Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

41
Laporan Kasus SIROSIS HEPATIS OLEH Andria Prima Rosyadi 0908113674 Pembimbing : dr. Alex Barus, Sp.PD, FINASIM BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD

Transcript of Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Page 1: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

OLEH

Andria Prima Rosyadi

0908113674

Pembimbing :

dr. Alex Barus, Sp.PD, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2013

Page 2: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi

akibat adanya nekrosis hepatoselular. Sirosis hati mengakibatkan terjadinya

35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis

hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis

berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun

waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah

asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien

melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1

Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat

alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau

C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya

peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks

ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang

berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang

membentuk kolagen.1,2

Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,

menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan

dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa

penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase

dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang

dan mencegah timbulnya komplikasi.1,2

TINJAUAN PUSTAKA

1

Page 3: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

1. Definisi Sirosis Hati

Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang

berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena

terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.3

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan

adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan

adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat

dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan

sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat

dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium

terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan

menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah

disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah

vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini

biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila

ditekan.3,4

Menurut Lindseth, Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan

dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan

nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah

intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi

hati.4

2. Anatomi dan Fungsi Hati

2.1. Anatomi Hati

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga

perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang

dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan

persediaan darah.4

Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh

ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum

teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .

Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3

2

Page 4: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Hati

dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus

peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.3,4

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu Vena porta hepatica yang

berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,

monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica

cabang dari arteri iliaca yang kaya akan oksigen.3,4

Gambar 2.1.Anatomi hati

2.2. Fungsi Hati

Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga mempunyai fungsi yang

terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat

dilihat dari sel-sel dalam hati.1

Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;1

1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan

garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.

2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada

dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.

3. Sebagai alat saringan (filter)

3

Page 5: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh

intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.

Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi1

1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:

a. Pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,

empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri

b. Alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati

menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri

tetapi untuk organ lainya juga.

c. Alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan

glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.

d. Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun

endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara

oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.

2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem

retikulo endothelial.

a. Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin

b. Membentuk a-globulin dan immune bodies

c. Alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau

makromolekuler.

3. Epidemiologi

Insiden sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus

kronik. Data di Indonesia, RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien dengan sirosis

hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian ilmu penyakit dalam dalam

kurun waktu tahun 2004. Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai pasien

sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di Bagian Ilmu Penyakit

Dalam.5

Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun

2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di

Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan

4

Page 6: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di

Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan

perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%)

lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan

kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009

di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan

36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.5

4. Klasifikasi Sirosis Hati

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:6

a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata

b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang

jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis

kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya

dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya

nodul, yaitu:1,6

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:6

a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau

sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena

banyak terjadi jaringan nekrose.

b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis

alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai

akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita

hepatitis.

5

Page 7: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas. 6

a. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik.

b. Sirosis postnekrotik

c. Sirosis biliaris.

5. Faktor Risiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering

disebutkan antara lain :1,7

a. Faktor Kekurangan Nutrisi

Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan

nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di

dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember

1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita

kekurangan protein hewani dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang

berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,

petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah

menengah.

b. Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab

sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada

tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga

mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi

sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak

mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta

menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis

40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20%

penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B

atau C.

6

Page 8: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

c. Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan

berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan

berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.

d. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan biasanya terdapat pada orang-

orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan

terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser

Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari

seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada

hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

e. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan

timbulnya hemokromatosis, yaitu:

1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada

penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,

kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

f. Sebab-Sebab Lain

1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.

Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis

sentrilobuler

2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan

dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai

pada kaum wanita.

3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis

kriptogenik.

7

Page 9: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

6 Patogenesis

Mekanisme terjadinya fibrosis pada penyakit sirosis sepenuhnya belum

diketahui, nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan

menyebabkan kolaps pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya

pembentukkan kolagen. Tingkat awal yang terbentuk adalah septa pasif yang

dibentuk oleh jaringan retikuler penyangga yang dibentuk oleh jaringan retikuler

kemudian berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut yang demukian dapat

menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta yang lain atau antara

porta dan sentral.1,4

Pada tahap selanjutnya kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi sel

duktulus, sinusoif dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu

terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T

dan makrofag juga berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap

sebagai mediator fibrogenesis. Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan

inflamasi aktif. Septa akan menjalar menuju ke dalam paremkim hati yang

berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa tingkat kedua ini yang

menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan

nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang

timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan

regenerasi dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada

vascular dan kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,4

Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya

peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam

keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.

Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika

terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus,

bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata akan membentuk sel kolagen. Jika proses

ini berjalan terus makan fibrosis akan terus terbentuk di dalam sel stelata, dan

jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.1,4

7 Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati

8

Page 10: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

1. Gejala

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver

yang mulai rusak fungsinya, yaitu kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,

badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan

darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan

hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan

ikat yang difus.1,4

2. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:1,4

- Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia

sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi

ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi

penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %

penderita selama perjalanan penyakit.

- Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air

menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites

adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya

timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan

resistensi garam dan air.

- Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap

di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi

terhadap aliran darah melalui hati.

8 Diagnosis

9

Page 11: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis

hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan

diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium

biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan

diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada

kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit

membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis

pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata

diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis

sudah tampak dengan adanya komplikasi.1,2

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan

dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada

kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan

rambut tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam

batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal

fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua

lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh

regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness

dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi

karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas

juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.1,2

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang

meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,

bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST)

atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin

aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat

menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan

ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan

adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3

kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien

kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil

transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang

10

Page 12: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat

normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang

lanjut.1,2

Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati,

akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara

itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat

sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang

selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu

protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada

hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium

serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini

dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.3,4

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga

biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam

penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom

normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia

biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia

akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada

penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan

rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,

dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun

memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung

pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi

ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada

penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang

tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui

pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis

dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.4

9. Komplikasi

11

Page 13: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis

hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1

1. Ensepalopati Hepatikum

Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang

bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati

setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan

dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang

masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan

koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya

gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas

sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan

memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut

diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu

(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-

aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan

ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.

2. Varises Esophagus

Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi

porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis

sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun

pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-

20% untuk setiap episodenya.

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan

asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki

kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan

rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya

translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran

bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,

12

Page 14: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram

negatif lainnya. Diagnosis PBS berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,

dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan

kultur cairan asites yang positif.

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat

diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.

Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil

sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom

hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40

ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang

dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.

5. Sindrom Hepatopulmonal

Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran

cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang

dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu,

pasien juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami

berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis

hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari

penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan

kasus sirosis. Pada kasus sirosis hepatis pasien diberikan diet cair tanpa protein,

rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari.

Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Diet protein

tidak diberikan pada pasien yang mengalami ensepalopati hepatikum, sehingga

pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di dalam tubuh dikurangi.

Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami

13

Page 15: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

pasein tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami

perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang

dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan

mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral dapat diberi nutrisi secara

parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%, dan

aminoleban.8

11 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,

diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang

menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai

pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem

klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup

pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama

setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B

adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.8

Klasifikasi Child-Pugh

KlasifikasiNilai

1 2 3

Ensefalopati - Minimal Berat/koma

Asites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol

Bilirubin <2 2-3 >3

Albumin >3,5 3 <3

PT <1,7 1,7-2,3 >2,3

LAPORAN KASUS

14

Page 16: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

IDENTIFIKASI PASIEN

Nama pasien : Tn. NH Alamat : Rokan-Hulu

Umur : 39 tahun Pekerjaan : Petani

Jenis kelamin : Laki-laki MRS : 19 September 2013

Agama : Islam Tgl Pemeriksaan : 23 september 2013

MR : 82.65.97

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan muntah berwarna hitam sejak 1 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang:

- 3 bulan SMRS, pasien awalnya mengeluhkan perut semakin membesar

disertai kaki yang juga semakin membesar, pembesaran merata, badan terasa

semakin lemas, nafsu makan menurun. Pasien berobat ke dokter spesialis

penyakit dalam dan didiagnosis menderita penyakit liver. Pasien hanya rawat

jalan dan diberi obat.

- 1 minggu SMRS keluhan pasien mulai terasa berat dengan perut dan kaki

semakin membesar, nyeri pada ulu hati, nyeri tidak menjalar dan terasa

menyesak ke dada sehingga sulit bernafas, mual (+), muntah (-), BAK

berwarna seperti teh pekat, BAB tidak lancar, warna BAB kuning seperti

biasanya.

- 1 hari SMRS pasien tiba-tiba muntah muntah berwarna hitam disertai darah

segar, muntah ± 1 gelas ukuran 200 cc tidak disertai makanan, frekuensi

muntah 5 kali dari pagi sampai malam, Demam (+) badan terasa lemas, mual

(+) muntah (+), perut dan kaki semakin besar, nyeri pada ulu hati (+) nyeri

tidak menjalar ke bagian tubuh lain, sesak napas (+), BAK tidak lancar, BAB

tidak lancar, badan terasa semakin lemas, kemudian pasien dibawa ke RS

Bangkinang dan pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad.

15

Page 17: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Riwayat penyakit dahulu:

- Riwayat penyakit kuning saat umur 20 tahun

- Riwayat DM disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

- Ayah pasien pernah menderita penyakit liver dan telah meninggal 20 tahun

yang lalu.

- Riwayat DM disangkal dalam keluarga

- Riwayat hipertensi disangkal dalam keluarga

Riwayat sosial ekonomi

- Pasien bekerja sebagai petani

- Pasien perokok berat dan sering minum alkohol sejak umur 20 tahun dan

terakhir minum 2 minggu SMRS.

PEMERIKSAAN FISIK (23-9-2013)

Status generalis

- Keadaan umum: tampak sakit sedang

- Kesadaran : komposmentis

- Keadaan gizi : sulit dinilai

- Vital sign :

o TD : 130/100 mmHg

o RR : 32 x/ menit

o Nadi : 88 x/ menit

o Suhu : 39,3o C

Pemeriksaan kepala leher:

- Palpebra udem : -/-

- Mata cekung : -/-

- Konjungtiva anemis : +/+

16

Page 18: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

- Skelera ikterik : +/+

- Reflex cahaya : +/+

- Pupil : 3mm/3mm

- Lidah kotor : -

- Perbesaran KGB : -

- Peningkatan JVP : (+), 5 + 5 cm

Pemeriksaan paru:

- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,

penggunaan otot nafas tambahan (–)

pelebaran intercostals (-)

- Palpasi : vocal fremitus kiri dan kanan sama

- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Pemeriksaan jantung:

- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : iktus kordis tidak teraba

- Perkusi : batas jantung kanan : linea parastenalis dekstra

batas jantung kiri : 2 jari linea midclavicula sinistra

- Auskultasi : S1 dan S2 dalam batas normal, murmur (-) , gallop (–)

Pemeriksaan abdomen:

- Inspeksi : Bentuk cembung, skar (-), mengkilat.

venektasi (-), spider nevi (-), tanda peradangan (-).

- Auskultasi : BU (+) terdengar lemah.

- Perkusi : Shifting dulless (+), Undulasi (+)

- Palpasi : Nyeri tekan (-), perabaan hepar dan lien tidak dapat

dinilai

Pemeriksaan ekstremitas:

- Akral teraba hangat

17

Page 19: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

- CRT < 2 detik

- Pitting edem (+/+) pada tungkai bawah.

- Eritema palmaris (-)

- Kuku terlihat putih (white nail)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah lengkap

(19-9-2013)

- WBC : 23,8 x 103 /ul - BILT : 1,10 mg/dL

- RBC : 1,62 x 106 /ul - URE : 138,1 mg/dL

- HGB : 5,2 g/dL - CRE : 2,41 mg/dL

- HCT : 15,9 % - AST : 136,9 U/L

- PLT : 34 x 103 /ul - ALT : 84 U/L

- ALB : 1,0 mg/dL

- GLU : 152 mg/dL

2. Pemeriksaan elektrolit

- Na+ : 134,6 mmol/L

- K+ : 4,40 mmol/L

- Cl : 106,9 mmol/L

(20-9-2013)

- CHOL : 82 mg/dl - AST : 262 u/L

- HDL : 26,8 mg/dl - ALT : 186 u/L

- BILD : 1,22 mg/dl - ALB : 1,46 mg/dL

- BILT : 2,82 mg/dl - LDL : 44,4 mg/dL

- URE : 150 mg/dl - BILI : 1,6 mg/dl

- CRE : 1,93 mg/dl - Globulin : 3,33 g/dl

RESUME

18

Page 20: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Tn. NH usia 39 tahun datang dengan keluhan hematemesis sejak 1 hari

SMRS. Volume muntah ± 1 gelas tidak disertai makanan. Ascites dan udem pada

kedua tungkai yang semakin jelas, demam (+), badan terasa lemas, nausea (+)

vomiting (+), nyeri pada ulu hati (+) dan nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh

lain, dispnea (+), BAK kurang lancar, BAB kurang lancar, badan terasa semakin

lemas, kemudian pasien dibawa ke RS Bangkinang dan pasien di rujuk ke RSUD

Arifin Achmad. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, konjungtiva

anemis, peningkatan JVP (+), perut tampak cembung dan mengkilat, bising usus

melemah, undulasi dan shifting dullnes (+). Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan hasil HGB: 5,2 g/dL , HCT: 15,9 %, PLT: 34 x 10 -3 /ul, ALB: 1,0

mg/dl, BILT: 1,10 mg/dl, URE: 138,1 mg/dl , CRE: 2,41 mg/dl, AST: 136,9 u/L ,

ALT: 84 u/L

DIAGNOSIS KERJA

Sirosis hepatis et. causa suspect hepatitis virus

RENCANA PEMERIKSAAN

- USG

- HBsAg

- Endoskopi

DAFTAR MASALAH

- Hematemesis

- Asites dan udem pada tungkai

- Anemia

- dispnea

- Demam

ANALISIS MASALAH

19

Page 21: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

Tn.NH usia 39 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 19 September 2013

dengan keluhan utama muntah berwarna hitam disertai bercak darah sejak 1 hari

SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat

ditegakkan diagnosis pasien adalah sirosis hepatis.

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,

didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering

didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang

disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan

yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut

yang membesar (asites), air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua

mata dan kulit, nyeri pada ulu hati.

Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga

perioteneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang

berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi yaitu

terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa

ditambah hipoalbuminemia yang akan menyebabkan transudasi sehingga cairan

intravascular menurun. Pada kasus ini didapatkan kadar albumin pasien 1,0 mg/dl

(hipoalbuminemia) yang menyebabkan tekanan hidrostatik menurun sehingga

terjadi penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum (asites) dilihat dengan

adanya keluhan perut yang membesar dan ditandai dengan shifting dullness yang

positif.

Hematemesis dan Melena merupakan menifestasi klinik baik dari

perdarahan saluran cerna atas mapun saluran cerna bawah. Pada kasus sirosis

hepatis menifestasi perdarahan saluran cerna disebabkan oleh pecahnya varises

eosofagus (62%), ulkus peptikum (18%) dan erosi lambung (5%). Pada kasus ini

sumber perdarahan berasal dari pecahnya varises oesofagus. Untuk dapat

memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi

ataupun esofagoskopi. Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga

mempunyai fungsi yang terbanyak. Salah satu fungsi hati adalah mensintesis

albumin dan komponen penunjang pembentukan sel darah merah di hati. Pada

pasien dengan sirosis hepatis akan terjadi penurunan produksi albumin dan

20

Page 22: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

komponen penunjang sel darah merah akibat kerusakan sel-sel parenkim hati

sehingga terjadi Hipoalbuminemia dan anemia.

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas

penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang

disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan

dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari

penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),

penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati

bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis

(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan

kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil

penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari

sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan

30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan

termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai

penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum

ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol. Pada kasus ini sirosis

hepatis terjadi akibat infeksi virus hepatitis yang dikonfirmasi dari anamnesis

pada pasien didapatkan adanya riwayat sakit kuning 20 tahun.

RENCANA PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan pasien sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi

penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penaganan komplikasi.

1. Nonfarmakologis

- Pemasangan NGT > puasa 1 hari, observasi pedarahan yg keluar.

- Tirah baring yaitu posisi tidur terlentang dengan kaki sedikit diangkat.

- diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/hari ,

batasi minum kurang dari 1 liter per hari.

- Kompres air hangat

2. Farmakologis

21

Page 23: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

- IVFD RL 20 tpm

- O2 3 L/menit

- Triofusin 500 ml /12 jam

- Tranfusi PRC 4 labu target hb 10 g/dl

- Propanolol 2x10 mg

- Cefotaxim 2x500 mg

- Omeprazol 40 mg/12 jam

- Domperidon 3x1

- Spironolakton 2x100 mg

- Injeksi furosemid 20 mg/12 jam

- Inj alinamin f 3x2 amp

- Transfusi albumin

- Curcuma 3x1

Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya

dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon

diuretik dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema

kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis

20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada

respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat

besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian

albumin.

FOLLOW UP

22

Page 24: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

1. Senin, 23 September 2013

S : Perut dan kaki membesar, sesak napas, kedua mata kuning, nafsu makan

menurun, mual (+), muntah (-) BAK berwarna kuning pekat, BAB hitam

seperti aspal dan nyeri pada ulu hati.

O : TD : 130/100 mmHg HR : 88x/i RR : 32x/i T : 39,30 C

LP : 102 cm

BB : 72 Kg

A : Sirosis hepatis

P : Aminofusin hepar asnet

Domperidon 3x1

Spironolakton 2x100 mg

Injeksi furosemid 1x20 mg

Transfusi albumin

Curcuma 3x1

Cefotaxim 2x1

Kompres air hangat

2. Selasa, 24 September 2013

S : Perut membesar, kaki masih membengkak, kedua mata kuning, nafsu

makan menurun, mual (+) muntah (-). BAK berwarna kuning pekat, BAB hitam

seperti aspal dan nyeri pada ulu hati.

O : TD : 120/70 HR : 79x/i RR : 21x/i T : 36,30 C

LP : 102 cm

BB : 72 Kg/m2

Albumin: 2,0 mg/dl

A : Sirosis hepatis

P : Aminofusin hepar asnet

Spironolakton 3x100 mg

Injeksi furosemid 2x20 mg

Transfusi albumin

Curcuma 3x1

Domperidon 3x1

23

Page 25: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

3. Rabu, 25 September 2013

S : Perut membesar, kaki masih membengkak, kedua mata kuning, nafsu

makan menurun,mual sudah berkurang, muntah (-) BAK berwarna kuning pekat,

BAB (-).

O : TD : 130/70 HR : 80x/i RR : 19x/i T : 36,10 C

LP : 101 cm

BB : 71 Kg/m2

Pemeriksaan HbsAg: reaktif

A : Sirosis hepatis

P : Aminofusin hepar asnet

Spironolakton 3x100 mg

Inj. Furosemid 2x20 mg

Curcuma 3x1

4. Kamis 26 September 2013

S : Perut membesar, kaki masih bengkak, mual (-), muntah (-),BAK (+)

warna kuning pekat, BAB (-).

O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C

LP: 100 cm

BB: 71 kg/m2

A : Sirosis hepatis

P : Terapi lanjut + laxadin syrup 2 cth x 1

Juma’t, 27 September 2013

S : Perut membesar dan kaki masi bnegkak, mual (-), muntah (-), BAK

seperti biasa, BAB warna hitam (-)

O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C

LP : 99 cm

BB: 70 kg/m2

A : Sirosis hepatis

P : Terapi lanjut + inj alinamin f 2 amp/8 jam

Sabtu, 28 September 2013

24

Page 26: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

S : Perut membesar dan kaki masi bengkak mual (-), muntah (-), BAK

seperti biasanya, BAB (+) warna kuning spt biasa.

O : TD : 110/80 HR : 77x/i RR : 20x/i T : 360 C

A : Sirosis hepatis

P : Terapi lanjut

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 27: Laporan Kasus Sirosis Hepatis (Andri)

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,

Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.

Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.

2009. Page 668-673.

2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in

the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.

18(3):299- 302.

3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/

978 1416032588.pdf.

4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,

Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136

5. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/

185856- overview#showall .

6. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin

Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229

7. Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.

com/article/366426-overview#showall.

8. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal

Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.

102:2086–2102.

26