Laporan Kasus Bph

29
LAPORAN KASUS BENIGN PROSTATE HYPERTROPHY Pembimbing : Dr.Tri Endah ,Sp.U Disusun Oleh : Victhoria Agustha Paragaye 030.07.262 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH PERIODE 31 JANUARI – 7 APRIL 2012

description

medical

Transcript of Laporan Kasus Bph

Page 1: Laporan Kasus Bph

LAPORAN KASUS

BENIGN PROSTATE HYPERTROPHY

Pembimbing :

Dr.Tri Endah ,Sp.U

Disusun Oleh :

Victhoria Agustha Paragaye

030.07.262

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH

PERIODE 31 JANUARI – 7 APRIL 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

2012

Page 2: Laporan Kasus Bph

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak

maupun ganas1. Pembesaran prostat jinak (PPJ) merupakan penyakit tersering kedua di klinik

urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penyakit ini juga dikenal sebagai benign

prostatic hyperplasia (BPH), di mana kelenjar periuretra mengalami hiperplasia, sedangkan

jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah2.

Insiden yang pasti dari pembesaran prostat jinak di Indonesia belum pernah diteliti. Tetapi,

sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus

pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994--1997) dan di RS Sumber Waras

sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama3.

Page 3: Laporan Kasus Bph

BAB I

STATUS KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa : Victhoria Agustha Paragaye

NIM : 030.07.262

Dokter Pembimbing : dr. Tri Endah .Sp.U

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. x Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 65 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : sudah Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : pensiunan Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Kemang timur X

RT 08 RW 03

A. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 29 februari 2011, pukul 09.15 WIB

Keluhan Utama:

Susah buang air kecil

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan susah buang air kecil sejak 3 bulan ini,kencing dirasakan sulit,dan

jika ingin kencing harus mengeden atau dipaksa agar bias kencing dengan lancar sehingga untuk

Page 4: Laporan Kasus Bph

kencing saja butuh waktu yang lama serta terasa nyeri dan sekalipun sudah dipaksa os masih

merasa belum puas kencing juga.Os juga mengeluh sering kencing malam hari dan diakhir

kencing masih saja ada yang menetes sehingga celana kadang basah.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Os belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Keluhan ini baru muncul setahun belakangan ini

Os tidak ada riwayat infeksi pada saluhan kemih

Riwayat sakit ginjal disangkal

Riwayat DM dan asma disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi ( + )

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama

Tidak ada yang pernah alami sakit ginjal

Riwayat tekanan darah tinggi,DM dan asma disangkal

Riwayat Penyakit Kebiasaan:

Os sehari-hari makan dengan teratur dan minum air yang cukup dalam sehari,os sering

berolahraga denga berjalan-jalan disekitar kompleks rumahnya,aktivitas harian masih dilakukan

dengan tidak ada hambatan.Os punya riwayat merokok tapi sudah ditinggalkan 20 tahun yang

lalu.

Riwayat Penyakit Pengobatan:

Untuk penyakitnya ini os tidak minum obar sembarang ketika os mulai alami gejala-gejala susah

buang air kecil langsung berobat ke dokter,os pernah berobat akhir tahun 2011 lalu ditangani

dengan pemasangan kateter dan pemberian obar minum.Pada bulan awal januari 2012 os

kembali berobat dengan keluhan yang sama kemudian os dirawat dan dilakukan pemeriksaan lab

dan dilakukan biopsy kelenjar prostat untuk mengetahui pembesaran prostat ini ganas atau jinak.

Serta dilakukan tumor marker.Os tidak ada alergi obat.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Page 5: Laporan Kasus Bph

Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis

Kesan sakit : Sakit sedang

Tinggi Badan : 165

Berat badan : 55kg

Gizi : Baik

Tanda Vital

Tekanan darah : 160 / 100

Nadi : 100 x/ menit

Suhu : 36 derajat celcius

Pernapasan : 16 x/menit

Kepala dalam batas normal

Thoraks dalam batas normal

Abdomen batas normal

Leher dalam batas normal

Ekstremitas dalam batas normal

Genitalia

Inspeksi : warna kulit normal sawo matang ,tidak ada udem,tidak ada

luka,tampak perut bawah tidak membuncit karena terpasang kateter sehingga buli

tidak penuh.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Rectal toucher : Teraba masa kenyal,lobus kanan dan kiri simetris,tidak nyeri

Cuma linu,spingter ani masih kuat,batas atasnya tidak bisa diraba.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 6: Laporan Kasus Bph

Hasil Pemeriksaan Lab dari Laboratorium RSUD Budi Asih

Hasil Lab 6/1/2012

Hematologi

Hb : 14,2 g/dL (13.5-17.5g/dL)

Hematokrit : 42 % (40 -51 %)

Trombosit : 174.000/uL ↓ (163.000-337.000/uL)

Leukosit : 5.500/uL ↓ (4.200-9.900/uL)

GDS : 97 mg/dl (60-100)

Fungsi hati

SGOT : 18 (< 32)

SGPT : 24 mmol/L (<24)

Fungsi Ginjal

Ureum : 24 mg/dl (17-43 mg/dl)

Kreatinin : 1 mg/dl (0,4-1,5 mg/dl)

Tumor marker

PSA ( 24 , 15 ) keterangan :

Usia < 40 tahun 0,21 – 1,72

Usia 40 – 50 tahun 0,27 – 2,19

Usia 50 – 60 tahun 0,27 – 3,42

Usia <70 tahun 0,2 -0,7

Page 7: Laporan Kasus Bph

Tanggal 25/1/2012

Volume prostat 76,33 cc ( < 20 cc)

Diganti kateter kemudian rujuk untuk dibiopsi PA

Tanggal 5/2/2012

Hasil PA BPH

Direncanakn operasi BPH TUR-P

Foto thoraks

Kesan:

Cor dan pulmo dalam batas normal

Hil baik

Ringkasan

Pasien pria usia 65 tahun datang dengan keluhan tidak bias buang air kecil sejak tiga bulan yang

lalu.Kencing dirasakan sulit,harus mengedan dan terasa sakit.Pasien mengeluh sehabis kencing

belum merasa puas,sering kencing malam hari.Pada pemeriksaan fisik TD 160/100,hasil rectal

toucher teraba masa kenyal simetris dan terasa ngilu .Hasil biopsy PA menunjukan adanya

pembesaran prostat.

Diagnosis Kerja

BPH Retensi

Diagnosis Banding

-

Rencana penatalaksanaan

Operasi Trans uretral Resection of prostate (TURP) tanggal 15/3/2012

Page 8: Laporan Kasus Bph

Prognosis :

Ad vitam : Dubia Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanasionam : Dubia ad bonam

LAPORAN PEMBEDAHAN

Tanggal : 15/3/2012

Operator : dr.Tri Endah.Sp.U

Diagnosa pra bedah : Retensi Urin Ec BPH

Diagnose pasca bedah : BPH dan Batu Batu Buli

Tindakan Pembedahan : sitiskopi dan TURP

Uraian pembedahan :

Pasien posisi litotomi dalam anastesi spinal

Asepsis dan antisepsis daerah operasi seluruhnya

Lakukan sistografi dengan s 20 fu + lensa 3,7

Tampal bladder neck tinggi

Batu (+),tubulus sedang,masa ( -)

Pada lateralis TURP secara sistematis

Batu dikeluarkan dengan Elliot

Sistoskopi ulang

Pasang fe 24 +3 y +ballon 40 cc

Pasang kateter

Operasi selesai

Instruksi pasca operasi

Spooling diguyur

Page 9: Laporan Kasus Bph

Kirim jaringan ke PA

Terapi

o Sopirom 2 x 1

o Dycinon 3 x 1

o Ketopain 2 x 1

o Panso 1 x 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 10: Laporan Kasus Bph

Pendahuluan

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak

maupun ganas1. Pembesaran prostat jinak (PPJ) merupakan penyakit tersering kedua di klinik

urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penyakit ini juga dikenal sebagai benign

prostatic hyperplasia (BPH), di mana kelenjar periuretra mengalami hiperplasia, sedangkan

jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah2.

Insiden dan Epidemiologi

Insiden yang pasti dari pembesaran prostat jinak di Indonesia belum pernah diteliti. Tetapi,

sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus

pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994--1997) dan di RS Sumber Waras

sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama3.

Etiologi

Penyebab PPJ belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi,

hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:

1. Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi

menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang

pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer PPJ adalah penonjolan

kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia

menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia

dewasa.

3. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa

pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan

antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang

menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang

Page 11: Laporan Kasus Bph

menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya

androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

4. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma

dan unsur epitel prostat yang berakibat PPJ. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di

bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan

atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth

factor- b (TGF - b, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan

menghasilkan pembesaran prostat.

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya PPJ, yaitu adanya

dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa

defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-

nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron

serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan

periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen

dalam PPJ adalah kompleks dan belum jelas benar. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas

dapat mencegah PPJ. Pasien dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai

gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai

proses PPJ, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses

hiperplasia stroma yang selanjutnya merangsang hiperlpasia epitel1.

Patologi

Perubahan paling awal pada PPJ adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum.

* Perubahan hiperlpasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul

campuran fibroadenomatosa.

* Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma.

Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak

menunjukkan proses keganasan. Sekitar 10—60% sel epitel kelenjar ada yang berbentuk

cribiform pada sepertiga spesimen penderita PPJ. Ini tampak pada kanker prostat walaupun inti

Page 12: Laporan Kasus Bph

selnya tidak menunjukkan perubahan keganasan.

Sel epitel PPJ serupa dengan prostat normal, yaitu sel yang aktif bersekresi. Dengan teknik

histokimia, tampak aktivitas yang tinggi dari prostat specific antigen (PSA), asam fosfatase,

enzim proteolitik dan enzim lainnya, serta sitrat dan seng dalam kelenjar.

Patofisiologi

Perubahan yang terjadi berjalan lambat. Efek patofisiologi PPJ merupakan akibat interaksi yang

kompleks antara komponen statik berupa resistensi uretra. Juga akibat penekanan uretra oleh

prostat karena meningkatnya volume prostat dengan komponen dinamik, yaitu adanya

peningkatan tonus kelenjar prostat dan leher buli-buli yang diatur oleh sistem saraf otonom

melalui reseptor yang bertanggung jawab untuk proses tersebut, a–1 adrenoceptor. Berbagai

keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan

menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, mula-

mula otot-otot detrusor mengalami kompensasi dengan terjadinya hipertrofi. Lama-lama

mengalami dekompensasi sehingga tonus otot menurun dan terbentuk divertikel.

Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin di antara otot polos

yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Selain itu, terdapat degenarasi sel saraf yang

mempersarafi otot polos. Hal ini mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional,

ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak

stabil. Karena fungsi otot vesika tidak normal, maka terjadi peningkatan volume residu urin yang

menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas1-2.

Gambaran Klinis

Gejala Klinis

Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala iritatif, terdiri

dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency), buang air

Page 13: Laporan Kasus Bph

kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge

incontinence). Kedua, gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil

belum terasa kosong (Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil

(hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus

(intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

terjadi inkontinen karena overflow1-2.

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis

pengobatan PPJ dan untuk menilai keberhasilan pengobatan PPJ, dibuatlah suatu skoring yang

valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate

Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA).

Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski1,2,5. Skor AUA terdiri

dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif

mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang,

dan 20-35 berat1. Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-

pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor

dapat berkisar antara 0-29. Skor < 10 ringan, 10-20 sedang, dan > 20 berat. Perbedaannya

dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat

keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub

Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo2.

Tanda Klinis

Tanda klinis terpenting dalam PPJ adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok

dubur/digital rectal examination (DRE). Ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui,

walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat

obstruksi. Pada PPJ, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal. Apabila teraba indurasi

atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan1-2.

Laboratorium

Page 14: Laporan Kasus Bph

Terdapat dua pemeriksaan yang terpenting, yaitu darah dan urin. Pemeriksaan darah yang perlu

dilakukan khusus untuk prostat adalah kreatinin serum, elektrolit (Natrium dan Kalium), dan

PSA. Pemeriksaan urin yang perlu dilakukan adalah sedimen urin dan kultur2.

Nilai PSA normal di negara-negara yang mempunyai prevalensi kanker prostat yang tinggi

adalah di bawah 4 ng/ml. Nilai PSA 4-10 ng/ml dianggap sebagai daerah kelabu (gray area),

perlu dilakukan penghitungan PSA Density (PSAD), yaitu serum PSA dibagi dengan volume

prostat. Apabila nilai PSAD > 0.15, perlu dilakukan biopsi prostat. Bila nilai PSAD < 0.15, tidak

perlu dilakukan biopsi prostat. Nilai PSA > 10 ng/ml dianjurkan untuk dilakukan biopsi prostat.

Di negara-negara Asia, di mana prevalensi kanker prostat rendah, terdapat perbedaan nilai

normal PSA. Di Indonesia, di mana rata-rata nilai PSA pada penderita PPJ 12.9 + 24.6 ng/ml9,

nilai normal PSA 8 ng/ml, sedangkan nilai daerah kelabu 8-30 ng/ml. Untuk nilai PSAD > 0.20

baru perlu dilakukan biopsi prostat10. Di Taiwan diperoleh angka nilai daerah kelabu 4.1-20.0

ng/ml dengan nilai PSAD > 0.20 baru dilakukan biopsi11. Tingginya angka PSA di Indonesia

berhubungan erat dengan kateterisasi dan volume prostat12, mengingat sebagian besar pasien

datang dalam keadaan retensi dan dalam volume prostat yang besar.

Pencitraan

Pencitraan yang sering digunakan dalam penatalaksanaan PPJ adalah Trans Rectal

Ultrasonography (TRUS). Dengan TRUS dapat diketahui volume prostat dan dapat mendeteksi

kemungkinan keganasan dengan ditemukannya daerah hypoechoic. Selain itu, dengan TRUS

dapat ditemukan adanya bendungan vesika seminalis yang tampak merupakan gambaran kista di

sebelah bawah prostat. Pelebaran vena periprostat yang sering ditemukan pada penderita

prostatitis juga dapat diidentifikasi2.

Ukuran prostat juga dapat dinilai dengan Trans Abdominal Ultrasonography (TAUS). TAUS

dapat digunakan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli-buli, yang dapat dipakai

untuk meramalkan derajat berat obstruksi, selain tentu saja dapat mendeteksi apabila terdapat

batu di dalam vesika2.

Page 15: Laporan Kasus Bph

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan pencitraan saluran kemih bagian atas, terutama bila

ditemukan tanda-tanda hematuria, infeksi saluran kemih, penurunan fungsi ginjal, riwayat batu

saluran kemih, dan operasi saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan pencitraan saluran kemih

bagian atas tersebut ialah foto polos abdomen atau disebut Kiney Ureter Bladder films (KUB

films)-Intra Vena Pyelography (IVP), sistogram bila dicurigai adanya divertikel, Computed

Tomography Scanning (CT scan) atau untuk maksud penelitian ada yang menggunakan

Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Uroflowmetri

Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal (maximal flow rate-Qmax); (2)

volume urin yang keluar (voided volume). Pengukuran sisa urin yang tertinggal dalam buli-buli

setelah buang air kecil diukur dengan memasang kateter setelah buang air kecil atau dengan

menggunakan TAUS (tidak invasif).

Sistoskopi

Sistoskopi tidak direkomendasikan untuk menentukan jenis terapi, namun dapat membantu untuk

menentukan jenis operasi pada pasien yang direncanakan untuk operasi terbuka1.

Pemeriksaan Lainnya

Pemeriksaan urodinamik diperlukan pada pasien yang dicurigai dengan kelainan neurologis atau

pada pasien yang telah mengalami kegagalan terapi dengan bedah1.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya: struktur

uretra, kontraktur leher vesika, batu buli-buli kecil, dan kanker prostat atau kelemahan detrusor,

Page 16: Laporan Kasus Bph

misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat parasimpatolitik. Sedangkan

pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh instabilitas detrusor,

karsinoma in situ vesika, infeksi saluran kemih, prostatitis, batu ureter distal, atau batu vesika

kecil1.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien PPJ yang dibiarkan tanpa pengobatan: Pertama,

trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu

tinggi akibat obstruksi. Kedua, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos di antara

serat-serat detrusor. Ketiga, bila sakulasi menjadi besar dapat menjadi divertikel.

Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang

air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut

diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Tahap akhir adalah tahap dekompensasi dari detrusor di mana buli-buli sama sekali tidak dapat

mengosongkan diri sehingga terjadi retensi urin total. Apabila tidak segera ditolong, akan terjadi

overflow incontinence.

Penatalaksanaan

Terapi PPJ dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang canggih

dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang memerlukan

teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas

penatalaksanaan PPJ berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan

terapi minimal invasif.

Watchful Waiting

Page 17: Laporan Kasus Bph

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7 atau Madsen-

Iversen < 9). Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan. Pasien diberi

nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi nokturia, menghindari

obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan), mengurangi kopi, dan melarang minum minuman

alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga

bulan untuk diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan TRUS. Bila terjadi kemunduran, segera

diambil tindakan.

Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga macam

terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik

a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi.

Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot polos

ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi

di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat

obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping dari

obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness),

lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1

masih menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah

efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat

dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat

dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari.

Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak

diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat

Page 18: Laporan Kasus Bph

menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan

simptom setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan

kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase pertama kali

dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan peningkatan

Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat

keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain.

Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut1.

Fitoterapi

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru ini di

Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis,

Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea

purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan

keamanannya.

Terapi Bedah Konvensional

Open simple prostatectomy

Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100g, atau

bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik transvesikal atau

retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada

TUR-P1-2.

Terapi Invasif Minimal

Page 19: Laporan Kasus Bph

Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan

obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih

merupakan baku emas dalam terapi PPJ. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat

dilakukan dengan endoskopi. Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,

hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang

adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%), dan disfungsi ereksi (4-

40%).

Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat

kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang tinggi).

Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi

retrograd 1,2.

Terapi laser

Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG. Tekniknya

antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan

USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial

laser therapy. Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom

TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan

tanpa perlu dirawat di rumah sakit. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk

pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan

iritatif yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di

Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd

(3%), dan disfungsi ereksi (1%)13.

Microwave hyperthermia

Page 20: Laporan Kasus Bph

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai

suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi1,2.

Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan

2jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi

sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.

High intensity focused ultrasound (HIFU)

Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound dengan

intensitas tinggi dan terfokus1.

Intraurethral stent

Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan

lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat

dilakukan anestesi atau pembedahan.

Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher

kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya

sementara, dan jarang dilakukan lagi.\

Daftar Pustaka

1. Presti JC. Neoplasms of the prostate gland. In: Tanagho EA, Mc Aninch JW, editors.

Smith’s general urology. 15th ed. Conecticut: Mc Graw-Hill; 2000.p.399-406.

Page 21: Laporan Kasus Bph

2. Rahardjo D. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. 1st ed. Jakarta:

AsianMedical;1999.

3. Rahardjo D, Birowo P. Karakteristik penderita pembesaran prostat jinak di RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo dan RS Sumber Waras, Jakarta, tahun 1994-1997. MKI 2000;50(2):

81-5.

4. Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Ed.III, hal. 329-334. Jakarta: Media

Aeculapius.