Laporan Kasus FS

43
BAB I PENDAHULUAN Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma.Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif.Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit tersebut (Appley,1993). Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis (Heru P kuntono, 2004). Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu, immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur disekitar bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif yang dilakukan secara teratur pada bahunya, 1

description

lapsus rehab medik frozzen shoulder

Transcript of Laporan Kasus FS

Page 1: Laporan Kasus FS

BAB I

PENDAHULUAN

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan

lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma,

mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat

trauma.Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot

penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau

pasif.Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun

kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis,

rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes

mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga

menyebabkan penyakit tersebut (Appley,1993). Capsulitis adhesive ditandai

dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik

gerakan aktif maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai

tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau

redukulus cervicalis (Heru P kuntono, 2004).

Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,

immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur

disekitar bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif

yang dilakukan secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena faktor

immunologi serta hubungannya dengan penyakit lain misalnya: Tuberkulosa paru,

hemiparase,ischemic heart desease, bronchitis kronis dan Diabetus Melitus.

Diduga ini merupakan respon autoimun karena rusaknya jaringan lokal (Appley,

1997).

Diantara beberapa faktor yang menyebabkan frozen shoulder adalah

capsulitis adhesiva. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang

mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan

tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan,

nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Pada pasien yang

menderita capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan yang sama seperti pada

1

Page 2: Laporan Kasus FS

penderita yang mengalami peradangan pada jaringan disekitar sendi yang disebut

dengan periarthritis, keadaan ini biasanya timbul gejala seperti tidak bisa

menyisir karena nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut terasa pula

saatb lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti

gerakan aktif dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif diperiksa ternyata

gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang disebabkan oleh

perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa

nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita takut

menggerakan bahunya. Akibat immobilisasi yang lama maka otot akan berkurang

kekuatannya (Shidarta, 1984).

Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi

nyeri ,meningkatkan luas gerak sendi (LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan

mengembalikan kekuatan otot serta meningkatkan aktifitas fungsional pasien.

Untuk mengatasinya banyak modalitas fisioterapi yang dapat digunakan disini

penulis mengambil modalitas fisioterapi berupa penggunaan Short Wave

Diathermy(SWD), terapi manipulasi dan terapi latihan serta latihan fungsional.

BAB II

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 52 Tahun

2

Page 3: Laporan Kasus FS

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Blitar

Pekerjaan : Guru

Status : Menikah

Tanggal Masuk : 11 maret 2015

Tanggal Periksa : 11 maret 2015

No RM : 361/15

B. Keluhan Utama :

Nyeri pada bahu kanan

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri di rasakan pada bahu kanan menjalar hingga lengan dan siku sejak 4

bulan yang lalu. Nyeri muncul perlahan-lahan, awalnya ringan dan semakin lama

semakin memberat dan terasa semakin nyeri. Nyeri bertambah berat saat posisi

mengangkat tangan, misalnya saat menuis di papan tulis atau jika di gerakan ke

arah belakang dan juga bergerak dengan cepat. Saat ini tangan kanan pasien hanya

dapat di angkat setengah lengan. Pasien saat ini beraktifitas sebagai seorang guru

yang sering menulis di papan.

Karena keluhannya dirasa semakin berat pasien kemuadian ingin

melakukan terapi di poli rehabilitasi medik.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : (+) Sudah lama, kontrol tidak teratur .

sejak stroke mulai kontrol teratur

Riwayat CVA : (+) 2 bulan yang lalu.

Riwayat DM : (+) terkontrol

Riwayat sakit jantung : disangkal

3

Page 4: Laporan Kasus FS

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat penyakit serupa : disangkal.

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal

Riwayat trauma kepala : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit serupa : disangkal.

F. Riwayat Kebiasaan dan gizi

Pederita makan 3 kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk berupa

tempe, tahu, sayur dan kadang daging. Penderita kadang makan buah-buahan.

Pola makan sesuai dengan diet untuk pasien diabetes dan sudah di konsulkan ke

gizi

Riwayat merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat olah raga : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 maret 2015

STATUS GENERALIS

A. Keadaan Umum

Keadaan umum cukup, kompos mentis, ambulasi dependent

B. Tanda Vital

4

Page 5: Laporan Kasus FS

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 84 kali/mnt,isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 20 kali/mnt, irama teratur, tipe thorakoabdominal

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider

nevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

D. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut putih, tidak mudah rontok, dan sukar

dicabut, turgor kulit dahi baik, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-), refleks cahaya

langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), udem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

F. Telinga

Bentuk normal, darah (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

G. Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), darah (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-) stomatitis (-), mukosa pucat (-),

gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), lidah tremor (-), gigi karies (-), deviasi

mulut dan lidah (-)

I. Tenggorokan

Tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)

J. Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,

tiroid tidak membesar, pulsasi a. karotis tidak tampak, nyeri tekan (-)

K. Thorak

Normochest, simetris, retraksi (-), spider nevi (-), venectasi (-), pernafasan

tipe thorakoabdominal.

L. Jantung

Inspeksi : ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : ictus Cordis kuat angkat

5

Page 6: Laporan Kasus FS

Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)

M. Paru

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

N. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut // dinding dada,spider nevi(-),venectasi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani, pekak beralih (-)

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

O. Punggung

Vulnus ekskoriasi (-), kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri tekan (-)

P. Pinggang

Bulging (-), ballotement (-), nyeri ketok kostovertebral (-)

Q. Ekstremitas

Oedem Akral Dingin

III. STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi vegetatif : dalam batas normal

Fungsi sensorik :

Propioseptif :

6

- -

- -

- -

- -

100% 100%

100% 100%

Normal Normal

Normal Normal

Page 7: Laporan Kasus FS

Fungsi motorikdan reflek :

Kekuatan

Tonus

Reflek fisiologis

Reflek patologis Hoffman-Trommer (-)

Nervus Kranialis

Nervus Tes Dekstra Sinistra

N. I (N.

Olfaktorius)

Sensorik

1. Tes penciuman Normal Normal

N. II (N. Optikus)

Sensorik

1. Tes ketajaman

Penglihatan

2. Tes lapang pandang

Normal

Normal

Normal

Normal

N. III (N.

Okulomotorius)

N. IV

(N.Troklearis)

Motorik

1. Ptosis

2. Posisi bola mata

3. Pupil

Tidak ada

normal

Refleks Cahaya

(positif) bulat,

isokor

Tidak ada

normal

Refleks Cahaya

(positif) bulat,

isokor

7

4 5

5 5

- -

- -

+2 +2

+2 +2

- -

- -

Page 8: Laporan Kasus FS

N. VI (N.

Abdusen)

Gerakan bola mata

Motorik

1. Menggerakkan rahang

2. Kontraksi m. Maseter dan m.

Temporalis

Normal

Normal

Normal

Normal

N. V (N.

Trigeminus)

Sensorik

1. Rasa Raba

2. Refleks Kornea

normal

normal

normal

normal

N. VII

(N. Fasialis)

Motorik

1. Angkat alis

2. Memejamkan mata

3. Memperlihatkan gigi

Sensorik

1. Pengecapan(2/3anteriorlidah)

normal

normal

normal

normal

normal

normal

normal

normal

N.VIII

(N.Vestibulo-

Koklearis)

Sensorik

1. Tes pendengaran

2. Romberg Test

normal

Tidak dievaluasi

N. IX Motorik

8

Page 9: Laporan Kasus FS

(N.Glosofaring)

N. X (N. Vagus)

1. Letak uvula

Sensorik

1. Pengecapan (1/3 posterior

lidah)

tengah

normal

N. XI

(N.Aksesorius)

Motorik

1. Otot Sternokleido-mastoideus

2. Otot Trapezius

normal

normal

normal

normal

N. XII (N.

Hipoglosus)

Motorik

1. Menjulurkan lidah simetris

Range of Motion (ROM)

CervicalROM

Aktif Pasif

Flexi 0 – 500 0 – 500

Extensi 0 – 600 0 – 600

Left 0 – 450 0 – 450

Right 0 – 450 0 – 450

Ekstremitas SuperiorROM AKTIF ROM pasif

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-90 0-180 0-90 0-180

Ekstensi 0-30 0-50 0-30 0-50

Abduksi 0-65 0-180 0-65 0-180

Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75

9

Page 10: Laporan Kasus FS

External

Rotasi0-70 0-90 0-70 0-90

Internal

Rotasi0-70 0-90 0-70 0-90

Elbow Fleksi 0-160 0-160 0-160 0-160

Ekstensi 160-0 160-0 160-0 160-0

Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90

Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90

Wrist Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90

Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70

Ulnar

deviasi0-30 0-30 0-30 0-30

Radius

deviasi0-65 0-65 0-65 0-65

Finger MCP I

fleksi0-90 0-90 0-90 0-90

MCP II-

IV fleksi0-90 0-90 0-90 0-90

DIP II-V

fleksi0-90 0-90 0-90 0-90

PIP II-V

fleksi0-100 0 -100 0-100 0-100

MCP I

ekstensi0-30 0-30 0-30 0-30

Ekstremitas

Inferior

ROM AKTIF ROM PASIF

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Hip Fleksi 0-135 0-135 0-135 0-135

Ekstensi 0-15 0-15 0-15 0-15

Abduksi 0-45 0-45 0-45 0-45

Adduksi 0-30 0-30 0-30 0-30

Eksorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30

10

Page 11: Laporan Kasus FS

Endorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30

Knee Fleksi 0-135 0-135 0-135 0-135

Ekstensi 0 0 0 0

Ankle Dorsofleksi 0-30 0-30 0-30 0-30

Plantarfleksi 0-50 0-50 0-30 0-30

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK

Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5

Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra

Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 4 5

M Biseps 4 5

Ekstensor M Deltoideus anterior 4 5

M Teres mayor 4 5

Abduktor M Deltoideus 4 5

M Biceps 4 5

Adduktor M Lattissimus dorsi 4 5

M Pectoralis mayor 4 5

Internal

Rotasi

M Lattissimus dorsi 4 5

M Pectoralis mayor 4 5

Eksternal

Rotasi

M Teres mayor 4 5

M Infra supinatus 4 5

Elbow Fleksor M Biceps 5 5

M Brachialis 5 5

Ekstensor M Triceps 5 5

Supinator M Supinator 5 5

Pronator M Pronator teres 5 5

Wrist Fleksor M Fleksor carpi

radialis

5 5

Ekstensor M Ekstensor

digitorum

5 5

11

Page 12: Laporan Kasus FS

Abduktor M Ekstensor carpi

radialis

5 5

Adduktor M ekstensor carpi

ulnaris

5 5

Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5

Ekstensor M Ekstensor

digitorum

5 5

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra

Hip Fleksor M Psoas mayor 5 5

Ekstensor M Gluteus maksimus 5 5

Abduktor M Gluteus medius 5 5

Adduktor M Adduktor longus 5 5

Knee Fleksor Harmstring muscle 5 5

Ekstensor Quadriceps femoris 5 5

Ankle Fleksor M Tibialis 5 5

Ekstensor M Soleus 5 5

IV. STATUS LOKALIS

Status lokalis shoulder

- Edema : - / -

- Krepitasi : - / -

- Nyeri tekan : -/-

- Hiperemia : -/-

V. PEMRIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan tambahan yang dilakuka :

- Shoulder Compretion Test : + / -

- Shoulder Press Test : + / -

- Head Compretion Test : - / -

- Spurling Test : - / -

VI. ASSESSMENT

12

Page 13: Laporan Kasus FS

Klinis : frozen shoulder dextra

Etiologi : personal habbit

V. DAFTAR MASALAH

1. Problem Medis

Frozen shoulder dextra

Tangan tidak dapat di angkat secara penuh

Nyeri pada sendi bahu kanan

Nyeri timbul saat di gerakan

2. Problem Rehabilitasi Medik

Fisioterapi : nyeri bahu kanan

Terapi Wicara : tidak ada

Terapi Okupasi : gangguan dalam melaksanakan aktifitas sehari-

hari (ADL)

Sosiomedik : tidak ada

Ortesa-protesa : tidak ada

Psikologis : stress akibat penyakit yang dideritanya

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi Rehabilitasi Medik

- Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit frozen shoulder

- Fisioterapi :

Positioning dan turning

ROM exercise aktif dan pasif

Stretching exercise sendi yang kaku

Strengthening exercise otot yang lemah

- Terapi okupasi :

latihan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (ADL)

- Terapi wicara : -

- Sosiomedik : -

- Orthesa protesa : tidak dilakukan

13

Page 14: Laporan Kasus FS

- Psikologi :

memberikan motivasi kepada pasien agar selalu

melaksanakan program rehabilitasi

- Lain-lain : Terapi rekreasi, senam stroke

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY DAN HANDICAP

Impairment : Nyeri bahu kanan

Disability : penurunan fungsi bahu kanan

Handicap : keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari, keterbatasn

melakukan sosialisasi

VIII. PLANNING

Planning RM : Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk

melakukan terapi.

IX. TUJUAN

Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan

penderita

Meminimalkan impairment, disability dan handicap yang dialami

Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan

aktifitas sehari-hari

Edukasi perihal home exercise

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

14

Page 15: Laporan Kasus FS

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Frozen Shoulder

Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakait yang sudah diketahui

dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang berlangsung

18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi perubahan-perubahan peradangan

kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul (Appley, 1993).

Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput

humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen

merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika

berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta

memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses

degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa

subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula

terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff.

Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.

Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar

keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang

karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan

bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive

akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007).

Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :

a. Primer/ idiopetik frozen shoulder

Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak

terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya

terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-

orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.

b Sekunder frozen shoulder

Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi,

luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun

sebelumnya.

15

Page 16: Laporan Kasus FS

KapsulSendi mengalami peradangan

Gambar 2. 1Capsulitis Adhesiva Bahu Kiri Tampak dari Anterior

2. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang

terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu sangat

dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara

leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan

menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan

gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh

tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper

arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi

sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.

Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat

luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa

glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984).

Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila

dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks,

yaitu:

a. Sendi Glenohumerale

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas

glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh

16

Page 17: Laporan Kasus FS

rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell,

1997).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang

diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi

menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan

jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh

acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk

mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain

ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan

ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum

anatomicum humeri (Snell, 1997).

Ligament yang memperkuat antara lain:

1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus

sampai tuberculum humeri.

2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus

sampai acromion.

3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke

colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:

a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah

cranial

b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah

ventral.

c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah

inferius.

Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:

1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon

latisimus dorsi.

2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan

tuberositashumeri.

3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot

pectoralis mayor.

17

Page 18: Laporan Kasus FS

4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot

deltoideus.

5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum

coracoclaviculare.

6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot

subscapularis.

7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal

yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan

menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu

dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang

atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan

translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam

sendi yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau

gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus

dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau

permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan

fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang

menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk

dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).

Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi

terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi

rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal

rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan

internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral

(Kapanji, 1982).

b. Sendi sterno claviculare

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis

sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea.

Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat

18

Page 19: Laporan Kasus FS

menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula

articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.

Ligamentum yang memperkuat:

1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial

extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.

2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama

sampai permukaan bawah clavicula.

3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal

incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare.

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi

70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi:

(1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2)

gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak

elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10°

(sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke

arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.

c. Sendi acromioclaviculare

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion

scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara

facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio

ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Ligamentum yang memperkuatnya:

1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran

ventral sampai dataran caudal clavicula.

2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:

a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial

procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.

b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral

procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,

19

Page 20: Laporan Kasus FS

Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak

pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula

mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut

pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.

d. Sendi subacromiale

Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di

sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan

bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.

e. Sendi scapulo thoracic

Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan

scapula terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang

dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang

dikenal dengan gerak elevasi-depresi.

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy

untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan

translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat

pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi,

(2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.

1) Gliding

Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada

satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah)

pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum

konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan

dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding

searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah

gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf

(caput humei dengan cavitas glenoidal).

20

Page 21: Laporan Kasus FS

2) Traksi

Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan

menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi

nyeri pada sendi,

3) Kompresi

Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnya tegak lurus tetapi kedua

pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007).

Pelaksanaan Join Play movement :

Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun

gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus, lateral

distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the humerus

in abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior posterior dan

cepalo caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior posterior dan

cepalo caudal movement the clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the

scapula (magee).

3. Etiologi

Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui

dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama,

akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit

cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen

shoulder, teori tersebut adalah :

a. Teori hormonal.

Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan

dengan datangnya menopause.

b. Teori genetik.

Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,

contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat

yang sama.

21

Page 22: Laporan Kasus FS

c. Teori auto immuno.

Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil

rusaknya jaringan lokal.

d. Teori postur.

Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap

menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

4. Patologi

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya

terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang

berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon

yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat

sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang

sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening,

tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml).

Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi

peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan

mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat

terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama (Appley,

1993).

Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu persatu

bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu, maka

dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Penyebab:

1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak dan

struktur anatomi

2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan

neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak langsung

yang berupa nyeri rujukan.

22

Page 23: Laporan Kasus FS

b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2

yaitu :

1) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan

2) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti pola

kapsuler.

5. Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala frozen shoulder :

a. Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan,

diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan

pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri

berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12

bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali,

tetapi tidak lagi normal ( Appley,1993 ).

b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi

Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi

glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran

klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur

immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral,

terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering

sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran

penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan

dengan mengangkat bahunya (srugging) (Heru P Kuntono,2004).

c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot

Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat

lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot

deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan

didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi),

sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat

23

Page 24: Laporan Kasus FS

dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan

neurologik biasanya dalam batas normal (Heru P Kuntono, 2004).

d. Gangguan aktifitas fungsional

Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita

frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS,

penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi

(mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.

6. Komplikasi

Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak

dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan

timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2)

Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya

deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan

aktifitas keseharian (AKS).

7. Diagnosis banding

Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat

bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-

angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku ( Appley,1993)

Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis

adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator cuff

8. Penatalaksanaan

A. Problematika Fisioterapi

Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah

sebagai berikut :

1. Impairment.

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang

ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan

penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.

2. Functional limitation.

24

Page 25: Laporan Kasus FS

Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder

adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan

keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir

rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan

memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan

sendi bahu (Appley, 1993).

3. Participation restriction.

Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk

melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien

tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada

umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.

B. Teknologi Interfensi Fisioterapi

1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD)

Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan

stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik

frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m.

Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan

dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya.

Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima pasien

oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD

yang diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat yaitu : (a)

Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas mitis (penderita

merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang

nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa

ditahan).

Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah:

a) Mengurangi nyeri

Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan tersebut

merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi kepada

reseptor nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C” tanpa myelin

(nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut “A” delta bermielin (nyeri tajam, cepat).

Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya kenaikan nilai

25

Page 26: Laporan Kasus FS

ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat “pain

producing substance” (Sri Mardiman, 1989).

b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme

Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot

sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak, yang

selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem

peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan

“pain producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang tidak

menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh pengaruh

medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat

dinormalkan (Sri Mardiman, 1989).

Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:

1) Stadium dari penyembuhan luka

2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan

3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan

2. Terapi Manipulasi

Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba,

amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika

gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2007 ).

Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan

tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement

dan dengan demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi

manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan

pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Heru P Kuntono, 2007).

Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi

gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan

fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I

Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak

sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan

sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.

Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan

tekiri atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.

26

Page 27: Laporan Kasus FS

Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di

sekitar persendian meregang.

Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi

gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.

Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:

Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena

dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-

mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai

dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan

total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi

grade III lagi. (Mudatsir S, 2002).

3. Terapi Latihan.

Adapun metode yang digunakan adalah :

Active exercise

Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi

(LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free active

exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak

menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa

dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.

Overhead pulley

Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak

sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya

gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta

menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban (Kisner, 1996).

Codman pendulum exercis.

Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.

1) Tujuan :

Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif

sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif.

27

Page 28: Laporan Kasus FS

Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi &

mencegah pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah

untuk mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu.

2) Cara melakukan:

Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical. Posisi

ini menyebabkan lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot deltoid

maupun rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan

sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam

keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.

28

Page 29: Laporan Kasus FS

BAB IV

PENUTUP

I. KESIMPULAN

Dalam laporan kasus ini pasien Tn. M, umur 52 tahun, agama Islam. Pekerjaan

sebagai seorang Guru. Datang ke poli rehabilitasi medik RSUD Mardi Waluyo Blitar

dengan keluhan utama nyeri pada bahu kanan menjalar hingga siku sejak 4 bulan lalu.

Nyeri bertambah berat jika digunakan mengangkat tangan, seperti menulis di papan tulis

dan digerakkan secara cepat. Sebelumnya pasien belum pernah sakit seperti ini. Pasien

memiliki riwayat Hipertensi, dan menderita Stroke 3 bulan yang lalu.

Pemeriksaan vital sign yang dapat diperoleh dari Pemeriksaan pada tanggal : (1)

tekanan darah : 140/90 mmHg, (2) nadi : 84 kali/menit, (3) respirasi : 20 kali/menit

Hasil inspeksi yang dapat antara lain adalah (1) keadaan umum pasien baik (2)

bahu simetris antara bahu kanan dan kiri (3) tidak tampak adanya edema pada bahu

kanan, (4) tidak ada adanya atropi pada bahu kanan dan tidak ada warna kulit kemerah-

merahan pada bahu kanan (5) pasien terlihat kesakitan terutama saat melakukan gerakan

flexi dan abduksi, (6) ekspresi wajah pasien terlihat menahan sakit saat lengan kanannya

digerakkan.

Hasil palpasi adalah bahu kanan penderita didapatkan (1) tidak ditemukan adanya

edema, (2) tidak ada spasme otot-otot (3) suhu lokal sendi bahu kanan normal.

Dalam pemeriksaan gerak aktif yang dilakukan pasien diperoleh hasil (1) adanya

rasa nyeri pada bahu kanan setiap akhir gerakan pada arah gerak fleksi, ekstensi,

endorotasi, eksorotasi, abduksi sendi bahu, (2) adanya keterbatasan lingkup gerak sendi

ke semua arah gerak. Didapatkan pula hasil yang sama dengan gerak pasif.

Pemeriksaan keterbatasan lingkup gerak sendi menggunakan alat yang disebut

dengan goneometer didapatkan hasil pada tabel 3.1

Ekstremitas SuperiorROM AKTIF ROM pasif

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-90 0-180 0-90 0-180

Ekstensi 0-30 0-50 0-30 0-50

Abduksi 0-65 0-180 0-65 0-180

Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75

29

Page 30: Laporan Kasus FS

External Rotasi 0-70 0-90 0-70 0-90

Internal Rotasi 0-70 0-90 0-70 0-90

Tabel 3.1Range of Movement of Shoulder

Pemeriksaan kekuatan otot (manual muscle testing) pada bahu kanan didapatkan

hasil menurun dibandingkan bahu kiri yiatu 4 / 5. Pada pemeriksaan tambahan untuk

menunjang diagnosa didapatkan (1) Shoulder compretion test + / -, (2) Shoulder press

test + / -, (3) Head Compretion test (-), (4) Spurling test (-).

Dari pemeriksaan hasil anamnesa dan pemeriksaan diatas pasien Tn. M kami

diagnosa Frozen Shoulder dextra. Adapun penatalaksanaan rehabilitasi medik yang kami

sarankan : (1) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit frozen shoulder, (2)

Fisioterapi, (3) psikologi.

30