laporan kasus PEB

40
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman PREEKLAMPSIA BERAT Disusun Oleh M. Rozaqy Ishaq 0910015056 Pembimbing dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG

description

lapsus

Transcript of laporan kasus PEB

SMF/Lab Obstetri dan GinekologiLaporan KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun OlehM. Rozaqy Ishaq0910015056

Pembimbingdr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik PadaSMF/Laboratorium Obstetri dan GinekologiFakultas Kedokteran Universitas MulawarmanRumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda2015

2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDi Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim, 2005). Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003). Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (George, 2007).

1.2 Tujuan Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai preeclampsia berat terkait alur penegakan diagnosis, komplikasi, beserta penatalaksanaannya.

BAB IILAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 27 Maret 2015 pukul 16.00 Wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.Anamnesis:Identitas pasien:Nama: Ny. KMSUmur: 19 tahunAgama: IslamPendidikan: SMPPekerjaan: IRTSuku: BanjarAlamat: CendrawasihMasuk RS (MRS): 27 Maret 2015Identitas suami:Nama: Tn. ARUmur: 23 tahunAgama: IslamPendidikan: SMPPekerjaan: Swasta Suku: BanjarAlamat: CendrawasihKeluhan Utama: Nyeri Perut Bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah 4 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan kepala sering pusing sejak awal bulan ke 6. Keluhan ini tanpa disertai dengan keluar cairan, maupun darah dari jalan lahir. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual/ muntah , nyeri epigastrium , pandangan kabur, dan riwayat kejang. Menurut pasien selama pemeriksaan kehamilan sebelumnya ada ditemukan darah tinggiRiwayat Penyakit Dahulu:Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkalRiwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit keluarga disangkalRiwayat Haid: Menarche usia 12 tahun Lama haid + 7 hari Jumlah darah haid : 2x ganti pembalut per hari HPHT: 23 Juni 2014 TP : 30 Maret 2015

Riwayat Perkawinan:Perkawinan pertama, lama menikah 1 tahun, pertama kali kawin saat usia 18 tahun.Riwayat Obstetrik:NoTahun PartusTempat PartusUmur kehamilanJenis PersalinanPenolong PersalinanJenis Kelamin Anak/ BBKeadaan Anak Sekarang

12015Hamil ini

Kontrasepsi:Pasien tidak menggunakan KBPemeriksaan Obstetri : Inspeksi: Perut membesar dengan arah memanjang, linea nigra (+), stria albicans (+) Palpasi : 1. TFU: 33 cm2. DJJ: 138x/menit, teratur3. His : (-)4. Pemeriksaan Leopold: I : bokongII: punggung kananIII: presentasi kepalaIV: Belum masuk PAP5. Vaginal toucher: VV dalam batas normal, Portio lunak tebal, pembukaan (-), bloody show (-)

Pemeriksaan fisik :1. Berat badan : 71 kg, Tinggi badan : 157 cm2. Keadaan Umum: Baik3. Kesadaran: Composmentis, GCS: E4V5M64. Tanda vital:Tekanan darah : 160/100 mmHg Frekuensi nadi : 82x/menitFrekuensi napas: 20x/menitSuhu: 36,5C5. Status generalis:Kepala: normocephaliMata: konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)Telinga/hidung/tenggorokan: tidak ditemukan kelainanLeher: Pembesaran KGB (-)Thorax: Jantung: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-) Paru: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)Abdomen: hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)Ekstremitas: akral hangat, edema (+/+)

Pemeriksaan Tambahan:Laboratorium Darah LengkapJenis PemeriksaanHasil LabNilai Normal

Hb8,2 mg/gl11,0-16,00 mg/dl

Ht26,7 %37-54%

BT32-5

CT95-10

Leu11100 L4000-10.000 L

Tr268.000 L150.000-450.000 L

GDS82 gr/dl60-150 mg/dl

Ureum20,710-40 mg/dl

Creatinin0,70,5-1,5 mg/dl

HbsAgNRNR

112NRNR

Proteinuria+3

Diagnosis Kerja:G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEB Penatalaksanaan Naikkan VK Protap MgSO4 NST Jika NST tidak reaktif R/ SC CITO!Follow up:NoTanggalFollow upLab

1.27/3/201517.21S : nyeri perut bagian bawahO : TD = 160/100 mmHg, N= 82x/menit, Frekuensi napas: 20x/menit, Suhu: 36,5C DJJ: 138 x/menit, His (-)

A : G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEB P : (lapor dr. Sp. OG)Protab MgSO4NST

2.27/3/201519.00S : nyeri perut bagian bawah, muntah (-), pusing (-)O : TD = 150/90 mmHg, N= 78x/menit, RR= 20x/menit DJJ = 140x/menit His = (-), NST: Baseline 140x/menit, akselerasi (-), deselerasi (-), variabilitas < 5 dpmA : G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEBP : (lapor dr. Sp. OG) Terapi lanjutkan Rencana SC CITO besok pagi

3. 28/3/201507.15S : -O : TD = 140/90 mmHg, N= 90x/menit, RR= 20x/menit DJJ = 142x/menit His = (-)A : G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEBP : Pasien diantar ke OK IGD untuk SC CITO

Laporan OperasiDiagnosa Pre OperatifG1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEB

Diagnosa Post OperatifG1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEB

Macam OperasiSectio Caesaria

Tanggal28 03 2015

Laporan Operasi Asepsis lapangan operasi Duk steril dipasang Dibuat insisi mediana lapis demi lapis dinding abdomen Pisahkan plika vesica uterina secara tumpul dengan tangan operator Fiksasi blast dengan menggunakan hak blast Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim Dilakukan pemecahan ketuban dan kemudian dilakukan suction Meluksir janin mulai dari kepala janin,badan, dan kaki Mengusap kepala bayi dengan kassa steril, kemudian ulut dan hidung bayi di suction Klem tali pusat kemudian dilakukan pemotongan tali pusat, dan kemudian melakukan injeksi oksitosin sebanyak 10 UI pada uterus Melakukan manual plasenta untuk mengeluarkan plasenta Dilakukan pembersihan kavum uteri dengan kassa betadin dan pastikan tidak ada sisa plasenta yang tertinggal Dilakukan penjahitan segmen bawah rahim dengan menggunakan benang cat gut plain 2.0 Membersihkan kavum abdomen dengan cairan NaCl dan kemudian dilakukan suction Menjahit lapisan abdomen lapis demi lapis - Peritoneum menggunakan cat gut plain No 2.0 - Otot dijahit menggunakan cat gut plain No 2.0 - Fasia tranversalis dijahit menggunakan vicryl No 1.0 - Lemak menggunakan cat gut plain No. 2.0 - Kutis dengan menggunakan silk 3.0 Permukaaan abdomen dibersihkan dengan Nacl 0,9 % Menutup luka dengan kassa steril dan diplester menggunakan leukomed Operasi selesai

Instruksi Post OperasiInj. Cefotaksim 3 x 1 grInf. Metronidazole 2x500mgInj. Vit C. 1x1Inj. Oxytosin 3 x 1 Drip RL : D5 2:2 30 tpmSetelah 6 jam post operasi :Cek Hb Post operasiObservasi perdarahan

Observasi 2 jam post operasiJamTekanan DarahNadiFrekuensi NapasUrin Tampung

09.00TD 120/80 mmHgN 96 kali/menitRR 24 kali/menitUT 200 cc pekat

09.15TD 110/80 mmHgN 96 kali/menitRR 24 kali/menitUT 200 cc pekat

09.30TD 110/70 mmHgN 88 kali/menitRR 24 kali/menitUT 200 cc pekat

09.45TD 110/80 mmHgN 88 kali/menitRR 24 kali/menitUT 200 cc pekat

10.15TD 120/80 mmHgN 92 kali/menitRR 20 kali/menitUT 200 cc pekat

10.45TD 120/70 mmHgN 90 kali/menitRR 22 kali/menitUT 200 cc pekat

4.28/3/201509.30 Bayi lahir Perempuan dengan BB 3000 gram, dan APGAR score 9/10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi PreeklampsiaPreeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007). Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 gram/ 24 jam (Prawirohardjo, 2009)

3.2 Epidemiologi PreeklampsiaFrekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006). Di samping itu, preklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

3.3 Etiologi Preeklampsia1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002). 2) Peran Faktor Imunologis Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria. 3) Peran Faktor Genetik Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia. 4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus 5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006). 6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan

3.4 Patofisiologi PreeklampsiaPreeklampsia terjadi pada wanita yang memiliki kehamilan abdomen dan mola hidatidosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada kondisi plasenta besar (seperti pada kehamilan kembar dan hydrops fetalis) dan pada wanita yang memiliki penyakit mikrovaskular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit vascular lainnya. Pada preeclampsia, implantasi trofoblastik abnormal sehingga perfusi plasenta berkurang. (Duley, 2003) Pada preeclampsia terjadi abnormalitas dalam pelepasan kadar nitrit oksida sehingga menyebabkan peningkatan resistensi arteri uterine. Adanya peningkatan resistensi ini mengakibatkan peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan, radikal bebas, lipid yang teroksidasi, dan endothelial growth factor) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.Disfungsi endotel ini bertanggung jawab terhadap gejala klinis yang ditemukan pada pasien preeclampsia. Disfungsi endotel pada pembuluh darah pada hepar berkontribusi terhadap onset sindrom HELLP. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia, trombositopenia, serta menyebabkan peningkatan hiperpermeabilitas vascular yang menyebabkan adanya edema. Deplesi dari faktor pertumbuhan endotel di dalam podosit menyebabkan endoteliosis menyumbat diafragma pada membrane basalis, sehingga menyebabkan kemampuan glomerulus untuk berfiltrasi dan menyebabkan adanya proteinuria. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.Kaskade preeclampsia ini diduga terjadi akibat adanya kegagalan sistem imun ibu yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta. Produksi eksesif dari sel imun yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta ini menyebabkan terjadinya sekresi dari TNF- yang menginduksi adanya apoptosis dari sitotrofoblas ekstravili. (Uzan, Carbonnel, & Ayoubi, 2011)

3.6 Diagnosis Preeklampsia BeratDiagnosis dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Preeklampsia berat ditegakkan apabila terdapat indikasi terlibatnya beberapa sistem, sebagai berikut: Tekanan darah sistolik 160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun mespikun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan harus menjalani tirah baring. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau dalam pemeriksaan kualitatif 4+ Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya kenaikan kadar kreatinin plasma, > 120 mol/ L Adanya gangguan visus dan gangguan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur Nyeri epihastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen ( akibat teregangnya kapsula Glisson). Terdapat edema paru dan sianosis Hemolisis mikroangiopatik Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat Sindrom HELLPPreeklampsia berat dibagi menjadi preeclampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeclampsia berat disertai dengan impending eclampsia yang disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.Fetus harus diperiksa dengan elektrokardiografi. Tes laboratorium meliputi perhitungan darah lengkap, hapusan darah tepi untuk melihat adanya skistosit, pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase dan alanin transaminase untuk mengidentifikasi adanya potensi sindrom HELLP, cek fungsi ginjal untuk mengetahui adanya kegagalan ginjal akut atau uremia, proteinuria, cek protrombin, activated thromine time, dan fibrinogen perlu dilakukan. (Uzan, Carbonnel, & Ayoubi, 2011)

3.7 Penatalaksanaan Preeklampsia BeratPengobatan MedikamentosaPenderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke kiri. Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tetang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki risiko tinggi untuk mengalami edema paru dan oliguria. Harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan oleh urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% Ringer Dekstrose atau cairan NaCl jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer Laktat (60 125 cc/jam) 500 cc.Selain diberikan cairan, dipasang juga Foley Catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Dikatakan oliguria bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 3 jam atau < 500 cc dalam 24 jam. Dapat diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat ( MgSO4) yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsaangan tidak terjadi karena terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Cara pemberian : Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4 intravena (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit Maintenance dose : Infus 6 gramd alam larutan Ringer / 6 jam ; atau diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram IM tiap 4 6 jam Syarat pemberian MgSO4 : Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan IV 3 menit. Refleks patella (+) kuat Frekuensi pernapasan > 16 kali / menit , tidak ada tanda-tanda distress napas. Magnesium sulfat dihentikan bila : Ada tanda-tanda intoksikasi Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 Dosis terapeutik 4 7 mEq/l 4.8 8.4 mg/dl Hilangnya refleks tendon 10 mEq/ l12 mg/dl Terhentinya pernapasan15 mEq/l18 mg/dl Terhentinya jantung> 30 mEq/l> 36 mg/dl Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif, atau edema anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid. Hati hati dalam pemberian diuretikum karena menyebabkan hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin. Antihipertensi masih diperdebatkan tentang penentuan batas tekanan darah untuk pemberiannya. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160 / 105 atau MAP < 125. Antihipertensi lini pertama Nifedipin Dosis 10 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam Nifedipin merupakan jenis antihipertensi yang diberikan di Indonesia. Antihipertensi lini kedua Sodium nitroprusside 0.25 g IV/kg/menit, infuse ; ditingkatkan 0.25 g IV/kg/5 menit Diazokside 30 60 mg IV/ 5 menit ; atau IV infuse 10 mg / menit / dititrasi Antihipertensi sedang dalam penelitian Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin Serotonin reseptor antagonis : ketan serinObat lain yang diberikan di Indonesia dalam bentuk injeksi ialah klonidine (Catapres). Satu ampul mengandun 0.15 mg / cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan. Glukokortikoid Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 3 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannyaBerdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :1. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa2. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Perawatan Aktif (agresif) : sambil member pengobatan, kehamilan diakhiri. Ibu Umur kehamilan 37 minggu. Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik dan laboratorik memburuk Diduga terjadi solusio plasenta Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan. Janin Adanya tanda-tanda fetal distress Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya oligohidramnion Laboratorik Adanya tanda-tanda syndrome HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat. Perawatan KonservatifIndikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif ; sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setalah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh pulang bila menunjukkan gejala preeclampsia ringan.

Penyulit Ibu Sistem saraf pusat Perdarahan intrakanial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks. Gastrointestinal hepatic : subskapsular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik, depresi atau arrest pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.

Penyulit Janin Intrauterine Fetal Growth Restriction Solusio Plasenta Prematuritas Sindroma distress napas Kematian janin intrauterine Kematian neonatal perdarahan intraventikular Necrotizing enterocolitis Sepsis Cerebral Palsy

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Penegakkan DiagnosisNoTeoriFakta

1Anamnesis : Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria yang terjadi pada umur kehamilan di atas 20 minggu Pada preeclampsia, pasien mengalami nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Faktor risiko pada preeclampsia adalah riwayat preeclampsia, primigravida, kegemukan, kehamilan ganda, riwayat penyakit hipertensi kronik, dan diabetes miletus.

Pasien adalah wanita primigravida dengan umur kehamilan 39-40 minggu.Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah Pasien juga mengeluhkan kepala sering pusing sejak awal bulan ke 6Pasien tidak mengeluhkan adanya mual/ muntah , nyeri epigastrium , pandangan kabur, dan riwayat kejang. Pada pemeriksaan kehamilan sebelumnya pasien dinyatakan memiliki darah tinggiRiwayat hipertensi sebelumnya disangkal

2

Pemeriksaan Fisik : Pada preeclampsia dapat ditemukan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Dapat juga ditemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, dan hiperefleksia. Pada pasien ini ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg

3Pemeriksaan PenunjangPada preeclampsia berat, didapatkan proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatifOliguria, kenaikan kadar kreatinin plasma, trombositopenia berat, peningkatan kadar alanin dan aspartat aminotransferase. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan proteinuria dan didapatkan hasil + 3. Pada pasien tidak ditemukan kenaikan kadar kreatinin plasma, trombositopenia, dan peningkatan kadar alanin dan aspartat aminotransferase.

4.2PenatalakasanaanTeori Fakta

Pasien preeclampsia berat dirawat inap dan dinasihati agar bed rest total. Dilakukan pemasangan kateter untuk memonitor cairan output dan input. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. Untuk pemberian anti kejang, yang diberikan pertama adalah MgSO4. Diberikan anti hipertensi apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolic 110 mmHg. Jenis obat anti hipertensi yang diberikan di Indonesia nifedipin dengan dosis awal 10 20 mg, diulangi setelah 30 menit ; maksimum 120 mg dalam 24 jam. Sikap terhadap kehamilan pada preeclampsia yaitu dapat dilakukan perawatan aktif atau perawatan konservatif. Perawatan konservatif dilakukan bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disetai tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Pasien dirawat inap (MRS) dan diberikan MgSO4. Kemudian pasien dilakukan NST dan hasilnya non reaktif sehingga dilakukan terminasi kehamilan dengan cara sectio caesaria.

BAB VKESIMPULAN

5.1 KesimpulanPasien Ny. KMS usia 19 tahun datang ke RSUD AW Sjahranie dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan didapatkan tekanan darah tinggi dari hasil pemeriksaan fisik. Pasien didiagnosa dengan preeklampsia berat dan primigravida berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno, Bloom, Dashe, & Spong. (2014). William Obstetrics 24th Edition. Philadelpia: McGraw Hill.Duley, L. (2003). Preeclampsia and the Hypertensive Disorders of Pregnancy.Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Saifuddin, B. A. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Uzan, J., Carbonnel, M., & Ayoubi, J. M. (2011). Preeclampsia : patophysiology, diagnosis and management. Vascular Health and Risk Management, 467 - 474.

9