Laporan Kasus Emergensi, Gama Natakusumawati I11111017
-
Upload
kusumagama28 -
Category
Documents
-
view
259 -
download
0
description
Transcript of Laporan Kasus Emergensi, Gama Natakusumawati I11111017
LAPORAN KASUS
DIFFUSE PERITONITIS ET CAUSA SUSPECT APENDISITIS
PERFORASI
Oleh:Gama Natakusumawati
I11111017
Narasumber:dr. Nofiyarti
SMF ILMU KEDOKTERAN EMERGENSIRSUD dr. ABDUL AZIZ KOTA SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :
“Diffuse Peritonitis et causa Suspect Appendisitis Perforasi”
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Emergensi
Rumah Sakit Umum Dokter Abdul Aziz Singkawang
Singkawang, 14 Juli 2015
Pembimbing Laporan Kasus,
dr. Nofiyarti
Disusun oleh :
Gama Natakusumawati
I11111017
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kedaruratan abdomen
yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non-bedah. Secara definisi pasien
dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen
perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen
yang berlangsung akut harus ditangani segera. Identifikasi awal yang penting
adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah dan non-bedah, jika
kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan.
Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa kegawatan
bedah dan non-bedah. Kegawatan non-bedah antara lain pankreatitits akut, ileus
paralitik, dan kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara lain
peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dari dalam abdomen.
Proses dari luar misalnya trauma, sedang proses dari dalam misalnya karena
apendisitis perforasi.
Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten,
progressive abdominal pain. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki
lebih tinggi.
Apendisitis dapat menyebabkan peritonitis sekunder yaitu infeksi akut
pada peritoneum difus dan disebabkan oleh perforasi atau kebocoran suatu
anastomosis intestinal yang terinfeksi.
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut abdomen
adalah menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus
dilakukan tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera
kapan kasus tersebut perlu dilakukan tindakan bedah.
BAB II
PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 35 Tahun
Agama : Islam
Masuk RS : 23 Juni 2015, Pukul 10.00 WIB
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri diseluruh lapang perut sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada awalnya terjadi dua hari yang lalu dibagian ulu hati yang
kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Setelah itu nyeri dirasakan pada
seluruh lapangan perut. Apabila disentuh perut terasa nyeri yang berlebihan.
Pasien mengaku sejak dua hari yang lalu tidak dapat BAB, tidak dapat kentut.
Tidak terdapat mual dan muntah. Akan tetapi pasien pasien mengaku tidak bisa
makan. Pasien mengaku tidak ada demam sejak dua hari yang lalu. Pasien
mengaku bahwa pasien terlambat datang bulan beberapa hari dan melakukan
hubungan badan dua minggu sebelumnya. Pasien mengatakan tidak terdapat
pendarahan yang terjadi pada kemaluan.
Pasien mengeluh nyeri perut yang semakin memberat pada seluruh lapang
perut 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tidak bisa dilokalisasi terasa
merata diseluruh lapang perut, terjadi terus-menerus, dan memburuk apabila
pasien merubah posisi berbaring, atau duduk. Pasien lebih nyaman berbaring
terlentang dengan kaki ditekuk, apabila kaki diluruskan pasien merasa sangat
kesakitan.
Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada, nyeri sesak napas (-), batuk (-),
pilek (-), nyeri perut diseluruh bagian perut (+), BAB (-) sejak 2 hari yang lalu,
BAK (+) normal, terakhir BAK 6 jam SMRS. Pasien juga merasakan seluruh
87tytubuhnya lemas dan tidak mampu berjalan sendiri.
Riwayat penyakit dahulu
• Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya
• Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan kencing manis.
• Riwayat penyakit jantung (-), riwayat kaki bengkak (-), riwayat sesak
napas saat tidur (-)
Riwayat Penyakit keluarga
• Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang serupa dengan
pasien
• Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit keluarganya.
PEMERIKSAAN FISIK
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan umum : tampak sakit berat
- Tanda vital :
TD : 120/80
HR : 88 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 37 oC
- Mata : Kunjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor
OD ±5 mm OS ±5 mm, RC (+/+), nistagmus (-)
- Telinga : Nyeri tekan tragus (-), sekret (-)
- Hidung : Sekret (-)
- Mulut : Faring hiperemis (-), lidah tidak kotor (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-)
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 5 linea midklavikula kiri
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1S2 reguler, jarak memanjang, gallop (-), murmur
(-)
- Paru
Inspeksi :
Statis : bentuk dada normal, simetris
Dinamis : gerakan paru simetris (+)
Palpasi : Deviasi trakea (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SND vesikuler +/+, SNT rhonki -/- wheezing -/-
- Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen, scar (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus menurun diseluruh regio abdomen
Palpasi : defans muskular (+), nyeri
tekan (+) diseluruh regio abdomen, nyeri tekan
lepas (+) diseluruh regio abdomen, hepatosple-
nomegali (-)
Perkusi : timpani diseluruh lapang perut
Pemeriksaan Khusus: Psoas’ sign (+) dan Obturator’s Sign (+)
Ektremitas : kulit pucat, akral dingin, capillary refill time < 2
detik, edema tungkai (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
Hemoglobin : 12,4 g/dL
Hematokrit : 35,5 %
Leukosit : 24.000
Trombosit : 248.000
Golongan Darah : B
Waktu pembekuan : 6 menit
Waktu perdarahan : 2 menit
SGPT : 9,6 U/L
SGOT : 15,3 U/L
Creatinin : 1,4 md/dL
Urea : 17,7 mg/dL
Na+ : 148 mmol/L
K+ : 3,26 mmol/L
HbsAg : Non-Reaktif
HIV : Non-Reaktif
Tes Kehamilan : Negatif
b. EKG (via monitor IGD):
Interpretasi : Irama sinus dengan frekuensi 100 kali permenit.
c. Rontgen Thorax dan Abdomen 3 posisi
Kesan pemeriksaan radiologi foto thorax dan foto abdomen 3 posisi:
1. Gambaran free air gas pada foto thorax sebagai tanda peritonitis tidak
tampak/ terlihat kurang jelas
2. Adanya dilatasi usus halus yang mengesankan adanya obstruksi mekanik
letak tinggi
3. Adanya gambaran fluid air level berbentuk step ladder
RESUME
Ny. E mengeluh nyeri perut yang semakin memberat pada seluruh lapang
perut 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tidak bisa dilokalisasi terasa
merata diseluruh lapang perut, terjadi terus-menerus, dan memburuk apabila
pasien merubah posisi berbaring, atau duduk. Pasien lebih nyaman berbaring
terlentang dengan kaki ditekuk, apabila kaki diluruskan pasien merasa sangat
kesakitan. Pasien mengaku sejak dua hari yang lalu tidak dapat BAB, tidak dapat
kentut. Tidak terdapat mual dan muntah. Pasien mengaku tidak bisa makan.
Pasien mengaku tidak ada demam sejak dua hari yang lalu. Nyeri diawali dari ulu
hati ke perut kanan bawah. Pasien belum perah mengalami ini sebelumnya.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat. Pemeriksaan fisik
abdomen didapatkan terjadi distensi abdomen, bising usus positif normal
diseluruh regio badomen, didapatkan nyeri tekan dan nyeri lepas pada seluruh
regio abdomen, defans muskular positif, perkusi hipertimpani. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan pasien mengalami leukositosis (24.000) yang
menandakan adanya infeksi.
DIAGNOSA KERJA
1. Diffuse Peritonitis et causa Apendisitis Perforasi
DIAGNOSA BANDING
1. Ileus Obstruktif letak tinggi
TATALAKSANA
a. Non medikamentosa
Rencana exploratory Larapotomy Cito
Pencukuran rambut pubis
Pemasangan jalur intravena dengan kateter IV 20G
Pemasangan kateter urin
Pemasangan Nasogastric tube ukuran 18 F
Rekam Jantung dengan EKG 12 Sadapan
b. Medikamentosa
IVFD NaCl 0,9% 6 tetes per menit
Ceftriaxone2 x 1 gram i.v.
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia at bonam
Ad Functionam : dubia at bonam
Ad Sanactionam : dubia at bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
Pasien berumur 35 tahun datang dengan keluhan utama nyeri abdomen yang
terasa sangat nyeri yang dirasakan 3 jam sebelum masuk ke rumah sakit. Dalam
kegawatdaruratan 10% dari kasus yang terjadi di emergensi merupakan kasus akut
abdomen.
Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien
dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen
perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen
yang berlangsung akut harus ditangani segera. Identifikasi awal yang penting
adalah apakah kasus yang dihadapi merupakan kasus bedah ataupun non-bedah.
Anamnesis pasien diketahui bahwa pasien pada awalnya merasakan nyeri
pada bagian epigastrium dua hari sebelum masuk rumah sakit yang selanjutnya
menjalar ke perut kanan bawah sebelum akhirnya nyeri terjadi secara tiba-tiba
pada seluruh lapang abdomen. Berikut ini alur dari nyeri akut abdomen yang
memerlukan tindakan cepat dalam rangka kegawatdaruratan.
Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk
peritoneum viseral (nyeri viseral), peritoneum parietal, atau dari otot, lapisan dari
dinding perut (nyeri somatik). Pada saat nyeri dirasakan pertama kali, nyeri
viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas. Nyeri
yang berasal dari organ padat kurang jelas dibandingkan nyeri dari organ
berongga. Nyeri yang berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya
menyebabkan tekanan darah berubah, pucat dan berkeringat dan disertai
fenomena viseral motor seperti muntah dan diare. Biasanya pasien juga merasa
cemas akibat nyeri yang ditimbulkan tersebut. Tanda vital yang didapatkan dari
pasien ini tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 88x permenit reguler,
kecapatan napas 32x permenit denga suhu 37oC.
Nyeri viseral biasanya diakibatkan adanya distensi dari organ yang berongga
pada di abdomen atau terjadi peregangan kapsular pada organ solid pada
abdomen. Sangat jarang biasanya nyeri viseral diakibatkan akibat adanya iskemia
atau inflamasi ketika jaringan yang mengalami hal tersebut mensensititasi ujung
sarat dari serat saraf viseral yang bertugas mentansmisikan rasa sakit. Nyeri yang
dirasakan bisa berupa nyeri yang sangat jelas hingga nyeri yang terasa samar-
samar ataupun nyeri yang sangat menyiksa atau nyeri kolik. Apabila nyeri
dipengaruhi oleh gerakan peristaltik, rasa nyeri biasanya terjadi secara intermiten,
terasa seperti kram atau diremas atau terasa nyeri kolik.
Serat saraf yang mentransmisikan nyeri biasanya bilateral, tidak bermielin,
dan memasuki medula spinalis pada berbagai tingkat, nyeri abdomen viseral
biasanya tumpul, tidak bisa dilokalisasi secara jelas dan dirasakan pada garis
tengah tubuh. Nyeri viseral di persepsikan dari regio abdomen yang berkaitan
dengan asal moasal embrionik organ tersebut.
Lambung, duodenum, hati, traktus, bilier, dan pankreas biasanya
memproduksi nyeri pada abdomen bagian atas yaitu bagian epigastric. Sedangkan
usus halus, apendiks dan kolon proksimal biasanya menimbulkan nyeri pada
periumbilikus. Kolon distal dan sistem geniturinarius biasanya menyebabkan
nyeri pada perut tengah bagian bawah.
Dalam kasus ini pasien dua hari yang lalu mengalami nyeri pada perut
bagian atas yang mana tidak jelas apakah pada bagian epigastrium atau bagian
periumbilikus, tetapi hal ini dapat menegaskan bahwa pada awalnya nyeri
merupakan nyeri viseral yang bisa ditimbulkan oleh organ lambung hingga kolon
proksimal.
Selanjutnya pasien mengatakan bahwa nyeri ini bisa dilokalisasi pada
nyeri pada perut bagian kanan bawah. Hal ini menyiratkan telah terjadi lokalisasi
dan perkembangan penyakit. Nyeri ini bisa disebut dengan nyeri parietal. Nyeri
parietal berasal dari peritoneum parietalis dan disebabkan oleh inflamasi.
Nyerinya berupa perasaan pegal yang menetap yang biasanya lebih hebat daripada
nyeri viseral dan memiliki lokasi yang lebih tepat di daerah struktur sakit. Rasa
nyeri akan bertambah parah jika pasien bergerak atau batuk. Biasanya pasien
dengan tipe nyeri seperti ini menyukai berbaring diam. Kesemua tanda ini
terdapat pada pasien dalam kasus.
Parietal atau nyeri abdomen somatik dihasilkan oleh proses iskemia,
inflamasi atau regangan dari peritoneum parietal. Serat saraf aferen yang
bermielin mentansmisikan stimulus nyeri pada akar ganglia dorsal yang spesifik
pada sisi yang sama setinggi dermatom dimana nyeri berasal. Untuk alasan ini,
bertolak belakang dengan nyeri viseral, biasanya nyeri parietal bisa dilokalisasi
pada regio yang mengalami nyeri. Nyeri biasanya tajam, seperti ditusuk pisau atau
knife like dan nyeri konstan. Biasanya pada pemeriksaan fisik didapatkan
perabaan lembut pada palpasi, nyeri tekan, lepas tekan, adanya rigiditas.
Lokasi dari nyeri abdomen bisa mengarah lokasi organ yang menjadi
penyebab nyeri tersebut. Walaupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan
penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu nyeri yang dirasakan merupakan
penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu nyeri yang dirasakan bisa merupakan
bisa merupakan lokasi asal dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.
Lokasi nyeri abdomen Penyebab nyeriEpigastrium Pankreatitis akut, duodenum, ulkus
gaster, kolestitis, kanker pankreas, hepatitis, obstruksi intestinal, apendisitis (gejala awal), abses subfrenikus, pneumonia, emboli paru,
infark miokardHipokondrium kanan Kolestitis, kolangitis, hepatitis,
pankreatitis, abses subfrenikus, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard
Hipokondrium kiri Nyeri limpa karena limpoma, infeksi virus, abses subfrenikus, ulkus gaster, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard
Periumbilikalis Pankreatitis, kanker pankreas, obstruksi intestinal, aneurisma aorta, gejala awal apendisitis.
Lumbal Batu ginjal, pielonefritis, abses perinefrik, Ca kolon
Inguinal dan suprapubik Penyakit pada daerah kolon, apendisitis pada inguinalis kanan, penyakit divertikulosis sisi kiri, salpingitis, sistitis, kista ovarium, kehamilan ektopik.
Selain berdasarkan lokasi, penyebab akut abdomen pasien juga dapat dibagi
berdasarkan sistem organ yang terlibat.
Sistem organ Penyakit Gastrointestinal Apendisitis, ulkus peptikum perforasi,
obstruksi usus, perforsi usus, iskemia usus divertikulitis kolon, divertikulitis Meckel, inflamatory bowel disease
Hepatobilier, pankreas, dan bilier Pankreatitis akut, kolesistitis akut, kolangitis akut, hepatitis akut, abses hati, ruptur atau hemoragik tumor hepar, ruuptur lien
Urologi Batu ureter, pielonefritisRetroperitoneal Aneurisma aorta, perdarahan
retroperitonealGinekologi Ruptur kista ovarium, torsi ovarium,
kehamilan ektopik terganggu, salpingitis akut, piosalpingitis, endometritis, ruptur uterus
Dalam kasus ini nyeri diawali dari perut bagian atas dan kemudian
terlokalisasi pada perut kanan bawah sebelum pada akhirnya terjadi nyeri
diseluruh lapang perut. Penyebab yang paling sering melihat faktor risiko pasien
ini adalah wanita, maka penyebab bisa berasal dari sistem gastro intestinal dan
juga ginekologi. Anamnesis secara mendalam diketahui pasien dua minggu
sebelumnya melakukan hubungan badan, sehingga kecurigaan terhadap penyebab
ginekologi harus disingkirkan dengan melakukan tes kehamilan. Dari uji tes
kehamilan diketahui tes negatif sehingga penyebab ginekologi bisa disingkirkan
dan fokus penyebab dapat dipersempit pada penyebab gastrointestinal. Penyebab
gastrointestinal yang dapat menyebabkan nyeri perut kanan bawah adalah
Apendisitis, ulkus peptikum perforasi, obstruksi usus, perforsi usus, iskemia usus
divertikulitis kolon, divertikulitis Meckel, inflamatory bowel disease. Berikut ini
merupakan alur pikir pada akut abdomen.
Berdasarkan epidemiologi, apendisitis merupakan akut abdomen yang
paling sering terjadi pada pasien yang datang dengan nyeri dengan perut kanan
bawah.
Gejala klinis dari apendisitis Gejala awal yang khas, yang merupakan
gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium
di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa
mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Apendiks terletak di rongga pelvis. Bila apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau
rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di
dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Berikut merupakan gejala klins apendisitis menurut De Jong tahun 2005:
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual
dan anorexia.Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Nyeri berpindah ke kanan
bawah dan menunjukkan tanda rangsa-ngan peritoneum lokal di titik Mc Burney,
nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler. Nyeri rangsangan peritoneum tak
langsung, nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign), nyeri kanan
bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign), batuk atau
mengedan berjalan seperti nafas dalam nyeri, kanan bawah bila peritoneum
bergerak.
Penilaian dari apendisitis juga bisa dinilai melalui alvarado skor. Skor
Alvarado adalah suatu sistem pen-skor-an yang digunakan untuk menetapkan ada
atau tidaknya diagnosis appendisitis akut (penyakit usus buntu). Skor Alvarado
merupakan delapan komponen skor yang terdiri dari enam komponen klinik dan
rovsing sign
Pemeriksaan rectal toucher pada apendisitis
dua komponen laboratorium dengan total skor maksimal 10.
Dibawah adalah tabel skor Alvarado:
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan Nafsu makan menurun Mual dan atau muntah
111
Tanda Klinis Nyeri lepas Nyeri tekan fossa iliaka kanan Demam (suhu > 37,2⁰ C)
121
Pemeriksaan Laboratoris Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) Shift to the left (neutrofil > 75%)
21
TOTAL 10
Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut
PSOAS sign
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya
kira-kira 10 cm( kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di seku. Lumennya sempit di
bagian proximal dan melebar di bagian distal. Pada bayi appendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit dihujungnya. Pangkalnya terletak
pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan bawah abdomen.
Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuanketiga taenia coli (taenia libera,
taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografianatomi, letak pangkal
appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan
SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum
terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica).
Orificiumnya terletak 2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan
jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga
memiliki limfonodi kecil. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung
pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Jenis posisi:
Jenis posisi dan letak apendiks
1. 12 o clock: Retrocolic or retrocecal (dibelakang cecum atau colon)
2. 2 o clock: Splenic (ke atas kiri – Preileal and Postileal)
3. 3 o clock: Promonteric (secara horizontal menuju ke kiri ke arah sacral
promontory)
4. 4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)
5. 6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke inguinal canal)
6. 11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan) 1,2,4
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis
berasaldari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan
arteriappendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis
X. Olehkarena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
mencetuskanterjadi nya apendisitis akut. Antaranya adalah sumbatan lumen
apendiks yang diajukan sebagai pencetus. Di samping hyperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiksdan cacing askariasis dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain diduga dapat menimbul appendicitis akut adalah erosi mukosa
apendiks akibat parasit seperti E.histolitica.
Pada penelitian apidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikan tekanan intrasekal yang mengakibatkan sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora normalkolon biasa,
keadaan ini mempermudahkan timbulnya apendisitis akut.
Apendisitis akut terjadi karena berlaku obstruksi atau sumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang
tertutup disebab kan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada kantung apendiks .Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia dan menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Kemudian terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan
banyak faktor Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.
Dalam kasus ini pemeriksaan fisik berupa nyeri tekan di titik Mc Burney,
Rovsing’s Sign, Blumberg’s Sign tidak bisa dinilai karena pasien merasakan nyeri
diseluruh lapang perut sehingga kemungkinan sudah terjadi peritonitis
generalisata sehingga kemungkinan terjadinya apensitis hanya dari keterangan
yang diberikan pasien saat anamnesis. Hal ini ditandai dengan nyeri lapas tekan
yang positif, defans muskular, nyeri tekan diseluruh lapangan abdomen, dan
hiperestesi diseluruh lapangan abdomen. Selain itu pasien lebih nyaman berbaring
terlentang dengan kaki ditekuk, apabila kaki diluruskan pasien merasa sangat
kesakitan.
Peritonitis merupakan komplikasi apendisitis dimana terjadi peradangan
peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari
apendisitis. Organismen yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup
dalam kolon pada kasus ruptur apendiks.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan
dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan
bunyi usus menghilang.
Pada akut abdomen selain nyeri abdomen pasien juga dapat mengeluhkan
keluhan lain antara lain mual, muntah, anoreksia, buang air besar cair atau susah
buang air besar. Anoreksia hampir terjadi pada seluruh penyebab akut abdomen
terutama pada apendisitis akut dan kolesistitis akut. Sedang anoreksia jarang
ditemukan pada akut abdomen akibat kelainan pada urologi atau ginekologi. Pada
awal terjadinya akut abdomen biasanya disertai dengan muntah sebagai
rangsangan refleks dari pusat muntah sebagai akibat rangsangan refleks dari pusat
muntah medularis. Nyeri abdomen yang disertai distensi abdomen akibat gas yang
berlebihan harus dipikirkan kemungkinan ileus atau obstruksi usus.
Obstipasi akibat adanya ganggunan pasase usus disertai tidak adanya flatus
dan distensi abdomen juga harus dipikirkan kemungkinan adanya ileus atau
obstruksi usus. Dalam kasus ini pasien tidak mengalami mual, muntah, dan juga
gejala sistemik seperti demam. Akan tetapi pasien tidak dapat buang air besar,
kentut dan tidak bisa makan sehingga hal ini mengindikasikan kemungkinan
adanya ileus obstruktif atau ileus paralitik.
Ileus obstruktif letak rendah bisa terjadi pada apendisitis akut dimana
faecalith dapat menyumbat saluran cerna sehingga terjadi obstruksi. Apendisitis
yang mengalami perforasi dapat menyebabkan peritonitis akan tetapi biasanya
tidak menyebabkan adanya ileus obstruktif. Perlu dipikirkan kemungkinan adanya
obstruksi lain di saluran cerna karena gambaran radiologi menunjukkan adanya
distensi usus, lengkungan usus yang berdilatasi, dan adanya gambaran air fluid
level.
Pada ileus obstruktif, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Distensi
intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan risiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, dan kematian.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit pasien sebanyak 24.000
yang menunjukan adanya leukositosis yang menandakan adanya infeksi. Terapi
yang diberikan di unit gawat darurat berupa pemantauan pengeluaran cairan
dengan pemasangan kateter urin, pemasangan nasogastric tube untuk dekompresi
dan pengistirahatan lambung, serta pemberian cairan NaCl 0,9% sebagai terapi
cairan. Pemberian antibiotik diberikan sebagai profilaksis sebelum dilakukan
operasi laparatomi.
Indikasi dari pemasangan NGT adalah untuk dekompresi saluran cerna
pada pasien dengan hambatan pengosongan lambung, untuk mengosongkan
lambung pada pasien yang tidak sadar, pasien dengan disfagia ireversibel,
mempermudah pemberian nutrisi enteral dan obat pada pasien yang kesadarannya
menurun dan tidak dapat menelan.
BAB IV
KESIMPULAN
Ny. E, 35 tahun datang dengan keluhan utama nyeri diseluruh lapang
abdomen dengan didahului adanya nyeri di perut kanan bawah, setelah melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diketahu adanya nyeri lepas tekan,
defans muskular, distensi abdomen, dan adanya leukositosis. Pasien diduga
mengalami peritonitis akibat adanya apendisitis perforasi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit pasien sebanyak 24.000
yang menunjukan adanya leukositosis yang menandakan adanya infeksi. Terapi
yang diberikan di unit gawat darurat berupa pemantauan pengeluaran cairan
dengan pemasangan kateter urin, pemasangan nasogastric tube untuk dekompresi
dan pengistirahatan lambung, serta pemberian cairan NaCl 0,9% sebagai terapi
cairan. Pemberian antibiotik diberikan sebagai profilaksis sebelum dilakukan
operasi laparatomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto. Apendiks. Dalam : De Jong W., Sjamsuhidajat R. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 3, di terbitkan EGC, Jakarta, 2007 ; hal 755-62
2. Townsend C M, Beauchamp R D,Evers B M, Mattox K L. Sabiston
Textbook Of Surgery, 18th Edition, Elsevier, India, 2008; pg 1333-47
3. Anand N, Kent T S, First Aid For the Surgery. McGraw-Hill, 2003; pg
251-57
4. Soetikno Ristaniah. Radiologi Emergensi. Jakarta: Refika Aditama. 2011.
5. Stoneham Mark. Keterampilan Medis invasif. Jakarta: EGC. 2011
6. Sudoyo Aru. Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing. 2014.