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 3,5 % dapat menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada sistem pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volume tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.1Untuk induksi, Ethrane 2 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 3 %. Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat, tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan keparahan ginjal.1

c. Halothane (Fluothane)Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2 3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk mencegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan untuk menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinis halothane tidak mudah terbakar dan meledak.Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal akan menyebabkan depresi kardiopulmoneryang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter, merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat pernafasan oleh halothane ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan dikombinasikan dengan N2O (50 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).7 5. Obat Pelumpuh Otota. Suksametonium (Succynil choline). Terutama digunakan untuk mempermudah/ fasilitas intubasi trakea karena mula kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3 5 menit). Juga dapat dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V. Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1) bradikardi, bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma berkurang; (4) peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi.Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg. Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intra lingual/ intra bukal.1

b. Atrakurium besylate (tracrium)Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma) melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP. Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus blood brain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium. pancuronium, atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan dosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5 ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi 15-35 menit.1

6. Intubasi EndotrakealSuatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :1 Mempermudah pemberian anestesi. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial. Pemakaian ventilasi yang lama. Mengatasi obstruksi laring akut.

7. Terapi CairanPrinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk : Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.Pemberian cairan operasi dibagi :a. Pra operasiDapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.b. Selama operasiDapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi : Ringan= 4 ml/kgBB/jam. Sedang= 6 ml / kgBB/jam Berat= 8 ml / kgBB/jam.Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.c. Setelah operasiPemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.

8. PemulihanPasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.1,2

B. ANESTESI DALAM BEDAH UROLOGI Anestesi dalam bedah urologi merupakan suatu teknik anestesi yang digunakan pada operasi urologi guna menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi pada saat berlangsungnya operasi. Bedah urologi yang biasanya dilakukan seperti nephrotectomi, vesikolithotomi, nephrolithotomi, prostaktektomi, ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), TUVP (Transurethral Vaporization of the Prostat). Penggunaan obat anestesi untuk setiap pembedahan urologi tentunya berbeda-beda. Pada pasien dengan kelainan ginjal yang berat, pemberian dosis obat anestesi harus dikurangi sebab fungsi ekskresi ginjal menurun.3

C. URETEROLITHIASISBatu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureteryang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muaraureter di dinding buli.Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing padaumumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalatmonohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batuasam urat, batu struvit dan batu sistin.Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu,ukuran batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan olehpasien adalah nyeri pada pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik.Nyeri kolik disebabkan oleh adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalisesmeningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatanperistaltik menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadiperegangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atauinfeksi pada ginjal akibat stasis urine.8 Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosasaluran kemih karena batu. Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaanurinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigaisuatu urosepsis. Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerahkosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya retensi urine.Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria,hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urinemungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.8

D. HIDRONEFROSIS Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga atekanan di ginjal meningkat.9 Apabila obstruksi ini terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanyabatu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak. Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu. 9

E. URETERORENOSKOPI Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara dramatis manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi ultrasonic, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser, dan litotripsi pneumatik agar memberikan hasil lebih baik. Pengangkatan batu juga dapat dilakukan dengan ekstraksi keranjang di bawah pengamatan langsung dengan fluoroskopi. Perkembangan dalam bidang serat optik dan sistem irigasi menghasilkan alat baru yaitu uretroskop semirigid yang lebih kecil (6,9 sampi 8,5 F). penemuan miniskop semirigis dan uteroskop fleksibel membuat kita dapat mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal secara lebih aman. Namun, keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah sempitnya saluran untuk bekerja. Saar ini, pilihan alat tergantung lokasi batu, komposisi batu dan pengalaman klinikus, serta ketersediaan alat.F. DJ STENT Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan urolog dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih. Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter. DJ stent dipasang ketika (indikasi pemasangan DJ stent):1. menyambung ureter yang terputus.2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter bengkak sehingga urine tidak dapat keluar.4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang penyempitan tersebut menjadi longgar.5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan dalam ureter kurang baik.6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu sisa. Jika tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan.7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasienkanker cervix.9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.10. padapasien gagal ginjal karena sumbatan kencing,(jika tidak dapat dilakukan nefrostomi karena hidronefrosis kecil).

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNo. Rekam Medik: Nama: Ny. K.LUmur: 54 tahunJenis Kelamin: Perempuan Alamat: Ds. Nyampan, BengkayangSuku: DayakAgama: KristenStatus: MenikahPekerjaan: Ibu Rumah TanggaTanggal Masuk: 30 November 2014Tanggal Operasi: 8 November 2014B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI1. Anamnesa a. Keluhan utama : Nyeri pinggang sebelah kananb. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh nyeri pinggang sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Nyeri pinggang yang dirasakan tersebut menjalar ke perut seperti kram. Sejak masuk rumah sakit pasien mengeluh kencingnya tidak lampias, keluhan kencing nyeri dan berdarah disangkal. Nyeri pinggang kembali muncul dan semakin tidak tertahankan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Abdul Azis. Pasien telah mendapatkan pengobatan ranitidine, ketorolac, ceftriaxone dan ondansentron.c. Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes mellitus, hipertensi, asma dan penyakit jantung disangkal.d. Riwayat Penyakit Pernapasan : disangkale. Riwayat Penyakit Kardiovaskular : disangkalf. Riwayat Penyakit Lain : disangkalg. Riwayat Alergi Obat : disangkalh. Riwayat Operasi : disangkal i. Kebiasaan: Merokok ( - ), alkoholik ( - ), obat-obatan ( - )2. Pemeriksaan Fisik:Keadaan umum : BaikGCS E4M6V5Vital sign : TD : 120/80 mmHgN : 68 kali per menitRr : 16 kali per menitSuhu: 36,9BB : 58 kgMata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor 3mmMulut : malampati derajat 1Jalan nafas: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-)Thorax : Inspeksi: Simetris (+), retraksi dinding dada (-)Palpasi: Vocal fremitus normal, iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS 5Perkusi : Pulmo : Sonor (+), Cor : pekak (+)Auskultasi : Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-)Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Abdomen: I : datar, distended (+), massa (-), skar (-), caput medusa (-)A : Bising usus (-)P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

---- P : Timpani (+) pada empat kuadran

----Ekstremitas : Oedemakral dingin

3. Pemeriksaan penunjang :a. LaboratoriumHemoglobinHctEritrositLeukositTrombositGol darahPTAPTT: :::: :::13,135,64,448,9224AGDSUreumCreatininAlbuminNatriumKaliumCloridaHbsAg::::: :::Kualitatif (-)28,20,8TDTDTDTDTD

b. Foto Polos thorax : dalam batas normalc. EKG : normal

4. Kesimpulan :Kelainan sistemik: Tidak Ada Kelainan Sistemik Kegawatan: Tidak Ada Status fisik ASA: IC. RENCANA ANESTESI1. Persiapan Operasi Informed consent Persetujuan operasi tertulis (+) Puasa 6 jam Persiapan WB 1 kolf2. Jenis Anestesi: Anestesi umum3. Teknik Anestesi: GA intubasi, SC, ET no. 7, NK4. Obat-obatan: midazolam 5mg, fentanyl 100g, propofol 150mg, atracurium besilat 30mg5. Maintenance: O2 2 lpm, N20 2 lpm, isoflurance 1,5 vol %6. Monitoring: tanda-tanda vital, kedalaman anestesi dan perdarahan7. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan D. TATALAKSANA ANESTESI1. Di ruang persiapan Pasien masuk ke ruang persiapan operasi Pemeriksaan kembali : identitas pasien, persetujuan operasi, lama puasa 6 jam, dan darah yang akan diperlukan. Pastikan pasien terlah terpasang infus dan lancer serta kateter urin. Persiapkan peralatan dn obat-obatan anestesi.2. Di ruang operasi Pasien masuk ke ruang operasi, manset dan indikator saturasi oksigen dipasang serta monitor menyala. Dilakukan premedikasi dengan midazolam 5 mg dan fentanyl 100 g secara IV Dilakukan induksi dengan propofol 150 mg IV, segera kepala diekstensikan, facemask didekatkan pada hidung dengan O2 4 lpm. Setelah refleks bulu mata menghilang, atracurium besilat 30 mg diinjeksikan secara IV. Dilakukan pemijatan ambu hingga saturasi 100%. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotrakeal tube no. 7. Setelah terpasang dengan baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 2 lpm, N2O 2lpm dan isoflurance 1,5 vol %. Nafas dikendalikan dengan ventilator. Setelah anestesi berjalan dengan baik, operasi dimulai, Tanda-tanda vital terus dimonitor sampai operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan sebelum dibawa kembali ke bangsal.

Monitoring Selama AnestesiJamTensiNadiSa02

11.00137/7471100%

11.05107/7371100%

11.10100/7067100%

11.15105/7162100%

11.20110/7473100%

11.25115/8071100%

11.30124/8573100%

11.35135/8572100%

11.40140/8574100%

11.45140/8572100%

11.50125/9076100%

11.55122/7776100%

12.00114/7878100%

12.05112/7776100%

12.10127/7678100%

12.15128/8074100%

12.20118/7881100%

12.25117/6973100%

12.30127/8375100%

12.35131/8578100%

12.40129/7971100%

12.45115/6980100%

12.50124/8173100%

12.55127/8276100%

13.00134/8076100%

13.05121/7671100%

3. Di ruang pemulihanMonitoring Pasca AnestesiJamTensiNadiRR

13.15140/8574100%

13.20140/8572100%

13.25125/9076100%

13.30122/7776100%

13.35114/7878100%

13.40112/7776100%

13.45127/7678100%

13.50128/8074100%

13.55118/7881100%

14.00117/6973100%

14.05127/8375100%

4. Instruksi Pasca Anestesi Posisi terlentang Tirah baring 24 jam Kontrol tanda-tanda vital Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolac 30 mg tiap 8 jam Drip Tramadol 200mg dalam 500 cc RL 10 tpm Inj. Ondansentron 4 mg bila pasien mengeluh mual

BAB IVPEMBAHASAN

Pembedahan atau operasi akan dilakukan pada seorang wanita, 47 tahun dengan berat badan 58 kg. Setiap pembedahan akan dilakukan anestesi untuk menghilangkan rasa sakit/nyeri pasien selama proses operasi. Anestesi dilakukan sesuai prosedur yang ada mulai dari pemeriksaan pre anestesi hingga penatalaksanaan pasien pasca pembedahan di bangsal.Pada kasus ini, pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan yang telah didiagnosis urolithiasis oleh dokter bedah dan akan dilakukan pembedahan. Untuk menentukan teknik atau prosedur yang akan dilakukan selama proses anestesi maka dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang sebelum proses anestesi dilakukan.Dari data anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma atau sesak napas serta penyakit jantung. Penilaian riwayat penyakit ini penting untuk mengetahui pemilihan obat apa yang tepat serta mempertimbangkan pemilihan teknik anestesi untuk mengurangi kemungkinan terburuk, baik selama operasi maupun pasca operasi. Selain anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan didapatkan keadaan dalam batas normal, baik tanda-tanda vital, keadaan mulut dan leher, thorax, abdomen maupun ekstremitas. Penilaian ini dilakukan sebelum operasi dilakukan atau dikenal dengan sebutan pra anestesi. American Sociey Anesthesiology (ASA) membuat klasifikasi status fisik pasien sebagai berikut.a. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.c. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.d. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.e. ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien ini termasuk dalam ASA I dimana pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir tanpa adanya kelainan sistemik lainnya. Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan anesthesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain: jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT, pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur dan terhindar dari trauma terhadap operasi serta kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi, dimana pada operasi ini pasien dalam keadaan lateral decubitus atau miring ke kanan yang bila pasien dalam keadaan sadar dikhawatirkan akan muncul keluhan pegal ataupun kesulitan jalan napas.Untuk mencapai trias anestesi yaitu analgesic, hypnosis dan relaksasi otot maka setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL (ringer Laktat) sebagai loading mulai dimasukkanlah obat-obat premedikasi, midazolam 5 mg bertujuan untuk memberikan efek sedasi dan amnesia retrograde, fentanyl 100 mcg sebagai analgetik opioid, propofol 150 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaksan dengan golongan non-depolarisasi jenis intermediete acting yaitu atrakurium dosis 30 mg. Sebagai obat anestesi diberikan isofluran 1,5 vol % dengan tambahan O2 2 lpm dan N2O 2 lpm.Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room. Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan.Pemberian obat-obatan analgesik tetap dilnjutkan hingga pasien kembali di ruangan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada luka pasca operasi. Selain obat-obatan, terapi cairan juga diberikan secara tepat untuk mengoreksi kehilangan darah selama operasi.a. Defisit cairan karena puasa 6 jam 2 x 58 x 6 = 696 ccb. Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 2 jam = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang (2 x 58 x 2) + (6 cc x 58 x 2) = 232 cc + 696 cc = 928 ccc. Perdarahan yang terjadi kira-kira 250 ccEBV = 70 cc x 58 = 4060 cc.Darah yang hilang = 250/4060 x 100% = 6,15 % EBVBila perdarahan 10% dari EBV maka dapat diberikan kristaloid subsitusi dengan perbandingan 1 : 2-4 ml cairan kristaloid. Jadi pada pasien ini := 1 : 2-4 ml= 250 : 500 cc 1000 cc kristaloidJadi perdarahan saat operasi yang keluar sekitar 250 cc dapat diganti dengan kristaloid sebesar 500 cc-1000 ccd. Kebutuhan cairan total = 696 + 928 + (500-1000) = 2124 cc 2624 cce. Cairan yang sudah diberikan Pra anestesi = 500 cc Saat operasi = 1000 ccf. Total cairan yang masuk = 1500 ccJadi kekurangan cairan sebesar 624 cc 1124 cc maka penambahan cairan masih diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.g. Terapi cairan pasca bedah Memenuhi kebutuhan air, elektrolit nutrisi Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah (cairan lambung, febris) Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan Kebutuhan cairan pasien post operasi 50 cc /kgBB/24 jam (BB = 58 kg)50 cc x 58 kg = 2900 cc/24 jam Kebutuhan elektrolit anak dan dewasaNa+ = 2 - 4 mEq / kgBB= (2 x 58) (4 x 58) = 116 232 mEqK+= 1 2 mEq / kgBB= (1 x 58) (2x58) = 58 116 mEq Kebutuhan Kalori BasalDewasa = BB x 20-30 = (58 x 20) (58 x 30) = 1160 1740 mEq

Pada pasien post operasi yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan mual, muntah, dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-sedikit. Setelah kondisi baik dan cairan oral adekuat sesuai kebutuhan, maka secara perlahan cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi, M., et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif FKUI.2. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.3. Monk, Terri G. and Craig Weldon. 2001. The Renal System and Anesthesia for Urologic Surgery Edition 4. Lippincoat Williams & Wilkin Publishers. p: 42.4. Ansell J.S., Gee W.F. 1990. Disease of the Kidney and Ureter. In Bonica J.J. (ed). The Management of Pain. Philadelphia: Lea & Febiger. p: 1233.5. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.6. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large medical Book7. Dobson Michael B, (1994). Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.8. Samsuhidrajat R., De JongW. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. p: 756-764.9. Purnomo B. 2003. Batu Ginjal dan Ureter Dalam Dasar-Dasar Urologi. Yogyakarata: Sagung Seto. p: 57-68.