Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

55
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 22 Disusun oleh : Kelompok B1 Anggota 1. Felicia Ivanty 2. Ghea Duandiza 3. Imam Arief Winarta 4. Frandi Wirajaya 5. Pierre Ramandha 6. Keidya Twintananda 7. Charisma Tiara Ramadhani 8. Garina Rioska Savella 9. David Wijaya 10. Dhilla Juas Ainun 11. Rahmatul Ikbal 12. Deswan Capri Nugroho 13. Rahnowi Pradesta 14. Freddy Tandri 04111401002 04111401008 04111401018 04111401019 04111401020 04111401022 04111401023 04111401050 04111401052 04111401060 04111401009 04111401062 041114010 0411140108 6 Tutor : dr. Noprianti, SpKK 1

description

FK Unsri

Transcript of Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Page 1: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO A BLOK 22

Disusun oleh :

Kelompok B1

Anggota

1. Felicia Ivanty2. Ghea Duandiza3. Imam Arief Winarta4. Frandi Wirajaya5. Pierre Ramandha6. Keidya Twintananda7. Charisma Tiara Ramadhani8. Garina Rioska Savella9. David Wijaya10. Dhilla Juas Ainun11. Rahmatul Ikbal12. Deswan Capri Nugroho13. Rahnowi Pradesta14. Freddy Tandri

0411140100204111401008

04111401018041114010190411140102004111401022041114010230411140105004111401052041114010600411140100904111401062

04111401004111401086

Tutor :dr. Noprianti, SpKK

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

1

Page 2: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing

tutorial skenario a blok 22, sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan baik.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang telah memberi

dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya sehingga kami

dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 22.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Palembang, 18 Desember 2013

Penyusun

2

Page 3: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 2

Daftar Isi.............................................................................................................................. 3

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang...................................................................................... 4

BAB II Pembahasan

2.1. Data Tutorial......................................................................................... 5

2.2. Skenario Kasus...................................................................................... 6

2.3. Paparan

I.Klarifikasi Istilah................................................................................ 7

II.Identifikasi masalah ......................................................................... 9

III.Analisis Masalah.............................................................................. 10

IV.Learning Issues................................................................................ 39

V.Kerangka Konsep............................................................................ 40

BAB III Penutup

3.1. Kesimpulan........................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 42

3

Page 4: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Hematologi dan Sistem Imun merupakan blok 22 pada semester 5 dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan

tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

4

Page 5: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Noprianti, Sp.KK

Moderator : Dhilla Juas Ainun

Sekretaris Papan : David Wijaya

Sekretaris Meja : Charisma Tiara Ramadhani

Hari, Tanggal : Rabu, 18 Desember 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

3. Dilarang makan dan minum

5

Page 6: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

2.2 Skenario A blok 22 2013

Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief complaint of

weakness. She also had palpitation and nausea sometimes. She had history of eight times

spontaneous labour. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago

and her doctor said that she had haemorhoid. She seldom ate vegetables and fruits.

Physical Examination :

Weight: 50 kg, height: 155 cm

General appearance: pale, fatique

Vital sign : HR: 114 x/menit, RR: 30 x/menit, Temp: 36,6oC, BP: 100/70 mmHg

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

Abdomen : no episgatric pain, liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychia negative

Laboratory:

Hb 4,8 g/dL, Ht 15 vol%, RBC 2.500.000/mm3, WBC 7000/mm3, Trombosit 480.000/mm3,

RDW 20%

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces: Hookworm’s egg negative

6

Page 7: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

2.3 Paparan

I. Klarifikasi istilah

1. Lemas : Keadaan meningkatnya keadaan tidak nyaman dan

menurunnya efisiensi akibat kerja yang berkepanjangan atau

berlebihan, kehilangan tenaga ataukemampuan untuk

menjawab rangsangan.

2. Palpitasi : Perasaan berdebar – debar atau denyut jantung tidak teratur

yang sifatnya subjektif

3. Nausea` : Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium

dan abdomen

4. Spontaneous labour : Proses bayi dikeluarkan dari vagina ke dunia luar tanpa

pengaruh eksternal

5. Haematoschezia : Defekasi feses berdarah

6. Haemorhoid : Prolaps bantalan anus, menyebabkan perdarahan dan

pembengkakan yang nyeri pada kanalis analis

7. Pucat :

8. Cheilitis : Peradangan pada bibir

9. Atrofi papil : Pengecilan ukuran papil (tonjolan yang menutupi permukaan

lidah)

10. Limfadenopati : Penyakit pada kelenjar limfe, biasanya ditandai dengan

pembengkakan

11. Koilonychia : Distrofi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung

dengan tepi meninggi

7

Page 8: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

12. Anisositosis : Adanya eritrosit yang menunjukkan berbagai macam ukuran

di dalam darah

13. Hipokrom : Penurunan abnormal kandungan hemoglobin dalam eritrosit

14. Mikrositer : Eritrosit yang kecil secara abnormal dengan diameter 5 μm

atau kurang

15. Poikilositosis : Adanya eritrosit yang menunjukkan berbagai macam bentuk

yang abnormal di dalam darah

16. MCH : Mean corpuscular hemoglobin, jumlah rata – rata hemoglobin

dalam eritrosit

17. MCV : Mean corpuscular volume, ukuran atau volume rata – rata

eritrosit

18. MCHC : Mean corpuscular hemoglobin concentration, perhitungan

rata – rata konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit

19. RDW : Red cell distribution width, variasi ukuran eritrosit

8

Page 9: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

II. Identifikasi masalah

1. Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief

complaint of weakness.

2. She also had palpitation and nausea sometimes.

3. She had history of eight times spontaneous labour.

4. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago and her

doctor said that she had haemorhoid.

5. She seldom ate vegetables and fruits.

6. Pemeriksaan Fisik

7. Pemeriksaan Laboratorium

8. Additional information

Serum Iron is 16 μg/dL

Total iron binding capacity is 420 μg/dL

Ferritin is 8 ng/mL

9

Page 10: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

III. Analisis Masalah:

1. Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief

complaint of weakness.

Bagaimana etiologi dan mekanisme lemah pada kasus?

Etiologi lemas secara umum sangat luas. Kelemahan secara general dapat

merupakan penanda atau gejala dari berbagai macam penyakit atau kelainan.

Keadaan yang mungkin membuat seseorang merasa lemas antara lain:

- Dysrythmia cordis

- Hipotensi

- Anemia

- Dehidrasi

- Hipoglikemi

- Diabetes Melitus

- Hipertiroidisme

- Hipotiroidisme

- Penyakit infeksi, seperti influenza, hepatitis, tuberkulosis

- Keracunan

- Kurang tidur

- Syndroma malabsorbsi

- Malnutrisi

- Gejala depresi

Bila dilihat dari hasil anamnesis dan didukung oleh hasil pemeriksaan fisik dan

laboratorium, etiologi dari lemas pada kasus ini adalah anemia karena defisiensi

besi. Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena :

10

Page 11: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

a. Kebutuhan meningkat:

bayi dan anak: untuk pertumbuhan,

wanita hamil

menyusui: kehilangan besi saat laktasi.

b. Intake besi kurang:

diet rendah besi:

absorbsi terganggu

aklorhidria / pasca gastrektomi : asam membantu penyerapan besi (sebagai

reduktor).,

malabsorbsi : karena adanya kerusakan pada epitel usus terutama di

duodenum.

c. Kehilangan besi:

menstruasi,

perdarahan sal.cerna (hemoroid, ulkus peptikum, hernia, keganasan, kolitis

ulserativa)

Oksigen merupakan molekul yang berperan penting dalam proses metabolisme

aerobik tubuh kita. Oksigen merupakan receptor elektron terakhir dalam proses

tersebut. Untuk menghancurkan satu molekul glukosa, diperlukan 6 molekul

oksigen. Hal ini setara sekitar 200-250 ml oksigen per menit dan dapat meningkat

sampai 2-3 L per menit saat beraktivitas berat. Dari proses aerobik, akan dihasilkan

ATP sebanyak 36 molekul.

Pada Mrs. Zainab yang mengalami anemia, terjadi penurunan kadar hemoglobin di

dalam eritrosit. Hemoglobin merupakan transporter oksigen yang utama dari paru –

paru ke semua jaringan tubuh. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan oksigenasi

11

Page 12: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

jaringan sehingga beberapa jaringan akan mengalami kekurangan oksigen. Pada

saat kekurangan oksigen, sebagian jaringan tubuh akan melakukan metabolisme

secara anaerob. Dari proses ini, hanya dihasilkan ATP sebanyak 2 molekul dari

setiap molekul glukosa. Akibatnya, jaringan akan kekurangan ATP yang

merupakan sumber energi. Hal inilah yang menyebabkan Mrs. Zainab merasa

lemas.

Selain itu, besi diperlukan untuk pembentukan heme dan hemoglobin, yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru ke jarungan. Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi myoglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat pada penurunan produksi ATP (metabolism aerob menurun) dan penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani dan penurunan produktivitas kerja.

2. She also had palpitation and nausea sometimes.

Bagaimana mekanisme palpitasi pada kasus?

Fungsi transportasi oksigen dalam tubuh manusia dilakukan oleh hemoglobin di

dalam eritrosit. Setiap hemoglobin normal terdiri dari 4 gugus globin dengan inti

besi pada masing – masing gugusnya. 1 buah hemoglobin dapat mengikat 4

molekul oksigen. Pada pasien dengan anemia, kemampuan hemoglobin untuk

mengikat oksigen akan menurun. Hal ini menyebabkan jaringan tubuh akan

mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen ini akan semakin meningkat

pada saat beraktivitas. Tubuh akan berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen

pada jaringan ini dengan meningkatkan frekuensi detak jantung sehingga laju

sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan meningkat. Hal ini akan dirasakan pasien

sebagai detak jantung yang cepat dan tidak beraturan (palpitasi).

Bagaimana mekanisme nausea pada kasus?

Kurangnya kemampuan hemoglobin dalam mengangkut oksigen akan berdampak

pada kurangnya asupan oksigen pada jaringan perifer. Hal ini dapat menyebabkan

penimbunan asam laktat pada jaringan tubuh, baik pada otot rangka, gaster,

12

Page 13: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

intestinal dan jaringan lainnya. Penumpukkan asam laktat akan mengakibatkan

terjadinya asidosis dan dapat mencetuskan mual dan sensasi tidak nyaman pada

abdomen. Selain kekurangan oksigen, keadaan kekurangan besi juga dapat

menyebabkan disritmia dan gangguan kontraksi otot karena penurunan fungsi

mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase. Keadaan ini akan

menyebabkan mual dan rasa penuh pada perut.

Bagaimana hubungan palpitasi dan nausea dengan keluhan utama?

Pada pasien anemia, lemas terjadi karena kebutuhan oksigen jaringan tidak dapat

dipenuhi. Ini terjadi karena tubuh cenderung melakukan metabolisme secara

anaerob sehingga produksi ATP menurun. Palpitasi merupakan usaha tubuh untuk

meningkatkan laju sirkulasi dan oksigenansi jaringan pada keadaan anemia guna

mengkompensasi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh.

3. She had history of eight times spontaneous labour.

Apa makna klinis riwayat melahirkan spontan 8 kali?

Riwayat grandemultipara pada kasus ini menjadi faktor resiko terjadinya anemia

defisiensi besi.

Bagaimana hubungan riwayat melahirkan dengan keluhan utama?

Pada perempuan yang melahirkan, kebutuhan besi akan meningkat sampai 50

persen. Peningkatan kebutuhan besi ini terjadi karena adanya peningkatan produksi

sel – sel darah pada saat masa kehamilan guna mencukupi oksigenasi ibu dan janin,

serta karena adanya kebutuhan besi untuk pertumbuhan dan hematopoiesis bayi.

Kebutuhan besi juga meningkat pada masa laktasi karena besi keluar bersama ASI.

Apabila asupan besi tidak mencukupi, maka cadangan besi dalam bentuk feritin

yang akan digunakan. Hal ini cadangan besi dalam tubuh berkurang. Saat proses

melahirkan, tubuh ibu dapat kekurangan lebih banyak besi melalui proses

pendarahan. Hal ini menyebabkan ibu dengan riwayat multipara (2 kelahiran hidup

13

Page 14: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

atau lebih) atau grandemultipara (5 kelahiran hidup atau lebih) yang tidak

diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup (dalam kasus ini besi) lebih beresiko

untuk mengalami anemia akibat defisiensi besi.

4. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago and her

doctor said that she had haemorhoid.

Bagaimana hubungan riwayat hematoschezia dan haemorrhoid dengan keluhan

utama?

Dalam keadaan normal, tubuh manusia dewasa mengandung 4 – 5 gr zat besi dan

terutama terdapat dalam bentuk hemoglobin, mioglobin, dan enzim – enzim heme

yang jumlahnya sangat sedikit atau disimpan di hati, limpa, sum – sum tulang

dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Tiap mililliter darah mengandung sekitar 0,5

mg besi.

Pada orang normal, kehilangan zat besi umumnya sangat sedikit sekali sekitar 1 – 2

mg / hari. Pada Ny. Zainab, terjadi haemorhoid yang mengakibatkan terjadinya

haematoschezia sehingga lebih banyak besi hilang dari tubuh akibat pendarahan

tersebut.

Kehilangan banyak besi tanpa diimbangi dengan asupan yang memadai dapat

mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi sehingga terjadi anemia akibat defisiensi

besi. Hal ini lah yang menyebabkan keluhan lemas pada pasien.

5. She seldom ate vegetables and fruits.

Bagaimana hubungan kebiasaan jarang makan sayur dan buah dengan keluhan

utama?

Buah dan sayur merupakan sumber mineral yang baik bagi tubuh, termasuk besi

sehingga tubuh beresiko mengalami defisiensi besi. Beberapa jenis buah dan sayur

seperti tomat, jeruk, pepaya dan lain – lain juga mengandung vitamin C. Vitamin C

dapat membantu mereduksi ferri menjadi ferro sehingga dapat membantu

meningkatkaan proses absorbsi besi di duodenum.

Buah dan sayur juga kaya akan serat. Kekurangan serat membuat feses menjadi

lebih lama tersimpan di dalam usus dan lebih keras. Hal ini beresiko untuk

14

Page 15: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

menyebabkan konstipasi. Konstipasi dan proses mengejan yang berlebihan karena

feses keras dapat menyebabkan terjadinya hemorhoid serta hematoschezia yang

merupakan penyebab anemia defisiensi besi pada kasus ini.

6. Pemeriksaan Fisik

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?

BB 50 kg, TB 155 cm

IMT = 20,81

Interpretasi : normal

General appearance : pale, fatique

Pucat atau tidaknya seseorang dinilai pada konjungtiva, mukosa mulut, bantalan

kuku dan telapak tangan. Keadaan pucat biasanya menandakan keadaan anemia

dimana tubuh kekurangan RBC atau hemoglobin sehingga bagian tersebut nampak

kurang merah (pucat). Selain itu, pada kasus anemia kronik, tubuh juga melakukan

suatu kompensasi dengan mengkontriksikan pembuluh darah perifer sehingga

suplai darah ke daerah perifer berkurang dan tampak menjadi lebih pucat. Pucat

atau tidaknya kulit ini sulit terlihat pada bagian kulit yang lain sebab dipengaruhi

pigmen kulit.

Fatigue menandakan kurangnya kemampuan suplai oksigen darah ke jaringan di

dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lemas, terutama bila beraktivitas berat.

HR : 114x/ minute (tachycardia, normal 60 – 100x/menit)

Meningkatnya heart rate ini merupakan suatu mekanisme kompensasi tubuh pada

kasus anemia kronik. Pada pasien anemia, kemampuan suplai oksigen darah akan

menurun. Untuk menjamin kebutuhan oksigen jaringan tubuh terpenuhi, maka

tubuh harus meningkatkan peredaran darah, yaitu dengan meningkatkan detak

jantung sehingga darah dialirkan lebih banyak per satuan waktunya (cardiac output

meningkat) sehingga suplai oksigen ke jaringan lebih terjamin.

RR : 30x/ minute (tachypneu, normal 16-24 x/menit)

Peningkatan laju pernapasan dapat terjadi karena adanya usaha tubuh untuk

mencukupi kekurangan oksigen pada jaringan akibat anemia.

Temperature : 36,6C (normal)

BP : 100/70 mmHg (normal)

15

Page 16: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Cheilitis positive (abnormal, normalnya negative)

Cheilitis pada kasus menandakan anemia defisiensi Fe. Dalam buku Textbook of

Oral Medicine Ghom hal. 500 disebutkan bahwa pada pasien dengan defisiensi Fe,

bibir menjadi lebih kering dan proliferasi sel – sel epitelnya terhambat. Akibatnya,

pada sudut bibir, kemungkinan untuk terbentuknya suatu fissura dan perlukaan

menjadi lebih besar. Fissura yang terbentuk kemudian mengalami maserasi oleh air

liur kita sendiri secara terus menerus sehingga terbentuk suatu perlukaan yang

lebih luas lagi dan biasanya menimbulkan nyeri. Hal inilah yang dikenal sebagai

angular cheilitis. Pada kasus defisiensi Fe, cheilitis bisa diatasi dengan memberikan

suplemen Fe.

Tongue : papil atrophy (abnormal)

Atrofi papil lidah pada kasus menandakan anemia defisiensi Fe. Dalam buku

Textbook of Oral Medicine Ghom hal. 479, disebutkan bahwa defisiensi Fe akan

menghambat pertumbuhan sel – sel epitel pada lidah. Akibatnya, laju sel – sel

epitel yang mati dan lepas dari permukaan lidah menjadi lebih tinggi daripada laju

pembentukan sel epitel yang baru. Lama kelamaan, lidah menjadi licin dan

mengkilat karena papila lidah mengecil atau menghilang. Hal ini dimulai dari

ujung dan tepi lidah, dan pada keadaan yang lebih parah dapat mengenai seluruh

bagian dorsum lidah.

Liver and spleen non palpable (normal)

No lymphadenopathy (normal)

No epigastric pain (normal)

Koilonychia negatif (normal)

.

7. Pemeriksan Laboratorium

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium?

Hb 4,8 g/dL

Nilai normal :

Pria : 13 - 18 g/dL

Wanita : 12 - 15 g/dL

Interpretasi : Kadar Hb rendah, menunjukkan keadaan anemia.

16

Page 17: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Ht 15 vol%

Nilai normal :

Pria : 40 - 48 %

Wanita : 37 - 43 %

Interpretasi : Hematokrit rendah menunjukkan volume eritrosit dalam darah

rendah. Keadaan ini terjadi karena pasien mengalami anemia.

RBC 2.500.000/mm3

Nilai normal :

Pria : 4,5 - 5,5 juta/ L darah

Wanita : 4 - 5 juta/ L darah

Interpretasi : Kadar RBC rendah, menunjukkan pasien mengalami anemia.

WBC 7000/mm3

Nilai normal : 5000 - 10.000/mm3

Interpretasi : Normal

Trombosit 480.000/mm3

Nilai normal : 150.000 - 450.000/mm3

Interpretasi : Normal

RDW 20%

Nilai normal : <14,5%

Interpretasi : RDW meningkat. RDW meningkat menunjukkan adanya

variasi ukuran pada sel darah merah. Dalam kasus anemia defisiensi besi,

anisositosis terjadi karena adanya sel – sel darah merah yang berukuran lebih kecil

(mikrositer) akibat kekurangan hemoglobin.

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

17

Page 18: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Interpretasi : abnormal, pada kasus anemia defisiensi besi, RBC menjadi kecil dan

kurang merah karena hemoglobin berkurang. Karena ada RBC yang berukuran

lebih kecil daripada RBC normal, ukuran RBC menjadi bervariasi (tidak sama).

Variasi bentuk RBC terjadi karena adanya kelemahan sitoskeleton pada RBC yang

mengalami kekurangan Hb akibat defisiensi besi sehingga RBC akan berubah

bentuk saat melalui kapiler – kapiler yang berukuran kecil dan tidak kembali ke

bentuk normal.

Faeces: Hookworm’s egg negative

Interpretasi : normal

Hitung indeks eritrosit pada pasien!

MCV (Mean corpuscle volume) = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

MCV = (15 x 10) : 2,5 = 60 fL

Nilai normal : 82-92 fL

Interpretasi : Volume rata-rata sebuah eritrosit rendah, menunjukkan

anemia mikrositer

MCH (Mean corpuscle hemoglobin) = (hemoglobin x 10) : hitung eritrosit

MCH = (4,8 x 10) : 2,5 = 19,2 pg

Nilai normal : 27-31 pg

Interpretasi : Banyaknya Hb per eritrosit rendah, menunjukkan anemia hipokrom.

MCHC (Mean corpuscle hemoglobin concentration) = ( MCH : MCV ) x 100 %

atau MCHC = ( Hb : Ht ) x 100 %

MCHC = (19,2 : 60) x 100% = 32%

Nilai normal : 32-37 %

18

Page 19: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Interpretasi : normal

Bagaimana gambaran darah tepi (anisositosis, hipokrom mikrositer, poikilositosis)?

Normal RBC

Anisositosis

19

Page 20: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Poikilositosis RBC

Microcytic Hipochromic RBC

8. Additional information

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan tambahan?

Serum Iron is 16 μg/dL

20

Page 21: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Normal : 65 – 150 μg/dL

Interpretasi : Defisiensi Fe

Total iron binding capacity is 420 μg/dL

Normal : 250 – 400 μg/dL

Interpretasi : TIBC meningkat

Ferritin is 8 ng/mL

Normal : 20 – 200 ng/dL

Interpretasi : kadar ferritin menurun

Defisiensi Fe pada pasien ini dapat terjadi akibat pendarahn (hematoschezia) akibat

hemorhoid yang dialami pasien. Perdarahan yang sudah berlangsung sejak 1 tahun

yang lalu membuat tubuh kehilangan besi setiap kali terjadi perdarahan.

Kehilangan besi diperberat dengan riwayat grandemultipara pasien dan pola makan

pasien yang tidak seimbang. Akibatnya cadangan besi dalam tubuh akan terpakai

untuk memenuhi kekurangan tersebut. Hal ini terlihat pada rendahnya kadar besi

dalam darah.

Peningkatan kemampuan mengikat besi (TIBC) dan penurunan kadar ferritin

berkaitan dengan fungsi regulasi sebuah molekul yang disebut sebagai Iron

Responsive Element – Binding Protein (IRE-BP). Ikatan IRE-BP pada sekuens

mRNA yang mengkode feritin akan mengakibatkan mRNA tidak dapat mengkode

feritin. Pada saat kadar besi tinggi, besi akan berikatan dengan IRE-BP dan

mengubah bentuk IRE-BP sehingga IRE-BP tidak dapat berikatan dengan

receptornya pada mRNA yang mengkode feritin. Akan tetapi, pada saat kadar besi

darah rendah, IRE-BP akan berikatan dengan reseptornya sehingga sintesis feritin

terhambat dan kadar feritin menurun.

21

Page 22: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Sebaliknya, ikatan IRE-BP pada sekuens mRNA yang mengkode receptor

transferin akan mengakibatkan laju translasi mRNA meningkat sehingga jumlah

receptor transferin yang diproduksi meningkat. Pada saat kadar besi tinggi, besi

akan berikatan dengan IRE-BP dan mengubah bentuk IRE-BP sehingga IRE-BP

tidak dapat berikatan dengan receptornya. Sebaliknya pada saat kadar besi dalam

darah rendah, IRE-BP akan berikatan dengan receptornya dan akan meningkatkan

sintesis transferin dan receptornya sehingga kapasitas transportasi besi akan

meningkat sehingga ambilan besi dari transferin oleh sel dapat ditingkatkan.

9. Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Berdasarkan hasil survei NSS-HKI (Nutrition and Health Surveilance System – Helen

Keller International) tahun 1999 dan tahun 2000 prevalensi anemia pada balita berkisar

40-70% dan pada wnita usia subur (WUS) berkisar 20-40%.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,

menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada balita usia < 6 bulan 61,3%, bayi usia 6-11

bulan 64,8%, anak usia 12-23 bulan 58%, wanita hamil 40%, wanita usia subur 27,9%,

prevalensi anemia pada anak sekolah dan remaja 26,55%. Menurut SKRT tahun 2004

prevalensi anemia semakin tinggi pada kelompok umur 5-11 tahun sebesar 39%, pada

balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar

57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur di atas, balita dan wanita

mempunyai resiko anemia paling tinggi, termasuk remaja putri.

10. Apa saja faktor resiko pada kasus?

Diet rendah Fe Sering pada vegan, gangguan makan, food insecurity

Pertumbuhan yang cepat Remaja / masa pertumbuhan Kehamilan: karena turunnya volume darah, pertumbuhan fetal dan plasental Kehamilan berulang

Kehilangan darah Pada menstruasi, gangguan saluran pencernaan, pembedahan, dan donor darah

Kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai Rasial Perdarahan setelah melahirkan

22

Page 23: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

11. Apa diagnosis banding pada kasus?

Anemia

defisiensi

Besi

Anemia

Karena

penyakit

kronik

Trait

Thalasemia

Anemia

Sideroblastik

Anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat

MCV menurun Menurun/

Normal

menurun Menurun/normal

MCH menurun Menurun/

Normal

menurun Menurun/normal

23

Page 24: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Elektroforesi

s Hb

Normal Normal Peningkatan Hb

A2 dan Hb.F

normal

Besi Serum menurun Menurun Normal/

meningkat

Normal/

meningkat

TIBC meningkat Menurun Normal/

meningkat

Normal/

menurun

Saturasi

transferin

menurun Menurun Meningkat meningkat

Besi Sumsum

tulang

- - + kuat + dan cincin

sideroblast

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat normal normal

Serum feritin menurun Normal meningkat meningkat

12. Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus?

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.

Terdapat 3 Tahap terhadap diagnosis ADB

Mengukur Hemoglobin dan Hematokrit

Secara Laboratorium

Anemia Hipokromik Mikrositer

MCV <80 fl

MCH <30 fl

Dua dari 3 Parameter dibawah ini :

Besi Serum <50 mg/dl

TIBC >350 mg/dl

SaturasiTransferin<15%

24

Page 25: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Feritin Serum <20 mg/l

Pengecatan sumsum tulang dengan birupr usia (Perl’s Stain) menunjukkan cadangan besi besi (butir – Butir Hemosiderin) negatif

Dengan pemberian Sulfas ferosus 3x 200 mg/hari (atau preparat besi setara yang lain) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar Hemoglobin lebih dari 2g/dl.

Mencari Penyebab Anemia defisiensi Besi

GEJALA KLINIK

Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).

Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:

o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.

o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.

o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang

o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.

o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.

o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.

25

Page 26: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Symptoms Associated With Iron Deficiency Anemia

Fatigue

Lethargy

Dizziness

Headaches

Shortness of breath

Ringing in ears

Taste disturbance

Restless leg syndrome

Pallor

Flattened, brittle nails (spoon nail)

Angular stomatitis (crack at mouth corners)

Glossitis

Blue sclera (whites of eyes)

Pale conjungtiva

Pica

DIAGNOSIS LAB

Penurunan cadangan zat besi Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag. Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.

Eritropoisis kekurangan zat besi Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukung eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besi tidak dapat dihindarkan. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik dan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte Protoporphyrin).

Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).

Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik

26

Page 27: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah. Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi.

Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)

Leukosit N

Trombosit N/↑

Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang. Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma sel dan dapat dideteksi dalam plasma. Sumber utama transferin adalah sel hematopoitik di sum-sum tulang.

Jumblah reseptor transferin dalam plasma meningkat pada pasien dengan defisiensi besi, sehingga memberikan kemungkinan tes diagnostik lain untuk kondisi ini.

Kadar serum ferritin yang rendah (<15 µg/L), disertai kadar yang rendah dari hemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari anemia defisiensi besi

Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L) merupakan indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi. Akan tetapi peningkatan TfR juga dapat terjadi pada Talasemia dan anemia hemolitik

13. Apa working diagnosis pada kasus?

Anemia defisiensi besi e.c pendarahan kronik karena hematoschezia akibat

hemorroid internal.

14. Bagaimana patogenesis pada kasus?

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi

yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin

menurun (Bakta, 2006).

27

Page 28: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C.,

1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang

negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh

penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta

pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi

berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi

untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk

eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai

iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai

adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam

eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron

binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin

dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis

semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya

28

Page 29: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi

(iron deficiency anemia).

15. Bagaimana tata laksana (farmakologis dan non farmakologis) pada kasus?

1) Terapi kausal : terapi terhadap penyebab perdarahan,pada kasus ini dilakukan

pengobatan hemoroid

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari pelaksanaan medis dan pelaksanaan

bedah. Penatalaksanaan medis terdiri dari non

farmakologis,farmakologis,tindakan minimal invasive . Penatalaksanaan medis

hemoroid ditunjukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua

derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi.

Penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan

eksterna,atau semua derajat hemoroid yang tidak respon terhadap pengobatan

medis.

Penatalaksanaan medis non farmakologis

Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup,perbaikan pola makan dan

minum,perbaiki pola/cara defekasi.

Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam

setiap bentuk dan derajat hemoroid.Perbaikan defekasi disebut bowel

management program (BMP) yang terdiri dari diet,cairan,serat

tambahan,pelicin feces,dan perubahan perilaku buang air. Untuk memperbaiki

defekasi ternyata dianjurkan menggunakan posisi jongkok karena pada posisi

jongkok sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya

diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau ke

luar rectum.

Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur,banyak bergerak,dan banyak

jalan. Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi membaik. Pasien

diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan

tinja.Pasien harus banyak makan serat antara lain buah-buahan,sayur-

sayuran,cereal,dan suplementasi serat komersial bila kurang serat dalam

makanannya.

Penatalaksanaan medis farmakologis

29

Page 30: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Dibagi atas 4 yaitu : (1) memperbaiki defekasi (2) meredakan keluhan

subyektif (3) menghentikan perdarahan (4) menekan atau mencegah

timbulnya keluhan dan gejala

1) Obat memperbaiki defekasi

Yang pertama adalah suplemen serat dan pelicin tinja (stool softener).

Suplemen serat yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula

Husk (mis: vegeta,mulax,metamucil,mucofalk).

Obat kedua adalah obat laksan atau pencahar yaitu natrium dioktil

sulfosuksinat,dulcolax,microlax,dll.Dosis 300 mg/hari.

2) Obat simtomatik

Untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan gatal,nyeri,atau karena

kerusakan kulit di daerah anus.

Untuk menghilangkan nyeri tersedia sediaan yang mengandung anastesi

local. Bila perlu dapat digunakan sediaan yang mengandung KS untuk

mengurangi radang daerah hemoroid atau anus yaitu Ultraproct,Anusol

HC,Scheriproct.

3) Obat menghentikan perdarahan

4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid

Pemberian radium 500mg diberikan 3 x 2 tablet dalam 4 hari dilanjutkan

2 x 2 tablet dalam 3 hari menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala

yang cepat.

Penatalaksanaan minimal invasive

Dilakukan bila pengobatan non farmakologis,farmakologis tidak

berhasil.Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid,ligasi

hemoroid,pengobatan hemoroid dengan terapi leser.

2) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy)

Terapi besi oral : terapi pilihan pertama oleh karena efektif,murah dan aman.

Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat

pilihan pertama oleh karena murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200mg.

Preparat lain adalah ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous

succinate.

30

Page 31: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong,tetapi efek samping

lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan.Pada pasien yang

mengalami intoleransi,sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah

makan

Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan,ada juga yang menganjurkan sampai 12

bulan,setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.Dosis

pemeliharaan yang diberikan adalah 100-200mg.Jika tidak diberikan dosis

pemeliharaan,anemia sering kambuh kembali.

Terapi besi parenteral : terapi ini sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih

besar dan harganya lebih mahal. Indikasi pemberian besi parenteral adalah : (1)

intoleransi terhadap pemberian besi oral (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah

(3) gangguan pencernaan (4) penyerapan besi yang terganggu (5) keadaan di mana

kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh

pemberian besi oral (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek (7)

defisiensi besi fungsional relative

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50mg besi/ml) ,

iron sorbitol citric acid complex dan iron ferric gluconate , serta iron sucrose.

Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan.

Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000mg

= (15-4,8) x 50 + (500 atau 1000)mg

= 1010 mg/ 1510 mg

3) Pengobatan lain

Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang

berasal dari protein hewani

Vitamin C : diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi

16. Bagaimana cara pencegahan pada kasus?

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka

diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut

dapat berupa

31

Page 32: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

a. Pendidikan kesehatan:

1. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan

lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah

penyaki cacing tambang

2. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu

absorpsi besi.

b. pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik

paling yang sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing

tambang dapat dilakukan dengan pengobatan massal dengan anthelmentik dan

perbaikan sanitasi .

c. suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk

yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di indonesia diberikan pada

perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.

d. fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan

makan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau

bubuk susu dengan besi.

e. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hr untuk meningkatkan penyerapan besi

f. Cegah perdarahan

g. Konsumsi makanan berserat untuk pencegahan konstipasi

h. Hati-hati penggunaan NSAID untuk mencegah perdarahan GI

17. Apa komplikasi pada kasus?

Infeksi. Penelitian menunjukkan bahwa ADB mempengaruhi sistem imun

yang berakibat untuk mudah terjadinya infeksi.

32

Page 33: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Restless legs syndrome (RLS) / Sindrom kaki gelisah. Kondisi umum

yang biasanya disebabkan karena ADB, yang biasanya mengacu pada

secondary RLS. Keadaan ini mempengaruhi sistem saraf, yang menyebabkan

dorongan yang luar biasa dan tidak tertahankan untuk menggerakkan kaki

dan menyebabkan perasaan tidak menyenangkan pada kaki, terutama pada

betis dan paha. Dapat diatasi oleh suplemen besi

Gangguan Jantung. ADB dapat membuat detak jantung menjadi cepat dan

ireguler karena jantung harus memompa darah lebih keras dalam

mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa darah yang anemia. Hal

ini akan membuat jantung membesar dan terjadilah gagal jantung.

Koilonikia. Defek struktur dan fungsi jaringan epitel karena defisiensi besi.

Intoleransi dingin. Ditemukan pada 1 dari 5 pasien dengan ADB kronik dan

bermanifestasi dengan gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati rasa

dan kesemutan

Gangguan Neurologis. Dapat tampak sebagai gangguan perilaku maupun

atensi karena berkurangnya pasokan oksigen di otak sebagai bahan

metabolisme energi

Letargi/Kelelahan. ADB akan menyebabkan metabolisme energi tubuh

terganggu karena gangguan transportasi oksigen. Hal ini mengakibatkan

kurangnya energi untuk melakukan aktivitas regular yang normal Bagaimana

prognosis pada kasus?

18. SKDI

Anemia defisiensi Fe : Tingkat Kemampuan 4ATingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

Hipotesis: Ny. Zainab, 50 tahun, mengalami anemia defisiensi Fe e.c pendarahan

karena haemorhoid interna

33

Page 34: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

IV. Learning Issue

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan

besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai

oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang

rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib,

2009).

Gambar 2.1. Diagram Hubungan Antara Defisiensi Besi, Anemia Defisiensi Besi,

dan Anemia (sumber: Adaptasi dari Yip R. Iron Nutritional Status Defined. In: Filer

IJ, ed. Dietary Iron: Birth To Two Years. New York, Raven Press, 1989:19-36; World

Health Organization, 2001).

34

Page 35: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.

Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya

tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari

ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi

reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

b. Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.

Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali.

Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada

brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical

cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2),

mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor

melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi

masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan

melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi

dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi

bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.

Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin

membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel

mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan

kembali ke dalam lumen usus (Zulaicha, 2009).

35

Page 36: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Gambar 2.2. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral

diatur oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta

(Gambar 2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak

vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari

absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator

eritropoetik (Bakta, 2006).

36

Page 37: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Gambar 2.3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron

Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

a. Fase Korporeal

Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.

Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul

transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada

transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =

Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.4).

Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin

(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk

endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi

pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke

sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor

transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan

kembali.

37

Page 38: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Gambar 2.4. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism.

N Engl J Med; 26: 1986-95).

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan

sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk

pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol

ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat

dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme

sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan

protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya (Murray, 2003).

Pembentukan Hemoglobin

2 suksinil ko-A + 2 asam amino glisin → Pirol

4 Pirol → protoporfirin IX

Protoporfirin IX + Fe2+ → Porfirin/ Heme

Heme + Polipeptida/Globin α β γ δ → Rantai Hb α/β/ γ/δ

2 Rantai α + 2 Rantai β → HbA1

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit

dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan

masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin

selama beberapa hari berikutnya. (Guyton,1997).

38

Page 39: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

Mrs. Zainab 50 tahun

jarang makan buah dan sayur

absorbsi besi menurun

Konstipasi

kurang asupan serat

terlalu kuat mengejan saat BAB

hemorrhoid

kurang asupan vitamin

Fe menurun

kehilangan darah

riwayat melahirkan spontan 8 kali

penurunan sintesis Heme

anemia defisiensi besi

penurunan oksigenasi ke

jaringan

metabolisme anaerob aktif

timbunan asam laktat meningkat

mudah lelah

V. Kerangka Konsep

39

penurunan ATP

Page 40: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Ny. Zainab, 50 tahun, mengalami anemia defisiensi Fe e.c pendarahan karena

haemorhoid interna

40

Page 41: Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta:EGC.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Price and Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

41