LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

59
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE TORUS PALATINUS I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien : Maulidya Sari Iskantiwi Tempat/tanggal lahir : Palembang, 13 Oktober 1989 Suku : Komering Jenis kelamin : Perempuan Status perkawinan : Belum kawin Agama : Islam Alamat : Jalan Sukatani II no.58 Palembang No. telepon : 08117803232 Pendidikan terakhir : S1 Pekerjaan : Mahasiswi No. Rek. Med : 1252 / 0000.83.98.00 II. ANAMNESA Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan gigi geligi RB pasien tidak rata. Pasien menyadari hal tersebut sejak ±6 bulan yang lalu. Pasien ingin gigi geligi rahang bawahnya dirapikan karena pasien merasa kurang percaya diri Keluhan Tambahan : -

Transcript of LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Page 1: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

TORUS PALATINUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Maulidya Sari Iskantiwi

Tempat/tanggal lahir : Palembang, 13 Oktober 1989

Suku : Komering

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sukatani II no.58 Palembang

No. telepon : 08117803232

Pendidikan terakhir : S1

Pekerjaan : Mahasiswi

No. Rek. Med : 1252 / 0000.83.98.00

II. ANAMNESA

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan gigi geligi RB pasien tidak rata. Pasien menyadari

hal tersebut sejak ±6 bulan yang lalu. Pasien ingin gigi geligi rahang bawahnya

dirapikan karena pasien merasa kurang percaya diri

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perawatan Gigi :

Pasien pernah dirawat orthodontic ±9 tahun yang lalu selama 4 tahun.

Kebiasaan Buruk : -

Page 2: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan mahasiswa PSPDG UNSRI yang tinggal bersama kedua orang

tuanya. Pasien datang sendiri.

Riwayat Penyakit Sistemik :

Pasin tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.

IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Debris : Tidak ada

Plak : Tidak ada

Kalkulus : ada di regio a

Perdarahan Papilla Interdental : Tidak ada

Gingiva : Terdapat kemerahan disekitar gigi regio a

Mukosa : Sehat

Palatum : Terdapat nodul 2 lobus berbentuk ovale, berwarna

merah muda pucat dgn konsistensi keras jika

ditekan, pada pertengahan 2/3 anterior palatum,

tidak sakit dengan panjang ±2,5 cm dan lebar ±2cm

di area gigi 654 | 456.

Lidah : Sehat

Dasar mulut : Sehat.

Hubungan Rahang : Orthognati

Kelainan gigi : Tidak ada

Keadaan gigi geligi

- Malposisi gigi : 17, 21, 37, 41, 42, 43, 47.

- Atrisi gigi : 14, 13, 23, 33, 41, 42, 43.

Page 3: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

V. DIAGNOSA SEMENTARA

Torus Palatinus

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

Torus palatinus adalah suatu bentuk eksostosis tulang yang terjadi pada kira-kira

20% penduduk dewasa. Kelainan itu seringkali diturunkan, karenanya banyak

anggota keluarga mendapatkannya. Insidensi torus palatinus lebih banyak pada

wanita daripada pria.1

Torus sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk klinis, serta cenderung untuk

bertambah perlahan-lahan dalam semua dimensi sesudah pubertas. Letaknya selalu di

garis tengah palatum keras di sekitar kedua gigi premolar atau molar. Torus palatinus

biasanya berupa pembengkakan sekeras tulang, berbentuk kubah, licin tunggal tetapi

kadang-kadang dijumpai dengan suatu lekuk garis tengah dan beberapa tonjolann

setempat. Mukosa yang menutupi adalah merah muda pucat, tipis dan lembut. Batas

dari lesi dilukiskan oleh kontur oval yang timbul dari atap palatum.1,2

Baik torus palatinus maupun torus mandibularis bukan merupakan suatu penyakit

atau tanda dari suatu penyakit, tetapi jika ukurannya sangat besar akan menjadi suatu

masalah dalam pembuatan dan penggunaan gigi tiruan.5

Kriteria berikut digunakan untuk mengklasifikasikan perbedaan bentuk dari

torus:3

1. Flat torus : biasanya terdapat penonjolan yang sedikit cembung dengan

permukaan yang halus pada torus mandibularis. Hal yang sama pada torus

palatinus tetapi terjadi pemanjangan yang simetris pada kedua sisi dari

palatum.

2. Lobular torus : berupa sebuah penonjolan masa lobular yang dapat muncul

dari single base.

3. Nodular torus : biasanya muncul sebagai penonjolan yang multiple.

Page 4: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

4. Spindle torus : terjadi sepanjang midline palatum pada torus palatinus dan

torus memanjang di kedua sisi mandibular pada torus mandibularis.

Etiologi dari torus palatinus belum diketahui secara pasti, ada beberapa faktor

yang diperkirakan merupakan penyebab terjadinya torus palatinus seperti faktor

herediter, trauma superfisial, maloklusi, respon fungsional pengunyahan.

Penyebab torus palatinus masih menjadi perdebatan antara faktor genetik dan

faktor lingkungan, seperti trauma pengunyahan.4

Secara histologis, torus palatinus dilapisi jaringan submukosa yang tebal

dengan tulang yang padat. Secara mikroskopis, torus palatinus seperti lapisan

tebal tulang kompak dan area sentral tulang spons. Pemeriksaan mikroskopis

menunjukkan massa yang tebal dan padat, terlihat pada tulang kortikal dan

kadang-kadang terlihat tulang trabekula pada area sentral.4

VIII. DIAGNOSIS

Torus palatinus.

IX. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik)

FASE II (Bedah)

FASE III (Restoratif)

FASE IV (Pemeliharaan)

Scalling Kontrol plak, DHE

Perawatan ortodonti untuk mengoreksi malposisi gigi

Kontrol plak, DHE

Page 5: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

X. PEMBAHASAN

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis pada

pasien. Torus palatinus tidak berbahaya, berkembang secara perlahan dengan

bentuk dan ukuran yang bervariasi. Torus palatinus bermula dari anak-anak terus

berkembang dan mencapai puncak perkembangannya pada usia dewasa, setelah

berada pada ukuran tetap maka perkembangannya terhenti.

Berdasarkan teori, Torus palatinus adalah jenis neoplasma dan terlihat seperti

hiperostosis dari perkembangan tulang palatal, terjadi bilateral sepanjang garis

sutura median palatina pada permukaan palatum, torus palatinus merupakan

massa tulang kortikal yang padat dan tebal dengan jumlah inti yang berbeda-beda,

ditutupi oleh lapisan tipis jaringan mukosa.

Adanya torus palatinus dihubungkan dengan faktor yang bersifat herediter.

Prevalensinya dua kali lebih besar pada wanita dari pada pria. Etiologi torus

palatinus pada pasien ini belum dapat diketahui secara pasti tetapi dapat

diturunkan secara autosomal dominan.

Rencana perawatan yang dilakukan pada pasien ini meliputi kontrol plak dan

memberitahukan pada pasien bahwa keadaannya merupakan bukan suatu

keganasan. Perawatan dengan pembedahan dilakukan apabila torus ini

mengganggu dalam hal pengunyahan dan pembuatan gigi tiruan.

Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan pembedahan karena tidak ada

keluhan yang berarti dari pasien. Pada kunjungan berikutnya dilakukan kontrol

dan instruksi kepada pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulutnya.

Page 6: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

FOTO AWAL FOTO KONTROL 1 FOTO KONTROL 2

XI. KESIMPULAN

Torus palatinus adalah penonjolan tulang yang terdapat pada palatum

rahang atas yang disebabkan karena proses pertumbuhan tulang yang berlebihan.

Tidak diberikan perawatan khusus, pasien hanya diberikan kontrol plak (Edukasi,

Motivasi, Instruksi).

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.

Jakarta: Hipokrates.

2. Regezi. 2003. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation, 4 th edition: Tori

and Exostoses. United States: Elsevier Inc.

3. Firas AM, Ziad NA. 2006. The Journal of Contemporary Dental Practice. Volume

7: Torus Palatnus and Torus Mandibularis in Edentulous Patiens. Jordan.

4. Febhyani, Maria. 2005. Penatalaksanaan torus palatinus untuk persiapan

pembuatan gigi tiruan. Medan : USU.

5. Belsky, JL. 2003. Torus Palatinus : a new anatomical correlation with bone

density in postmenopausal women Connecticut, USA : the journal of clinical

endrocinology and metabolism.

Page 7: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

TRAUMATIC ULCER

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Imartha Hamelia

Tempat/tanggal lahir : Prabumulih, 1 maret 1989

Suku : Komering

Jenis kelamin : Wanita

Status perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Bukit sejahtera blok DK 01

No. telepon : 087897476030

Pendidikan terakhir : S1

Pekerjaan : Mahasiswa

No. Rek. Med : 0000.81.57.56

II. ANAMNESA

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terdapat luka sariawan pada gusi bawah kiri di

antara gigi seri dan gigi taring. Terasa perih dan sakit bila berkumur, makan dan

Page 8: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

bicara. Luka terjadi sekitar 3 hari yang lalu karena tertusuk sikat gigi ketika

menggosok gigi. Pasien ingin agar luka tersebut diobati.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perawatan Gigi :

- Pasien pernah menambal gigi bawah kanan belakang dengan tambalan logam.

- Pasien sedang menggunakan alat ortodontic cekat ±3 tahun.

Kebiasaan Buruk : -

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan mahasiswa PSPDG UNSRI yang tinggal bersama kedua orang

tuanya. Pasien datang sendiri.

Riwayat Penyakit Sistemik :

Pasin tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.

IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Debris : ada di regio a, c, d, e, f

Plak : ada di regio a, c, d, e, f

Kalkulus : ada di regio a, c, d, e, f

Page 9: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, c, d, e, f

Gingiva : terdapat lesi ulseratif di gingiva antara gigi 32 dan

33, lesi berbentuk bulat irregular, berbatas jelas,

berwarna putih dgn sedikit bercak kemerahan

ditengahnya, dengan tepi kemerahan dan

diameternya ±5mm. lesi tersebut terasa sakit jika

disentuh, berkumur, makan, dan berbicara.

Kemerahan di sekitar gigi pada region a, c, d, e, f.

Mukosa : sehat

Palatum : sehat

Lidah : sehat

Dasar Mulut : sehat

Hubungan Rahang : Orthognati

Kelainan gigi : Tidak ada

Keadaan gigi geligi

- Terdapat tambalan resin komposit pada gigi 11, 21

- Terdapat tambalan amalgam pada gigi 46

- Pasien sedang menggunakan alat orthodonti cekat pada rahang atas dan bawah

dengan pencabutan gigi 14, 24, 34, 44.

V. DIAGNOSA SEMENTARA

- Diagnosa Sementara : Traumatic Ulcer

- Diagnosa Banding :

Stomatitis Aphtous Rekuren

Page 10: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

Ulcer adalah suatu kerusakan lapisan epitel yang berbatas jelas yang

membentuk cekungan, ulcer sering ditemukan di rongga mulut. Traumatic ulcer

didefinisikan sebagai suatu kelainan yang berbentuk ulcer pada mukosa rongga

mulut yang disebabkan oleh paparan trauma. Traumatic ulcer merupakan lesi

sekunder yang berbentuk ulcer, yaitu hilangnya lapisan epitelium hingga melebihi

membrane basalis dan mengenai lamina propria oleh karena trauma.1,2

Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia, baik jenis kelamin pria

maupun wanita. Lokasi bervariasi yaitu dapat terjadi pada mukosa pipi, mukosa

bibir, palatum dan tepi lidah. Ukuran lesi bervariasi dari beberapa millimeter

hingga sentimeter. Diagnosis dari keadaan ini sederhana dan seringkali dapat

diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan temuan fisik.2,4

Traumatic ulcer tersebut dapat berupa ulcer yang tunggal atau multiple,

berbentuk simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma yang menjadi

penyebab, dan biasanya nyeri. Kebanyakan merupakan keadaan akut, sedangkan

lainnya adalah kronis. Traumatic ulcer yang akut memiliki karakter adanya

kerusakan pada mukosa dengan batas tepi eritema dan ditengahnya berwarna

putih kekuningan, serta menimbulkan rasa nyeri sedangkan traumatic ulcer yang

kronis bisa tanpa disertai rasa nyeri dengan dasar induratif dan tepi yang

meninggi.1,2,6

Traumatic ulcer dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik

atau gaya mekanik. Penyebab traumatic ulcer yang paling sering ditemukan

adalah akibat iatrogenik, gigi yang tajam atau patah, protesa atau gigi tiruan dan

alat orthodonsi, menggigit bibir atau lidah yang kebas setelah suntikan anestesi

Page 11: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

lokal, terutama pada anak-anak. Traumatic ulcer juga dapat disebabkan oleh

kesalahan penyikatan gigi dan bahan kimia.1,2,5

Traumatic ulcer karena trauma kimia dapat disebabkan oleh aspirin atau

obat-obatan untuk sakit gigi yang diletakkan langsung di mukosa mulut.2,5

Trauma panas dari makanan dan minuman dapat menyebabkan ulcer yang

umumnya terjadi pada palatum.2,5 Trauma menyebabkan disintegrasi atau

sobeknya jaringan sedangkan panas menyebabkan jaringan melepuh menjadi

vesikel yang kemudian pecah menjadi ulser.2

Penatalaksanaannya adalah dengan menghilangkan faktor etiologi dan

penggunaan obat kumur antiseptik atau penggunaan obat topikal selama fase

penyembuhan ulcer. Kebanyakan ulcer yang disebabkan oleh trauma local

sembuh spontan dalam 1 minggu jika penyebab dihilangkan dan pengobatan

pendukung digunakan. Biopsy diperlukan jika terdapat tanda-tanda keganasan

atau jika ulcer tidak sembuh dalam 3 minggu setelah faktor penyebab dihilangkan,

terdapat kemungkinan sebuah neoplasma atau penyakit serius lainnya.5

VIII. DIAGNOSA

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada

kelainan berupa lesi ulseratif di gingiva antara gigi 32 dan 33, lesi berbentuk bulat

irregular, berbatas jelas, berwarna putih, sedikit bercak kemerahan ditengahnya,

dengan tepi kemerahan dan diameternya ±5mm, lesi tersebut terasa sakit jika

disentuh, berkumur, makan, dan berbicara adalah Traumatic Ulcer.

IX. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik) Scalling

Kontrol plak, DHE Eliminasi faktor penyebab Medikasi Traumatic ulcer

Page 12: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

FASE II (Bedah)

FASE III (Restoratif)

FASE IV (Pemeliharaan)

X. PEMBAHASAN

Lesi yang terdapat pada pasien ini adalah traumatic ulcer. Diagnosa ditegakkan

dari anamnesa dan pemeriksaan klinis pada pasien dapat diketahui bahwa pasien

mengalami lesi sejak 3 hari yang lalu disebabkan oleh tertusuk sikat gigi. Lesi tersebut

terdapat di gingiva antara gigi 32 dan 33, lesi berbentuk bulat irregular, berbatas jelas,

berwarna putih dengan sedikit bercak kemerahan ditengahnya, dengan tepi kemerahan

dan diameternya ±5mm. lesi tersebut terasa sakit jika disentuh, berkumur, makan, dan

berbicara.

Berdasarkan teori gambaran klinis dari traumatic ulcer adalah kerusakan pada

mukosa dengan batas tepi eritema dan ditengahnya berwarna putih kekuningan, serta

menimbulkan rasa nyeri.1,2,6 Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab dari

traumatic ulcer, di antaranya adalah trauma, bahan kimia, iatrogenik, protesa dan alat

orthodonsi. Pada pasien ini, penyebab terjadinya traumatic ulcer ini adalah akibat

tertusuk sikat gigi pada saat menggosok gigi.1,2,5

Penatalaksanaan untuk traumatic ulcer ini adalah eliminasi faktor penyebab dan

pemberian obat topikal berupa kenalog yang mengandung triamsinolon asetonida.

Ulcer pada pasien ini menghilang 8 hari setelah dilakukan perawatan. Selain itu,

perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah instruksi untuk menjaga kebersihan

mulut, menyikat gigi dan mengunyah makanan dengan hati-hati sehingga tidak

menyebabkan trauma pada rongga mulut, serta mengkonsumsi makanan bergizi.

Pasien dapat menjalankan intruksi dengan baik, sehingga lesi sembuh, tidak sakit dan

mukosa kembali membaik.

Kontrol plak, DHE Kontrol Traumatic ulcer

Page 13: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Foto lesi traumatic ulcer

foto kontrol setelah 4 hari

Foto kontrol setelah 8 hari

XI. KESIMPULAN

Diagnosa Traumatic Ulcer dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis berupa

adanya lesi tunggal, cekung, bulat/oval, bagian dasar berwarna kekuningan dengan

tepi kemerahan pada gingiva bawah kiri pasien. Lesi tersebut terasa sakit dan

penyebab umumnya biasanya disebabkan oleh trauma. Pada pasien ini, lesi terjadi

Page 14: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

akibat tertusuk sikat gigi pada saat pasien menggosok gigi. Perawatan yang dilakukan

pada pasien ini meliputi pemberian DHE, menggosok gigi dengan hati-hati sehingga

tidak tertusuk sikat gigi pada rongga mulut, serta mengkonsumsi makanan bergizi dan

pemberian obat topikal berupa kenalog selama fase penyembuhan ulcer.

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Hanum, faizah. 2013. Efektifitas ekstrak anggur varietas probolinggo biru (Vitis

vinifera) terhadap proliferasi fibroblast pada traumatikus Rattus nuvergicus

albino. Surabaya: ADLN.

2. Regezi, dkk.2003.Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations. Edisi ke-4.

Elsevier Science: Missouri.

3. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio

BC Decker

4. Farah, cs. 2003. Oral ulceration with bone sequestration. Australian dental

journal: 48 (1). P. 61-64

5. Scully, C. 2008. Common Non-systemic Causes of Oral Ulcer. Orofacial Disease:

25(10) : 478-84

6. Langlais, RP. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates. Hal. 94.

Page 15: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

SIALADENOSIS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Sri Asriyani

Tempat/tanggal lahir : Palembang, 6 Agustus 1999

Suku : Komering

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Jalan Cangkring Kedondong raye Banyuasin III

No. telepon : 081930951544

Pendidikan terakhir : SLTP

Pekerjaan : Pelajar

No. Rek. Med : 0000.80.87.11

II. ANAMNESA

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada bibir bawah kiri bagian

dalam, sejak 2 bulan yang lalu, benjolan tersebut belum pernah diobati, pasien merasa

Page 16: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

benjolan tersebut tidak sakit, tapi pasien merasa terganggu, sehingga pasien

menginginkan benjolan tersebut dibuang.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perawatan Gigi : -

Kebiasaan Buruk : -

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan siswi SMP yang tinggal bersama kedua orangtuanya. Ayahnya

tidak memiliki pekerjaan dan ibunya seorang buruh cuci. Pasien merupakan peserta

jamkesmas dengan status ekonomi yang tergolong rendah.

Riwayat Penyakit Sistemik :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah bening submandibula : Tidak teraba dan tidak sakit.

IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Debris : ada di regio a, b, c, d, f

Plak : ada di regio d,f

Kalkulus : ada di regio d,f

Page 17: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio d,f

Gingiva : Kemerahan di sekitar gigi region d,f

Mukosa : terdapat lesi nodular dengan diameter ±0,8cm pada

mukosa bibir bawah bagian dalam, berbatas jelas,

berbentuk seperti kubah, konsistensi kenyal,

berwarna merah muda dengan tepi kemerahan dan

tidak sakit.

Palatum : sehat

Lidah : sehat

Dasar Mulut : sehat

Hubungan Rahang : Orthognati

Kelainan gigi : Tidak ada

Keadaan gigi geligi

- Lesi D3 : 37, 36

- Lesi D4 : 46, 47

- Malposisi gigi : 11, 32, 31, 41, 42

V. DIAGNOSA SEMENTARA

- Diagnosa Sementara : Mucocele

- Diagnosa Banding : Karsinoma Mukoepidermoid

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan histopatologis pada

jaringan dengan ukuran 0,8x0,3x0,3, pada potongan dengan warna putih kekuningan

Page 18: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

hasil mikroskopis menyebutkan sediaan berasal dari bibir bawah berupa kepingan-

kepingan jaringan yang terdiri dari asini seromukus kelenjar salivarius yang

hyperplasia, dipisahkan oleh septum interlobularis berupa jaringan ikat fibrokolagen,

dengan infiltrasi sel radang limfosit, dijumpai juga duktus ekskretorius. Pembuluh

darah dan otot serat lintang dalam batas normal. Tanda tanda keganasan tidak

dijumpai pada sediaan ini. Kesan: Sialadenosis pada bibir bawah.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

Sialadenosis adalah sebuah penyakit kelenjar parenkim saliva yang disebabkan

oleh metabolisme dan gangguan sekresi pada kelenjar parenkim, yang ditandai dengan

kekambuhan, kronik, diffuse, tidak terdapat rasa nyeri, pembengkakan kelenjar saliva

bilateral, khususnya kelenjar parotid.1,3,4 Sialadenosis ini umumnya mempengaruhi

kelenjar saliva mayor, terutama kelenjar parotid, tetapi terkadang mempengaruhi

kelenjar submandibular dan jarang terjadi pada kelenjar saliva minor.3 penyakit ini

biasanya tidak mengganggu fungsi dari kelenjar saliva.4

Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tetapi dicurigai muncul

mengganggu peripheral neuropathy dari nervus otonom menunjukkan gangguan

aktivitas sekresi kelenjar saliva pada sel acinar.5 Kelainan ini banyak ditemukan

berhubungan dengan liver cirrhosis, diabetes mellitus, alcoholism kronik, malnutrisi,

thyroid dan ovarian insufficiency (ketidaknormalan kerja dari ovarium).6 Klinisnya,

biasanya muncul sebagai pembengkakan yang tidak sakit dari kelenjar parotid.

Pembengkakan relative lunak dan pengurangan sekresi saliva bisa saja terjadi.6

Kondisi ini paling banyak terjadi pada kelenjar saliva mayor terutama di

kelenjar parotis. Meskipun sialosis bisa idiopatik, namun dapat juga terjadi pada

penderita penyakit hati stadium lanjut, diabetes, defisiensi nutrisi, dan bulimia.

Meskipun sangat jarang terjadi, sialadenosis juga dapat terjadi sebagai reaksi terhadap

medikasi.2 Sejak penyakit sistemik atau suatu kondisi seperti diabetes mellitus dan

alcoholism berhubungan dengan sialadenosis, perkembangan penyakit ini jarang

Page 19: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

terjadi pada anak-anak. Hampir semua kasus sialadenosis dilaporkan terjadi pada

pasien dewasa.4

Pada keadaan patohistologinya, ditemukan pembesaran sel acini yang

dihasilkan dari pembengkakan sel acinar yang banyak mengandung sekretori granul,

terjadi perubahan sel myioepitel dan perubahan postganglionic vegetative neuritis.1

Diagnosa banding dari sialadenosis adalah semua penyakit pembengkakan kelenjar

saliva yang mengalami kekambuhan atau gangguan sekresi kelenjar saliva.1

VIII. DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada

kelainan berupa lesi nodular berwarna merah muda dengan tepi kemerahan berukuran

diameter sekitar 0,8 mm pada mukosa bibir bawah, serta didukung oleh hasil PA,

maka dapat ditegakkan diagnose kelainan ini adalah Sialadenosis.

IX. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik)

FASE II (Bedah)

FASE III (Restoratif)

FASE IV (Pemeliharaan)

Scalling Kontrol plak, DHE

Tumpatan resin komposit pada gigi 37, 36, 46, 47 Perawatan ortodonti untuk mengoreksi malposisi

gigi

Kontrol plak, DHE Kontrol Sialadenosis

Eksisi Sialadenosis

Page 20: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

X. PEMBAHASAN

Kunjungan 1 (sebelum perawatan)

Pada mukosa bukal kiri depan pasien, ditemukan terdapat lesi nodular dengan

diameter ±0,8cm pada mukosa bibir bawah bagian dalam, berbatas jelas, berbentuk

seperti kubah, konsistensi kenyal, berwarna merah muda dengan tepi kemerahan dan

tidak sakit. Berdasarkan pemeriksaan klinis, diagnose sementara lesi ini merupakan

mucocele, diagnose tersebut diambil berdasarkan lokasi dari lesi dan bentuk klinis

dari lesi tersebut. Tetapi setelah dilakukan eksisi terhadap pasien dan massa yang

diambil pada saat eksisi dikirim ke laboratoriom patologi anatomi, dan mendapatkan

hasil diagnosa akhir dari lesi tersebut adalah sialadenosis.

Diagnosa akhir tersebut juga didukung juga oleh anamnesa terhadap pasien

bahwa berat normal pasien jauh dari normal dan gangguan nutrisi, hal itu

dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi tergolong rendah dari keluarga pasien

yang orang tua pasien ibunya hanya seorang buruh cuci dan ayahnya sudah tidak

bekerja lagi karena menderita kelumpuhan. Sialadenosis adalah suatu penyakit

kelenjar saliva yang paling sering mengenai kelenjar saliva mayor, tetapi juga

terkadang mengenai kelenjar saliva minor. Perawatan yang dilakukan pada pasien ini

yaitu bedah eksisi.

Kunjungan 2 (Pembedahan)

Page 21: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Setelah pembedahan, massa yang diambil pada saat eksisi ini kemudian dikirim

ke bagian Patologi Anatomi. Pemberian medikasi pada pasien ini yaitu antibiotik

amoxicilin tablet 500mg yang diminum 3 kali sehari selama 5 hari dan analgesik

paracetamol tablet 500mg 3 kali sehari diminum jika pasien mengeluhkan terdapat

rasa sakit atau nyeri di daerah lesi setelah pembedahan. Pasien diminta datang

kembali seminggu kemudian untuk kontrol.

Kunjungan 3 (Kontrol pertama)

Pada kunjungan ketiga atau kontrol pertama pada pemeriksaan subjektifnya tidak

ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya masih terlihat sedikit kemerahan

dibanding mukosa disekitarnya.

Kunjungan 4 (Kontrol kedua)

Page 22: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Pada kunjungan keempat atau kontrol kedua pada pemeriksaan subjektifnya tidak

ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah hilang

dan warna mukosa sudah tampak sama dengan sekitarnya.

Pada saat kontrol, untuk menghindari rekurensi lesi, pasien diinstruksikan untuk

mengatasi kekurangan berat badannya dengan memperhatikan asupan makanan

secara teratur, serta instruksikan menjaga kesehatan rongga mulut.

XI. KESIMPULAN

Sialadenosis merupakan penyakit gangguan kelenjar saliva yang disebabkan oleh

metabolisme dan gangguan sekresi pada kelenjar parenkim, sering dijumpai pada

kelenjar saliva mayor yang biasanya disebabkan oleh keadaan sistemik dan

malnutrisi. Lesi ini ditemukan pada mukosa labial kiri depan pasien. Perawatan yang

dilakukan yaitu pembedahan eksisi lesi tersebut dan pasien diinstruksikan makan

asupan nutrisi yang cukup. Lesi berhasil dieksisi dan kondisi mukosa membaik

(proses penyembuhan baik) saat dilakukan kontrol pertama dan mukosa kembali

normal setelah kontrol kedua.

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Seifert, G, Donath, K. Classification of The Pathohistology of Disease of The

Salivary Glands – Review of 2.600 Cases in The Salivary Gland Register.

Hamburg: Institute of Pathology.

2. Burgers, Jeff. 2013. Salivary Abnormalities in Dentistry. California: Penwell

Publications.

Page 23: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

3. Scully, dkk. 2008. Sialosis : 35 Cases of Persistent Parotid Swelling from Two

Countries. British Journal of Oral Maxillofacial Surgery 46 (2008) 468-472

4. Yangwen, MD, Hyun woo goo. 2012. Sonography and CT Findings of

Sialadenosis in a Child with Leukimia. Korean J. Radiol 2012; 13 (5): 634-636

5. Pape, S.K, dkk. 1995. Sialadenosis of The Salivary Glands. British Journal of

Plastic Surgery (1995) 48, 419-422.

6. Laskaris, George. 1994. Color Atlas of Oral Disease. Greece: Litsas Medical

Publication.

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

EPULIS HEMANGIOMATOSA / GRANULOMA PIOGENIK

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Sugianto bin Wardi

Tempat/tanggal lahir : Bojonegoro, 1 januari 1973

Suku : Jawa

Jenis kelamin : Pria

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Alamat : Desa Tegal Rejo Rt.009 Rw.004 Kel/Desa Tegal Rejo

Kec.Lawang Kidul Muara Enim

No. telepon : 081368696721

Pendidikan terakhir : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

Page 24: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

No. Rek. Med : 0000.79.89.91

II. ANAMNESA

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan seperti daging tumbuh cukup

besar pada gusi di dekat lidah dan bibir di sekitar gigi taring dan geraham kecil kiri

bawahnya, benjolan tersebut kenyal dan mudah berdarah. Pasien menyadari benjolan

tersebut sejak 6 bulan yang lalu. Pasien ingin benjolan tersebut diambil karena pasien

merasa tidak nyaman.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perawatan Gigi : -

Kebiasaan Buruk :

Mengunyah pada satu sisi di sebelah kanan.

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan seorang wiraswasta, sudah menikah dan memiliki 2 orang anak

perempuan.

Riwayat Penyakit Sistemik :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.

III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.

IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Page 25: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Debris : ada di regio a, b, c, d, e, f

Plak : ada di regio a, b, c, d, e, f

Kalkulus : ada di regio a, b, c, d, e, f

Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, b, c, d, e, f

Gingiva : terdapat lesi noduler dengan diameter ±2cm

dibagian lingual dan ±1cm dibagian labial pada

interdental gigi 33 dan 34, berwarna merah, kenyal,

tidak sakit dan mudah berdarah.

Oedem dan kemerahan disekitar gigi regio a, b, c,

d, e, f.

Mukosa : sehat

Palatum : sehat

Lidah : sehat

Dasar mulut : sehat

Hubungan Rahang : Orthognati

Kelainan gigi : Tidak ada

Keadaan gigi geligi

- Lesi D6 : 36

- Atrisi : 13, 23, 33, 43

V. DIAGNOSA SEMENTARA

- Diagnosa Sementara : Epulis granulomatosa

- Diagnosa Banding :

Epulis Fibromatosa

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan histopatologis pada

jaringan dengan ukuran 1,5x0,5x0,5 cm, pada potongan dengan warna putih

kecoklatan hasil mikroskopis menyebutkan sediaan berasal dari gingival dan

Page 26: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

bukal sisi lingual, dilapisi skuamous kimpleks yang mengalami akantosis,

hipergranulosis. Subepitel berupa stroma jaringan ikat fibrokolagen terdiri dari

proliferasi pembuluh darah kecil-kecil, lumen berisi RBC, bersebuk padat sel

radang PMN, limfoplasmasitik. Tanda tanda keganasan tidak dijumpai pada

sediaan ini.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

Epulis hemangiomatosa atau granuloma piogenikum merupakan sebuah

nodul kecil bertangkai, hemoragik yang paling sering terjadi pada gingiva, dan

memiliki tendensi yang kuat sekali untuk kambuh setelah dilakukan eksisi biasa.1,3

Epulis hemangiomatosa (granuloma piogenikum) merupakan suatu

kelainan yang sering ditemukan pada bibir bawah atau lidah. Secara mikroskopik

tampak nodulus merah, berukuran kira-kira 0,5 cm, sebagian tertutup epitel

gepeng. Di kanan gambar, membrane mukosa mulut tidak berubah. Struktur lesi

yang seperti bunga karang jelas terlihat pada gambar ini. Proliferasi kapiler timbul

persis seperti hemangioma kapiler. Juga ada infiltrasi granulosit yang tersusun

jarang. Biasanya ini akibat trauma, jarang ia tumor sejati. Wanita lebih sering

menderitanya.3

Granuloma piogenikum cenderung berkembang pada pasien-pasien yang

mempunyai kebersihan mulut yang jelek atau iritasi mulut kronis seperti adanya

restorasi-restorasi menggaung dan karang gigi.2

Klinisnya biasanya muncul pada daerah papilla interdental dan membesar

dari sisi labial dan lingual sampai beberapa cm jika dibiarkan tanpa perawatan.

Daerah perkembangan lain meliputi lidah, bibir, mukosa bukal dan lingir tak

bergigi.2,4 Muncul sebagai sebuah massa dengan permukaan yang rata atau

berlobus, berwarna merah tua atau merah keunguan karena terdapat lebih dominan

jaringan granulasi hiperplastik yang mengandung banyak pembuluh kapiler.

Granuloma piogenikum ini juga memiliki kecenderungan untuk berdarah, baik

spontan ataupun disebabkan oleh sedikit trauma. Terkadang terdapat ulserasi

dipermukaannya yang disebabkan oleh trauma kedua. Penyakit ini dapat

Page 27: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

berkembang cepat menjadi ukuran yang bervariasi dan kemudian menjadi stabil

pada periode yang tidak menentu.4,5,6,8

Pada rongga mulut, granuloma piogenikum menunjukkan kasus yang

terdapat pada gingiva interdental sebanyak 70-75%. Banyak penelitian juga

menunjukkan bahwa perbandingan kasus pada wanita dan pria adalah 2:1. Dan

pada pasien pria biasanya lokasi dari kasus ini terjadi pada ekstra gingiva.7,9

Histopatologinya, epulis hemangiomatosa atau granuloma piogenikum

terdiri atas massa lobuler dari jaringan granulasi hiperplastik. Pada kasus yang

sudah kronis, mungkin saja terdapat inflamasi.4

Penatalaksanaan dari kasus ini adalah dilakukan bedah eksisi termasuk

jaringan ikat pada lesi tersebut. Factor etiologi juga dihilangkan seperti plak,

kalkulus, material asing dan penyebab trauma. Rekurensi bisa saja terjadi jika

bedah eksisi yang dilakukan tidak sempurna dan kegagalan pada penghilangan

factor etiologinya.2,4

VIII. DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada

kelainan berupa lesi noduler dengan diameter ±2cm dibagian lingual dan ±1cm

dibagian labial pada interdental gigi 33 dan 34, berwarna merah, kenyal, tidak

sakit dan mudah berdarah, serta ditunjang dengan pemeriksaan histopatologis

ditemukan adanya subepitel berupa stroma jaringan ikat fibrokolagen terdiri dari

proliferasi pembuluh darah kecil-kecil, lumen berisi RBC, bersebuk padat sel

radang PMN, limfoplasmasitik diagnosanya adalah Epulis Hemangiomatosa

(Granuloma Pi ogenik).

IX. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik) Scalling

Kontrol plak, DHE

Page 28: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

FASE II (Bedah)

FASE III (Restoratif)

FASE IV (Pemeliharaan)

X. PEMBAHASAN

Kunjungan I (sebelum perawatan)

Kontrol plak, DHE Kontrol Epulis hemangiomatosa

Eksisi epulis hemangiomatosa Ekstraksi gigi 36

Page 29: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Kunjungan II (pembedahan)

Setelah pembedahan, massa yang diambil pada saat eksisi ini kemudian dikirim

ke bagian Patologi Anatomi. Pemberian medikasi pada pasien ini yaitu antibiotik

cefadroxil kapsul 500mg yang diminum 3 kali sehari selama 5 hari dan analgesik

paracetamol tablet 500mg 3 kali sehari diminum jika pasien mengeluhkan terdapat

rasa sakit atau nyeri di daerah lesi setelah pembedahan. Pasien diminta datang

kembali seminggu kemudian untuk kontrol.

Kunjungan III (kontrol pertama)

Page 30: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Pada kunjungan ketiga atau kontrol pertama pada pemeriksaan subjektifnya tidak

ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya masih terlihat sedikit luka bekas

operasi dgn warna kemerahan dibanding mukosa disekitarnya.

Kunjungan IV (Kontrol kedua)

Page 31: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Pada kunjungan keempat atau kontrol kedua pada pemeriksaan subjektifnya tidak

ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah sembuh,

tetapi warna gingiva masih sedikit kemerahan belum sama dengan warna gingiva

sekitarnya.

Kunjungan V (Kontrol ketiga)

Pada kunjungan kelima atau kontrol ketiga pada pemeriksaan subjektifnya tidak

ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah sembuh,

dengan warna gingiva sudah sama dengan warna gingiva disekitarnya.

XI. KESIMPULAN

Epulis hemangiomatosa didiagnosa berdasarkan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan histologis. Etiologinya akibat iritasi kronis dan lokal. Perawatan yang

dilakukan pada pasien ini adalah penginstruksian DHE (dental health education),

Page 32: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

scalling, kemudian dilakukan bedah eksisi. Post medikasi diberikan cefadroxil tablet

500 mg 3 kali sehari selama 5 hari, serta paracetamol tablet 500 mg sehari tiga kali

sampai rasa sakit setelah operasi hilang dan pada kontrol terakhir diberikan betadine

mouthwash untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut pasien. Pada pasien ini lesi

sembuh setelah dilakukan bedah eksisi. Kontrol dilakukan tiga kali dan secara

bertahap mengalami penyembuhan yang baik.

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio:

BC Decker.

2. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.

Jakarta: Hipokrates.

3. Sandritter, W. Thomas, C. Histopatologi Buku teks dan Atlas untuk Pelajaran

Patologi Umum dan Khusus. Jakarta: EGC.

4. Regezi. 2003. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation, 4th edition. United

States: Elsevier Inc.

5. Jafarzadeh, Hamid. Dkk. 2006. Oral Pyogenic Granuloma: a review. Mashad:

Journal of oral science, vol 48, No. 4, 167-175.

6. Saikhedar, Rashmi. Dkk. 2011. Pyogenic Granuloma: A Case Report.

Madhyapradesh: International Journal of Dental Clinics 2011: 3(3): 87-88.

7. Gotmare, Swati. Dkk. 2009. Pyogenic Granuloma – A case Report. Mumbai:

Scientific Journal Vol III – 2009.

8. Witjaksono, widowati. Dkk. 2005. Epulis and Pyogenic Granuloma with Occlusal

Interferance. Kelantan: Maj. Ked. Gigi (Dent. J) Vol. 38. No. 2 April-Juni 2005:

52: 55.

9. Munde, Anita. Dkk. 2011. Extragingival Pyogenic Granuloma. Maharashtra:

Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology, July- Sept 2011;

23(3): S451-453.

Page 33: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

ORAL CANDIDIASIS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Abunawas

Tempat/tanggal lahir : Palembang, 4 mei 1961

Suku : Melayu

Jenis kelamin : Pria

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Alamat : jln. Rimba kemuning Lr. Swadaya no.82 Palembang

No. telepon : 089615400127

Pendidikan terakhir : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

No. Rek. Med : 0000.72.20.49

II. ANAMNESA

Keluhan Utama

Pasien datang ke poli gigi RSMH dengan rujukan kontrol dari ruang penyakit

dalam untuk penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut terutama sisa akar gigi pada

rahang atas kanan bagian belakang. Sisa akar tersebut sejak ±1,5 tahun yang lalu,

tidak sakit. Pasien ingin sisa akar tersebut dicabut karena merasa tidak nyaman.

Keluhan Tambahan : - terdapat bercak putih kekuningan pada bagian belakang lidah

sejak ± 2 bulan yang lalu, pasien merasa tidak nyaman dan ingin dirawat.

Riwayat Perawatan Gigi : -

Kebiasaan Buruk : -

Page 34: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Riwayat Sosial :

Pasien seorang pedagang buah. Peserta asuransi kesehatan jamsoskes, datang

bersama anaknya.

Riwayat Penyakit Sistemik :

Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes.

III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

Wajah : Simetris

Bibir : Sehat

Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba, tidak sakit.

IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL

Debris : ada di regio a, c, f

Plak : ada di regio a, b, c, d, e, f

Kalkulus : ada di regio a, b, c, d, e, f

Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, b, c, d, e, f

Gingiva : kemerahan disekitar gigi regio a, b, c, d, e, f.

Mukosa : sehat

Palatum : sehat

Lidah : terdapat plak putih kekuningan merata pada 2/3

posterior dorsum lidah, mengelupas saat dikerok

dan terasa perih.

Dasar mulut : sehat

Hubungan Rahang : Orthognati

Kelainan gigi : Tidak ada

Keadaan gigi geligi

- Sisa akar : 16

- Lesi D6 : 17, 26, 37, 47

- Lesi D4 : 27

- Lesi D3 : 34, 45

Page 35: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

- Atrisi : 13, 23, 33, 43

V. DIAGNOSA SEMENTARA

o Kandidiasis

- Diagnosa Banding :

o Coated Tongue

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini yaitu pemeriksaan

mikrobiologi. Pada permukaan dorsal lidah dilakukan scrapping dan bahan swab

tersebut dikirim ke bagian mikrobiologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa

tampak hasil mikroskopis KOH yeast cell (+) dan Pseudohypha (+), pada hasil

biakannya terdapat Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus dan

Candida tropicalis.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi dalam rongga mulut yang

disebabkan oleh jamur Kandida.3 Spesies candida adalah penyebab paling sering

dari infeksi jamur pada manusia.7 Jamur Kandida sebenarnya merupakan flora

normal mulut, namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun

maupun penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat

menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen.3 Kandidiasis oral umumnya

disebabkan oleh Candida albicans, dapat juga disebabkan oleh candida oral

lainnya seperti Candida glabrata, Candida guillermondii, Candida krusei, Candida

parapsilosis, Candida tropicalis.8,9

Infeksi kandidiasis dikaitkan dengan lesi putih nonkeratotik dan lesi putih

keratotik di mulut.1 Semua permukaan mulut dapat terinfeksi, meskipun daerah

yang paling sering adalah palatum, lidah, dan mukosa pipi. Gejala-gejala infeksi

dapat meliputi ketidaknyamanan ringan, rasa terbakar, atau pengecapan yang

Page 36: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

berubah.2 Manifestasi dari kandidiasis oral dapat terjadi secara akut dan kronis

sesuai dengan tingkat variable keparahannya dan faktor-faktor predisposisinya.4

Faktor predisposisi hingga kini belum ada pemahaman yang jelas tengang

mekanisme dalam kandidiasis mulut, dimana organisme ini berkolonisasi pada

daerah yang luas dari epitelium mulut dan tidak pada suatu daerah yang tersendiri

dari papilla lidah, akan tetapi berbagai macam faktor predisposisi telah ditetapkan

melalui observasi klinis.1

Tipe-tipe kandidiasis meliputi kandidiasis akut yaitu acute

pseudomembranous candidiasis (thrush) dan acute atrophic candidiasis (antibiotic

sore mouth) sedangkan kandidiasis kronis yaitu chronic atrophic candidiasis

(denture sore mouth, angular cheilitis, median rhomboid glossitis) dan chronic

hyperplastic candidiasis.1,2,3

1. Acute pseudomembranous candidiasis

Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush.1,2,3,9 Acute

pseudomembranous kandidiasis adalah suatu infeksi opportunistic

yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida

albicans superfisial.2 Secara klinis, pseudomembranosus kandidiasis

terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau kuning, difus, bergumpal,

dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang berwarna

merah, kasar dan terkadang berdarah.2,3 Kandidiasis ini terdiri atas sel

epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada

mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,

jaringan periodontal dan orofaring.1,2,3

2. Acute atrophic candidiasis

Acute atrophic candidiasis memperlihatkan sebuah kemerahan

yang difus, biasanya muncul pada mukosa yang kering.9 Biasanya

bercak kemerahan tersebut terdapat pada mukosa yang kasar, atrofik

dan sakit sekali, menetap untuk beberapa waktu lamanya disertai

tanda-tanda yang minimal dari lesi pseudomembranous(putih).1,3

3. Chronic atrophic candidiasis

Page 37: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Chronic atrophic candidiasis adalah bentuk paling umum dari

kandidiasis kronis.2 Chronic atrophic candidiasis meliputi denture sore

mouth dan angular cheilitis.1

Denture sore mouth merupakan suatu peradangan difus dari daerah

pendukung gigi tiruan rahang atas, dengan atau tanpa disertai tanda

pecah-pecah dan peradangan dari komisura mulut.1 Etiologi dari

denture sore mouth ini adalah organisme candida yang ada di bawah

dasar gigi tiruan.2 Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada

mukosa yang terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture

stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga tipe atau tiga tahap

yaitu:2,3

• Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang

terlokalisir.

• Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak

dengan gigi tiruan.

• Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang

biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras.

Angular cheilitis adalah suatu keadaan sakit kronis yang mengenai

sudut-sudut bibir baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang

terinfeksi tampak merah dan sakit. Angular cheilitis dapat terjadi pada

penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi

tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat.2,3

4. Chronic hyperplastic candidiasis

Chronic hyperplastic candidiasis sering disebut juga sebagai Kandida

leukoplakia yang terlihat seperti plak putih pada bagian komisura

mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang tidak bisa hilang bila

dihapus. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau

keganasan. Kandida leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan

merokok.3 Tetapi tidak seperti leukoplakia, kandidiasis ini dapat

disembuhkan dengan terapi rutin antifungal.9

Page 38: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Penatalaksanaan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga

kebersihan rongga mulut, pemberian obat-obatan antifungal, dan sebisa mungkin

menghilangkan faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral.3,5

Umumnya pasien Diabetes mellitus lebih rentan terkena infeksi.6

Patogenesis kandidiasis oral pada pasien Diabetes mellitus merupakan infeksi

bakteri oportunistik yang terjadi dalam keadaan hiperglikemia dan merupakan

salah satu komplikasi yang paling sering muncul pada penderita Diabetes

mellitus terkontrol maupun tidak terkontrol. Kandidiasis dapat ditemukan pada

penderita Diabetes mellitus, hal ini dapat terjadi karena didukung berbagai faktor

yang ada pada penderita Diabetes mellitus seperti: terjadinya defisiensi imun,

berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi, dan pemakaian gigi tiruan

dengan oral hygiene yang buruk.5

Kandidiasis pada penderita Diabetes mellitus merupakan komplikasi yang

dapat memperparah keadaan, terutama pada Diabetes mellitus yang bersifat

kronis. Kandidiasis kronis yang tidak segera dirawat dapat berlanjut menjadi

candida leukoplakia yang bersifat pra ganas, kemudian mengakibatkan

karsinoma sel skuamosa. Selain itu, kandidiasis dapat menyebar menjadi infeksi

sistemik yang menyerang organ vital seperti ginjal, paru, otak, dan dinding

pembuluh darah melalui aliran getah bening yang berakibat fatal.6

VIII. DIAGNOSIS

Berdasarkan klinis terdapat plak putih kekuningan merata pada 2/3

posterior dorsum lidah, mengelupas saat dikerok, terasa sedikit perih dan

pemeriksaan Mikrobiologi berupa pemeriksaan swab lidah dengan hasil

mikroskopis yeast cell (+) dan Pseudohypha (+). Biakan yang terbentuk adalah

Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus, Candida tropicalis.

Pemeriksaan glukosa 2 jam PP pasien di bagian Patologi Klinik hasilnya 279

mg/dL, dan pemeriksaan glukosa puasa pasien di bagian Patologi Klinik hasilnya

190 mg/dL. Diagnosa dari kasus ini adalah Kandidiasis Pseudomembran Akut.

Page 39: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

IX. RENCANA PERAWATAN

FASE I (Etiotropik)

FASE II (Bedah)

FASE III (Restoratif)

FASE IV (Pemeliharaan)

X. PEMBAHASAN

Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan klinis pada pasien ini yaitu

terdapat plak berwarna putih kekuningan pada 2/3 posterior permukaan dorsum lidah,

dapat dihilangkan dengan dikerok dan meninggalkan dasar kemerahan dan sedikit

sakit setelah pengerokan. Pasien mempunyai riwayat Diabetes mellitus, kemudian

dilakukan pemeriksaan laboratorium klinik ternyata ditemukan kadar gula darah

pasien lebih besar dari normal ( tinggi ) sehingga disimpulkan pasien memiliki

penyakit sistemik Diabetes Mellitus.

Scalling Kontrol plak,

DHE anjuran untuk membersihkan lidah dengan sikat gigi yang lembut

Pemberian medikasi : kandistatin, 4 kali 1 ml sehari

Kontrol plak DHE : Instruksi menyikat lidah dengan

bulu sikat yang lembut. Kontrol Kandidiasis

Ekstraksi sisa akar 16 PSA gigi 17, 26, 37, 47

Restorasi onlay pada gigi 17, 26, 37, 47 Tumpatan resin komposit pada gigi 34, 45, 47

Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan

Page 40: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

Diagnosa sementara untuk lesi ini adalah kandidiasis pseudomembran akut. Untuk

memastikan diagnosa dilakukan pemeriksaan Mikrobiologi berupa pemeriksaan Swab

lidah. Hasil pemeriksaan menunjukkan yeast cell (+) dan Pseudohypha (+). Biakan

yang terbentuk adalah Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus, Candida

tropicalis.

Perawatan yang diberikan pada pasien ini awalnya adalah kontrol plak dengan

memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien. Kemudian pasien diberikan

medikasi antifungal. Terapi antifungal yang diberikan pada pasien ini adalah suspensi

kandistatin, 4 kali 1 tetes dalam sehari digunakan sampai 1 minggu setelah tanda

klinis infeksi kandida hilang. Tiap ml suspensi kandistatin mengandung nistatin

100.000 unit yang merupakan salah satu antifungal dari golongan polyene yang

umum digunakan dalam terapi kandidiasis. Antifungal ini memiliki efek fungisidal

dan fungistatik yang penggunaannya dilanjutkan samapai beberapa hari setelah

penyembuhan secara klinis. Pada kontrol pertama setelah pemberian medikasi,

terlihat lidah pasien mengalami sedikit perubahan, lapisan putih pada lidah pasien

sedikit berkurang, dan pada kontrol kedua lapisan putih tersebut berkurang daripada

saat kontrol pertama.

FOTO AWAL FOTO KONTROL 1 FOTO KONTROL 2

Page 41: LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx

XI. KESIMPULAN

Kandidiasis dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan klinis,

dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikrobiologi. Gambaran klinis

ditemukan tanda khasnya berupa lesi berwarna putih-kekuningan pada dorsal lidah

dari 2/3 posterior lidah, tidak beraturan, dapat dikerok dan meninggalkan dasar yang

berwarna kemerahan. Perawatan pada pasien ini dengan penginstruksian DHE dan

pemberian obat antifungal suspensi kandistatin 4x1 tetes dalam satu hari. Pada kasus

ini pasien kooperatif melakukan instruksi yang diberikan, sehingga terlihat pada saat

kontrol lesi berkurang dan tidak ada keluhan dari pasien.

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio

BC Decker

2. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.

Jakarta: Hipokrates.

3. Andriyani, S. 2011. Kandidiasis Oral pada Pasien Tberkulosis Paru Akibat

Pemakaian Obat Antibiotik dan Steroid. Medan: USU.

4. Riefka, Mikyal. 2004. Penatalaksanaan Kandidiasis Oral. Medan: USU.

5. Heriyanty. 2007. Patogenese Kandidiasis Oral pada Penderita Diabetes Mellitus.

Medan: USU.

6. Sihotang, Parlindungan. 2008. Kandidiasis Rongga Mulut pada Penderita

Diabetes Mellitus. Medan: USU.

7. Pappas, Peter. dkk. 2009. Clinical Practice Guidelines for The Management of

Candidiasis : 2009 Update by The Infectious Disease Society of America.

Birmingham: University of Alabama.

8. Suyoso, Sunarso. 2013. Kandidiasis Mukosa. Surabaya: Universitas Airlangga.

9. Singh, Dangi. Yuvraj. dkk. 2010. Oral Candidiasis : A Review. Bilaspur: Guru

Gashidas Central University.