Laporan Kasus Mola

27
BAB 1 LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama Pasien : Ny. Evi Tikasari Usia Pasien : 19 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan : SMP Alamat : Ds. Datengan - Grogol Nama Suami ; Tn. Semi Usia Suami : 28 tahun Pekerjaan suami : Buruh tani Pendidikan suami : SMP Lama Menikah : 5 bulan Jumlah Pernikahan : 1x II. MRS : 8 Juli 2013 Rujukan : Poli BKIA RS Gambiran-Kediri

description

laporan mola

Transcript of Laporan Kasus Mola

Page 1: Laporan Kasus Mola

BAB 1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. Evi Tikasari

Usia Pasien : 19 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMP

Alamat : Ds. Datengan - Grogol

Nama Suami ; Tn. Semi

Usia Suami : 28 tahun

Pekerjaan suami : Buruh tani

Pendidikan suami : SMP

Lama Menikah : 5 bulan

Jumlah Pernikahan : 1x

II. MRS : 8 Juli 2013

Rujukan : Poli BKIA RS Gambiran-Kediri

Diagnosa Rujukan : Abortus Mola

III. ANAMNESIS:

Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan sebelum MRS.

Page 2: Laporan Kasus Mola

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan Poli BKIA RS Gambiran-Kediri, datang dengan keluhan keluar darah

dari vagina sejak satu bulan sebelum MRS. Darah berwarna kecoklatan seperti flek-

flek, namun saat MRS, jumlah darah bertambah dan warna menjadi kemerahan.

Dalam sehari habis + 3 pembalut. Terdapat nyeri perut, di bagian tengah, sejak 3

minggu ini. Nyeri perut terus-terusan, merasa seperti lapar (kruwes-kruwes), nyeri

berkurang bila dibuat istirahat. Sesak nafas sejak 3 minggu ini, sesak bila untuk

beraktivitas, dan berkurang bila untuk beristirahat, kadang untuk berjalan jauh, sesak

timbul. Dada terasa deg-degan dan kadang sering merasa kedinginan. Terdapat mual,

muntah sejak 2 minggu ini yang menyebabkan pasien tidak nafsu makan, muntah

mengeluarkan sisa makanan, tidak ada darah, nyeri dada -, batuk -.

HPHT: 5 April 2013

UK: 13-14 minggu

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga

menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus,

dan asma. Tidak ada riwayat pengobatan TB. Gastritis (+)

Riwayat Penyakit Keluarga : DM, HT, TB disangkal

Riwayat Alergi : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan

Riwayat Obstetri :

G1 P0000 A 000, Partus terakhir -, abortus terakhir -, KB tidak

Riwayat Haid:

- Menarche : 15 tahun

Page 3: Laporan Kasus Mola

- Lama haid : 7 hari

- Siklus : Teratur, + 28 hari, jumlah: banyak

- Nyeri haid : kadang-kadang sebelum haid

- Riwayat ANC : tidak pernah

- Riwayat USG : tidak pernah

IV. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : cukup baik

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah : 110/ 70 mmHg

- Frekuensi nadi : 120 x/menit

- Frekuensi napas : 36 x/menit

- Suhu : 36,8 oC

- BB : 39 kg (BB awal 41 kg, dalam waktu ±2bulan turun 3kg)

- TB : 147cm

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : eksoftalmus (+), anemis (+), ikterus (-)

- Thyroid : tidak teraba

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler + + rhonki - - wheezing - -

+ + - -

- -

Page 4: Laporan Kasus Mola

+ + - - - -

- Hepar : tidak teraba.

- Ekstremitas : edema -/ - akral teraba hangat + /+

V. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen

- Inspeksi : abdomen bagian hypogastric tampak mengalami pembesaran,

tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).

- Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 3 cm di bawah pusat, balotement (-),

tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+)

VT

- Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (-), teraba jaringan (-), nyeri

goyang porsio (-), adneksa parametrium cavum douglas dextra et sinistra dbn,

korpus uteri antefleksi, lunak, V/V darah sedikit.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap

WBC : 5.40 [ 10*3/uL]

RBC : 3.63 [10*6/uL]

HB : 10.1 [g/dL]

HCT : 29.2 [%]

MCV : 80.4 [fL]

MCH : 34.6 [g/dL]

MCHC : 34.6 [g/dL]

Page 5: Laporan Kasus Mola

PLT : 152 [10*3/ uL]

RDW-SD : 34.2 [fL]

RDW-CV : 12.0 [%]

PDW : 14.0 [fL]

MPV : 11,4 [fL]

P-LCR : 35,0 [%]

NEUT# : 3,38x103/uL

NEUT% : 62,5 [%]

LYMPH# : 1,08x103/uL

LYMPH% : 20 [%]

MONO# : 0,90x103/uL

MONO% : 16,7[%]

EO# : 0,02x103/uL

EO% : 0,4 [%]

BASO# : 0,02x103/uL

BASO% : 0,4 [%]

Kimia Darah

GDA : 99 mg/dl

BUN :15 mg/dl

Creatinin :0,5 mg/dl

SGOT : 122 u/l

SGPT :154u/l

HBsAg : (-)

Page 6: Laporan Kasus Mola

Urine Lengkap

WBC - 0 cell/uL

KET +1 1,5 mmol/L

NIT –

URO +2 66 umol/L

BIL +1 8,6 umol/L

PRO +! 0,3 g/L

GLU 0 mmol/L

BLD - 0cell/uL

pH 6,0

LEUKO : (3-4)

ERY : (1-2)

CYL : (-)

EPTH : (2-3)

KRIST : Amorph (+)

PEMERIKSAAN TIROID

TSH-s : 0,021 ul/ml ()

FT4 : 6,12 ng/dl (↑)

USG KEBIDANAN

-Uterus membesar tepi licin tampak multiple lesi, kistik kecil-kecil di dalam uterus yang

membesar tersebut, tampak G.S/janin

-Daerah adneksa dextra dan sinistra tak tampak kelainan

Kesan:

Page 7: Laporan Kasus Mola

-Pembesaran uterus sangat mungkin gambaran mola hidatidosa.

FOTO THORAX

- Cor tak tampak membesar

- Pulmo tak tampak kelainan

- Sudut costophrenicus dextra sinistra lancip

EKG

Sinus takikardia

VI. DIAGNOSIS

- Mola hidatidosa komplet

VII.DIAGNOSIS BANDING

- Mola hidatidosa parsial

- Koriokarsinoma

VIII. PENATALAKSANAAN

- MRS

- O2 Masker 6l/menit

- RL 20tpm

- Siapkan WB 4 kolf

- Pasang Kateter

- Pemasangan laminaria

- Pro kuretage

Page 8: Laporan Kasus Mola

BAB 2

PEMBAHASAN

Terdapat suatu spektrum kelainan proliferasi trofoblastik terkait kehamilan yang

selama bertahun-tahun klasifikasinya terutama didasarkan pada kriteria histologi dan

mencakup mola hidatidosa, mola invasif, dan koriokarsinoma. Kemudian, diajukan suatu

klasifikasi yang terutama didasarkan pada temuan klinis dan serial pemeriksaan kadar

gonadotropin korionik serum yang dikeluarkan oleh jaringan abnormal. Walaupun kedua

klasifikasi ini menimbulkan kebingungan, yang sekarang diterima adalah pendekatan

klinis. (Cunningham, 2005).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis

langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus

yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan

adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2006).

Mola hidatidosa dibagi menjadi dua, yaitu mola hidatidosa komplet dan mola

hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplet adalah perubahan vili korionik menjadi suatu

massa vesikel-vesikel jernih dalam beragam ukuran, mulai dari yang sulit dilihat hingga

yang berdiameter beberapa cm dan menggantung pada tangkai kecil. Temuan

histologisnya dtandai oleh:

1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus

2. Tidak ada pembuluh darah di vilus yang membengkak

Page 9: Laporan Kasus Mola

3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi

4. Tidak adanya janin dan amnion

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana

sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua

sperma memasuki ovum tersebut.Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya

ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot (John, 2006).

Mola parsial adalah apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang

berkembang dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung

amnion. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili

yang biasanya avaskuler. Sementara, vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin

plasenta yang masih berfungsi tidak terkena (Cunningham, 2005). Mola parsial biasanya

terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab

(John, 2006).

Janin pada mola hidatidosa parsial, biasanya memiliki tanda-tanda triploidi, yang

mencakup:

1. Malformasi kongenital multiple

2. Hambatan pertumbuhan

3. Tidak viable (Cunningham, 2005).

Pada tanggal 8 Juli 2013 pasien seorang perempuan berusia 19 tahun,

mengeluhkan bahwa keluar darah dari vagina sejak satu bulan sebelum MRS. Darah

berwarna kecoklatan seperti flek-flek, namun saat MRS, jumlah darah bertambah dan

warna menjadi kemerahan. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada

mola hidatidosa perdarahan merupakan gejala yang bersifat universal (ditemukan pada

Page 10: Laporan Kasus Mola

hampir semua kasus mola). Perdarahan dapat terjadi sesaat sebelum abortus. Selain

pengeluaran darah yang terus menerus atau intermiten yang terjadi mulai usia gestasi

sekitar 12 minggu biasanya tidak banyak dan sering cenderung coklat daripada merah

(Cunningham, 2006).

Frekuensi mola hidatidosa ditemukan relatif lebih tinggi pada kehamilan yang

terjadi di awal atau akhir usia subur, hal ini sesuai dengan usia pasien yang masih 19

tahun, Di mana menurut Departemen Kesehatan tahun 2003, pengertian Wanita Usia

Subur (WUS) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15-49 tahun baik yang

berstatus kawin, janda maupun yang belum menikah (Departemen Kesehatan, 2003).

Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya mola hidatidosa adalah rendahnya

sosioekonomi yang berhubungan dengan faktor makanan yang kurang bergizi, salah

satunya asam folat dan protein di mana kekurangan asam folat dan protein dapat

menyebabkan penyakit trofoblastik gestasional, namun untuk patofisiologi terjadinya

masih belum jelas (Cunningham, 2006). Selain itu anemia defisiensi besi sering dijumpai

dan kadang-kadang terdapat eritropoisis megaloblastik yang mungkin akibat kurangnya

asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas

yang cepat berproliferasi (Cunningham, 2006).

Pasien ini juga mengeluh mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini

merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-hCG (Cunningham, 2006).

Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin

(hCG), seharusnya dilakukan pemeriksaan kadar hCG dalam plasma dan urin baik secara

bio assay, imuno assay maupun radio imuno assay (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2006).

Page 11: Laporan Kasus Mola

Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah suatu glikoprotein dengan berat

molekul 36.700 m memiliki kandungan karbohidrat tertinggi (30 persen) dibandingkan

dengan hormon manusia lainnya. Kadar hCG dalam plasma dan urin mungkin sangat

meningkat pada wanita dengan mola hidatidosa atau koriokarsinoma. Kadar hCG plasma

yang relatif tinggi dapat dijumpai pada kehamilan trimester dua dengan sindrom down.

Mual dan muntah selama kehamilan biasa terjadi di pagi hari ataupun kapan saja. Tanda

biasa muncul segera setelah implantasi dan bersamaan saat produksi hCG mencapai

puncaknya, diduga bahwa hormon plasenta inilah yang memicu mual dan muntah dengan

bekerja pada chemoreseptor trigger zone pada pusat muntah (Sherwood, 2001). Muntah

terjadi akibat perangsangan pada pusat muntah yang terletak di daerah postrema medula

oblongata di dasar ventrikel ke empat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen

oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik yang

menimbulkan muntah dengan aktivasi chemoreceptor trigger zone. Jalur eferen

menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen,

gastrointestinal dan pernafasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetik yang

menyertai. Pusat muntah secara anatomis berada di dekat pusat salivasi dan pernafasan

sehingga pada waktu muntah sering terjadi hipersalivasi dan gerakan pernafasan (Price,

Wilson, 2005).

Sesak nafas sejak 3 minggu ini, sesak bila untuk beraktivitas, dan berkurang bila

untuk beristirahat, kadang untuk berjalan jauh, sesak timbul. Sesak yang terjadi akibat

metabolisme yang meningkat, antara cadangan oksigen dengan proses pembentukan

energy tidak seimbang, ini menyebabkan tubuh mengadakan kompensasi untuk

meningkatkan kadar oksigen melalui pertambahan frekuensi bernafas. Karena dari

Page 12: Laporan Kasus Mola

pemeriksaan fisik dan penunjang tidak didapatkan tanda-tanda dekompensasi jantung

(tidak didapatkan edema tungkai maupun JVP meningkat, serta tidak ada suara jantung

tambahan berupa murmur dan gallop, dan dari EKG hanya didapatkan sinus takikardi,

serta dari foto thorax tidak tampak kelainan), maka kemungkinan diagnosis

dekompensiasi jantung dapat disingkirkan.

Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi

yang meningkat, hal ini merupakan kompensasi dari perdarahan yang terjadi. Status

lokalis, didapatkan mata eksoftalmus, di mana hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik

dari hipertiroidisme berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan

sehingga pada pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat semakin

banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering disertai nafsu makan

meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot (Price, Wilson, 2005).

Selain itu menurut teori, manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati.

Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot,

fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam

mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai

gerakan kelopak mata yang relatif lebih lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu

pasien diminta perlahan-lahan melirik ke bawah (Ganong, 2003). Eksopthalmus yang

terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital

dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. (Sherwood, 2001).

Pada pasien ini terdapatnya sesak dan takikardi disebabkan oleh karena hormon

tiroid dosis tinggi menyebakan pembentukan panas tambahan yang berakibat pada

Page 13: Laporan Kasus Mola

peningkatan ringan suhu tubuh, yang akan mengaktifkan mekanisme pengeluaran panas.

Tahanan tepi menurun karena terjadi vasodilatasi kulit, tetapi curah jantung meningkat

karena kombinasi efek hormon tiroid dan katekolamin pada jantung, jadi tekanan nadi

dan frekuensi jantung meningkat (Ganong, 2003).

Selain itu dalam menegakkan diagnosa hipertiroid, penggunaan Indeks Wayne

mungkin dapat digunakan. Indeks Wayne sendiri merupakan suatu checklist yang berisi

ada atau tidaknya gejala-gejala, seperti palpitasi, mudah lelah, berat badan turun, dan

lain-lain, dengan skor tersendiri untuk masing-masing gejala. Seorang pasien didiagnosis

menderita hipertiroid apabila skor Inseks Wayne lebih dari 19. Di bawah ini telah

dilampirkan Indeks Wayne (Harrison, 2004).

Indeks Wayne:

Objektif:a) Tirod teraba 3

b) Bruit 2

c) Exopthalmus 0

d) Lid retraction 0

e) Lid lag 0

f) Hiperkinesia 0

g) Tangan panas 2

h) Tangan berkeringat 0

i) Tremor 0

j) Tremor halus 1

k) Atrial fibrilasi 0

l) Nadi <80 0

Page 14: Laporan Kasus Mola

m) Nadi 80-90 0

n) Nadi >90 3

Subjektif

a) Dypsneu de effort 1

b) Palpitasi 1

c) Cepat lelah 2

d) Suka panas 0

e) Suka dingin 5

f) Banyak berkeringat 0

g) Nervous 2

h) Nafsu makan meningkat/menurun 3

i) Berat badan meningkat/menurun 3

Total score : > 19 hipertiroid

Dari pasien tersebut indeks wayne: 20

Oleh karena sifatTSH yang sangat sensitive dan spesifik dalam rangka mendeteksi

jumlahnya dalam darah, maka TSH dapat digunakan sebagai marker dalam mendeteksi

fungsi hormone tiroid. Selain itu, kadar TSH juga berespon secara dinamik apabila

adanya perubahan terhadap kadar T4 dan T3. Oleh sebab itu, kadar TSH menjadi marker

utama dalam rangka menentukan nilai hormone tiroid yang berkurang, normal, maupun

meningkat (Harrison, 2004).

Penemuan tentang nilai TSH yang abnormal haruslah diikuti dengan pengukuran

nilai hormone tiroid dalam darah bagi memastikan lagi diagnosis hipertiroidisme (TSH

yang rendah) dan hipotiroidisme (TSH yang tinggi). Pemeriksaan dengan menggunakan

Page 15: Laporan Kasus Mola

radioimmunoassay dapat dilakukan bagi mendeteksi kadar T3 dan T4 darah. T3 dan T4

berikatan dengan protein dan terdapat banyak factor yang dapat mempengaruhi kadar

hormone tersebut (penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit tertentu serta factor

genetik). Oleh itu, adalah perlu untuk mengukur nilai hormone tersebut dalam kondisi

bebas atau tanpa terikat oleh protein (Harrison, 2004).

Kadar hormon tiroid dapat meningkat apabila kadar TBG meningkat terutama

dalam kondisi kadar estrogen yang meningkat(kehamilan, kontraseptif oral, terapi

hormone replacement, tamoxifen). Juga, dapat berkurang dalam kondisi seperti androgen

tinggi dan sindroma nefrotik. Masalah genetic dan acute illness juga dapat mempengaruhi

kadar hormone tiroid yang berikatan dengan protein dalam darah. Oleh karena hanya

hormone tiroid yang bebas berikatan terdeteksi normal dalam kondisi-kondisi seperti

diatas, adalah disarankan untuk melakukan pemeriksaan hormone tiroid bebas berikatan

dalam rangka menilai kadar hormone tiroid. Pada pasien ini, didapatkan peningkatan T4

(6.12ng/dL) dan penurunan hasil TSH (0.021µIU/mL) (Harrison, 2004).

Pada pasien ini adanya gejala hipertiroid kemungkinan bukan penyakit yang

berdiri sendiri, namun hipertiroid merupakan hipertiroid sekunder akibat peningkatan

hCG. Pada banyak wanita yang mengalami mola hidatidosa atau koriokarsinoma,

kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau klinis. Dahulu

dianggap bahwa pembentukan tirotropin korionik oleh penyakit trofoblas ganas

merupakan penyebab gambaran mirip hipertiroid pada para wanita tersebut. Namun

kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan dengan reseptor TSH sel

tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma wanita hamil trimester pertama cukup

bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG

Page 16: Laporan Kasus Mola

tampaknya penting untuk memberntuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid.

Sebagian dari bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan

beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan iodium. Juga terdapat

bukti awal bahwa reseptor LH atau hCG diekspresikan di tiroid. Dengan demikian,

terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang aktivitas tiroid melalui reseptor LH atau

hCG dan juga melalui reseptor TSH (Cunningham, 2005).

Konjungtiva anemis dapat diakibatkan karena rendahnya kadar hemoglobin,

eritrosit dan hematokrit akibat perdarahan yang menyebabkan anemia. Di mana pada

pasien ini, anemianya tipe normokrom normositer, karena ada penurunan hemoglobin,

eritrosit, dan hematokrit, namun kadar MCH, dan MCV dalam batas normal. Karena

anemia normokrom normositer, maka kemungkinan penyebabnya adalah adanya

hemolitik atau perdarahan. Untuk menyingkirkan diagnosisnya penyebab hemolitik

adalah dengan melakukan pemeriksaan kimia darah berupa kadar bilirubin direct dan

indirect. (Tjokroprawiro, 2007).

Pemeriksaan obstetri, TFU berada 3 cm di bawah pusat, hal ini sesuai dengan

teori di mana pada kasus mola hidatidosa didapatkan ukuran uterus membesar lebih cepat

dari biasanya, padahal usia kehamilan pasien ini 12-13 minggu yang seharusnya ukuran

TFU normalnya adalah sebatas simfisis.

Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan mola

yang masih tersisa dalam uterus. Namun gambaran khas berupa snow storm tidak

didapatkan pada pasien ini, namun dari pemeriksaan USG dikatakan terdapat jaringan

yang tampak sebagai multiple lesi, kistik kecil-kecil di dalam uterus yang membesar yang

Page 17: Laporan Kasus Mola

cukup menggambarkan suatu edema stroma vilus pada mola hidatidosa (Cunningham,

2006).

Terapi mola hidatidosa terdiri dari empat tahap yaitu ;

1. Perbaiki keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk

memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atu mengurangi

penyulit seperti preeklampsi dan tirotoksikosa. Hal ini sesuai dengan

terapi pada pasien yang diberikan transfusi whole blood (WB).

2. Pengeluaran jaringan mola

Pada pasien ini dilakukan kuretase sesuai dengan teori bahwa tindakan

untuk pengeluaran jaringan mola bisa dilakukan dengan dua cara yaitu

vakum kuretase dan histerektomi. Setelah keadaan umum diperbaiki,

dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi

diperlukan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok

kuret biasa yang tumpul, tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja,

asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Pada pasien ini

tidak dilakukan histerektomi karena indikasi untuk melakukan

histerektomi yaitu pada wanita yng telah cukup umur dan telah cukup

mempunyai anak. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan

anak hidup 3. (Winkjosastro, 2006).

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Page 18: Laporan Kasus Mola

Pada pasien ini tidak diberikan sitostatika karena indikasi pemberiannya

pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan, missal

umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi

atau kasus mola dengan hasil patologi yang mencurigakan. Biasanya

diberikan methotrexate atau actinomycin D. Goldstein berpendapat bahwa

pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan

metastasis, serta mengurangi korio karsinoma di uterus sebanyak 3 kali.

(Winkjosastro,2006)

4. Pemeriksaan tindak lanjut

Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang

mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai

berikut :

a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya

setahun

b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian menganjurkan

pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.

c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang

meningkat atau mendatar perlunya evaluasi dan biasanya terapi.

d. Setelah kadar normal (yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran )

pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan

untuk total 1 tahun.

e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1 tahun.

(Cunningham, 2006)

Page 19: Laporan Kasus Mola

Pada pasien ini dapat dilakukan prosedur tindak lanjut untuk

mendeteksi dini adanya suatu keganasan dengan pengukuran kadar hCG

secara serial.

.

DAFTAR PUSTAKA