Laporan Kasus Pd Ai
-
Upload
ai-ai-coryde -
Category
Documents
-
view
25 -
download
1
description
Transcript of Laporan Kasus Pd Ai
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M No Registrasi : xxxxx
Jenis Kelamin : Perempuan Nama RS : RS. Ibnu Sina
Umur : 62 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. Peruum. Budi daya Permai Blok B No. 14
Tgl. MRS : 07 April 2015
Dokter : dr. Y
ANAMNESIS (alloanamnesis)
Keluhan Utama : Sulit Berbicara
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 bulan terakhir dan semakin lama semakin memberat.
Pasien biasanya dapat berbicara singkat-singkat dan dapat memahami maksud
lawan bicara. Keluhan disertai kaku seluruh tubuh dan sulit bergerak, pasien
hanya berbaring di tempat tidur satu tahun terakhir, juga terdapat luka di
punggung dan tumit kaki sebelah kiri.
Anamnesis Sistematis :
Malaise (+), demam (-), pusing (-), sakit kepala (-), sesak napas (-), batuk
(-), nyeri dada (-), nyeri uluhati (-), BAK biasa, BAB jarang, kadang 1 kali dalam
seminggu.
Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan di poli Neurologi RS Awal Bros 2 tahun yang lalu
dengan diagnosa Parkinson Disease, semenjak itu rutin minum obat TPH, cepasid,
dan caloscid. Namun mengaku 2 bulan terakhir ini tidak rutin minum obat.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat penyakit parkinson (+) dua tahun yang lalu, DM dan hipertensi
disangkal, riwayat penyakit jantung (-).
PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis : Sakit Berat, Gizi Cukup, Compos Mentis
Status Vitalis : T = 120/80 mmHg
N = 78 x/menit, A. radialis, reguler.
P = 20 x/menit, tipe thoracoabdominal
S = 36,50 C axilla
Kepala : Konjungtiva : Anemis (-/-), Sklera : ikterus (-/-), mata
cekung (-/-), bibir : kering (-), sianosis (-)
Leher : Pemeriksaan kelenjar getah bening dalam batas normal, massa
tumor (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi
trakea (-), DVS = R-2cm H2O posisi berbaring.
Thoraks :
a. Inspeksi : Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot bantu napas,
hematom (-), jejas (-), jaringan sikatrik (-)
b. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (ka=ki),
krepitasi (-)
c. Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI dextraanterior.
d. Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
BT = Rh: Wh :
Jantung :
a. Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
c. Perkusi : Pekak relatif, batas jantung:
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinister
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dexter
Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinister
d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-).
Abdomen :
a. Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (+) di belakang perut.
b. Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
c. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), Hepar (ttb), Lien (ttb)
d. Perkusi : Tympani
Ektremitas : Jejas luka (+) di regio pedis sinistra, edema (+) di regio pedis dan
cruris sinistra, fraktur (-), deformitas (-).
Lain-lain : Genitalia dan anus dalam batas normal.
Pemeriksaan Psikiatris :
Emosi dan effek : Baik
Proses berfikir : Baik
Kecerdasan : Baik
Penyerapan : Baik
Kemauan : Baik
Psikomotor : Baik
Status Neurologis: GCS: E4 M6 V5
1. Kepala :
Posisi : Di tengah
Penonjolan : -
Bentuk/ukuran : Normocephal
Auskultasi : -
2. Nervus Cranial:
N.I (Olfaktorius) : Penghidu
N.II (Optikus) : OD OS
- Ketajaman penglihatan : N N
- Lapangan penglihatan : N N
- Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III, IV, VI:
Celah kelopak mata: OD OS
Ptosis : N N
Exoftalmus : N N
Pupil: OD OS
Ukuran/bentuk : Bulat, Ø 2,5 mm BulatØ 2,5 mm
Isokor/anisokor: Isokor Isokor
Refleks cahaya langsung: + +
Tak langsung : + +
Refleks akomodasi : + +
Gerakan bola mata: OD OS
Parese ke arah - -
Nistagmus - -
N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
- N.VI : +
- N.V2 : +
- N. V3 : +
Motorik
- Inspeksi/palpasi(istirahat/menggigit) : Tidak Dilakukan
- Refleks dagu/masseter : Tidak dilakukan
- Refleks kornea : Tidak dilakukan
N. VII (Facialis):
- Motorik gerakan mimik: M. Frontalis normal, M. Orbicularis oculi
normal, M.orbicularis oris normal.
- Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan
N.VIII (Auskultasi):
- Pendengaran : Normal
- Tes Rinne/weber : Tidak dilakukan
- Fungsi vestibularis : Normal
N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
- Posisi arcus pharings (istirahat/AAH): Di tengah
- Reflex telan/muntah : Tidak dilakukan
- Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Tidak dilakukan
- Suara : Kurang jelas
- Takikardi/bradikardi : Tidak dilakukan
N. XI (Accecorius):
- Memalingkan kepala dengan / tanpa tahanan : Sulit Dilakukan
- Angkat bahu : Sulit Dilakukan
N. XII (Hypoglosus):
- Deviasi lidah : Tidak ada
- Fasciculasi : Tidak ada
- Atrofi : Tidak ada
- Tremor : Tidak ada
- Ataxia : -
3. Leher:
- Tanda-tanda perangsangan selaput otak :
Kaku kuduk : sulit dinilai
Kernig’s sign : sulit dinilai
- Kelenjar limfe : Tidak teraba
- Arteri karotis :
Palpasi : Normal
Auskultasi : Tidak Dilakukan
- Kelenjar gondok : Tidak Ada
4. Abdomen:
Refleks kulit dinding perut : +
5. Kolumna vertebralis :
Inspeksi : Normal
Pergerakan : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
6. Ekstremitas: Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Motorik:
Pergerakan:
Kekuatan: <5 <5 <5 <5
Tonus otot:
Bentuk otot: N N N N
Otot yang terganggu: -
Refleks Fisiologik:
Biceps : N N KPR: N N
Triceps : N N APR: N N
Refleks Patologik:
Hoffman-Tromner: -
Babinski: -
Oppenheim: -
Sensibilitas: Normal
Ekstroseptif:
- Nyeri: +
- Suhu : Tidak Dilakukan
- Rasa raba halus: +
Proprioseptif:
- Rasa sikap: +
- Rasa nyeri dalam: +
Fungsi kortikal :
- Rasa diskriminasi: +
- Stereognosis: +
7. Pergerakan abnormal yang spontan : -
8. Gangguan koordinasi :
- Tes jari hidung : Tidak dilakukan
- Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan
- Tes tumit : Tidak dilakukan
- Tes pegang jari : Tidak dilakukan
9. Gangguan keseimbangan:
- Tes Romberg : Tidak dilakukan
- Tes Gait : Tidak dilakukan
10. Pemeriksaan fungsi luhur :
- Memori : Baik
- Fungsi bahasa : Baik
- Visuospasial : Tidak dilakukan
- Fungsi eksekutif : Tidak dilakukan
- Fungsi psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan
- Kalkulasi : Tidak dilakukan
- Gnosis : Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Darah dan Kimia Lainnya : Darah Rutin, Gula Darah Sewaktu, Elektrolit,
HbA1c, Profil Lipid, Tes Fungsi Ginjal dan Tes Fungsi Hati
- GDS : 112 (N= <140)
- Ureum : 11 (10-50)
- Kreatinin : 0,3 (N=<1,1)
- SGOT : 14 (N=<38)
- SGPT : 12 (N=<41)
- Albumin : 2,1 (N=3,5-5)
- Protein Total : 5,5 (N=6,6-8,7)
- WBC : 7,9 (N= 4/12)
- RBC : 3,83 (N=4/6,2)
- HGB : 10,3 (N=11/17)
- HCT : 31,6 (N=35/55)
- PLT : 589 (N=150/400)
- Na : 129,8 (N=136-145)
- K : 3,52 (N=3,5-5,1)
- Cl : 106,1 (N=94-110)
PEMERIKSAAN RADIOLOGIK DAN PEMERIKSAAN LAIN-LAIN:
Tidak Dilakukan
RESUME:
Seorang perempuan 62 tahun datang ke UGD RS Ibnu Sina dengan
keluhan afasia motorik dirasakan sejak 2 bulan terakhir dan semakin lama
semakin memberat. Keluhan disertai spasme seluruh tubuh dan sulit bergerak.
Riwayat penyakit parkinson (+) didiagnosa 2 tahun yang lalu di poli Neurologi RS
Awal Bros dan mengonsumsi obat TPH, cepasid dan calsocid. Dari pemeriksaan
fisis didapatkan pasien tampak malaise, spasme seluruh tubuh dan jejas ulkus di
regio pedis sinistra serta di posterior abdomen. Dari pemeriksaan neurologis di
dapatkan kekuatan motorik di seluruh ekstremitas <5, pergerakan menurun di
seluruh ekstremitas, hipertonus di seluruh ekstremitas dan refleks fisiologis
hiporefleks di seluruh ekstremitas.
DIAGNOSA:
Kalau dapat ditetapkan:
Diagnosa klinis : Parkinson Disease
Diagnosa Topis : Substansia Nigra
Diagnosa Etiologis : Neurodegeneratif
DIAGNOSA BANDING:
- Tetanus
- Meningitis
TERAPI:
- IVFD RL 20 tpm
- Farbion 1 amp/24 jam/drips iv
- Levoside 2 x 1
- THP 2 x 1
Anjuran miring kiri / miring kanan per dua jam.
Rawat luka ulkus dekubitus
FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Terapi Ket
08/04/15 T : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 21 x/menit
S : 36,5 oC
KU : Kaku Seluruh Tubuh
GCS : E4 M6 V5
N. Cranialis :
-pupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm
- RCL +/+
- RCTL +/+
RM : Meningismus
Motorik
P T
K <5 <5
<5 <5
RF RP - -
- -
Sensoris : Sulit dinilai
Otonom :
BAB : normal
BAK : normal
- Lanjutkan terapi
09/04/15 T : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
- Lanjutkan terapi
Konsul
THT
P : 20 x/menit
S : 36,8 oC
KU : Kaku Seluruh Tubuh mulai
menurun
GCS : E4 M6 V5
N. Cranialis :
-pupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm
-RCL +/+
-RCTL +/+
RM : KK - / -
KS - /-
Motorik
P T N N
N N
K <5 <5
<5 <5
RF RP - -
- -
Sensoris: Kesan dalam batas
normal
Otonom :
BAB : normal
BAK : normal
10/04/15 T : 120/80 mmHg
N : 78x/menit
P : 20x/menit
S : 36,5 oC
KU : Kaku Seluruh Tubuh mulai
menurun
- Lanjutkan terapi
GCS : E4 M6 V5
N. Cranialis :
-pupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm
-RCL +/+
-RCTL +/+
RM : KK - / -
KS - /-
Motorik
P T N N
N N
K <5 <5
<5 <5
RF RP - -
- -
Sensoris: Kesan dalam batas
normal
Otonom :
BAB : normal
BAK : normal
PROGNOSA:
- Qua ad vitam : Bonam
- Qua ad sanationem : Dubia Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI PARKINSON DISEASE
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars
kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit
parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah
penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18
hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui.
C. KLASIFIKASI
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik.
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-
ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).
D. ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan
terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur
atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi
nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningkatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8
kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.
Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra
oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
4. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5. Trauma kepala
Cedera kranioserebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena
pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang
memacu stress oksidatif.
E. PATOMEKANISME
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta
substansia nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah
degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat
dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin
dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan
reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum.
Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia
nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur
indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek
seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
F. GAMBARAN KLINIS
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik,
yang didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot,
pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan,
gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi).
Gambaran klinis penderita parkinson :
Gambaran klinis penyakit Parkinson
1. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu
ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi
atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang
(resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan
(seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika
tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari,
tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah
sisi.
2. Rigiditas
Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang
lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada
tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki,
kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya
menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat
penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi
cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa,
adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
3. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi
serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak
asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir
menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah
sehingga ludah suka keluar dari mulut.
4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin
dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia
basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada
beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
6. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata
yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.
8. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan defisit kognitif.
9. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon
terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
10. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
11. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
-Pengeluaran urin yang banyak
-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
-kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna
-penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
-berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia
atau anosmia).
G. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis:
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
-Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
-3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
2. Kriteria Koller
-Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung
1 tahun atau lebih.
-Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
-Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1. Resting tremor
2. Bradikinesia
3. Rigiditas
4. Permulaan asimetris
-Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari :
1. Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2. Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3. Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4. Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
- Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak
terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
- Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit
paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
- Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
B. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil
klinis,karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk
penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya
dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit
Parkinson dibandingkan kontrol.Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada
penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive
terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi .
C. Neuroimaging
- Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa
hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem
memperlihatkan signal di striatum.
- Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem
dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit
Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa ,
khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua
penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan
gejala , penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan
30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET
tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan
parkinsonisme atipikal.
Gambar . PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan
ditemukannya gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria
diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :
A. Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
B. Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
C. Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat
ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan
Hoehn and Yahr (1967) yaitu :
- Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan,
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat (teman)
- Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
- Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
- Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
- Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang
berkembang progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu
strategi penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk
mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3)
neurorestorasi, keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit
Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup
penderitanya.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Levodopa
mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh.
Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian
diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-
obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis,
COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson..
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia,
edema kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan
pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita
penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan
penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah
dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Efek samping obat ini berupa gangguan
fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini
juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun
yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson
2. Terapi pembedahan
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit
parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah
transplantasi.
3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
b. Terapi rehabilitasi
I. PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi
otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan
pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap
medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit
Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi
berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien
Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan
komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat
menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada Parkinson dapat
berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat
lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya
penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat,
kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
2. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan
Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
3. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
4. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
5. Fahn, Stanley. Merrit’s Neurology. Tenth edition. Lippincott Williams &
Wilkins.2000.
6. De Long, Mahlon.Harrison Neurology in Clinical Medicine. First edition.
McGraw-Hill Professional.2006
7. John C. M. Brust, MD, “Current Diagnosis & Treatment In Neurology”,
McGraw-Hill 2007, hlm 199 – 206.
8. Clarke CE, Moore AP. “Parkinson's Disease”. 2011. Alvailable at:
http://www.aafp.org/afp/20061215/2046.html