Laporan Kasus Pneumonia

36
Laporan Kasus PNEUMONIA Oleh: SADDAM MUHDI NIM. 0908151696 Pembimbing : dr. Azizman Saad, Sp. P 1

description

Laporan Kasus Pneumonia

Transcript of Laporan Kasus Pneumonia

Page 1: Laporan Kasus Pneumonia

Laporan Kasus

PNEUMONIA

Oleh:

SADDAM MUHDI

NIM. 0908151696

Pembimbing :

dr. Azizman Saad, Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2014

1

Page 2: Laporan Kasus Pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kesakitan yang

tinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan

infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit. Pneumonia yang

merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru dijumpai sekitar 15-

20%. 1

Insidensi pneumonia di Indonesia menurut WHO pada tahun 2007 adalah 65,9%.2 Di

RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia dengan angka kematian

antara 20 - 35%. Pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak

yang dirawat per tahun.1

Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan dari infeksi

saluran pernapasan lainnya. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu

beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan

kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan

antibiotik secara empiris.1

BAB II

2

Page 3: Laporan Kasus Pneumonia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru akut yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk kedalam pneumonia. Sedangkan

peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi

bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.3

2.2 Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di

dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris

pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,

sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15. Di Indonesia berdasarkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA:

25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada

Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.3

Pneumonia dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada

kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih

penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relatif terhadap

mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.

Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu faktor

iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.2

2.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,

virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh

masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, sedangkan pneumonia di

rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak

disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia

komuniti adalah bakteri gram negatif.3

3

Page 4: Laporan Kasus Pneumonia

Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, dimana paling sering terjadi pada anak-

anak.4 Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan paru akut yang berat yang disebabkan

oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada

bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia

yang penyebab tersering adalah haemophylus influenza dan pneumococcus.3

2.4 Patogenesis

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia

lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit

pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya adalah yang paling

berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang

sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan

malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-

paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak

disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-

toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung

merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai

permukaan1,4:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara

inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.

Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus

terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada

saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan

terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar

infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu

tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat

(drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,

sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum

bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

4

Page 5: Laporan Kasus Pneumonia

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.

Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran

napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis

mikroorganisme yang sama.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis

eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Pneumonia

bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi

infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar

dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi

cairan. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab

pneumonia.3

Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:3

1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna

paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada

atau sangat minimal sehingga pasien akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

5

Page 6: Laporan Kasus Pneumonia

3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada

saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis

sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara

enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali

menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

2.5 Patologi

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis

eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN

mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui

psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu

terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik

terget yaitu :

1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah

PMN yang banyak.

4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit

dan alveolar makrofag.

2.6. Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi:

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

6

Page 7: Laporan Kasus Pneumonia

2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai

tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,

Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita

dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris.

Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi

pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus

misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan

b. Bronkopneumonia.

Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh

bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan

obstruksi bronkus. Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.

Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat

sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan

penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang

lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.

Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding

bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan

udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.7 Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.3

a. Gambaran Klinis

7

Page 8: Laporan Kasus Pneumonia

Dari anamnesis dapat ditemukan gejala-gejala yang serupa untuk semua jenis

pneumonia. Adapun gejala-gejalanya meliputi:

1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C

2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah

3. Sesak napas

4. Nyeri dada

b. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat

terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras,

pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial

yang mungkin disertai ronkhi basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada

stadium resolusi.

c. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran Radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan

diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air

bronchogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kavitas. Foto toraks saja

tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke

arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh

Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral

atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan

konsolidasi yang terjadi pada lobus kanan atas meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus

(lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang mengikut sertakan alveoli yang

tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.5,6

Bronchopneumonia

Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat

oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.5,6

Pneumonia Interstisial

8

Page 9: Laporan Kasus Pneumonia

Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.

Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan

yang tidak merata.5,6

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih

dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi

diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada

20%-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan

hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

c. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi

jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris

dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang

predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab

infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk

evaluasi terapi selanjutnya.

d. Pemeriksaan Khusus

Adapun pemeriksaan khusus pada kasus pneumonia adalah titer antibodi terhadap

virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik adalah bila titer tinggi atau ada kenaikan

titer 4 kali. Selain itu analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan

kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia nosokomial perlu diperiksakan analisa gas darah,

dan kultur darah.

2.8 Pengobatan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada

penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,

akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :1,3

1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.

3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

9

Page 10: Laporan Kasus Pneumonia

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum

pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

- Golongan Penisilin

- TMP-SMZ

- Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

- Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

- Marolid baru dosis tinggi

- Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

- Aminoglikosid

- Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

- Tikarsilin, Piperasilin

- Karbapenem : Meropenem, Imipenem

- Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

- Vankomisin

- Teikoplanin

- Linezolid

Hemophilus influenzae

- TMP-SMZ

- Azitromisin

- Sefalosporin gen. 2 atau 3

- Fluorokuinolon respirasi

Legionella

- Makrolid

- Fluorokuinolon

- Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

- Doksisiklin

- Makrolid

10

Page 11: Laporan Kasus Pneumonia

- Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

- Doksisikin

- Makrolid

- Fluorokuinolon

2.9 Penatalaksanaan

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.

Penderita yang tidak dirawat di RS

1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres

2) Minum banyak

3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran

4) Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya dibagi dua :

Penatalaksanaan Umum

- Pemberian Oksigen

- Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

- Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

- Obat penurunan panas.

- Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO

(mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:

- Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan

pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.

- Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena

itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiris. Pewarnaan gram sebaiknya

dilakukan.

- Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi pneumonia

oleh bakteri, mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati

di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa

11

Page 12: Laporan Kasus Pneumonia

pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada

pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan

kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih

lesu dalam waktu yang panjang.

1. Penatalaksanaan pada pneumonia komunitas

a. Antibiotik Empirik

Pasien pada awanya diberikan terapi empirik yang ditujukan pada patogen yang

paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan

penyesuaian obat. Pada pasien rawat inap antibiotik harus diberikan 8 jam pertama

dirawat di RS. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian

antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu pada sesuatu tipe dari infeksi saluran

napas bawah akut baik pneumonia ataupun bentuk lain dan antibiotik ini

dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab. Berdasarkan

perbedaan tempat perawatan (rawat jalan, rawat ruang umum dan di ruang ICU),

adanya penyakit kardiopulmoner dan “faktor perubah” (modifying factor) maka

PK terbagi atas 4 grup dengan kuman penyebab yang berbeda. Faktor yang

dipertimbangkan pada pemilihan antibiotik:

- Faktor pasien : urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat

sakit ISNBA dan keadaan umum atau kesadaran, mekanisme imunologis,

umur, defisiensi genetik atau organ, kehamilan, alergi.

- Faktor antibiotik : dipilih antibiotik yang ampuh dan secara empirik telah

terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman penyebab

yang paling mungkin pada pneumonia berdasarkan data antibiogram

mikrobiologi dalam 6-12 bulan terakhir. Efektifitas antibiotik tergantung

kepada kepekaan kuman terhadap antibiotik ini, penetrasinya ke tempat lesi

infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain dan reaksi pasien misalnya alergi

atau intoleransi.

- Faktor farmakologis : fakmakokinetik antibiotik mempertimbangkan proses

bakterisidal dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) yang sama dengan Kadar

Bakterisidal Minimal (KBM) dan bakteriostatik dengan KBM yang jauh lebih

tinggi daripada KHM. Untuk mencapai efektivitas optimal, obat yang

tergolonh mempunyai sifat dose dependent (misalnya sefalosporin) perlu

diberikan 3-4 pemberian/hari. Sedangkan golongan concentration dependent

12

Page 13: Laporan Kasus Pneumonia

(misalnya aminoglikosida, kuinolon) cukup 1-2 kali sehari namum dengan

dosis yang lebih besar.

b. Cara pemilihan antibiotik dapat berupa antibitik tunggal (pasien yang asalnya

sehat) dan kombinasi antibiotik. Antibiotik yang diberikan adalah spektrum luas

yang kemudian sesuai hasil kultur. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan

adanya penyakit penyerta dan atau bakterimi, beratnya penyakit pada onset terapi

dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan 7-10 hari. Untuk

infeksi M.pneumoniae dan C.pneumoniae selama 10-14 hari, sedangkan pasien

dengan terapi steroid jangka panjang selama 10-14 hari atau lebih. Pada terapi PK

rawat inap, proses perbaikan akan terlihat 3 tahap yaitu tahap 1 pada saat

pemberian antibiotik IV selama 3 hari akan terlihat pasien stabil secara klinik,

tahap 2 terlihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium, dan

fase 3 terlihat penyembuhan dan resolusi penyakit. Keterlambatan perbaikan

klinik dapat disebabkan patogen yang resisten atau bakterimia. Selain itu faktor

inang berupa usia tua, penyakit penyerta jamak atau progresivitas penyakit,

alkoholik, pneumonia multilobular, atau empiema. Bila keadaan klinik membaik

dengan berkurangnya batuk, afebril dalam 2x8 jam berturutan, leukositosis

menurun dan fungsi saluran cerna membaik maka dilakukan alih terapi ke

antibiotik oral yang dianggap cocok dengan patogen penyebabnya. Bila belum ada

respon yang baik dalam 72 jam (10% pasien) lakukan evaluasi terhadap adanya

kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi atau penyakitnya bukan

pneumonia.

2. Penatalaksanaan pneumonia nosokomial

Pada PN dengan imunitas yang normal terapi antibiotik diberikan selama 2 minggu,

dapat diperpanjang bila terdapat gangguan daya tahan tubuh. Modifikasi antibiotik

perlu dilakukan bila telah didapat hasil bakteriologik dari bahan sputum atau darah.

Respon antibiotik dievaluasi 72 jam. Diberikan juga terapi suportif seperti oksigen,

humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental dan

bronkodilator, fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak khususnya anjuran untuk

batuk dan napas dalam, pengaturan cairan, pemberian kortikosteroid pada fase sepsis

berat, obat inotropik seperti dobutamin dan dopamin, ventilasi mekanis, drainase

empiema bila ada, dan nutrisi cukup kalori terutama dari lemak (>50%).

13

Page 14: Laporan Kasus Pneumonia

2.10 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

a.Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan.

Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 2 minggu), nyeri

dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas,

hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

b. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat

penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah

yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,

tanda khas pada efusi pleura.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi

pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik

memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa foto

thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat

menunjang penegakan diagnosis yang tepat.

Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya

gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas

tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata

menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga

pemeriksaan laboratorium. Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi

pleura dilihat dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke

arah yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah

dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas.

Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan

diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

2.11 Komplikasi

Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus,terutama pada infeksi

bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60%, Staphylococcus

aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada

14

Page 15: Laporan Kasus Pneumonia

Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada

infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.6

Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa

meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia, peninggian ureum

dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat

adanya kolestasis intrahepatik.

Hipoksemia akibat gangguan difusi.

Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak anak tetapi dapat

juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.

2.12 Pencegahan

2.12.1 Pneumonia Komunitas

Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pnemukokus terhadap

orang dengan risiko tinggi, misalnya pasien dengan gangguan imunologis, penyakit berat

termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Di samping itu vaksinasi juga perlu

diberikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia

di atas 65 tahun.

2.12.2 Pneumonia Nosokomial

Pencegahan PN berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan infeksi dnegan cara

penggunaan peralatan invasif yang tepat. Perlu dilakukan terapi agresif terhadap penyakit

pasien yang akut atau dasar. Pada pasien dengan gagal organ multipel (multiple organ

failuere), penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan.

Terdapat berbagai faktor terjadinya PN. Selain itu ,harus mengontrol pemakaian selang

nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis

H2 dan antasid.

2.13 Prognosis

2.13 .1 Pneumonia Komunitas

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.

Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien.

Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat

meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan

15

Page 16: Laporan Kasus Pneumonia

imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,

ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda

prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.9

Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS

kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobi

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/menit,

tekanan diastolik < 60 mmHg bingung.

c. Hasil pemeriksaan setelah perwatan: tensi < 60 mmHg, leukosit abnormal (<4.000 atau

> 30.00/mm3), Urea N meningkat, pO2= turun, dan albumin serum rendah (< 3,5 g%).

2.13 .2 Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosokomial di Amerika Serikat merupakan urutan ke-2 penyebab

kematian yang diakibatkan infeksinosokomial. Pneumonia nosokomial merupakan penyebab

kematian utama oleh infeksi pada pasien yang berusia tua, pascaoperatif, dan yang menjalani

ventilasi mekanis.

16

Page 17: Laporan Kasus Pneumonia

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :

Nama : Tn. S

No. MR : 645547

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

Alamat : Jl.Tegal Sari,Bengkalis

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)

Keluhan Utama :

Batuk berdarah sejak 3 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang :

- 3 minggu SMRS pasien mengeluhkan batuk berdarah berwarna merah pekat. Batuk darah

muncul secara mendadak dan terus menerus sebanyak ½ gelas besar dalam sehari. Pasien

tidak mengeluhkan pilek. Pasien telah membeli obat batuk namun batuk tidak berkurang.

Mual (+), muntah (-), demam (+). Nyeri pada dada (+) pada saat batuk. Nyeri dada lebih

terasa berat pada dada sebelah kiri tetapi tidak menjalar. Sesak nafas (+). Badan lemas (+),

nafsu makan berkurang. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

- 2 minggu SMRS pasien merasakan nafasnya terasa sesak sejak sore hari, sesak hilang

timbul dengan durasi lebih kurang 1 jam, sesak dirasakan lebih berat ketika pasien

beraktivitas dan berkurang ketika istirahat, pasien juga mengeluh sesak yang hebat ketika

malam hari, sesak tidak dipengaruhi oleh debu, makanan dan cuaca. Sesak nafas juga

disertai dengan batuk. Batuk berdahak dan bercampur dengan darah berwarna merah

terang. Batuk berdarah diperkirakan ½ gelas kecil. Pasien juga mengalami demam, demam

naik turun, demam disertai menggigil dan berkeringat. Demam turun dengan obat penurun

panas, pasien menyangkal pernah melakukan perjalanan ke luar kota dan makan

sembarangan. Pasien juga mengatakan kepala terasa pusing, lidah terasa pahit, nyeri

tenggorokan, mual, muntah, disertai nyeri ulu hati. Muntah bercampur dengan makanan,

17

Page 18: Laporan Kasus Pneumonia

terkadang hanya cairan berwarna kekuningan, badan terasa lemas, nafsu makan dan

minum menurun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat asma (-)

- Riwayat TB 1 tahun yang lalu dan minum obat sembilan bulan (+) dan sudah

dinyatakan sembuh.

- HT (-)

- DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluarga menderita penyakit yang sama (-)

- Riwayat asma dalam keluarga (-)

- Tidak ada keluarga yang menderita TB

Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan

- Pasien bekerja sebagai karyawan swasta

- Riwayat merokok (+) sejak 10 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus/hari

- Riwayat minum alkohol disangkal

- Rumah pasien penyinaran matahari kurang, ventilasi kurang.

Pemeriksaan umum

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Komposmentis

- Tekanan darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 96 x/menit

- Nafas : 28 x/menit

- Suhu : 37,8 oc

- Keadaan gizi : BB = 45 kg TB = 165 cm

Pemeriksaan fisik

Kepala dan leher

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil bulat, isokor, reflek,cahaya (+/+)

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat

Toraks

- Paru:

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Vokal fremitus kiri melemah

18

Page 19: Laporan Kasus Pneumonia

Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru, kecuali redup pada hemitoraks sinistra

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (+) pada hemitoraks sinistra, wheezing (-)

- Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial LMC sinistra sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri : 2 jari medial LMC sinistra RIC V

Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut cekung, venektasi (-), scar (-)

Auskultasi : Bising usus normal,frekuensi 8 kali/menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)

Diagnosis Kerja

Pneumonia sinistra

Diagnosis Banding

Tuberkulosis paru

Usulan Pemeriksaan

1. Laboratorium : darah rutin, kimia darah

2. Rontgen thorax AP Lateral

3. Pemeriksaan BTA sputum

4. Bakteriologis : Kultur

Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium

darah rutin :

Hb : 10,4 gr %

Ht : 26,3%19

Page 20: Laporan Kasus Pneumonia

Leukosit : 13,4 x 103/ µL

PLT : 489 x 103/ µL

Kimia darah :

- Glukosa : 124 gr/dl

- Ureum : 38,4 mg/dl

- Creatinin : 0,95 mg/dl

-AST : 21 IU/L

-ALT : 21 IU/L

-ALB : 3,8 g/dl

Pemeriksaan BTA sputum hari I, II, dan III (-)

Hasil kultur : belum keluar

Rontgen toraks PA:

Resume

Tn. S, 38 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan batuk berdarah sejak

3 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, batuk dan nyeri pada dada,

demam (+). Pasien juga memiliki riwayat dalam pengobatan TB 1 tahun yang lalu selama 9

bulan dan dinyatakan sembuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, frekuensi pernafasan

meningkat, pada palpasi didapatkan vokal fremitus yang meningkat pada paru sebelah kiri,

perkusi ditemukan redup pada paru kiri, auskultasi ditemukan ronkhi (+) pada paru kiri. Hasil

20

Page 21: Laporan Kasus Pneumonia

pemeriksaan Laboratorium ditemukan adanya leukositosis (Leukosit: 13,4 x 103/mm3), hasil

rontgen : terdapat infiltrat pada hemitoraks sinistra.

Daftar Masalah

Sesak nafas, batuk dan demam

Leukositosis

Diagnosis

Pneumonia komunitas sinistra

Rencana Penatalaksanaan:

Farmakologi :

- O2 4L/menit menggunakan nasal kanul

- IVFD Ringer Lactat + kalnex 2 ampul drip 20 tpm

- Cefriaxone 2x1 gr

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Ambroxol 30 mg 3x1

Follow Up

Tanggal 20 Januari 2014 ( hari ke 3 )

S : Sesak berkurang, batuk berdarah (+), berkeringat, lemas, nafsu makan

menurun,demam (-)

O : Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Vital sign : TD 120/80 mmhg, Nadi 96x/menit, RR 24x/menit, T 36,8 C

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Vokal fremitus suara kiri > kanan

Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru, kecuali redup pada hemitoraks

sinistra

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (+) pada hemitoraks sinistra, wheezing (-)

A : Pneumonia Komunitas sinistra

P :

- O2 2L/menit menggunakan nasal kanul

- IVFD Ringer Lactat + kalnex 2 ampul drip 20 tpm

- Cefriaxone 2x1 gr

21

Page 22: Laporan Kasus Pneumonia

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Ambroxol 30 mg 3x1

- Inj. Kalnex 3 x 1

- Inj. Vit. K 2 x 1

- Inj. Vit. C 3 x 1

Tanggal 21 Januari 2014 ( hari ke 4 )S : Sesak berkurang, batuk berdahak (+), darah (-), berkeringat, lemas nafsu makan

menurun, demam (-)

O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Vital sign : TD 110/80 mmhg, Nadi 96x/menit, RR 20/menit, T 36,5C

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Vokal fremitus suara kiri > kanan

Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru, kecuali redup pada hemitoraks

sinistra

Auskultasi :Vesikuler, ronkhi (+) pada hemitoraks sinistra, wheezing (-)

A : Pneumonia Komunitas sinistra

P :

- IVFD Ringer Lactat 20 tpm

- Ceftriaxone 2x1 gr

- Ambroxol 30 mg 3x1

22

Page 23: Laporan Kasus Pneumonia

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Keluhan batuk, sesak nafas dan demam pada pasien dapat dimungkinkan karena

pneumonia, tuberkulosis dan asma bronchial. Kemungkinan tuberkulosis dapat disingkirkan

pada pasien ini karena dari anamnesis ditemukan gejala yang sifatnya akut, disertai demam

tinggi. Pada tuberkulosis biasanya ditemukan gejala yang bersifat kronik, demam yang tidak

terlalu tinggi (subfebris) dan jarang disertai dengan peningkatan leukosit yang signifikan.

Walaupun pada pasien ditemukan adanya riwayat TB 1 tahun yang lalu namun kemungkinan

untuk terjadinya kekambuhan juga dapat disingkirkan, hal ini didukung dengan hasil

pemeriksaan BTA yang negatif.

Dari hasil pemeriksan fisik juga ditemukan pada palpasi ditemukan vokal fremitus

yang meningkat pada hemitoraks sinistra, perkusi didapatkan redup pada hemitoraks sinistra

dan auskultasi ronkhi pada hemitoraks sinistra. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan

adanya leukositosis yaitu 13,4 x 103/mm3. Pada pneumonia bakteri biasanya didapatkan

leukositosis berkisar antara 10.000-30.000. Hasil pemeriksaan foto thoraks menunjukkan

adanya infiltrat hemitoraks sinistra. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang pada pasien ini, maka diagnosis pasien ini adalah pneumonia.

Klasifikasi pneumonia pada pasien ini adalah pneumonia komuniti, karena keluhan

timbul sebelum pasien masuk kerumah sakit. Sedangkan pneumonia nosokomial didapat 48

jam setelah pasien dirawat dirumah sakit.7

Pemberian antibiotik sebenarnya harus berdasarkan dari hasil kultur. Akan tetapi pada

pneumonia diberikan terapi empiris. Pemberian terapi ceftriaxon pada pasien ini dikarenakan

karena pada pneumonia komunitas disebabkan kebanyakan oleh bakteri Streptokokus

pneumoniae. Cefriaxon merupakan sefalosporin generasi III yang memiliki aktivitas broad

spectrum yang dapat membunuh bakteri gram positif dan gram negatif termasuk Streptokokus

pneumoniae. Penisilin atau ampisilin merupakan obat pilihan untuk pasien suspek

pneumonia, akan tetapi di Indonesia tingkat resistensi terhadap penisilin semakin meningkat.

Selain itu pada pasien ini didapatkan penurunan berat badan dan pasien mengeluhkan

nafsu makannya berkurang. Hal ini terjadi akibat kurangnya intake zat gizi dalam segi

23

Page 24: Laporan Kasus Pneumonia

kuantitas, yang diperburuk dengan kurangnya kualitas zat gizi itu sendiri dalam waktu yang

lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007

2. WHO http://www.who.int/gho/countries/en/ [diakses tanggal 27/11/2013]

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan

Pneumonia Komuniti.2003

4. Seema J, Krow A, Sandra R, Derek J, Evan A. Etiology of Community-acquired

Pneumonia among Hospitalized Children in the United States: Preliminary Data from

the CDC Etiology of Pneumonia in the Community (EPIC) Study. Jude Children's

Research Hospital, Memphis: 2011

5. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-

acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and

prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

6. American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for

the Management of Adults with Hospital-acquired,33 Ventilator-associated, and

Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan

Pneumonia nosokomial.2003

8. PB PABDI. Panduan Pelayanan Medik-PAPDI. Jakarta: PB PABDI. 2008

9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2. Jakarta: EGC; 2005: 843-51.

10. Djojodibroto RD. Respirologi : Respiratory medicine. Jakarta : EGC. 2009.

24