LAPORAN KASUS - docshare04.docshare.tipsdocshare04.docshare.tips/files/27747/277470888.pdf · Afek...

download LAPORAN KASUS - docshare04.docshare.tipsdocshare04.docshare.tips/files/27747/277470888.pdf · Afek ekspresi afektif a. Arus : cepat b. Stabilisasi : stabil c. Kedalaman : normal d.

If you can't read please download the document

Transcript of LAPORAN KASUS - docshare04.docshare.tipsdocshare04.docshare.tips/files/27747/277470888.pdf · Afek...

  • LAPORAN KASUS

    GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE MANIA TANPA GEJALAPSIKOTIK

    DOKTER PEMBIMBING

    Dr. Suzy Yusna Dewi, dr., Sp.KJ (K)

    DISUSUN OLEH

    Fenni Cokro

    030.09.086

    RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN

    ILMU KESEHATAN JIWA

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    PERIODE 25 MEI 2015 20 JUNI 2015

  • STATUS PSIKIATRI

    Nama: Fenni Cokro

    NIM : 030.09.086

    Tanda Tangan

    Tanda Tangan

    Dokter Pembimbing:

    Dr. Suzy Yusna Dewi, dr., Sp.KJ (K)

    Nomor Rekam Medik : 0000-00-xx-xx

    Nama Pasien : Ny. K

    Nama Dokter yang Merawat : -

    Tanggal Datang ke UGD : 30 Mei 2015

    Rujukan/datang sendiri/keluarga : Diantar oleh keluarga

    I. IDENTITAS PASIENNama Pasien : Ny. KTempat, Tanggal Lahir : Brebes, 21 Januari 1960Jenis Kelamin : PerempuanAlamat : JakartaAgama : IslamPendidikan : SMPPekerjaan : BerdagangStatus Perkawinan : Sudah MenikahSuku Bangsa : Jawa

    Riwayat Perawatan Tanggal 2 September 2014 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 10

    Oktober 2014, karena ngeracau dan berteriak melihat setan dan mendengar bisikan

    bahwa dirinya seorang artis terkenal. Tanggal 20 Maret 2015 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 3 April

    2015 karena pasien mengamuk dan membanting barang.

    ==================================================================II. RIWAYAT PSIKIATRIK

    Autoanamnesis Tanggal 30 Mei 2015, pukul 11.00 - 12.00 WIB, di UGD RSJSH Tanggal 1 Juni 2015, pukul 11.00 12.00 di ruang perawatan Psikiatri

    Intensive Care Unit

  • Tanggal 5 Juni 2015, pukul 16.00 17.00 di tempat tinggal pasien beserta

    anaknya di daerah Kepa (Home Visit)

    AlloanamnesisWawancara dilakukan dengan anak pasien (Tn. M, 39 tahun, buruh). Wawancara

    dilakukan tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00-12.00 WIB di UGD RSJSH, tanggal 1

    Juni 2015, pukul 11.00 - 12.00 di Cafetarian belakang poli Jiwa RSJ Soeharto

    Heerdjan dan tanggal 5 Juni 2015 pukul 16.00 17.00 di tempat tinggal pasien di

    daerah Kepa.

    A. KELUHAN UTAMAPasien diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak tidur sejak 3 hari yang lalu.

    B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG

    Pasien di antar oleh keluarganya ke UGD RSJ Soeharto Heerdjan dengan keluhan

    tidak tidur sejak 3 hari yang lalu. Menurut pasien, dirinya tidak merasa capek

    sehingga tidak membutuhkan istirahat atau tidur. Perilaku ini sudah sering muncul

    sewaktu berusia 30an tahun, tetapi menghilang dengan sendirinya. Menurut pasien,

    pada waktu itu pasien tidak dapat tidur selama seminggu karena pasien merasa gelisah

    dan takut sesuatu yang buruk akan menimpanya. Setelah mendapat saran dari

    tetangga, pasien pergi ke orang pintar dan menceritakan semua ketakukan dan

    kegelisahan pasien, dan pasien pulang dengan membawa sebotol air untuk diminum

    selama 7 hari berturut-turut. Pasien mengatakan setelah itu pasien merasa lega dan

    tidak ada beban sehingga pasien dapat tidur dengan nyenyak.

    Sehari-hari pasien biasanya bekerja sebagai pedagang, menjual barang-barang

    kebutuhan sehari-hari dan selalu ramah dengan siapa saja. Menurut keluarga pasien,

    lebih kurang setahun belakangan ini, perilaku pasien mulai banyak berubah. Pasien

    sering berbicara sendiri dan kadang ketika tetangga datang untuk membeli barang,

    pasien tampak melamun dan kadang jawaban pasien terdengar ngelantur (tidak

    nyambung). Keluarga pasien mengira pasien sudah pikun karena faktor usia. Sehingga

    keluarga pasien berinisiatif untuk menutup toko sehingga pasien dapat berisitirahat di

    rumah saja. Pada saat itu, pasien menurut dan tidak berkomentar. Di rumah pasien

    tampak diam melamun kemudian sering berbicara sendiri dan pasien mengatakan

    mendengar suara-suara yang memanggilnya tetapi suara tersebut tidak jelas kata-

    katanya.

  • Menurut keluarga pasien, sebelum kejadian ini, pasien sebelumnya pernah pingsan

    karena terpeleset di kamar mandi, tetapi dari hasil pemeriksaan dokter, tidak terdapat

    kelainan yang berarti sehingga pasien diperbolehkan pulang ke rumah. Karena

    keluarga pasien takut dengan perilaku pasien dapat bertambah parah, maka keluarga

    pasien membawa pasien berobat ke puskesmas kemudian pasien dirujuk ke RSJ

    Soeharto Heerdjan dan mendapatkan pengobatan. Dan setelah mendapat pengobatan,

    pasien mengalami banyak perbaikan dan sudah dapat berkomunikasi seperti sedia

    kala.

    Setelah pengobatan, pasien istirahat di rumah dan hanya melakukan aktivitas rumah

    tangga saja. Di awal tahun 2015 ini, pasien baru sadar jika toko dagangnya sudah

    dijual oleh anaknya karena terlilit oleh hutang. Pasien saat itu sangat marah sekali dan

    sempat mengusir anaknya dari rumah. 3 hari kemudian, sewaktu anak pasien pulang

    ke rumah, pasien tampak berantakan dan tidak terurus. Pasien mulai suka marah-

    marah tidak jelas dan sempat membanting barang yang ada disekitarnya, setelah itu

    pasien kabur lari dari rumahnya. Pasien dibawa kembali ke RSJ Soeharto Heerdjan

    untuk diperiksakan kembali. Sehingga pasien kembali di rawat di rumah sakit.

    Keyakinan, ketakutan, dan pikiran yang selalu dipikirkan oleh pasien disangkal.

    pasien tidak merasa tidak nyaman atau dirinya berbeda seperti biasanya. pasien tidak

    merasa lingkungannya berubah, namun pasien sering merasa kesepian karena pasien

    sering ditinggal sendirian dirumah karena semua anaknya telah bekerja dan pulang

    hingga larut malam.

    Menurut pasien, pasien mulai merasa sulit tidur sejak 3 hari yang lalu karena menurut

    pasien dirinya tidak merasa capek atau lelah. Menurut keluarga pasien, pasien tampak

    sibuk sekali. Mulai dari pekerjaan rumah tangga, pasien dapat mengulang aktivitas

    tersebut lebih kurang 2 kali (pagi dan sore hari). Pada siang hari pasien ikut arisan

    dengan tetangganya atau ikut pengajian. Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan

    aktivitas seperti ini. Menurut pasien, jika pasien aktif maka tetangga akan mengenal

    diri pasien seperti sosok yang baru. Sehingga pasien memlih untuk tidak tidur karena

    akan mengurangi jatah waktunya untuk memperbaiki diri. pasien mengatakan dirinya

    sangat bugar jika terus menerus beraktivitas dan di dalam pikiran pasien banyak sekali

    kegiatan yang ingin dilakukan sehingga terkadang pasien bingung ingin

    memprioritaskan yang mana terlebih dahalu. Pasien ingin dapat aktif di organisasi

  • 2013

    Oktober 2014

    April, 2015

    wanita di sekitar rumahnya, aktif ikut pengajian dan ingin sekali dapat membantu di

    pemerintahan.

    C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA1. Gangguan Psikiatrik

    Pasien pernah di rawat di rumah sakit jiwa dikarenakan pasien suka melamun serta

    bicara tidak jelas. Kemudian pasien juga pernah di rawat kembali karena marah-

    marah dan mengamuk.

    2. Riwayat Gangguan MedikHipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Kecelakaan (-), Trauma kepala (-), Kejang

    (-), Alergi (-)

    3. Riwayat Penggunaan Zat PsikoaktifPasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak pernah menggunakan obat-

    obatan terlarang sebelumnya.

    4. Riwayat Gangguan Sebelummnya

    D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

    Pasien merupakan anak tunggal. Pasien mengatakan tidak tahu mengenai riwayat

    kehamilan dan persalinan ibunya sebab orangtuanya sudah lama meninggal dan

    keluarga pasien berkata tidak pernah menanyakan hal tersebut.

    2. Riwayat PendidikanPasien menempuh SD selama 6 tahun, dan SMP 3 tahun. Selanjutnya pasien tidak

    meneruskan sekolah karena alasan kesulitan biaya.

    3. Riwayat Pekerjaan

  • Pasien mengatakan bahwa ia sejak dulu adalah seorang pedagang di sebuah pasar.

    4. Kehidupan BeragamaPasien beragama Islam dan melakukan ibadah sholat lima waktu. Pasien

    mengatakan bahwa pasien berusaha untuk membaca kitab suci setiap hari, berdoa,

    dan mengikuti pengajian jika memungkinkan.

    5. Kehidupan Sosial dan PerkawinanPasien menikah satu kali. Suami pasien baru saja meninggal, yang membuat

    status perkawinannya saat ini menjadi janda. Hubungan pasien dengan tetangga

    maupun saudara-saudara baik. Pasien masih mengikuti kegiatan dengan orang-

    orang di sekitar tempat tinggalnya (bertamu, mengikuti pengajian). Hubungan

    dengan tetangga tidak ada masalah.

    6. Riwayat HukumPasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah berurusan

    dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan.

    E. RIWAYAT KELUARGA Pasien merupakan anak tunggal. Suami pasien sudah wafat, yang menyebabkan status

    pasien sekarang adalah janda. Pasien memiliki dua orang anak. Keduanya dalam

    keadaan sehat. Pasien mengatakan bahwa ia juga mengalami trauma akibat rumahnya

    mengalami kebakaran beberapa tahun silam.

  • F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANGSuami pasien sudah wafat. Ia hidup dengan bantuan dana dari anak pertama dan

    keduanya. Aktivitas sehari-hari pasien hanya sebagai berdagang.

    G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYAPasien menilai dan menyadari dirinya sakit, namun tidak tahu pada bagian apa/bagian

    tubuh mana yang bermasalah. Pasien mengetahui ia berobat di RSJSH. Persepsi

    lingkungan terhadap dirinya, ia dianggap stress dan selalu cemas.

    ==================================================================III. STATUS MENTAL (Tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00 WIB)

    A. DESKRIPSI UMUM1. Penampilan

    Pasien seorang perempuan usia 50 tahun, tampak sesuai usianya, bertubuh kurus.

    Pada saat wawancara pasien mengenakan baju terusan berwarna kemerahan dan

  • kerudung berwarna merah muda, menggunakan alas kaki sandal jepit. Kebersihan

    dan kerapihan diri cukup. 2. Kesadaran

    a. Kesadaran sensorium/neurologik : compos mentisb. Kesadaran psikiatrik : tampak terganggu.

    3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotora. Sebelum wawancara : pasien sedang datang UGD RSJSH ditangani oleh

    dokter jaga UGDb. Selama wawancara : pasien duduk didepan pemeriksa, melakukan kontak

    mata. Pasien duduk agak gelisah dan menjawab semua pertanyaan yang

    diajukan dengan baik. Pasien kadang tampak termenung, sebelum melanjutkan

    percakapan. Sesekali pasien tampak meremas tangannya.c. Sesudah wawancara : Pasien beristirahat kembali di bed pasien

    4. Sikap Terhadap Pemeriksa: kooperatif, tampak bersahabat5. Pembicaraan

    a. Cara berbicara : Pembicaraan spontan, lancar dan keras. b. Gangguan berbicara : Atikulasi jelas

    B. ALAM PERASAAN (EMOSI)1. Mood : euthym2. Afek ekspresi afektif

    a. Arus : cepatb. Stabilisasi : stabilc. Kedalaman : normald. Skala diferensiasi : normale. Keserasian : serasif. Pengendalian impuls : cukupg. Ekspresi : adah. Dramatisasi : adai. Empati : dapat dirasakan

    C. GANGGUAN PERSEPSI1. Halusinasi : tidak ada2. Ilusi : tidak ada3. Depersonalisasi : tidak ada4. Derealisasi : tidak ada

    D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)1. Taraf Pendidikan : Sesuai dengan tingkat pendidikan (tamat SMP)2. Pengetahuan Umum : Baik (mengetahui nama presiden saat ini)3. Kecerdasan : Rata-rata4. Konsentrasi : Baik (Pasien dapat mengeja namanya dari depan

    kebelakang dan sebaliknya)5. Orientasi

    a. Waktu : Baik (dapat mengetahui waktu wawancara).b. Tempat: Baik (pasien mengetahui ia berada di rumah sakit).c. Orang : Baik (pasien mengetahui ia diantar oleh siapa ke rumah sakit).

  • d. Situasi : Baik (Pasien mengetahui situasi di sekitar RSJSH).6. Daya Ingat

    a. Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat tanggal lahirnya)b. Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat ia naik kendaraan apa

    untuk ke rumah sakit).c. Segera : Baik (Pasien dapat mengulang tiga nama benda yang

    disebutkan pewawancara)7. Pikiran Abstraktif : Baik (pasien dapat mendeskripsikan perbedaan dan

    persamaan bola dengan jeruk)8. Visuospasial : Baik (pasien mampu menggambar jam)9. Bakat Kreatif : Tidak dapat terlihat10. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik (pasien makan, mandi, dan berpakaian

    sendiri)

    E. PROSES PIKIR1. Arus Pikir

    a. Produktivitas : berpikir cepat, banyak bicarab. Kontinuitas : flight of ideas, asosiasi baikc. Hendaya bahasa : Tidak ada

    2. Isi Pikira. Preokupasi : tidak adab. Waham : tidak adac. Obsesi : Tidak adad. Fobia : Tidak adae. Gagasan rujukan : Tidak adaf. Gagasan pengaruh : Tidak ada

    F. PENGENDALIAN IMPULS Baik, selama wawancara pasien bersemangat dan tidak menunjukkan gejala yang

    agresif.

    G. DAYA NILAI1. Daya nilai sosial :

    Baik (pasien mengetahui bahwa mencuri itu berdosa)2. Uji daya nilai :

    Baik (pasien akan mengembalikan dompet ke kantor polisi apabila menemukan

    dompet yang terjatuh di jalanan)3. Daya nilai realitas :

    Buruk

    H. TILIKANDerajat 2 : mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit tetapi juga

    sekaligus menyangkal pada waktu yang bersamaan

    I. RELIABILITAS

  • Taraf dapat dipercaya

    ==================================================================IV. PEMERIKSAAN FISIK

    A. STATUS INTERNUSKeadaan Umum : baik, tampak tidak sakitKesadaran : compos mentisTekanan Darah : 171/101 mmHgFrekuensi Nadi : 127x/menitFrekuensi Napas : 20x/menitSuhu Badan : 36,3 CKulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kering (+).Kepala : NormocephaliMata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

    ... langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem -/-.Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret

    -/-Telinga : Normotia, membran timpani intak +/+, nyeri tarik -/-.Mulut : Bibir merah, sariawan (-), trismus (-), halitosis (+), candidiasis (-).Lidah : Normoglosia, warna merah muda, kotor (-), tremor (-), deviasi(-)Gigi geligi : BaikUvula : Letak di tengah, hiperemis (-)Tonsil :T1/T1, tidak hiperemisTenggorokan : Faring tidak hiperemisLeher : KGB supra klavikular tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba .membesar, trakea letak normal

    ThoraxParu

    Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun

    dinamis, efloresensi dinding dada (-), pulsasi abnormal (-),

    gerak napas simetris, irama teratur, retraksi suprasternal (-).

    Palpasi : Tidak dilakukan.Perkusi : Tidak dilakukan.Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

    JantungInspeksi : Ictus cordis tidak tampakPalpasi : Tidak dilakukan.Perkusi : Tidak dilakukanAuskultasi : S1 normal,S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

    B. STATUS NEUROLOGIK1. Saraf kranialis (IXII) : Baik2. Tanda rangsang meningeal : Tidak ada

    3. Refleks fisiologis : (+) normal4. Refleks patologis : Tidak ada5. Motorik : Baik

  • 6. Sensorik : Baik7. Fungsi luhur : Baik8. Gangguan khusus : Tidak ada9. Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus

    otot (N), tremor (-), distonia (-)

    V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

    Pasien seorang wanita berusia 55 tahun datang ke UGD RSJSH diantar oleh

    keluarganya karena pasien sudah tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien

    merasa dirinya tidak capek atau lelah. Pasien merasa jika tidur itu akan menghabiskan

    waktunya untuk memperbaiki sosok dirinya. Pasien juga mengatakan aktif ikut dalam

    kegiatan sosial dan aktif melakukan kegiatan rumah tangga. Setahun yang lalu pasien

    juga pernah mengalami kejadian serupa dikarenakan ketakutan dan kecemasan yang

    berlebihan. Akhir tahun 2014, pasien datang berobat karena pasien banyak melamun

    dan bicara tidak jelas. Awal tahun 2015, pasien datang karena mengamuk dan

    membanting barang. Setelah menjalani pengobatan, maka perilaku pasien banyak

    mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Dari pemeriksaan Psikiatri ditemukan psikomotor pasien aktif, mood euthym, afek

    luas dan appropriate, sulit memulai konsentrasi, mempertahankan konsentrasi, dan

    mudah teralihkan (distraktibilitas). Pasien tidak mengalami gangguan pengendalian

    diri. Tilikannya derajat 2.

    =================================================================VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

    Aksis I: Gangguan Klinis dan Kondisi Klinis yang Menjadi Fokus Perhatian

    KhususBerdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan

    kedalam:

    1. Gangguan kejiwaan karena adanya :

    Ganguan fungsi / hendaya (disabilitas): gangguan dalam fungsi sosial seperti

    gangguan hubungan intrapersonal (pasien tampak aktif di lingkungan

    sekitarnya). Distress / penderitaan: impulsif, marah-marah apabila keinginannya tidak

    dipenuhi dan mudah terdistraksi. 2. Gangguan jiwa ini sebagai GMNO, karena:

  • - Tidak ada gangguan jiwa yang disebabkan oleh penyakit organik.- Tidak ada penurunan kesadaran biologis.- Tidak ada gangguan kognitif (orientasi dan memori).- Tidak ada gangguan akibat penyalahgunaan obat atau riwayat konsumsi

    NAPZA.3. Gangguan jiwa ini tidak disebabkan pengaruh zat psikoaktif

    Tidak ada gangguan akibat penyalahgunaan obat dan zat psikoaktif yang

    berefek pada episode saat ini (menurut pasien mengaku tidak pernah

    mengkonsumsi alkohol dan NAPZA).4. Gangguan non-psikotik, karena tidak adanya hendaya dalam menilai realita.

    Menurut PPDGJ III, gangguan yang dialami pasien ini adalah gangguan afektif

    bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik karena memenuhi kriteria seperti: o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa

    gejala psikotik (F30.1); dano Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

    manik, depresif, atau campuran) di masa lampau

    Aksis II: Gangguan Kepribadian dan Retardasi MentalTidak ada gangguan kepribadian karena tidak terdapat ciri patologik dari kepribadian.Tidak ada retardasi mental karena pasien mampu menempuh sekolah sampai lulus

    SMP Aksis III: Kondisi Medis Umum

    Tidak ada kelainan fisik dan cacat bawaan yang ditemukan.

    Aksis IV: Problem Psikososisal dan Lingkungan Masalah keluarga (sering merasa kesepian karena ditinggal oleh anaknya bekerja

    hingga larut malam).

    Aksis V: Penilaian Fungsi Secara GlobalBerdasarkan hasil wawancara dengan pasien dan observasi, maka skala Global

    Assesment of Functioning (GAF) ditentukan berikut ini:GAF current : 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas social

    ringan)

    GAF saat masuk RS : 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas social

    ringan)

    GAF HLPY : 90-81 (gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak

    lebih dari masalah harian yang biasa)

    ==================================================================

  • VII. EVALUASI MULTIAKSIALAksis I : F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala

    psikotik Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosisAksis III : Tidak ada (none)Aksis IV : Masalah perumahanAksis V : GAF current : 80-71

    GAF saat masuk rumah sakit : 80-71 GAF HLPY : 90-81

    ==================================================================

    VIII. PROGNOSISA. Quo ad vitam: dubia ad bonam (gangguan afektif bipolar episodik manik tanpa gejala

    psikotik tidak menyebabkan kematian, tidak ada tanda-tanda pasien

    menderita.gangguan organik atau penyakit lain).B. Quo ad functionam: dubia ad bonam (pasien masih dapat menjalankan kegiatan

    sehari-hari, dengan gangguan yang masih dalam tahap bisa ditanggulangi)C. Quo ad sanactionam: dubia ad bonam (gejala yang timbul dapat minimal asalkan

    pasien mengonsumsi obat dan melakukan terapi relaksasi)

    IX. DAFTAR MASALAHA. Organobiologik :

    - Tidak didapatkan kelainan organikB. Psikologi/psikiatri :

    - Preokupasi tentang bencana atau musibah yang akan dialami- Tilikan derajat 2

    C. Sosial/keluarga : - Jika gejala muncul, didapatkan hendaya dalam aktivitas sehari-hari

    ==================================================================X. TERAPI

    Terapi FarmakologiPada Gangguan Afektif Bipolar (manic depressive disorder) dengan serangan-serangan

    episode mania/depresi : Lithium Carbonate sebagai obat profilaksis terhadap serangan

    sindrom mania/depresi, dapat mengurangi frekuensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.Depakote NaDosis : 3 x 250 mgEfek Terapi :

    Efektif pada subtipe Bipolar Efektif utk gejala psikotiktif Efek samping Gangguan kognitif kurang dari lithium

    Efek samping :

    Efek sedasi

  • -Rambut rontok

    -Peningkatan BB

    -tremor

    -Gangguan GI

    -thrombositopenia

    -Hepatoksisitas ,pancreatitis (jarang)

    -Polycystic Ovarian Syndrome

    -Harus monitor kadar obat dlm plasma

    PsikoedukasiDilakukan psikoedukasi pada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang dialami

    pasien, gejala yang mungkin terjadi, rencana tatalaksana yang mungkin diberikan, pilihan

    obat, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.Psikoterapi Psikoterapi suportif

    - Ventilasi : pasien diberikan kesempatan untuk meluahkan isi hatinya- Sugesti : menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan

    hilang- Reassurance : meyakinkan pasien bahwa dia sanggup mengatasi masalahnya.

    Psikoterapi edukatif- Memotivasi pasien untuk berobat teratur- Menasehati pasien supaya lebih banyak mendekati lingkungan secara

    perlahan-lahan- Memberi edukasi untuk membantu pasien agar dapat mengerti keadaan yang

    sekarang dan mengatasi permasalahan yang ada dan menyesuaikan diri dengan

    lingkungannya

    TINJAUAN PUSTAKA

    Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini ialah perubahan suasana perasaan (mood)

    atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya, atau ke

    arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya

  • disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala

    lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah difahami hubungannya dengan

    perubahan tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang, dan timbulnya

    episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau situasi yang menegangkan.

    Hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respon terhadap terapi

    dan akibat dari gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) belim cukup difahami. dengan

    baik untuk memungkinkan klasifikasinya disepakati secara universal.

    Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan alasan praktis, yaitu

    untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan mudah diidentifikasi. Episode

    tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan gangguan yang multiple lainnya oleh karena

    sebagian besar dari pasien hanya mengalami satu episode penyakit dan keparahan ditonjolkan

    oleh karena implikasinya bagi terapi dan penyediaan pelayanan yang berbeda tingkatannya.

    Pembedaan antara kelas keparahan yang berbeda masih merupakan masalah ; ketiga kelas

    yaitu ringan, sedang, dan berat ditentukan di sini oleh karena banyak klinisi

    menginginkannya.

    Istilah mania dan depresi berat digunakan dalam klasifikasi ini untuk menunjukkan kedua

    ujung yang berlawanan dalam spectrum afektif ; hipomania digunakan untuk menunjukkan

    suatu keadaan pertengahan tanpa waham, halusinasi atau kekacauan menyeluruh dari

    aktivitas normal, yang sering (meskipun tidak semata-mata) dijumpai pada pasien yang

    berkembang ke arah mania atau dalam penyembuhan dari mania.

    Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV), dua gangguan

    mood utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Kedua gangguan ini

    seringkali dinamakan gangguan afektif tetapi patolgi utama dalam gangguan ini adalah

    mood, yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek yaitu

    ekspresif eksternal dari isi emosional saat itu. Pasien yang menderita hanya episode depresif

    dikatakan mengalami gangguan depresif berat. Pasien dengan episode manik dan depresif dan

    pasien dengan episode manik saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan bipolar

    II ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomania,

    yaitu episode gejala manik yang tidak memenuhi criteria lengkap untuk episode manik yang

    ditemukan pada gangguan bipolar I.

  • Suasana perasaan/ mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal

    mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya ; mereka

    merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood/ suasana perasaan

    adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan

    pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood meninggi (elevated)

    (yaitu mania), menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang melonacat-loncat (flight of

    ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien

    dengan mood terdepresi (yaitu depresi), merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan

    bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau

    bunuh diri. Tanda dan gejala lain adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,

    pembicaraan, dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama

    biologis lainnya). Perubahan ini hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal,

    sosial, dan pekerjaan.

    KLASIFIKASI DAN PEDOMAN DIAGNOSIS

    Menurut ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problem)

    dan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) :

    F30 F39 Gangguan Suasana Perasaan/ Mood [ Afektif]

    F30 Episode manik

    F30.0 Hipomania

    F30.1 Mania tanpa gejala psikotik

    F30.2 Mania dengan gejala psikotik

    F30.8 Episode manik lain

    F30.9 Episode manik, tidak ditentukan

    F31 Gangguan Afektif Bipolar

    F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang hipomanik

    F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik tanpa gejala psikotik

    F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik dengan gejala psikotik

    F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi ringan atau sedang

    .30 Tanpa gejala somatik

  • .31 Dengan gejala somatik

    F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat tanpa gejala psikotik

    F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat dengan gejala psikotik

    F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang campuran

    F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang dalam remisi

    F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lain

    F31.9 Gangguan Afektif Bipolar, tidak ditentukan

    F32 Episode Depresif

    F32.0 Episode depresif ringan

    .00 Tanpa gejala somatik

    .01 Dengan gejala somatik

    F32.1 Episode depresif sedang

    .10 Tanpa gejala somatik

    .11 Dengan gejala somatik

    F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

    F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

    F32.8 Episode depresif lain

    F32.9 Episode depresif, tidak ditentukan

    F33 Gangguan Depresif Rekuren

    F34 Gangguan Mood [Afektif] Persisten

    F38 Gangguan Mood [Afektif] lain

    F39 Gangguan Mood [Afektif] tidak ditentukan

    Menurut DSM- IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) :

    Gangguan Mood

  • Tuliskan keadaan sekarang gangguan depresif berat atau gangguan bipolar I pada digit kelima:

    1 ringan

    2 sedang

    3 parah, tanpa ciri psikotik

    4 parah, dengan ciri psikotik

    5 dalam remisi parsial

    6 dalam remisi penuh

    0 tidak ditentukan

    Gangguan Depresif

    296.xx Gangguan depresif berat

    .2x episode tunggal

    .3x rekuren

    300.4 Gangguan distimik311 Gangguan deperesif YTT

    Gangguan Bipolar

    296.xx Gangguan bipolar I

    .0x episode manik tunggal

    .40 episode terakhir hipomanik

    .4x episode terakhir manik

    .6x episode terakhir campuran

    .5x episode terakhir terdepresi

    .7 episode terakhir tidak ditentukan

    296.89 Gangguan bipolar II

    301.13 Gangguan siklotimik

    296.80 Gangguan bipolar YTT

    293.83 Gangguan mood karena kondisi medis umum

    Gangguan mood akibat zat (lihat gangguan berhubungan zat untuk kode spesifikzat

  • 296.90 Gangguan mood YTT

    PEDOMAN DIAGNOSIS : (PPDGJ- III)

    F30 EPISODE MANIK :

    Saat ini dalam keadaan manik, tetapi belum pernah mengalami afektif sebelum atau

    sesudahnya.

    Terdapat 3 gradasi :

    F30.0 Hipomania

    Suasana perasaan berada antara siklotimia dan mania

    Pedoman diagnosis

    (1) Suasana perasaan yang meningkat ringan dan menetap sekurang-kurangnya

    beberapa hari berturut-turut , disertai perasaan sejahtera yang mencolok.

    (2) Peningkatan aktivitas, berupa :

    Bercakap-cakap, bergaul dan akrab berlebih

    Peningkatan energi seksual

    Pengurangan kebutuhan tidur

    (3) Tidak terdapat kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan

    oleh masyarakat

    F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

    Suasana meninggi tidak sepadan dengan individu, sampai mengganggu fungsi

    pekerjaan dan hubungan sosial

    Serangan pertama paling sering antara 15 30 tahun

    Pedoman diagnosis

    1)Suasana perasaan yang meningkat tidak sepadan dengan keadaan individu

    sampai hampir tak kendali

    2)Aktivitas meningkat, berupa :

    Pembicaraan cepat dan banyak

    Berkurangnya kebutuhan tidur

    Tidak dapat memusatkan perhatian

  • Harga diri melambung

    Pemikiran serba hebat

    Terlalu optimistik

    (3). Berlangsung satu minggu atau lebih

    (4) Hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosialnya terganggu

    F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik

    Gambaran klinis lebih berat dari Mania tanpa gejala psikotik, dan disertai waham atau

    halusinasi

    Aktivitas fisik yang berlebihan tadi dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan;

    pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi yang dapat mengancam dirinya

    F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

    PENGERTIAN GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

    Harus pernah mengalami gangguan afektif sebelumnya ( hipomanik, manik, depresif,

    atau campuran )

    Biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar dua episode

    Rata-rata episode manik berlangsung 4 bulan dan depresif 6 bulan

    PENGGOLONGAN DIAGNOSIS

    1. Pedoman Umum

    Semua jenis gangguan afektif bipolar harus pernah ada sekurang-

    kurangnya satu episode afektif.

    Penggolongan tipe tergantung pada jenis afektif pada episode saat ini.

    2. Berbagai tipe Gangguan Afektif Bipolar

    F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomania

    Episode saat ini sesuai dengan Hipomania

    F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

  • Episode saat ini memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik.

    F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

    Episode saat ini memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik.

    F31.3 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Ringan atau Sedang

    Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan

    atau sedang.

    F31.4 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik

    Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat

    tanpa gejala psikotik.

    F31.5 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat dengan Psikotik

    Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat

    dengan gejala psikotik.

    F31.6 Gangguan Bipolar, Episode Kini Campuran

    Episode saat ini menunjukkan gejala manik, hipomanik, dan depresif

    yang tercampur atau bergantian dengan cepat serta telah berlangsung

    sekurang-kurangnya dua minggu.

    F31.7 Gangguan Bipolar, Episode Kini dalam Remisi

    Sekurang-kurangnya pernah dua episode afektif dan saat ini tidak

    terdapat gejala afektif yang nyata.

    F32 EPISODE DEPRESIF

    PENGERTIAN UMUM

    Mengalami suasana perasaaan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,

    mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.

    Terdapat tiga variasi episode : ringan, sedang, dan berat.

    Penegakan diagnosis dibutuhkan waktu paling sedikit 2 minggu.

    Kelompok diagnosis ini hanya untuk episode afektif yang pertama saja.

    PENGGOLONGAN DIAGNOSIS

  • F32.0 Episode Depresif Ringan

    ( 1 ) Sekurang-kurangnya dua gejala depresif yang khas (gejala A) :

    Perasaan depresif

    Kehilangan minat dan kesenangan

    Mudah menjadi lelah

    ( 2 ) Sekurang-kurangnya dua dari gejala B :

    Konsentrasi dan perhatian berkurang

    Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

    Rasa bersalah dan tak berguna

    Masa depan suram dan pesimis

    Gagasan atau perbuatan membahayakan diri

    Tidur terganggu

    Nafsu makan berkurang

    (3) Telah berlangsung paling sedikit dua minggu

    (4) Tidak boleh ada gejala yang berat

    (5) Masih dapat meneruskan pekerjaan dan kegiatan sosial.

    F32.1 Episode Depresif Sedang

    (1) Paling sedikit dua dari gejala A

    (2) Paling sedikit tiga dari gejala B

    (3) Paling sedikit dua minggu

    (4) Mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

    F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik

    (1) Tiga dari gejala A

    (2) Paling sedikit empat dari gejala B dan intensitas berat.

  • (3) Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan onset sangat

    cepat.

    (4) Tidak mungkin melakukan pekerjaan dan kegiatan sosial.

    F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

    Sama seperti F32.2 disertai dengan waham, halusinasi, atau stupor depresif.

    EPIDEMIOLOGI

    Gangguan depresif berat merupakan suatu gangguan yang sering dengan prevalensi seumur

    hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan sebesar 25 persen pada wanita. Gangguan

    bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat, dengan prevalensi seumur hidup

    adalah 2 persen. Perbedaan lain antara gangguan bipolar I dan gangguan depresif berat adalah

    sebagian besar pasien gangguan bipolar I akhirnya dating berobat ke dokter dan mendapatkan

    pengobatan tetapi pada gangguan depresif berat hanya separuh pasien yang mendapatkan

    terapi spesifik.

    Jenis Kelamin

    Prevalensi gangguan depresif berat terjadi dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan

    laki-laki. Sedangkan gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama antara laki-laki

    dan wanita.

    Usia

    Pada umumnya onset gangguan bipolar I adalah lebih awal daripada onset gangguan depresif

    berat. Usia onset untuk gangguan biplar I terentang dari masa anak-anak (seawalnya usia 5

    atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun. Pada

    gangguan depresif berat rata-rata usia onsetnya adalah 40 tahun. Saat ini insidens gangguan

    depresif berat meningkat pada orang yang berusi kurang dari 20 tahun, hal ini dihubungkan

    dengan meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut.

    Ras

    Tidak ada perbedaan prevalensi gangguan mood pada satu ras ke ras lainnya.

  • Status Perkawinan

    Pada umumnya, gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I terjadi paling sering pada

    orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau berpisah.

    Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural

    Insidens gangguan bipolar I yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang

    tinggi. Contohnya gangguan bipolar I sering terjadi pada kelompok orang yang tidak lulus

    perguruan tinggi daripada yang lulus. Sedangkan pada gangguan depresif berat lebih sering

    terjadi di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan.

    ETIOLOGI

    Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Namun faktor penyebab dapat

    secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial.

    Perbedaan tersebut adalah buatan karena ketiga bidang tersebut dapat saling berinteraksi dan

    mempengaruhi antara mereka sendiri.

    Faktor biologis

    Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam

    mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter

    yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika

    neurotransmitter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.

    Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin

    biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan

    mood. Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan

    depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan

    manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling

    konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi

    heterogen pada amin biogenic.

    Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan

    neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu,

    bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.

  • NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun

    (down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan

    merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung

    sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik

    reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan

    penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga

    berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.

    SEROTONIN. Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering dihubungkan

    dengan depresi. Ini dibuktikan dengan efek besar yang telah diberikan oleh Serotonin-

    Specific Reuptake Inhibition dalam pengobatan depresi, Penurunan serotonin dapat

    menimbulkan depresi. Pada pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin

    yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresen jangka panjang

    terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin di trombosit.

    DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data

    menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Pada

    penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang

    mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-

    obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion

    menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi

    adalah disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1)

    yang ditemukan pada depresi.

    Obat-obatan yang mempengaruhi siste neurotransmitter seperti kokain akan memperparah

    mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada

    reuptake dopamine dan serotonin. Calcium channel blocker yang digunakan untuk mengobati

    mania dapat mengganggu reguasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat

    menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.

    Faktor neurokimiawi lain. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti

    vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa

    penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate

    cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan

    penyebab gangguan mood.

  • Regulasi neuroendokrin. Hipotalamus adalah pusat regulasi sumbu neurohormonal dan

    hipotalamus sendiri menerima banyak masukan neuroal yang menggunakan neurotransmitter

    amin biogenik. Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin merupakan hasil dari

    fungsi abnormal neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendkrin yang utama

    yang menarik perhatian di dalam gangguan mood adalah sumbu adrenal, tiroid dan horman

    pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lainnya adalah penurunan sekresi nocturnal

    melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhdap pemberian tryptophan, penurunan kadar

    dasar follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dan penurunan kadar

    testosterone pada laki-laki.

    SUMBU ADRENAL. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi adalah suatu

    pengamatan yang paling tua dalam psikiatri biologi. Pada sumbu adrenal, hormone

    adrenokortikotropik (ACTH) mengstmulas pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Kortisol

    memberikan umpan balik (feedback) melalui 2 mekanisme : mekanisme umpan balik cepat

    melalui reseptor kortisol di hipokampus yang menurunkan pelepasan ACTH; dan mekanisme

    umpan balik lambat memlaui reseptor hipofisis dan adrenal. Penelitian menemukan bahwa

    pasien yang mengalami depresi memiliki gangguan fungsi pada loop umpan balik cepatnya,

    yang menyatakan bahwa pasien depresi mungkin memiliki fungsi reseptor kortisol yang

    abnormal di hipokampus. Karena ditemukan hiperkortisolemia dapat merusak neuron

    hipokampus, suatu siklus yang melibatkan stress, stimulasi pelepasan kortisol dan

    ketidakmampuan untuk menghentikan pelepasan kortisol dapat menyebabkan bertambahnya

    kerusakan hipokampus. Pada Dexamethasone suppression test, 50% dari pasien yang

    mengalami depresi gagal memiliki respon supresi kortisol (nonsupresi kortisol) yang normal

    terhadap dosis tunggal dexamethasone.

    SUMBU TIROID. Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah

    mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood.

    Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang

    tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan ganggua mood

    khususnya gangguan bipolar I memiliki antibody antitiroid yang dapat dideteksi.

    HORMON PERTUMBUHAN. Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan

    pengaturan pelepasan hormone pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal.

    Pasien depresi memiliki penumpulan stimulasi pelepasan hormone pertumbuhan yang

    diinduksi tidur. Peneliti juga menemukan bahwa pasien dengan depresi memiliki penumpulan

  • respon terhadap peningkatan sekresi hormone pertumbuhan yang diinduksi clonidine

    (Catapres).

    Kelainan tidur. Gangguan tidur seperti insomnia awal dan terminal, terbangun berulang kali

    (multiple awakening) dan hipersomnia, adalah gejala yang klasik dan sering ditemukan pada

    depresi, dan perasaan menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.Penelitian

    telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang

    menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan yang sering ditemukan antara lain

    perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan

    panjang periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal.

    Pembangkitan (kindling). Pembangkitan adalah proses elektrofisiologi di mana stimulasi sub-

    ambang (subtreshold) yang berulang dari suatu neuron akhirnya menciptakan suatu potensial

    aksi. Stimulasi sub-amabng di suatu daerah otak dapat menyebabkan kejang. Pengamatan

    klinis bahwa obat antikonvulsan berguna dalam pengobatan gangguan mood telah

    menimbulkan teori bahwa patofisologi gangguan mood mungkin melibatkan pembangkitan di

    lobus temporalis.

    Irama sirkadian. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa

    penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam

    biologis inernal.

    Regulasi neuroimun. Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi

    dan pada orang yang berdukacita berat. Disregulasi sumbu kortisol dan regulasi hipotalamik

    yang abnormal mungkin mempengaruhi status imun.

    Pencitraan otak. Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood, terdapat sekumpulan

    pasien dengan gangguan bipolar I terutama laki-laki memiliki ventrikel serebral yang

    membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat.

    Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat

    memiliki nucleus kaudatus dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan

    penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi

    berat.

    Pertimbangan neuroanatomis. Gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologis

    mendukung hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologis di sistem limbik, ganglia

    basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbic terutama pada

  • hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada

    hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual

    pada pasien degan depresi. Postur ang membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan

    gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita

    dengan gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal

    lainnya.

    Faktor Psikososial

    Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan

    Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama

    gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk

    pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. Satu teori yang diajukan untuk

    pengamatan tersebut adalah stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan

    biologik otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat

    menyebabkan perubahan keadaan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi signal

    intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam

    kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang

    berada dalam resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya,

    bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

    Faktor Kepribadian Komorbid

    Tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang

    kepada depresi. Semua manusia,apa pun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi

    depresi pada keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadiannya tertentu, seperti dependen-oral,

    obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk

    mengalami depresi daripada tipe kepribadian tipe antisosial, paranoid, dan lainnya. Tidak ada

    bukti yang menyatakan bahwa adanya gangguan kepribadian tertentu adalah berhubungan

    dengan perkembangan gangguan bipolar kemudian. Gangguan distimik dan gangguan

    siklotimik adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar.

    Faktor Psikoanalitik dan Psikosomatik

  • Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara

    kehilangan obyek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien

    depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan obyek yang hilang. Freud

    membedakan melakolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien depresi

    menunjukkan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungannya perasaan bersalah dan

    mencela diri sendiri.

    E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat

    melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang

    depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi

    seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup

    sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.

    Heinz Kohut, menyatakan bahwa respon tertentu di dalam lingkungan diperlukan untuk

    mempertahankan harga diri dan dan kelengkapan perasaan.

    Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)

    Pada orang yang depresi, dapat ditemukan keadaan ketidakberdayaan. Depresi dapat

    membaik apabila pasien yang terdepresi mampu mengendalikan diri dan penguasaan

    lingkungan. Dorongan yang menyenangkan dan positif sangat berperan dalam usaha

    mengatasi depresi.

    Teori kognitif

    Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru yang sering adalah melibatkan distorsi negatif

    pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan

    negatif tersebut selanjutnya mengakibatkan perasaan depresi.

    GAMBARAN KLINIS

    Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan mood, satu untuk depresi dan satu untuk

    mania. Episode depresif dapat terjadi pada gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.

    beberapa pasien dengan gangguan bipolar I memiliki keadaan campuran dengan cirri mania

    dan depresif

    Episode Depresif

  • Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari

    depresi. Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam

    kesedihan, atau tidak berguna. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu

    rasa nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak

    dapat menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik.

    Hampir semua pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energy yang

    menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekolah dan pekerjaan, dan penurunan

    motivasi untuk mengambil proyek baru. 80% pasien mengeluh sulit tidur, khususnya

    terbangun pada dini hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari,

    selama mana mereka mungkin merenungkan masalahnya.

    Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Tetapi

    beberapa pasien mengalami peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur

    yang bertambah. Pasien tersebut diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai cirri atipikal dan

    juga dikenal sebagai memiliki disforia histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan

    gejala yang sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90% pasien depresi. Gejala

    vegetatif lainnya adalah menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja di

    dalam aktivitas seksual.

    Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alcohol, dan keluhan somatic

    (seperti konstipasi dan nyeri kepala) seringkali mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira

    50% dari semua apsien menggambarkan suatu variasi diurnal dari gejalanya, dengan suatu

    peningkatan keparahan di pagi hari dan gejala meringan di malam hari. Gejala kognitif adalah

    laporan subjektif yang berupa ketidakmampuan berkonsentrasi (84% pasien di dalam suatu

    penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67% pasien pada penelitian lain)

    Depresi pada anak-anak dan remaja

    Prestasi akademik yang buruk, penyalahgunaan zat, perilaku antisocial, promiskuitas

    seksual, membolos, dan melarikan diri mungkin merupakan gejala depresi pada remaja.

    Depresi pada lanjut usia

    Depresi lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada populasi umum. Sejumlah penelitian

    telah melaporkan data yang menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia mungkin

    berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang

  • menyertai, dan isolasi social. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa depresi pada

    lanjut usia jarang didiagnosis dan jarang diobati. Jarang dikenalinya depresi pada lanjut usia

    mungkin karena pengamatan bahwa depresi lebih sering tampak dengan gejala somatic pada

    usia lanjut daripada kelompok usia yang lebih muda.

    Episode Manik

    Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah merupakan tanda dari episode

    manik. Selain itu, mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana pasien yang

    sangat ambisius terancam. Seringkali, seorang pasien menunjukan suatu perubahan mood

    yang utama dari euphoria awal pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di kemudian

    waktu.

    Berjudi patologis, suatu kecenderungan untuk menanggalkan pakaian di tempat-tempat

    ramai, berpakaian dan mengenakan perhiasan dengan warna-warna yang terang dan dengan

    kombinasi yang tidak sesuai, dan tidak memeprhatikan perincian-perincian yang kecil

    (seperti lupa meletakkan gagang telepon pada tempatnya) juga merupakan gejala gangguan.

    Pasien seringkali terokupasi oleh gagasan agama, politik, financial, seksual, atau penyiksaan

    yang dapat berkembang menjadi system waham yang kompleks. Kadang-kadang, pasien

    manic menjadi teregresi dan bermain dengan urin dan fesesnya.

    Mania pada Remaja

    Seringkali salah di diagnosis sebagai gangguan kepribadian antisocial atau skizofrenia.

    Gejala mania pada remaja mungkin berupa psikosis, penyalahgunaan alcohol atau zat lain,

    usaha bunuh diri, masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif,

    keluhan somatic multiple, mudah tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian,

    dan perilaku antisocial lainnya.

    Gangguan Penyerta

    Kecemasan. Pada gangguan kecemasan, DSM-IV menyatakan adanya gangguan ansietas-

    depresif-campuran (mixed anxiety-depressive disorder). Gejala yang penting dari kecemasan

    dapat dan seringkali timbul bersama-sama dengan gejala yang penting dari depresi. Pasien

    dari kedua jenis tersebut mungkin merupakan suatu kelompok pasien dengan gangguan

    ansietas-depresi campuran

  • Ketergantungan alcohol. Ketergantungan alcohol seringkali menyertai gangguan mood. Baik

    pasien gangguan depresif berat dan pasien gangguan bipolar I kemungkinan memenuhi

    criteria diagnostic untuk gangguan pengguna alcohol

    Gangguan hubungan dengan zat lainnya. Pada tiap pasien individual penyalahgunaan zat

    mungkin terlibat didalam pencetusan episode penyakit, atau sebaliknya, penyalahgunaan zat

    mungkin merupakan usaha pasien untuk mengobati sendiri penyakitnya. Walaupun pasien

    manic jarang menggunakan sedative untuk meredam euforianya. Pasien depresi seringkali

    menggunakan stimulant, seperti kokain dan amfetamin, untuk menghilangkan depresinya.

    Kondisi medis. Depresi seringkali menyertai kondisi medis, khususnya pada lanjut usia. Jika

    depresi dan kondisi medis terjadi bersama-sama, klinisi harus mencoba untuk menemukan

    apakah kondisi medis dasar berhubungan secara patologis dengan depresi atau apakah tiap

    obat yang digunakkan pasien untuk mengobati kondisi medis menyebabkan depresi.

    PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

    Episode Depresif

    a. Deskripsi umum

    Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum

    walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien

    lanjut usia. Pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan

    spontan, dan pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.

    b. Mood, afek, dan perasaan

    Depresi merupakan gejala penentu. Penarikan sosial dan penurunan aktivitas secara menyeluruh.

    c. Bicara

    Kecepatan dan volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan

    dengan kata tunggal, dan menunjukkan respon yang melambat terhadap

    pertanyaan.

  • d. Gangguan persepsi

    Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode

    depresif berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood (mood congruent) pada seorang pasien terdepresi adalah

    waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar, dan

    penyakit somatik terminal. Waham tidak sesuai mood (mood incongruent) pada seorang pasien terdepresi

    adalah waham kebesaran berupa tenaga, pengetahuan, dan harga diri yang

    melambung. Halusinasi juga terjadi pada episode depresif berat dengan ciri psikotik tetapi

    relatif jarang.

    e. Pikiran

    Memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka seringkali melibatkan perenungan tentang kehilangan,

    bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-kira 10% dari semua pasien depresi memiliki gejala jelas gangguan

    berpikir (penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran).

    f. Sensorium dan kognisi

    OrientasiPasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu,

    walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energi atau minat

    untuk menjawab pertanyaan tentang hal tersebut selama suatu wawancara. Daya ingat

    Kira-kira 50% - 70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan

    kognitif yang seringkali dinamakan pseudodemensia depresif. Pasien seringkali

    mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa.

    g. Pengendalian impuls

    Kira-kira 10% - 15% dari semua pasien terdepresi melakukan bunuh diri, dan

    kira-kira memiliki gagasan bunuh diri. Pasien terdepresi dengan ciri psikotik kadang-kadang berpikiran membunuh

    orang lain yang terlibat di dalam sistem wahamnya.

  • Pasien terdepresi yang paling parah seringkali tidak memiliki motivasi atau

    energi untuk bertindak di dalam cara yang impulsif atau menyerang. Pasien dengan gangguan depresif berada pada resiko yang meninggi untuk

    melakukan bunuh diri saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali

    energi yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri.

    h. Pertimbangan dan tilikan

    PertimbanganMeninjau kembali tindakan mereka belum lama berselang dan perilaku mereka

    selama wawancara. Tilikan

    Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya seringkali berlebihan, mereka

    terlalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidupnya.

    i. Reliabilitas

    Semua informasi yang didapatkan dari pasien terdepresi terlalu menonjolkan hal

    yang buruk dan menekan yang baik.

    j. Skala penilaian objektif untuk depresi

    Zung Zung Self Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20

    nomor. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih.

    Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresif

    pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi. Raskin

    Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur

    keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang

    diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensi: laporan verbal,

    pengungkapan perilaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3

    sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi adalah 7 atau lebih. Hamilton

    Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang

    digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya

    memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total adalah 0 sampai 76.

    Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai

  • jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri,

    kebiasaan tidur, dan gejala depresi lainnya.

    Episode Manika. Deskripsi umum

    Tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang menggelikan, dan sering hiperaktif. Suatu waktu mereka jelas psikotik dan terdisorganisasi, memerlukan pengikatan

    fisik dan penyuntikan intramuskular obat sedatif.

    b. Mood, afek, dan perasaan Biasanya euforik tetapi juga dapat lekas marah. Memiliki toleransi frustasi yang rendah. Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah menjadi

    depresi di dalam beberapa menit atau jam.c. Bicara

    Pasien manik tidak dapat disela saat mereka berbicara, dan mereka seringkali

    rewel dan pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat mania menjadi lebih kuat, pembicaraan menjadi lebih lantang, lebih cepat,

    dan sulit untuk dimengerti. Saat keadaan teraktivasi meningkat, pembicaraan menjadi penuh gurauan,

    kelucuan, sajak, permainan kata-kata, dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktivitas lebih meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar.

    Kemampuan untuk berkonsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan yang

    meloncat-loncat (flight of ideas), gado-gado kata (word salad), dan neologisme. Pada kegembiraan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren

    dan tidak dapat dibedakan dari orang skizofrenik.d. Gangguan persepsi

    Waham ditemukan pada 75% dari semua pasien manik. Waham manik sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan, atau

    kekuatan yang luar biasa. Waham dan halusinasi yang aneh dan tidak sesuai mood juga ditemukan pada

    mania.e. Pikiran

    Isi pikiran pasien manik termasuk tema kepercayaan diri dan kebesaran diri. Pasien manik seringkali mudah dialihkan perhatiannya. Fungsi kognitif keadaan manik ditandai oleh aliran gagasan yang tidak

    terkendali dan dipercepat.f. Sensorium dan kognisi

    Defisit kognitif yang dilaporkan dapat diinterpretasikan sebagai pencerminan

    disfungsi kortikal yang difus, walaupun pemeriksaan selanjutnya mungkin

    mampu untuk melokalisasi bidang yang abnormal.

  • Secara kasar, orientasi dan daya ingat adalah intak, walaupun beberapa pasien

    manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat

    (mania delirium).g. Pengendalian impuls

    Kira-kira 75% dari semua pasien manik adalah senang menyerang atau

    mengancam.h. Pertimbangan dan tilikan

    Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik. Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktivitas seksual,

    dan finansial, kadang-kadang melibatkan keluarganya di dalam kejatuhan

    finansial. Pasien manik memiliki sedikit tilikan terhadap gangguan yang dideritanya.

    i. Reabilitas Informasi dari pasien manik tidak dapat dipercaya.

    DIAGNOSA BANDING

    F06.31 Ganggguan bipolar organik.

    Diagnosis ganggguan bipolar organik atau gangguan mood karena kondisi medis umum

    untuk episode yang menjadi konsekuensi fisiologis secara langsung dari suatu kondisi medis

    tertentu umum (misalnya, multiple sclerosis, stroke, hipotiroidisme). Penentuan ini

    didasarkan pada riwayat, temuan laboratorium dan pemeriksaan fisik.

    F1X.56 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.

    Jelas bahwa ada penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan, atau paparan

    toksin) yang dinilai menjadi penyebab gangguan afektif.

    Gejala seperti yang terlihat dalam episode manik, hipomanik atau campuran mungkin bagian

    dari intoksikasi atau gejala putus zat dari penyalahgunaan obat dan harus didiagnosis sebagai

    Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.(misalnya, suasana gembira

  • yang terjadi hanya dalam keracunan dengan kokain akan didiagnosis sebagai gangguan mood

    akibat peggunaan kokain.

    Dapat dipicu oleh pengobatan antidepresan seperti obat-obatan antidepressan, terapi

    electrokonvunsif, atau terapi cahaya.

    F34.0 Siklotimia

    Ketidakstabilan menetap suasana perasaan meliputi banyak periode depresi ringan dan elasi

    ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria

    gangguan afektif bipolar.

    PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

    Banyak penelitian mendapatkan bahwa gangguan mood cenderung memiliki perjalanan

    penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Walaupun gangguan

    mood sering dianggap ringan berbeda dengan skizofrenia, tetapi tidak seluruhnya benar ;

    gangguan mood banyak meminta korban pada yang menderitanya. Kesimpulan umum lain

    dari penelitian adalah bahwa stressor kehidupan seringkali mendahului episode pertama

    gangguan mood dibandingkan episode selanjutnya. Temuan tersebut telah diinterpretasikan

    sebagai menyatakan bahwa stress psikososial mungkin memainkan peranan di dalam

    penyebab awal gangguan mood dan bahwa, walaupun episode pertama dapat

    menyembuhkan, perubahan yang berlangsung lama di dalam biologi otak menempatkan

    pasien berada pada risiko benar untuk mengalami episode selanjutnya.

    Gangguan Depresif Berat :

    Onset : kira-kira 50% dari pasien di dalam episode pertama gangguan depresif berat

    mengalami gejala depresif yang bermakna sebelum episode pertama yang diidentifikasikan.

    Identifikasi awal dan terapi awal dapat mencegah perkembangan episode depresif yang

    lengkap. Episode depresif pertama terjadi sebelum usia 40 tahun pada kira-kira 50% pasien.

    Onset yang lanjut berhubungan dengan ada tidaknya riwayat keluarga gangguan mood,

    gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alcohol.

  • Durasi : Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan; sebagian besar

    episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3

    bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Saat perjalanan penyakit berkembang,

    pasien cenderung menderita episode yang lebih sering yang berlangsung lama.

    Perkembangan Episode Manik : kira-kira 5-10% pasien dengan diagnosis awal gangguan

    depresif berat menderita suatu episode manik 6-10 tahun setelah episode depresif awal. Usia

    rata-rata untuk pergantian tersebut adalah 32 tahun dan keadaan ini sering terjadi setelah 2 4

    episode depresif.

    Prognosis : Bukan suatu gangguan yang ringan dan cenderung kronis serta mengalami relaps.

    Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki

    kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Persentase pasien yang sembuh setelah

    perawatan di rumah sakit menurun dengan berjalannya waktu dan pada waktu lima tahun

    pasca perawatan di rumah sakit, 10-15 % pasien tidak pulih. Kira-kira 25% pasien mengalami

    suatu rekurensi dalam 6 bulan pertama setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30 50%

    dalam 2 tahun pertama, dan kira-kira 50-75 % dalam 5 tahun. Insidens relaps jauh lebih

    rendah daripada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis

    profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresif. Pada

    umumnya, saat pasien mengalami lebih banyak episode depresif, waktu antara episode

    memendek, dan keparahan masing-masing meningkat.

    Gangguan Bipolar I

    Perjalanan penyakit : Paling sering dimulai dengan depresi (75% pada wanita, 67% pada

    laki-laki), dan merupakan gangguan yang rekuren. Sebagian besar pasien mengalami episode

    depresif maupun manik, walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik. Episode manik

    biasanya memiliki onset yang cepat (jam atau hari), tetapi dapat berkembang lebih dari satu

    minggu.

    Prognosis : Lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40-

    50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode manik kedua dalam waktu 2 tahun setelah

    episode pertama. Penelitian follow-up empat tahun pada pasien dengan gangguan bipolar I

    menemukan bahwa status pekerjaan pramorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, ciri

    psikotik, ciri depresif, dan jenis kelamin laki-laki semuanya adalah faktor yang mengarah

    pada prognosis buruk. Durasi episode manik yang singkat, usia onset yang lanjut, sedikit

  • pikiran bunuh diri, dan sedikit masalah psikiatrik dan medis yang bersama-sama mengarah

    pada prognosis yang baik. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak

    menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita

    gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki dari 2 sampai 30 epiosde manik, walaupun angka

    rata-rata adalah sekitar 9. Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode.

    Pada follow jangka panjang, 15% adalah sehat, 45% sehat tetapi memiliki relaps berganda,

    30% remisi parsial, 10% sakit kronis.

    PENATALAKSANAAN

    Penentuan Kegawatdaruratan

    Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti

    depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi

    yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan

    pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat

    bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.

    a) Rawat Inap

    i. Berbahaya untuk diri sendiri

    Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan

    untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana

    menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan.

    Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang

    penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.

    ii. Berbahaya bagi orang lain

    Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang

    penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap,

    sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari

    kesengsaraan dunia.

    iii. Hendaya Berat

  • Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan

    fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak

    menyembuhkannya.

    iv. Kondisi medis yang harus dimonitor

    Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di

    lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

    b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari

    Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian

    dan lingkungan hidup yang stabil.

    Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana

    untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak

    dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari

    keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap

    penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali

    secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan

    rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

    c) Rawat jalan

    Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.

    i. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal

    dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi

    depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

    ii. Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang

    luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping.

    Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka

    mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun

    mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk

    mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan

    pengobatan.

    iii. Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak

    alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan.

  • Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu

    mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita

    tinggal dan diterima di masyarakat.

    iv. Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang

    penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan

    zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting.

    Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat

    luar biasa.

    Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para

    praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi

    sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

    Terapi

    a) Terapi Farmakologi

    Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.

    Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan

    gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan

    sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi

    akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan

    juga harus diberikan.

    Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita

    gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja

    dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilkan manik

    dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone,

    aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut,

    bahkan untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.

    Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens

    Nama Generik NamaDagang

    Manik

    Mixed

    Maintenance

    Depresi

    Valproate Depakote X

  • Carbamazepine extended release

    Equestro X X

    Lamotrigine Lamictal X

    Lithium X X

    Aripiprazole Abilify X X X

    Ziprasidone Geodon X X

    Risperidone Risperdal X X

    Quetiapine Seroquel X X

    Chlorpromazine Thorazine X

    Olanzapine Zyprexa X X X

    Olanzapine/fluoxetine Combination

    Symbyax X

    b) Terapi Non Farmakologi

    Konsultasi

    Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita

    tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.

    Diet

    Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet

    khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena

    peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan

    efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan

    menyebabkan toksisitas.

    Aktivitas

    Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik.

    Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler

    meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan

    dengan peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan

    toksisitas litium.

  • Edukasi

    Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan

    edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga

    dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan

    dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.

    o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangiperasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.

    o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutamatanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya

    perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.

    o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalamkehidupannya.

    o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

    1. Gangguan kejiwaan karena adanya :