LAPORAN KASUS SSJ

27
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS-JOHNSON Oleh : Audra Firthi Dea Noorafiatty Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK PENDAHULUAN Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Juga ada efek samping \ yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sindroma Stevens-Johnson diduga disebabkan oleh berbagai faktor. Seringkali yang diduga sebagai penyebabnya adalah obat-obatan. Etiologi Sindroma Stevens Johnson dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berikut: Infeksi : Herpes simplex virus (masih dalam perdebatan), AIDS, Cox, influenza, hepatitis, mumps, EBV, enterovirus, Streptococcus Beta- Haemolyticus Group A, Diphteria, Brucellosis, Mycobacteria, parasit malaria dan trikomoniasis. Drug-induced: Antibiotik (penisilin dan golongan sulfa), analgesik, obat batuk dan pilek, OAINS, 1

description

sindroma steven johnson

Transcript of LAPORAN KASUS SSJ

Page 1: LAPORAN KASUS SSJ

LAPORAN KASUS

SINDROM STEVENS-JOHNSON

Oleh : Audra Firthi Dea Noorafiatty

Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK

PENDAHULUAN

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah suatu

kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada

kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Juga

ada efek samping \ yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik

(toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai

eritema multiforme (EM).

Sindroma Stevens-Johnson diduga disebabkan oleh berbagai faktor.

Seringkali yang diduga sebagai penyebabnya adalah obat-obatan. Etiologi Sindroma

Stevens Johnson dapat dikategorikan menjadi 4 golongan berikut:

Infeksi : Herpes simplex virus (masih dalam perdebatan), AIDS, Cox,

influenza, hepatitis, mumps, EBV, enterovirus, Streptococcus Beta-

Haemolyticus Group A, Diphteria, Brucellosis, Mycobacteria, parasit

malaria dan trikomoniasis.

Drug-induced: Antibiotik (penisilin dan golongan sulfa), analgesik, obat

batuk dan pilek, OAINS, psikoepileptik (Fenitoin, Karbamazepin, Trileptal,

Asam Valproat dan Barbiturat), obat anti asam urat, obat anti retroviral

(Nevirapin dan Indinavir).

Berhubungan dengan keganasan

Idiopatik

Sindroma Stevens-Johnson yang bersifat idiopatik terdapat pada 25-

50% kasus. Obat-obatan dan keganasan adalah yang paling sering dihubungkan

sebagai etiologi Sindroma Stevens-Johnson pada pasien dewasa dan lanjut usia.

Sedangkan kasus pediatrik lebih sering berhubungan dengan infeksi.

1

Page 2: LAPORAN KASUS SSJ

Insidens Sindroma Stevens Johnson dan Nekrosis Epidermal Toksik

diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat.

Umumnya terdapat pada dewasa, lebih sering terdapat pada ras kulit putih. Pada suatu

penelitian Sindroma Stevens-Johnson dilaporkan mengenai 39.9% wanita pada 315

pasien yang diteliti. Sepanjang tahun 2012, di RSUD Kardinah Kota Tegal terdapat

10 kasus baru Sindroma Stevens-Johnson, dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1. Kasus Baru Sindroma Stevens-Johnson di RSUD Kardinah Kota Tegal

Tahun 2012

BULAN

Jumlah Kasus Baru menurut Umur PasienJenis

Kelamin Jumlah Kasus Baru< 1

thn1-4 thn

5-14 thn

15-24 thn

25-44 thn

45-64 thn

>66 thn

♂ ♀

Januari - - - 1 - 1 - 2 - 2

Februari - - - - 1 1 - - 2 2

Maret - - - - - - - - - 0

April - - - 1 1 - - - 2 2

Mei - - - 1 1 - - 1 1 2

Juni - - - - - - - - - 0

Juli - - - - - - - - - 0

Agustus - 1 - - - 1 - 1 1 2

September - - - - - - - - - 0

Oktober - - - - - - - - - 0

November - - - - - - - - - 0

Desember - - - - - - - - - 0

TOTAL 0 1 0 3 3 3 0 4 6 10

SSJ merupakan kelainan hipersensitivitas tioe lambat yang dimediasi

kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.

Asetilator lambat (orang yang heparnya tidak mampu mendetoksifikasi metabolit

obat reaktif secara sempurna), pasien imunokompromais (terutama akibat infeksi

2

Page 3: LAPORAN KASUS SSJ

HIV) dan pasien tumor otak yang menjalani radioterapi dengan obat antiepilepsi

merupakan populasi dengan risiko paling tinggi.

Pada pasien dengan asetilator lambat, detoksifikasi metabolit obat tidak

sempurna, metabolit obat ini memiliki efek toksik langsung atau dapat bertindak

sebagai hapten yang akan menyebabkan reaksi antigen. Presentasi antigen dan

produksi Tumor Necrosis Factor (TNF)-alpha oleh dendrosit jaringan lokal

menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi limfosit T dan meningkatkan

sitotoksisitas sel efektor imun lainnya. Limfosit CD8+ yang teraktivasi ini akan

merangsang apoptosis sel epidermis lewat beberapa mekanisme, salah satunya

melalui pelepasan granzyme B dan perforin. Perforin merupakan granul

monomer yang dilepaskan dari sel natural killer dan limfosit T sitotoksik.

Apoptosis keratinosit juga dapat terjadi akibat dari ligasi permukaan reseptor

yang mati dengan molekul tertentu yang dapat mencetuskan aktivasi sistem

sehingga menyebabkan disorganisasi DNA dan kematian sel. Kematian

keratinosit menyebabkan terpisahnya epidermis dari dermis. Sehingga ketika

terjadi apoptosis, sel yang mati tersebut memicu terjadinya penambahan lebih

banyak kemokin sehingga dapat memperparah proses inflamasi yang berakhir

pada nekrolisis epidermal yang lebih luas.

Proses hipersensitivitas tersebut menyebabkan kerusakan kulit sehingga

terjadi :

1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.

2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,

hiperglikemia dan glukosuria.

3. Kegagalan termoregulasi.

4. Kegagalan fungsi imun.

5. Infeksi

Biasanya Sindroma Stevens-Johnson dimulai dengan infeksi saluran napas

atas yang tidak spesifik. Gejala prodromal ini biasanya berlangsung 1-14 hari dengan

gejala berupa demam, nyeri tenggorok, menggigil, sakit kepala dan malaise. Muntah

dan diare kadang kala dapat pula menyertai gejala prodromal ini. Lesi mukokutaneus

berkembang secara tiba-tiba dan dapat berlangsung hingga 2-4 minggu. Lesi ini

biasanya tidak gatal (non pruritik). Lesi pada mukosa mulut dan/atau membrana

mukosa lain dapat terjadi sangat parah sehingga pasien kesulitan untuk makan dan

3

Page 4: LAPORAN KASUS SSJ

minum. Pasien dengan gejala genitourinarius dapat mengeluhkan adanya disuria atau

kesulitan untuk berkemih. Pada pasien dapat pula ditemukan adanya riwayat

Sindroma Stevens-Johnson atau eritema multiforme sebelumnya. Rekurensi tersebut

dapat muncul kembali jika agen penyebabnya tidak tereliminasi secara sempurna atau

jika pasien terekspos kembali. Selain lesi pada kulit, lesi Sindroma Stevens-Johnson

dapat mengenai bagian tubuh lainnya misalnya pada mukosa oral, esofagus, faring,

laring, anus, trakea, vagina dan uretra. Dapat pula menyebabkan gejala pada mata

seperti mata merah, berair, nyeri, blefarospasme, gatal, rasa terbakar, dll. Sindroma

Stevens-Johnson biasanya secara klinis terjadi dalam 8 minggu (biasanya 4-30 hari)

setelah onset paparan obat.

Distribusi erupsi kulit awalnya bersifat simetris pada wajah, badan bagian

atas dan ekstremitas bagian proksimal, namun ruam kulit ini dapat berkembang secara

cepat pada seluruh tubuh dalam beberapa hari bahkan dalam beberapa jam. Ruam

kulit awalnya berupa makula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak

urtikaria atau eritema konfluens. Pada bagian tengah lesi ini biasanya bersifat

vesikular, purpurik, atau nekrotik. Lesi tipikal biasanya berbentuk target yang bersifat

patognomonik untuk lesi awal Sindroma Stevens-Johnson. Namun, berbeda dengan

eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. Lesi bagian inti dapat

bersifat vesikular, purpura atau nekrotik, sedangkan zona yang mengelilinginya

berupa makula eritema. Sehingga lesi ini seringkali disebut sebagai lesi target. Dapat

ditemukan tanda Nikolsky positif pada zona eritema tersebut. Lesi ini kemudian

menjadi bulla dan lama kelamaan akan ruptur, sehingga menjadi kulit yang

mengelupas dan kulit menjadi terekspos, kemerahan dan oozing (tampak basah).

Kondisi ini memungkinkan kulit menjadi rentan untuk terjadinya infeksi sekunder.

Lesi pada membrana mukosa (biasanya selalu melibatkan sedikitnya dua

tempat). Biasanya dimulai dengan eritema yang diikuti dengan erosi yang terasa nyeri

pada mukosa mulut, mata dan genital. Rongga mulut meruapakan lesi yang hampir

selalu ditemukan pada setiap kasus dan menyebabkan erosi hemoragik yang terasa

nyeri dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan dan krusta pada bibir.

Lesi pada mukosa ini dapat berupa eritema, edema, blister, ulserasi dan nekrosis.

Sekitar 85% pasien memiliki lesi pada konjungtiva, yang biasanya berupa

hiperemis, erosi, kemosis, fotofobia dan lakrimasi. Selain itu dapat pula ditemukan

pengelupasan bulu mata. Pada kasus yang berat, dapat disertai dengan ulserasi kornea,

4

Page 5: LAPORAN KASUS SSJ

uveitis anterior, dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara kelopak mata dan

konjungtiva (simblefaron) juga dapat ditemukan.

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus dermatitis seboroik dan tinea

korporis pada anak laki-laki berumur 15 bulan.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 15 tahun

Alamat : Jatirawa RT 04 RW 03 Tegal

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMP

Status Pernikahan : Belum menikah

Suku Bangsa : Jawa

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan Alloanamnesis (Ibu pasien) dilakukan pada hari

Kamis, tanggal 28 Februari 2013 pukul 12.00 WIB di bangsal Menur RSU

Kardinah Tegal.

Keluhan Utama

Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat

RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB

dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul

gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali

disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari

SMRS.

5

Page 6: LAPORAN KASUS SSJ

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat

RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB

dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul

gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali

disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari

SMRS.

3 minggu SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan

mengaku diberikan 2 buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa

diminum selama setahun ini.

2 minggu SMRS OS mengeluh demam, demam yang dirasakan tidak

begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Selain itu juga timbul

bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul

di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh tubuh,

bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, bruntusan ini kecil

hanya sebesar ujung jarum pentul. OS tidak menggaruk sampai lecet bagian

tubuh yang gatal. OS juga mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan

nyeri diseluruh badan. OS juga mengeluh batuk tidak berdahak. OS mengaku

pernah muntah darah 1x/hari , banyaknya kurang lebih sekitar satu sendok

makan. Selama sakit OS mengaku tidak minum obat lain, tapi tetap meminum

obat epilepsinya.

2 hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan

hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung

makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya

kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembung-

gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan

basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan

mulutnya terasa perih. OS mengaku ketika kencing tidak terasa nyeri dan tidak

ada kesulitan untuk BAK. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih

berair serta gatal.

Pasien tinggal di rumah sederhana dengan kawasan cukup padat dan

ventilasi baik. Pasien mandi memakai sabun, 2 kali sehari. Punggung pasien

selalu dikeringkan seusai mandi. Handuk maupun pakaian tidak pernah

bergantian memakainya. Sumber air mandi di rumah pasien adalah dari

6

Page 7: LAPORAN KASUS SSJ

PDAM. Aktivitas pasien cukup tinggi, setelah bermain dengan teman-

temannya dan berkeringat, bagian yang paling basah dengan keringat di daerah

punggung.

Riwayat Penyakit Dahulu

OS sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. OS juga

mengaku tidak pernah merasa gatal-gatal sehabis makan makanan tertentu

ataupun minum obat-obatan tertentu. OS mempunyai riwayat penyakit epilepsi

sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat karbamazepin sekitar sejak 1

tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang

sama. Tidak ada juga yang mempunyai riwayat alergi makanan ataupun alergi

obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit, regular

Suhu : 38°C

Pernafasan : 24 x/menit

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 55 kg

Status gizi : Gizi baik

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata,

terdapat kelainan kulit wajah (sesuai status

dermatologikus)

Mata : Konjungtiva hiperemis, sklera tidak ikterik, alis

7

Page 8: LAPORAN KASUS SSJ

mata hitam, tidak ada madarosis

Telinga : Normotia, terdapat kelainan kulit (lihat status

dermatologis)

Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit

Mulut : Bibir tidak pucat, terdapat kelainan kulit (sesuai status

dermatologikus)

Thorax

Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat

kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi

o Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

o Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, terdapat kelainan kulit (sesuai status

dermatologikus)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Tidak dilakukan

Genitalia : Tidak diperiksa

Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,

terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,

terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

Status Dermatologikus

Distribusi : Universal

Ad regio : fasialis, thorakalis, abdomen, punggung, ekstremitas atas dan

bawah

Lesi : Multipel, konfluens, berbatas tegas,

8

Page 9: LAPORAN KASUS SSJ

berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat

Efloresensi : Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi

Gambar 1. Ad regio fasialis

Gambar 2. Ad regio thorakalis dan abdomen

9

Page 10: LAPORAN KASUS SSJ

Gambar 3. Ad regio punggung

Gambar 4. Ad regio ekstremitas atas

10

Page 11: LAPORAN KASUS SSJ

Gambar 5. Ad regio ekstremitas bawah

Gambar 6. Ad regio mata

11

Page 12: LAPORAN KASUS SSJ

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium

darah pada tanggal 23 Februari 2013, adalah sebagai berikut:

Hemoglobin : 12,9 g/dl ( N: 12-16)

Eritrosit : 6,3 [10^6/uL] (N: 4,2-5,4)

Leukosit : 6,6 [10^3/uL] (N: 4,8-10,8)

Hematokrit : 37,5 % (N: 37-47)

Trombosit : 120 [10^3/uL] (N:150-450)

MCV : 59,3 U (N : 76-96)

MCH : 20,4 Peg (N : 27-35)

MCHC : 34,4 g/dL (N : 33-37)

DIFFCOUNT

Neutrofil : 72,2 [%] (N:50-70)

Lymfosit : 23,2 [%] ( N:25-40)

Monosit : 3,9 [%] ( N:2-8 )

Eosinofil : 1 [%] ( N:2-4 )

Basofil : 0,2 [%] ( N:0-1 )

LED 1 : 5 mm/jam (N: 0-15)

LED 2 : 12 mm/jam (N: 0-35)

GDS : 109 md/dL (N : 70-160)

SGOT : 110 u/L (N: 0-32)

SGPT : 72 u/L (N: 0-32)

Ureum : 44 mg/dl (N: 10-50)

Kreatinin : 1,28 mg/dl (N: 0,6-1,2)

Asam urat : 3,5 mg/dL (N: 3,4-7,0)

Total protein : 4,85 g/dL (N: 6,30-8,60)

Albumin : 3,69 g/dL (N: 3,70-5,60)

Globulin : 1,16 g/dL (N: 2,30-3,50)

Widal : negatif (negatif)

HbsAg : positif (negatif)

12

Page 13: LAPORAN KASUS SSJ

V. RESUME

Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat

RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 19.00 WIB

dibawa ibunya dengan keluhan seluruh badan terasa panas dan timbul

gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan kecuali

disekitar alat kelamin dan disertai bercak berwarna kemerahan sejak 2 hari

SMRS. 3 minggu SMRS OS pergi ke poli saraf untuk kontrol epilepsi, dan

mengaku diberikan 2 buah obat tablet salah satunya karbamazepin yang biasa

diminum selama setahun ini. 2 minggu SMRS OS mengeluh demam, demam

yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun.

Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan

kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama

menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya

terasa panas, bruntusan ini kecil hanya sebesar ujung jarum pentul. OS juga

mengeluh sakit kepala, badannya terasa lemas dan nyeri diseluruh badan. 2

hari SMRS OS mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir

diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin

kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-

kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah gelembung-

gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan

basah serta terasa perih dan panas. OS mengaku nyeri saat menelan dan

mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih merah dan terasa lebih berair

serta gatal. OS sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama. OS

juga mengaku tidak pernah merasa gatal-gatal sehabis makan makanan

tertentu ataupun minum obat-obatan tertentu. OS mempunyai riwayat penyakit

epilepsi sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat karbamazepin sekitar

sejak 1 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan

mata ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada

status dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis,

abdomen, punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens,

13

Page 14: LAPORAN KASUS SSJ

berbatas tegas, berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi:

Erosi, skuama, krusta, bullae, dan makula hiperpigmentasi.

Dari pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium

darah pada tanggal 23 Februari 2013 dengan hasil eritrosit, netrofil, SGOT,

SGPT dan kreatinin meningkat. Trombosit, MCV, MCH, limfosit, eosinophil,

total protein, dan globulin menurun

VI. DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Stevens-Johnson

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)

Eritema Multiformis

VII. DIAGNOSIS

Sindroma Steven-Johnson disertai infeksi virus hepatitis B

VIII. USULAN PEMERIKSAAN

Untuk menunjang diagnosis sindroma stevens-johnson dapat

dilakukan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi rutin dan pemeriksaan

imunofluorensi.

IX. PENATALAKSANAAN

1. UMUM

Memberikan penjelasan pada orangtua pasien tentang penyakit yang

diderita dan pengobatannya.

Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

Stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, perawatan luka, dan

mengontrol nyeri.

Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit.

Konsultasi dengan dokter spesialis lain (seperti spesialis mata,

penyakit dalam dan saraf)

14

Page 15: LAPORAN KASUS SSJ

2. KHUSUS

Sistemik (oral) :

o Dexamethasone inj 2x1 ampul

o Ranitidin inj 2x1 ampul

o Cetirizine 1x1 tab

Topikal :

o NaCl 0,9% untuk kompres mata dan bibir

o Ikaderm 20 mg dan decubal 20 mg dioleskan di seluruh tubuh

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad fungtionam : Ad bonam

Quo ad sanationam : Ad bonam

Quo ad kosmetikum : Dubia Ad bonam

15

Page 16: LAPORAN KASUS SSJ

PEMBAHASAN

Diagnosis sindroma Stevens-Johnson ini sesuai dengan adanya trias

kelainan kulit, mukosa, dan mata, serta hubungannya dengan faktor

penyebabnya. Dari anamnesis diketahui bahwa terdapat kelainan pada kulit yang

awalnya berupa seperti beruntusan berwarna kemerahan lalu berkembang jadi timbul

gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir seluruh badan dan pada beberapa

tempat mengelupas terlihat kemerahan dan terasa perih. Diketahui juga dari

anamnesis adanya riwayat pengunaan obat karbamazepin sejak 1 tahun SMRS. OS

mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih

merah dan terasa lebih berair serta gatal.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata

ditemukan konjungtiva hiperemis, lainnya dalam batas normal. Pada status

dermatologikus distribusi: universal; ad regio: fasialis, thorakalis, abdomen,

punggung, ekstremitas atas dan bawah; lesi: Multipel, konfluens, berbatas tegas,

berukuran bervariasi dari lentikular sampai plakat; efloresensi: Erosi, skuama, krusta,

bullae, dan makula hiperpigmentasi.

Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi (tetapi pada

pasien ini tidak terlihat), kelainan pada mukosa, mata, serta dapat disertai dengan

demam. Selain itu dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium antara lain

pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi

dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia

dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau

sedikit meninggi, dapat pula terjadi peningkatan eosinophil, tetapi pada pasien ini

tidak terjadi. Biopsi kulit dapat direncanakan bila lesi klasik tak ada.

Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus yang atipik.

Pasien dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup berdasarkan luas area

epidermis yang mengelupas atau dapat dikelupas (tanda Nikolsky positif), yaitu:

1. Sindroma Stevens-Johnson; bila kurang dari 10% luas permukaan tubuh

(BSA)

2. SJS/TEN overlap bila antara 10-30% luas permukaan tubuh

16

Page 17: LAPORAN KASUS SSJ

3. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) bila lebih dari 30% luas permukaan

tubuh

Penyakit ini perlu dibedakan dengan Eritema Multiforme Majus (EMM).

Lesi target yang menimbul (raised) baik yang tipikal maupun atipikal merupakan lesi

karakteristik untuk EMM. Lesi ini kebanyakan muncul pada ekstremitas, namun

kadangkala dapat pula terdapat pada wajah dan tubuh, terutama pada anak-anak.

Sebaliknya, lesi target yang tersebar luas, seringkali berupa makula konfluens atau

lesi target atipikal datar yang dominan di tubuh merupakan gambaran lesi yang khas

pada Sindroma Stevens-Johnson. Perbedaan Eritema Multiforme, Sindroma Stevens-

Johnson dan Epidermal Nekrolisis Toksik:

Tabel 2. Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/ENT)

17

Page 18: LAPORAN KASUS SSJ

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th

edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158.

Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th

edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. 2007. p:163-165.

Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.

Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3,

2007. Available at: www.jipmer.edu

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In:

Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139

Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.

Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition.

EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142.

Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity

syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.

Parrilo, S. : Steven Johnson Syndrome In Emergency Medicine. Philadelphia

University. 2010. Access on : May 15, 2011. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview.

18