Laporan Kasus Boyolali TF

36
LAPORAN KASUS BOYOLALI SEORANG LAKI-LAKI 25 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID Oleh : Dhyani Rahma Sari G99141144 Pembimbing : dr. Sumardjo Sp. PD

description

TF

Transcript of Laporan Kasus Boyolali TF

Page 1: Laporan Kasus Boyolali TF

LAPORAN KASUS BOYOLALI

SEORANG LAKI-LAKI 25 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID

Oleh :

Dhyani Rahma Sari

G99141144

Pembimbing :

dr. Sumardjo Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD PANDAN ARANG

BOYOLALI

2015

Page 2: Laporan Kasus Boyolali TF

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn.D

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kebon Timun, Boyolali.

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

No. RM : 377291

Tanggal Masuk RS : 24 Agustus 2015

Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2015

B. Keluhan Utama : Badan demam sumer-sumer sejak ± 6

hari SMRS

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sumer-sumer sejak kurang

lebih 6 hari SMRS. Demam naik turun terasa lebih tinggi pada saat

malam hari, demam semakin lama dirasakan semakin meningkat. Pasien

mengonsumsi obat paracetamol dari bidan desa untuk mengatasi

keluhannya. Setelah minum obat demam turun, beberapa saat kemudian

demam lagi.

Sejak mengalami demam, pasien juga mengalami pusing. Pusing

dirasakan hilang timbul. Timbul pada saat pasien merasa kelelahan dan

berkurang dengan istirahat. Terkadang pasien merasa badan lemas.

Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh terdapat mual

namun tak ada muntah. Mual dirasakan saat setelah makan, perut terasa

sebah dan tidak nyaman.

Page 3: Laporan Kasus Boyolali TF

Tidak ada keluhan gusi berdarah, mimisan. BAK pasien normal, 3-

4 kali/hari sebanyak setengah sampai 1 gelas belimbing, warna kuning

jernih. BAK darah disangkal, BAK berpasir juga disangkal. BAB 1

kali/hari, konsistensi lembek warna coklat. BAB hitam, BAB darah, dan

lendir disangkal

D. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat menderita penyakit serupa : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat jantung : disangkal.

5. Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat sakit maag : disangkal

7. Riwayat sakit kuning : disangkal

8. Riwayat dirawat di rumah sakit : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat hipertensi : disangkal

2. Riwayat sakit jantung : disangkal.

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat sakit kuning : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

1. Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal.

2. Riwayat minum jamu : disangkal

3. Riwayat minum-minuman keras : disangkal

4. Riwayat merokok : kadang

G. Riwayat Gizi

Pasien sehari makan tiga kali, porsinya sedang dengan nasi lauk

pauk tempe, tahu, sayur kadang-kadang daging atau ikan. Terkadang

Page 4: Laporan Kasus Boyolali TF

makan buah-buahan dan minum susu, kebiasaan mengkonsumsi

makanan yang diasinkan (-) makanan instan (-).

H. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki umur 25 tahun, bekerja sebagai

wiraswastawan. Saat ini penderita tinggal bersama istrinya.

I. Anamnesis Sistem

J. Keluhan utama : Badan demam sumer-sumer sejak ± 6

hari SMRS

Kepala : sakit kepala (+), pusing (+), nggliyer (-).

Mata : mata kuning (-), konjungtiva pucat (-).

Hidung : pilek (-), mimisan (-)

Telinga : pendengaran berdenging (-), keluar cairan

(-), darah (-).

Mulut : gusi berdarah (-), sariawan (-), mulut kering

(-),papil lidah atrofi (-).

Tenggorokan : sakit menelan (-), terasa gatal tenggorokan

(-).

Sistem Respirasi : sesak napas (-), batuk (-), batuk darah (-),

mengi (-).

Sistem Cardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), sesak

nafas saat berjalan jauh (-).

Sistem Gastrointestinal : nafsu makan berkurang (-), mudah haus (-),

mudah lapar (-), mual (+), muntah (-),

muntah darah (-), nyeri ulu hati (+), perut

sebah (+),

Page 5: Laporan Kasus Boyolali TF

Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),

badan lemas (+), kejang (-).

Sistem Genitourinaria : BAK 7-10x sehari @ 1/2 gelas belimbing,

warna kuning jernih.

Ekstremitas

Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor

(-/-),bengkak (-/-), lemah (-/-).

Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor

(-/-),bengkak (-/-), lemah

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015 :

A. Keadaan Umum : Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis,

gizi kesan cukup.

B. Tanda Vital :

Tensi : 120/80 mmHg

Respirasi : 18 x / menit

Nadi : 72 x / menit, isi cukup, reguler

Suhu : 38,0 ° C (axiller)

Status Gizi Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 170 cm

BMI : 20.76 kg/m2

Kesan : normoweight

C. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-),

hiperpigmentasi (-).

D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam, lurus, mudah rontok

(-), mudah dicabut (-).

E. Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor

Page 6: Laporan Kasus Boyolali TF

dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+),

edema palpebra (-/-).

F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).

G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi

pembau baik.

H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-),

lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-),

luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-).

I.Leher : JVP tidak meningkat (R+2), trachea ditengah, simetris,

pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical

(-).

J.Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler,

servikalis, supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis

tidak membesar

K. Thorax : bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),

pernafasan toracoabdominal, sela iga melebar (-),

muskulus pektoralis atrofi (-), ginekomasti (-),

pembesaran KGB axilla (-/-).

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium

dan parasternal tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di spatium intercostale V, 1 cm medial

linea medio clavicularis sinistra, tidak kuat angkat.

Perkusi : batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea

parasternalis sinistra

batas jantung kiri bawah spatium intercostale V, 1 cm

medial linea medio

clavicularis sinistra.

batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea

parasternalis dextra

Page 7: Laporan Kasus Boyolali TF

batas jantung kanan bawah : spatium intercostale V, linea

parasternalis dextra

Kesan : konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Heart Rate 72 kali/menit, reguler. Bunyi jantung I-II

murni, intensitas tidak meningkat, reguler, bising (-),

gallop (-)

Pulmo :

Depan

Inspeksi

Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak

mendatar.

Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak

melebar, retraksi intercostal (-).

Palpasi

Statis : simetris

Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

Kanan : sonor

Kiri : sonor, mulai redup sesuai pada batas jantung, batas paru

lambung di Spatium Inter Costale (SIC) VI linea

medioclavicularis sinistra.

Auskultasi

Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi

basah kasar (-), ronchi basah halus (-), wheezing (-).

Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi

basah kasar (-), ronchi basah halus (-), wheezing (-).

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, ikterik (-),

venectasi (-), cicatrix (-), striae (-), edema (-) bekas luka

biopsi (-).

Page 8: Laporan Kasus Boyolali TF

Auskultasi : peristaltik (+), nyeri ketok costovertebral (-), Bruit (-) di

hepar

Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-).

Palpasi : dinding perut supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar

dan lien tidak teraba.

M. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

N. Ekstremitas :

Extremitas superior Extremitas inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema - - - -

Akral dingin - - - -

Luka - - - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium (24 Agustus 2015)

HEMATOLOGI Hasil Satuan Harga Normal

DARAH LENGKAP

Henoglobin 15,8 g/dl 14-18

Leukosit 5100 /uL 4800-10800

LED - /mm 0-20

HITUNG JENIS SEL

Eosinofil% - % 1-3

Basofil% - % 0-1

Neutrofil Batang% - % 1-6

Neutrofil Segmen% 63,9 % 50-70

Limfosit% 26,2 % 20-40

Monosit% 9,9 % 2-8

Hematokrit 45,2 % 42-52

Trombosit 152 103/ uL 150-450

Eritrosit 5,27 106/ uL 4,7-6,1

Page 9: Laporan Kasus Boyolali TF

IMUNOSEROLOGI

IgM Salmonella

6

<=2: Negatif

3: Boderline

4: Positif lemah

6-10: positif

KIMIA

SGOT 10 u/L <35

SGPT 18 u/L <41

2. Urinalisa

Urinalisa 25/08/15

Warna Kuning

kekeruhan Jernih

protein (+)

Reduksi -

Urobilinogen -

Bilirubin -

Sedimen Eritrosit Normal

Sedimen Silinder Normal

Sedimen Kristal -

Sedimen Leukosit Normal

Sedimen Epitel Normal

IV. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Demam sejak 6 hari SMRS

2. Pusing hilang timbul

3. Mual

4. Perut sebah dan tidak nyaman

V. PROBLEM

Page 10: Laporan Kasus Boyolali TF

1. Demam tifoid

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem : Demam tifoid

Ass : mencari komplikasi syok endotoksemia, reaktif

hepatitis dan perdarahan usus

Ip Dx : Widal test, Gaal culture, ELISA

Terapi : - Bedrest total

- Diet rendah serat

- Ondansetron 1amp/8jam

- Infus D5% 20tpm

- Chlorampenicol 4x500mg

- Pamol 3x1

Mx : Darah rutin, SGOT, SGPT, Balance Cairan , Awasi

tanda-tanda perdarahan dan perforasi usus

Ex : istirahat total, minum obat yang teratur.

Page 11: Laporan Kasus Boyolali TF

TINJAUAN TEORI

DEMAM TIPHOID

A. Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan

oleh bakteri Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang,

Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan

baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur

pada media yang mengandung empedu.Isolat kuman Salmonella Typhi

memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan

sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin

deaminase, urease dan DNase.

Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen

antara lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan

bersifat spesifik grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen

protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen

(Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi

seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat proses aglutinasi antigen

O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses

fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan

efektivitas vaksin.Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang

merupakan bagaian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang

sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A.Antibodi O, H dan Vi akan

membentuk antibodi agglutinin di dalam tubuh.Sedangkan, Outer

Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan bagian terluar

yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang

membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri

dari protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan

antigen yang penting dalam mekanisme respon imun host.OMP berfungsi

Page 12: Laporan Kasus Boyolali TF

sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran

sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor

untuk bakteriofag dan bakteriosin.

B. Patogenesis Demam Tifoid

Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang

terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui

sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang

bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari

penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag

Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan

enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen

intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman

masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung

dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih

hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian

menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan

yeyunum.Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat

bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.

Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak

pada mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi

usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada

yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo

Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode

inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus

masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang,

kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di

empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui

feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid

intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara

lokal menyebabkan nekrosis intestinal

Page 13: Laporan Kasus Boyolali TF

ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada

demam tifoid.

Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral,

yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang

berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama

dengan feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu

hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.

C. Diagnosis Demam Tifoid

1. Keluhan dan Tanda Klinis

Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun,

khususnya di bawah 1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak

khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara 7-

14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa inkubasi

mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,

lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.Kemudian menyusul

gejala dan tanda klinis yang biasa

ditemukan.

Gejala

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal

penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten

dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu meningkat secara

bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi

pada sore dan malam hari,tetapi demam bisa pula mendadak

tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus menetap dalam

keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu

ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada

penderita bayi mempunyai pola demam yang tidak beraturan,

sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil. Pada abdomen

Page 14: Laporan Kasus Boyolali TF

mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut kembung, konstipasi

dan diare.Konstipasi dapat merupakan gangguan gastrointestinal

awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Selain gejala

– gejala yang disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga

didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah

dan tidak nafsu makan.

Tanda

Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid

antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai

dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan

splenomegali.Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan

data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 – 8 cm

dibawah arkus kosta. Tetapi adapula penelitian lain yang

menyebutkan dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah

arkus kosta.9 Penderita demam tifoid dapat disertai dengan atau

tanpa gangguan kesadaran.Umumnya kesadaran penderita

menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai

somnolen. Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan

tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung

dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik

kemerahan karena emboli dalam kapiler kulit.Kadang-kadang

ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada

anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data

bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda

seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak dengan demam

tifoid.

Page 15: Laporan Kasus Boyolali TF

Tabel 1. Typhoid Morbidity Score

Characteristic Degree of Condition Resulting in Score of :

0 1 2

Fever ≤37.5°C 37.6–39.0°C >39.0°C

Mental state Clear Irritability Delirium; coma

Liver size Not palpable ≤2.5 cm >2.5 cm

Diarrhea None Mild Severe

Vomiting None Nausea Vomiting

Abdominal pain None Diffuse pain Right hypochondrial

tenderness

Result of

abdominal

examination

Normal Abdominal

distension; doughy

feel

Ileus; peritonitis;

gastrointestinal

bleeding

Page 16: Laporan Kasus Boyolali TF

2. Patofisiologi Demam

Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal

sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus

yang dipengaruhi oleh IL- 1.Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau

demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.

Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap berbagai

rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi, berkurangnya

nafsu makan dan minum yang dapat menyebabkan dehidrasi, sulit

tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-

lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan

suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang

diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.

Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap

kenaikan suhu 10C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar

10%).Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua

jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.Rangsangan eksogen seperti

endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk memproduksi

pirogen endogen dan yang poten diantaranya adalh IL-1 dan TNFα

.Pirogen endogen ini bekerja didaerah sistem syaraf pusat pada tingkat

OrganumVasculosum laminae terminalis (OVLT).Sebagai respon

terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,

terutama prostaglandin-E2 yang bekerja melalui metabolism asam

arakhidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2).

Prostaglandin ini bekerja secara langsung pada sel nuklear

preoptik dengan hasil peningkatan suhu tubuh berupa demam. Pirogen

eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah

terpapar.Umumnya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag

atau monosit untuk merangsang IL-1.Pirogenitas bakteri Gram-negatif

disebabkan adanya heat- stable factor yaitu endotoksin, suatu pirogen

Page 17: Laporan Kasus Boyolali TF

eksogen yang pertama ditemukan.Komponen aktif endotoksin berupa

lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida.Endotoksin meyebabkan

peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis.

Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang

dapat menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme,

walaupun jumlah yang diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada

bayi dan anak mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis Salmonella Typhi

yang tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,

semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan

laboratorium.Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa

biakan kuman.Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi

normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi

sumsum tulang.Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa juga

normal atau meningkat.Kadang-kadang didapatkan trombositopeni

dan pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan

limfositosis relatif.Leukopeni polimorfonuklear dengan

limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,

menunjukkan arah diagnosis demam

tifoid menjadi jelas.

a. Uji serologis widal

Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa

antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).Pemeriksaan

yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat

diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen

Page 18: Laporan Kasus Boyolali TF

O.Titer yang bernilai > 1/200 dan atau menunjukkan kenaikan 4

kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.Titer tersebut

mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan

penderita.Uji serologis ini mempunyai berbagai kelemahan baik

sensitivitas maupun spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi

yang sulit dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif akan

memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid.

b. Isolasi Kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella

Typhi.Isolasi kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan

dari berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat ditegakkan

melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua minggu pertama sakit ,

kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari

pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin dan feses

kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah

terjadi septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang

berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas

tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai

dalam praktek sehari- hari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan

spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan

hasil yang cukup baik.

D. Penggunaan Antibiotik pada Demam Tifoid

Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid,

karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan

dengan keadaan bakterimia.Pemberian terapi antibiotik demam tifoid

pada anak akan mengurangi komplikasi dan angka kematian,

memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis

Page 19: Laporan Kasus Boyolali TF

salah satunya terjadi penurunan demam. Namun demikian

pemberian antibiotik dapat menimbulkan drug induce fever, yaitu

demam yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik

dengan catatan tidak ada penyebab demam yang lain seperti adanya luka,

rangsangan infeksi, trauma dan lain- lain.Demam akan hilang ketika terapi

antibiotik yang digunakan tersebut dihentikan.20,21 Kloramfenikol masih

merupakan pilihan pertama pada terapi demam tifoid, hal ini dapat

dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi terhadap

obat tersebut.Tetapi penelitian-penelitian yang dilakukan dewasa ini

sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang sensitivitasnya berkurang

terhadap kloramfenikol,untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson,

ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan

terapi demam tifoid.

1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam

tifoid yang bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi

dapat bersifat bakterisid terhadap kuman- kuman tertentu serta

berspektrum luas.Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram

positif maupun negatif.Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit

50s serta menghambat sintesa bakteri sehingga ikatan peptida tidak

terbentuk pada proses sintesis protein kuman.Sedangkan

mekanisme resistensi antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat

oleh asetil transferase yang diperantarai faktor-R.Masa paruh

eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24

jam.Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Lama terapi 8-10 hari

setelah suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu

turun.Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.

Page 20: Laporan Kasus Boyolali TF

2. Seftriakson

Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid

dimana bakteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai

obat. Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid dan memiliki

mekanisme kerja sama seperti antibiotik betalaktam lainnya,

yaitu menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat

ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan

dinding sel.Dosis terapi intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam

dalam 2 dosis, sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.

3. Ampisilin

Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat

pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis

dinding sel mikroba.Pada mikroba yang sensitif, ampisilin akan

menghasilkan efek bakterisid.Dosis ampisilin tergantung dari

beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur pasien.Untuk anak

dengan berat badan <20 kg diberikan per oral 50-100

mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM 100-200 mg/kg/BB/hari dalam 4

dosis.Bayi yang berumur <7 hari diberi 50 mg/kgBB/hari dalam 2

dosis, sedangkan yang berumur >7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari

dalam 3 dosis.

Page 21: Laporan Kasus Boyolali TF

4. Kotrimoksasol

Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim

dan sulfametoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek

sinergis.Trimetoprim dan sulfametoksasol menghambat reaksi

enzimatik obligat pada mikroba.Sulfametoksasol menghambat

masuknya molekul P- Amino Benzoic Acid (PABA) ke dalam

molekul asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat enzim

dihidrofolat reduktase mikroba secara selektif.Frekuensi terjadinya

resistensi terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-

masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu

komponen antibiotik masih peka terhadap komponen lainnya.Dosis

yang dianjurkan untuk anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan

sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.

5. Sefotaksim

Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai

kuman gram positif maupun gram negatif aerobik.Obat ini termasuk

dalam antibiotik betalaktam, di mana memiliki mekanisme kerja

menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme

penghambatannya melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian

reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena yang

dianjurkan untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h dalam 4 – 6

dosis.Sedangkan

untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.

Pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

menyebutkan bahwa pasien dengan deman tifoid menunjukkan respon klinis

yang baik dengan pemberian seftriakson sehari sekali.Lama demam turun

berkisar 4 hari, hasil biakan menjadi negatif pada hari ke – 4 dan tidak

ditemukan kekambuhan.Pada kasus MDRST anak, seftriakson merupakan

antibiotik pilihan karena aman.Sedangkan pada penggunaan antibiotik

kloramfenikol lama demam turun berkisar 4,1 hari, efek sampingnya berupa

mual dan muntah terjadi pada 5 % pasien.Kekambuhan timbul 9 -

1

Page 22: Laporan Kasus Boyolali TF

12 hari setelah obat dihentikan pada 6 % dari kasus, hal ini berhubungan

dengan lama terapi yang < 14 hari.

Antibiotik terpilih untuk MDRST adalah siprofloksasin dan

seftriakson.Pemberian siprofloksasin pada anak usia < 18 tahun masih

diperdebatkan karena adanya potensi artropati, sehingga seftriakson

lebih direkomendasikan. Penelitian lainnya juga ada yang menyebutkan

bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik kloramfenikol, ampisilin,

amoksisilin dan trimetoprim, tetapi penelitian yang dilakukan di

Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSHS sejak tahun 2006 – 2010

menunjukkan Salmonella Typhi masih sensitif terhadap antibiotik

kloramfenikol, ampisilin dan kombinasi trimetoprim- sulfametoksasol

(kotrimoksasol).Dengan antibiotik kotrimoksasol demam turun berkisar 5

hari, sedangkan dengan ampisilin

berkisar 7 hari.

Sensitivitas Salmonella typhii terhadap Antibiotik

Sensitivitas atau tingkat kepekaan bakteri Salmonella Typhi terhadap

terapi antibiotik yang diberikan bisa terlihat dari perbaikan gambaran klinis

atau dengan melakukan uji sensitivitas antibiotik.Uji sensitivitas antibiotik

adalah tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri terhadap

antibiotik.Tes ini bisa berasal dari hasil kultur darah, urin, feses dan

spesimen lain yang positif terhadap bakteri Salmonella Typhi.Uji senstivitas

ini bertujuan untuk mengetahui daya kerja dari suatu antibiotik dalam

membunuh bakteri.

Metode uji sensitivitas antibiotik yang sering digunakan adalah metode

Kirby Bauer.Metode ini adalah uji sensitivitas dengan metode difusi agar

menggunakan teknik disc diffusion dalam media selektif, yaitu media Muller

Hinton Agar.Hasil dari uji ini terlihat pada zona pertumbuhan bakteri di

sekitar disc dan mengukur diameter zona hambatannya.

2